BAB II TINJAUAN PUSTAKA - Pengaruh Panjang dan Komposisi Serat Terhadap Komposit Epoksi Berpengisi Serat Daun Nanas

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 KOMPOSIT

  2.1.1 Pengertian Komposit

  Di dalam dunia industri kata komposit dalam pengertian bahan komposit berarti terdiri dari dua atau lebih bahan yang berbeda yang digabung atau dicampur menjadi satu. Menurut Kaw, komposit adalah struktur material yang terdiri dari dua kombinasi bahan atau lebih, yang dibentuk pada skala makroskopik dan menyatu secara fisika [9]. Sedangkan menurut Matthews dkk, komposit adalah suatu material yang terbentuk dari kombinasi dua atau lebih material pembentuknya melalui campuran yang tidak homogen, dimana sifat mekanik dari masing-masing material pembentuknya berbeda. Dari campuran tersebut akan dihasilkan material komposit yang mempunyai sifat mekanik dan karakteristik yang berbeda dari material pembentuknya. Material komposit mempunyai sifat dari material konvensional pada umumnya dari proses pembuatannya melalui percampuran yang tidak homogen, sehingga kita leluasa merencanakan kekuatan material komposit yang kita inginkan dengan jalan mengatur komposisi dari material pembentuknya. Komposit merupakan sejumlah sistem multi fasa sifat gabungan, yaitu gabungan antara bahan matriks atau pengikat dengan penguat [10].

  2.1.2 Jenis – Jenis Komposit

2.1.2.1 Berdasarkan Bahan Matriks

  Berdasarkan bahan matriksnya, komposit dapat dibagi menjadi tiga [10], yaitu :

  1. Komposit matriks logam atau yang dikenal dengan istilah Metal Matrix

  Composite (MMC). Komposit dengan matriks logam biasanya terdiri dari

  aluminium, titanium, dan magnesium. Secara umum komposit matriks logam mempunyai sifat seperti : a. Ketahanan aus dan muai termal yang lebih baik . b. Kekuatan/kekakuan spesifik yang tinggi.

  c. Diharapkan tahan terhadap temperatur yang tinggi.

  2. Komposit matriks keramik atau yang dikenal dengan istilah Ceramic

  Matrix Composite (CMC). Adapun keuntungan yang diperoleh dari

  komposit matriks keramik seperti : a. Tahan pada temperatur tinggi (creep).

  b. Kekuatan tinggi, ketahanan korosi, dan tahan aus. Sedangkan kelemahan komposit matriks keramik yaitu : a. Susah diproduksi dalam jumlah besar.

  b. Biaya mahal.

  3. Komposit matriks polimer atau dikenal dengan istilah Polymer Matrix

  Composites (PMC). Untuk pembuatan komposit ini, jenis polimer yang

  banyak digunakan antara lain adalah :

  a. Polimer termoplastik seperti poliester, nilon 66, polieter sulfon, polipropilen, dan polietereterketon. Komposit ini dapat didaur ulang.

  b. Polimer termoset (untuk aplikasi temperatur tinggi) seperti epoksida, bismaleimida (BMI), dan poli imida (PI). Komposit ini tidak dapat didaur ulang. Pada penelitian ini, jenis matriks yang digunakan adalah polimer termoset yaitu resin epoksi.

2.1.2.2 Berdasarkan Bahan Pengisi

  Berdasarkan bahan pengisi yang digunakan, komposit dibagi menjadi tiga [1], yaitu:

  1. Laminated Composite (Komposit Laminat) Merupakan jenis komposit yang terdiri dari dua lapis atau lebih yang digabung menjadi satu dan setiap lapisnya memiliki karakteristik sifat sendiri.

  2. Particulate Composite (Komposit Partikel) Merupakan komposit yang menggunakan partikel/serbuk sebagai pengisinya dan terdistribusi secara merata dalam matriksnya.

  3. Fibrous Composite (Komposit Serat) Merupakan jenis komposit yang hanya terdiri dari satu lamina atau satu lapisan yang menggunakan penguat berupa serat (fiber). Fiber yang digunakan bisa berupa glass fibers, carbon fibers, aramid fibers (poly

  aramide ), dan sebagainya. Fiber ini bisa disusun secara acak maupun

  dengan orientasi tertentu bahkan bisa juga dalam bentuk yang lebih kompleks seperti anyaman. Pada penelitian ini, jenis bahan pengisi yang digunakan adalah serat yaitu serat daun nanas.

2.1.2.3 Tipe – Tipe Komposit

  Berdasarkan penempatannya ada beberapa tipe serat pada komposit [11], yaitu:

  1. Komposit Serat Anyaman Komposit ini tidak mudah dipengaruhi pemisahan antar lapisan karena susunan seratnya mengikat antar lapisan. Susunan serat memanjangnya yang tidak begitu lurus mengakibatkan kekuatan dan kekakuan melemah.

  2. Komposit Gabungan Komposit gabungan merupakan komposit gabungan antara tipe serat lurus dengan serat acak. Tipe ini digunakan supaya dapat menganti kekurangan sifat dari kedua tipe dan dapat menggabungkan kelebihannya.

  3. Komposit Serat Panjang Tipe ini mempunyai susunan serat panjang dan lurus, membentuk lamina diantara matriksnya. Tipe ini mempunyai kelemahan pemisahan antar lapisan.

  4. Komposit Serat Pendek Komposit ini adalah tipe komposit dengan serat pendek. Tipe ini dibedakan lagi menjadi tiga, yaitu : a. Serat dengan susunan lurus.

  b. Serat dengan susunan miring.

  c. Serat acak.

  (a) (b) (c)

Gambar 2.1 Tipe Komposit Serat Pendek [11]

  Pada penelitian ini, jenis serat yang digunakan adalah serat pendek dengan arah orientasi acak.

  (d) (a) (c) (b)

Gambar 2.2 Tipe Komposit Serat (a) Komposit Serat Panjang (b) Komposit Serat

  Anyaman (c) Komposit Serat Pendek (d) Komposit Gabungan [11]

2.1.3 Faktor – Faktor yang Mempengaruhi Sifat Komposit

  Beberapa faktor yang dapat mempengaruhi sifat

  • – sifat komposit yang dihasilkan antara lain [12] :

  1. Faktor Letak Serat Serat adalah bahan pengisi matriks yang digunakan untuk dapat memperbaiki sifat dan struktur matriks yang tidak dimilikinya, juga diharapkan mampu menjadi bahan penguat matriks pada komposit untuk menahan gaya yang terjadi.

  Dalam pembuatan komposit tata letak dan arah serat dalam matriks yang akan menentukan kekuatan mekanik komposit, dimana letak dan arah dapat mempengaruhi kinerja komposit tersebut. Menurut tata letak dan arah serat diklasifikasikan menjadi tiga bagian yaitu: a. One dimensional reinforcement, mempunyai kekuatan dan modulus maksimum pada arah axis serat.

  b. Two dimensional reinforcement (planar), mempunyai kekuatan pada dua arah atau masing-masing arah orientasi serat.

  c. Three dimensional reinforcement, mempunyai sifat isotropic kekuatannya lebih tinggi dibanding dengan dua tipe sebelumnya. Pada pencampuran dan arah serat mempunyai beberapa keunggulan, jika orientasi serat semakin acak (random) maka sifat mekanik pada satu arahnya akan melemah, bila arah tiap serat menyebar maka kekuatannya juga akan menyebar ke segala arah maka kekuatan akan meningkat.

  2. Panjang Serat Panjang serat dalam pembuatan komposit serat pada matriks sangat berpengaruh terhadap kekuatan. Ada dua penggunaan serat dalam campuran komposit yaitu serat pendek dan serat panjang. Serat panjang lebih kuat dibanding serat pendek. Serat alami jika dibandingkan dengan serat sintetis mempunyai panjang dan diameter yang tidak seragam pada setiap jenisnya. Oleh karena itu panjang dan diameter sangat berpengaruh pada kekuatan maupun modulus komposit.

  Panjang serat berbanding diameter serat sering disebut dengan istilah

  

aspect ratio . Bila aspect ratio makin besar maka makin besar pula

  kekuatan tarik serat pada komposit tersebut. Serat panjang (continous ) lebih efisien dalam peletakannya daripada serat pendek. Akan tetapi,

  fiber

  serat pendek lebih mudah peletakannya dibanding serat panjang. Panjang serat mempengaruhi kemampuan proses dari komposit serat. Pada umumnya, serat panjang lebih mudah penanganannya jika dibandingkan dengan serat pendek. Serat panjang pada keadaan normal dibentuk dengan proses filament winding, dimana pelapisan serat dengan matriks akan menghasilkan distribusi yang bagus dan orientasi yang menguntungkan.

  Ditinjau dari teorinya, serat panjang dapat mengalirkan beban maupun tegangan dari titik tegangan ke arah serat yang lain. Pada struktur

  

continous fiber yang ideal, serat akan bebas tegangan atau mempunyai

  tegangan yang sama. Selama fabrikasi, beberapa serat akan menerima tegangan yang tinggi dan yang lain mungkin tidak terkena tegangan sehingga keadaan di atas tidak dapat tercapai.

  Sedangkan komposit serat pendek, dengan orientasi yang benar, akan menghasilkan kekuatan yang lebih besar jika dibandingkan continous

  

fiber . Hal ini terjadi pada whisker, yang mempunyai keseragaman

  2

  kekuatan tarik setinggi 1500 kips/in (10,3 GPa). Komposit berserat pendek dapat diproduksi dengan cacat permukaan yang rendah sehingga kekuatannya dapat mencapai kekuatan teoritisnya.

  Faktor yang mempengaruhi variasi panjang serat chopped fiber

  

composites adalah critical length (panjang kritis). Panjang kritis yaitu

  panjang minimum serat pada suatu diameter serat yang dibutuhkan pada tegangan untuk mencapai tegangan saat patah yang tinggi.

  3. Bentuk Serat Bentuk serat yang digunakan untuk pembuatan komposit tidak begitu mempengaruhi, yang mempengaruhi adalah diameter seratnya. Pada umumnya, semakin kecil diameter serat akan menghasilkan kekuatan komposit yang lebih tinggi. Selain bentuknya kandungan seratnya juga mempengaruhi.

  4. Faktor Matriks Matriks dalam komposit berfungsi sebagai bahan mengikat serat menjadi sebuah unit struktur, melindungi dari perusakan eksternal, meneruskan atau memindahkan beban eksternal pada bidang geser antara serat dan matriks, sehingga matriks dan serat saling berhubungan.

  Pembuatan komposit serat membutuhkan ikatan permukaan yang kuat antara serat dan matriks. Selain itu matriks juga harus mempunyai kecocokan secara kimia agar reaksi yang tidak diinginkan tidak terjadi pada permukaan kontak antara keduanya. Untuk memilih matriks harus diperhatikan sifat-sifatnya, antara lain seperti tahan terhadap panas, tahan cuaca yang buruk dan tahan terhadap goncangan yang biasanya menjadi pertimbangan dalam pemilihan material matriks.

  Bahan Polimer yang sering digunakan sebagai material matriks dalam komposit ada dua macam adalah termoplastik dan termoset. Termoplastik dan termoset ada banyak macam jenisnya, yaitu:

  a. Termoplastik, contohnya : polyamide (PI), polysulfone (PS),

  polyetheretherketone (PEEK), polyhenylene sulfide (PPS), polypropylene (PP), polyethylene (PE), dan sebagainya.

  b. Termoset, contohnya : epoksi, polyester, phenolic, plenol, resin amino, resin furan, dan sebagainya.

  5. Faktor Ikatan Fiber Matriks Komposit serat yang baik harus mampu untuk menyerap matriks yang memudahkan terjadi antara dua fase. Selain itu komposit serat juga harus mempunyai kemampuan untuk menahan tegangan yang tinggi, karena serat dan matriks berinteraksi dan pada akhirnya terjadi pendistribusian tegangan. Kemampuan ini harus dimiliki oleh matriks dan serat. Hal yang mempengaruhi ikatan antara serat dan matriks adalah void, yaitu adanya celah pada serat atau bentuk serat yang kurang sempurna yang dapat menyebabkan matriks tidak akan mampu mengisi ruang kosong pada cetakan. Bila komposit tersebut menerima beban, maka daerah tegangan akan berpindah ke daerah void sehingga akan mengurangi kekuatan komposit tersebut. Pada pengujian tarik komposit akan berakibat lolosnya serat dari matriks. Hal ini disebabkan karena kekuatan atau ikatan antara matriks dan serat yang kurang besar.

  interfacial

  6. Katalis Katalis ini digunakan untuk membantu proses pengeringan resin dan serat dalam komposit. Waktu yang dibutuhkan resin untuk berubah menjadi plastik tergantung pada jumlah katalis yang dicampurkan. Semakin banyak katalis yang ditambahkan maka makin cepat pula proses

  

curing- nya. tetapi apabila pemberian katalis berlebihan maka akan

menghasilkan material yang getas ataupun resin bisa terbakar.

2.2 RESIN EPOKSI

  Resin epoksi termasuk ke dalam golongan termoset, sehingga dalam pencetakan perlu diperhatikan hal-hal sebagai berikut [13] :

  1. Mempunyai penyusutan yang kecil pada pengawetan.

  2. Dapat diukur dalam temperatur kamar dalam waktu yang optimal.

  3. Memiliki viskositas yang rendah disesuaikan dengan material penyangga.

  4. Memiliki kelengketan yang baik dengan material penyangga.

  Resin ini berbentuk cairan kental atau hampir padat, yang digunakan untuk material ketika hendak dikeraskan. Hardener untuk sistem curing pada temperatur ruang dengan resin epoksi pada umumnya adalah senyawa poliamid yang terdiri dari dua atau lebih grup amina. Curing time sistem epoksi bergantung pada kereaktifan atom hidrogen dalam senyawa amina.

  Reaksi curing pada sistem resin epoksi secara eksotermis, berarti dilepaskan sejumlah kalor pada proses curing berlangsung. Laju kecepatan proses

  curing bergantung pada temperatur ruang. Untuk kenaikan temperatur setiap o

  10 C, maka laju kecepatan curing akan menjadi dua kali lebih cepat, sedangkan untuk penurunan temperaturnya dengan besar yang sama, maka laju kecepatan

  

curing akan turun menjadi setengah dari laju kecepatan curing sebelumnya.

  Epoksi memiliki ketahanan korosi yang lebih baik dari pada polyester pada keadaan basah, namun tidak tahan terhadap asam. Epoksi memiliki sifat mekanik, listrik, kestabilan dimensi dan penahan panas yang baik [13].

  Tahapan reaksi curing dari resin epoksi [14], yaitu:

  1. Sebuah grup epoksi bereaksi dengan satu

  • –NH yang terdapat pada amina, NH NH dimana setiap grup epoksi dibuka maka satu gugus hidroksil akan dihasilkan.
  • 2 2 CH 3 NH NH 2 2 OH

      

    CH

    CH

    3

    3

    OH NH

    2 N CH CH N NH

    H 2 CH

    3

    2 H 2 Gambar 2.3 Reaksi Epoksi Tahap 1 [14]

      2. Tahapan selanjutnya adalah proses pengikatan rantai satu sama lainnya atau sambung silang, untuk mencapai hal ini setiap molekul amina akan mempunyai lebih dari dua gugus

    • –NH, terjadi saling mengikat antara rantai NH
    • 2 molekul ini menyebabkan peningkatan viskositas yang cepat. N CH 2 CH OH CH 3 OH 2 N NH 2 CH 3 H

        CH 3 OH

      CH

      3

      H CH OH 3 NH 2 N CH H

      2 CH

      CH

      3

      OH 2 N CH 2 Gambar 2.4 Reaksi Epoksi Tahap 2 [14]

        3. Grup epoksi yang tidak bereaksi dapat berikatan dengan gugus hidroksil NH 2 dari rantai yang lain dengan bantuan katalis amina dan panas matahari. N CH 2 CH OH CH 3 OH 2 N CH 3 H

        CH 3 OH CH 2 CH 3 OH

      CH

      3

      O OH CH CH 3 3 NH 2 N CH H

      2 CH

      CH

      3

      OH 2 N CH 2 Gambar 2.5 Reaksi Epoksi Tahap 3 [14]

        4. Berikut merupakan struktur epoksi yang sudah mengalami proses curing.

      Gambar 2.6 Rumus Struktur Epoksi [14]

      2.3 SERAT Serat dikelaskan dalam dua bagian besar yaitu serat alam dan serat buatan.

        Serat alam yang utama adalah kapas, wol, sutra, sedangkan serat buatan seperti rayon, poliester, akril, atau nilon. Setiap serat buatan (sintetik) terdiri dari rantai polimer, dan kebanyakan merupakan polimer berkristal, sehingga sifat kimianya bergantung kepada struktur rantai polimer tersebut. Serat mempunyai bentuk tipis dan panjang. Dalam molekul rantai serat, orientasi molekul tersusun dalam arah memanjang menurut arah panjang serat. Tegangan tarik dan modulus elastik pada arah memanjang (modulus Young) untuk bahan serat adalah relatif tinggi [15].

        Adapun klasifikasi serat dapat dilihat pada tabel di bawah ini :

      Tabel 2.1 Klasifikasi Serat [15]

        Serat kimia atau buatan Serat regenerasi Selulosa (Rayon) Serat semi sintetik

        Selulosa (Asetat) Serat protein (Promiks)

        Serat sintetik Poliamid (Nilon 6, Nilon 66) Polivinil alkohol (Vinilon) Polivinilidin klorida (Vinilidin) Polivinil klorida (PVC) Poliester Poliakrilonitril (Akril) Polietilen (PE) Polipropilen (PP)

        Serat anorganik Serat gelas Serat karbon

        Serat alam Serat tumbuhan Kapas, flaks, rami, jut Serat binatang Wol, sutra Serat galian Asbes

      2.3.1 Serat Daun Nanas

        Serat daun nanas (pineapple leaf fibres) adalah salah satu jenis serat yang berasal dari tumbuhan (vegetable fibre) yang diperoleh dari daun-daun tanaman nanas. Bentuk daun nanas menyerupai pedang yang meruncing diujungnya dengan warna hijau kehitaman dan pada tepi daun terdapat duri yang tajam. Tergantung dari species atau varietas tanaman, panjang daun nanas berkisar antara 55 sampai 75 cm dengan lebar 3,1 sampai 5,3 cm dan tebal daun antara 0,18 sampai 0,27 cm.

        Pengambilan serat daun nanas pada umumnya dilakukan pada usia tanaman berkisar antara 1 sampai 1,5 tahun. Serat yang berasal dari daun nanas yang masih muda pada umumnya tidak panjang dan kurang kuat. Sedang serat yang dihasilkan dari tanaman nanas yang terlalu tua, terutama tanaman yang pertumbuhannya di alam terbuka dengan intensitas matahari cukup tinggi tanpa pelindung, akan menghasilkan serat yang pendek kasar dan getas atau rapuh [16].

        Adapun komposisi serat daun nanas dan serat alami lainnya dapat di lihat pada tabel di bawah ini :

      Tabel 2.2 Komposisi Serat Daun Nanas dan Serat Alami lainnya [17]

        Komposisi Kimia Serat Nanas (%) Serat Kapas (%) Serat Rami (%)

        Alpha Selulosa 69,5

        94

        72

      • – 71,5 – 92

        17 - - Pentosa

      • – 17,8 Lignin 4,4
      • – 4,7 – 1
        • Pektin

        1 0,9

        3

      • – 1,2 – 27 Lemak dan Wax

        3 0,6 0,2

      • – 3,3 Abu 0,71 1,2 2,87
      • – 0,87 Zat – zat lain (protein,

        4,5 1,3 6,2

      • – 5,3 asam organik, dll)

        Adapun perbandingan sifat mekanis serat daun nanas dengan serat alami lainnya dapat dilihat pada tabel di bawah ini :

      Tabel 2.3 Sifat - Sifat Mekanis Serat Alami [18]

        

      Serat Kekuatan Tarik (MPa) Pemanjangan (%) Kekerasan (MPa)

        Tandan sawit 248 14 2.000 Mesocarp sawit

        80 17 500 Sabut kelapa 140 25 3.200 Pisang 540 3 816 Sisal 580 4,3 1.200

        Daun nanas 640 2,4 970

        Berdasarkan data dari Tabel 2.3 yang menunjukkan bahwa serat daun nanas memiliki kekuatan tarik yang tertinggi diantara serat alami lainnya dan kekerasan yang cukup baik, dimana dari kedua data ini mengindikasikan bahwa serat daun nanas memiliki sifat yang kuat, sehingga berpotensi untuk dijadikan bahan pengisi pada komposit epoksi.

      2.3.2 Proses Pengambilan Serat Daun Nanas

        Proses pengambilan serat dari daunnya dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu dengan tangan (manual) ataupun dengan peralatan decorticator. Cara yang paling umum dan praktis adalah secara manual, yaitu dengan proses water retting dan scraping. Water retting adalah proses yang dilakukan oleh micro-organism (bacterial action) untuk memisahkan atau membuat busuk zat-zat perekat (gummy

        substances ) yang berada disekitar serat daun nanas, sehingga serat akan mudah

        terpisah dan terurai satu dengan lainnya. Proses water retting dilakukan dengan cara memasukkan daun-daun nanas ke dalam air dalam waktu tertentu. Karena

        water retting pada dasarnya adalah proses micro-organism, maka beberapa faktor

        sangat berpengaruh terhadap keberhasilan proses ini, antara lain kondisi dari pH air, temperatur, cahaya, perubahan kondisi lingkungan, aeration, macronutrients, jenis bakteri yang ada dalam air, dan lamanya waktu proses [19].

        Daun-daun nanas yang telah mengalami proses water retting kemudian dilakukan proses pengikisan atau pengerokan (scraping) dengan menggunakan plat atau pisau yang tidak tajam untuk menghilangkan zat-zat yang masih menempel atau tersisa pada serat, sehingga serat

      • – serat daun nanas akan lebih terurai satu dengan lainnya. Serat-serat tersebut kemudian dicuci dan dikeringkan. Karena dilakukan dengan tangan (manual), proses water retting dan terutama pada proses scraping diperlukan keahlian dan kesabaran seseorang untuk mengerjakannya. Penelitian menunjukkan kadang proses water retting ini akan menghasilkan warna serat daun nanas yang kecoklat-coklatan akibat adanya proses micro-organism yang tumbuh pada serat tersebut, yang pada umumnya dikenal dengan istilah rust atau karat [19].

        Pengambilan serat daun nanas dengan mesin decorticator disebut dengan dekortikasi. Mesin decorticator terdiri dari suatu drum yang dapat berputar pada porosnya. Pada permukaan cylinder terpasang beberapa plat yang memiliki jarum- jarum halus (blades) yang akan menimbulkan proses pemukulan (beating action) pada daun nanas, saat cylinder berputar sehingga akan menguraikan serat daun nanas [16].

      2.4 PROSES PABRIKASI KOMPOSIT

        Material komposit dapat diproduksi dengan berbagai macam metode proses pabrikasi. Metode-metode pabrikasi ini disesuaikan dengan jenis matriks penyusun komposit dan bentuk material komposit yang diinginkan sesuai aplikasi selanjutnya, antara lain [12] [20]:

      2.4.1 Close Molding Process (Pencetakan Tertutup)

        Beberapa jenis metode pabrikasi komposit dengan metode pencetakan tertutup antara lain [12] [20]:

        1. Compression molding Metode ini menggunakan cetakan yang ditekan pada tekanan tinggi sampai mencapai 1000 psi. Di awali dengan mengalirkan resin dan

        

      reinforcement dengan viskositas yang tinggi ke dalam cetakan dengan

      o

        suhu 330 - 400

        F, kemudian mold ditutup dan penekanan terhadap material komposit tersebut, sehingga terjadi perubahan kimia yang menyebabkan mengerasnya material komposit secara permanen mengikuti bentuk cetakan.

        2. Pultrusion Pada metode ini pembentukan material komposit yang menggabungkan antara resin dan fiber berlangsung secara kontinu. Proses pultrusi digunakan pada pabrikasi komposit yang berprofil penampang lintang tetap, seperti pada berbagai macam rods, bar section, ladder side

        

      rails, tool handles dan komponen elektrikal kabel. Reinforcement yang

        digunakan seperti roving, mat diletakkan pada tempat yang khusus dengan menggunakan performing shapers atau guides untuk membentuk karakteristiknya. Proses penguatan dilakukan melalui resin bath atau wet

        

      out, yaitu tempat material diselubungi dengan cairan resin. Adanya panas

        akan mengaktifkan sistem curing sehingga akan mengubah fasa resin menjadi padat.

        3. Resin Transfer Molding (RTM) Pada proses ini resin ditransfer atau diinjeksikan ke dalam suatu tempat yang berisi fiberglass reinforcement. Metode ini termasuk closed

        

      mold process dimana reinforcement diletakkan di antara dua permukaan

        cetakan yang terdiri dari dua bagian yang satu disebut bagian female dan yang lainnya disebut male. Pasangan cetakan tersebut lalu ditutup, diberi klem, lalu resin termoset berviskositas rendah diinjeksikan pada tekanan 50 - 100 psi ke dalam lubang cetakan melalui port injeksi. Resin diinjeksikan sampai memenuhi seluruh rongga cetakan hingga meresap dan membasahi seluruh material reinforcement.

        4. Vacuum Bag Molding Metode ini merupakan pengembangan metode close mold yang bertujuan untuk meningkatkan sifat mekanik dengan cara meminimalisasi jumlah udara yang terperangkap dalam proses pembuatannya. Selain itu dengan berkurangnya tekanan di dalam vacuum bag molding maka tekanan udara atmosferik dari luar akan digunakan sebagai gaya untuk menghilangkan kelebihan resin yang ada dalam laminasi sehingga menghasilkan kandungan fiber reinforcement yang tinggi. Bentuk cetakan yang digunakan disesuaikan dengan bentuk produk yang ingin dibuat.

        5. Wet Lay-Up Metode ini reinforcement digabungkan dengan menggunakan tangan seperti metode hand lay-up untuk kemudian ditaruh ke dalam cetakan vacuum bag untuk mempercepat proses laminasi dan menghilangkan udara yang terperangkap yang dapat menimbulkan adanya

        void dalam produk komposit yang dicetak.

        6. Prepreg Metode ini merupakan metode advance dalam pembuatan komposit dengan adanya pemanasan atau cetakan yang diletakan pada

        

      autoclave setelah campuran komposit dimasukkan. Hal ini bertujuan untuk

        meningkatkan gaya tekan dari luar. Teknik menggunakan prepreg-vacuum

        

      bag-autoclave banyak dimanfaatkan untuk pembuatan peralatan pesawat

      terbang dan perlengkapan militer.

        7. Vacuum Infusion Processing Metode ini adalah variasi dari vacuum bag molding dimana resin yang dituang dalam ruang hampa masuk ke dalam cetakan dan membentuk laminasi. Pada metode ini tekanan dalam rongga cetakan lebih rendah dibandingkan tekanan atmosferik udara. Setelah cetakan dipenuhi resin kemudian dilapisi dengan fiber reinforcement dapat menggunakan tangan yang disebut dengan istilah lay-up dry, kemudian resin diinfusikan kembali ke dalam cetakan untuk menyempurnakan sistem laminasi komposit sehingga tidak terdapat ruang untuk kelebihan resin. Rasio resin yang sangat tinggi terhadap fiber glass yang digunakan memungkinkan penggunaan metode vacuum Infusion yang menghasilkan sifat mekanik sistem laminasi yang sangat baik. Vacuum Infusion Processing dapat digunakan untuk pencetakan dengan struktur yang besar dan tidak dianjurkan untuk proses dengan volume yang rendah.

      2.4.1 Open Molding Process (Pencetakan Terbuka)

        Beberapa metode pabrikasi komposit dengan pencetakan terbuka antara lain [12] [20]:

        1. Chopped Laminate Process Proses ini menggunakan alat pemotong fiber yang biasanya serat panjang membentuk serat menjadi lebih pendek.

        a. Atomized Spray-Up, pada teknik pabrikasinya sistem pada metode ini tidak kontinu, biasanya digunakan untuk membuat material komposit dengan ukuran yang lebih kecil.

        b. Non Atomized Application, untuk metode ini pada pengaplikasiannya menggunakan mesin potong fiber, pelaminasi resin dan tekanan dari roller yang berjalan kontinu. Metode ini lebih menguntungkan bila digunakan untuk pabrikasi material komposit yang berdimensi besar mengingat prosesnya yang kontinu.

        2. Filament Winding Process Proses ini melalui metode yang memanfaatkan sistem gulungan benang pada sebuah sumbu putar. Serat komposit dibuat dalam bentuk benang digulung pada sebuah mandril yang dibentuk sesuai dengan bentuk rancangan benda teknik, misalnya berbentuk tabung, kemudian resin yang berfungsi sebagai matriks dituangkan bersamaan dengan proses penggulungan serat tersebut, sehingga keduanya merekat dan saling mengikat antara satu lapisan gulungan dengan gulungan berikutnya, sampai membentuk benda teknik yang direncanakan.

        3. Hand Lay-Up Process Pada Penelitian ini digunakan metode pencetakan terbuka jenis

        hand lay-up dengan cara manual. Proses ini dilakukan pada suhu ruangan dan dengan memanfaatkan keterampilan tangan. Serat bahan komposit ditata sedemikian rupa mengikuti bentuk cetakan atau mandril, kemudian dituangkan resin sebagai pengikat antara satu lapisan serat dengan lapisan yang lain. Demikian seterusnya, sehingga sesuai dengan ukuran dan bentuk yang telah ditentukan. Ada dua cara aplikasi resin yaitu:

        a. Manual Resin Application, proses pengaplikasian antara resin dan fiber dilakukan secara manual dengan tangan.

        b. Mechanical Resin Application, proses pengaplikasian antara resin dan fiber menggunakan bantuan mesin dan berlangsung secara kontinu.

      Gambar 2.7 Metode Hand Lay-Up [12]

      2.5 PENGUJIAN KOMPOSIT

      2.5.1 Analisis Fourier Transform Infra Red (FT-IR)

        Spektrofotometer infra merah terutama ditujukan untuk senyawa organik yaitu menentukan gugus fungsional yang dimiliki senyawa tersebut. Pola pada daerah sidik jadi sangat berbeda satu dengan yang lain, karenanya hal ini dapat digunakan untuk mengidentifikasi senyawa tersebut. Penetapan secara kualitatif dapat dilakukan dengan membandingkan tinggi peak (transmitansi) pada panjang gelombang tertentu yang dihasilkan oleh zat yang diuji dan zat yang standar. Dalam ilmu material analisa ini digunakan untuk mengetahui ada tidaknya reaksi atau interaksi antara bahan-bahan yang dicampurkan. Selain itu, nilai intensitas gugus yang terdeteksi dapat menentukan jumlah bahan yang bereaksi atau yang terkandung dalam suatu campuran [21].

      2.5.2 Pengujian Kekuatan Tarik (Tensile Strength)

        Uji tarik adalah salah satu uji stress-strain mekanik yang bertujuan mengetahui kekuatan bahan terhadap gaya tarik. Dengan melakukan uji tarik kita mengetahui bagaimana bahan tersebut bereaksi terhadap tenaga tarikan dan mengetahui sejauh mana material bertambah panjang. Bila kita terus menarik suatu bahan sampai putus, kita akan mendapatkan profil tarikan yang lengkap berupa kurva. Kurva ini menunjukkan hubungan antara gaya tarikan dengan perubahan panjang.

        Tegangan tarik maksimum Titik luluh k Titik putus ri a t ya a G

        Daerah linier Pertambahan panjang

      Gambar 2.8 Kurva Hubungan Gaya Tarik Terhadap Pertambahan Panjang [22]

        Adapun yang menjadi perhatian dalam gambar tersebut adalah kemampuan maksimum bahan dalam menahan beban. Kemampuan ini umumnya disebut Ultimate Tensile Strength disingkat dengan UTS. Untuk semua bahan, pada tahap sangat awal uji tarik, hubungan antara beban atau gaya yang diberikan berbanding lurus dengan perubahan panjang bahan tersebut. Ini disebut daerah linier atau linear zone. Di daerah ini, kurva pertambahan panjang vs beban mengikuti aturan Hooke, yaitu rasio tegangan (stress) dan regangan (strain) adalah konstan [22].

        Pengujian dilakukan sampai sampel uji patah, maka pada saat yang sama diamati pertambahan panjang yang dialami sampel uji. Kekuatan tarik atau tekan diukur dari besarnya beban maksimum (F maks ) yang digunakan untuk memutuskan / mematahkan spesimen bahan dengan luas awal A . Hasil pengujian adalah grafik beban vs perpanjangan (elongasi) [22].

        En ginering Stess (σ) :

        (2.1)

        σ =

        dimana : F maks = Beban yang diberikan terhadap penampang spesimen (N)

        2 A = Luas penampang awal spesimen sebelum diberikan pembebanan (m )

      • 2

        = Enginering Stress (Nm ) σ

        Enginering Strain (

        ε): (2.2)

        ε =

        dimana :

        = Enginering Strain ε

        l o = Panjang mula-mula spesimen sebelum pembebanan l = Panjang setelah pembebanan

        t

        = Pertambahan panjang Δl Hubungan antara stress dan strain dirumuskan: E =

        (2.3) dimana :

      • 2

        E = Modulus Elastisitas atau Modulus Young (Nm )

      • 2

        = Enginering Stress (Nm ) σ

        = Enginering Strain

        ε

        Dari gambar kurva hubungan antara gaya tarikan dan pertambahan panjang kita dapat membuat hubungan antara tegangan dan regangan (stress vs

        

      strain ). Selanjutnya kita dapat gambarkan kurva standar hasil eksperimen uji tarik

      [22].

        

      Deformasi plastis

      Tegangan tarik maksimum n a g n a g e T

        Titik putus Daerah linier

      Regangan maksimum

        Regangan

      Gambar 2.9 Kurva Tegangan dan Regangan Hasil Uji Tarik [22]

      2.5.3 Pengujian Kekuatan Lentur (Flexural Strength)

        Pada pengujian ini bertujuan untuk mengetahui besarnya kekuatan lentur dari material komposit. Pengujian dilakukan dengan jalan memberi beban lentur secara perlahan-lahan sampai spesimen mencapai titik lelah. Pada perlakuan uji lentur bagian atas spesimen mengalami proses penekanan dan bagian bawah mengalami proses tarik sehingga akibatnya spesimen mengalami patah bagian bawah karena tidak mampu menahan tegangan tarik. Dimensi balok dapat kita lihat pada gambar berikut ini [23]:

        P d b R2

        R1

      L/2

      L/2

      Gambar 2.10 Penampang Uji Lentur [23] Momen flexural yang terjadi pada komposit dapat dihitung dengan persamaan [24]: M = x

        (2.4) Menentukan kekuatan lentur menggunakan persamaan [24]:

        =

        (2.5)

        σ b

        Sedangkan untuk menentukan modulus elastisitas flexural menggunakan rumus sebagai berikut [24]: Eb =

        (2.6) dimana: M = momen flexural

        b = kekuatan lentur (MPa)

        σ P = beban yang diberikan (N) L = jarak antara titik tumpuan (mm) b = lebar spesimen (mm) d = tebal spesimen (mm)

        = defleksi (mm) δ Eb = modulus elastisitas (MPa) Sedangkan kekakuan dapat dicari dengan persamaan [24] :

        (2.7) (2.8) dimana :

        2 D = kekakuan (N/mm )

        2 E = modulus elastisitas (N/mm )

        4 I = momen inersia (mm )

        b = lebar (mm) d = tinggi (mm)

      2.5.4 Pengujian Kekuatan Bentur (Impact Strength)

        Pengujian impact bertujuan untuk mengukur berapa energi yang dapat diserap suatu material sampai material tersebut patah. Pengujian impact merupakan respon terhadap beban kejut atau beban tiba-tiba (beban impact).

        Dalam pengujian impact terdiri dari dua teknik pengujian standar yaitu Charpy dan Izod. Pada pengujian standar Charpy dan Izod, dirancang dan masih digunakan untuk mengukur energi impact yang juga dikenal dengan ketangguhan takik [25].

      Gambar 2.11 Spesimen Uji Kekuatan Bentur [25]

        Spesimen uji kekuatan bentur dalam penelitian ini adalah jenis unnochted

        izod berbentuk batang dengan penampang lintang bujur sangkar. Mesin pengujian impact diperlihatkan secara skematik dengan (Gambar 2.12). Beban didapatkan

        dari tumbukan oleh palu pendulum yang dilepas dari posisi ketinggian h. Spesimen diposisikan pada dasar seperti pada (Gambar 2.11) tersebut. Ketika dilepas, ujung pisau pada palu pendulum akan menabrak dan mematahkan spesimen ditakikannya yang bekerja sebagai titik konsentrasi tegangan untuk pukulan impact kecepatan tinggi. Palu pendulum akan melanjutkan ayunan untuk mencapai ketinggian maksimum h

        ’ yang lebih rendah dari h. Energi yang diserap dihitung dari perbedaan

        h’ dan h (mgh – mgh’), adalah ukuran dari energi impact.

        Posisi simpangan lengan pendulum terhadap garis vertikal sebelum dibenturkan adalah α dan posisi lengan pendulum terhadap garis vertikal setelah membentur spesimen adalah β. Dengan mengetahui besarnya energi potensial yang diserap oleh material maka kekuatan impact benda uji dapat dihitung [23].

      • – energi yang tersisa = m.g.h
      • – m.g.h’
      • – R.cos α) – m.g.(R – R.cos β)

        ) = 10 m/s

        2

        HI = Harga Impact (J/mm

        Harga impact dapat dihitung dengan : (2.12) dimana :

        β = sudut ayunan pendulum setelah mematahkan spesimen

        o

        α = sudut pendulum sebelum diayunkan = 30

        2 R = panjang lengan (m) = 0,8 m

        2

      Gambar 2.12 Peralatan Uji Skematik Peralatan Uji Bentur [23]

        = energi yang diserap (J) m = berat pendulum (kg) = 20 kg g = percepatan gravitasi (m/s

        s

        E

        = m.g.R.(cos β – cos α), (2.11) dimana :

        (2.10) E s

        (2.9) = m.g.(R

        E s = energi awal

        ) E s = energi yang diserap (J)

        2 A = Luas penampang (mm ) o

        Keretakan akibat uji bentur ada tiga bentuk [23], yaitu :

        1. Patahan getas Permukaan patahan terlihat rata dan mengkilap, kalau potongan- potongannya kita sambungkan lagi, ternyata keretakannya tidak disertai dengan deformasinya bahan. Patahan jenis ini mempunyai harga impact yang rendah.

        2. Patahan liat Permukaan patahan ini tidak rata, nampak seperti buram dan berserat, tipe ini mempunyai harga impact yang tinggi.

        3. Patahan campuran Patahan yang terjadi merupakan campuran dari patahan getas dan patahan liat. Patahan ini paling banyak terjadi.

        Semakin besar posisi sudut β akan semakin getas, demikian sebaliknya. Artinya pada material getas, energi untuk mematahkan material cenderung semakin kecil, demikian sebaliknya [23].

        2.5.5 Analisis Scanning Electron Microscopy (SEM)

        Analisis ini digunakan sebagai data pendukung dalam pengujian kekuatan bentur, dengan menggunakan analisis SEM kita dapat melihat struktur mikroskopi untuk mengetahui bentuk patahan yang dialami komposit yang telah mengalami pengujian bentur [26].

        2.5.6 Pengujian Daya Serap Air (Water Absorption)

        Penyerapan air (water absorption) dalam komposit merupakan kemampuan komposit dalam menyerap uap air dalam waktu tertentu. Penyerapan air pada komposit merupakan salah satu masalah terutama dalam penggunaan komposit di luar ruangan. Semua komposit polimer akan menyerap air jika berada di udara lembab atau ketika polimer tersebut dicelupkan di dalam air. Penyerapan air pada komposit berpenguat serat alami memiliki beberapa pengaruh yang merugikan dalam sifatnya dan mempengaruhi kemampuannya dalam jangka waktu yang lama juga penurunan secara perlahan dari ikatan interface komposit serta menurunkan sifat mekanis komposit seperti kekuatan tariknya. Penurunan ikatan antarmuka komposit menyebabkan penurunan sifat mekanis komposit tersebut. Karena itu, pengaruh dari penyerapan air sangat vital untuk penggunaan komposit berpenguat serat alami di lingkungan terbuka [27].

      2.6 APLIKASI DAN KEGUNAAN PRODUK KOMPOSIT

        Penggunaan serat alam (organik) seperti serat daun nanas memiliki potensi untuk digunakan sebagai pengganti fiberglass ataupun pengisi lainnya pada material komposit diperkuat serat. Potensi serat alam ini didukung oleh beberapa keunggulan serat organik, antara lain : densitas yang rendah, ramah lingkungan,

        biodegradable , ketersediaan yang melimpah, ketangguhan yang tinggi, proses

        penyiapan yang relatif mudah, harga bahan baku yang relatif murah, dan mengurangi konsumsi energi pabrikasi [28]. Dari Tabel 2.4 dapat dilihat bahwa beberapa serat alam seperti kayu dan flax memiliki harga yang jauh lebih murah dibandingkan serat gelas [29].

      Tabel 2.4 Perbandingan Harga antara Serat Alam dan Serat Sintetik [29]

        Harga Spesifik Graviti Harga Serat

        3

        3 $/m kg/m $/kg

        Kayu 420 1600 0,26

        Flax 600 1500 0,40

        Gelas 4850 2600 1,87

        Serat Daun Nanas* 250 1072 0,24

      • Untuk penelitian ini Material komposit dapat digunakan dalam berbagai macam aplikasi.

        Bahan ini dapat digunakan dalam sektor aksesoris otomotif, beberapa diantaranya kaca spion, pengisi jok mobil, bamper mobil, dll. Dalam proses pabrikasi aksesoris tersebut biasanya menggunakan metode hand lay up [28]. Adapun industri otomotif yang menggunakan resin epoksi sebagai matriks dalam pembuatan aksesoris mobil sudah dijumpai pada tahun 1955, yaitu oleh perusahaan otomotif amerika yang memproduksi leaf spring yang digunakan pada mobil sports [30].

      Gambar 2.13 Jenis Mobil Sports yang Menggunakan Komponen Leaf Spring Dari

        Komposit Epoksi [30]

      Gambar 2.14 Leaf Spring Dari Bahan Komposit Epoksi [30]Gambar 2.15 Posisi Leaf Spring Pada Bagian Depan Setir Mobil [30] Dalam penelitian ini, komposit epoksi berpengisi serat daun nanas diaplikasi dalam pembuatan aksesoris exterior mobil, yaitu cover kaca spion mobil.

        (a) (b)

      Gambar 2.16 Cover Kaca Spion Mobil Dari Komposit Epoksi

        (a) tampak depan (b) tampak belakang

      2.7 ANALISIS BIAYA

        Dalam penelitian ini, dilakukan suatu analisis biaya terhadap pembuatan komposit epoksi berpengisi serat daun nanas. Rincian biaya diberikan dalam

      Tabel 2.5 berikut.Tabel 2.5 Rincian Biaya Pembuatan Komposit Epoksi

        Berpengisi Serat Daun Nanas

        

      Bahan dan Peralatan Jumlah Harga (Rp) Biaya Total (Rp)

        Resin epoksi dan hardener 2 kg Rp 92.500 ,-/kg 185.000,- Lilin cetakan (malam) 4 buah Rp 5.000,-/buah 20.000,- Serat daun nanas 500 gram Rp 2.800,-/kg 1.400,- Plastik transparan 10 lembar Rp 500,-/lembar 5.000,- Analisis Fourier Transform 3 sampel Rp 75.000,-/sampel 225.000,-

        Infra-Red (FT-IR)

        Analisis sifat mekanik : 36 sampel Rp 30.000,-/sampel 1.080.000,-  Uji Kekuatan Tarik 36 sampel Rp 30.000,-/sampel 1.080.000,-  Uji Kekuatan Lentur 36 sampel Rp 30.000,-/sampel 1.080.000,-  Uji Kekuatan Bentur Analisis Scanning Electron 3 sampel Rp 175.000,/sampel 525.000,-

        Microscopy (SEM) Total

        4.201.400,-

        Dari rincian biaya yang telah dilakukan di atas maka total biaya yang diperlukan untuk membuat komposit epoksi berpengisi serat daun nanas, yaitu sebesar Rp 4.201.400,-.

        Produk yang akan dihasilkan dari komposit epoksi berpengisi serat daun nanas yaitu cover kaca spion mobil. Adapun dimensi cover spion mobil yang akan diproduksi, yaitu :

         Panjang = 20 cm  Lebar = 13 cm  Tebal = 5 mm Volume resin epoksi dan hardener yang diperlukan untuk membuat 1 unit cover

        3

        kaca spion adalah : v = p × l × t = 20 × 13 × 0,5 = 130 cm Adapun perkiraan biaya pembuatan 1 set produk (cover spion mobil sebelah kanan dan kiri) antara lain :