84312003 BAB I III Nurul Syamsi

1

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Pendidikan merupakan proses membantu manusia mengembangkan
potensi diri, sehingga mampu menghadapi setiap perubahan yang terjadi. Dalam
pengertian luas pendidikan dapat diartikan sebagai sebuah proses dengan metodemetode tertentu sehingga seseorang memperoleh pengetahuan, pemahaman dan
cara bertingkahlaku yang sesuai kebutuhan. Pendidikan sains menekankan
pemberian pengalaman langsung untuk mengembangkan kompetensi agar siswa
mampu menjelajahi dan memahami alam sekitar secara ilmiah. Pengembangan
kemampuan siswa dalam bidang sains merupakan salah satu kunci keberhasilan
peningkatan kemampuan menyesuaikan diri dengan perubahan dan memasuki
dunia teknologi, termasuk teknologi informasi untuk kepentingan pribadi, sosial,
ekonomi dan lingkungan (Depdiknas:2003).
Di Indonesia pendidikan sangat penting karena pembangunan pendidikan
adalah bagian integral dari pembangunan nasional yang menentukan keberhasilan
pembangunan disegala bidang. Dalam hal ini pemerintah berusaha meningkatkan
mutu pendidikan Indonesia yang sesuai dengan undang-undang sistem pendidikan
nasional No.20 Tahun 2003 pasal 3, dengan tujuan pendidikan nasional yaitu :
“Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan

membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka
mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk mengembangkan potensi
peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan
Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan
menjadi warga yang demokratis serta bertanggung jawab”.
Dengan demikian tampak bahwa mutu pendidikan menjadi perhatian pemerintah.
Untuk mencapai tujuan pendidikan nasional dilakukan berbagai cara misalnya
pengembangan dan perbaikan kurikulum, sertifikasi guru, pengadaan buku
penunjang, pelengkapan sarana prasarana dan pembenahan model pembelajaran
yang efektif dan efisien.
Tercapainya tujuan pendidikan ditentukan oleh unsur yang saling
menunjang satu dengan yang lain. Unsur-unsur yang terdapat dalam proses belajar
mengajar yaitu :

2

1.

Siswa, dengan segala karakteristiknya berusaha mengembangkan diri


2.
3.

seoptimal mungkin melalui kegiatan belajar;
Tujuan, merupakan sesuatu yang diharapkan setelah adanya kegiatan belajar;
Guru/pendidik, selalu mengusahakan terciptanya situasi yang tepat sehingga
memungkinkan bagi terjadinya proses pengalaman belajar.
Pendidik seharusnya menyadari bahwa dalam proses pembelajaran,

aturan–aturan menuntut pendidik untuk berfikir logis, rasional, kritis, cermat,
efektif, efisien dan bersikap disiplin karena pendidikan tidak lepas dari masalah
pembelajaran dan kegiatan belajar mengajar yang merupakan aktivitas paling
penting untuk mencapai tujuan pendidikan. Kreatifitas pendidik adalah
kemampuan menggunakan model pembelajaran agar kegiatan pembelajaran
menjadi menyenangkan dan menarik. Selain kemampuan menggunakan model,
pendidik harus mengetahui karakter peserta didik serta bagaimana menyampaikan
ilmu dengan baik. Cara penyampaian ilmu yang tepat dan baik dapat
meningkatkan motivasi siswa dalam pembelajaran yang dilaksanakan.
Peran guru sangat penting dalam pembelajaran, dalam pengajaran fisika
suatu model pengajaran tertentu belum tentu cocok untuk setiap pokok bahasan,

sehingga guru harus memilih model mengajar yang sesuai dengan pokok bahasan
yang diajarkan. Masalah lain yang dihadapi guru fisika dalam melaksanakan
pembelajaran adalah kesulitan siswa belajar fisika, kesulitan-kesulitan tersebut
antara lain : kesulitan pemahaman konsep, pemecahan masalah, penalaran fisika,
koneksi fisika dan komunikasi fisika. Kesulitan belajar fisika membuat siswa
beranggapan bahwa fisika merupakan ilmu yang sulit dan memusingkan sehingga
penguasaan konsep fisika siswa menjadi rendah. Dampak lainnya adalah dalam
pembelajaran fisika sehari-hari tidak dapat dipungkiri bahwa ketika berada
didalam ruangan kelas dan melakukan proses belajar mengajar tidak semua siswa
dapat belajar dengan baik. Ada siswa yang memang memperhatikan guru dari
awal hingga akhir pembelajaran namun banyak pula yang kurang serius bahkan
tidak memperhatikan penjelasan guru. Seperti yang dinyatakan oleh Sudino Lim,
Managing Director Inti Education Indonesia, :
”Mendidik anak disekolah bukan hal mudah. Meski guru memberikan
perhatian 100 persen untuk mengajar mereka, perhatian para siswa tidak selalu

3

fokus penuh pada ilmu yang disampaikan. Kurangnya interaksi antara guru dan
siswa menjadi penyebab kurangnya kosentrasi siswa dan menyebabkan siswa tak

selalu paham dengan materi yang disampaikan.”
( http:/www.tempointeraktif.com/hg/pendidikan)
Oleh karenanya guru harus berusaha mencipatakan suasana belajar yang
menarik dan interaktif untuk merubah persepsi siswa dalam belajar fisika.
Berdasarkan pengumuman hasil UN SMA tahun 2011 di Sumatera Utara
yang diperoleh dari imbalo.wordpress.com, sebanyak 116.918 peserta mengikuti
Ujian Nasional SMA di Sumatera Utara, siswa yang lulus sebanyak 116.676
peserta atau mencapai 99,79%, sedangkan yang tidak lulus sebanyak 242 peserta
atau 0,21%. Untuk program IPA, dari 62.331 peserta UN tingkat SMA/MA di
Sumut, sebanyak 62.257 peserta lulus atau 99,88 %. Hal ini membuktikan bahwa
pendidikan di Indonesia khususnya di Sumatera Utara semakin membaik. Namun
masih harus ditingkatkan mengingat berbagai kontroversi yang terjadi setiap kali
Ujian Nasional dilaksanakan.
Hasil observasi berupa pemberian angket yang dilakukan peneliti di SMA
Laksamana Martadinata Medan diperoleh dari 48 siswa kelas XI IPA, diperoleh
56%

menyatakan proses pembelajaran berlangsung dengan metode ceramah,

mencatat dan mengerjakan soal. Kegiatan tanya jawab dan mengemukakan

pendapat didepan kelas, diperoleh 34% tidak pernah memberikan pendapat
didepan kelas. Kemudian berdasarkan hasil wawancara dengan salah satu guru
fisika di SMA Laksamana Martadinata Medan menyatakan nilai rata-rata kelas
untuk pelajaran fisika masih rendah sekitar 55,0 yang masih dibawah KKM yaitu
61,0.
Mengacu pada hasil observasi yang dilaksanakan, peneliti menyimpulkan
bahwa cara mengajar yang kurang tepat dengan materi yang diajarkan akan
membuat siswa sulit memahami fisika, maka ada siswa yang awalnya menyukai
fisika menjadi tidak acuh, sehingga tujuan pembelajaran belum tercapai. Apabila
seorang guru dapat menanamkan konsep dengan baik disertai penyampaian
pembelajaran dengan model tepat dan kreatif maka siswa akan tertarik juga
mudah untuk menguasai pelajaran fisika. Disinilah peranan guru, karena belajar
tidak hanya proses mentransfer ilmu pengetahuan, tetapi harus menghibur,

4

memotivasi, membangkitkan semangat, menarik dan tidak membosankan.
Salah satu model yang sesuai untuk pembelajaran fisika adalah model
pembelajaran generatif. Model pembelajaran generatif adalah model yang
mengacu kepada pemahaman dan pembelajaran yang mengharuskan siswa untuk

membangun suatu konsepsi baru yang merupakan gabungan dari pengetahuan
awal yang sudah dimiliki dengan informasi yang baru diterima. Model
pembelajaran generatif pertama kali dikenalkan oleh Osborne dan Cosgrove
(Sutarman,Swasono:2003) yang terdiri dari empat tahap yaitu :
1.

Pendahuluan yang disebut eksplorasi

2.

Pemfokusan

3.

Tantangan atau tahap pengenalan konsep

4.

Penerapan konsep.
(Wena:2009)

Berikut ini adalah penelitian-penelitian yang telah dilakukan lebih dahulu

menggunakan model pembelajaran generatif :
Tabel 1.1 Penelitian terdahulu model pembelajaran generatif
N

Judul Penelitian

Nama Peneliti

Hasil penelitian

o
1.

Efek Model

Nyoman

1) terdapat pengaruh yang


Pembelajaran Generative

Sudyana, Wayan

signifikan antara pengetahuan

Terhadap Pemahaman

Ardhana, Laurens

awal

Belajar Kimia

Kaluge, Purwanto

konsep dan hasil belajar kimia

dikalangan Siswa SMA


(2007)

siswa,
2)
terdapat

terhadap

signifikan
pembalajaran
model

pemahaman

pengaruh
model
generatif

vs


pembelajaran

konvensional

terhadap

pemahaman konsep dan hasil
belajar kimia siswa, dan
3) tidak terdapat pengaruh
interaktif kemampuan awal
dan

model

pembelajaran

5

generatif terhadap pemahaman

konsep dan hasil belajar kimia
2.

Pengembangan Model
Pembelajaran Generatif
Dengan Metode PQ4R
Dalam
Upaya
Meningkatkan Kualitas
Pembelajaran
Matematika Siswa Kelas
IIB SLTP Laboratorium
Ikip Negeri Singaraja

Gst Ayu
Mahayukti (2003)

siswa.
1) mereduksi miskonsepsi dan
meningkatkan hasil belajar
matematika siswa kelas II B
SLTP Laboratorium IKIP
Negeri Singaraja,
2) kemampuan guru dalam
melaksanakan pengembangan
pembelajaran ini adalah baik,
3) tingkat aktivitas siswa
dalam
mengikuti
pembelajaran di kelas adalah
aktif, dan
4) tanggapan guru dan siswa
terhadap model pembelajaran
yang dilaksanakan adalah
positip.

3.

Hasil

belajar

Muhammad

belajar

sains

fisika

keterampilan

keterampilan sosial sains

Rahmad

fisika

Aflina Sari Dewi.

selama proses pembelajaran

(2007)

dengan menggunakan model

melalui

pembelajaran

model
generatif

dan

Hasil

siswa

tinggi

pada siswa kelas IIV

pembelajaran generatif dapat

MTs

dilihat pada aspek berada

Darel

Pekan Baru

Hikmah

dalam

tugas

(80,5%),

mengambil giliran dan berbagi
tugas

(55,2%),

sedangkan

yang terendah adalah aspek
mendorong

partisipasi

(19,5%),

Perbedaan antara penelitian ini dan penelitian-penelitian terdahulu adalah
tempat penelitian, sampel dalam penelitian, materi yang akan dibawakan dalam
penelitian, waktu pelaksanaan penelitian, penelitian ini akan diadakan di SMA

6

Laksamana Martadinata Medan Tahun Ajaran 2011/2012.
Pada peneliti sebelumnya yaitu Nyoman Sudyana dan Anggar Tri
Pamungkas mata pelajaran yang diteliti bukanlah fisika maka dari itu peneliti
ingin menerapkan model ini pada mata pelejaran fisika untuk mengetahui
pengaruhnya terhadap hasil belajar siswa, sedangkan Muhammad Rahmad yang
menerapkan pembelajaran generatif pada mata pelajaran fisika hanya meneliti
hasil belajar keterampilan sosial sains siswa saja. Dari uraian diatas tampak
perbedaan antara peneltian-penelitian terdahulu dengan penelitian yang akan
dilakukan.
Berdasarkan uraian diatas penulis memutuskan untuk melakukan
penelitian dengan judul ”Penerapan Model Pembelajaran Generatif Untuk
Meningkatkan Hasil Belajar Fisika Siswa Pada Materi Pokok Elastisitas di
Kelas XI SMA Laksamana Martadinata T.P 2011/2012”.
1.2 Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang yang sudah dipaparkan maka peneliti dapat
mengidentifikasi beberapa masalah yang dapat diteliti yaitu :
a. Hasil belajar fisika siswa masih dibawah standar ketuntasan.
b. Model pembelajaran yang digunakan oleh guru monoton dan tidak sesuai
dengan model pembelajaran terkini sehingga siswa kurang termotivasi dan
tidak aktif dalam belajar.
1.3 Batasan Masalah
Permasalahan dalam penelitian ini dibatasi pada :
a. Model pembelajaran yang digunakan adalah model pembelajaran generatif.
b. Materi pembelajaran dibatasi pada Materi Pokok Elastisitas
c. Subjek penelitian adalah Siswa kelas XI IPA SMA Laksamana Martadinata
semester ganjil, tahun ajaran 2011/2012

7

1.4 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang dan pembatasan masalah yang diteliti, masalah
penelitian dirumuskan sebagai berikut :
a. Bagaimana hasil belajar siswa kelas XI IPA SMA Laksamana Martadinata
yang diajarkan dengan menggunakan model pembelajaran generatif dalam
b.

materi pokok elastisitas?
Bagaimana hasil belajar siswa kelas XI IPA SMA Laksamana Martadinata
yang diajarkan dengan menggunakan model pembelajaran konvensional

c.

dalam materi pokok elastisitas?
Bagaimana perbedaan hasil belajar siswa kelas XI IPA SMA Laksamana
Martadinata antara pembelajaran yang menerapkan model generatif dengan
model konvensional pada materi pokok elastisitas?

1.5 Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah untuk :
a. Mengetahui hasil belajar siswa yang diajarkan dengan model pembelajaran
b.

generatif dengan model konvensional pada materi pokok elastisitas.
Mengetahui aktivitas siswa dalam kegiatan pembelajaran dengan diterapkan
model pembelajaran generatif dengan model konvensional pada materi
pokok elastisitas.

c.

Mengetahui pengaruh model pembelajaran generatif dan konvensional
terhadap hasil belajar siswa pada mata pelajaran fisika khususnya materi
pokok elastisitas.

1.6 Manfaat Penelitian
Manfaat penelitian ini adalah :
a. Sebagai informasi model pembelajaran yang sedang berkembang pada saat
b.

ini.
Menjadikan model generatif sebagai alternatif pemilihan model pembelajaran

c.
d.

yang cocok untuk mata pelajaran fisika.
Bagi peneliti, sebagai pengalaman dan ilmu baru dalam pembelajaran fisika.
Bagi peneliti lain sebagai bahan referensi untuk melakukan penelitian lebih
lanjut tentang model pembelajaran generatif.

1.7 Asumsi Dasar (Anggapan Dasar)
Asumsi dasar dari penelitian ini adalah:

8

a. Pemahaman siswa tentang materi pokok Elastisitas sebelum kegiatan
pembelajaran homogen.
b. Pembelajaran akan lebih efektif jika pembelajaran merupakan suatu proses
yang aktif.
c. Pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran generatif dapat
meningkatkan hasil belajar.

9

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1

Kerangka Teoritis

2.1.1

Pengertian Belajar
Dalam kehidupan, manusia selalu belajar tentang hal-hal baru yang

terjadi. Proses belajar tidak dibatasi sekat apapun dan dilakukan dengan banyak
cara. Belajar merupakan proses mencari ilmu untuk mengubah diri secara baik
dan benar, sesuai tindakan keilmuan yang dicapai. Banyak ahli yang menjelaskan
mengenai hakikat belajar. Hal ini diperlukan agar tidak terjadi salah pengertian
terhadap arti belajar, beberapa pengertian belajar adalah sebagai berikut :
Cronbach dalam bukunya Education Psychology menyatakan bahwa :
“learning is shown by change in behavior as a result of experience”. Cronbach
berpendapat belajar yang sebaik-baiknya adalah dengan mengalami dan dalam
mengalaminya pelajar menggunakan panca inderanya. (Suryabaratha:2008)
Harold Spears menyatakan bahwa : learning is to observe, to read, to
imitated, to try something themselves, to listen, to follow direction. Belajar adalah
mengobservasi, membaca, meniru, melakukan percobaan sendiri, mendengarkan,
dengan mengikuti petunjuk. (Suryabaratha:2008)
James O. Wittaker merumuskan belajar sebagai proses dimana tingkah
laku ditimbulkan atau diubah melalui latihan atau pengalaman. (Asmani :
2009:20). Geoch menyatakan “learning is chage is performance as a result of
practice” (Belajar adalah perubahan penampilan sebagai hasil dari praktik).
(Asmani:2009)
Thorndike menyatakan bahwa belajar adalah proses interaksi antara
stimulus dan respon, stimulus yaitu apa saja yang dapat merangsang terjadinya
kegiatan belajar seperti pikiran dan perasaan. Sedangkan respon yaitu reaksi yang
dimunculkan peserta didik ketika belajar yang dapat berupa pikiran, perasaan, dan
tindakan. (Budiningsih:2004)
Robert M. Gagne memberikan dua definisi belajar yaitu :
 Belajar ialah suatu proses untuk memperoleh motivasi

dalam

pengetahuan,keterampilan, kebiasaan dan tingkah laku.
 Belajar adalah penguasaan pengetahuan atau keterampilan yang diperoleh dari
instruksi.

10

 Belajar adalah modifikasi atau memperteguh kelakuan melalui pengalaman
(learning is defined as the modification or strengthening of behavior through
experiencing).
(Hamalik : 2009)
Kesimpulan dari definisi–definisi diatas adalah :
1. Belajar membawa perubahan (dalam arti behavior changes, aktual maupun
2.

potensial).
Perubahan yang terjadi pada pokoknya adalah didapatkannya pengalaman dan

3.

kemampuan baru.
Perubahan yang terjadi adalah karena usaha.
Secara umum belajar merupakan proses pemahaman yang dialami

individu dalam suatu usaha mendapatkan pengalaman yang berlangsung secara
kontinu dan menghasilkan penambahan pengetahuan atau kemahiran serta
perubahan tingkah laku pada individu tersebut yang bertahan dalam jangka waktu
lama.
2.1.2 Hasil Belajar
Dalam mengajar, seorang guru harus selalu sudah mengetahui tujuantujuan yang harus dicapai dalam mengajarkan suatu pokok bahasan. Hasil belajar
merupakan perwujudan dari tujuan-tujuan interaksi belajar dan tindak mengajar.
Dari sisi guru tindak belajar diakhiri dengan proses evaluasi hasil belajar. Dari sisi
siswa hasil belajar merupakan puncak proses belajar yang merupakan bukti dari
apa yang telah dilakukan. Menurut Dymiati dan Mujiono dampak pelajaran adalah
hasil yang dapat diukur seperti tertuang dalam raport angka dalam ijazah atau
kemampuan meloncat setelah latihan.
Bukti seseorang telah belajar adalah terjadinya perubahan tingkahlaku,
tingkah laku terdiri dari sejumlah aspek. Hasil belajar akan tampak dari setiap
perubahan aspek-aspek tersebut. Adapun aspek-aspek itu adalah: 1.Pengetahuan;
2.Pengertian;

3.Kebiasaan;

4.Keterampilan;

5.Apresiasi;

6.Emosional;

7.Hubungan sosial; 8.Jasmani; 9.Budi pekerti; 10.Sikap. Jika seseorang telah
menjalani proses belajar maka terlihat perubahan dalam salah satu atau beberapa
aspek tingkah laku tersebut. (Hamalik:2001).
Robert .M. Gagne mengelompokkan kondisi-kondisi belajar (sistem
lingkungan belajar) sesuai dengan tujuan-tujuan belajar yang ingin dicapai. Gagne

11

mengemukakan lima macam kemampuan manusia yang merupakan hasil belajar
dengan berbagai macam kondisi belajar (sistem lingkungan belajar) untuk
pencapaiannya yang disebut “The Damains Of Learning”. Kelima macam
kemampuan hasil belajar tersebut adalah :
1.

Keterampilan intelektual (yang merupakan hasil belajar terpenting dari

2.

sistem lingkungan skolastik);
Strategi kognitif, mengatur “cara belajar” dan berpikir seseorang di dalam

3.

arti seluas-luasnya, termasuk kemampuan memecahkan masalah.
Informasi verbal, pengetahuan dalam arti informasi dan fakta. Kemampuan

4.

ini umumnya dikenal dan tidak jarang;
Keterampilan motorik yang diperoleh disekolah, antara lain keterampilan

5.

menulis, mengetik, menggunakan jangka dan sebagainya;
Sikap dan nilai, berhubungan dengan arah serta intensitas emosional yang
dimiliki seseorang, sebagaimana dapat disimpulkan dari kecenderungannya
bertingkah laku terhadap orang, barang atau kejadian.
(Daryanto:2010)
Kelima macam hasil belajar tersebut mensyaratkan kondisi-kondisi

tertentu yang harus direncanakan oleh guru sehingga dalam pencapaian tujuan
pembelajaran dapat ditentukan strategi pembelajaran yang tepat. Berdasarkan teori
Taksonomi Bloom hasil belajar dalam rangka studi dicapai melalui tiga kategori
ranah. Perinciannya adalah sebagai berikut:
1.
Ranah Kognitif
Berkenaan dengan hasil belajar intelektual yang terdiri dari 6 aspek yaitu:
pengetahuan, pemahaman, penerapan, analisis, sintesis dan penilaian.

2. Ranah Afektif
Berkenaan dengan sikap dan nilai. Ranah afektif meliputi lima jenjang
kemampuan yaitu menerima, menjawab atau reaksi, menilai, organisasi dan
karakterisasi dengan suatu nilai atau kompleks nilai.
3.

Ranah Psikomotor
Meliputi keterampilan motorik, manipulasi benda-benda, koordinasi
neuromuscular (menghubungkan, mengamati).

12

(Wilis:1991)
Tipe hasil belajar kognitif lebih dominan daripada afektif dan psikomotor
karena lebih menonjol, namun hasil belajar psikomotor dan afektif juga harus
menjadi bagian dari hasil penilaian dalam proses pembelajaran di sekolah.
Menurut

pandangan

konstruktivisme

keberhasilan

belajar

bukan

bergantung lingkungan atau kondisi belajar melainkan juga pada pengetahuan
awal siswa. Pengetahuan itu tidak dapat dipindahkan secara utuh dari pikiran guru
ke siswa, namun secara aktif dibangun oleh siswa sendiri melalui pengalaman
nyata, sesuai dengan apa yang dilakukan oleh Piaget yaitu belajar merupakan
proses adaptasi terhadap lingkungan yang melibatkan asimilasi, yaitu proses
bergabungnya stimulus kedalam struktur kognitif. Bila stimulus baru tersebut
masuk kedalam struktur kognitif diasimilasikan, maka akan terjadi proses adaptasi
yang disebut kesinambungan dan struktur kognitif menjadi bertambah.
Dari beberapa pendapat diatas disimpulkan bahwa hasil belajar
merupakan hasil yang diperoleh siswa setelah menerima suatu pengetahuan yang
berupa angka/nilai, perubahan sikap/tingkah laku dan keterampilan yang
dipengaruhi banyak faktor sehingga untuk mencapai hasil pembelajaran yang
maksimal harus digunakan model pembelajaran yang tepat.

2.1.3
Ruang lingkup pembelajaran
2.1.3.1 Fisika, Fisika Sekolah, dan Pembelajaran Fisika
a. Definisi Fisika
Kata Fisika bersal dari bahasa Yunani “Physic” yang berarti “alam” atau
“hal ikhwal alam” sedangkan fisika (dalam bahasa inggris “Physic”) ialah ilmu
yang mempelajari aspek-aspek alam yang dipahami dengan dasar-dasar
pengertian terhadap prinsip-prinsip dan hukum-hukum elementernya.
Fisika pada dasarnya membahas tentang materi dan energi adalah akar
dari tiap bidang sains dan mendasari semua gejola. Fisika juga dapat diartikan
sebagai ilmu pengetahuan tentang pengukuran, sebab segala sesuatu yang kita

13

ketahui tentang dunia fisika dan tentang prinsip-prinsip yang mengatur prilakunya
telah dipelajari melalui pengamatan-pengamatan terhadap gejala alam. Tanpa
kecuali gejala-gejala itu selalu mengikuti atau memahami sekumpulan prinsip
umum tertentu yang disebut hukum-hukum fisika.
Adapun pengertian fisika dari ensiklopedia bebas dunia internet
“wikipedia.org” yang berbunyi fisika adalah ilmu pengetahuan yang berkaitan
dengan penemuan dan pemahaman mendasar hukum-hukum yang menggerakkan
materi, energi, ruang dan waktu.
Bedasarkan
merupakan

beberapa

definisi

diatas

disimpulkan

bahwa

fisika

ilmu alam yang berupa prinsip–prinsip dari gejala alam dan

merupakan penemuan dan pemahaman mendasar tentang hukum–hukum yang
menggerakkan materi energi, ruang, dan waktu.
b. Fisika Sekolah
Fisika merupakan ilmu dasar yang diterima siswa mulai dari tingkat
sekolah dasar hingga sekolah menengah atas. Oleh sebab itu perlu diperhatikan
perkembangan fisika disekolah baik dimasa lalu, masa sekarang maupun masa
yang akan datang. Fisika sekolah adalah fisika yang diajarkan di SD, SMP,
SMA/SMK.

14

c. Pembelajaran fisika
Bagi kaum konstruktivis, belajar adalah suatu proses organik untuk
menemukan sesuatu, bukan suatu proses mekanik untuk mengumpulkan fakta.
Belajar itu suatu perkembangan pemikiran dengan membuat kerangka pengertian
yang berbeda. Pelajar harus punya pengalaman dengan membuat hipotesis,
mengetes hipotesis, memanipulasi objek, memecahkan persoalan, mencari
jawaban,

menggambarkan,

meneliti,

berdialog,

mengadakan

refleksi,

mengungkapkan pertanyaan, mengekspresikan gagasan dan lain-lain untuk
membentuk konstruksi baru. Pelajar harus membentuk pengetahuan mereka
sendiri dan guru membantu sebagai mediator dalam proses pembentukan itu.
Belajar yang berarti terjadi melalui refleksi, pemecahan konflik pengertian, dan
dalam

proses

memperbaharui

tingkat

pemikiran

yang

tidak

lengkap

(Suparno:1997).
Suparno mengatakan bahwa kaum konstruktivis menyatakan bahwa
belajar merupakan proses aktif pelajar mengkonstruksi arti baik teks, dialog,
pengalaman fisis dan lain-lain. Belajar juga merupakan proses mengasimilasikan
dan menghubungkan pengalaman atau bahan yang dipelajari dengan pengertian
yang sudah dipunyai seseorang sehingga pengertiannya dikembangkan. Proses
tersebut mempunyai ciri-ciri sebagai berikut:
1.

Belajar berarti membentuk makna. Makna diciptakan oleh siswa dari apa
yang mereka lihat, dengar, rasakan dan alami. Konstruksi arti itu
dipengaruhi oleh pengertian yang telah dimiliki sebelumnya.

2.

Konstruksi arti adalah proses yang terus-menerus. Setiap kali berhadapan
dengan fenomena atau persoalan yang baru, diadakan rekonstruksi baik
secara kuat maupun lemah.

3.

Belajar

bukanlah

kegiatan

mengumpulkan

fakta,

melainkan

suatu

pengembangan pemikiran dengan membuat pengertian yang baru. Belajar
bukanlah hasil perkembangan, melainkan merupakan perkembangan itu
sendiri, suatu perkembangan yang menuntut penemuan dan pengaturan
kembali pemikiran seseorang.
4.

Proses belajar yang sebenarnya terjadi pada waktu skema seseorang dalam

15

keraguan

yang

merangsang

pemikiran

lebih

lanjut.

Situasi

ketidakseimbangan (disequilibrium) adalah situasi yang baik untuk mengacu
belajar.
5.

Hasil belajar dipengaruhi oleh pengalaman belajar dengan dunia fisik dan
lingkungannya.
(Suparno:1997).
Dari uraian di atas didefinisikan bahwa ciri-ciri kegiatan belajar

merupakan sesuatu yang menghasilkan perubahan-perubahan tingkah laku,
keterampilan dan sikap pada diri individu yang belajar. Perubahan ini tidak harus
segera tampak setelah proses pembelajaran, tetapi akan tampak pada kesempatan
yang akan datang. Perubahan yang terjadi disebabkan oleh adanya suatu usaha
yang disengaja.
Dalam belajar fisika fakta konsep dan prinsip-prinsip fakta tidak diterima
secara prosedural tanpa pemahaman dan penalaran. Pengetahuan tidak dapat
dipindahkan begitu saja dari seseorang guru ke siswa. Siswa sendiri yang harus
mengartikan yang telah diajarkan dengan menyesuaikan terhadap pengalamanpengalaman mereka. Pengetahuan atau pengertian dibentuk oleh siswa secara
aktif, bukan hanya diterima secara pasif dari guru mereka.
Berdasarkan keterangan yang ada pembelajaran fisika adalah Untuk
meningkatkan hasil dan proses pembelajaran fisika diperlukan metode pengajaran
yang sesuai dengan karakter siswa dan materi fisika. Pendekatan dan metode ini
juga harus dapat menampilkan hakekat fisika sebagai proses ilmiah, sikap ilmiah
serta produk ilmiah.
2.1.4 Model Pembelajaran
Model pembelajaran merupakan penggunaan cara–cara yang berbeda
untuk mencapai hasil pembelajaran yang berbeda dibawah kondisi yang berbeda.
Model pembelajaran dikembangkan dengan kaidah–kaidah tertentu sehingga
membentuk suatu bidang pengetahuan tersendiri. Sebagai suatu bidang
pengetahuan, model pembelajaran dapat dipelajari kemudian diaplikasikan dalam
kegiatan pembelajaran. (Uno:2007)

16

Penggunaan

model

dalam

kegiatan

pembelajaran

perlu

karena

mempermudah proses pembelajaran sehingga mencapai hasil yang optimal. Tanpa
model yang jelas pembelajaran tidak akan terarah sehingga tujuan pembelajaran
yang telah ditetapkan sulit tercapai secara optimal.
Secara khusus model pembelajaran sangat berguna bagi guru dan siswa.
Bagi guru, model dijadikan pedoman atau acuan bertindak yang sistematis dalam
pelaksanaan pembelajaran, bagi siswa–siswa penggunaan model mempermudah
dalam mempercepat memahami isi pembelajaran), karena setiap model
pembelajaran dirancang untuk mempermudah proses belajar siswa.
Jadi secara keseluruhan model pembelajaran berfungsi untuk peningkatan
hasil belajar siswa. Model berawal dari suatu strategi yang memberikan tahapan–
tahapan bagi suatu model pembelajaran. Kozna secara umum menjelaskan bahwa
strategi pembelajaran dapat diartikan sebagai setiap kegiatan yang dipilih, yaitu
yang dapat memberikan fasilitas atau bantuan kepada peserta didik menuju
tercapainya tujuan pembelajaran tertentu.
Dick dan Carey menyebutkan bahwa terdapat 5 komponen strategi
pembelajaran yaitu :
1.

Kegiatan Pembelajaran Pendahuluan
Kegiatan ini memegang peranan yang paling penting karena merupakan

bagian dari keseluruhan pembelajaran, pada bagian ini guru diharapkan dapat
menarik minat peserta didik atas materi yang akan disampaikan. Kegiatan
pendahuluan yang disampaikan dengan menarik akan meningkatkan motivasi
belajar siswa. Secara spesifik, kegiatan pembelajaran pendahuluan dapat
dilakukan melalui cara-cara berikut :
a. Jelaskan tujuan pembelajaran khusus yang diharapkan dapat dicapai oleh
semua peserta didik diakhir kegiatan pembelajaran.
b. Lakukan apersepsi, berupa kegiatan yang merupakan jembatan antara kegiatan
lama dengan pengetahuan baru yang akan dipelajari.
2. Penyampaian Informasi
Dalam kegiatan ini, guru harus memahami situasi dan kondisi yang
terjadi didalam kelas. Bagaimana kesiapan dan ketertarikan siswa terhadap materi
yang diberikan. Dengan demikian informasi yang disampaikan dapat diserap oleh
peserta didik dengan baik. Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam penyampaian

17

informasi adalah sebagai berikut:
a. Urutan penyampaian
Urutan penyampaian materi harus menggunakan pola yang tepat. Urutan
penyampaian materi yang sistematis akan memudahkan peserta didik cepat
memahami apa yang ingin disampaikan oleh gurunya.
b. Ruang lingkup materi yang disampaikan
Besar kecil ruang lingkup materi yang disampaikan sangat bergantung
pada karakteristik peserta didik dan jenis materi yang dipelajari. Umumnya ruang
lingkup materi sudah tergambar pada saat penentuan tujuan pembelajaran. Hal
yang perlu diperhatikan oleh guru dalam memperkirakan besar kecilnya materi
adalah penerapan teori Gestalt. Teori tersebut menyebutkan bahwa bagian-bagian
kecil merupakan suatu kesatuan yang bermakna apabila dipelajari secara
keseluruhan, dan keseluruhan tidaklah berarti tanpa bagian-bagian kecil tersebut.
c. Materi yang akan disampaikan
Materi umumnya merupakan gabungan antara jenis materi yang
berbentuk pengetahuan (fakta dan informasi yang terperinci), keterampilan
(langkah-langkah, prosedur, keadaan dan syarat-syarat tertentu), dan sikap (berisi
pendapat, ide, saran atau tanggapan)( Kemp:1997). Pengetahuan awal guru
tentang jenis materi yang disampaikan sangat penting agar diperoleh strategi
pembelajaran yang sesuai.
3. Partisipasi peserta didik
Berdasarkan prinsip student centered, peserta didik merupakan pusat dari
suatu kegiatan belajar. Hal ini dikenal dengan istilah student active training yang
maknanya adalah bahwa proses pembeljaran akan lebih berhasil apabila peserta
didik secara aktif melakukan latihan secara langsung dan relevan dengan tujuan
pembelajaran yang sudah ditetapkan. Beberapa hal penting yang berhubungan
dengan partisipasi peserta didik, yaitu latihan, praktik dan umpan balik.

18

4.

Tes
Serangkaian tes digunakan oleh guru untuk mengetahui (a) apakah tujuan

pembelajaran khusus sudah tercapai atau belum; dan (b) apakah pengetahuan
sikap dan keterampilan telah benar-benar dimiliki oleh peserta didik atau belum.
Pelaksanaan tes biasanya dilakukan diakhir kegiatan pembelajaran setelah peserta
didik melalui berbagai proses pembelajaran, penyampaian informasi, latihan atau
praktik.
5. Kegiatan lanjutan
Kegiatan ini dilakukan setelah siswa melalui tes, bertujuan untuk
menindaklanjuti tingkat kemampuan yang telah dimiliki siswa. Dalam
kenyataannya, setiap kali setelah tes dilakukan selalu saja terdapat peserta didik
yang berhasil dengan bagus atau diatas rata-rata, (a) hanya menguasai sebagian
atau cenderung di rata-rata tingkat penguasaan yang diharapkan dapat dicapai, (b)
peserta didik seharusnya menerima tindak lanjut yang berdeda sebagai
konsekuensi dari hasil belajar yang bervariasi.
Tiap komponen strategi pembelajaran memiliki pengaruh terhadap
komponen selanjutnya, oleh karena itu pelaksanaan secara sistematis dan
keseluruhan memberikan dampak positif terhadap strategi pembelajaran yang
diterapkan.
2.1.5

Model Pembelajaran Generatif (Generative Learning)
Model Pembelajaran Generatif pertama kali diperkenalkan

oleh

Wittrock dan Osborne pada tahun 1985. Model pembelajaran ini berlandaskan
pada teori belajar konstruktivistik. Teori konstruktivistik mengemukakan bahwa
pengetahuan bukanlah kumpulan fakta dari suatu kenyataan yang sedang
dipelajari, melainkan sebagai konstruksi kognitif seseorang terhadap objek,
pengalaman, maupun lingkungan. Pengetahuan adalah suatu pembentukan yang
terus menerus oleh seseorang yang setiap saat mengalami reorganisasi karena
adanya pengalaman-pengalaman baru. Bila seorang pengajar ingin mentransfer
konsep, ide dan pengetahuannya tentang suatu materi kepada siswa, pengetahuan
itu akan diinterpretasikan dan dikonstruksi oleh siswa sendiri melalui pemahaman
dan pengetahuan yang mereka miliki sebelumnya. Dengan demikian konsep

19

pembelajaran menurut teori konstruktivitik adalah suatu proses pembelajaran yang
mengkondisikan siswa untuk melakukan proses aktif membangunkonsep baru,
pengertian baru dan pengetahuan baru berdasarkan data. Proses pembelajaran
harus

dikelola

sedemikian

rupa

sehingga

mampu

mendorong

siswa

mengorganisasi pengalamannya sendiri menjadi pengetahuan yang bermakna
(Komarudin:2009).
Von Garlserfeld mengemukakan bahwa ada beberapa kemampuan yang
diperlukan dalam proses mengkonstruksi pengetahuan yaitu:
1.
2.

Kemampuan mengingat dan mengungkapkan kembali pengalaman.
Kemampuan menbandingkan dan mengambil keputusan akan kesamaan dan

3.

perbedaan.
Kemampuan untuk lebih menyukai suatu pengalaman yang satu dari pada
lainnya.
(Budiningsih:2004).
Selaras dengan teori belajar konstruktivistik, model belajar generatif

adalah model pembelajaran yang menekankan pada pengintegrasian secara aktif
pengetahuan baru dengan menggunakan pengetahuan yang sudah dimiliki siswa
sebelumnya. Pengetahuan baru itu akan diuji dengan cara menggunakannya dalam
menjawab persoalan atau gejala yang terkait. Jika pengetahuan baru itu berhasil
menjawab permasalahan yang dihadapi, maka pengetahuan baru itu akan
disimpan dalam memori jangka panjang.(Katu:1995)
2.1.5.1 Landasan Teoritik dan Empirik Pembelajaran Generatif
Wittrock adalah pencetus teori pembelajaran generatif, dalam teorinya
Wittrock menekankan salah satu asumsi yang sangat signifikan dan dasar :
“Pelajar bukan penerima pasif informasi, melainkan dia adalah peserta aktif dalam
proses belajar, bekerja untuk membangun pemahaman yang bermakna menjadi
informasi yang ditemukan di lingkungan”. Selanjutnya Wittrock juga menyatakan,
"Meskipun seorang siswa tidak dapat memahami kalimat-kalimat yang diucapkan
kepadanya oleh gurunya, sangat mungkin bahwa seorang siswa dapat memahami
kalimat tersebut dengan bahasanya sendiri".(Grabowski:2002).
Dalam salah satu artikelnya Wittrock (1992) mendefinisikan model

20

pembelajaran generatif

sebagai model pelajaran yang fungsional dalam

menyampaikan instruksi untuk membangun pemikiran berdasarkan pengetahuan
melalui proses otak dan pengamatan kognitif terhadap suatu pengertian, motivasi,
perhatian, pengetahuan dan perpindahan.
Pembelajaran generatif memiliki landasan teoritik yang berdasar pada
teori–teori belajar konstruktivis mengenai belajar dan pembelajaran. Butir–butir
penting dari pandangan belajar menurut teori konstruktivis diantaranya adalah :
a.

Menekankan bahwa perubahan kognitif hanya bisa terjadi jika konsepsikonsepsi yang telah dipahami sebelumnya diolah melalui suatu proses

b.

ketidakseimbangan dalam upaya memahami informasi-informasi baru.
Seseorang belajar jika dia bekerja dalam zona perkembangan terdekat, yaitu
daerah perkembangan sedikit di atas tingkat perkembangannya saat ini.
Seseorang belajar konsep paling baik apabila konsep itu berada dalam zona
tersebut. Seseorang bekerja pada zona perkembangan terdekatnya jika mereka
terlibat dalam tugas yang tidak dapat mereka selesaikan sendiri, tetapi dapat

c.

menyelesaikannya jika dibantu sedikit dari teman sebaya atau orang dewasa.
Penekanan pada prinsip Scaffolding, yaitu pemberian dukungan tahap demi
tahap untuk belajar dan pemecahan masalah. Dukungan itu sifatnya lebih
terstruktur pada tahap awal, dan kemudian secara bertahap mengalihkan
tanggung jawab belajar tersebut kepada siswa untuk bekerja atas arahan dari
mereka sendiri. Jadi, siswa sebaiknya langsung saja diberikan tugas
kompleks, sulit, dan realistik kemudian dibantu menyelesaikan tugas

d.

kompleks tersebut dengan menerapkan scaffolding.
Lebih menekankan pada pengajaran top-down daripada bottom-up. Top-down
berarti siswa langsung mulai dari masalah-masalah kompleks, utuh, dan
autentik untuk dipecahkan. Dalam proses pemecahan masalah tersebut siswa
mempelajari keterampilan-keterampilan dasar yang diperlukan untuk
memecahkan masalah kompleks tadi dengan bantuan guru atau teman sebaya

e.

yang lebih mampu.
Menganut asumsi sentral bahwa belajar itu ditemukan. Meskipun jika kita
menyampaikan informasi kepada siswa, tetapi mereka harus melakukan

21

operasi mental atau kerja otak atas informasi tersebut untuk membuat
f.

informasi itu masuk ke dalam pemahaman mereka.
Menganut visi siswa ideal, yaitu seorang siswa yang dapat memiliki

g.

kemampuan pengaturan diri sendiri dalam belajar.
Menganggap bahwa jika seseorang memiliki strategi belajar yang efektif dan

motivasi, serta tekun menerapkan strategi itu sampai suatu tugas terselesaikan
demi kepuasan mereka sendiri, maka kemungkinan sekali mereka adalah pelajar
yang efektif dan memiliki motivasi abadi dalam belajar.
2.1.5.2 Langkah Pembelajaran Model Generatif
a.

Eksplorasi
Tahap pertama yaitu tahap eksplorasi atau pendahuluan. Pada tahap

eksplorasi guru membimbing siswa untuk melakukan eksplorasi pengetahuan, ide,
dan konsepsi awal yang diperoleh dari pengalaman sehari-harinya atau
pembelajaran pada tingkat kelas sebelumnya. Untuk mendorong siswa agar
mampu melakukan eksplorasi, guru dapat memberikan stimulus berupa beberapa
aktivitas atau tugas seperti member pertanyaan, demonstrasi dan penelusuran
terhadap suatu permasalahan yang dapat menunjukkan data atau fakta yang terkait
dengan konsepsi yang akan dipelajari.
Dalam gejala, data, dan fakta yang didemonstrasikan sebaiknya dapat
merangsang siswa untuk berpikir kritis, mengkaji fakta, data, gejala, serta
memusatkan pikiran terhadap permasalahan yang akan dipecahkan. Sehingga
menumbuhkan rasa ingin tahu pada siswa. Melalui aktifitas demonstrasi atau
penulusuran, siswa didorong untuk mengamati gejala atau fakta. Pada akhirnya
diharapkan muncul pertanyaan pada diri siswa. Pada langkah berikutnya guru
mengajak dan mendorong siswa untuk berdiskusi tentang fakta atau gejala yang
baru diselidiki atau diamati. Guru harus mengarahkan proses diskusi guna
mengidentifikasi konsepsi siswa yang selanjutnya dapat dikembangkan menjadi
rumusan, dugaan, atau hipotesis.
Pada proses pembelajaran guru berperan memberikan dorongan,
bimbingan, memotivasi dan memberi arahan agar siswa mau dan dapat
mengemukakan pendapat, ide atau hipotesis secara tertulis. Pendapat, ide atau
hipotesis siswa yang berhasil teridentifikasi mungkin ada yang benar dan ada pula

22

yang salah. Apabila konsepsi siswa salah maka dikatakan terjadi salah konsep
(misconception). Namun, guru sebaiknya tidak memberikan makna, menyalahkan
atau membenarkan terhadap konsepsi siswa.
b. Pemfokusan
Tahap kedua yaitu tahap pemfokusan atau pengenalan konsep atau
intervensi. Pada tahap pemfokusan siswa melakukan pengujian hipotesis melalui
kegiatan laboratorium atau dalam model pembelajaran lain. Pada tahap ini guru
bertugas sebagai fasilitator yang menyangkut kebutuhan sumber, memberi
bimbingan dan arahan, dengan demikian para siswa dapat melakukan proses sains.
Tugas–tugas pembelajaran hendaknya memberi peluang dan merangsang siswa
untuk menguji hipotesis dengan cara sendiri. Tugas–tugas pembelajaran yang
disusun guru hendaknya tidak seratus persen merupakan petunjuk atau langkahlangkah kerja, tetapi tugas-tugas haruslah memberikan kemungkinan siswa untuk
beraktivitas sesuai caranya sendiri atau cara yang diinginkannya. Penyelesaian
tugas-tugas dilakukan secara berkelompok sehingga dapat berlatih untuk
meningkatkan sikap seperti seorang ilmuan. Misalnya, pada aspek kerja sama
dengan sesama teman sejawat, membantu dalam kerja kelompok, menghargai
pendapat teman, tukar pengalaman (sharing idea), dan keberanian bertanya.
c. Tantangan
Tahap ketiga yaitu tantangan. Setelah siswa memperoleh data selanjutnya
menyimpulkan dan menulis dalam lembar kerja. Para siswa diminta
mempresentasikan temuan melalui diskusi kelas. Melalui diskusi kelas akan
terjadi prsoses tukar pengalaman diantara siswa.
Dalam tahap ini siswa berlatih untuk berani mengeluarkan ide, kritik, berdebat,
menghargai pendapat teman, dan mengahargai adaya perbedaaan diantara
pendapat teman. Pada saat diskusi, guru berperan sebagai moderator dan
fasilitator agar jalannya diskusi dapat terarah. Diharapkan pada akhir diskusi
siswa memperoleh kesimpulan dan pemantapan konsep yang benar. Pada tahap ini
terjadi proses kognitif, yaitu terjadinya proses mental yang disebut asimilasi dan
akomodasi. Terjadi asimilasi apabila konsepsi siswa sesuai dengan konsep benar
menurut data eksperimen, terjadi proses akomodasi konsepsi siswa cocok dengan
data empiris.
Pada tahap ini sebaiknya guru memberikan pemantapan konsep dan

23

latihan soal. Latihan soal dimaksudkan agar siswa memahami secara mantap
konsep tersebut. Pemberian soal latihan dimulai dari yang paling mudah
kemudian menuju yang sukar. (Sutarman dan Swasono:2003)
Dengan soal-soal yang tingkat kesukarannya rendah, sebagian besar
siswa akan mampu menyelesaikan dengan benar, hal ini akhirnya dapat
menumbuhkan motivasi belajar siswa. Sebaliknya, jika langsung diberikan soal
yang tingkat kesukarannya tinggi maka sebagian besar siswa akan mampu
menyelesaikannya dengan benar maka akan dapat menurunkan motivasi belajar
siswa.
d. Penerapan
Tahap keempat adalah tahap penerapan. Pada tahap ini, siswa diajak
untuk dapat memecahkan masalah dengan menggunakan konsep barunya atau
konsep benar dalam situasi baru berkaitan dengan hal-hal praktis dalam kehidupan
sehari-hari. Pemberian tugas rumah atau tugas proyek yang dikerjakan siswa
diluar jam pertemuan merupakan bentuk penerapan yang baik untuk dilakukan
(Sutarman dan Swasono : 2003).
Pada tahap ini siswa perlu diberi banyak latihan-latihan soal. Dengan
adanya latihan soal, siswa akan semakin memahami konsep (isi pembelajaran)
secara lebih mendalam dan bermakna. Pada akhirnya konsep yang dipelajari siswa
akan masuk ke memori jangka panjang; ini berarti tingkat retensi siswa semakin
baik. (Made Wena : 2009)

24

Secara operasional kegiatan guru dan siswa selama proses pembelajaran
generatif dapat dijabarkan sebagai berikut :
No
.
1.

2.

Tabel 2.1 Penerapan model pembelajaran generatif di kelas
Langkah
Kegiatan Guru
Kegiatan Siswa
Pembelajaran
Pendahuluan
 Memberikan aktivitas  Mengeksplorasi
melalui demonstrasi /
pengetahuan, idea tau
contoh–contoh yang
konsepsi awal yang
dapat merangsang
diperoleh dari
siswa untuk
pengalaman sehari–hari
melakukan eksplorasi.
atau diperoleh dari
pembelajaran tingkat
kelas sebelumnya.
 Mendorong dan
 Mengutarakan ide-ide
merangsang siswa
dan merumuskan
untuk mengemukakan
hipotesis.
ide/pendapat serta
merumuskan hipotesis.
 Membimbing siswa
 Melakukan klasifikasi
untuk
pendapat/ide-ide yang
mengklasifikasikan
telah ada.
pendapat.
Pemfokusan
 Membimbing dan
 Menetapkan konteks
mengarahkan siswa
permasalahan,
untuk menetapkan
memahami, mencermati
konteks permasalahan
permasalahan sehingga
yang berkaitan dengan
siswa menjadi kenal
ide siswa yang
terhadap bahan yang
kemudian dilakukan
digunakan untuk
pengujian.
mengeksplorasi konsep.
 Membimbing siswa
melakukan proses
sains, yaitu menguji
(melalui percobaan)
sesuatu.

 Menginterpretasi
respon siswa dan

 Melakukan pengujian,
berpikir apa yang
terjadi, menjawab
pertanyaan
berhubungan dengan
konsep.
 Memutuskan dan
menggambarkanapa
yang ia ketahui tentang
kejadian.
Mengklarifikasi ide
kedalam kelompok.
 Mempresentasikan ide
ke dalam kelompok dan

25

menguraikan ide
siswa.
3.

Tantangan

4.

Aplikasi

juga
forum
melalui diskusi.

kelas

 Mengarahkan dan
 Memberikan
memfasilitasi agar
pertimbangan
ide
terjadi pertukuran ide
kepada antar siswa.
antar siswa. Menjamin
semua ide siswa
dipertimbangkan.
Membuka diskusi dan
mengusulkan
melakukan
demonstrasi jika
diperlukan.
 Menunjukkan
bukti  Menguji validitas ide/
ide ilmuan (scientist
pendapat dengan
view)
mencari bukti.
 Membandingkan
ide
ilmuan dengan ide kelas
(class view)
 Membimbing siswa
 Menyelesaikan problem
merumuskan
praktis dengan
permasalahan yang
menggunakan konsep
sangat sederhana.
dalam situasi yang baru.
 Membawa siswa
 Menerapkan konsep
mengklarifikasikan ide
yang baru dipelajari
baru.
dalam berbagai konteks
yang berbeda.
 Membimbing siswa
 Mempresentasikan
agar mampu
penyelesaian masalah di
menggambarkan
hadapan
teman.
secara verbal
Diskusi
dan
debat
penyelesaian problem.
tentang
penyelesaian
 Ikut terlibat dalam
masalah,
mengkritisi
merangsang dan
dan menilai penyelsaian
berkontribusi kedalam
masalah.
diskusi untuk
 Menarik
kesimpulan
menyelesaikan
akhir.
permasalahan.

26

Adapun kekurangan dan kelebihan dari model generatif ini antara lain :
No.
1.
2.

3.
4.

5.
2.1.6

Kelebihan
Kekurangan
Pembelajaran
Generatif
memberikan Dikawatirkan akan terjadi
peluang kepada siswa untuk belajar secara salah konsep.
kooperatif.
Agar tidak terjadi salah
Meningkatkan aktivitas belajar siswa, konsep, maka guru harus
diantaranya dengan bertukar pikiran membimbing siswa dalam
dengan siswa yang lainnya, menjawab mengeksplorasi
dan
pertanyaan dari guru, serta berani tampil pengetahuan
mengevaluasi
hipotesis
untuk mempresentasikan hipotesisnya.
Pembelajaran Generatif cocok untuk siswa pada tahap tantangan
setelah siswa melakukan
meningkatkan keterampilan proses.
presentasi, sehingga siswa
Merangsang rasa ingin tahu siswa.
bisa memahami materi
dengan benar, meskipun
usaha
menggali
pengetahuan
sebagian
besar adalah dari siswa itu
sendiri.
Konsep yang dipelajari siswa akan masuk Membutuhkan waktu yang
ke memori jangka panjang.
relatif lama
Pembelajaran Konvensional
Dalam proses belajar mengajar peran guru sangat penting karena

keberhasilan siswa menyerap pelajaran yang diberikan sangat tergantung
terahadap bagaimana cara guru menyampaikan pelajaran. Sejak lama telah banyak
model yang dikembangkan berdasarkan teori para ahli, namun dari sekian banyak
model, maka model pembelajaran yang masih berlaku dan paling banyak
digunakan adalah model pembelajaran konvensional. Pembelajaran konvensional
yang dimaksud secara umum adalah pembelajaran dengan menggunakan metode
yang biasa dilakukan oleh guru yaitu memberi materi melalui ceramah, latihan
soal kemudian pemberian tugas. Dalam kenyataannya secara keseluruhan model
pembelajaran konvensional sudah kurang layak digunakan dalam pembelajaran
saat ini, namun disetiap pembelajaran model ini harus digunakan paling tidak
pada awal pembelajaran sebelum guru masuk kepada model pembelajaran yang
akan digunakan.
Roestiyah N.K. (1998) cara mengajar konvensional dan telah lama

27

dijalankan dalam sejarah Pendidikan ialah cara mengajar dengan ceramah. Sejak
duhulu guru dalam usaha menularkan pengetahuannya pada siswa, ialah secara
lisan atau ceramah. Pembelajaran konvensional yang dimaksud adalah
pembelajaran yang biasa dilakukan oleh para guru. Bahwa, pembelajaran
konvensional (tradisional) pada umumnya memiliki kekhasan tertentu, misalnya
lebih

mengutamakan

hapalan

daripada

pengertian,

menekankan

kepada

keterampilan berhitung, mengutamakan hasil daripada proses, dan pengajaran
berpusat pada guru.
Burrowes (2003) menyampaikan bahwa pembelajaran konvensional
menekankan pada resitasi konten, tanpa memberikan waktu yang cukup kepada
siswa untuk merefleksi materi-materi yang dipresentasikan, menghubungkannya
dengan pengetahuan sebelumnya, atau mengaplikasikannya kepada situasi
kehidupan nyata. Lebih lanjut dinyatakan bahwa pembelajaran konvensional
memiliki ciri-ciri, yaitu:
1.

Pembelajaran berpusat pada guru,

2.

Terjadi passive learning,

3.

Interaksi di antara siswa kurang,

4.

Tidak ada kelompok-kelompok kooperatif, dan

5.

Penilaian bersifat sporadis.
Menurut Brooks & Brooks penyelenggaraan pembelajaran konvensional

lebih menekankan kepada tujuan pembelajaran berupa penambahan pengetahuan,
sehingga belajar dilihat sebagai proses “meniru” dan siswa dituntut untuk dapat
mengungkapkan kembali pengetahuan yang sudah dipelajari melalui kuis atau tes
terstandar.
(http://edukasi.kompasiana.com//pendekatan-pembelajaran-konvensional/)
Pendapat lain datang dari Ujang Sukandi (2003) yang mendeskripsikan
bahwa Pendekatan konvensional ditandai dengan guru mengajar lebih banyak
mengajarkan tentang konsep-konsep bukan kompetensi, tujuannya adalah siswa
mengetahui sesuatu bukan mampu untuk melakukan sesuatu, dan pada saat proses
pembelajaran siswa lebih banyak mendengarkan. Di sini terlihat bahwa
pendekatan konvensional yang dimaksud adalah proses pembelajaran yang lebih

28

banyak didominasi gurunya sebagai “pen-transfer” ilmu, sementara siswa lebih
pasif sebagai “penerima” ilmu.
Institute of Computer Technology (2006:10) menyebut pembelajaran
konvensional dengan istilah “Pengajaran tradisional”. Dijelaskannya bahwa
pengajaran tradisional yang berpusat pada guru adalah perilaku pengajaran yang
paling umum yang diterapkan di sekolah-sekolah di seluruh dunia. Pengajaran
model ini dipandang efektif, terutama untuk:
a.

Berbagi informasi yang tidak mudah ditemukan di tempat lain.

b.

Menyampaikan informasi dengan cepat.

c.

Membangkitkan minat akan informasi.

d.

Mengajari siswa yang cara belajar terbaiknya dengan mendengarkan.
Namun demikian pendekatan pembelajaran tersebut mempunyai beberapa

kelemahan sebagai berikut:
a.

Tidak semua siswa memiliki cara belajar terbaik dengan mendengarkan.

b.

Sering terjadi kesulitan untuk menjaga agar siswa tetap tertarik dengan apa
yang dipelajari.

c.

Pendekatan tersebut cenderung tidak memerlukan pemikiran yang kritis.

d.

Pendekatan tersebut mengasumsikan bahwa cara belajar siswa itu sama dan
tidak bersifat pribadi.
(http://sunartombs.wordpress.com/2009/03/02)
Berdasarkan penjelasan di atas, maka pembelajaran konvensional

dimaknai sebagai pembelajaran yang lebih banyak berpusat pada guru,
komunikasi lebih banyak satu arah dari guru ke siswa, metode pembelajaran lebih
banyak menggunakan ceramah dan demonstrasi, dan materi pembelajaran lebih
pada penguasaan konsep-konsep bukan kompetensi. Model konvensional
bukannya tidak dapat digunakan dalam pembelajaran namun harus disertai model
pembelajaran lain yang lebih berkembang.

29

2.1.7

Materi Pokok

2.1.7.1 Elastisitas
2.1.7.2 Elastisitas Zat Padat
Pada dasarnya semua benda yang ada di alam semesta
perubahan bentuk apabila diberikan gaya. Benda

mengalami

tersebut akan mengalami

perubahan dalam ukuran atau bentuk atau keduanya. Baja yang paling keras
sekalipun akan berubah bentuk jika dipengaruhi oleh gaya yang cukup besar.
Mungkin saja setelah gaya dihilangkan, bentuk benda akan k