BAB 2 TINJAUAN TEORI 2.1 Definisi Sistem Informasi Geografis (SIG) - Sistem Informasi Geografis Penentuan Lokasi Hydrant Berbasis Web Dengan Metode Simple Additive Weighting Di Wilayah Kota Medan

BAB 2 TINJAUAN TEORI

2.1 Definisi Sistem Informasi Geografis (SIG)

  Sistem Informasi Geografis (SIG) adalah sebuah sistem komputer yang memiliki kemampuan untuk mengambil, menyimpan, menganalisa, dan menampilkan informasi dengan referensi geografis (Budianto. 2010.)

  Menurut sumber Esri (1990), bahwa sistem informasi geografis adalah kumpulan terorganisasi dari perangkat keras komputer, perangkat lunak, data geografi dan personil yang dirancang secara efisien untuk memperoleh, menyimpan, mengupdate, memanipulasi, menganalisis, dan menampilkan semua bentuk informasi yang bereferensi geografis (Prahasta, Eddy. 2006)

  Sistem Informasi Geografis adalah suatu sistem untuk mendayagunakan dan menghasil gunakan pengolahan dan analisis data spasial (keruangan) serta data non- spasial (tabular), dalam memperoleh berbagai informasi yang berkaitan dengan aspek keruangan, baik yang berorientasi ilmiah, komersil, pengelolaan maupun kebijaksanaan. Berikut adalah beberapa keuntungan penggunaan SIG (Hanafi. 2011) 1)

  SIG mempunyai kemampuan untuk memilih dan mencari detail yang diinginkan, menggabungkan satu kumpulan data dengan kumpulan data lainnya, melakukan perbaikan data dengan lebih cepat dan memodelkan data serta menganalisis suatu keputusan. 2)

  SIG dengan mudah menghasilkan peta-peta tematik yang dapat digunakan untuk menampilan informasi-informasi tertentu. Peta-peta tematik tersebut dapat dibuat dari peta-peta yang sudah ada sebelumnya, hanya dengan memanipulasi atribut-atributnya. 3)

  SIG memiliki kemampuan untuk menguraikan unsur-unsur yang terdapat di permukaan bumi menjadi beberapa layer data spasial, dengan layer permukaan bumi dapat direkonstruksi kembali.

  Dengan demikian aplikasi SIG dapat menjawab beberapa pertanyaan berkenaan dengan (Budianto, Eko. 2010.): 1)

  Lokasi  Ada apa di lokasi tertentu (di lereng gunung, di desa A), apa yang terjadi di lokasi tersebut (rawan banjir, ada deposit emas, curah hujannya tinggi, dan sebagainya). 2)

  Kondisi  Dimana lokasi jalan yang paling macet, berapa besar potensi tambang yang ada di Kabupaten X dan sebagainya. 3)

  Kecenderungan/Trend  Seberapa besar tingkat degradasi kawasan hutan lindung di DAS dan sebagainya. 4)

  Pola  Bagaimana hubungan antara jenis tanah dan produksi gondorukem, bagaimana pola penyebaran penyakit di sekitar kawasan industri kayu dsb. 5)

  Simulasi/Modeling  Berapa besar menurunnya erosi bila luas hutan di hulu Sungai Jeneberang meningkat sebesar 1.000 hektar.

2.1.1 Komponen Utama Sistem Informasi Geografis (SIG) 1.

  Daya Manusia Komponen manusia memegang peranan yang sangat menentukan, karena tanpa manusia maka sistem tersebut tidak dapat diaplikasikan dengan baik.

  Jadi manusia menjadi komponen yang mengendalikan suatu sistem sehingga menghasilkan suatu analisa yang dibutuhkan.

  2. Software Software merupakan sistem modul yang berfungsi untuk mengoperasikan

  sistem informasi geografis. Sebuah software SIG harus menyediakan fungsi dan tool yang mampu melakukan penyimpanan data analisis dan menampilkan informasi geografis. Dengan demikian elemen yang harus terdapat dalam komponen software SIG adalah tools untuk melakukan input dan transformasi data geografis, sistem manajemen basis data, tools yang mendukung query geografis, analisis dan visualisasi, Geographical User

  Interface (GUI) untuk memudahkan akses pada tools geografi.

  3. Hardware

  Sistem informasi geografis memerlukan spesifikasi komponen hardware yang sedikit lebih tinggi dibanding spesifikasi komponen sistem informasi lainnya. Hal ini disebabkan karena data-data yang digunakan dalam SIG, penyimpanannya membutuhkan ruang yang besar dan dalam proses analisanya membutuhkan memory yang besar dan processor yang cepat. Beberapa hardware yang sering digunakan dalam sistem informasi geografis adalah personal komputer, mouse, digitizer, printer, plotter dan scanner.

  4. Aplikasi sistem informasi geografis dalam proces perencanaan Sistem informasi geografis sudah diaplikasikan dalam berbagai bidang seperti pertanian, lingkungan manajemen sumber daya alam, parawisata, geologi, perencanaan, dan lain sebagainya. keunggulan sistem informasi geografis sehingga digunakan pada bidang-bidang tersebut adalah karena kemampuannya mengintegrasikan antara data spasial dan data atribut sehingga dalam analisisnya mampu menghasilkan informasi yang kompleks.

  5. Data Hal yang merupakan komponen penting dalam sistem informasi geografis adalah data. Secara fundamental sistem informasi geografis bekerja dengan dua tipe data yaitu data vektor dan data raster. Setiap data yang merujuk lokasi di permukaan bumi dapat disebut sebagai data spasial bereferensi geografis. Misalnya data kepadatan penduduk suatu daerah, data jaringan jalan suatu kota, data distribusi lokasi pengambilan sampel, dan sebagainya.

  Data SIG dapat dibagi menjadi dua macam, yaitu data grafis dan data atribut atau tabular. Data grafis adalah data yang menggambarkan bentuk atau kenampakan objek di permukaan bumi, sedangkan data tabular adalah data deskriptif yang menyatakan nilai dari data grafis tersebut (Pahlevy. 2010.)

  Telah dijelaskan diawal bahwa SIG adalah suatu kesatuan membentuk sistem yang terdiri dari berbagai komponen, tidak hanya perangkat keras komputer beserta dengan perangkat lunaknya saja, akan tetapi harus tersedia data geografis yang benar dan sumberdaya manusia untuk melaksanakan perannya dalam memformulasikan dan menganalisa persoalan yang menentukan keberhasilan SIG.

2.1.2 Sub-Sistem SIG

  Suatu sistem informasi geografis menyediakan empat perangkat kemampuan untuk menangani data tereferensi secara geografi dan dijelaskan dengan gambar seperti pada gambar 2.1 di bawah ini (Prahasta. 2006):

Gambar 2.1 Sub-Sistem SIG

  1) Data Input

  Sub-sistem ini bertugas untuk mengumpulkan dan mempersiapkan data spasial dan attribut dari berbagai sumber. Bertanggung jawab dalam mengkonversi atau mentransformasikan format-format data aslinya ke dalam format yang dapat digunakan oleh SIG dalam format digital. Data tersebut mungkin dapat direkam (capture) baik dalam bentuk vektor maupun raster. Cara ini dapat dilakukan melalui pendigitalan manual,

  scanning , atau dari data digital yang ada.

  2) Data Output

  Sub-sistem ini menampilkan atau menghasilkan keluaran seluruh atau sebagian basis data baik dalam bentuk softcopy (on-screen or electronic

  

file ) atau hardcopy (paper or film). Dalam mempertimbangkan suatu

  SIG perlu untuk mengkaji kualitas, akurasi, dan mudah dalam penggunaannya dalam menghasilkan output yang diinginkan. Umumnya sistem berbasiskan vektor dapat menghasilkan peta yang berkualitas lebih tinggi dari pada sistem berbasiskan raster. 3)

  Data Management

  SIG

  Data Output Data

  Management Data Input

  Data Manipulasi dan Analysis Sub-sistem ini mengorganisasikan baik data spasial maupun atribut ke dalam sebuah basis data sedemikian rupa sehingga mudah dipanggil, diupdate dan diedit. Ada fungsi-fungsi yang dibentuk oleh SIG untuk menyimpan dan menerima data dari basis data, kemampuan ini sama seperti halnya dengan kemampuan yang disediakan oleh perangkat lunak manajemen basis data. Data dimasukan ke dalam struktur data yang sudah didefinisikan yang mungkin saling berhubungan atau mungkin juga tidak saling berhubungan. 4)

  Data Manipulasi dan Analisis Sub-sistem ini menentukan informasi yang dapat dihasilkan oleh SIG.

  SIG melakukan manipulasi dan pemodelan data untuk menghasilkan informasi yang diharapkan. Fungsi analisis SIG secara umum dibagi kedalam dua bagian yaitu analisis spasial dan analisis non-spasial. Analisis spasial memerlukan pengetahuan hubungan geografi antara data- data (points, lines, and polygons) yang terdapat dalam SIG. sedangkan analisis non-spasial menggambarkan suatu query dari database, sejenis fungsi dalam database management software.

2.2 Basis Data Spasial dan Atribut

2.2.1 Basis Data Spasial

  Data spasial adalah sebuah data yang berorientasi geografis dan memiliki sistem koordinat tertentu sebagai dasar referensinya (Nuarsa IW. 2005.).

  

Sebagian besar data yang akan ditangani dalam SIG merupakan data spasial

yaitu sebuah data yang berorientasi geografis, memiliki sistem koordinat

tertentu sebagai dasar referensinya dan mempunyai dua bagian penting yang

membuatnya berbeda dari data lain, yaitu informasi lokasi (spasial) dan informasi deskriptif (atribut) yang dijelaskan berikut ini( Yousman. 2004 ): 1)

  Informasi lokasi (spasial) merupakan informasi yang berkaitan dengan suatu koordinat baik koordinat geografi (lintang dan bujur) maupun koordinat Cartesian XYZ (absis, ordinat dan ketinggian), termasuk diantaranya sistem proyeksi. 2)

Informasi deskriptif (atribut) atau informasi non-spasial merupakan

informasi suatu lokasi yang memiliki beberapa keterangan yang berkaitan

dengan lokasi tersebut, contohnya jenis vegetasi, populasi, luasan, kode

pos, dan sebagainya. Informasi atribut seringkali digunakan pula untuk

menyatakan kualitas dari lokasi.

  

Secara sederhana format dalam bahasa komputer berarti bentuk dan kode

penyimpanan data yang berbeda antara file satu dengan lainnya. Dalam SIG, data spasial dapat direpresentasikan dalam dua format yaitu ( Prahasta. 2005 ):

  1) Model Data Raster

  

Data raster atau disebut juga dengan sel grid adalah data yang dihasilkan

dari sistem penginderaan jauh. Pada data raster, obyek geografis

direpresentasikan sebagai struktur sel grid yang disebut dengan piksel

(picture element). Pada data raster, resolusi tergantung pada ukuran piksel-

nya. Dengan kata lain, resolusi piksel menggambarkan ukuran sebenarnya

di permukaan bumi yang diwakili oleh setiap piksel pada citra. Semakin

kecil ukuran permukaan bumi yang direpresentasikan oleh satu sel, semakin tinggi resolusinya. Data raster sangat baik untuk

merepresentasikan batas-batas yang berubah secara gradual, seperti jenis

tanah, kelembaban tanah, vegetasi, suhu tanah dan sebagainya.

Keterbatasan utama dari data raster adalah besarnya ukuran file, semakin

tinggi resolusi grid-nya semakin besar pula ukuran filenya dan sangat

tergantung pada kapasistas perangkat keras yang tersedia. Masing-masing

format data mempunyai kelebihan dan kekurangan. Pemilihan format data

yang digunakan sangat tergantung pada tujuan penggunaan, data yang

tersedia, volume data yang dihasilkan, ketelitian yang diinginkan, serta

kemudahan dalam analisa . Contoh gambar format data raster dapat dilihat

pada gambar 2.2.

Gambar 2.2 Format Data Raster

  2) Model Data Vektor

  

Data vektor merupakan bentuk bumi yang direpresentasikan ke dalam

kumpulan garis, area (daerah yang dibatasi oleh garis yang berawal dan

berakhir pada titik yang sama), titik dan nodes (merupakan titik

perpotongan antara dua buah garis). Keuntungan utama dari format data

vektor adalah ketepatan dalam merepresentasikan fitur titik, batasan dan

garis lurus. Hal ini sangat berguna untuk analisa yang membutuhkan

ketepatan posisi, misalnya pada basis data batas-batas kadaster. Contoh

penggunaan lainnya adalah untuk mendefinisikan hubungan spasial dari

beberapa fitur. Kelemahan data vektor yang utama adalah ketidak

mampuannya dalam mengakomodasi perubahan gradual. Contoh gambar

format data vektor dapat dilihat pada gambar 2.3.

Gambar 2.3 Format Data Vektor

2.2.2 Sumber Data Spasial

  

Data spasial yang digunakan dalam proyek SIG dapat berasal dari berbagai

sumber. Beberapa sumber yang umumnya digunakan dalam pembangunan

basis data spasial adalah sebagai berikut ( Nuarsa IW. 2005 ):

  a) Peta Analog

Peta analog (antara lain peta topografi, peta tanah, peta kawasan hutan dan

perairan, dan sebagainya) yaitu peta dalam bentuk cetak. Pada umumnya peta analog dibuat dengan teknik kartografi, kemungkinan besar memiliki referensi spasial seperti koordinat, skala, arah mata angin dan sebagainya.

  Peta analog yang meliputi wilayah yang luas, seperti peta topografi, peta penggunaan lahan dan peta lereng, umumnya bersumber pada citra satelit atau foto udara. Dalam tahapan SIG sebagai keperluan sumber data, peta analog dikonversi menjadi peta digital dengan cara format raster diubah menjadi format vektor melalui proses digitasi sehingga dapat menunjukan koordinat sebenarnya di permukaan bumi. Proses digitasi dapat pula

dilakukan langsung bila tersedia meja digitasi. Namun dewasa ini sebagian

besar digitasi peta analog dilakukan on-screen atau langsung di monitor

setelah peta dikonversi menjadi peta raster melalui pemindai (scanner).

  b) Citra Penginderaan Jauh

Data Penginderaan Jauh (antara lain citra satelit dan foto-udara),

merupakan sumber data yang terpenting bagi SIG, utamanya untuk memantau kondisi lahan, karena ketersediaanya secara berkala dan

mencakup area tertentu yang cukup luas). Dengan adanya bermacam-

macam satelit di ruang angkasa dengan spesifikasinya masing-masing kita

bisa memperoleh berbagai jenis citra satelit untuk beragam tujuan pemakaian. Data citra satelit sebagian besar disediakan dalam format raster.

  c) Data Hasil Pengukuran Data pengukuran lapangan yang dihasilkan berdasarkan teknik pemetaan tersendiri, pada umumnya data ini merupakan sumber data atribut, contohnya batas administrasi, batas kepemilikan lahan, batas persil, batas hak pengusahaan hutan, trase (alur) jalan hutan dan lain lain.

  d) Data Global Positioning System Teknologi Global Positioning System (GPS) memberikan terobosan penting dalam menyediakan data bagi SIG. Keakuratan pengukuran GPS

semakin tinggi dengan berkembangnya teknologi. Data ini biasanya

direpresentasikan dalam format vektor.

  2.2.3 Data Atribut

Data atribut memberikan gambaran atau menjelaskan informasi berkaitan

dengan fitur peta atau cara kerja SIG. Data atribut dapat disimpan dalam

format angka maupun karakter. Pada Sistem Informasi Geografis, utamanya di

ArcView dan ARC/INFO data atribut dihubungkan dengan data spasial melalui

identifier (ID) yang terkait di fitur. Pada ArcView file dikenal dengan nama

shapefile (*.SHP) yang terdiri dari serangkaian file, atribut yang disimpan pada file berekstensi *.dbf ( Nuarsa IW. 2005 ).

  2.2.4 Penentuan Atribut

  Analisis kebutuhan atribut berganda sangat bergantung pada proses penentuan atribut oleh pembuat keputusan karena dengan atribut tersebut pembuat keputusan akan mengevaluasi pencapaian tujuan keputusan. Dalam melakukan pengambilan ide atribut ada dua cara yang dapat ditempuh pembuat keputusan yaitu menggunakan panel ahli dan melakukan survey literatur. Atribut yang digunakan harus mewakili tujuan yang ingin dicapai. Proses pencarian hingga sub-sub atribut yang lebih kecil terus dilakukan hingga diperoleh atribut yang nyata. Hal-hal yang harus dimilik oleh atribut sebagai berikut ( Nuarsa IW. 2005 ):

  a) Atribut harus lengkap, atribut telah mewakili semua hal yang relevan terhadap keputusan akhir. b) Atribut saling terpisah satu dengan yang lain, atribut tidak harus tergantung pada atribut lain sehingga dapat dilakukan proses trade off pada langkah selanjutnya dan menghindari double-counting.

  c) Atribut dibatasi pada hal penting (signifikan) bagi kinerja, atribut diawali oleh tujuan utama yang abstrak dan ditingkat paling bawah.

2.2.5 Pembobotan Atribut

  Atribut tidak selalu memilliki tingkat kepentingan yang sama. Dengan pemberian pembobotan yang berbeda, pembuat keputusan dapat menuangkan pertimbangan nilai kepentingan yang berbeda diantara atribut keputusan. Bobot juga akan membimbing seorang manajer proyek atau program untuk mengupayakan hal terbaik dalam pencapaian target yang memilliki bobot terbesar karena besarnya bobot juga menggambarkan tingkat tanggung jawab yang lebih besar terhadap atribut tersebut.

  Pada dasarnya, ada 3 pendekatan untuk mencari nilai bobot atribut, yaitu pendekatan subyektif, pendekatan obyektif dan pendekatan integrasi antara subyektif & obyektif. Masing-masing pendekatan memiliki kelebihan dan kelemahan. Pada pendekatan subyektif, nilai bobot ditentukan berdasarkan subyektifitas dari para pengambil keputusan, sehingga beberapa faktor dalam proses perankingan alternatif bisa ditentukan secara bebas. Sedangkan pada pendekatan obyektif, nilai bobot dihitung secara matematis sehingga mengabaikan subyektifitas dari pengambil keputusan.

2.3 Flowchart

  Flowchart adalah gambaran dalam bentuk diagram alir dari algoritma-algoritma

  dalam suatu program, yang menyatakan arah alur program tersebut. Berikut adalah beberapa simbol yang digunakan dalam menggambar suatu flowchart dijelaskan pada tabel 2.1 (Pahlevy. 2010).

Table 2.1 simbol-simbol flowchart

SIMBOL NAMA FUNGSI

  Terminator Permulaan/akhir program Garis alir (flow

  Arah aliran program line) Proses inisialisasi / pemberian

  Preparation harga awal Proses perhitungan atau proses

  Proses pengolahan data Proses input atau output data,

  Input/Output Data

  parameter, informasi

  Predefined process Permulaan sub program/proses (sub program) menjalankan sub program

  Perbandingan pernyataan, penyeleksian data yang

  Decision

  memberikan pilihan untuk langkah selanjutnya Penghubung bagian-bagian

  On page flowchart yang berada pada satu connector

  halaman Penghubung bagian-bagian

  Off page flowchart yang berada pada connector

  halaman berbeda

  .4 Data Flow Diagram (DFD)

  Data Flow Diagram (DFD) adalah suatu diagram yang menggunakan notasi-notasi untuk menggambarkan arus dari data sistem, yang penggunaannya sangat membantu untuk memahami sistem secara logika, tersruktur dan jelas (Pahlevy. 2010.). DFD merupakan alat bantu dalam menggambarkan atau menjelaskan sistem yang sedang berjalan logis. Dalam sumber lain dikatakan bahwa DFD ini merupakan salah satu alat pembuatan model yang sering digunakan, khususnya bila fungsi- fungsi sistem merupakan bagian yang lebih penting dan kompleks dari pada data yang dimanipulasi oleh sistem. Dengan kata lain, DFD adalah alat pembuatan model yang memberikan penekanan hanya pada fungsi sistem. DFD ini merupakan alat perancangan sistem yang berorientasi pada alur data dengan konsep dekomposisi dapat digunakan untuk penggambaran analisa maupun rancangan sistem yang mudah dikomunikasikan oleh profesional sistem kepada pemakai maupun pembuat program (Pahlevy. 2010). Beberapa simbol dari Data Flow Diagram (DFD) dapat dilihat pada tabel 2.2

Tabel 2.2 gambar beberapa simbol Data Flow Diagram (DFD)

  

Simbol Nama Penjelasan

  External entity merupakan Sumber dan tujuan kesatuan di luar lingkungan data sistem bisa berupa orang, organisasi dan sistem lain Arus data yang masuk dan

  Arus data keluar dalam sebuah sistem Proses yang mengubah

  Proses input menjadi output transformasi Penyimpanan data Penyimpanan data digambarkan dengan dua garis horizontal.

2.5 Representasi Grafis Suatu Objek

  Informasi grafis suatu objek dapat dimasukan dalam bentuk titik, garis, polygon (Prahasta, Eddy. 2005.). 1)

  Titik adalah representasi grafis atau geometri yang paling sederhana bagi objek spasial. Representasi titik tidak memiliki dimensi tetapi dapat diidentifikasikan di atas peta dan dapat ditampilkan pada layer monitor dengan menggunakan simbol-simbol tertentu. Contoh representasi objek titik untuk data posisi sumur bor dapat dilihat pada gambar 2.4.

Gambar 2.4 Contoh representasi objek titik untuk data posisi sumur bor

  2) Garis adalah bentuk geometri linier yang akan menghubungkan paling sedikit dua titik dan digunakan untuk merepresentasikan objek-objek satu dimensi. Contoh representasi objek garis untuk data lokasi jalan dapat dilihat pada gambar 2.5.

Gambar 2.5 Contoh representasi objek garis untuk data lokasi jalan

  3) Geometri polygon digunakan untuk merepresentasikan objek-objek dua dimensi, seperti danau, batas propinsi, batas kota, batas tanah, dan lain-lain.

  Suatu polygon paling sedikit dibatasi oleh tiga garis yang saling terhubung diantara ketiga titik. Di dalam basis data, semua bentuk area dua dimensi direpresentasikan oleh bentuk polygon. Contoh representasi objek polygon untuk data landuse dapat dilihat pada gambar 2.6.

Gambar 2.6 Contoh representasi objek polygon untuk data landuse.

  4) Objek Tiga Dimensi

  Setiap fenomena fisik memiliki lokasi di dalam ruang. Akibatnya, model data yang lengkap harus mencakup dimensi yang ketiga (ruang 3 dimensi). Hal ini berlaku untuk permukaan tanah, menara, sumur, bangunan, batas- batas, dan lain lain. Contoh representasi objek permukaan 3D dapat dilihat pada gambar 2.7.

Gambar 2.7 Contoh representasi objek permukaan 3D

2.6 Digitasi

  Digitasi merupakan proses pembentukan data yang berasal dari data raster menjadi data vektor. Dalam sistem informasi geografis dan pemetaan digital, data vektor banyak digunakan sebagai dasar analisis dan berbagai proses.

  Digitasi pada Arcview dilakukan pada dokumen view dan disimpan di dalam sebuah shapefile (file .shp). Oleh karena itu, proses digitasi didahului dengan pembuatan sebuah shapefile kosong. Peta hasil digitasi selanjutnya dapat digunakan dalam proses overlay. Digitasi peta dilakukan melalui beberapa proses:

  a) yaitu menambah data gambar ke dalam data raster (gambar peta dasar)

  Arcview , File > Add Data di toolbar menu, kemudian memilih gambar yang akan di digitasi.

  b) Meregistrasi data raster yaitu dilakukan setelah peta tampil, tujuannya untuk memberikan skala yang benar pada citra dengan jalan memberikan koordinat bumi kepada citra.

  c) aitu dengan mengidentifikasi terlebih Membuat shapefile (file .shp) y

  dahulu objek-objek yang akan didigitasi. Setelah objek teridentifikasi, buatlah shapefile untuk masing-masing kategori objek.

  d)

  setelah shapefile dibuat,

  Melakukan proses digitasi yaitu dilakukan

  selanjutnya tambahkan shapefile-shapefile yang akan didigitasi, mengunakan tombol add data.

  e) Memasukkan data atribut.

  Data atribut memberikan gambaran atau menjelaskan informasi berkaitan dengan fitur peta atau coverage SIG. Data atribut dapat disimpan dalam format angka maupun karakter. Pada Sistem Informasi Geografis di ArcView, data atribut dihubungkan dengan data spasial

melalui identifier atau sering disingkat ID yang terkait di fitur.

  f) Menghasilkan data vektor yang akan digunakan untuk overlay.

  Data vektor merupakan bentuk bumi yang direpresentasikan ke dalam kumpulan garis, area (daerah yang dibatasi oleh garis yang berawal dan berakhir pada titik yang sama), titik dan nodes merupakan titik perpotongan antara dua buah garis.

2.7 Metode Overlay

  

Overlay merupakan suatu sistem informasi dalam bentuk grafis yang dibentuk

  dari penggabungan berbagai peta individu (memiliki informasi/database yang spesifik). Overlay peta dilakukan minimal dengan 2 jenis peta yang berbeda secara teknis dikatakan harus ada polygon yang terbentuk dari 2 jenis peta yang dioverlaykan. Jika dilihat data atributnya, maka akan terdiri dari informasi peta pembentukya (Prahasta, Eddy. 2006), contohnya, melakukan overlay peta tofografi dengan peta penggunaan lahan, maka di peta barunya akan menghasilkan polygon baru berisi atribut topografi dan penggunaan lahan. Agregat dari kumpulan peta individu ini, atau yang biasa disebut peta komposit, mampu memberikan informasi yang lebih luas dan bervariasi. Masing-masing peta tranparansi memberikan informasi tentang komponen lingkungan dan sosial. Peta komposit yang terbentuk akan memberikan gambaran tentang konflik antara proyek dan faktor lingkungan. Metode ini tidak menjamin akan mengakomodir semua dampak potensial, tetapi dapat memberikan dampak potensial pada spasial tertentu (Prahasta. 2005).

2.8 Fuzzy Multiple Attribute Decision Making (FMADM)

  

Fuzzy Multiple Atribut Decision Making (FMADM) adalah suatu metode yang

  digunakan untuk mencari alternatif optimal dari sejumlah alternatif dengan kriteria. Inti dari FMADM adalah menentukan nilai bobot untuk setiap atribut, kemudian dilanjutkan dengan proses perangkingan yang menyeleksi alternatif yang sudah diberikan (Kusumadewi, Harjoko, dan Wardoyo. 2006). Dalam FMADM terdapat beberapa komponen umum yang digunakan yaitu :

  a) Alternatif yaitu objek-objek yang berbeda dan memiliki kesempatan yang sama untuk dipilih oleh pengambil keputusan.

  b) Atribut yang sering disebut sebagai karakteristik, komponen atau kriteria keputusan. Meskipun pada kebanyakan kriteria bersifat satu level, namun tidak menutup kemungkinan adanya sub-kriteria yang berhubungan dengan kriteria yang telah diberikan. c) Konflik antar kriteria, beberapa kriteria biasanya memiliki konflik antara satu dengan yang lainnya.

  d) Bobot keputusan (W), bobot keputusan ini menunjukkan kepentingan relatif dari setiap kriteria.

  e) Matriks keputusan, suatu matriks keputusan X yang berukuran m x n, berisi elemen x ij , yang merepresentasikan rating dari alternatif A i ( i=1,2,…,m) m adalah banyaknya jumlah alternatif, terhadap kriteria C

  j (j=1,2,…,n) n adalah jumlah kriteria (Kusumadewi, Harjoko, dan Wardoyo.

  2006).

2.8.1 Tahapan FMADM

  Menurut Rudholpi (2000), Proses dari FMADM ini dilakukan melalui 3 tahapan yaitu: 1)

  Pada tahapan penyusunan komponen situasi, akan dibentuk tabel taksiran yang berisi indentifikasi alternatif dan spesifikasi tujuan, kriteria dan atribut. 2)

  Pada tahapan analisis dilakukan melalui 2 langkah yaitu:

  a) Mendatangkan taksiran dari besaran potensial, kemungkinan, dan ketidakpastian yang berhubungan dengan dampak-dampak yang mungkin pada setiap alternatif.

  b) Melakukan pemilihan dari preferensi pengambilan keputusan untuk setiap nilai dan ketidakpedulian pada setiap resiko yang timbul.

  3) Dan kemudian dilakukan tahap sintesis informasi. Secara umum, pendekatan FMADM dilakukan dengan 2 langkah yaitu : 1)

  Melakukan agregasi terhadap keputusan-keputusan yang tanggap terhadap semua tujuan pada setiap alternatif. 2)

  Melakukan perankingan alternatif-alternatif keputusan tersebut berdasarkan hasil agregasi keputusan. Dengan demikian dikatakan bahwa masalah multi-attribute decision making adalah mengevaluasi m alternatif A i (i=1,2,...,m) terhadap sekumpulan attribut atau kriteria C j (j= 1,2,…,n). Matriks keputusan setiap alternatif terhadap setiap atribut X, sebagai berikut: x11 x12 … x1n x21 x22 … x2n

  X = � �

  ⋮ ⋮ ⋮ xm1 xm2 … xmn Dimana X merupakan rating kinerja alternatif ke-i terhadap atribut ke-j. Nilai bobot yang menunjukkan tingkat kepentingan relatif setiap atribut, diberikan sebagai W, dimana W merupakan bobot keputusan yang telah ditentukan dari W

  1 hingga W n yaitu jumlah bobot keputusan yang

  diberikan. Rating kinerja X dan nilai bobot W merupakan nilai utama yang merepresentasikan preferensi absolute dari pengambilan keputusan. Kemudian dilanjutkan dengan proses perankingan untuk mendapat alternatif terbaik yang diperoleh berdasarkan nilai keseluruhan preferensi yang diberikan, gambar struktur hirarki FMADM dijelaskan pada gambar Gambar 2.8.

  Masalah Kriteria-m Kriteria-2

  Kriteria-1 … (C2) (C1)

  Alternatif-3m Alternatif-2 Alternatif-1 ...

  (Am) (A2) (A1)

Gambar 2.8 struktur hirarki FMADM

2.9 Metode Simple Additive Weighting (SAW).

  Salah satu metode yang digunakan untuk menyelesaikan masalah dari Fuzzy

  

Multiple Attribute Decision Making ( FMADM ) adalah metode Simple Additive

Weighting (SAW) yaitu suatu metode yang digunakan untuk mencari alternatif

  optimal dari sejumlah alternatif dengan kriteria tertentu.

  Metode Simple Additive Weighting (SAW) sering juga dikenal istilah metode penjumlahan terbobot. Konsep dasar metode SAW adalah mencari penjumlahan terbobot dari rating kinerja pada setiap alternatif pada semua atribut (Pahlevy. 2010). Metode SAW membutuhkan proses normalisasi matriks keputusan X ke suatu skala yang dapat diperbandingkan dengan semua rating alternatif yang ada. Formula untuk melakukan normalisasi tersebut adalah sebagai berikut (Kusumadewi, Harjoko, dan Wardoyo. 2006):

  xijjika j adalah atribut keuntungan (benefit)

  Max x i ij   r ij =

    Min x i ij

   jika j adalah atribut biaya (cost)  x ij

  

  Dimana: r ij = rating kinerja ternormalisasi dari alternatif A i (i=,2,…,m) Max i = nilai maksimum dari setiap baris dan kolom. Min = nilai minimum dari setiap baris dan kolom.

  i x ij = baris dan kolom dari matriks.

  Formula untuk mencari nilai preferensi untuk setiap alternatif (V i ) diberikan sebagai( Kusumadewi, Harjoko, dan Wardoyo.2006): n

  V = w r i j ijj = 1 Dimana:

  V i = Nilai akhir dari alternatif W i = Bobot yang telah ditentukan

  .

  r ij = Normalisasi matriks Nilai Vi yang lebih besar mengindikasikan bahwa aternatif Ai lebih terpilih.

2.9.1 Langkah-langkah Penggunaan Metode SAW

  1) Menentukan kriteria-kriteria yang akan dijadikan acuan dalam pengambilan keputusan.

2) Menentukan rating kecocokan setiap alternatif pada setiap kriteria.

  3) Membuat matriks keputusan berdasarkan kriteria, kemudian melakukan normalisasi matriks berdasarkan persamaan yang disesuaikan dengan jenis atribut (atribut keuntungan ataupun atribut biaya) sehingga diperoleh matriks ternormalisasi R.

  4) Hasil akhir diperoleh dari proses perankingan yaitu penjumlahan dari perkalian matriks ternormalisasi R dengan vektor bobot sehingga diperoleh nilai terbesar yang dipilih sebagai alternatif terbaik sebagai solusi (Henry.

  2009).

2.9.2 Kelebihan Metode SAW

  Kelebihan dari metode simple additive weighting dibanding dengan model pengambil keputusan lainnya terletak pada kemampuannya untuk melakukan penilaian secara lebih tepat karena didasarkan pada nilai kriteria dan bobot preferensi yang sudah ditentukan, selain itu SAW juga dapat menyeleksi alternatif terbaik dari sejumlah alternatif yang ada karena adanya proses perangkingan setelah menentukan bobot untuk setiap atribut (Kusumadewi, Harjoko, dan Wardoyo. 2006).

2.10 Hydrant Hydrant merupakan sebuah terminal air bantuan darurat ketika terjadi kebakaran.

  

Hydrant juga berfungsi untuk mempermudah proses penanggulangan ketika

  bencana kebakaran melanda. Pada saat terjadinya peristiwa kebakaran Fire

  

hydrant harus mudah terlihat dan segera dapat dipergunakan. National Fire

  Protection Association (NFPA) secara spesifik menyakan bahwa Fire hydrant

  harus diwarnai dengan chrome yellow atau warna lain yang mudah terlihat, tetapi sebenarnya aspek terpenting adalah warna tersebut harus konsisten terutama dalam satu wilayah. Ada dua jenis hydrant yaitu sebagai berikut ini: 1)

  Hydrant Box

  

Hydrant Box atau Hydrant gedung adalah suatu sistem pencegah kebakaran

  yang menggunakan pasokan air dan dipasang di dalam bangunan atau gedung dan untuk menentukan jumlah dan titik hydrant gedung menggunakan acuan (SNI).

  Standart National Indonesia

  2) Hydrant Pilar

  Hydrant pilar atau sering disebut dengan hydrant halaman atau hydrant kota

  adalah suatu sistem pencegah kebakaran yang membutuhkan pasokan air dan dipasang di luar bangunan. Hydrant ini biasanya digunakan oleh mobil pemadam kebakaran (PMK) untuk mengambil air jika kekurangan dalam tangki mobil.

  

Hydrant ini di letakkan disepanjang akses mobil PMK. Karakteristik dan

  kesesuaian lahan untuk loaksi hydrant adalah sebagai berikut (Hanafi, Muhammad. 2011).

  a) Topografi

  Topografi juga berpengaruh penting terhadap kelancaran tekanan air pada

  

hydrant . Semakin tinggi lokasi yang akan digunakan semakin kecil tekanan

airnya.

  b) Penggunaan Lahan

  Penggunaan lahan digunakan untuk melihat daya dukung lahan yaitu untuk mengetahui sejauh mana kemampuan sumber daya lahan untuk suatu penggunaan tertentu. Lahan yang dimaksud adalah lahan kering yang berada di wilayah pemukiman atau yang sudah padat penduduk.

  c) Geologi

  Geologi yang dimaksud adalah jenis tanah yang ada di kota Medan. Karakteristik tanah yang cocok untuk kawasan industri adalah bertekstur sedang sampai kasar.

  d) Hidrologi

  Hidrologi yang dimaksud adalah ketersediaan air di kota Medan. Wilayah yang mempunyai ketersediaan air tinggi menjadi salah satu penentu untuk keputusan pembangunan lokasi hydrant karena air sangat diperlukan untuk fire hydrant. Ketersediaan air ini dapat berupa air sungai atau air PAM.

  e) Aksesibilitas

  Aksesibilitas yang dimaksud adalah jalur transportasi yang terdapat di kota Medan. Dalam penelitian ini jalan dibedakan menurut jenisnya, yaitu jalan tol, jalan arteri, jalan kolektor, jalan local, dan rel kereta api yang ditentukan secara manual.