perilaku dan penyesuaian sosial dan tingkat

KATA PENGANTAR

Puji syukur kita panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa atas berkat
dan kasih karunia-Nyalah sehingga kami dapat menyelesaikan makalah
ini.Makalah ini disusun guna memenuhi tugas kelompok pada mata kuliah “

Ilmu Sosial Budaya Dasar ” .
Membaca sebuah buku, kita seolah-olah bagaikan berhadapan dengan
sebuah jendela lebar sepanjang garis cakrawala. Dihadapan kita laksana
terbentang dunia yang luas, mendorong lahirnya inspirasi maupun semangat untuk
menelusuri lebih jauh sebuah potret sasaran pandangan,bagaimana bentuk rupa
dan makna penilaian kita terhadapnya.
Didalam penyusunan makalah ini, kami membuatnya berdasarkan format
yang telah diberikan. Tak lupa pula kami mengucapkan terima kasih kepada
semua pihak yang telah membantu sehingga makalah ini dapat diselesaikan tepat
pada waktunya.
Akhir kata,tak ada gading yang tak retak. Maka kami sebagai penyusun
menyadari keterbatasan yang kami miliki sehingga makalah kami ini masih jauh
dari kata sempurna. Oleh karena itu,kami sangat mengharapkan saran dan kritik
yang membangun sehingga dalam penyusunan makalah selanjutnyakami bisa
lebih baik lagi.Semoga makalah yang kami susun ini dapat bermanfaat bagi

siapapun yang membacanya dan terutama bagi diri kami sendiri.
Sekian dan terima kasih.

Makassar , 28 Oktober 2014

1

DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
1

2

3

PENDAHULUAN
Latar Belakang……………………………………........
Rumusan Masalah……………………………………..
Tujuan Penulisan………………………………………

Manfaat Penulisan……………………………………..

3
4
4
4

PEMBAHASAN
Perilaku dan Penyesuaian………………………………
Tipe-Tipe Perilaku Sosial………………………………
Kontak Social dan Jarak Social………………………..
Elite dan Massa…………………………………………
Pelapisan Social…………………………………………

5
7
8
19
26


PENUTUP
Kesimpulan ………………………………………………
Saran……………………………………………………...

33
33

DAFTAR PUSTAKA

BAB I
PENDAHULUAN

2

A. Latar Belakang
Pada dasarnya kita hidup sebagai manusia dituntut untuk hidup
bersosialisasi
sosial,yang

karena

dimana

manusia
tidak

pada

dapat

kodratnya

hidup

sendiri

merupakan
melainkan

mahluk
saling


membutuhkan satu sama lain. Sebagai Contoh dalam sebuah tempat kerja
atau boleh kita sebut sebagai kantor. Dimana terdapat banyak aspek sosial
yang terjadi didalamnya,entah itu hubungan antara atasan dengan
bawahan,ataupun teman satu pekerjaan.Di sebuah kantor ini masing-masing
individu memiliki bagiannya sendiri dalam mengerjakan pekerjaannya dan
setiap individu tersebut saling membantu serta saling membutuhkan satu
sama lainnya. Sebagaimana seorang atasan atau bos membutuhkan tenaga
kerja,atau seorang bawahan untuk dipekerjakan dan membantu mengerjakan
pekerjaan-pekerjaan agar dapat menghasilkan sesuatu yang menguntungkan
bagi keduanya. Begitupula sebaliknya,seorang bawahan membutuhkan
pekerjaan sehingga akhirnya bisa mendapatkan penghasilan untuk
mencukupi kebutuhan hidupnya.Itulah sebagian contoh kecil bagaimana
seorang manusia hidup bersosialisasi di dalam atmosfer dunia pekerjaan.
Namun, kehidupan bersosialisasi yang sesungguhnya terdapat dan terbentuk
di dalam kehidupan sebuah keluarga yang dimana terdapat ayah,ibu,kakak
maupun adik.Pada dasarnya setiap individu pastinya memiliki sebuah
keluarga untuk bergantung.Di dalam sebuah keluarga inilah terbentuk
karakter dari masing-masing individu.Karena,pada dasarnya hubungan di
dalam sebuah keluarga lebih erat dibanding dengan hubungan di sebuah

pekerjaan maupun hubungan lainnya.
Manusia merupakan makhluk Tuhan, individu dan sosial budaya.
Antara manusia dan aspek sosial mempunyai hubungan yang sangat erat
karena diantara keduanya saling mendukung untuk menciptakan suatu
kehidupan yang sesuai kodratnya. Manusia dikatakan sebagi makhluk sosial,
juga dikarenakan pada diri manusia ada dorongan untuk berhubungan
(interaksi) dengan orang lain. Ada kebutuhan sosial (social need) untuk
hidup berkelompok dengan orang lain. Manusia dikatakan juga sebagai

3

makhluk social, karena manusia tidak akan bisa hidup sebagi manusia jika
tidak hidup di tengah-tengah manusia.

B.

Rumusan Masalah
1.
2.
3.

4.
5.

C.

Apa yang dimaksud dari perilaku dan penyesuaian?
Apa saja tipe-tipe dari perilaku sosial?
Apa yang dimaksud kontak sosial dan jarak sosial?
Apa yang dimaksud dengan elite dan massa?
Apa yang dimaksud dengan pelapisan sosial?

Tujuan Penulisan
1.

Untuk mengetahui maksud dan hubungan dari perilaku dan

2.
3.
4.
5.


penyesuaian manusia.
Untuk mengetahui tipe-tipe dari perilaku sosial.
Untuk mengetahui pengertian dari kontak sosial dan jarak sosial.
Untuk mengetahui pengertian elite dan massa.
Untuk
mengetahui
hal-hal
tentang
pelapisan
sosial.

D. Manfaat Penulisan
Hasil dari penulisan ini diharapkan dapat memberikan manfaat kepada
semua pihak, khususnya kepada mahasiswa untuk menambah pengetahuan
dan wawasan mengenai hubungan manusia dan aspek sosial. Manfaat lain
dari penulisan makalah ini adalah dengan adanya makalah ini diharapkan
dapat dijadikan acuan bagi banyak pihak dalam mengembangkan sikap
manusiawinya yang direalisasikan pada kehidupan sosial.


BAB II
PEMBAHASAN
A. Perilaku dan Penyesuaian
Perilaku manusia adalah sekumpulan perilaku yang dimiliki oleh
manusia

dan

dipengaruhi

oleh

adat,

sikap,

emosi,

nilai,


etika,

kekuasaan,persuasi, dan/atau genetika. Perilaku seseorang dikelompokkan
ke dalam perilaku wajar, perilaku dapat diterima, perilaku aneh, dan perilaku
menyimpang. Dalam sosiologi, perilaku dianggap sebagai sesuatu yang
tidak ditujukan kepada orang lain dan oleh karenanya merupakan suatu
tindakan sosialmanusia yang sangat mendasar. Perilaku tidak boleh
disalahartikan sebagai perilaku sosial, yang merupakan suatu tindakan

4

dengan tingkat lebih tinggi, karena perilaku sosial adalah perilaku yang
secara khusus ditujukan kepada orang lain. Penerimaan terhadap perilaku
seseorang diukur relatif terhadap norma sosial dan diatur oleh berbagai
kontrol sosial.
Apabila seseorang menghadiri suatu undangan pesta, kemudian
orang-orang yang menghadirinya kurang dikenal karena berasal dari kelas
sosial yang lain pula, maka orang yang merasa bingung kerena mereka
berada dalam situasi pertemuan yang serba asing. Sama halnya bila
seseorang berada di negara lain yang adat dan budayanya serba asing

baginya, keadaanya seperti ini sering disertai perasaan malu.
Perasaan malu adalah salah satu dari gejala ketidakmampuan untuk
menyesuaikan diri. Akibatnya karena tidak tahu bagaimana seharusnya
bertingkah laku atau menyesuaikan diri. Untuk mengatasi hal tersebut, kita
harus berperilaku sesuai dengan keberadaan yang baru. Penyesuaian diri
merupakan proses elementer yang menjadi dasar dari semua aktivitas.
Dalam mengadakan penyesuaian terhadap situasi yang dihadapi, ada banyak
cara yang harus ditempuh. Seperti penyesuaian terhadap alam, penyesuaian
diri terhadap psiko-sosidi dengan tanggapan-tanggapan yang bervariasi.
Manusia sejak dilahirkan akan berhadapan dengan lingkungan yang
menuntutnya untuk menyesuaikan diri. Penyesuaian diri yang dilakukan
oleh manusia diawali dengan penyesuaian secara fisiologis, yang dikenal
dengan adaptasi. Bayi yang baru lahir akan menangis, karena ia dituntut
untuk bernafas, dan berfungsinya organ-organ tubuh. Pada dasarnya manusia
telah

diberikan

kemampuan

untuk

melakukan

adaptasi

terhadap

lingkungannya. Sistem yang mengatur proses adaptasi ini disebut dengan
homeostatis, bagaimana mata berkedip ketika ada debu yang masuk ke
dalam mata, pori-pori mengeluarkan keringat ketika tubuh kepanasan.
Sistem homeostatis ini merupakan usaha tubuh untuk beradaptasi dan
mengembalikan keseimbangan tubuh. Tetapi manusia seiring dengan
perkembangannya, tidak hanya membutuhkan adaptasi, juga dituntut untuk
mampu menyesuaikan diri secara psikologis yang sering disebut dengan
‘adjustment’ (penyesuaian diri). Ahli Psikologi mendefinisikan penyesuaian

5

diri (adjustment) sebagai usaha individu dalam mengatasi kebutuhan,
ketegangan, frustrasi serta konflik dan tercapainya keharmonisan antara
tuntutan diri dan lingkungan dengan melibatkan proses mental dan perilaku.
Jadi dalam penyesuaian diri (adjustment) terdapat dua bentuk proses, yaitu
proses mental/psikologis dan perilaku. Penyesuaian diri bersifat relatif,
karena tidak ada orang yang mampu menyesuaikan diri secara sempurna.
Alasan pertama penyesuaian diri bersifat relatif adalah melibatkan kapasitas
seseorang dalam mengatasi tuntutan dari dalam dan dari lingkungan.
Kapasitas ini bervariasi antara setiap orang, karena berkaitan dengan
kepribadian dan tingkat perkembangan seseorang. Kedua adalah karena
kualitas penyesuaian diri bervariasi antara satu masyarakat atau budaya
dengan masyarakat atau budaya lainnya. Dan terakhir adalah karena adanya
perbedaan-perbedaan pada setiap individu, setiap orang mengalami masa
naik dan turun dalam penyesuaian diri.
Pola-pola perilaku dan penyesuaian diri diperoleh dari masyarakat.
Dalam perjalanan hidupnya manusia mengubah pola perilaku yang semula
dianutnya, perubahan itu mungkin berdasarkan pikirannya sendiri atau
berdasarkan dengan kepentingan orang lain.
Kalau binatang mengadakan penyesuaian diri dengan nalurinya,
sedangkan manusia disamping nalurinya juga mampu membentuk pola baru.
Kemampuan manusia diperolehnya melalui transmisi sosial budaya yang
terpisah dari warisan biologisnya. Warisan biologis memerlukan jangka
waku yang cukup panjang, sedangkan transmisi sosial budaya mempercepat
waktunya.
Salah satu kelemahan teori rasial mengatakan bahwa kebudayaan
diwariskan secara rasial. Sedangkan kebudayaan manusia diperoleh selama
hidupnya dan diteruskan dari satu generasi ke generasi berikutnya melalui
saran tertentu, misalnya bahasa dan imitasi. Lembaga-lembaga yang ada
dalam masyarakat sebenarnya merupakan salah satu bentuk penyesuaian
yang lazim diperkuat oleh sistem, organisasi, unsur-unsur kebendaan dan
sebagainya.

6

B.

Tipe-Tipe Perilaku Sosial
1.

Sikap dan Keinginan
Menurut sosiolog dari Amerika mengemukakan ada 4 keinginan
manusia sebagai makhluk sosial yang sangat bervariasi, antara lain:
a.
Kehendak untuk mempunyai pengalaman baru
Pengalaman-pengalaman
yang
berkaitan
dengan
pengejaran, melarikan diri, tertangkap, lolos dari kematian, dan
lainnya

merupakan

pengalaman

yang

menegangkan.

Ini

merupakan ciri awal dari kehidupan manusia. Dalam hal ini
terjadi transformasi dari taraf yang asli ke taraf yang lebih rumit,
b.

biasa disebut pola mengejar kepentingan.
Kehendak akan keamanan
Manusia sering dihantui rasa takut, cemas atau perasaan
malu dan keinginan untuk melarikan diri. Manusia yang dikuasai
oleh kehendak akan keamanan biasanya berhati-hati dan

c.

konservatif.
Kehendak untuk dihargai
Kehendak ini muncul atas dorongan keinginan mencintai
dan dicintai serta penghargaan. Perwujudan, misalnya kasih
sayang seorang ibu kepada anaknya. Orang yang berprestasi
ingin memperoleh penghargaan. Untuk mencapai itu semua,
seseorang harus menjaga diri dari perbuatan tercela dan

d.

meningkatkan prestasinya sesuai bakat masing-masing.
Kehendak ingin memperoleh pengakuan
Kehendak ini terwujud dalam perjuangan

untuk

memperoleh kedudukan dan berpengaruh dalam kelompok.
Misalnya seorang politikus yang mengejar kedudukan politik
tinggi.
2.

Pemenuhan Kepentingan
Ada dua kepentingan yang perlu dibahas, yaitu:
a.
Kepentingan dalam arti luas, menurut Polak (1974) kepentingan
dalam arti luas adalah keadaan subyektif jiwa yang cenderung
untuk bertindak dengan cara tertentu pula apabila ada stimulus,
seperti rasa iri, kebencian, dan sebagainya.
7

b.

Kepentingan dalam arti psikologis, mempunyai implikasi
kepentingan terhadap diri sendiri. Misalnya, seseorang ingin
mendapatkan keuntungan sebesar-besarnya di bidang kekuasaan,
hal itu akan mendorong seseorang untuk melakukan kegiatan
yang terarah dengan tujuan yang telah direncanakan.

C.

Kontak Sosial dan Jarak Sosial
Kini kita memusatkan perhatian terhadap proses-proses sosial yang
mendasar, yang serta merta mempegaruhi perkembangannya. Kita akan
membahas proses sosial yang mendasar itu, namun demikian pentingnya
sehingga tak ada kehidupan individual dan kehidupan sosial yaang dapat
dijelaskan dengan sempurna tanpa pengetahuan yang mendasar itu. Proses
yang dimaksud, sebagai contohnya ialah kontak sosial, dan jarak sosial.
1.

Kontak Primer Daan Kontak Sekunder
Kita mesti membedakan dua jenis kontak sosial. Pertama, kontak
primer, yakni kontak yang dikembangkan secara intim dan mendalam
berupa pergaulan tatap muka di mana hubungan secara visual dan
perasaan-perasaan yang berhubungan dengan pendengaran senantiasa
digunakan. Kedua, kontak sekunder, yakni kontak yang ditandai oleh
pengaruh keadaan luar dan jarak yang lebih besar. Orang yang secara
mental terbentuk oleh kontak primer, dan oleh ide-ide primer,
mengembangkan ciri-ciri yang berbeda daripada mereka yang di
bentuk oleh kontak sekunder. Sekedar contoh, dapat dibandingkan
antara seorang wanita yang fungsi utamanya sebagai nyonya rumah
tangga dan sebagai seorang ibu dengan seorang manajer pabrik atau
dengan seorang politisi. Sudah tentu terdapat hubungan antara ciri-ciri
kepcribadian yang dikembangkan melaui kontak primer dan kontak
sekunder. Keinginan untuk menghargai publik selalu terjadi sebagai
pemindahan faktor psikologis, sekurang-kurangnya sebagian, sebagai
pengganti keterbatasan keintiman dari tanggapan yang dialami
ditengah-tengah kehidupan keluarga.

8

Jelas kiranya bahwa kawasan tempat berlangsungnya kontak
sekunder yang sebenarnya adalah dalam kehidupan kekotaan. Revolusi
industri yang melahirkan kota-kota dan yang memecah kehidupan
sosial seperti kehidupan masyarakat desa menjadi unit-unit kecil,
merupakan faktor yang sangat penting dalam menciptakan sebagian
besar antar hubungan yang bersifat abstrak dan impersonal. Kontak
sekunder, dengan demikian mendorong terciptanya sikap-sikap yang
abstrak. Kontak sekunder ini juga memungkinkan kita untuk
membandingkan kepentingan jangka panjang dan yang penuh
perhitungan, karena kecenderungan-kecenderungan dapat diperkirakan
dan disusun, demikian pula sistem kontrol yang baru terhadap publik
dapat diperbuat dan dipergunakan dengan menekankan kepada segisegi perbedaan peranan yang dimainkan mereka seperti membedakan
mereka selaku pembayaran pajak atau selaku buruh atau majikan.
Situasi hubungan tatap muka, yang menandai kontak primer, dewasa
inipun telah mengalami perubahan.
2.

Kontak Berdasarkan Simpati Dan Berdasarkan Kategoris
Klasifikasi lain dari kontak sosial, dapat pula dibuat atas dasar
sudut pandangan psikologis dan sosiologis. Orang yang tidak termasuk
ke dalam kelompok kita sendiri, tidak termasuk ke dalam bidang
kontak primer kita. Kita tidak menganggap mereka sebagai anggota
kelompok kita yang sesungguhnya tetapi kita membuat penggolongan
atau

kategori

terhadap

mereka.

Ini

berarti

bahwa

kita

mengklasifikasikan mereka dalam pengertian perbedaan derajat
simpati atau antipati terhadap mereka. Di sini kita berhadapan dengan
dasar atau asal mula dari prasangka. Perasaan simpati berhubungan
dengan perbedaan kategori dan kelompok-kelompok menciptakan apa
yang dapat kita klasifikasikan misalnya sebagai: ‘orang negro’, ‘orang
Jerma’, ‘orang Yahudi’, ‘orang asing’, ‘orang luar’, ‘mereka’, dan
sebagainya.

9

Fase permulaan proses kategori ini terdapat pada jenis primitif
dari penyesuaian diri. Kita mulai dengan menunjukkan atau
menentukan kelompok kita sendiri dengan tanda-tanda yang baik,
disebabkan karena kita tidak mampu menghadapi setiap obyek yang
kontak dengan kita, maka kita membedakan dan memisahmisahkannya. Selanjutnya jika kita pertama kali bertemu dengan
seorang manusia yang belum kita kenal, biasanya kita merasakan suatu
perasaan simpati atau antipati secara tiba-tiba. Ini jelas adalah suatu
interpretasi dari sikap-demikian pula lazimnya dalam dunia binatangdimana simpati dan antipati adalah sejenis alat untuk menseleksi
pengalaman-pengalaman yang tepat. Pengertian kita, dalam sebagian
besar kasus adalah ditentukan oleh gagasan dan prasangka yang kita
miliki. Dasar alamiah dari prasangka adalah suatu kecenderungan
untuk mencocokkan pengalaman-pengalaman baru ke dalam kategori
yang lama dengan mempergunakan generalisasi yang mula-mula untuk
menanggulangi pengalaman baru itu. Setiap pengalaman yang nyata,
didasarkan atas kontak yang dekat dan langsung atau primer.
Pengertian atau pemahaman, adalah suatu pertarungan antara
penyesuaian diri segera terhadap versi baru dari pengalaman dan
kecenderungan terhadap prasangka. Orang yang selalu bergerak secara
sosial dan secara geografis ( mobilitas vertikal dan horizontal), lebih
kritis dan lebih tidak memihak dalam menilai orang lain, dan dengan
demikian kurang berprasangka karena pengalamannya

itu di

pergunakannya untuk berhubungan dengan bermaca-macam orang
lain. Seperti kita ketahui, orang yang berurat berakar di satu tempat
tertentu saja, lebih tinggi derajat prasangkanya dibandingkan dengan
orang yang banyak bergerak tersebut diatas. Orang yang banyak
bergerak (mobile) dapat lebih mudah beralih dari pengalamanpengalaman kategori kepada pengalaman-pengalaman spesifik. Kesan
atau impresi penting pertama yang kita peroleh dari kehidupan kota
besar itu bereaksi terhadap kesadaran diri sendiri dan terhadap

10

penilaian diri sendiri. Kesadaran diri sendiri penduduk kota besar tidak
stabil dan tidak kaku. Sedangkan dalam kehidupan masyarakat desa,
prestise atau gengsi didasarkan atas siapa orang tua kita, dari keluarga
mana kita berasal, daan dimana posisi kita dalam komunitas desa itu.
Dalam kehidupan kota besar, prestise sebagian besar didasarkan atas
hasil usaha (achievement) personal. Sebagai akibatnya penduduk kota
besar selalu lebih mengisolasi dirinya dan penilaian terhadap dirinya
sendiri di-internalisasikan.
Akibat dari kenyataan serupa ialah fleksibelitas, tetapi juga
ketidak-stabilan, ketidak-sungguhan, dan skeptisme yang terdapat
dalam watak penduduk kota besar. Selanjutnya individu yang relatif
anonim sifatnya dalam kehidupan kota besar, memperluas lingkungan
kehidupan sehingga memungkinka kita untuk memindahkan sebagian
tanggungjawab kita kepada orang lain atau kepada institusi lain.
Sebagai akibatnya, orang kian lama kian menjadi penonton saja
terhadap situasi yang ada.
Dalam hubungan persahabatan sejati, unsur penggolonggolongan yang terdapat dalam kontal personal, tidak muncul.
Persahabatan sejati ini didasarkan atas hubungan simpati yang berarti
suatu keinginan untuk mengidentifikasikan kepentingan. Ungkapan
‘kita’

secara

tak

langsung

menyatakan

adanya

saling

mengidentifikasikan diri masing-masing dan difusi kepribadian.
Ungkapan ‘tetangga kita’ dalam pengertian tertentu, pada dasarnya
berarti kita sendiri. Semakin individualis seseorang, semakin sukar
baginya untuk berusaha mengidentifikasikan dirinya dengan orang
lain. Malahan, perasaan yang mendua atau bercabang biasanya muncul
ditengah-tengah pengidentifikasian diri, dan masing-masing cabang
perasaan itu besar perbedaannya. Persahabatan dan perkawinan, adalah
dua jenis antara hubungan yang sedikit banyak berhasil menyalurkan
atau menyatukan perasaan yang bercabang itu.

11

Tempat pengalaman yang paling awal dari kesatuan sosial dan
identifikasi, terdapat pada kelompok primer atau kelompok tatap muka
seperti keluarga, kelompok teman sepermainan, hubungan tetangga,
klub, masyarakat faternal atau sekolah. Perasaan cinta, kepahlawanan
dan keberanian, begitu juga mabisi, kesombongan dan dendam
kesumat, kesemuanya dibentuk di dalam kelompok primer. Menurut
C.H. Cooley, perasaan cinta kemerdekaan dan keadilan

yang

merupakan cita-cita primer yang mendasari ajaran kristen demokrasi
dan sosialisme, ketiganya didasarkan atas ide-ide dari kelompok
primer.
Kontak di dalam dan di luar kehidupan kelompok, telah dianalisa
oleh sosiolog seperti Sumner, Cooley, dan Burgess. Menurut mereka,
hubungan simpati internal yang egotisme kelompok menghasilkan dua
standar perasaan yang berbeda. Di satu pihak, kemauan baik,
kerjasama, dan saling percaya di antara sesama anggota kelompok
sendiri. Di lain pihak, perasaan bermusuhan dan kecurigaan
terhadapanggota kelompok lain. Hubungan persaudaraan di kalangan
anggota kelompok sendiri dan perasaan bermusuhan terhadap anggota
kelompok lain atau terhadap ‘out-group’ adalah dua hal yang saling
berhubungan. Perlawanan dan permusuhan yang gawat terhadap orang
asing atau terhadap kelompok lain, memperkuat solidaritas di kalangan
sesama anggota kelompok sendiri sehingga perselisihan yang terjadi di
kalangan internal kelompok sendiri, tidak dapat melemahkan
permusuhan itu.
Etnosentrisme

adalah

istilah teknis

yang

dipakai untuk

mengungkap sikap serupa itu. Bagi anggotanya, kelompok sendiri
adalah segala-galanya. Setiap kelompok etnosentrisme memelihara dan
mempertahankan rasa harga diri, kesetiaan, kesombongan, dan
perasaan superioritas yang dimilikinya sendiri, mengagung-agungkan
Tuhan-nya sendiri serta memandang dengan perasaan jijikdan mencela
terhadap segala sesuatu yang dimiliki kelompok lain. Kejijikan itu

12

diekspresikan dengan memakai kata-kata yang menghina, dengan
menyebut dan menandai kelompok lain itu sebagai ‘pemakan babi’,
‘tak bersunat’, pemakan lembu’, daan sebagainya. Apa yang mendasari
penilaian demikian itu, mungkin dapat kita sebut dengan istilah
‘moralitas

kafir’.

Atas

dasar

mengkafirkan

kelompok

lain

nasionalisme, juga didasarkan atas sikap prasangka dan moralitas kafir
demikian itu.
3.

Jarak Sosial
Jarak sosial (society space) bukan jarak secara fisik, namun yang
penting adalah hubungan bathin yang mengikat anggota masyarakat.
Jadi yang dimaksud dengan space adalah jarak psikis bukan jarak fisik,
yaitu jarak kebathinan atau rohaniah dan bukanlah jarak tubuh kasar.
Misalnya dua orang bertunangan walaupun jarak fisiknya sangat
berjauhan, namun jarak psikisnya sangat dekat, bahkan seolah-olah
merasa hidupnya berdampingan.
Dalam setiap kontak sosial, secara tak langsung menyatakan
suatu jarak sosial. Jarak sosial itu mungkin berati jarak eksternal atau
jarak internal atau jarak mental. Seluruh jenis dan aneka ragam
kehidupan sosial dan kultural tak kan dapat dijelaskan dengan
memadai tanpa mengkategorikan jarak sosial. Tanpa jarak sosial,
takkan ada obyek dan takkan ada kehidupan sosial itu sendiri.
Pengambilan jarak, pada waktu bersamaan adalah salah satu dari pada
perilaku yang penting untuk mempertahankan dan untuk melanjutkan
otoritas peradaban manusia. Demokrasi mengurangi jarak sosial.
Prestise-prestise komandan ketentaraan misalnya sebagian besar
adalah persoalan jarak sosial. Secara harfiah jarak sosial berarti
mengubah barang sesuatu menjadi terpencil, memindahkan suatu
obyek yang dekat kepada suatu posisi yang jauh dari titik semula.
Perkataan ‘jarak’ berasal dari pengalaman langsung kita terhadap
ruang. Anehnya ialah bahwa pengalaman mngenai ruang juga
menyediakan pola bagi pengalaman mental. Behawa seseorang berada

13

pada jarak 5 meter dari saya misalnya, adalah suatu pengalaman
tentang ruang; tetapi jika saya mengatakan bahwa seseorang
mempunyai jarak sosial dari saya, maka ini berarti bahwa saya
mempunyai status sosial yang lebih tinggi atau lebih rendah dari orang
yang bersangkutan. Ada persamaan tertentu antara kedua jenis jarak ini
meskipun keduanya tidaklah identik. Ahli sosiologi berbicara tentang
penciptaan jarak buatan. Lalu apa gerangan yang dimaksudkannya?
Jarak mengenai ruang, yang dapat diukur dengan mudah dalam arti
pisik adalah dapat diubah melalui suatu tindakan dengan sengaja oleh
manusia, menjadi barang sesuatu yang dapat disebut jarak mental.
Pengurangan identifikasi termasuk ke dalam penciptaan jarak mental
ini. Bergerak dari tindakan-tindakan yang intim dan simpatik menuju
pengasingan diri tanpa perlu menerapkan tingkah laku yang
menggolong-golongkan atau yang bersifat menyerang.
Schjelderup Ebbe yang melakukan penyelidikan yang cermat,
menyatakan adanya suatu hierarki yang teratur di kalangan kehidupan
sosial binatang seperti di kalangan ayang betina, ayam jantan, dan anak
ayam. Ebbe meneliti kehidupan ayam itu dalam kelompok yang terdiri
atas 2-25 ekor dan kemudian terhadap kelompok yang terdiri atas 25100 ekor. Menurutnya hal pertama yang dikemukakannya ialah bahwa
selama mencari makan, selama memakan/makanan di pot makanan
atau pergi bertengger untuk beristirahat atau pergi kesarang , ayam
jantan melihatkan untuk bertelur, ayam jantan memperlihatkan suatu
keteraturan yang pasti. Ayam yang terkuat atau paling jagoan, selalu
yang mula-mula sekali datang ke tempat-tempat tersebut baru
kemudian disusul oleh ayam yang lain menurut urutan tingkat
keberaniannya terhaadap sesamanya. Seluruh tempat tersebut selalu
diambil oleh ayam yang terkuat itu lebih dulu. Persoalan yang timbul
ialah: bagaimana aturan itu dibentuk.? Penelitian menunjukkan bahwa
aturan itu dibentuk melaui pertarungan antara sesamanya. Jika dua
anak ayam bertemu maka pertama kali yang dilakukannya adalah

14

membuat tingkatan sosial diantara mereka melalui pertarungan. Anak
ayam yang lari pertama kali, akan menjadi taklukan untuk selamalamanya. Dengan demikian, suatu urutan lengkap dapat disusun
menurut hasil pertarungan itu dan terlihat pula bahwa hierarki ini
dipertahankan dengan keras oleh ayam itu. Penelitian ini juga
menemukan bahwa tingkatan yang teratur ini tidak mengikuti dengan
keras perbedaan dalam segi kekuatan fisik tetapi mengikuti apa yang
disebut superioritas psikolgi, di mana aspek keberanian sangat besar
peranannya. Tetapi adalah suatu kenyataan pula bahwa ketakutan
selalu memainkan peranan pula.
Penyelidikan berikutnya mempelajari tingkahlaku khas dari
ayam-ayam yang paling jagoan dan ayam yang ditaklukkannya.
Terlihat adanya aturan umum bahwa ayam yang berada di puncak
hierarki, dalam arti yang terkuat, lebih penuh dengan kebajikan
debandingkan dengan ayam yang yang berada di tingkat menengah.
Terlihat bahwa sekali jagoan itu mencapai tingkat jagoan dalam arti
mengalahkan semua ayam lainnya, maka ia tak perlu lagi berkelahi
untuk mempertahankan posisi jagoan itu. Dia menjadi jagoan untuk
selamanya. Jarak psikologis telah terbentuk dan berlangsung secara
stabil. Tetapi ayam berada di tingkat menengah hierarki, sangat agresif
karena mereka khawatir dalam mepertahankan posisinya yang secara
permanen terancam dari dua fron. Percobaan selanjutnya ialah untuk
mengetahui bagaimana cara ayam tersebut bertingkah laku dalam
mengubah kondisi. Jika kita mengambil seekor ayam jantan yang
menjadi pemimpin dari satu kelompok lain dimana ia menjadi salah
seekor yang berkedudukan sebagai anggota kelas mengengah, maka
ternyata ia mengubah pola tingkahlakunya. Dari semula penuh
kebajikan, kemudian berubah menjadi lebih agresif. Jelas ini
disebabkan karena kekhawatiran dalam mempertahankan posisinya.
Sebaliknya jika ayam yang paling jagoan dari satu kelompok besar
kemudian digabungkan kedalam dan menjadi jagoan kelompok kecil,

15

maka tingkahlakunya lebih penuh kebajikan dibandingkan dengan
tingkahlakunya ketika berada pada posisi sebagai jagoan kelompok
besar. Ujung dari penelitian ini melihat kemungkinan besar bahwa
tingkahlaku ayam itu lebih banyak tergabung kepada posisi sosialnya
dibandingkan dengan karakter bawaannya.
Ebbe kemudian mencoba pula meneliti keteraturan jarak sosial
dan tingkahlaku sosial di kalangan anak sekolah. Peneliti menemukan
bahwa dalam suatu hierarki tertentu yang kesemuanya tak serupa
dengan penilaian gurunya tetapi merupakan hasil ciptaan kehidupan
kelompo anak sekolah itu.
Jika pimpinan dari satu kelompok dimasukkan ke dalam
kelompok lain dimana ia menjadi anggota kelas menengah disana,
maka tingkahlakunya berubah. Dengan demikian di antara anak
sekolah itu juga supaya tingkah lakunya tergantung kepada sosialnya
secara individual dan juga kepada apa yang disebut: karakter, yang
untuk sebagian besar merupakan hasil dari berbagai situasi sosial.
Adalah jelas sekali trdapat tendensi umum tertentu yang melekat
dalam kehidupan kelompok anak sekolah seperti itu yang berperan
menurut aturan yang sama, wlaupun mereka di ubah oleh perlengkapan
mental dari komposisi kehidupan kelompok. Salah satu perbedaan
utama antara tingkah laku binatang dan tingkah laku manusia dalam
kehidupan kelompok, terlihat dari kenyataan bahwa binatang tidak
mampu mengatur tindakan yang menjurus ke arah perubahan secara
revolusioner. Hanya ada pemberontakan secara individual yang ada
dalam kehidupan kelompok binatang. Ayam yang ditaklukkan selalu
berusaha meningkatkan posisinya melalui pertarungan baru terutama
dalam kasus di mana ayam yang ditaklukkan itu tak harus inferior
secara badaniah tetapi disebabkan karena ketakutan psikologis yang
timbul. Dengan mengamati pertarungannya orang dapat melihat bahwa
binatang yang ditaklukkan itu adalah sangat gelisah, ia berupaya untuk
menciptakan kebiasaan dan membangun sikap takluk, menciptakan

16

jarak ketakutan. Revesz, seorang peneliti di bidang sosiologi binatanng
lainnya meneliti tingkah laku kera yang dikandangkan. Dikandang
yang diamatinya itu terdapat seekor kera yang unggul, empat ekor
yang lemah, dan seekor anak kera. Ketika makanan yang dibawa ke
kandangnya, yang terjadi mula-mula ialah perebutan makanan menurut
dorongan hati (impulse) masing-masing kera itu. Tetapi tingkah laku
demikian segera membuka jalan bagi situasi di mana kera yang terkuat
mampu memuaskan dirinya sendiri tanpa rintangan, sebagai kera
utama. Kera lain yang rebut makanan yang ada ditepi tiba-tiba rupanya
menyadari dan mengingat hasil pertarungan dan gigitan kera yang
terkuat yang terjadi sebelumnya, sehingga kemudian mereka
menghindar ke arah yang berlawanan dan mengakhiri perebutan
makanan itu. Segera setelah hal ini terjadi, anak kera maju ke depan
dan menempatkan dirinya berdekatan dengan kera yang terkuat, mulai
memakan pisang yang tersedia dengan tenang tanpa digigit oleh sang
jagoan. Sepanjang anak kera ini tidak mencampuri persaingan kera
yang lain itu, maka ia menjadi seekor kera yang mendapat bagian
dalam kompetisi, maka ia segera ditaklukkan dan akan sama nasibnya
dengan kera lain yang berkompetisi. Jelas kiranya bahwa dalam setiap
situasi yang khas, suatu jarak tertentu terus-menerus tercipta dengan
sendirinya di kalangan kehidupan binatang itu. Di sini jarak ruang
pada waktu bersamaan mengandung jarak ketakutan dan rasa hormat.
Jarak obyektif cenderung dihubungkan dengan kualitas jarak mental.
Ungkapan bahasa Jerman ‘drei Schritt von Leib’ (tiga langkah
dari manusia) digunakan untuk menandai sikap pemeliharaan jarak
dari seseorang menggambarkan dengan sempurna keadaan masyarakat
dimana jarak ruang pada waktu bersamaan mengungkapkan ketakutan
dan rasa hormat.langkah pertama ialah jarak normal antara anggota
dari suatu masyarakat. Jarak dari tiga langkah selanjutnya, merupakan
pemaksaan terhadap orang yang berada di luar kelompok dominan
sebagai tanda dari status yang disubordinasikan di dalam hirarki

17

masyarakat yang ketat. Jarak yang berlebih ini, yang dapat
dipertentangkan dengan keadaan berkurangnya jarak menggambarkan
keintiman. Keintiman yang berhubungan erta dengan keakraban dan
kontak pisik yang terjadi antara individu dalam kelompok, sekali lagi
menunjukkan kenyataan bahwa jarak obyektif cenderung berhubungan
erat dengan kualitas jarak mental.
Selama berlangsungnya proses diferensiasi, tipe-tipe jarak yang
lebih kompleks muncul dari jarak ketakutan; sebagai contohnya adalah
jarak kekuasaan. Jarak konvensional yang telah berkembang dengan
cepat dalam suatu masyarakat sebagai tanggapan terhadap keperluan
akan keamanan pribadi telah berkembang dengan cepat dalam suatu
masyarakat senagai tanggapan terhadap keperluan akan keamanan
pribadi telah berkembng dalam berbagai masyarakat menjadi suatu
simbol antar hungan kekuasaan dan berpengaruh nyata terhadaap
hiraarki sosial.
Kita dapat membedakan tiga jenis jarak. Pertama, jarak yang
menjamin terpeliharanya tata sosial dan hirarki sosial tertentu. Kedua,
jarak eksistensial. Ketiga, jarak diri sendiri, yakni jarak yang
diciptakan di dalam diri seseorang individu tertentu.

D. Elite dan Massa
1.

Pengertian
Dalam pengertian yang umum elite menunjuk pada sekelompok
orang orang yang ada dalam masyarakat dan menempati kedudukan
tinggi. Dalam pengertian khusus dapat diartikan sebagai sekelompok
orang yang terkemuka di bidang-bidang tertentu dan khususnya
golongan minoritas yang memegang kekuasaan.
Dalam cara pemakaiannya yang lebih umum elite dimaksudkan:
“posisi di dalam masyarakat di puncak struktur-struktur sosial yang
terpenting, yaitu posisi tinggi di dalam ekonomi, pemerintahan aparat

18

kemiliteran, politik, agama, pengajaran, dan pekerjaan-pekerjaan
dinas”.
Dalam studi sosial golongan minoritas yang berada pada posisi
atas yang secara fungsional dapat berkuasa dan menentukan dikenal
dengan elit. Elite adalah suatu minoritas pribadi-pribadi yang diangkat
untuk melayani suatu kolektivitas dengan cara yang bernilai sosial.
Di dalam suatu lapisan masyarakat tentu ada sekelompok kecil
yang mempunyai posisi kunci atau mereka yang memiliki pengaruh
yang besar dalam mengambil berbagai kebijaksanaan. Mereka itu
mungkin para pejabat tugas utama guru, petani kaya, pedagang kaya,
pensiunan dan lainnya lagi para pemuka pendapat (opinion leadaer)
inilah pada umumnya memegang strategi kunci dan memiliki status
tersendiri yang akhirnya merupakan elite masyarakat.
2.

Elite dan Fungsi Strategis
Di dalam suatu kehidupan sosial yang teratur, baik dalam konteks
luas maupun yang lebih sempit, dalam kelompok heterogen maupun
homogen selalu ada kecenderungan untuk menyisihkan satu golongan
tersendiri sebagai satu golongan yang penting, memiliki kekuasaan
dan mendapatkan massa. Penentuan golongan minoritas ini didasarkan
pada penghargaan masyarakat terhadap peranan yang dilancarkan
dalam kehidupan masa kini serta andilnya dalam meletakkan dasardasar kehidupan pada masa-masa yang akan datang. Golongan
minoritas yang berada pada posisi atas yang secara fungsional dapat
berkuasa dan menentukan dalam studi sosial yang dikenal elite. Elite
adalah suatu minoritas pribadi-pribadi yang diangkat untuk melayani
suatu kolektivitas dengan cara yang bernilai sosial. (Ahmadi, 1991).
Perkembangan elite sebagai suatu kelompok minor yang
berpengaruh dan menentukan dalam masyarakat tetap beranjak dari
fungsi sosialnya di samping adanya pertimbangan-pertimbangan lain
sesuai degan latar belakang sosial budaya masyarakat. Ada dua

19

kecenderungan yang digunakan untuk menetukan elite dalam
masyarakat.
Pertama, menitikberatkan pada fungsi sosial dan yang kedua,
pertimbangan-pertimbangan

yang

bersifat

moral.

Kedua,

kecenderungan penilaian ini menilai menurut Parson melahirkan dua
macam elite. Yaitu: elite internal dan elite eksternal. Elite internal
menyangkut integrasi moral serta solidaritas sosial yang berhubungan
dengan perasaan tertentu pada saat tertentu, sopan santun dan keadaan
jiwa. Sedangkan elite eksternal adalah meliputi pencapaian tujuan dan
adaptasi,

berhubungan

dengan

problema-problema

yang

memperlihatkan sifat yang keras, masyarakat lain atau masa depan
yang tak tentu.
(Ahmadi, 1991) menyebutkan bahwa golongan elite sebagai
minoritas sering ditampakkan dengan beberapa bentuk penampilan
antara lain :
a.

Elite menduduki posisi yang penting dan cenderung merupakan
poros kehidupan masyarakat secara keseluruhan.

b.

Faktor utama yang menentukan kedudukan mereka adalah
keunggulan dan keberhasilan yang dilandasi oleh kemampuan
baik yang bersifat fisik maupun psikis, material maupun
immaterial, merupakan heriditier maupun pencapaian.

c.

Dalam hal tanggung jawab, mereka memiliki tanggung jawab
yang lebih besar jika dibandingkan dengan masyarakat lain.

d.

Ciri-ciri lain yang merupakan konsekuensi logis dari ketiga hal di
atas adalah imbalan yang lebih besar yang diperoleh atas
pekerjaan dan usahanya.
Sejalan dengan ciri-ciri tersebut, walaupun tidak selalu tampak

secara eksplisit, hal ini berdasarkan tata nilai norma yang melahirkan
stratifikasi sosial. Kelompok sosial akan melahirkan elite sesuai
dengan kecenderungan masyarakat menentukan golongan yang
memiliki fungsi sosial terbesar atau kelompok terkemuka dalam

20

masyarakat. Kelompok inti sosial itu mungkin para pendeta, atau
pemuka agama lainnya, mungkin para pemegang kekuasaan, militer dll
yang dapat dijadikan perantara bagi kesejahteraan masyarakat.
Dalam hal ini kita dapat membedakan elite pemegang strategi
secara garis besar sebagai berikut :
a.

Elite politik (elite yang berkuasa dalam mencapai tujuan.

b.

Elite ekonomi, militer, diplomatic, dan cendikiawan, (mereka
yang berkuasa atau mempunyai pengaruh dalam bidang itu).

c.

Elite agama, filsuf, pendidik, dan pemuka masyarakat.

d.

Elite yang dapat memberikan kebutuhan psikologis, seperti :
artis, penulis, tokoh film, olahragawan, dan tokoh hiburan dan
sebagainya.
Elite dari segala elite dapatlah menjalankan fungsinya dengan

mengajak para elite pemegang startegi ditiap bidangnya untuk bekeja
sebaik-baiknya. Kecuali itu dimanapun juga elite pemegang strategi
tersebut memiliki prinsip yang sama dalam menjalankan fungsi pokok
mupun fungsi yang lain, seperti memberikan cotoh tingkah laku yang
baik bagi masyarakatnya, mengkoordinir serta menciptakan yang
harmonis dalam berbagai kegiatan, fungsi pertahanan dan keamanan;
meredakan konflik sosial maupun fisik dan dapat melindungi
masyarakatya terhadap bahaya dari luar.
Adanya perbedaan- perbedaan dalam masyarakat bagaimanapun
juga menjadi tanggung jawab mereka untuk dapat bekerja sama lain di
dalm tiap lembaga kehidupan masyarakat. Mungkin di dalam suatu
masyarakat biasaya tindak tanduk elite merupakan contoh, dan sangant
mungki seorang elite diharaan dapat melakukan segala fungsi
multidimensi walaupun kadang-kadang hal itu sulit dilaksanakan.
3.

Massa
Istilah

massa

dipergunakan

untuk

menunjukkan

suatu

pengelompokkan kolektif lain yang elementer dan spontan, yang

21

dalam beberapa hal menyerupai crowd, tapi yanag secara fundamental
berbeda dengannya dalam hal-hal yang lain.
Massa diwakili oleh orang-orang yang berperan serta dalam
perilaku massal sepertinya mereka yang terbangkitkan minatnya oleh
beberapa peristiwa nasional, mereka yang menyebar di berbagai
tempat, mereka yang tertarik pada suatu peristiwa pembunuhan sebagai
diberitakan dalam pers, atau mereka yang berperanserta dalam suatu
migrasi dalam arti luas.
Massa (mass) atau crowd adalah suatu bentuk kumpulan
(collection) individu-individu, dalam kumpulan tersebut tidak terdapat
interaksi dan dalam kumpulan tersebut tidak terdapat adanya struktur
dan pada umumnya massa berjumlah orang banyak dan berlangsung
lama.
Massa menurut Gustave Le Bon (yang dapat dipandang sebagai
pelopor dari psikologi massa) bahwa massa itu merupakan suatu
kumpulan orang banyak, berjumlah ratusan atau ribuan, yang
berkumpul dan mengadakan hubungan untuk sementara waktu, karena
minat dan kepentingan yang sementara pula. Misal orang yang melihat
pertandingan sepak bola, orang melihat bioskop dan lain sebagainya
(Lih, Gerungan 1900).
Massa menurut Mennicke (1948) mempunyai pendapat dan
pandangan yang lain shingga ia membedakan antara massa abstrak dan
massa konkrit. Massa abstrak adalah sekumpulan orang-orang yang
didorong oleh adanya pesamaan minat, persamaan perhatian,
persamaan kepentingan, persamaan tujuan, tidak adanya struktur yang
jelas, tidak terorganisir. Sedangkan yang dimaksud dengan massa
konkrit adalah massa yang mempunyai ciri-ciri:
a.

Adanya ikatan batin, ini dikarenakan adanya persamaan
kehendak, persamaan tujuan, persamaan ide, dan sebagainya.

b.

Adanya persamaan norma, ini dikarenakan mereka memiliki
peraturan sendiri, kebiasaan sendiri dan sebagainya.

22

c.

Mempunyai struktur yang jelas, di dalamnya telah ada pimpinan
tertentu. Antara massa absrak dan massa konkrit kadang-kadang
memiliki hubungan dalam arti bahwa massa abstrak dapat
berkembang atau berubah menjadi konkrit, dan sebaliknya massa
konkrit bisa berubah ke massa abstrak. Tetapi ada kalangan
massa abstrak bubar tanpa adanya bekas. Apa yang dikemukakan
oleh Gustave Le Bon dengan massa dapat disamakan dengan
massa abstrak yang dikemukakan oleh Mennicke, massa seperti
ini sifatnya temporer, dalam arti bahwa massa itu dalam waktu
yang singkat akan bubar.
Massa menurut Park dan Burgess (Lih. Lindzey, 1959)

membedakan antara massa aktif dan massa pasif, massa aktif disebut
mob, sedangkan massa pasif disebut audience. Dalam mob telah ada
tindakan-tindakan nyata misalnya dimontrasi, perkelahian massal dan
sebagianya. Sedangkan pada tindakan yang nyata, misal orang-orang
yang berkumpul untuk menjadi mob, sebaliknya mob dapat berubah
menjadi audience.
Ciri-ciri massa terhadap beberapa hal yang penting sebagian ciriciri yang membedakan di dalam massa :
a.

Keanggotaannya berasal dari semua lapisan masyarakat atau
strata sosial, meliputi orang-orang dari berbagai posisi kelas yang
berbeda, dari jabatan kecakapan, tingkat kemakamuran atau
kebudayaan yang berbeda-beda. Orang bisa mengenali mereka
sebagai massa misalnya orang-orang yang sedang mengikuti
suatu proses peradilan tentang pembunuhan misalnya melalui
pers.

b.

Massa merupakan kelompok yang anonim, atau lebih tepat,
tersusun dari individu-individu yang anonim.

c.

Sedikit sekali interaksi atau bertukar pengalaman antara anggotaanggotanya.

4.

Massa dan Masyarakat

23

Dari karakterisasi yang singkat dapat dilihat bahwa massa
merupakan gambaran kosong dari suatu masyarakat. Ia tidak
mempunyai organisasi sosial, tidak ada lembaga kebiasaan dan tradisi,
tidak memiliki serangkaian aturan atau ritual, ridak terdapat sentiment
kelompok yang terorganisir, tida ada struktur status peraan, serta tidak
mempunyai kepemimipinan yang mantap. Ia semata-mata yterdiri dari
suatu himpunan individu yang terpisah sepanjang perilaku massa
dilibatkan. Oleh karena itu, ia tidak diciptakan melalui aturan
preestabilishet, ia merupakan sesuatu yang spontan, orisinil dan
elementer. Dalam hal ini massa banyak kemiripannya dengan crowd.
Perbedaan yang penting, massa tidak menggerombol seperti yang
dilakukan crowd melainkan terpisah dan tidak kenal satu sama lain. Ia
cenderung bertindak merespon objek yang menarik perhatian atas
dasar impuls-impuls yang dibangkitkan olehnya daripada merespon
sugesti yang ditibulkan berdasarkan hubungan yang erat.
Kita mengenal adanya kelompok penentu seperti golongan elite
yang berasal dari kondidi sejarah masa lampau. Kelompok ini, tidak
mendasarkan diri pada fungsi sosial tetapi lebih bersifat kepentingan
birokrat. Kita dapat menjumpai kelompok ini pada berbagai himpunan
yang bersifat khusus, pada kelompok yang berfungsi sebagai pembuat
kebijakan

maupun

pelaksana

dan

elite

pemerintahan.

Peran kelompok elite penentu dalam fungsi sosial sebagai berikut :
a.

Elite penentu bertindak sebagai lembaga ynag berwenag yang
mengambil penentu keputusan akhir, pendukung kekuatan moral
bahkan dapat menjadi prototype Mdari masyarakatnya.

b.

Memajukan kehidupan masyarakat ddengan memberikan
kerangka

pemikiran

konsepsional

sehingga

massa

dapat

menanggapi permasalah yang dihadapi.
c.

Elite

penentu

memiliki

peranan

moral

dan

solidaritas

kemanusiaan baik dalam nasionalisme maupun universal, dalam
rangka penghayatan tentang identitas dan tujuan hidup bersama

24

dengan pola pemikirab filosofis yang sama dan kerangka
pendekatan yang sama pula.
Elite penentu lainnya berfungsi untuk memenuhi kebutuhan
pemuasan hedonik atau intrisik lainnya bagi manusia khususnya
terhadap reaksi emosional. Atau disebut degan peranan ekspresif.
Kelompok ini bekerja dengan pertimbangan-pertimbangan nilai etis
esetetis. Disinilah kehadiran para seminan, sastrawan, komponis,
biduan dan lain-lain. Karya mereka berusaha mengumandangkan nilai
yang terdapat dalam ketiga fungsi terdahulu dengan pendekatan esetis.
Di samping itu, dapat pula berfungsi sebagai kontrol sosial yang
independen yag hanya berpegang pada nilai universal dan lebih
bersifat simbolik.

E.

Pelapisan Sosial
1.

Pengertian
Pengaruh pelapisan sosial merupakan gejala umum yang dapat
ditemukan di setiap masyarakat pada segala zaman. Betapapun
sederhananya suatu masyarakat gejala ini pasti dijumpai. Pada sekitar
2000 tahun yang lalu, Aristoteles menyatakan bahwa di dalam setiap
negara selalu terdapat tiga unsur yaitu mereka yang kaya sekali,
mereka yang melarat dan mereka yang ada di tengah-tengah.
Adam Smith membagi masyarakat ke dalam tiga kategori yaitu orangorang yang hidup dari penyewaan tanah, orang-orang yang hidup dari
upah kerja, dari keuntungan perdagangan. Sedangkan Thorstein Veblen
membagi masyarakat ke dalam dua golongan yang pekerja, berjuang
untuk mempertahankan hidup dan golongan yang banyak mempunyai
waktu

luang

karena

kekayaannya.

Pernyataan tiga tokoh di atas membuktikan bahwa pada zaman ketika
mereka hidup dan dapat diduga pula pada zaman sebelumnya, orangorang telah meyakini adanya sistem pelapisan dalam masyarakat, yang
didalam studi sosiologi disebut pelapisan.

25

Sedangkan pelapisan sosial dapat diartikan sebagai pembedaan
penduduk atau para warga masyarakat ke dalam kelas secara hierarkis
(bertingkat). Perwujudan adanya kelas-kelas tinggi dan kelas-kelas
yang lebih rendah di dalam masyarakat.
Di dalam masyarakat terdapat pelapisan sosial yang akan selalu
ditemukan dalam masyarakat selama di dalam masyarakat tersebut
terdapat sesuatu yang dihargai demikian menurut Selo Soemardjan dan
Soelaeman Soemardi dalam bukunya “Setangkai Bunga Sosiologi”,
sesuatu yang dihargai itu adalah uang atau benda-benda yang lain yang
bernilai ekonomis, politis, agamis, sosial maupun kultural.
Adanya kelas yang tinggi dan kelas yang rendah itu disebabkan
karena di dalam masyarakat terdapat ketidakseimbangan atau
ketimpangan (inequality) dalam pembagian sesuatu yang dihargai yang
kemudian menjadi hak dan kewajiban yang dipikul dari warga
masyarakat ada segolongan orang yang mendapatkan pembagian lebih
besar dan ada pula mendapatkan pembagian lebih kecil, sedangkan
yang mendapatkan lebih besar mendapatkan kedudukan yang lebih
tinggi, yang mendapatkan lebih kecil menduduki pelapisan yang lebih
rendah. Pelapisan mulai ada sejak manusia mengenal adanya
kehidupan bersama atau organisasi sosial.
Pelapisan sosial merupakan hasil dari kebiasaan manusia
berhubungan antara satu dengan yang lain secara teratur dan tersusun
biak secara perorangan maupun kelompok, setiap orang akan
mempunyai situasi sosial (yang mendorong untuk mengambil posisi
sosial tertentu. (Drs. Taufik Rahman Dhohir, 2000)
Pelapisan sosial atau stratifikasi sosial (social stratification)
adalah

pembedaan

atau

pengelompokan

para

anggota masyarakat secara vertikal (bertingkat). Definisi sistematik
antara lain dikemukakan oleh Pitirim A. Sorokinbahwa pelapisan
sosial merupakan pembedaan penduduk atau masyarakat ke dalam
kelas-kelas secara bertingkat (hierarkis). Perwujudannya adalah adanya

26

lapisan-lapisan di dalam masyarakat, ada lapisan yang tinggi dan ada
lapisan-lapisan di bawahnya. Setiap lapisan tersebut disebut strata
sosial. P.J. Boumanmenggunakan istilah tingkatan atau dalam bahasa
belanda disebut stand, yaitu golongan manusia yang ditandai dengan
suatu cara hidup dalam kesadaran akan beberapa hak istimewa tertentu
dan menurut gengsi kemasyarakatan. Istilah stand juga dipakai
oleh Max Weber.
2.

Perbedaan Sistem Pelapisan dalam Masyarakat
Masyarakat terbentuk dari individu-individu. Individu-individu
yang terdiri dari berbagai latar belakang tentu akan membentuk suatu
masyarakat heterogen yang terdiri dari kelompok-kelompok social.
Masyarakat dan individu adalah komplementer dapat dilihat dalam
kenyataan bahwa:
a.

Manusia dipengaruhi oleh masyarakat demi pembentukan
pribadinya

b.

Individu mempengaruhi masyarakat dan bahkan menyebabkan
perubahan.
Ada beberapa pendapat menurut para ahli mengenai strafukasi

sosial diantaranya menurut Pitirin A. Sorikin bahwa “pelapisan
masyarakat adalah perbedaan penduduk atau masyarakat kedalam
kelas-kelas yang tersusun secara bertingkat”.
Theodorson dkk berpendapat bahwa “pelapisan masyarakat
adalah jenjang status dan peranan yang relative permanen yang
terdapat dalam system social didalam hal perbedaan hak,pengaruh dan
kekuasaan”.
Masyarakat yang berstatifikasi sering dilukiskan sebagai suatu kerucut
atau piramida, dimana lapiasan bawah adalah paling lebar dan lapisan
ini menyempit keatas.
3.

Pelapisan Sosial Ciri Tetap Kelompok Sosial
Pembagian dan pemberian kedudukan yang berhubungan dengan
jenis kelamin nampaknya menjadi dasar dari seluruh system sosial

27

masyarakat

kuno.

Didalam organisasi masyarakat primitifpun dimana belum mengenai
tulisan. Pelapisan masyarakat itu sudah ada. Hal itu terwujud berbagai
bentuk sebagai berikut:
a.

Adanya kelompok berdasarkan jenis kelamin dan umur dengan
pembedaan-pembedaan hak dan kewajiban

b.

Adanya kelompok-kelompok pemimpin suku yang berpengaruh
dan memiliki hak-hak istimewa

c.

Adanya pemimpin yang saling berpengaruh

d.

Adanya orang-orang yang dikecilkan diluar kasta dan orang yang
diluar perlindungan hokum

e.

Adanya pembagian kerja di dalam suku itu sendiri

f.

Adanya pembedaan standar ekonomi dan didalam ketidaksamaan
ekonomi itu secara umum
Pendapat tradisional tentang masyarakat primitif sebagai

masyarakat yang komunistis yang tanpa hak milik pribadi dan
perdagangan adalah tidak benar. Ekonomi primitive bukanlah ekonomi
dari individu-individu yang terisolir produktif kolektif.
4.

Terjadinya Pelapisan Sosial
Terjadinya Pelapisan Sosial terbagi menjadi 2, yaitu:
a.

Terjadi dengan Sendirinya
Proses ini berjalan sesuai dengan pertumbuhan masyarakat
itu sendiri. Adapun orang-orang yang menduduki lapisan tertentu
dibentuk bukan berdasarkan atas kesengajaan yang disusun
sebelum