Pengaruh Panjang dan Komposisi Serat Terhadap Komposit Epoksi Berpengisi Serat Daun Nanas

(1)

PENGARUH PANJANG DAN KOMPOSISI SERAT

TERHADAP KOMPOSIT EPOKSI BERPENGISI

SERAT DAUN NANAS

SKRIPSI

Oleh

FACHRI WIRATAMA

080405003

DEPARTEMEN TEKNIK KIMIA

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

JULI 2014


(2)

PENGARUH PANJANG DAN KOMPOSISI SERAT

TERHADAP KOMPOSIT EPOKSI BERPENGISI

SERAT DAUN NANAS

SKRIPSI

Oleh

FACHRI WIRATAMA

080405003

SKRIPSI INI DIAJUKAN UNTUK MELENGKAPI SEBAGIAN

PERSYARATAN MENJADI SARJANA TEKNIK

DEPARTEMEN TEKNIK KIMIA

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

JULI 2014


(3)

PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI

Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi dengan judul :

PENGARUH PANJANG DAN KOMPOSISI SERAT TERHADAP KOMPOSIT EPOKSI BERPENGISI SERAT DAUN NANAS

dibuat untuk melengkapi sebagian persyaratan menjadi Sarjana Teknik pada Departemen Teknik Kimia Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara. Skripsi ini adalah hasil karya saya kecuali kutipan-kutipan yang telah saya sebutkan sumbernya.

Demikian pernyataan ini diperbuat, apabila di kemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan karya saya atau merupakan hasil jiplakan maka saya bersedia menerima sanksi sesuai dengan aturan yang berlaku.

Medan, Juli 2013

Fachri Wiratama NIM : 080405003


(4)

PENGESAHAN

Skripsi dengan judul :

PENGARUH PANJANG DAN KOMPOSISI SERAT TERHADAP KOMPOSIT EPOKSI BERPENGISI SERAT DAUN NANAS

dibuat untuk melengkapi persyaratan menjadi Sarjana Teknik pada Departemen Teknik Kimia Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara. Skripsi ini telah diujikan pada sidang ujian skripsi pada 16 Juli 2014 dan dinyatakan memenuhi syarat/sah sebagai skripsi pada Departemen Teknik Kimia Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara.

Mengetahui, Medan, Juli 2014

Koordinator Penelitian Dosen Pembimbing

Ir. Renita Manurung, MT Dr. Halimatuddahliana, ST, M.Sc NIP : 19681214 199702 2 002 NIP : 19730408 199802 2 002

Dosen Penguji I Dosen Penguji II

Dr. Ir. Hamidah Harahap, M.Sc Dr. Maulida, ST, M.Sc


(5)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas limpahan rahmat dan karunia-Nya sehingga skripsi ini dapat diselesaikan. Tulisan ini merupakan Skripsi dengan judul “Pengaruh Panjang Dan Komposisi Serat Terhadap Komposit Epoksi Berpengisi Serat Daun Nanas”, berdasarkan hasil penelitian yang penulis lakukan di Departemen Teknik Kimia Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara. Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk mendapatkan gelar sarjana teknik.

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi gambaran kepada dunia industri tentang pemanfaatan limbah daun nanas yang dapat diolah lebih lanjut untuk dijadikan serat daun nanas yang memiliki potensi menjadi bahan pengisi dalam komposit polimer.

Sedangkan karya ilmiah yang telah diterima untuk terbit pada Jurnal Teknik

Kimia USU dengan judul “Pengaruh Ukuran Partikel dan Komposisi Serat Terhadap Sifat Kekuatan Bentur Komposit Epoksi Berpengisi Serat Daun Nanas”.

Selama melakukan penelitian sampai penulisan skripsi ini penulis banyak mendapat bantuan dari berbagai pihak, untuk itu penulis mengucapkan terima kasih dan penghargaan sebesar-besarnya kepada :

1. Ibu Dr. Halimatuddahliana, ST, M.Sc selaku Dosen Pembimbing yang telah banyak memberikan bimbingan dan arahan dalam menyelesaikan penelitian dan penulisan skripsi ini.

2. Ibu Dr. Ir. Hamidah Harahap, M.Sc selaku Dosen Penguji I yang telah banyak memberikan saran dan masukan untuk kesempurnaan skripsi ini. 3. Ibu Dr. Maulida, ST, M.Sc selaku Dosen Penguji II yang telah banyak

memberikan saran dan masukan untuk kesempurnaan skripsi ini.

4. Bapak Dr. Eng. Ir. Irvan, M.Si selaku Ketua Departemen Teknik Kimia USU.


(6)

5. Ibu Ir. Renita Manurung, MT selaku Koordinator Skripsi dan Dosen Pembimbing akademik.

6. Syahrinal Anggi Daulay selaku partner penelitian atas waktu, kerjasama, motivasi, dukungan dan segala pertolongan yang diberikan selama melakukan penelitian dan penulisan skripsi ini.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna oleh karena itu penulis mengharapkan saran dan masukan demi kesempurnaan skripsi ini. Semoga skripsi ini memberikan manfaat bagi pengembangan ilmu pengetahuan.

Medan, Juli 2014

Penulis


(7)

DEDIKASI

Penulis mendedikasikan skripsi ini kepada :

1. Kedua orang tua penulis, M. Ilham dan Susilawati, yang telah memberikan doa dan dukungan kepada penulis dalam menyelesaikan penelitian dan penulisan skripsi ini.

2. Seluruh sahabat, teman-teman, adik-adik, dan abang/kakak sesama mahasiwa Departemen Teknik Kimia terutama angkatan 2008, khususnya Sri Hermawan, Rahmat Akbar Sinaga, Ayu Ridaniati Bangun, Rinaldry Sirait, Juliananta Sitepu, Ismail Fahmi Hasibuan, Akhmad Nadji Shabiri dan Rizky Salaam Ritonga, yang memberikan banyak dukungan dan semangat kepada penulis selama berada di Teknik Kimia USU.

3. Seluruh Dosen/Staf Pengajar Departemen Teknik Kimia yang telah memberikan banyak sekali ilmu yang sangat berharga kepada penulis.


(8)

RIWAYAT HIDUP PENULIS

Nama : Fachri Wiratama NIM : 080405003

Tempat/tgl lahir : Medan, 11 Juni 1990 Nama orang tua :

1. Ayah : M. Ilham 2. Ibu : Susilawati Alamat orang tua :

Jl. Pancing V Kebun Lada Gg. SBY Komplek Tunas Hijau Blok : B-10 Martubung

Asal sekolah :

1. SD Muhammadiyah 03 Medan tahun 1996 – 2000 SD Negeri 112224 Kotapinang tahun 2000 – 2002 2. SMP Negeri 11 Medan tahun 2002 – 2005

3. SMA Dharmawangsa Medan tahun 2005 – 2008 Beasiswa yang pernah diperoleh :

1. Beasiswa Yayasan Pendidikan Dharmawangsa pada tahun 2006 dan 2007 Pengalaman organisasi / kerja :

1. Covalen Study Group (CSG) periode 2010-2011 sebagai Ketua Umum 2. Himpunan Mahasiswa Teknik Kimia (HIMATEK) periode 2011-2012

sebagai Ketua Bidang Hubungan Keluar Instansi dan Alumni

3. Asisten Laboratorium Kimia Fisika periode 2010 – 2013 modul Viskositas 4. Koordinator Laboratorium Kimia Fisika periode 2012 - 2013

Artikel yang telah dipublikasi dalam Jurnal :

1. Jurnal Teknik Kimia USU Vol 1 (2014), dengan judul ”Pengaruh Ukuran Partikel dan Komposisi Serat Terhadap Sifat Kekuatan Bentur Komposit


(9)

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh panjang dan komposisi serat terhadap sifat-sifat mekanik komposit epoksi berpengisi serat daun nanas. Komposit dibuat dengan metode hand lay up dengan mencampurkan epoksi dan pengisi serat daun nanas dengan variasi panjang serat 1 mm, 4 mm, 7 mm, dan 10 mm, serta dengan rasio antara matriks dan pengisi 95/5, 90/10, dan 85/15 (v/v). Sifat-sifat mekanik yang diuji yaitu kekuatan tarik, kekuatan lentur, kekuatan bentur, serta daya serap air. Dari karakteristik FT-IR diketahui terdapat gugus hidroksil (-OH) yang menandakan telah terjadinya interaksi antara matriks dengan pengisi. Hasil pengujian sifat-sifat mekanik menunjukkan bahwa, pada panjang serat 10 mm dengan rasio matriks dan pengisi 90/10 diperoleh kekuatan tarik maksimum sebesar 31,155 MPa. Sementara itu, sifat pemanjangan saat putus mengalami peningkatan seiring bertambahnya panjang dan komposisi serat pada rasio 95/5 dan 90/10 dimana penurunan terjadi pada rasio 85/15. Pemanjangan tertinggi diperoleh pada panjang serat 10 mm dengan rasio 90/10 sebesar 10,571 %. Dari hasil pengujian kekuatan lentur diperoleh kekuatan lentur maksimum pada panjang serat 10 mm dengan rasio matriks dan pengisi 85/15 sebesar 25,448 MPa. Sedangkan dari hasil pengujian kekuatan bentur diperoleh kekuatan bentur maksimum pada panjang serat 10 mm dengan rasio matriks dan pengisi 85/15 sebesar 13,867 KJ/m2, dimana pada pengujian ini didukung oleh analisis scanning

electron microscopy (SEM). Pada uji daya serap air, penyerapan air semakin meningkat seiring bertambahnya jumlah pengisi, dimana penyerapan air terbesar diperoleh pada rasio 85/15 yaitu 1,5338 %. Dari hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa kekuatan maksimum komposit diperoleh pada panjang serat 10 mm dengan rasio 90/10 untuk kekuatan tarik dan rasio 85/15 untuk kekuatan lentur dan bentur.


(10)

ABSTRACT

This study aims to determine the effect of fiber length and fiber composition of the mechanical properties of epoxy composites filled with pineapple leaf fibers. Composites we made by hand lay up method by mixing epoxy and pineapple leaf fibers with fiber length variation of 1 mm, 4 mm, 7 mm and 10 mm, ratio between matrix and filler 95/5, 90/10, and 85/15 (v/v). Mechanical properties were tested, namely tensile strength, flexural strength, impact strength, and water absorption. From the FTIR characteristics known to have a hydroxyl group (-OH) which indicates the occurrence of interaction between matrix and filler. The results of testing the mechanical properties showed that, at 10 mm fiber length variation with the ratio of the matrix and filler 90/10 obtained a maximum tensile strength of 31,155 MPa. Meanwhile, the elongation at break increased with increasing fiber length and composition at a ratio of 95/5 and 90/10, in which the decline occurred in the ratio of 85/15. The highest elongation obtained at fiber length of 10 mm with a ratio of 90/10 was 10.571% Flexural strength of the test results obtained by the maximum bending force on the fiber length of 10 mm with the matrix and filler ratio of 85/15 for 24,448 MPa. While the results of impact strength testing gained impact strength maximum was fiber length of 10 mm with the matrix and filler ratio of 85/15 amounted to 13,867 KJ/m2, where the testing is supported by analysis of scanning electron microscopy (SEM). In the test water absorption, water absorption increased with increasing amount of filler, where the greatest water absorption was obtained at a ratio of 85/15 for 1.5338%. From these results it can be concluded that the maximum strength of the composite obtained at fiber length of 10 mm with a ratio of 90/10 for the tensile strength and the ratio of 85/15 for flexural strength and impact strength.


(11)

DAFTAR ISI

Halaman

PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI i

PENGESAHAN ii

PRAKATA iii

DEDIKASI v

RIWAYAT HIDUP PENULIS vi

ABSTRAK vii

ABSTRACT viii

DAFTAR ISI ix

DAFTAR GAMBAR xii

DAFTAR TABEL xiv

DAFTAR LAMPIRAN xv

DAFTAR SINGKATAN xvi

DAFTAR SIMBOL xvii

BAB I PENDAHULUAN 1

1.1 LATAR BELAKANG 1

1.2 PERUMUSAN MASALAH 2

1.3 TUJUAN PENELITIAN 3

1.4 MANFAAT PENELITIAN 3

1.5 RUANG LINGKUP PENELITIAN 3

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 4

2.1 KOMPOSIT 4

2.1.1 Pengertian Komposit 4

2.1.2 Jenis – Jenis Komposit 4

2.1.2.1 Berdasarkan Bahan Matriks 4 2.1.2.2 Berdasarkan Bahan Pengisi 5 2.1.2.3 Tipe – Tipe Komposit Serat 6 2.1.3 Faktor - Faktor yang Mempengaruhi Sifat Komposit 7


(12)

2.3.1 Serat Daun Nanas 14 2.3.2 Proses Pengambilan Serat Daun Nanas 15

2.4 PROSES PABRIKASI KOMPOSIT 16

2.4.1 Close Molding Process (Pencetakan Tertutup) 16 2.4.2 Open Molding Process (Pencetakan Terbuka) 19

2.5 PENGUJIAN KOMPOSIT 20

2.5.1 Analisis Fourier Transform Infra Red (FT-IR) 20 2.5.2 Pengujian Kekuatan Tarik (Tensile Strength) 21 2.5.3 Pengujian Kekuatan Lentur (Flexural Strength) 23 2.5.4 Pegujian Kekuatan Bentur (Impact Strength) 25 2.5.5 Analisis Scanning Electron Microscopy (SEM) 27 2.5.6 Pengujian Daya Serap Air (Water Absorption) 27 2.6 APLIKASI DAN KEGUNAAN PRODUK KOMPOSIT 28

2.7 ANALISIS BIAYA 30

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 32

3.1 LOKASI PENELITIAN 32

3.2 BAHAN DAN PERALATAN 32

3.2.1 Bahan 32

3.2.1 Peralatan 32

3.3 PROSEDUR PENELITIAN 33

3.3.1 Prosedur Pembuatan Komposit Epoksi Berpengisi

Serat Daun Nanas 33

3.3.2 Flowchart Pembuatan Komposit Epoksi Berpengisi

Serat Daun Nanas 34

3.3.3 Pengujian Komposit 35

3.3.3.1 Analisis Fourier Transform Infra Red (FT-IR) 35 3.3.3.2 Uji Kekuatan Tarik (Tensile Strength)

ASTM D 638 Tipe IV 35 3.3.3.3 Uji Kekuatan Lentur (Flexural Strength)

ASTM D 790 36 3.3.3.4 Uji Kekuatan Bentur (Impact Strength)


(13)

3.3.3.5 Analisis Scanning Electron Microscopy (SEM) 36 3.3.3.6 Uji Daya Serap Air (Water Absorption)

ASTM D 570 37

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 38

4.1 ANALISIS FOURIER TRANSFORM INFRA RED (FT-IR) 38 4.2 PENGARUH PANJANG DAN KOMPOSISI SERAT

TERHADAP KEKUATAN TARIK (TENSILE STRENGTH)

KOMPOSIT EPOKSI BERPENGISI SERAT DAUN NANAS 40 4.3 PENGARUH PANJANG DAN KOMPOSISI SERAT

TERHADAP SIFAT PEMANJANGAN SAAT PUTUS

(ELONGATION AT BREAK) KOMPOSIT EPOKSI

BERPENGISI SERAT DAUN NANAS 42

4.4 PENGARUH PANJANG DAN KOMPOSISI SERAT TERHADAP KEKUATAN LENTUR (FLEXURAL

STRENGTH) KOMPOSIT EPOKSI BERPENGISI SERAT

DAUN NANAS 44

4.5 PENGARUH PANJANG DAN KOMPOSISI SERAT

TERHADAP KEKUATAN BENTUR (IMPACT STRENGTH)

KOMPOSIT EPOKSI BERPENGISI SERAT DAUN NANAS 46 4.6 PENGARUH KOMPOSISI SERAT TERHADAP DAYA

SERAP AIR (WATER ABSORPTION) KOMPOSIT EPOKSI

BERPENGISI SERAT DAUN NANAS 49

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 51

5.1 KESIMPULAN 51

5.2 SARAN 52

DAFTAR PUSTAKA 53

LAMPIRAN 1 DATA PENELITIAN 57

LAMPIRAN 2 CONTOH PERHITUNGAN 60


(14)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 2.1 Tipe Komposit Serat Pendek 7

Gambar 2.2 Tipe Komposit Serat 7

Gambar 2.3 Reaksi Epoksi Tahap 1 11

Gambar 2.4 Reaksi Epoksi Tahap 2 12

Gambar 2.5 Reaksi Epoksi Tahap 3 12

Gambar 2.6 Rumus Struktur Epoksi 13

Gambar 2.7 Metode Hand Lay Up 20

Gambar 2.8 Kurva Hubungan Gaya Tarik Terhadap Pertambahan Panjang 21 Gambar 2.9 Kurva Tegangan dan Regangan Hasil Uji Tarik 23

Gambar 2.10 Penampang Uji Lentur 23

Gambar 2.11 Spesimen Uji Kekuatan Bentur 25

Gambar 2.12 Peralatan Uji Skematik Peralatan Uji Bentur 26 Gambar 2.13 Jenis Mobil Sports yang Menggunakan Komponen Leaf Spring

Dari Komposit Epoksi 29

Gambar 2.14 Leaf Spring Dari Bahan Komposit Epoksi 29 Gambar 2.15 Posisi Leaf Spring Pada Bagian Depan Setir Mobil 29 Gambar 2.16 Cover Kaca Spion Mobil Dari Komposit Epoksi 30 Gambar 3.1 Flowchart Pembuatan Komposit Epoksi Berpengisi Serat

Daun Nanas 34

Gambar 3.2 Dimensi Spesimen Uji Tarik 35

Gambar 3.3 Dimensi Spesimen Uji Lentur 36

Gambar 3.4 Dimensi Spesimen Uji Bentur 36

Gambar 4.1 Struktur Resin Epoksi 38

Gambar 4.2 Hasil Analisis FT-IR 38

Gambar 4.3 Pengaruh Panjang dan Komposisi Serat Terhadap Kekuatan Tarik (Tensile Strength) Komposit Epoksi Berpengisi Serat

Daun Nanas 40

Gambar 4.4 Pengaruh Panjang dan Komposisi Serat Terhadap Sifat Pemanjangan Saat Putus (Elongation At Break) Komposit


(15)

Epoksi Berpengisi Serat Daun Nanas 42 Gambar 4.5 Pengaruh Panjang dan Komposisi Serat Terhadap Kekuatan

Lentur (Flexural Strength) Komposit Epoksi Berpengisi Serat

Daun Nanas 44

Gambar 4.6 Pengaruh Panjang dan Komposisi Serat Terhadap Kekuatan Bentur (Impact Strength) Komposit Epoksi Berpengisi Serat

Daun Nanas 46

Gambar 4.7 Hasil Analisis SEM 48

Gambar 4.8 Pengaruh Komposisi Serat Terhadap Daya Serap Air (Water

Absorption) Komposit Epoksi Berpengisi Serat Daun Nanas 49 Gambar 4.9 Pengikatan Molekul Air Oleh Serat Alam 50

Gambar L3.1 Serat Daun Nanas 61

Gambar L3.2 Resin Epoksi 61

Gambar L3.3 Hardener 61

Gambar L3.4 Spesimen Uji Tarik 62

Gambar L3.5 Spesimen Uji Lentur 62

Gambar L3.6 Spesimen Uji Bentur 62

Gambar L3.7 Alat Uji Tarik UTM Gotech Al-7000M 62 Gambar L3.8 Alat Uji Lentur UTM Gotech Al-7000M 63


(16)

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 2.1 Klasifikasi Serat 14

Tabel 2.2 Komposisi Serat Daun Nanas dan Serat Alami Lainnya 15

Tabel 2.3 Sifat – Sifat Mekanis Serat Alami 15

Tabel 2.4 Perbandingan Harga Antara Serat Alam dan Serat Sintetik 28 Tabel 2.5 Rincian Biaya Pembuatan Komposit Epoksi Berpengisi Serat Daun

Nanas 30

Tabel 2.6 Perkiraan Rincian Biaya Pembuatan Produk 31

Tabel 4.1 Hasil Pembacaan Analisis FT-IR 39

Tabel L1.1 Data Hasil Uji Kekuatan Tarik 57

Tabel L1.2 Data Pemanjangan Saat Putus 58

Tabel L1.3 Data Hasil Uji Kekuatan Lentur 58

Tabel L1.4 Data Hasil Uji Kekuatan Bentur 59


(17)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

LAMPIRAN 1 DATA PENELITIAN 57

L1.1 DATA HASIL UJI KEKUATAN TARIK 57

L1.2 DATA PEMANJANGAN SAAT PUTUS 58

L1.3.DATA HASIL UJI KEKUATAN LENTUR 58

L1.4 DATA HASIL UJI KEKUATAN BENTUR 59

L1.5 DATA HASIL UJI DAYA SERAP AIR 59

LAMPIRAN 2 CONTOH PERHITUNGAN 60

L2.1 PERHITUNGAN UJI DAYA SERAP AIR KOMPOSIT 60

LAMPIRAN 3 DOKUMENTASI PENELITIAN 61

L3.1 SERAT DAUN NANAS 61

L3.2 RESIN EPOKSI DAN HARDENER 61

L3.3 SPESIMEN UJI 62

L3.4 ALAT UJI TARIK UNIVERSAL TESTING MACHINE (UTM) GOTECH AL-7000M 62 L3.5 ALAT UJI LENTUR UNIVERSAL TESTING MACHINE (UTM) GOTECH AL-7000M 63


(18)

DAFTAR SINGKATAN

ASTM American Standart Testing of Material

CMC Ceramic Matrix Composite

FTIR Fourier Transform Infra Red

MMC Metal Matrix Composite

PMC Polymer Matrix Composite

PE Polyethylene

PEEK Polyetheretherketone

PI Polyamide

PP Polypropylene

PS Polysulfone

PPS Polyenylene Sulfide

SEM Scanning Electron Microscopy

UTS Ultimate Tensile Strength


(19)

DAFTAR SIMBOL

Simbol Keterangan Dimensi

Ao Luas penampang awal m2

Fmax Beban maksimum N

Engineering stress Nm-2

Engineering strain -

lo Panjang awal m

lt Panjang akhir m

l Pertambahan panjang m

E Modulus elastis / Modulus Young Mpa

M Momen flexural -

b Kekuatan lentur Mpa

Eb Modulus elastisitas flexural m

B Lebar spesimen m

P Daya N

L Jarak antara titik tumpu m

d Tebal spesimen m

 Defleksi mm

D Kekakuan N/mm2

I Momen inersia mm4

Es Energi yang diserap Joule

M Massa pendulum Kg

G Percepatan gravitasi m/s2

R Panjang lengan m

HI Harga impact J/mm2

 Sudut pendulum sebelum diayunkan -

 Sudut ayunan pendulum setelah komposit patah -

We Berat komposit setelah perendaman Kg

Wo Berat komposit awal Kg


(20)

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh panjang dan komposisi serat terhadap sifat-sifat mekanik komposit epoksi berpengisi serat daun nanas. Komposit dibuat dengan metode hand lay up dengan mencampurkan epoksi dan pengisi serat daun nanas dengan variasi panjang serat 1 mm, 4 mm, 7 mm, dan 10 mm, serta dengan rasio antara matriks dan pengisi 95/5, 90/10, dan 85/15 (v/v). Sifat-sifat mekanik yang diuji yaitu kekuatan tarik, kekuatan lentur, kekuatan bentur, serta daya serap air. Dari karakteristik FT-IR diketahui terdapat gugus hidroksil (-OH) yang menandakan telah terjadinya interaksi antara matriks dengan pengisi. Hasil pengujian sifat-sifat mekanik menunjukkan bahwa, pada panjang serat 10 mm dengan rasio matriks dan pengisi 90/10 diperoleh kekuatan tarik maksimum sebesar 31,155 MPa. Sementara itu, sifat pemanjangan saat putus mengalami peningkatan seiring bertambahnya panjang dan komposisi serat pada rasio 95/5 dan 90/10 dimana penurunan terjadi pada rasio 85/15. Pemanjangan tertinggi diperoleh pada panjang serat 10 mm dengan rasio 90/10 sebesar 10,571 %. Dari hasil pengujian kekuatan lentur diperoleh kekuatan lentur maksimum pada panjang serat 10 mm dengan rasio matriks dan pengisi 85/15 sebesar 25,448 MPa. Sedangkan dari hasil pengujian kekuatan bentur diperoleh kekuatan bentur maksimum pada panjang serat 10 mm dengan rasio matriks dan pengisi 85/15 sebesar 13,867 KJ/m2, dimana pada pengujian ini didukung oleh analisis scanning

electron microscopy (SEM). Pada uji daya serap air, penyerapan air semakin meningkat seiring bertambahnya jumlah pengisi, dimana penyerapan air terbesar diperoleh pada rasio 85/15 yaitu 1,5338 %. Dari hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa kekuatan maksimum komposit diperoleh pada panjang serat 10 mm dengan rasio 90/10 untuk kekuatan tarik dan rasio 85/15 untuk kekuatan lentur dan bentur.


(21)

ABSTRACT

This study aims to determine the effect of fiber length and fiber composition of the mechanical properties of epoxy composites filled with pineapple leaf fibers. Composites we made by hand lay up method by mixing epoxy and pineapple leaf fibers with fiber length variation of 1 mm, 4 mm, 7 mm and 10 mm, ratio between matrix and filler 95/5, 90/10, and 85/15 (v/v). Mechanical properties were tested, namely tensile strength, flexural strength, impact strength, and water absorption. From the FTIR characteristics known to have a hydroxyl group (-OH) which indicates the occurrence of interaction between matrix and filler. The results of testing the mechanical properties showed that, at 10 mm fiber length variation with the ratio of the matrix and filler 90/10 obtained a maximum tensile strength of 31,155 MPa. Meanwhile, the elongation at break increased with increasing fiber length and composition at a ratio of 95/5 and 90/10, in which the decline occurred in the ratio of 85/15. The highest elongation obtained at fiber length of 10 mm with a ratio of 90/10 was 10.571% Flexural strength of the test results obtained by the maximum bending force on the fiber length of 10 mm with the matrix and filler ratio of 85/15 for 24,448 MPa. While the results of impact strength testing gained impact strength maximum was fiber length of 10 mm with the matrix and filler ratio of 85/15 amounted to 13,867 KJ/m2, where the testing is supported by analysis of scanning electron microscopy (SEM). In the test water absorption, water absorption increased with increasing amount of filler, where the greatest water absorption was obtained at a ratio of 85/15 for 1.5338%. From these results it can be concluded that the maximum strength of the composite obtained at fiber length of 10 mm with a ratio of 90/10 for the tensile strength and the ratio of 85/15 for flexural strength and impact strength.


(22)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Dalam dunia yang modern ini penggunaan material komposit mulai banyak dikembangkan dalam industri manufaktur. Penggunaan material komposit yang ramah lingkungan dan bisa didaur ulang kembali, merupakan tuntutan teknologi saat ini. Salah satu komposit yang berkembang di dunia industri yaitu material komposit dengan pengisi (filler) baik yang berupa serat alami maupun serat buatan. Pada dasarnya material komposit merupakan gabungan dari dua atau lebih material yang berbeda menjadi suatu bentuk unit mikroskopik, yang terbuat dari bermacam-macam kombinasi sifat atau gabungan antara serat dan matriks. Saat ini bahan komposit yang diperkuat dengan serat merupakan bahan teknik yang banyak digunakan karena kekuatan dan kekakuan spesifik yang jauh di atas bahan teknik pada umumnya [1].

Epoksi termasuk kelompok polimer jenis termoset yang banyak digunakan sebagai bahan pelapis, perekat, dan sebagai matriks pada material komposit. Bahan ini sangat luas digunakan pada banyak aplikasi seperti automotif,

aerospace, perkapalan, dan peralatan elektronik [2]. Adapun kelebihan epoksi ini dibandingkan dengan resin lain yaitu sifat mekanik dan termal yang tinggi, tahan terhadap air, penyusutan yang rendah, usia pakai lama, tahan panas sampai temperatur hingga 220 0C, daya tahan kimia dan stabilitas dimensi yang baik, kuat dan daya lekat pada gelas dan logam yang baik [3]. Epoksi mengandung beberapa gugus diantaranya C=C, O–H dan C–H [4]. Adanya gugus O–H mengindikasikan bahwa epoksi memiliki potensi untuk berinteraksi dengan gugus O–H yang ada pada serat daun nanas.

Sementara itu, penggunaan serat alami sebagai penguat pada bahan komposit disebabkan karena melimpahnya jenis tanaman penghasil serat, khususnya di Indonesia, sehingga membuat para peneliti tertarik untuk mengembangkan material komposit menggunakan bahan dari serat alam. Material komposit yang berasal dari serat alam kekuatannya tidak kalah dengan material komposit dari logam seperti aluminum [5].


(23)

Nanas atau Ananas comosus merupakan salah satu alternatif tanaman penghasil serat yang selama ini hanya dimanfaatkan buahnya sebagai sumber bahan pangan, sedangkan daun nanas dapat dimanfaatkan sebagai bahan penghasil serat tekstil [6]. Dari penelitian yang telah dilakukan oleh Mujiyono dan Didik [7], diperoleh bahwa serat daun nanas memiliki kekuatan tarik hampir dua kali lebih tinggi dibandingkan dengan fiberglass, yaitu 42,33 kg/mm2 untuk serat daun nanas dan 21,65 kg/mm2 untuk fiberglass. Dengan demikian serat daun nanas memiliki potensi untuk digunakan sebagai pengisi dalam suatu komposit.

Dalam penelitian ini, digunakan jenis komposit diperkuat serat dengan orientasi acak, dimana panjang dan komposisi serat yang digunakan menjadi faktor yang sangat penting. Dari penelitian yang telah dilakukan oleh Dyah dkk. [8] tentang pengaruh panjang dan komposisi serat terhadap kekuatan impact

komposit poliester dan serat pandan wangi diperoleh untuk serat dengan panjang 3 cm, 4 cm, dan 5 cm berturut-turut yaitu 1306,667 KJ/m2, 1960 KJ/m2, dan 2400 KJ/m2, sedangkan untuk rasio matriks dan serat 80/20, 70/30, dan 60/40

berturut-turut yaitu 980 KJ/m2, 12968,667 KJ/m2, dan 2940 KJ/m2. Dari hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa semakin panjang serat dan bertambahnya komposisi serat yang digunakan maka kekuatan impact komposit tersebut akan semakin meningkat.

Berdasarkan uraian di atas maka dilakukan kajian mengenai pemanfaatan serat daun nanas sebagai pengisi pada matriks epoksi yang dapat menghasilkan bahan komposit yang memiliki sifat – sifat yang unggul / lebih baik.

1.2 PERUMUSAN MASALAH

Perumusan masalah yang dikaji dalam penelitian ini adalah :

1. Bagaimana pengaruh panjang serat terhadap sifat mekanik komposit epoksi berpengisi serat daun nanas.

2. Bagaimana pengaruh komposisi serat terhadap sifat mekanik komposit epoksi berpengisi serat daun nanas.


(24)

1.3 TUJUAN PENELITIAN

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh panjang serat dan komposisi pengisi terhadap sifat mekanik komposit epoksi berpengisi serat daun nanas.

1.4 MANFAAT PENELITIAN

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut : 1. Meningkatkan nilai tambah kegunaan dari tanaman nanas, khususnya serat

daun nanas.

2. Dapat dijadikan sebagai informasi karakteristik produk komposit epoksi berpengisi serat daun nanas.

3. Sebagai bahan perbandingan sifat komposit epoksi berpengisi serat daun nanas dengan komposit epoksi berpengisi lain yang telah diteliti sebelumnya.

1.5 RUANG LINGKUP PENELITIAN

Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Penelitian Departemen Teknik Kimia Fakultas Teknik dan Laboratorium Penelitian Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara serta Laboratorium Fisika Terpadu Universitas Negeri Medan. Adapun bahan baku yang digunakan pada penelitian ini, yaitu epoksi sebagai matriks dan serat daun nanas sebagai pengisi. Variasi yang dilakukan :

1. Variasi panjang serat, yaitu 1 mm, 4 mm, 7 mm, dan 10 mm.

2. Variasi komposisi matriks dan serat, yaitu 95/5, 90/10, dan 85/15 (v/v). Uji dan analisis yang dilakukan pada komposit epoksi adalah :

1. Analisis Fourier Transform Infra Red (FTIR). 2. Uji tarik (tensile strength) ASTM D638 tipe IV. 3. Uji lentur (flexural strength) ASTM D 790. 4. Uji bentur (impact strength) ASTM D 4812-11. 5. Analisis Scanning Electron Microscopy (SEM) . 6. Uji daya serap air (water absorption) ASTM D 570.


(25)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 KOMPOSIT

2.1.1 Pengertian Komposit

Di dalam dunia industri kata komposit dalam pengertian bahan komposit berarti terdiri dari dua atau lebih bahan yang berbeda yang digabung atau dicampur menjadi satu. Menurut Kaw, komposit adalah struktur material yang terdiri dari dua kombinasi bahan atau lebih, yang dibentuk pada skala makroskopik dan menyatu secara fisika [9]. Sedangkan menurut Matthews dkk, komposit adalah suatu material yang terbentuk dari kombinasi dua atau lebih material pembentuknya melalui campuran yang tidak homogen, dimana sifat mekanik dari masing-masing material pembentuknya berbeda. Dari campuran tersebut akan dihasilkan material komposit yang mempunyai sifat mekanik dan karakteristik yang berbeda dari material pembentuknya. Material komposit mempunyai sifat dari material konvensional pada umumnya dari proses pembuatannya melalui percampuran yang tidak homogen, sehingga kita leluasa merencanakan kekuatan material komposit yang kita inginkan dengan jalan mengatur komposisi dari material pembentuknya. Komposit merupakan sejumlah sistem multi fasa sifat gabungan, yaitu gabungan antara bahan matriks atau pengikat dengan penguat [10].

2.1.2 Jenis – Jenis Komposit 2.1.2.1 Berdasarkan Bahan Matriks

Berdasarkan bahan matriksnya, komposit dapat dibagi menjadi tiga [10], yaitu :

1. Komposit matriks logam atau yang dikenal dengan istilah Metal Matrix Composite (MMC). Komposit dengan matriks logam biasanya terdiri dari aluminium, titanium, dan magnesium. Secara umum komposit matriks logam mempunyai sifat seperti :


(26)

b. Kekuatan/kekakuan spesifik yang tinggi.

c. Diharapkan tahan terhadap temperatur yang tinggi.

2. Komposit matriks keramik atau yang dikenal dengan istilah Ceramic Matrix Composite (CMC). Adapun keuntungan yang diperoleh dari komposit matriks keramik seperti :

a. Tahan pada temperatur tinggi (creep).

b. Kekuatan tinggi, ketahanan korosi, dan tahan aus. Sedangkan kelemahan komposit matriks keramik yaitu :

a. Susah diproduksi dalam jumlah besar. b. Biaya mahal.

3. Komposit matriks polimer atau dikenal dengan istilah Polymer Matrix Composites (PMC). Untuk pembuatan komposit ini, jenis polimer yang banyak digunakan antara lain adalah :

a. Polimer termoplastik seperti poliester, nilon 66, polieter sulfon, polipropilen, dan polietereterketon. Komposit ini dapat didaur ulang.

b. Polimer termoset (untuk aplikasi temperatur tinggi) seperti epoksida, bismaleimida (BMI), dan poli imida (PI). Komposit ini tidak dapat didaur ulang.

Pada penelitian ini, jenis matriks yang digunakan adalah polimer termoset yaitu resin epoksi.

2.1.2.2 Berdasarkan Bahan Pengisi

Berdasarkan bahan pengisi yang digunakan, komposit dibagi menjadi tiga [1], yaitu:

1. Laminated Composite (Komposit Laminat)

Merupakan jenis komposit yang terdiri dari dua lapis atau lebih yang digabung menjadi satu dan setiap lapisnya memiliki karakteristik sifat sendiri.

2. Particulate Composite (Komposit Partikel)

Merupakan komposit yang menggunakan partikel/serbuk sebagai pengisinya dan terdistribusi secara merata dalam matriksnya.


(27)

3. Fibrous Composite (Komposit Serat)

Merupakan jenis komposit yang hanya terdiri dari satu lamina atau satu lapisan yang menggunakan penguat berupa serat (fiber). Fiber yang digunakan bisa berupa glass fibers, carbon fibers, aramid fibers (poly aramide), dan sebagainya. Fiber ini bisa disusun secara acak maupun dengan orientasi tertentu bahkan bisa juga dalam bentuk yang lebih kompleks seperti anyaman. Pada penelitian ini, jenis bahan pengisi yang digunakan adalah serat yaitu serat daun nanas.

2.1.2.3 Tipe – Tipe Komposit

Berdasarkan penempatannya ada beberapa tipe serat pada komposit [11], yaitu:

1. Komposit Serat Anyaman

Komposit ini tidak mudah dipengaruhi pemisahan antar lapisan karena susunan seratnya mengikat antar lapisan. Susunan serat memanjangnya yang tidak begitu lurus mengakibatkan kekuatan dan kekakuan melemah. 2. Komposit Gabungan

Komposit gabungan merupakan komposit gabungan antara tipe serat lurus dengan serat acak. Tipe ini digunakan supaya dapat menganti kekurangan sifat dari kedua tipe dan dapat menggabungkan kelebihannya.

3. Komposit Serat Panjang

Tipe ini mempunyai susunan serat panjang dan lurus, membentuk lamina diantara matriksnya. Tipe ini mempunyai kelemahan pemisahan antar lapisan.

4. Komposit Serat Pendek

Komposit ini adalah tipe komposit dengan serat pendek. Tipe ini dibedakan lagi menjadi tiga, yaitu :

a. Serat dengan susunan lurus. b. Serat dengan susunan miring. c. Serat acak.


(28)

(a) (b) (c)

Gambar 2.1 Tipe Komposit Serat Pendek [11]

Pada penelitian ini, jenis serat yang digunakan adalah serat pendek dengan arah orientasi acak.

(a) (b) (c) (d)

Gambar 2.2 Tipe Komposit Serat (a) Komposit Serat Panjang (b) Komposit Serat Anyaman (c) Komposit Serat Pendek (d) Komposit Gabungan [11]

2.1.3 Faktor – Faktor yang Mempengaruhi Sifat Komposit

Beberapa faktor yang dapat mempengaruhi sifat – sifat komposit yang dihasilkan antara lain [12] :

1. Faktor Letak Serat

Serat adalah bahan pengisi matriks yang digunakan untuk dapat memperbaiki sifat dan struktur matriks yang tidak dimilikinya, juga diharapkan mampu menjadi bahan penguat matriks pada komposit untuk menahan gaya yang terjadi.

Dalam pembuatan komposit tata letak dan arah serat dalam matriks yang akan menentukan kekuatan mekanik komposit, dimana letak dan arah dapat mempengaruhi kinerja komposit tersebut. Menurut tata letak dan arah serat diklasifikasikan menjadi tiga bagian yaitu:


(29)

a. One dimensional reinforcement, mempunyai kekuatan dan modulus maksimum pada arah axis serat.

b. Two dimensional reinforcement (planar), mempunyai kekuatan pada dua arah atau masing-masing arah orientasi serat.

c. Three dimensional reinforcement, mempunyai sifat isotropic

kekuatannya lebih tinggi dibanding dengan dua tipe sebelumnya. Pada pencampuran dan arah serat mempunyai beberapa keunggulan, jika orientasi serat semakin acak (random) maka sifat mekanik pada satu arahnya akan melemah, bila arah tiap serat menyebar maka kekuatannya juga akan menyebar ke segala arah maka kekuatan akan meningkat.

2. Panjang Serat

Panjang serat dalam pembuatan komposit serat pada matriks sangat berpengaruh terhadap kekuatan. Ada dua penggunaan serat dalam campuran komposit yaitu serat pendek dan serat panjang. Serat panjang lebih kuat dibanding serat pendek. Serat alami jika dibandingkan dengan serat sintetis mempunyai panjang dan diameter yang tidak seragam pada setiap jenisnya. Oleh karena itu panjang dan diameter sangat berpengaruh pada kekuatan maupun modulus komposit.

Panjang serat berbanding diameter serat sering disebut dengan istilah

aspect ratio. Bila aspect ratio makin besar maka makin besar pula kekuatan tarik serat pada komposit tersebut. Serat panjang (continous fiber) lebih efisien dalam peletakannya daripada serat pendek. Akan tetapi, serat pendek lebih mudah peletakannya dibanding serat panjang. Panjang serat mempengaruhi kemampuan proses dari komposit serat. Pada umumnya, serat panjang lebih mudah penanganannya jika dibandingkan dengan serat pendek. Serat panjang pada keadaan normal dibentuk dengan proses filament winding, dimana pelapisan serat dengan matriks akan menghasilkan distribusi yang bagus dan orientasi yang menguntungkan.

Ditinjau dari teorinya, serat panjang dapat mengalirkan beban maupun tegangan dari titik tegangan ke arah serat yang lain. Pada struktur

continous fiber yang ideal, serat akan bebas tegangan atau mempunyai tegangan yang sama. Selama fabrikasi, beberapa serat akan menerima


(30)

tegangan yang tinggi dan yang lain mungkin tidak terkena tegangan sehingga keadaan di atas tidak dapat tercapai.

Sedangkan komposit serat pendek, dengan orientasi yang benar, akan menghasilkan kekuatan yang lebih besar jika dibandingkan continous fiber. Hal ini terjadi pada whisker, yang mempunyai keseragaman kekuatan tarik setinggi 1500 kips/in2 (10,3 GPa). Komposit berserat pendek dapat diproduksi dengan cacat permukaan yang rendah sehingga kekuatannya dapat mencapai kekuatan teoritisnya.

Faktor yang mempengaruhi variasi panjang serat chopped fiber composites adalah critical length (panjang kritis). Panjang kritis yaitu panjang minimum serat pada suatu diameter serat yang dibutuhkan pada tegangan untuk mencapai tegangan saat patah yang tinggi.

3. Bentuk Serat

Bentuk serat yang digunakan untuk pembuatan komposit tidak begitu mempengaruhi, yang mempengaruhi adalah diameter seratnya. Pada umumnya, semakin kecil diameter serat akan menghasilkan kekuatan komposit yang lebih tinggi. Selain bentuknya kandungan seratnya juga mempengaruhi.

4. Faktor Matriks

Matriks dalam komposit berfungsi sebagai bahan mengikat serat menjadi sebuah unit struktur, melindungi dari perusakan eksternal, meneruskan atau memindahkan beban eksternal pada bidang geser antara serat dan matriks, sehingga matriks dan serat saling berhubungan.

Pembuatan komposit serat membutuhkan ikatan permukaan yang kuat antara serat dan matriks. Selain itu matriks juga harus mempunyai kecocokan secara kimia agar reaksi yang tidak diinginkan tidak terjadi pada permukaan kontak antara keduanya. Untuk memilih matriks harus diperhatikan sifat-sifatnya, antara lain seperti tahan terhadap panas, tahan cuaca yang buruk dan tahan terhadap goncangan yang biasanya menjadi pertimbangan dalam pemilihan material matriks.


(31)

Bahan Polimer yang sering digunakan sebagai material matriks dalam komposit ada dua macam adalah termoplastikdan termoset. Termoplastik dan termosetada banyak macam jenisnya, yaitu:

a. Termoplastik, contohnya : polyamide (PI), polysulfone (PS), polyetheretherketone (PEEK), polyhenylene sulfide (PPS), polypropylene (PP), polyethylene (PE), dan sebagainya.

b. Termoset, contohnya : epoksi, polyester, phenolic, plenol, resin amino, resin furan, dan sebagainya.

5. Faktor Ikatan Fiber Matriks

Komposit serat yang baik harus mampu untuk menyerap matriks yang memudahkan terjadi antara dua fase. Selain itu komposit serat juga harus mempunyai kemampuan untuk menahan tegangan yang tinggi, karena serat dan matriks berinteraksi dan pada akhirnya terjadi pendistribusian tegangan. Kemampuan ini harus dimiliki oleh matriks dan serat. Hal yang mempengaruhi ikatan antara serat dan matriks adalah void, yaitu adanya celah pada serat atau bentuk serat yang kurang sempurna yang dapat menyebabkan matriks tidak akan mampu mengisi ruang kosong pada cetakan. Bila komposit tersebut menerima beban, maka daerah tegangan akan berpindah ke daerah void sehingga akan mengurangi kekuatan komposit tersebut. Pada pengujian tarik komposit akan berakibat lolosnya serat dari matriks. Hal ini disebabkan karena kekuatan atau ikatan

interfacial antara matriks dan serat yang kurang besar. 6. Katalis

Katalis ini digunakan untuk membantu proses pengeringan resin dan serat dalam komposit. Waktu yang dibutuhkan resin untuk berubah menjadi plastik tergantung pada jumlah katalis yang dicampurkan. Semakin banyak katalis yang ditambahkan maka makin cepat pula proses

curing-nya. tetapi apabila pemberian katalis berlebihan maka akan menghasilkan material yang getas ataupun resin bisa terbakar.


(32)

2.2 RESIN EPOKSI

Resin epoksi termasuk ke dalam golongan termoset, sehingga dalam pencetakan perlu diperhatikan hal-hal sebagai berikut [13] :

1. Mempunyai penyusutan yang kecil pada pengawetan.

2. Dapat diukur dalam temperatur kamar dalam waktu yang optimal.

3. Memiliki viskositas yang rendah disesuaikan dengan material penyangga. 4. Memiliki kelengketan yang baik dengan material penyangga.

Resin ini berbentuk cairan kental atau hampir padat, yang digunakan untuk material ketika hendak dikeraskan. Hardener untuk sistem curing pada temperatur ruang dengan resin epoksi pada umumnya adalah senyawa poliamid yang terdiri dari dua atau lebih grup amina. Curing time sistem epoksi bergantung pada kereaktifan atom hidrogen dalam senyawa amina.

Reaksi curing pada sistem resin epoksi secara eksotermis, berarti dilepaskan sejumlah kalor pada proses curing berlangsung. Laju kecepatan proses

curing bergantung pada temperatur ruang. Untuk kenaikan temperatur setiap 10oC, maka laju kecepatan curing akan menjadi dua kali lebih cepat, sedangkan untuk penurunan temperaturnya dengan besar yang sama, maka laju kecepatan

curing akan turun menjadi setengah dari laju kecepatan curing sebelumnya. Epoksi memiliki ketahanan korosi yang lebih baik dari pada polyester pada keadaan basah, namun tidak tahan terhadap asam. Epoksi memiliki sifat mekanik, listrik, kestabilan dimensi dan penahan panas yang baik [13].

Tahapan reaksi curing dari resin epoksi [14], yaitu:

1. Sebuah grup epoksi bereaksi dengan satu –NH yang terdapat pada amina, dimana setiap grup epoksi dibuka maka satu gugus hidroksil akan dihasilkan.

CH3

CH3 NH2

NH2 NH2 NH2

CH3

CH3 N

NH2 N NH2

H CH2

OH OH

CH2

H


(33)

2. Tahapan selanjutnya adalah proses pengikatan rantai satu sama lainnya atau sambung silang, untuk mencapai hal ini setiap molekul amina akan mempunyai lebih dari dua gugus –NH, terjadi saling mengikat antara rantai molekul ini menyebabkan peningkatan viskositas yang cepat.

CH3 CH3 CH3 OH OH CH3 N

NH2 N NH2

H

CH2 CH2

H

CH3

OH OH

CH3

N

NH2 N

H

CH2 CH2

CH2

OH

Gambar 2.4 Reaksi Epoksi Tahap 2 [14]

3. Grup epoksi yang tidak bereaksi dapat berikatan dengan gugus hidroksil dari rantai yang lain dengan bantuan katalis amina dan panas matahari.

CH3 CH3 CH3 OH OH CH3 N

NH2 N

H

CH2 CH2

CH2 OH CH3 OH O CH3 N

NH2 N

H

CH2 CH2

CH2 OH

CH3

CH3

OH


(34)

4. Berikut merupakan struktur epoksi yang sudah mengalami proses curing.

Gambar 2.6 Rumus Struktur Epoksi [14]

2.3 SERAT

Serat dikelaskan dalam dua bagian besar yaitu serat alam dan serat buatan. Serat alam yang utama adalah kapas, wol, sutra, sedangkan serat buatan seperti rayon, poliester, akril, atau nilon. Setiap serat buatan (sintetik) terdiri dari rantai polimer, dan kebanyakan merupakan polimer berkristal, sehingga sifat kimianya bergantung kepada struktur rantai polimer tersebut. Serat mempunyai bentuk tipis dan panjang. Dalam molekul rantai serat, orientasi molekul tersusun dalam arah memanjang menurut arah panjang serat. Tegangan tarik dan modulus elastik pada arah memanjang (modulus Young) untuk bahan serat adalah relatif tinggi [15].


(35)

Adapun klasifikasi serat dapat dilihat pada tabel di bawah ini : Tabel 2.1 Klasifikasi Serat [15]

Serat kimia atau buatan

Serat regenerasi Selulosa (Rayon) Serat semi sintetik Selulosa (Asetat)

Serat protein (Promiks)

Serat sintetik

Poliamid (Nilon 6, Nilon 66) Polivinil alkohol (Vinilon) Polivinilidin klorida (Vinilidin) Polivinil klorida (PVC)

Poliester

Poliakrilonitril (Akril) Polietilen (PE)

Polipropilen (PP) Serat anorganik Serat gelas

Serat karbon

Serat alam

Serat tumbuhan Kapas, flaks, rami, jut Serat binatang Wol, sutra

Serat galian Asbes

2.3.1 Serat Daun Nanas

Serat daun nanas (pineapple leaf fibres) adalah salah satu jenis serat yang berasal dari tumbuhan (vegetable fibre) yang diperoleh dari daun-daun tanaman nanas. Bentuk daun nanas menyerupai pedang yang meruncing diujungnya dengan warna hijau kehitaman dan pada tepi daun terdapat duri yang tajam. Tergantung dari species atau varietas tanaman, panjang daun nanas berkisar antara 55 sampai 75 cm dengan lebar 3,1 sampai 5,3 cm dan tebal daun antara 0,18 sampai 0,27 cm.

Pengambilan serat daun nanas pada umumnya dilakukan pada usia tanaman berkisar antara 1 sampai 1,5 tahun. Serat yang berasal dari daun nanas yang masih muda pada umumnya tidak panjang dan kurang kuat. Sedang serat yang dihasilkan dari tanaman nanas yang terlalu tua, terutama tanaman yang pertumbuhannya di alam terbuka dengan intensitas matahari cukup tinggi tanpa pelindung, akan menghasilkan serat yang pendek kasar dan getas atau rapuh [16].

Adapun komposisi serat daun nanas dan serat alami lainnya dapat di lihat pada tabel di bawah ini :


(36)

Tabel 2.2 Komposisi Serat Daun Nanas dan Serat Alami lainnya [17] Komposisi Kimia Serat Nanas (%) Serat Kapas (%) Serat Rami

(%)

Alpha Selulosa 69,5 – 71,5 94 72 – 92

Pentosa 17 – 17,8 - -

Lignin 4,4 – 4,7 - 0 – 1

Pektin 1 – 1,2 0,9 3 – 27

Lemak dan Wax 3 – 3,3 0,6 0,2

Abu 0,71 – 0,87 1,2 2,87

Zat – zat lain (protein,

asam organik, dll) 4,5 – 5,3 1,3 6,2

Adapun perbandingan sifat mekanis serat daun nanas dengan serat alami lainnya dapat dilihat pada tabel di bawah ini :

Tabel 2.3 Sifat - Sifat Mekanis Serat Alami [18]

Serat Kekuatan Tarik (MPa) Pemanjangan (%) Kekerasan (MPa)

Tandan sawit 248 14 2.000

Mesocarp sawit 80 17 500

Sabut kelapa 140 25 3.200

Pisang 540 3 816

Sisal 580 4,3 1.200

Daun nanas 640 2,4 970

Berdasarkan data dari Tabel 2.3 yang menunjukkan bahwa serat daun nanas memiliki kekuatan tarik yang tertinggi diantara serat alami lainnya dan kekerasan yang cukup baik, dimana dari kedua data ini mengindikasikan bahwa serat daun nanas memiliki sifat yang kuat, sehingga berpotensi untuk dijadikan bahan pengisi pada komposit epoksi.

2.3.2 Proses Pengambilan Serat Daun Nanas

Proses pengambilan serat dari daunnya dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu dengan tangan (manual) ataupun dengan peralatan decorticator. Cara yang paling umum dan praktis adalah secara manual, yaitu dengan proses water retting

dan scraping. Water retting adalah proses yang dilakukan oleh micro-organism

(bacterial action) untuk memisahkan atau membuat busuk zat-zat perekat (gummy substances) yang berada disekitar serat daun nanas, sehingga serat akan mudah terpisah dan terurai satu dengan lainnya. Proses water retting dilakukan dengan cara memasukkan daun-daun nanas ke dalam air dalam waktu tertentu. Karena


(37)

water retting pada dasarnya adalah proses micro-organism, maka beberapa faktor sangat berpengaruh terhadap keberhasilan proses ini, antara lain kondisi dari pH air, temperatur, cahaya, perubahan kondisi lingkungan, aeration, macronutrients, jenis bakteri yang ada dalam air, dan lamanya waktu proses [19].

Daun-daun nanas yang telah mengalami proses water retting kemudian dilakukan proses pengikisan atau pengerokan (scraping) dengan menggunakan plat atau pisau yang tidak tajam untuk menghilangkan zat-zat yang masih menempel atau tersisa pada serat, sehingga serat – serat daun nanas akan lebih terurai satu dengan lainnya. Serat-serat tersebut kemudian dicuci dan dikeringkan. Karena dilakukan dengan tangan (manual), proses water retting dan terutama pada proses scraping diperlukan keahlian dan kesabaran seseorang untuk mengerjakannya. Penelitian menunjukkan kadang proses water retting ini akan menghasilkan warna serat daun nanas yang kecoklat-coklatan akibat adanya proses micro-organism yang tumbuh pada serat tersebut, yang pada umumnya dikenal dengan istilah rust atau karat [19].

Pengambilan serat daun nanas dengan mesin decorticator disebut dengan dekortikasi. Mesin decorticator terdiri dari suatu drum yang dapat berputar pada porosnya. Pada permukaan cylinder terpasang beberapa plat yang memiliki jarum-jarum halus (blades) yang akan menimbulkan proses pemukulan (beating action) pada daun nanas, saat cylinder berputar sehingga akan menguraikan serat daun nanas [16].

2.4 PROSES PABRIKASI KOMPOSIT

Material komposit dapat diproduksi dengan berbagai macam metode proses pabrikasi. Metode-metode pabrikasi ini disesuaikan dengan jenis matriks penyusun komposit dan bentuk material komposit yang diinginkan sesuai aplikasi selanjutnya, antara lain [12] [20]:

2.4.1 Close Molding Process (Pencetakan Tertutup)

Beberapa jenis metode pabrikasi komposit dengan metode pencetakan tertutup antara lain [12] [20]:


(38)

1. Compression molding

Metode ini menggunakan cetakan yang ditekan pada tekanan tinggi sampai mencapai 1000 psi. Di awali dengan mengalirkan resin dan

reinforcement dengan viskositas yang tinggi ke dalam cetakan dengan suhu 330 - 400oF, kemudian mold ditutup dan penekanan terhadap material komposit tersebut, sehingga terjadi perubahan kimia yang menyebabkan mengerasnya material komposit secara permanen mengikuti bentuk cetakan.

2. Pultrusion

Pada metode ini pembentukan material komposit yang menggabungkan antara resin dan fiber berlangsung secara kontinu. Proses pultrusi digunakan pada pabrikasi komposit yang berprofil penampang lintang tetap, seperti pada berbagai macam rods, bar section, ladder side rails, tool handles dan komponen elektrikal kabel. Reinforcement yang digunakan seperti roving, matdiletakkan pada tempat yang khusus dengan menggunakan performing shapers atau guides untuk membentuk karakteristiknya. Proses penguatan dilakukan melalui resin bath atau wet out, yaitu tempat material diselubungi dengan cairan resin. Adanya panas akan mengaktifkan sistem curing sehingga akan mengubah fasa resin menjadi padat.

3. Resin Transfer Molding (RTM)

Pada proses ini resin ditransfer atau diinjeksikan ke dalam suatu tempat yang berisi fiberglass reinforcement. Metode ini termasuk closed mold process dimana reinforcement diletakkan di antara dua permukaan cetakan yang terdiri dari dua bagian yang satu disebut bagian female dan yang lainnya disebut male. Pasangan cetakan tersebut lalu ditutup, diberi klem, lalu resin termoset berviskositas rendah diinjeksikan pada tekanan 50 - 100 psi ke dalam lubang cetakan melalui port injeksi. Resin diinjeksikan sampai memenuhi seluruh rongga cetakan hingga meresap dan membasahi seluruh material reinforcement.


(39)

4. Vacuum Bag Molding

Metode ini merupakan pengembangan metode close mold yang bertujuan untuk meningkatkan sifat mekanik dengan cara meminimalisasi jumlah udara yang terperangkap dalam proses pembuatannya. Selain itu dengan berkurangnya tekanan di dalam vacuum bag molding maka tekanan udara atmosferik dari luar akan digunakan sebagai gaya untuk menghilangkan kelebihan resin yang ada dalam laminasi sehingga menghasilkan kandungan fiber reinforcement yang tinggi. Bentuk cetakan yang digunakan disesuaikan dengan bentuk produk yang ingin dibuat. 5. Wet Lay-Up

Metode ini reinforcement digabungkan dengan menggunakan tangan seperti metode hand lay-up untuk kemudian ditaruh ke dalam cetakan vacuum bag untuk mempercepat proses laminasi dan menghilangkan udara yang terperangkap yang dapat menimbulkan adanya

void dalam produk komposit yang dicetak. 6. Prepreg

Metode ini merupakan metode advance dalam pembuatan komposit dengan adanya pemanasan atau cetakan yang diletakan pada

autoclave setelah campuran komposit dimasukkan. Hal ini bertujuan untuk meningkatkan gaya tekan dari luar. Teknik menggunakan prepreg-vacuum bag-autoclave banyak dimanfaatkan untuk pembuatan peralatan pesawat terbang dan perlengkapan militer.

7. Vacuum Infusion Processing

Metode ini adalah variasi dari vacuum bag molding dimana resin yang dituang dalam ruang hampa masuk ke dalam cetakan dan membentuk laminasi. Pada metode ini tekanan dalam rongga cetakan lebih rendah dibandingkan tekanan atmosferik udara. Setelah cetakan dipenuhi resin kemudian dilapisi dengan fiber reinforcement dapat menggunakan tangan yang disebut dengan istilah lay-up dry, kemudian resin diinfusikan kembali ke dalam cetakan untuk menyempurnakan sistem laminasi komposit sehingga tidak terdapat ruang untuk kelebihan resin. Rasio resin yang sangat tinggi terhadap fiber glass yang digunakan memungkinkan


(40)

penggunaan metode vacuum Infusion yang menghasilkan sifat mekanik sistem laminasi yang sangat baik. Vacuum Infusion Processing dapat digunakan untuk pencetakan dengan struktur yang besar dan tidak dianjurkan untuk proses dengan volume yang rendah.

2.4.1 Open Molding Process (Pencetakan Terbuka)

Beberapa metode pabrikasi komposit dengan pencetakan terbuka antara lain [12] [20]:

1. Chopped Laminate Process

Proses ini menggunakan alat pemotong fiber yang biasanya serat panjang membentuk serat menjadi lebih pendek.

a. Atomized Spray-Up, pada teknik pabrikasinya sistem pada metode ini tidak kontinu, biasanya digunakan untuk membuat material komposit dengan ukuran yang lebih kecil.

b. Non Atomized Application, untuk metode ini pada pengaplikasiannya menggunakan mesin potong fiber, pelaminasi resin dan tekanan dari roller yang berjalan kontinu. Metode ini lebih menguntungkan bila digunakan untuk pabrikasi material komposit yang berdimensi besar mengingat prosesnya yang kontinu.

2. Filament Winding Process

Proses ini melalui metode yang memanfaatkan sistem gulungan benang pada sebuah sumbu putar. Serat komposit dibuat dalam bentuk benang digulung pada sebuah mandril yang dibentuk sesuai dengan bentuk rancangan benda teknik, misalnya berbentuk tabung, kemudian resin yang berfungsi sebagai matriks dituangkan bersamaan dengan proses penggulungan serat tersebut, sehingga keduanya merekat dan saling mengikat antara satu lapisan gulungan dengan gulungan berikutnya, sampai membentuk benda teknik yang direncanakan.

3. Hand Lay-Up Process

Pada Penelitian ini digunakan metode pencetakan terbuka jenis


(41)

dan dengan memanfaatkan keterampilan tangan. Serat bahan komposit ditata sedemikian rupa mengikuti bentuk cetakan atau mandril, kemudian dituangkan resin sebagai pengikat antara satu lapisan serat dengan lapisan yang lain. Demikian seterusnya, sehingga sesuai dengan ukuran dan bentuk yang telah ditentukan. Ada dua cara aplikasi resin yaitu:

a. Manual Resin Application, proses pengaplikasian antara resin dan

fiber dilakukan secara manual dengan tangan.

b. Mechanical Resin Application, proses pengaplikasian antara resin dan fiber menggunakan bantuan mesin dan berlangsung secara kontinu.

Gambar 2.7 Metode Hand Lay-Up [12]

2.5 PENGUJIAN KOMPOSIT

2.5.1 Analisis Fourier Transform Infra Red (FT-IR)

Spektrofotometer infra merah terutama ditujukan untuk senyawa organik yaitu menentukan gugus fungsional yang dimiliki senyawa tersebut. Pola pada daerah sidik jadi sangat berbeda satu dengan yang lain, karenanya hal ini dapat digunakan untuk mengidentifikasi senyawa tersebut. Penetapan secara kualitatif dapat dilakukan dengan membandingkan tinggi peak (transmitansi) pada panjang gelombang tertentu yang dihasilkan oleh zat yang diuji dan zat yang standar. Dalam ilmu material analisa ini digunakan untuk mengetahui ada tidaknya reaksi atau interaksi antara bahan-bahan yang dicampurkan. Selain itu, nilai intensitas


(42)

gugus yang terdeteksi dapat menentukan jumlah bahan yang bereaksi atau yang terkandung dalam suatu campuran [21].

2.5.2 Pengujian Kekuatan Tarik (Tensile Strength)

Uji tarik adalah salah satu uji stress-strain mekanik yang bertujuan mengetahui kekuatan bahan terhadap gaya tarik. Dengan melakukan uji tarik kita mengetahui bagaimana bahan tersebut bereaksi terhadap tenaga tarikan dan mengetahui sejauh mana material bertambah panjang. Bila kita terus menarik suatu bahan sampai putus, kita akan mendapatkan profil tarikan yang lengkap berupa kurva. Kurva ini menunjukkan hubungan antara gaya tarikan dengan perubahan panjang.

Daerah linier Titik luluh

Tegangan tarik maksimum

Titik putus

Pertambahan panjang

G

a

ya

t

a

ri

k

Gambar 2.8 Kurva Hubungan Gaya Tarik Terhadap Pertambahan Panjang [22]

Adapun yang menjadi perhatian dalam gambar tersebut adalah kemampuan maksimum bahan dalam menahan beban. Kemampuan ini umumnya disebut Ultimate Tensile Strength disingkat dengan UTS. Untuk semua bahan, pada tahap sangat awal uji tarik, hubungan antara beban atau gaya yang diberikan berbanding lurus dengan perubahan panjang bahan tersebut. Ini disebut daerah linier atau linear zone. Di daerah ini, kurva pertambahan panjang vs beban


(43)

mengikuti aturan Hooke, yaitu rasio tegangan (stress) dan regangan (strain) adalah konstan [22].

Pengujian dilakukan sampai sampel uji patah, maka pada saat yang sama diamati pertambahan panjang yang dialami sampel uji. Kekuatan tarik atau tekan diukur dari besarnya beban maksimum (Fmaks) yang digunakan untuk memutuskan

/ mematahkan spesimen bahan dengan luas awal A0. Hasil pengujian adalah grafik

beban vs perpanjangan (elongasi) [22].

Enginering Stess (σ) :

σ =

(2.1)

dimana :

Fmaks = Beban yang diberikan terhadap penampang spesimen (N)

A0 = Luas penampang awal spesimen sebelum diberikan pembebanan (m2)

σ = Enginering Stress (Nm-2)

Enginering Strain ( ):

=

(2.2)

dimana :

= Enginering Strain

lo = Panjang mula-mula spesimen sebelum pembebanan

lt = Panjang setelah pembebanan

Δl = Pertambahan panjang

Hubungan antara stress dan strain dirumuskan:

E =

(2.3)

dimana :

E = Modulus Elastisitas atau Modulus Young(Nm-2)

σ = Enginering Stress (Nm-2)


(44)

Dari gambar kurva hubungan antara gaya tarikan dan pertambahan panjang kita dapat membuat hubungan antara tegangan dan regangan (stress vs

strain). Selanjutnya kita dapat gambarkan kurva standar hasil eksperimen uji tarik [22].

Daerah linier

Tegangan tarik maksimum

Titik putus

Regangan

T

e

g

a

n

g

a

n

Regangan maksimum Deformasi plastis

Gambar 2.9 Kurva Tegangan dan Regangan Hasil Uji Tarik [22]

2.5.3 Pengujian Kekuatan Lentur (Flexural Strength)

Pada pengujian ini bertujuan untuk mengetahui besarnya kekuatan lentur dari material komposit. Pengujian dilakukan dengan jalan memberi beban lentur secara perlahan-lahan sampai spesimen mencapai titik lelah. Pada perlakuan uji lentur bagian atas spesimen mengalami proses penekanan dan bagian bawah mengalami proses tarik sehingga akibatnya spesimen mengalami patah bagian bawah karena tidak mampu menahan tegangan tarik. Dimensi balok dapat kita lihat pada gambar berikut ini [23]:

R1 R2

L/2 L/2

P

b

d


(45)

Momen flexural yang terjadi pada komposit dapat dihitung dengan persamaan [24]:

M = x (2.4)

Menentukan kekuatan lentur menggunakan persamaan [24]:

σ

b

=

(2.5)

Sedangkan untuk menentukan modulus elastisitas flexural menggunakan rumus sebagai berikut [24]:

Eb = (2.6)

dimana:

M = momen flexural σ b = kekuatan lentur (MPa)

P = beban yang diberikan (N) L = jarak antara titik tumpuan (mm) b = lebar spesimen (mm)

d = tebal spesimen (mm) = defleksi (mm)

Eb = modulus elastisitas (MPa)

Sedangkan kekakuan dapat dicari dengan persamaan [24] :

(2.7)

(2.8) dimana :

D = kekakuan (N/mm2)

E = modulus elastisitas (N/mm2) I = momen inersia (mm4) b = lebar (mm)


(46)

2.5.4 Pengujian Kekuatan Bentur (Impact Strength)

Pengujian impact bertujuan untuk mengukur berapa energi yang dapat diserap suatu material sampai material tersebut patah. Pengujian impact

merupakan respon terhadap beban kejut atau beban tiba-tiba (beban impact). Dalam pengujian impact terdiri dari dua teknik pengujian standar yaitu Charpy dan Izod. Pada pengujian standar Charpy dan Izod, dirancang dan masih digunakan untuk mengukur energi impact yang juga dikenal dengan ketangguhan takik [25].

Gambar 2.11 Spesimen Uji Kekuatan Bentur [25]

Spesimen uji kekuatan bentur dalam penelitian ini adalah jenis unnochted izod berbentuk batang dengan penampang lintang bujur sangkar. Mesin pengujian

impact diperlihatkan secara skematik dengan (Gambar 2.12). Beban didapatkan dari tumbukan oleh palu pendulum yang dilepas dari posisi ketinggian h. Spesimen diposisikan pada dasar seperti pada (Gambar 2.11) tersebut. Ketika dilepas, ujung pisau pada palu pendulum akan menabrak dan mematahkan spesimen ditakikannya yang bekerja sebagai titik konsentrasi tegangan untuk pukulan impact kecepatan tinggi. Palu pendulum akan melanjutkan ayunan untuk mencapai ketinggian maksimum h’ yang lebih rendah dari h. Energi yang diserap dihitung dari perbedaan h’ dan h (mgh –mgh’), adalah ukuran dari energi impact. Posisi simpangan lengan pendulum terhadap garis vertikal sebelum dibenturkan

adalah α dan posisi lengan pendulum terhadap garis vertikal setelah membentur spesimen adalah β. Dengan mengetahui besarnya energi potensial yang diserap


(47)

Gambar 2.12 Peralatan Uji Skematik Peralatan Uji Bentur [23]

Es = energi awal – energi yang tersisa

= m.g.h –m.g.h’ (2.9)

= m.g.(R –R.cos α) – m.g.(R –R.cos β) (2.10) Es = m.g.R.(cos β –cos α), (2.11)

dimana :

Es = energi yang diserap (J)

m = berat pendulum (kg) = 20 kg

g = percepatan gravitasi (m/s2) = 10 m/s2 R = panjang lengan (m) = 0,8 m

α = sudut pendulum sebelum diayunkan = 30o

β = sudut ayunan pendulum setelah mematahkan spesimen

Harga impact dapat dihitung dengan :

(2.12)

dimana :


(48)

Es = energi yang diserap (J)

Ao = Luas penampang (mm2)

Keretakan akibat uji bentur ada tiga bentuk [23], yaitu : 1. Patahan getas

Permukaan patahan terlihat rata dan mengkilap, kalau potongan-potongannya kita sambungkan lagi, ternyata keretakannya tidak disertai dengan deformasinya bahan. Patahan jenis ini mempunyai harga impact

yang rendah. 2. Patahan liat

Permukaan patahan ini tidak rata, nampak seperti buram dan berserat, tipe ini mempunyai harga impact yang tinggi.

3. Patahan campuran

Patahan yang terjadi merupakan campuran dari patahan getas dan patahan liat. Patahan ini paling banyak terjadi.

Semakin besar posisi sudut β akan semakin getas, demikian sebaliknya. Artinya pada material getas, energi untuk mematahkan material cenderung semakin kecil, demikian sebaliknya [23].

2.5.5 Analisis Scanning Electron Microscopy (SEM)

Analisis ini digunakan sebagai data pendukung dalam pengujian kekuatan bentur, dengan menggunakan analisis SEM kita dapat melihat struktur mikroskopi untuk mengetahui bentuk patahan yang dialami komposit yang telah mengalami pengujian bentur [26].

2.5.6 Pengujian Daya Serap Air (Water Absorption)

Penyerapan air (water absorption) dalam komposit merupakan kemampuan komposit dalam menyerap uap air dalam waktu tertentu. Penyerapan air pada komposit merupakan salah satu masalah terutama dalam penggunaan komposit di luar ruangan. Semua komposit polimer akan menyerap air jika berada di udara lembab atau ketika polimer tersebut dicelupkan di dalam air. Penyerapan air pada komposit berpenguat serat alami


(49)

memiliki beberapa pengaruh yang merugikan dalam sifatnya dan mempengaruhi kemampuannya dalam jangka waktu yang lama juga penurunan secara perlahan dari ikatan interface komposit serta menurunkan sifat mekanis komposit seperti kekuatan tariknya. Penurunan ikatan antarmuka komposit menyebabkan penurunan sifat mekanis komposit tersebut. Karena itu, pengaruh dari penyerapan air sangat vital untuk penggunaan komposit berpenguat serat alami di lingkungan terbuka [27].

2.6 APLIKASI DAN KEGUNAAN PRODUK KOMPOSIT

Penggunaan serat alam (organik) seperti serat daun nanas memiliki potensi untuk digunakan sebagai pengganti fiberglass ataupun pengisi lainnya pada material komposit diperkuat serat. Potensi serat alam ini didukung oleh beberapa keunggulan serat organik, antara lain : densitas yang rendah, ramah lingkungan,

biodegradable, ketersediaan yang melimpah, ketangguhan yang tinggi, proses penyiapan yang relatif mudah, harga bahan baku yang relatif murah, dan mengurangi konsumsi energi pabrikasi [28]. Dari Tabel 2.4 dapat dilihat bahwa beberapa serat alam seperti kayu dan flax memiliki harga yang jauh lebih murah dibandingkan serat gelas [29].

Tabel 2.4 Perbandingan Harga antara Serat Alam dan Serat Sintetik [29]

Serat Harga Spesifik Graviti Harga

$/m3 kg/m3 $/kg

Kayu 420 1600 0,26

Flax 600 1500 0,40

Gelas 4850 2600 1,87

Serat Daun Nanas* 250 1072 0,24

*Untuk penelitian ini

Material komposit dapat digunakan dalam berbagai macam aplikasi. Bahan ini dapat digunakan dalam sektor aksesoris otomotif, beberapa diantaranya kaca spion, pengisi jok mobil, bamper mobil, dll. Dalam proses pabrikasi aksesoris tersebut biasanya menggunakan metode hand lay up [28]. Adapun industri otomotif yang menggunakan resin epoksi sebagai matriks dalam pembuatan aksesoris mobil sudah dijumpai pada tahun 1955, yaitu oleh perusahaan otomotif amerika yang memproduksi leaf spring yang digunakan pada mobil sports [30].


(50)

Gambar 2.13 Jenis Mobil Sports yang Menggunakan Komponen Leaf Spring Dari Komposit Epoksi [30]

Gambar 2.14 Leaf Spring Dari Bahan Komposit Epoksi [30]


(51)

Dalam penelitian ini, komposit epoksi berpengisi serat daun nanas diaplikasi dalam pembuatan aksesoris exterior mobil, yaitu cover kaca spion mobil.

(a) (b)

Gambar 2.16 Cover Kaca Spion Mobil Dari Komposit Epoksi (a) tampak depan (b) tampak belakang

2.7 ANALISIS BIAYA

Dalam penelitian ini, dilakukan suatu analisis biaya terhadap pembuatan komposit epoksi berpengisi serat daun nanas. Rincian biaya diberikan dalam Tabel 2.5 berikut.

Tabel 2.5 Rincian Biaya Pembuatan Komposit Epoksi Berpengisi Serat Daun Nanas

Bahan dan Peralatan Jumlah Harga (Rp) Biaya Total (Rp) Resin epoksi dan hardener 2 kg Rp 92.500 ,-/kg 185.000,- Lilin cetakan (malam) 4 buah Rp 5.000,-/buah 20.000,-

Serat daun nanas 500 gram Rp 2.800,-/kg 1.400,-

Plastik transparan 10 lembar Rp 500,-/lembar 5.000,- Analisis Fourier Transform

Infra-Red (FT-IR)

3 sampel Rp 75.000,-/sampel 225.000,-

Analisis sifat mekanik :  Uji Kekuatan Tarik  Uji Kekuatan Lentur  Uji Kekuatan Bentur

36 sampel 36 sampel 36 sampel Rp 30.000,-/sampel Rp 30.000,-/sampel Rp 30.000,-/sampel 1.080.000,- 1.080.000,- 1.080.000,- Analisis Scanning Electron

Microscopy (SEM)

3 sampel Rp 175.000,/sampel 525.000,-

Total 4.201.400,-

Dari rincian biaya yang telah dilakukan di atas maka total biaya yang diperlukan untuk membuat komposit epoksi berpengisi serat daun nanas, yaitu sebesar Rp 4.201.400,-.


(52)

Produk yang akan dihasilkan dari komposit epoksi berpengisi serat daun nanas yaitu cover kaca spion mobil. Adapun dimensi cover spion mobil yang akan diproduksi, yaitu :

 Panjang = 20 cm  Lebar = 13 cm  Tebal = 5 mm

Volume resin epoksi dan hardener yang diperlukan untuk membuat 1 unit cover

kaca spion adalah : v = p × l × t = 20 × 13 × 0,5 = 130 cm3

Adapun perkiraan biaya pembuatan 1 set produk (cover spion mobil sebelah kanan dan kiri) antara lain :

Tabel 2.6 Perkiraan Rincian Biaya Pembuatan Produk Bahan dan Peralatan Jumlah yang

diperlukan

Biaya Total (Rp)

Resin Epoksi dan Hardener 351 g 32.500,-

Serat daun nanas 32,5 g 100,-

Cetakan 2 buah 14.000,-

Biaya Tambahan - 4.660,-

Total Rp 51.260,-

Total biaya yang diperkirakan untuk membuat 1 set produk (cover kaca spion mobil sebelah kanan dan kiri), yaitu sebesar Rp 51.260,-. Harga produk sejenis di pasaran memiliki rentang harga Rp 125.000,- s/d Rp 250.000,- [31]. Oleh karena itu, maka produk ini memiliki potensi untuk dipasarkan dan bersaing dengan produk lainnya yang sejenis.


(53)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 LOKASI PENELITIAN

Penelitian dilakukan di Laboratorium Penelitian Departemen Teknik Kimia Fakultas Teknik dan Laboratorium Penelitian Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara serta Laboratorium Fisika Terpadu Universitas Negeri Medan.

3.2 BAHAN DAN PERALATAN 3.2.1 Bahan

Bahan baku yang digunakan sebagai fasa matriks adalah resin epoksi (Bisphenol A-epichlorohydrin) dengan wujud berupa cairan kental berwarna putih dengan densitas 1,17 gram/cm3 dan hardener (Polyaminoamide) yang diperoleh dari PT. Justus Kimia Raya. Sementara sebagai fasa pengisi digunakan serat daun nanas yang diperoleh dari CV. Hasanah Niaga, Bandung.

3.2.2 Peralatan

Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah: 1. Neraca elektrik

2. Gelas ukur 3. Beaker glass

4. Kuas atau roller

5. Gunting

6. Alat uji tarik dan lentur Gotech Al-7000M 7. Alat uji bentur Gotech

8. Mikrometer sekrup digital Mitutoyo 9. Kaca

10. Plastik 11. Lilin 12. Desikator

13. Fourier Transform Infra-Red (FTIR) SHIMADZU IR-PRESTIGE 21


(54)

3.3 PROSEDUR PENELITIAN

3.3.1 Prosedur Pembuatan Komposit Epoksi Berpengisi Serat Daun Nanas 1. Menimbang resin epoksi dan hardener epoksi dengan perbandingan 1 : 1

(v/v).

2. Menimbang serat daun nanas yang sudah dipotong sesuai dengan variabel yang telah ditentukan, yaitu 1 mm, 4 mm, 7 mm, dan 10 mm dengan rasio antara matriks dan pengisi 95/5, 90/10, 85/15 (v/v).

3. Cetakan disiapkan dengan menggunakan lilin yang beralas kaca dan dilapisi plastik tipis, kemudian lilin dibentuk sesuai dengan bentuk sampel pengujian standar ASTM D 638 TIPE IV untuk uji tarik, ASTM D 790 untuk uji lentur, ASTM D 4812-11 untuk uji bentur, dan ASTM D 570 untuk uji daya serap air.

4. Tuangkan resin epoksi ke dalam Beaker glass diikuti dengan penambahan serat daun nanas dan diaduk selama 5 menit, setelah merata tambahkan

hardener dan diaduk selama 3 menit.

5. Kemudian tuangkan campuran bahan ke dalam cetakan dan ratakan bagian permukaannya, setelah rata komposit didiamkan selama 1 hari pada suhu ruangan.

6. Komposit dikeluarkan dari cetakan.

7. Dilakukan pengujian terhadap komposit yaitu, analisis FT-IR, uji tarik (tensile strength), uji lentur (flexural strength), uji bentur (impact strength), analisis SEM dan uji daya serap air (water absorption).


(55)

3.3.2 Flowchart Pembuatan Komposit Epoksi Berpengisi Serat Daun Nanas

Mulai

Resin epoksi dicampurkan dengan serat daun nanas yang telah dipotong 1 mm, 4 mm, 7 mm, dan 10 mm

dengan rasio campuran matriks dan pengisi 95/5,

90/10, 85/15 (v/v) ke dalam Beaker glass

Campuran diaduk selama 5 menit

Ditambahkan hardener dengan rasio

antara resin dan hardener 1:1 (v/v)

Campuran diaduk selama 3 menit

Alas cetakan dilapisi dengan plastik tipis

Dituangkan campuran bahan ke dalam cetakan yang sudah disiapkan sesuai dengan bentuk spesimen pengujian sifat mekanik komposit

Ratakan permukaan campuran pada cetakan

Tunggu hingga kering selama 24 jam

Komposit yang sudah kering dilepas dari cetakan

Dilakukan analisis dan pengujian sifat-sifat mekanik terhadap komposit

Selesai Analisis

FT-IR

Uji tarik Uji lentur Uji bentur

Analisis SEM

Uji daya serap air

Gambar 3.1 Flowchart Penyediaan Komposit Epoksi Berpengisi Serat Daun Nanas


(56)

3.3.3 Pengujian Komposit

3.3.3.1 Analisis Fourier Transform Infra Red (FT-IR)

Sampel yang dianalisis, yaitu epoksi murni, serat daun nanas, dan komposit epoksi berpengisi serat daun nanas untuk melihat apakah ada terbentuk atau tidak terbentuknya gugus baru. Analisis FT-IR dilakukan di Laboratorium Penelitian Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara.

3.3.3.2 Uji Kekuatan Tarik (Tensile Strength) ASTM D 638 Tipe IV

Sifat mekanis biasanya dipelajari dengan mengamati sifat kekukatan tarik (t) menggunakan alat tensometer. Secara praktis kekuatan tarik diartikan sebagai

besarnya beban maksimum (Fmaks) yang dibutuhkan untuk memutuskan spesimen

bahan dibagi dengan luas penampang bahan. Gambar 3.2 menunjukkan dimensi dari spesimen uji tarik.

4 m

m

19 m

m

57 mm 13 mm

115 mm 165 mm

Gambar 3.2 Dimensi Spesimen Uji Tarik [23]

Komposit hasil spesimen dipilih dan dipotong membentuk spesimen untuk pengujian kekuatan tarik. Pengujian kekuatan tarik dilakukan dengan tensometer terhadap tiap spesimen dengan ketebalan 4 mm. Tensometer terlebih dahulu dikondisikan pada beban 100 kgf dengan kecepatan 50 mm/menit, kemudian dijepit kuat dengan penjepit yang ada di alat. Mesin dihidupkan dan spesimen akan tertarik ke atas spesimen diamati sampai putus, dicatat tegangan maksimum dan regangannya.


(57)

3.3.3.3 Uji Kekuatan Lentur (Flexural Strength) ASTM D 790

Spesimen yang akan diuji kekuatan lenturnya memiliki bentuk slab dan pengujian dilakukan dengan perlakuan uji tiga titik tekuk (three point bend test). Gambar 3.3 menunjukkan dimensi spesimen uji lentur.

12 cm

6

m

m

3 m

m

Gambar 3.3 Dimensi Spesimen Uji Lentur [23]

3.3.3.4 Uji Kekuatan Bentur (Impact Strength) ASTM D 4812-11

Spesimen yang akan diuji bentur mengikuti metoda Unnotched Izod. Gambar 3.4 menunjukan dimensi spesimen uji bentur.

60,5 mm

12,5 m

m

3,4 m

m

Gambar 3.4 Dimensi Spesimen Uji Bentur [23]

3.3.3.5 Analisis Scanning Electron Microscopy (SEM)

Sampel yang dianalisis yaitu hasil uji bentur komposit epoksi berpengisi serat daun nanas dengan salah satu komposisi yang memiliki sifat paling baik diantara variabel yang ada untuk melihat perubahan morfologi yang terjadi pada patahan komposit. Analisis SEM dilakukan di Laboratorium Fisika Terpadu Universitas Negeri Medan.


(58)

3.3.3.6 Uji Daya Serap Air (Water Absorption) ASTM D 570

Karakteristik penyerapan air dari komposit epoksi berpengisi serat daun nanas diuji dengan perendaman dalam air pada suhu ruangan. Setiap 2 jam spesimen ditimbang hingga bahan komposit tidak lagi menyerap air (jenuh). Spesimen tes berukuran 25 mm x 25 mm sesuai ASTM D 570. Sebelum direndam dalam air, komposit dimasukkan ke dalam oven dengan temperatur 50  5 oC selama 24 jam terlebih dahulu. Kemudian didinginkan dalam desikator selama 24 jam. Setelah itu dilakukan perendaman setiap rentang waktu 2 jam perendaman, maka spesimen diambil dan dikeringkan dengan kertas tisu untuk menghilangkan air pada permukaan spesimen, selanjutnya ditimbang dan dihitung dengan persamaan :

100% x Wo

Wo We

Wg  (3.1)

dimana :

Wg = Persentase pertambahan berat komposit

We = Berat komposit setelah perendaman


(59)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 ANALISIS FOURIER TRANSFORM INFRA RED (FT-IR)

Analisis Fourier Transform Infra Red (FT-IR) digunakan untuk mengidentifikasi gugus fungsi yang terkandung di dalam epoksi murni, serat daun nanas, serta komposit epoksi berpengisi serat daun nanas, dengan tujuan untuk mengetahui ada tidaknya interaksi dari gugus –OH pada epoksi sebagai fasa matriks dan gugus –OH yang terkandung pada serat daun nanas sebagai fasa pengisi. Epoksi mengandung beberapa gugus seperti yang ditunjukkan pada Gambar 4.1, diantaranya C = C, O – H dan C –H [4].

CH3

CH3

CH3

CH3

CH2 CH OH

O CH2 O

Gambar 4.1 Struktur Resin Epoksi [4]

Untuk mengidentifikasi gugus tersebut dapat dilakukan dengan analisis FT-IR, Gambar 4.2 di bawah ini merupakan gambar hasil analisis FT-IR untuk epoksi, serat daun nanas, serta komposit epoksi berpengisi serat daun nanas :


(1)

L1.2 DATA PEMANJANGAN SAAT PUTUS

Berikut merupakan data pemanjangan saat putus dari komposit epoksi berpengisi serat daun nanas :

Tabel A.2 Data Pemanjangan Saat Putus

Sampel Pemanjangan Saat Putus (%)

Panjang Serat

(mm) Komposisi

Sampel 1

Sampel 2

Sampel

3 Rata - Rata

Epoksi 100/0 8,036 9,359 7,352 8,249

1

95/5 4,021 4,451 4,554 4,342

90/10 4,335 4,473 5,313 4,707

85/15 3,871 4,233 3,935 4,013

4

95/5 4,226 4,679 4,832 4,579

90/10 4,934 5,771 5,750 5,485

85/15 4,099 4,487 3,900 4,162

7

95/5 8,004 7,663 8,660 8,109

90/10 7,872 8,336 8,683 8,297

85/15 4,691 4,889 5,534 5,038

10

95/5 9,337 9,773 9,840 9,650

90/10 8,874 11,234 11,605 10,571

85/15 7,003 6,889 7,375 7,089

L1.3 DATA HASIL UJI KEKUATAN LENTUR

Berikut merupakan data hasil pengujian kekuatan lentur dari komposit epoksi berpengisi serat daun nanas :

Tabel A.3 Data Hasil Uji Kekuatan Lentur

Sampel Kekuatan Lentur (MPa)

Panjang Serat

(mm) Komposisi

Sampel 1

Sampel 2

Sampel

3 Rata - Rata

Epoksi 100/0 22,967 20,078 21,334 21,460

1

95/5 19,129 17,983 19,412 18,841 90/10 23,469 22,833 19,194 21,832 85/15 19,106 27,680 23,833 23,540 4

95/5 25,135 20,878 23,876 23,296 90/10 24,327 23,497 24,643 24,156 85/15 26,132 23,851 23,958 24,647 7

95/5 22,078 24,634 23,648 23,453 90/10 23,825 22,491 27,686 24,667 85/15 20,689 25,742 27,670 24,700 95/5 24,598 27,328 22,415 24,780


(2)

59

L1.4 DATA HASIL UJI KEKUATAN BENTUR

Berikut merupakan data hasil pengujian kekuatan bentur dari komposit epoksi berpengisi serat daun nanas :

Tabel A.4 Data Hasil Uji Kekuatan Bentur

Sampel Kekuatan Bentur (KJ/m2)

Panjang Serat

(mm) Komposisi

Sampel 1

Sampel 2

Sampel

3 Rata - Rata

Epoksi 100/0 10,790 6,631 11,097 9,506

1

95/5 5,816 3,458 4,637 4,637

90/10 6,169 4,270 4,579 5,006

85/15 5,853 5,088 5,531 5,491

4

95/5 4,648 4,762 5,903 5,104

90/10 4,880 6,279 5,579 5,579

85/15 6,014 6,324 6,635 6,324

7

95/5 7,610 7,648 7,573 7,610

90/10 7,211 8,017 8,247 7,825

85/15 7,467 8,631 9,795 8,631

10

95/5 10,176 10,070 10,123 10,123 90/10 12,262 11,747 11,554 11,854 85/15 15,632 10,300 15,669 13,867

L1.5 DATA HASIL UJI DAYA SERAP AIR

Berikut merupakan data hasil pengujian daya serap air dari komposit epoksi berpengisi serat daun nanas :

Tabel A.5 Data Hasil Uji Penyerapan Air

Waktu (Jam)

Daya Serap Air (%)

Epoksi 95/5 90/10 85/15

0 0 0 0 0

2 0,0998 0,4139 0,6860 0,7883

4 0,1802 0,4583 0,7670 1,1825

6 0,2253 0,6564 0,8731 1,4567

8 0,2349 0,7214 0,9728 1,5209

10 0,2349 0,7333 1,0383 1,5338

12 0,2349 0,7392 1,0601 1,5338

14 0,2349 0,7392 1,0695 1,5338

16 0,2349 0,7392 1,0695 1,5338


(3)

LAMPIRAN 2

CONTOH PERHITUNGAN

Untuk pengujian kekuatan tarik, kekuatan lentur, dan kekuatan bentur telah dihitung oleh Universal Testing Machine GOTECH Al-7000M

L2.1 PERHITUNGAN UJI DAYA SERAP AIR KOMPOSIT

Perhitungan penyerapan air epoksi : Massa awal = 3,1074 gram Massa setelah 2 jam = 3,1105 gram Maka persen penyerapan air =

1074 , 3

1074 , 3 1105 ,

3 

x 100 % = 0,0998 %

Perhitungan untuk penyerapan air komposit epoksi berpengisi serat daun nanas sama seperti perhitungan penyerapan air epoksi di atas. Perhitungan diulang setiap 2 jam hingga penyerapan air konstan.


(4)

61

LAMPIRAN 3

DOKUMENTASI PENELITIAN

L3.1 SERAT DAUN NANAS

Gambar L3.1 Serat Daun Nanas

L3.2 RESIN EPOKSI DAN HARDENER

Gambar L3.2 Resin Epoksi

Gambar L3.3 Hardener


(5)

L3.3 SPESIMEN UJI

Gambar L3.4 Spesimen Uji Tarik

Gambar L3.5 Spesimen Uji Lentur

Gambar L3.6 Spesimen Uji Bentur

L3.4 ALAT UJI TARIK UNIVERSAL TESTING MACHINE (UTM) GOTECH AL-7000M


(6)

63

L3.5 ALAT UJI LENTUR UNIVERSAL TESTING MACHINE (UTM) GOTECH AL-7000M

Gambar L3.8 Alat Uji Lentur UTM Gotech Al-7000M

L3.6 ALAT UJI BENTUR GOTECH

Gambar L3.9 Alat Uji Bentur Gotech