BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Sistem Informasi Geografis 2.1.1 Sistem - Implementasi Algoritma Dijkstra Untuk Pencarian Rute Terpendek Menuju Pelabuhan Belawan Berbasis Sistem Informasi Geografis

BAB II LANDASAN TEORI

2.1 Sistem Informasi Geografis

  2.1.1 Sistem

  Sistem dapat didefinisikan sebagai sekumpulan objek, ide, yang saling terkait untuk mencapai suatu tujuan tertentu [14]. Sistem adalah elemen-elemen yang saling terintegrasi dengan maksud yang sama dalam mencapai suatu tujuan.

  Dari definisi tersebut di atas, dapat disimpulkan bahwa sistem adalah objek, ide serta elemen-elemen yang saling berhubungan dan berintegrasi satu sama lain untuk menyelesaikan suatu sasaran sehingga mengeluarkan output untuk mencapai suatu tujuan tertentu.

  2.1.2 Informasi

  Informasi adalah data yang telah diolah menjadi bentuk yang memiliki arti bagi si penerima dan bermanfaat bagi pengambilan keputusan saat ini atau mendatang [7]. Informasi adalah data yang telah dikelola sehingga data tersebut menjadi berarti dan berharga bagi sang penerima data.

  Dari definisi di atas dapat disimpulkan bahwa informasi adalah data-data yang telah diolah sehingga memiliki arti dan berharga bagi sang penerima data sehingga bermanfaat bagi pengambilan keputusan untuk saat ini ataupun mendatang.

  2.1.3 Sistem Informasi

  Sistem Informasi merupakan sistem yang mempunyai kemampuan untuk mengumpulkan informasi dari semua sumber dan menggunakan berbagai media untuk menampilkan informasi [14].

  Sistem informasi dapat didefinisikan sebagai suatu sistem di dalam suatu organisasi yang merupakan kombinasi dari orang-orang, fasilitas, teknologi, media prosedur-prosedur dan pengendalian yang ditujukan untuk mendapatkan jalur komunikasi penting, memproses tipe transaksi rutin tertentu, memberi sinyal kepada manajemen dan yang lainnya terhadap kejadian- kejadian internal dan eksternal yang penting dan menyediakan suatu dasar informasi untuk pengambilan keputusan.

  2.1.4 Geografi

  Menurut Erastothenes geografi berasal dari kata geographica yang berarti penulisan atau penggambaran mengenai bumi. Geografi tidak hanya menjawab apa dan dimana yang ada di atas muka bumi, tapi juga tempat lainnya, kadang diartikan dengan lokasi pada ruang.

  2.1.5 Sistem Informasi Geografis

  Sistem Informasi Geografis atau Geographic Information System (GIS) merupakan sistem komputer yang digunakan untuk memasukkan, menyimpan, memeriksa, mengintegrasikan, memanipulasi, menganalisis, dan menampilkan data-data berhubungan dengan posisi-posisinya di muka bumi (Prahasta, 2009) [14]. Sedangkan yang dimaksud dengan Sistem Informasi Geografis, yaitu pemasukan, manajemen data (penyimpanan data dan pemanggilan kembali), pengolahan data analis, serta pengembangan produk dan pencetakan (Aronoff, 1989) [3].

2.1.5.1 Subsistem Sistem Informasi Geografis

  Sistem Informasi Geografis dapat diuraikan menjadi beberapa subsistem sebagai berikut: a.

  Data Input Bertugas mengumpulkan, mempersiapkan, dan menyimpan data spasial dan atributnya dari berbagai sumber. Subsistem ini pula yang bertanggungjawab dalam mengkonversikan atau mentransformasikan format-format yang digunakan oleh perangkat SIG.

  b.

  Data Output Bertugas menampilkan atau menghasilkan keluaran seluruh atau sebagian basis data spasial baik dalam bentuk softcopy maupun hardcopy seperti halnya tabel, grafik, report, peta, dan sebagainya.

  c.

  Data Management Mengorganisasikan baik data spasial maupun tabel-tabel atribut terkait ke dalam sebuah sistem basis data sehingga mudah dipanggil kembali, diupdate dan diedit.

  d.

  Data Manipulation dan Analysis Menentukan informasi-informasi yang dapat dihasilkan oleh SIG. Serta melakukan manipulasi dalam penggunaan fungsi-fungsi dan operator logika untuk menghasilkan informasi yang diharapkan.

  Data Manipulation & Analysis

  Data Data Input SIG

  Output Data Management

  Gambar 2.1.5.1: Ilustrasi Subsistem SIG

  Sumber (Eddy P. 2009. Sistem Informasi Geografis Konsep-Konsep Dasar, Informatika,

2.1.5.2 Komponen Sistem Informasi Geografis

  Secara umum SIG bekerja berdasarkan integrasi 5 Komponen, yaitu: Hardware, software, data, manusia dan metode.

  a.

  Hardware (perangkat keras) SIG membutuhkan hardware atau perangkat komputer yang memiliki spesifikasi lebih tinggi dibandingkan dengan sistem informasi lainnya untuk menjalankan software-software SIG, seperti kapasitas Memori (RAM), Hard disk, Prosesor serta VGA Card. Hal tersebut disebabkan karena data-data yang digunakan dalam SIG baik data vektor maupun data raster penyimpanannya membutuhkan ruang yang besar dan dalam proses analisanya membutuhkan memori yang besar dan prosesor yang cepat.

  b.

  Software (perangkat lunak) Sebuah software SIG harus menyediakan fungsi dan tools yang mampu melakukan penyimpanan data, analisis dan menampilkan informasi geografis. Dengan demikian elemen yang harus terdapat dalam komponen software SIG adalah:

  • Tools untuk melakukan input dan transformasi data geografis
  • Sistem manajemen basis data
  • Tool yang mendukung query geografis, analisis dan visualisasi
  • Graphical User Interface (GUI) untuk memudahkan akses pada tool geografi c.

  Data Hal yang merupakan komponen penting dalam SIG adalah data. Secara dasar SIG bekerja dengan dua tipe model data geografis yaitu model data vektor dan model data raster.

  • Data Spasial Model data ini terdiri dari gambaran nyata suatu wilayah yang terdapat di permukaan bumi, biasanya ditampilkan dalam bentuk peta, grafik dalam format digital dan disimpan dalam bentuk koordinat vektor (x,y) atau dalam bentuk image (raster) yang memiliki nilai tertentu.

  Gambar 2.1.5.2: Pelabuhan Belawan

  Sumber

  • Data Non Spasial (Atribute) Data non spasial adalah data berbentuk tabel dimana tabel tersebut berisi informasi- informasi yang dimiliki oleh objek dalam data spasial. Data tersebut berbentuk data tabular yang saling terintegrasi dengan data spasial yang ada d.

  Manusia Teknologi SIG tidaklah menjadi bermanfaat tanpa manusia yang mengelola sistem dan membangun perencanaan yang dapat diaplikasikan sesuai kondisi dunia nyata. Sama seperti pada Sistem Informasi lain, pemakai SIG pun memiliki tingkatan tertentu dari tingkat spesialis teknis yang mendesain dan memelihara sistem sampai pada pengguna yang menggunakan SIG untuk menolong pekerjaan mereka sehari-hari.

  e.

  Metode SIG yang baik memiliki keserasian antara rencana desain yang baik dan aturan dunia nyata, dimana metode, model dan implementasi akan berbeda-beda untuk setiap permasalahan.

2.2 Peta

  Peta adalah suatu alat peraga untuk menyampaikan suatu ide berupa sebuah gambar mengenai tinggi rendahnya suatu daerah (Topografi), penyebaran penduduk jaringan jalan dan hal lainnya yang berhubungan dengan kedudukan dalam ruang [14].

2.2.1 Proyeksi Peta

  Proyeksi Peta adalah prosedur matematis yang memungkinkan hasil pengukuran yang dilakukan di permukaan bumi fisis bisa digambarkan diatas bidang datar (peta). Karena permukaan bumi fisis tidak teratur maka akan sulit untuk melakukan perhitungan-perhitungan langsung dari pengukuran. Untuk itu diperlukan pendekatan secara matematis (model) dari bumi fisis tersebut[11].

  Gambar 2.2.1a Proyeksi Peta dari Permukaan Bumi ke Bidang Datar

  Sumber (Ira Mutiara. 2004. Pengukuran dan Pemetaan Kota, Surabaya.) Proyeksi peta terdiri atas 3 jenis yaitu : a.

  Proyeksi Azimuthal Bidang proyeksi yang digunakan adalah bidang datar. Sumbu simetri dari proyeksi ini adalah garis yang melalui pusat bumi dan tegak lurus terhadap bidang proyeksi.

  b.

  Proyeksi Kerucut (Conic)

  Bidang proyeksi yang digunakan adalah kerucut. Sumbu simetri dari proyeksi ini adalah sumbu dari kerucut yang melalui pusat bumi.

  c.

  Proyeksi Silinder (Cylindrical) Bidang proyeksi yang digunakan adalah silinder. Sumbu simetri dari proyeksi ini adalah sumbu dari silinder yang melalui pusat bumi.

  Gambar 2.2.1b Jenis Proyeksi Peta

  Sumber (Ira Mutiara. 2004. Pengukuran dan Pemetaan Kota, Surabaya.)

2.2.2 Proyeksi Universal Transverse Mercator (UTM)

  Proyeksi UTM dibuat oleh US Army sekitar tahun 1940-an. Sejak saat itu proyeksi ini menjadi standar untuk pemetaan [11]. Sifat-sifat proyeksi UTM adalah : a.

  Proyeksi ini adalah proyeksi Transverse Mercator yang memotong bola bumi pada dua buah meridian, yang disebut dengan meridian standar. Meridian pada pusat zone disebut sebagai meridian tengah.

  b.

  Daerah di antara dua meridian ini disebut zone. Lebar zone adalah 6 sehingga bola bumi dibagi menjadi 60 zone.

  Wilayah Indonesia terbagi dalam 9 zone UTM, dimulai dari meridian 90° BT sampai meridian 144° BT dengan batas lintang 11° LS sampai 6° LU. Dengan demikian, wilayah Indonesia terdapat pada zone 46 sampai dengan zone 54. Pembagian Zone dapat dilihat melaui gambar berikut :

  Gambar 2.2.2a Peta Dunia Berproyeksi UTM

  Sumber (Ira Mutiara. 2004. Pengukuran dan Pemetaan Kota, Surabaya.)

  

Gambar 2.2.2b Peta Indonesia Berproyeksi UTM Pada Sistem Informasi Geografis ini, peta yang digunakan adalah peta Kota Medan yang

  o o

  memiliki kordinat latitude 3 35’ N dan longitude 98 40’ E. Yang dimaksud dengan latitude adalah garis lintang yang melingkari bumi ditarik dari arah barat ke timur atau sebaliknya sejajar dengan garis khatulistiwa. Sedangkan longitude adalah garis bujur yang melingkari bumi ditarik dari kutub utara hingga kutub selatan atau sebaliknya. Jika diproyeksikan ke dalam kordinat (x.y) maka latitude adalah merupakan sumbu x sedangkan longitude merupakan sumbu y.

2.3 Algoritma Dijkstra

2.3.1 Definisi Algoritma Dijkstra Algoritma dijkstra digunakan untuk menetukan jarak terpendek pada sebuah graf berarah.

  Contoh penerapan algoritma dijkstra adalah lintasan terpendek yang menghubungkan dua lokasi,tempat berlainan tertentu (single-source single-destination shortest path problem). Algoritma ini ditemukan oleh seorang ilmuwan komputer berkebangsaan belanda yang bernama Edsger Dijkstra. Alfred V Aho, John E Hopcroft, Jeffrey D Ullman menyimpulkan cara kerja algoritma dijkstra adalah memakai strategi greedy dimana pada setiap langkah dipilih sisi dengan bobot terkecil yang menghubungkan sebuah simpul yang sudah terpilih dengan simpul lain yang belum terpilih [2]. Algoritma dijkstra membutuhkan parameter tempat asal dan tempat tujuan. Hasil akhir algoritma ini adalah jarak terpendek dari tempat asal ke tempat tujuan beserta rutenya.

  Proses untuk mendapatkan solusi optimum jalur terpendek adalah dengan menghitung jarak satu per satu sesuai dengan arah yang ditunjukkan oleh tiap-tiap sisi. Perhitungan dilakukan terhadap sisi graf yang memiliki jalur awal dan jalur akhir. Contoh pada gambar di bawah ini akan memberikan gambaran yang lebih mudah dipahami. Misalkan akan ditentukan jalur terpendek dari graf berarah dibawah ini dengan G = (V,E) dimana masing-masing lintasan memiliki nilai tidak negatif dan satu titik ditentukan sebagai titik awal. Masalahnya adalah bagaimana menentukan rute terpendek dari titik awal ke setiap titik (simpul) lainnya dalam V,

  Gambar 2.3.1: Graf

  Langkah-langkah penyelesaiannya adalah sebagai berikut: Jika titik awal S = {1}, D [2] = 10, D [3] =

  ∞, D [4] = 30 dan D [5] = 100. Pada iterasi pertama untuk loop baris (4) - (8), w = 2 dipilih sebagai simpul dengan nilai D minimum. Kemudian kami menetapkan D [3] = min (

  ∞, 10 +50) = 60. D (4) dan D (5) tidak berubah, karena dapat langsung mencapai tanpa melewati titik 2. Urutan nilai D setiap iterasi dari loop ditunjukkan pada Tabel

  8.2.1. Tabel 2.3.1: Perhitungan Dijkstra pada gambar 2.3.1 Keterangan: 1.

  G = Graph 2. V = himpunan titik 3. E = himpunan garis 4. S = Simpul sumber (titik awal) 5. D = Jarak antara simpul misalkan D[2] adalah jarak antara simpul s dan simpul 2 6. W = simpul dengan nilai paling minimum

2.3.2 Pseudo Code Algoritma Dijkstra

  procedure Dijkstra ( INPUT m: matriks, a : simpul awal ) { Mencari Lintasan terpendek dari simpul awal a ke semua simpul lainnya. Masukan : matriks ketetanggaan (m) dari graph berbobot G dan simpul awal a Keluaran :Lintasan terpendek dari a ke semua simpul lainnya. } Kamus : s: array [1. .n] of integer

  d: array [1. .n] of integer i: integer Algoritma : { Langkah 0 (inisialisasi : ) } Traversal [1. .n] s 1

  0 d 1

  m a1 { Langkah 1: } s 1

  1 d a

  ∞ { Langkah 2,3,…,n-1 : ) } Traversal { 2..n-1 } cari j sedemikian sehingga s j =0 dan dj = min {d1,d2,…,dn } s j

   1 { simpul j sudah terpilih } Perbaharui d, untuk i = 1,2,3,s.d.n dengan : d 1 (baru) = min (lama,d j +m ji }

2.3.3 Penelitian Terdahulu Algoritma Dijkstra

  Berikut terdapat 7 (tujuh) penelitian terdahulu yang telah dilakukan berkaitan dengan Algoritma Dijkstra : 1. Perbandingan Algoritma Greedy dan Dijkstra Untuk Menentukan Lintasan Terpendek.

  Lubis, Heni Syahriza [9] merupakan perbandingan cara kerja antara Algoritma Greedy dan Dijkstra dalam menentukan rute terpendek yang paling baik. Berdasarkan penelitiannya disimpulkan bahwa Algoritma Greedy tidak beroperasi secara menyeluruh terhadap semua fungsi alternatif yang ada sehingga lintasan terpendek hanya diperoleh dari vertex asal hingga vertex tujuan, sedangkan Algoritma Dijkstra beroperasi secara menyeluruh terhadap semua alternatif fungsi yang adasehingga lintasan terpendek tidak hanya diperoleh dari node sumber ke node tujuan saja, akan tetapi lintasan terpendek dapat diperoleh dari semua node.

   oleh Adisetya, Jiwa [1] merupakan Sistem Informasi Geografis yang membantu untuk mencari rute terpendek terhadap setiap fasilitas yang ada di wilayah kampus IPB Darmaga. SIG ini bekerja dengan menginputkan titik asal dan titik tujuan dimana user dapat memilih titik/lokasi awal yang akan ditempuhnya dan titik akhir yang ditujunya, kemudia user juga harus menginput beberapa titik acuan yaitu misalnya fasilitas-fasilitas apa saja yang berada disekitar jalan menuju titik tujuannya sehingga kemudian didapat rute terpendeknya dengan output berupa peta rute terpendek, informasi jarak titik yang dilalui, tampilan peta yang berada di sekitar titik acuan, tampilan peta fasilitas yang diingankan.

  3. Simulasi Algoritma Dijkstra Pada Protokol Routing Open Shortest Path First oleh Suherman, Eman [16]. Dalam penelitiannya Eman menjelaskan bagaimana algoritma Dijkstra menentukan rute terpendek pada suatu topologi jaringan. Perangkat lunak yang dibangun dapat memberikan gambaran simulasi algoritma penentuan jalur terpendek. pada topologi jaringan yang diberikan, algoritma Dijkstra optimal menentukan rute terpendek tiap-tiap node pada topologi jaringan tersebut.

  4. Pencarian Rute Terpendek Tempat Wisata Di Bali Dengan Menggunakan Algoritma Dijkstra oleh Joni Erawati Dewi, Luh [8]. Bagaimana algoritma Dijkstra menemukan rute terpendek dalam menuju tempat-tempat wisata di Bali. Algoritma Dijkstra cukup baik digunakan pada pencarian rute terpendek dari dan menuju suatu tempat wisata di Bali. Hasil yang diperoleh yaitu jarak terpendeknya 33.33 km dengan 9 titik jalur terpendek.

  5. Pencarian Rute Terpendek Menggunakan Algoritma Dijkstra Dan Astar (A*) Pada SIG Berbasis Web Untuk Pemetaan Pariwisata Kota Sawahlunto oleh Okta Pugas, Diana [13].

  Secara umum hasil pengujian pencarian rute terpendek antar objek wisata di Kota Sawahlunto dengan menggunakan algoritma Dijkstra dan A Star menghasilkan rute yang sama pada 5 kali sample pengujian. Namun terdapat perbedaan waktu proses pencarian rute terpendek antara algoritma Dijkstra dan A star. Algoritma A star memperoleh rute terpendek dengan waktu pencarian yang relatif lebih cepat daripada algoritma Dijkstra.

  6. Perbandingan Algoritma Dijkstra, Bellman-Ford, dan Floyd-Warshall Untuk Mencari Rute Terpendek oleh Muliawatik Susani, Indriyani [10]. Disimpulkan bahwa dalam persoalan lintasan terpendek algoritma Dijkstra lebih efisien dibandingkan algoritma Bellman-Ford dan algoritma Floyd-Warshall jika dilihat dari sisi running time.

  7. Perbandingan Algoritma Dijkstra dan Algoritma Ant Colony dalam Penentuan Jalur Terpendek oleh Ferdiansyah, Finsa [6]. Perbandingan algoritma koloni semutdengan Dijkstra menghasilkan jarak ter-pendek yang sama baik untuk rute jarakdekat, jarak menengah, maupun jarak jauh. Namun Algoritma koloni semut membutuhkan waktu rata-rata 16,326 detik untukmendapatkan jarak terpendek daripada algoritma Dijkstra yaitu 0,036 detik karena parameter yang digunakan Ant Colony lebih banyak dibandingkandengan Dijkstra.

  Berdasarkan penelitian terdahulu di atas, dapat diambil kelemahan dan kekurangan dari algortima Dijkstra dibandingkan dengan algoritma lainnya sebagai berikut :

  1. Kelebihan Algoritma Dijkstra Algoritma Dijkstra lebih cepat dalam mengeksekusi algoritmanya daripada algoritma Bellman-Ford, Algoritma Floyd-Warshall dan Algoritma Ant Colony. Sehingga waktu yang dibutuhkan untuk menemukan rute terpendek lebih cepat. Selain itu algortima dijkstra beroperasi secara menyeluruh terhadap semua alternative fungsi yang ada sehingga lintasan terpendek tidak hanya diperoleh dari node awal dan akhir saja tetapi dapat diperoleh dari semua node yang ada.

  2. Kekurangan Algoritma Dijkstra Algoritma Dijkstra tidak dapat menyelesaikan masalah lintasan terpendek dengan kasus graf yang berbobot negatif.

Dokumen yang terkait

Sistem Informasi Geografis Pencarian Rute Terdekat Pada Jasa Pengiriman Barang Menggunakan Algoritma A* (Star) Berbasis Mobile

25 194 82

Implementasi Sistem Informasi Geografis Untuk Menentukan Jarak Terpendek Menggunakan Algoritma Dijkstra Berbasis Web (Studi Kasus : Tempat Wisata di Kota Banda Aceh)

15 87 90

Implementasi Algoritma Dijkstra Untuk Pencarian Rute Terpendek Menuju Pelabuhan Belawan Berbasis Sistem Informasi Geografis

28 248 133

Sistem Informasi Geografis Untuk Menentukan Rute Terpendek Menggunakan Algoritma Dijkstra Berbasis Web (Studi Kasus Pada Salah Satu Bimbingan Belajar Di Kota Medan)

10 104 128

Sistem Informasi Geografis Berbasis Web Untuk Menentukan Jarak Terpendek Menggunakan Algoritma Dijkstra (Studi Kasus : Plaza / Mall Dikota Medan)

13 67 105

Sistem Informasi Geografis Pariwisata Berbasis Web Dan Pencarian Jalur Terpendek Dengan Algoritma Dijkstra

0 2 6

Implementasi Sistem Informasi Geografis Untuk Menentukan Jarak Terpendek Menggunakan Algoritma Dijkstra Berbasis Web (Studi Kasus : Tempat Wisata di Kota Banda Aceh)

0 0 27

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Sistem Informasi Geografis - Implementasi Sistem Informasi Geografis Untuk Menentukan Jarak Terpendek Menggunakan Algoritma Dijkstra Berbasis Web (Studi Kasus : Tempat Wisata di Kota Banda Aceh)

0 0 11

BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Sistem Informasi Geografis - Rekomendasi Rute Spbu Terdekat Menggunakan Algoritma Bellman-Ford Berbasis Android

0 0 19

Implementasi Algoritma Dijkstra Untuk Pencarian Rute Terpendek Menuju Pelabuhan Belawan Berbasis Sistem Informasi Geografis

0 1 63