Orang Toraya Toraja Bertemu Dengan Injil

Orang Toraya (Toraja) Bertemu Dengan Injil Kristus
1. Letak geografis Tana Toraja
Kabupaten Tana Toraja yang beribukota di Makale secara geografis terletak di
bagian Utara Provinsi Sulawesi Selatan yaitu antara 2°-3° Lintang Selatan dan 119°120° Bujur Timur, dengan luas wilayah tercatat 2.054,30 km² persegi.
Dengan batas-batas, yaitu :
 Sebelah Utara adalah Kabupaten Toraja Utara dan Provinsi Sulawesi Barat
 Sebelah Selatan adalah Kabupaten Enrekang dan Kabupaten Pinrang
 Sebelah Timur adalah Kabupaten Luwu
 Sebelah Barat adalah Provinsi Sulawesi Barat
Secara administratif, Kabupaten Tana Toraja meliputi 19 Kecamatan, 112 Lembang
dan 47 Kelurahan (Panggarra, 2015: 2). Pembagian wilayah menurut kecamatan,
jumlah lembang dan kelurahan serta luas kecamatan adalah sebagai berikut :
NO

Kecamatan

1
2
3
4
5

6

Bonggakaradeng
Simbuang
Rano
Mappak
Mengkendek
Gandang Batu
Sillanan
Sangalla
Sangalla Selatan
Sangalla Utara
Makale
Makale Selatan
Makale Utara
Saluputti
Bittuang
Rembon
Masanda
Malimbong Balepe

Rantetayo
Kurra
Total

7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19

Jumlah
Lembang

5
5
5
5
13
9

Jumlah
Kelurahan
1
1
1
4
3

Luas
(KM²)
206,76
194,82
89,43

116,02
196,74
108,63

Presentase
Terhadap Luas
Kab. (100%)
10,06
9,48
4,35
8,08
9,58
5,29

3
4
4
1
4
8

14
11
8
5
3
5
112

2
1
2
14
4
5
1
1
2
1
3
1

47

36,24
47,80
27,96
39,75
61,70
26,08
87,54
163,27
134,47
134,77
211,47
60,35
60,50
2.054,30

1,76
2,33
1,36

1,93
3,00
1,27
4,26
7,95
6,55
6,56
10,29
2,94
2,94
100,00

Ibu kota Kabupaten Tana Toraja terletak sekitar 329 km arah Utara kota
Makassar ibukota Provinsi Sulawesi Selatan yang melalui Kabupaten Enrekang,
Kabupaten Sidrap, kota Pare-Pare, Kabupaten Barru, Kabupaten Pangkep dan
1|O r a n g To r a j a b e r t e m u d e n g a n I n j i l K r i s t u s

Kabupaten Maros. Tana Toraja adalah ikon budaya dan parawisata di Provinsi,
Sulawesi Selatan merupakan salah satu daya tarik industri parawisata Indonesia, hal
ini merupakan potensi bagi pengembangan berbagai kegiatan produksi dan ekonomi

di Kabupaten Tana Toraja.
2. Budaya yang dianut oleh masyarakat Tana Toraja
Suku Toraja memiliki budaya yang menjadikannya unik di tengah-tengah
kemajemukan suku-suku bangsa di Indonesia. Salah satu budaya yang sangat terkenal
dari Tana Toraja yaitu Rambu Solo’ atau upacara pemakaman. Upacara itu biasanya
dilaksanakan dengan memperhatikan strata sosial orang yang meninggal (Panggarra,
2015: 2-3). Mereka yang termasuk kelompok orang yang berada atau kalangan
bangsawan (tana’ bulaan) biasanya melangsungkan upacara itu dengan mewah.
Sebaliknya, jika yang meninggal adalah masyarakat strata sosial rendah maka upacara
pemakamannya akan biasa-biasa saja bahkan hanya sedikit orang yang hadir dalam
pemakaman tersebut. Dapat dilihat bahwa strata sosial dalam adat Toraja sangat
berperan penting, di Toraja dikenal empat macam tingkat atau strata sosial: (1) tana’
bulaan atau golongan bangsawan, (2) tana’ bassi atau golongan bangsawan menengah
, (3) tana’ karurung atau rakyat biasa, (4) tana’ kua-kua biasa disebut juga aluk tondo
adalah masyarakat budak atau golongan hamba. Upacara Rambu Solo’ merupakan
sebuah upacara yang sarat dengan nilai-nilai adat-istiadat (aluk) yang mengikat
masyarakat Toraja. Bahkan, kepercayaan lama bahwa (aluk) atau adat diciptakan di
langit (Panggarra, 2015: 8). Oleh karena itu (aluk) adalah ilahi dan seluruh manusia
harus menghormati bahkan harus tunduk pada (aluk). Ada dua upacara pemakaman
yang biasa-biasa saja (tidak istimewah) yang dilakukan oleh orang Toraja :

1. Upacara Disilli’ adalah upacara pemakaman yang paling rendah di dalam
aluk Todolo, yang diperuntuhkan bagi strata yang paling rendah atau anakanak yang belum mempunyai gigi
2. Upacara Dipasilamun Tonima yaitu upacara pemakaman yang dilakukan
bagi anak-anak yang meninggal pada waktu lahir. Anak itu akan
dikuburkan dengan plasentanya.
Upacara pemakaman yang menjadi inti dari kebudayaan Toraja yaitu upacara
pemakaman “mewah” upacara ini dinamakan Didoya Tedong dari kata Tedong saja sudah
bisa diketahui bahwa untuk membuat upacara ini, tentunya diperlukan Tedong atau kerbau.
Selama upacara ini berlangsung, setiap hari sedikitnya harus adanya pemotongan 1 ekor
kerbau dan upacara ini diperuntuhkan bagi kaum bangsawan tinggi (Tana’ Bulaan). Ada
2|O r a n g To r a j a b e r t e m u d e n g a n I n j i l K r i s t u s

beberapa jenis kerbau yang menjadi idaman di mata orang Toraja, tetapi akan di bahas hanya
2 jenis kerbau termahal dan termurah bagi kisaran harga di Toraja.
1. Tedong Sambao’

Picture by: Google

Bagi orang Toraja, Tedong Sambao’ adalah jenis kerbau yang paling termurah dan biasanya
jenis kerbau ini hanya mampu dibeli oleh kasta terendah pada masyarakat Toraja. Kerbau ini

memiliki harga sekitar belasan juta Rupiah.

2. Tedong Saleko’

3|O r a n g To r a j a b e r t e m u d e n g a n I n j i l K r i s t u s

Picture by: Google

Ini adalah merupakan kerbau idaman bagi orang Toraja, kerbau ini sangat berharga di mata
orang Toraja dan juga kerbau ini menggambarkan strata sosial suatu masyarakat Toraja. Jika
dilihat dari segi biologis, ini adalah kerbau albino yang memiliki warna kulit yang tidak
sempurna dan juga kerbau ini memiliki bola mata berwarna putih yang menandakan bahwa
kerbau ini rabun. Namun jangan salah, walaupun kerbau ini cacat secara biologis, namun
kerbau ini memiliki harga yang sangat mahal, harga kebau ini bisa menembus 1 Milyar
Rupiah.

Telah disinggung di atas bahwa setiap ada upacara pemakaman, harus diadakan
pemotongan tedong atau kerbau. Pemotongan ini disebut oleh orang Toraja yaitu Merok.
Merok adalah upacara mempersembahkan seekor kerbau, kata merok berasal dari kata rok
(rauk) yang berarti menusuk bisa juga ditibas (Kobong, 2008: 55-58) Kerbau itu akan

dipotong menggunakan sebilah parang yang sangat tajam yang disebut dualalan. Sistem
kepercayaan atau religi orang Toraja yang merupakan inti dari kebudayaan Toraja yaitu Tautau dan Ma’ nene. Tau-tau adalah sebuah boneka (dipahat dari kayu). Ma’tau-tau berarti
membuat boneka bagi yang meninggal. Boneka ini adalah personifikasi orang yang telah
meninggal. Pembuatan boneka itu terikat pada berbagai ketentuan religius; sejak dari
4|O r a n g To r a j a b e r t e m u d e n g a n I n j i l K r i s t u s

penebangan pohon nangka sampai dengan upacara personifikasi, manglasak dan disabu
(Manampa, 1983: 173). Patung tidak boleh dibuat oleh sembarang orang dan pembuatannya
wajib bekerja dengan mayat (membuat boneka itu harus dekat dengan mayat). Boneka itu
harus dibuat sama persis dengan orang yang meninggal. Yang paling penting ialah boneka
hanya boleh dibuat oleh bangsawan atau mereka yang tergolong tana’ bulaan. Boneka itu
adalah personifikasi atau paling sedikit representasi (Kobong, 2008: 53-55) Orang yang
meninggal dan dengan demikian harus disembah menurut statusnya. Melalui boneka itu
interaksi dianggap tetap berlangsung. Boneka itu menampakan persekutuan yang langgeng
antara orang yang hidup dengan yang mati.
Ma’ nene adalah sebuah upacara atau ritual untuk mengganti pakaian keluarga yang
sudah meninggal. Mayat itu akan diawetkan dengan ramuan-ramuan khusus, lalu dipakaikan
pakaian yang baru, hal ini dilakukan sebagai perwujudan dari rasa cinta dari keluarga yang
masih hidup terhadap mayat yang sudah meninggal itu. Ritual ini dilangsungkan setiap tahun
khususnya pada bulan Agustus (Panggarra, 2015: 11-12) Saat ma’ nene berlangsung, peti-peti
mayat para leluhur, tokoh dan orang tua dikeluarkan dari makam caranya yaitu dengan
diadakan sedikit ritual kecil atau khusus sehingga mayat yang ada dipeti itu bisa berdiri
bahkan berjalan ke tempat khusus yang sudah disediakan lalu keluarga akan mengganti
busana yang melekat pada tubuh mayat itu. Bagi pemahaman orang Toraja, kematian
bukanlah akhir dari segalanya melainkan awal untuk membuka kehidupan yang baru.
Kehidupan yang baru itu disebut puya yang berarti tempat yang indah. Ketika mayat sudah
selesai digantikan baju, maka mayat itu akan berjalan sendiri ke petinya lalu berbaring.

3. Hubungan masyarakat Toraja dengan dunia luar sebelum Injil diberitakan

5|O r a n g To r a j a b e r t e m u d e n g a n I n j i l K r i s t u s

Pa’tondokan adalah pondok, tempat tinggal, kampung atau desa. Sejarah sebuah
tondok mengacu ke pangala tondok. Seseorang yang telah mengklaim wilayah tertentu
sebagai miliknya, atau daerah kekuasaannya akan mendirikan tondok

itu. Di masa

lampau, masa kelabu di Toraja, masih banyak wilayah yang kosong dan tak berpenghuni,
yang dapat diklaim sebagai milik tokoh-tokoh penguasa. Tentu saja, wilayah itu hanya
dapat dikuasai dan dipertahankan dengan tangan yang kuat.

Maka pangala tondok

haruslah seseorang yang kuat. Sebelum orang Toraja menjalin hubungan dengan tetangga
mereka, yaitu orang Bugis di Selatan, orang Toraja terasing dipegunungan dan mereka
hidup dengan aman dan tentram. Mereka belum merupakan kelompok etnis dalam arti
sesungguhnya. Kampung-kampung (penanian atau bua’) hidup berdampingan dalam
suasana damai, di bawah pemimpin masing-masing yaitu pangala tondok atau
topadatindo. Itulah keadaan yang berlaku sebelum dan sesudah perang melawan Bone,
dalam parohan kedua abad ke-17. Baru dikemudian hari, setelah pedagang kopi antara
Toraja dan daerah-daerah pesisir, Luwu’ di Timur dan Pare-Pare (Bugis) di Selatan, mulai
berkembang, para pedagang kopi itu yang saling bersaing membawa senjata api masuk
untuk mengamankan kepentingan mereka (Kobong, 2008: 68-69). Pedangan kopi, senjata
api, kekuasaan, judi, dan perbudakan merupakan unsur-unsur baru di dalam dunia Toraja
sesudah kedatangan pedagang-pedagang Bugis dan Arab. Unsur-unsur baru ini membawa
nilai-nilai yang merusak persekutuan orang Toraja yang hidup dalam kedamaian. Orangorang Toraja menjadi objek dalam perbudakan, menjadi korban demi keuntungan
ekonomi. Jenis perbudakan ini, jauh berbeda dari konsepsi tradisional prang Toraja
tentang budak, yang tidak bersifat sosial ekonomi, tetapi mempunyai dasar ontologis dan
sosio-religius. Melalui perdagangan kopi dan senjata api, beberapa pemimpin Toraja
menjadi sangat berkuasa. Dalam kerja sama dengan mitra dagang mereka, mereka
memperbesar kekuatan mereka melalui perdagangan budak (Kobong, 2008: 158-159).
Melalui perang-perang lokal dan serangan-serangan bersenjata terhadap kampungkampung, mereka memperoleh budak-budak yang menjadi komoditi perdagangan dengan
dunia luar. Itulah situasi umum dari peralihan abad ke-19 ke abad ke-20. Oleh sebab itu,
wajarlah bila rakyat jelata Toraja menyambut baik “pasifikasi” Belanda pada waktu itu.
Itulah kemungkinan besar orang Toraja menjadi mayoritas Kristen karena mereka sangat
senang dan setuju ketika Belanda membuat pasifikasi, sehingga ketika Belanda
memberitakan Injil kepada orang Toraja maka orang Toraja langsung menerima Injil itu.
4. Pekabaran Injil di Toraja
6|O r a n g To r a j a b e r t e m u d e n g a n I n j i l K r i s t u s

4.1 Pengutusan guru atau Pekabar Injil pertama di Toraja
Pada tahun 1905, Belanda tiba di Tana Toraja dan berhasil menaklukan secara
tuntas pada tahun 1906. Kekristenan mulai diperkenalkan di Toraja, tidak lama
setelah pemerintah kolonial menumpas perlawanan rakyat Toraja yang dipimpin
oleh Pong Tiku. Pada tahun 1908 pemerintah kolonial Belanda membuka
Landschapschool (sekolah swapraja) di Makale dan Rantepao yang dipimpin oleh
guru-guru Kristen. Sekalipun sekolah pemerintah ini berstatus “netral” , namun
guru-guru di Landschap mengajarkan agama Kristen kepada murid-murid
Landschap (Kobong, 2008: 125). Maksud pemerintah membuka sekolah adalah
untuk mendapat tenaga administrasi kolonial, juga sebagai upaya untuk
mengkristenkan penduduk di daerah-daerah pegunungan Sulawesi.
Mulai tahun 1912, kegiatan guru-guru Kristen untuk memberitakan Injil Yesus
Kristus di sekolah didukung oleh pendeta Gereja Protestan (Indische Kerk) di
Makassar, yaitu R.W.F kijtenbelt, yang didampingi oleh pendeta bantu yaitu
Jonathan Kelling. Atas pimpinan Roh Kudus, S.Sipasulta seorang guru asal
Ambon sebagai kepala sekolah Landschap di Makale dan 23 orang murid dari
sekolah itu menerima Yesus Kristus sebagai Juru selamatnya yang dibaptis pada
16 Maret 1913 yang dilakukan oleh pendeta bantu Jonathan Kelling. Pada tahun
1915 pelayanan Indische Kerk di Makale diambil alih oleh Gereformeerde
Zendingsbond (GZB). GZB adalah lembaga PI Belanda yang didirikan pada
tanggal 6 Februari 1901 di Ultrecht oleh orang-orang Gereformeerde yang masih
tetap tinggal dalam Hervormde Kerk (De Gereformeerde Bond inde Hevormde
Kerk) yang merupakan gereja negara waktu itu. GZB merupakan badan Pekabar
Injil yang resmi mendapat izin dari pemerintah untuk melakukan Penginjilan di
Toraja, Luwu, Enrekang. Sang pionir yang pertama kali diutus oleh GZB untuk
mengabarkan Injil ke Toraja adalah A.A. Van de loosdrecht di Rantepao. A.A.
Van de loosdrecht tiba di Rantepao tanggal 10 November 1913 Ketika ia Sesudah
sampai di Rantepao (Pasolon, 2013: 12), ia hanya beberapa hari saja di sana lalu ia
berangkat lagi untuk selama beberapa bulan belajar pada Adriani dan Kruyt di
Poso, tetapi sejak 8 Mei 1914 ia menetap di Rantepao. Setahun sesudahnya,
berlangsunglah pelayanan baptisan pertama kali atas empat anak Toraja tamatan
Sekolah Dasar negeri yang dilakukan oleh A.A. Van de loosdrecht (23-5-1915,
tetapi pendeta bantu Kelling telah membaptis 23 pemuda di Makale pada tanggal
6-3-1913). Dua tahun kemudian (1917) ada lagi 11 orang Toraja dibaptis.
4.2 Pemanggilan guru
7|O r a n g To r a j a b e r t e m u d e n g a n I n j i l K r i s t u s

Pada saat itu, tidak ada orang kampung yang meminta guru melainkan A.A.
Van de loosdrecht sendirilah yang meminta tambahan guru karena sudah banyak
sekali sekolah yang didirikannya. Pada tanggal 10 November 1913 setibanya A.A.
Van de loosdrecht di Rantepao, A.A. Van de loosdrecht membuka sekolah zending
di Toraja, sekolah yang didirikan oleh A.A. Van de loosdrecht adalah sekolah di
Balusu, dengan jumlah murid tujuh puluh delapan anak. Sekolah zending yang
kedua berhasil lagi dibuat yang dibangun di Nanggala dengan jumlah murid
delapan puluh anak. Tiga bulan kemudian didirikan lagi sekolah zending yang
ketika di Sa’dan dengan jumlah murid tujuh puluh tujuh anak. Semakin
banyaknya sekolah zending yang dibuat oleh A.A. Van de loosdrecht, untuk itu dia
meminta kepada perhimpunan Pekabaran Injil Gereformeerd agar mengirimkan
lebih banyak lagi zendeling dan juga guru-guru ke tana Torja karena sekolah yang
dibuatnya semakin banyak dan sedikit kewalahan jika hanya dia sendiri yang
mengelolahnya (Loodrecht, 2005: 56-61). Ketika A.A. Van de loosdrecht
mendapatkan dua orang guru yaitu Runtuwene dan Abraham mereka pergi ke
Poso, di sana A.A. Van de loosdrecht mempelajari bahasa Toraja agar mudah
untuk berkomunikasi dengan murid-murid, di Poso terciptalah buku yang dipakai
sebagai bahan bacaan para murid. Judul buku tersebut adalah “Late Soera’ Dinii
Melada’ Mbasa Soera” sebuah buku yang diciptakan olah A.A. Van de loosdrecht
dan N. Adriani dibantu dengan kedua guru tersebut, buku ini menjadi buku
pertama yang ditulis dalam bahasa Toraja. Setelah itu, menyusul buku yang kedua
yaitu “Boenga’ Lalan, Soera’ Pembasan” buku ini murni disusun oleh A.A. Van de
loosdrecht, ketika itu ia sudah mahir berbahasa Toraja.
4.3 Metode yang digunakan oleh Zendeling
 Metode yang digunakan oleh guru-guru sekolah Landschapschool yaitu :
Injil pertama kali ditaburkan oleh guru-guru sekolah Landschapschool, yang
dibuka oleh pemerintah Hindia-Belanda tahun 1908. Para guru ini berasal dari
Ambon, Minahasa, Sangir, Kupang dan Jawa. Pada awalnya sekolah yang dibuka
oleh pemerintah ini adalah sekolah yang bersifat netral atau tidak adanya niat
menaburkan Injil. Namun, guru-guru yang mengajar disekolah itu ternyata bukan
hanya memberi pelajaran bagi murid-murid dalam hal menulis, membaca dan
menghitung, tetapi mereka juga mengajarkan tentang agama Kristen. Metode yang
diberikan oleh guru-guru tersebut yaitu memperkenalkan apa itu Kristen,
mengajar tentang ajaran agama Kristen dan juga mempraktekan ajaran-ajaran

8|O r a n g To r a j a b e r t e m u d e n g a n I n j i l K r i s t u s

Kristen dalam kehidupan guru-guru itu sendiri dengan harapan agar murid-murid
dapat menirunya. Ketika mereka merasa bahwa ajaran Kristen yang diberikan
kepada murid-murid sudah cukup matang, dan juga kegiatan mengajar agama
Kristen kepada murid-murid didukung oleh Pdt. GP di Makassar yang didampingi
oleh Pendeta bantu Pdt. Jonathan Kelling maka mereka mulai bertanya kepada
murid-murid siapa yang ingin menjadi atau masuk agama Kristen? Pada saat itu
ada 23 orang murid yang ingin menjadi Kristen. Guru-guru itu dengan cepat
memanggil Pdt. Jonathan Kelling untuk segera membaptiskan mereka. Terjadilah
pembaptisan pertama di Tana Toraja. Walaupun metode yang dipakai guru-guru
cukup efektif dalam membaptiskan banyak murid, namun sayangnya dari 23
orang murid itu ada seorang murid yang memilih keluar dari agama Kristen tanpa
alasan yang jelas (Kobong, 2008: 125-128) Di sini dapat dilihat bahwa
kekurangan dari metode yang dipakai oleh guru-guru, mereka terlalu tergesahgesah untuk membaptiskan orang pribumi sedangkan orang pribumi saat itu belum
terlalu dalam untuk meresapi iman Kristen.
 Metode yang digunakan oleh A.A. Van de loosdrecht yaitu :
A.A. Van de loosdrecht melakukan pendekatan dengan orang Toraja melalui
mempelajari bahasa setempat. A.A. Van de loosdrecht belajar bahasa Toraja
melalui Adriani yang adalah seorang penerjemah Alkitab bahasa Toraja, setelah
A.A. Van de loosdrecht merasa bahwa bahasa Toraja yang ia pelajari sudah
matang maka ia memutuskan untuk kembali ke Rantepao pada awal Mei. Hal
yang pertama yang ia lakukan ketika tiba di Rantepao yaitu menjalin hubungan
dengan orang-orang Toraja dan juga ia menjalin hubungan dengan kepala suku
atau para parenge’ salah satu kepala suku yang dikenal oleh A.A. Van de
loosdrecht yaitu Pong’ Maramba, dan juga Van de loosdrecht beserta istrinya
membuat pelayanan medis di rumah mereka sendiri karena mereka sangat prihatin
akan kesehatan masyarakat Toraja. Ketika A.A. Van de loosdrecht sudah menjalin
hubungan baik dengan orang-orang Toraja dan kepala suku, maka hal yang
selanjutnya yaitu ia mendirikan sekolah-sekolah (Pasolon, 2013: 18-19) yang
dapat menampung anak-anak Toraja untuk mendapatkan pendidikan yang layak.
A.A. Van de loosdrecht meminta agar didatangkan guru-guru untuk mengajar di
sekolah yang didirikannya, guru-guru yang didatangkan atas permintaan A.A.
Van de loosdrecht berasal dari daerah-daerah yang lebih dahulu dikuasai Belanda
seperti Ambon, Sangir dan Manado. A.A. Van de loosdrecht bersama guru-guru
9|O r a n g To r a j a b e r t e m u d e n g a n I n j i l K r i s t u s

menerjemahkan ceritera-ceritera sekolah minggu dalam bahasa Toraja agar lebih
mudah untuk dipamahami oleh anak-anak setempat contoh ceritera yang sudah
diterjemahkan yaitu ceritera Nabi Nuh, Nabi Yunus, Daud mengalahkan Goliat.
Penginjilan A.A. Van de loosdrecht membuahkan hasil walaupun sangat lama,
dapat dibayangkan bahwa loosdrecht tiba di Tana Toraja tanggal 10 November
1913 dan untuk pertama kalinya ia membaptis empat orang anak Toraja tanggal 23
Mei 1915 yang telah mengikuti katekisasi cukup lama. Loosdrecht membuang
waktu satu tahun lebih namun hanya dapat membaptiskan 4 orang pribumi yaitu
Welem Bokko’, Kadang, Taroe, dan Pabolo. Menurut loosdrecht metode yang
dipakainya

yaitu

berbeda

dengan

guru-guru

sekolah

Landschapschool,

menurutnya “fatal akibatnya jika tergesah-gesah untuk membaptiskan orang
pribumi karena besar kemungkinan mereka akan keluar dari Kristen dan kembali
pada kepercayaan mereka yang lama untuk itu harus diadakan pengajaran yang
panjang tentang agama Kristen agar iman mereka benar-benar kokoh sehingga
sulit untuk dipengaruhi oleh lingkungan sekitar”. Jadi, dapat dirangkum metode
pendekatan yang dilakukan oleh A.A. Van de loosdrecht yaitu:
1. Mempelajari bahasa setempat
2. Menjalin hubungan baik dengan orang-orang pribumi dan juga kepala suku
3. membuat pelayanan medis bagi orang pribumi
4. Mendirikan sekolah bagi anak-anak pribumi
5. Menerjemahkan Alkitab dalam bahasa Toraja
6. Menerjemahkan buku-buku ke dalam bahasa Toraja untuk dipelajari oleh
murid-murid dan juga masyarakat.
7. mengadakan pengajaran tentang Kristen dalam waktu yang relatif panjang.
4.4 pembaptisan pertama kali
Baptisan pertama di Toraja berlangsung ketika wilayah Toraja merupakan
wilayah pelayanan Indische Kerk. Pada tahun 1908 pemerintah kolonial Belanda
membuka Landschapschool (sekolah swapraja) di Makale dan Rantepao yang
dipimpin oleh guru-guru Kristen. Ketika itu, guru-guru Kristen mengajar agama
Kristen kepada murid-murid dan 23 orang murid mau menerima Yesus Kristus dalam
arti mereka mau menjadi Kristen (Pasolon, 2013: 17-19) sehingga dibaptiskanlah 23
orang murid itu oleh pendeta bantu Jonathan Kelling. Nama-nama dari 23 orang
murid itu adalah :
1. Jan Buto (Makale)
10 | O r a n g T o r a j a b e r t e m u d e n g a n I n j i l K r i s t u s

2. Kanasa (Sangalla’)
3. O. Karre (Palesan)
4. P. Karre Mangontan (Sangalla’)
5. P. Karoma (Gandangbatu)
6. J. Kau (Simbuang)
7. J. Lambe’ Andidolo (anggota keluarga Puang Ma’kale)
8. E. Lebu (Gandangbatu)
9. J. Lilla’ (Pa’buaran)
10. Fil. Onggo (Pa’buaran)
11. M. Palalo (Ranteballa)
12. Parebong (Simbuang)
13. A. Ranteallo (anak Puang Ma’kale, Puang Tarongkon)
14. H. Saba’ (Madandan)
15. M. Sakkung (Tapparan)
16. P. Sapu (Sillanan)
17. S. Sepa’ (Pa’buaran)
18. P. Sule (Balepe’)
19. Joh. Tabang (Ma’kale)
20. M. Tampang (Uluwai)
21. L. Tuppa’ (Gandangbatu)
22. K. Tuppang (Ma’kale)
23. Isak Tondok (Rantelemo)
Menurut catatan dari murid yang bernama O. Karre setahun sebelum mereka dibaptis,
Pdt. Kelling dan beberapa guru agama Kristen mengajar kepada mereka tentang
agama Kristen dan mengajukan pertanyaan kepada mereka yaitu “siapa yang ingin
masuk” dari sejumlah murid yang ada, hanya 23 murid yang ingin masuk Kristen dan
mereka menerima pelajaran katekisasi dari guru Ndun, asal Timor dan guru S.
Sipasulta asal Maluku. O. Karre berumur kira-kira 15 tahun ketika dibaptis. Menurut
catatannya, seorang yang bernama A. Ranteallo yang sudah dibaptis memilih keluar
dari agama Kristen, alasan mengapa dia memilih keluar dari agama Kristen tidak
diberi keterangan dalam catatan O. Karre.
4.5 Peran Kepala Suku
Seorang yang menjadi kepala atau pemimpin adat atau pemuka masyarakat
yang biasanya dikenal dengan sebutan kepala suku adalah seorang yang harus berasal
dari golongan Tana’ Bulaan atau golongan bangsawan kaya. Kepala suku juga biasa
dikenal dengan sebutan Puang. Seorang kepala suku memiliki peran yang sangat
penting dalam masyarakat Toraja, dialah sang pengendali masyarakat Toraja. Puang
biasanya bertugas untuk memimpin upacara adat, mendamaikan masyarakat yang
sedang berselisih dan juga menjadi pimpinan perang. Namun, ketika Injil masuk di
11 | O r a n g T o r a j a b e r t e m u d e n g a n I n j i l K r i s t u s

Tana Toraja maka Puang menjadi kunci utama untuk masuknya Injil. Misionaris
pertama di Toraja yaitu loosdrecht ketika pertama kali menginjakan kaki di Toraja
maka ia langsung mengambil inisiatif untuk mendekati kepala suku kerena dia tahu
bahwa kepala suku merupakan kunci untuk menyebarkan Injil Kristus. Pada saat itu
loosdrecht mendekati kepala suku Toraja yang bernama Pong Maramba’. Ia
menjelaskan bahwa maksud kedatangannya ke Tana Toraja dan juga bertemu dengan
Pong Maramba’ yaitu ingin membuat sekolah di Toraja. Saat mengetahui bahwa
loosdrecht ingin membuat sekolah di Rantepao, maka Pong Maramba’ seketika itu
juga menyetujui usulah dari loosdrecht. Karena Pong Maramba’ ingin agar
masyarakatnya bisa menulis, membaca dan juga menghitung.
Seiring berjalannya waktu, loosdrecht berhasil membuat sekolah-sekolah di
Rantepao dan juga di sekolah-sekolah itu ia mengajarkan tentang agama Kristen dan
ajarannya. Murid-murid yang ada disekolah itu sangat tertarik dengan ajaran Kristen
karena konsep tritunggal Kristen sama dengan sistem kepercayaan tradisional orang
Toraja. Hal itu diketahui oleh kepala suku Toraja, ia melihat bahwa masyarakatnya
tertarik dengan agama Kristen, ia menyelidiki dan ia mendapatkan ternyata ajaran
Kristen tentang tritunggal sama dengan kepercayaan tradisional Toraja. Itulah
sebabnya ia memberi izin kepada loosdrecht untuk membaptis orang Toraja. Namun
sayangnya, kepala suku Toraja tidak ikut dibaptis kendatipun ia juga tertarik dengan
agama Kristen. Alasannya yaitu, seorang kepala suku berdarah Tana Bulaan’ tidak
dapat mengikuti apa yang dilakukan oleh masyarakatnya khususnya masyarakat
golongan tana’ karurung atau rakyat biasa, tana’ kua-kua biasa disebut juga aluk
tondo adalah masyarakat budak atau golongan hamba. Itu adalah peraturan yang tidak
boleh dilanggar. Contohnya yaitu, seorang kepala suku memerintahkan kepada
masyarakat golongan tana’ karurung dan tana’ kua-kua untuk membersihkan
lingkungan, maka kepala suku tidak boleh ikut serta bersama mereka membersihkan
lingkungan tetapi kepala suku hanya boleh memantau (Kobong, 2008: 128-148).
Itulah peraturan adat yang berlaku di Tana Toraja pada saat itu.
4.6 Pemahaman orang Toraja tentang Injil
Pemahaman orang Toraja tentang Injil nampaknya bukan hal baru. Dalam
Injil, zendeling mengajarkan tentang ajaran Kristen yaitu Trinitas. Orang Toraja,
sebelum dikenalkan dengan Injil, konsep trinitas juga dimiliki oleh orang Toraja.
12 | O r a n g T o r a j a b e r t e m u d e n g a n I n j i l K r i s t u s

Pemahaman orang Toraja, pencipta langit dan bumi adalah tiga dewa (Gaun
Tikembong, Pong Banggairante dan Pong Tulakpadang). Ketiga dewa ini
mengadakan “kombong kalua” (musyawarah besar), itulah model musywarah secara
demokratis yang asli. Sesudah itu mereka menciptakan matahari, bulan dan bintangbintang. Pong Tulakpadang turun ke bagian bawah bumi dan menjadi penguasa di
sana. Pong Banggairante mengambil bumi ini sebagai tempat kediamannya sebagai
penguasa dunia tengah. Gaun Tikembong naik ke pusat cakrawala, dia menjadi
penguasa dunia atas. Dari ceritera ini terlihat kosmos dibagi tiga. Dunia atas adalah
daerah kekuasaan para dewa dan dibagi menjadi 12 bagian. Puang Matua (Allah)
tinggal di pusat atau puncak tertinggi. Dialah yang menciptakan manusia pertama dan
nenek moyangnya tanaman-tanaman, bintang dan benda-benda mati. Ciptaan itu
diciptakan di langit lalu ciptaan itu diturunkan ke dunia tengan (bumi).
Dunia tengah yang merupakan tempat tinggal manusia, manusia diciptakan
oleh Puang Matua di langit dan ditutunkan ke bumi beserta dengan hewan-hewan dan
tanaman-tanaman yang penting bagi kehidupan dibumi. Manusia yang diturunkan dari
langit ke bumi bertugas untuk menjaga hasil ciptaan Puang Matua yaitu alam, hewanhewan dan tumbuhan-tumbuhan dan semuanya akan diawasi oleh Pong Tulakpadang
yang diberi mandat oleh Puang Matuna untuk melihat apakah manusia benar menjaga
ciptaannya atau tidak. Pong Tulakpadang naik ke kediaman Puang Matuna untuk
meminta petunjuknya tentang cara mengawasi manusia. Untuk itulah Puang Matuna
memberi tata tertib, peraturan-peraturan dan larangan-larangan untuk semua bidang
kehidupan

dan semua kenyataan. Itulah ceritera asal usul bumi dan ciptaannya

menurut orang Toraja, ketika zendeling mengajarkan bahwa Allah yang menciptakan
manusia dan seisi bumi ini, lalu Allah di bagi menjadi tiga (Bapa, Anak dan Roh
Kudus) namun dalam kesatuan. Lalu Allah memberi mandat kepada manusia agar
menjaga ciptaannya, tetapi Allah mengirim Roh Kudus untuk mengawasi serta
menasehati manusia. Konsep ini sama persis dengan pemahaman asal usul bumi dan
langit beserta dewa-dewanya (Kobong, 2008: 8-15). Untuk itulah ketika orang Toraja
mengetahui trinitas Kristen maka mereka langsung percaya karena konsep trinitas
sama persis dengan kepercayaan tradisional mereka.
4.7 Pemahaman-pemahaman yang mempermudah penerimaan Injil

13 | O r a n g T o r a j a b e r t e m u d e n g a n I n j i l K r i s t u s

Telah disinggung di atas bahwa Injil sangat cepat disebarkan di Toraja karena
ada kesamaan. Orang Toraja mempercayai tiga dewa (Gaun Tikembong, Pong
Banggairante dan Pong Tulakpadang) ketiga dewa ini disebut dengan Puang Matua
(Allah/tertinggi) sama persis dengan ajaran Kristen tentang tritunggal (Bapa, Anak
dan Roh Kudus) yang mempunyai satu hakekat yaitu Allah. Orang Toraja tidak bisa
memisahkan ketiga dewa ini satu sama lain, mereka juga tidak bisa melihat antara
ketiga dewa itu mana dewa yang paling kuat dan yang lemah karena menurut orang
Toraja ketiga dewa itu adalah sama, satu hakekat, esa, tidak bisa terpisahkan. Ketiga
dewa itu hanya bisa terpisah jika melaksanakan tugas masing-masing namun tetap
saling berhubungan karena dasarnya adalah ketiga dewa itu adalah satu. Ini sama
persis dengan konsep ketritunggalan Allah (Bapa, Anak, Roh Kudus). Di mana tidak
ada yang tinggi dan rendah, ketiga itu adalah satu, tidak bisa dipisahkan karena ketiga
itu esa. Dalam Kristen langit dan bumi diciptakan oleh Allah, dalam pemahaman
orang Toraja juga lagit dan bumi diciptakan oleh Puang Matuna (Gaun Tikembong,
Pong Banggairante dan Pong Tulakpadang). Dalam pemahaman tradisional orang
Toraja, ketiga dewa ini memiliki tugas masing-masing, Gaun Tikembong adalah dewa
yang bertugas untuk mengatasi dunia atas (langit) dialah dewa yang mengatur siang
dan malam, panas dan hujan, badai, petir, guntur, gempa bumi, gunung berapi dll.
Pong Banggairante mengatasi dunia tengah yang bertugas untuk menolong manusia
jika manusia mengalami kesusahan, masalah, gagal panen, kerusakan akibat gempa
bumi dll. Dan Pong Tulakpadang mengatasi dunia bawah yang bertugas untuk
memperingati manusia jika melanggar aturan-aturan yang dibuat oleh Puang Matuna.
Biasanya orang Toraja dilarang untuk merusak alam, mereka sama sekali tidak boleh
menebang pohon sembarang, karena jika terjadi longsor karena penebangan maka
mereka percaya bahwa Pong Tulakpadang naik ke langit dan menceriterakan semua
kelakuan mereka sehingga Puang Matuana memberikan longsor sebagai hukuman
karena melanggar aturan. Itulah konsep pemahaman orang Toraja tentang 3 dewa
yang esa dan tidak bisa terpisahkan. Untuk itulah ketika mereka mendengar dari
zendeling tentang konsep tritunggal Kristen maka mereka sangat tertarik, bahkan
faktor itulah yang mendorong hingga saat ini di Tana Toraja didominasi oleh agama
Kristen (Kobong, 2008: 26-28).
5. Tanggapan Kritis

14 | O r a n g T o r a j a b e r t e m u d e n g a n I n j i l K r i s t u s

Misinoaris pertama yang datang di tana Toraja yaitu A.A. Van de loosdrecht yang
telah berjasa bagi orang Toraja karena Injil yang dibawakannya itu. Metode yang
dipakainya juga sangat cocok dengan kehidupan orang Toraja pada saat itu, karena
sebelum masuknya loosdrecht, pemerintah Hindia-Belanda telah membuka sekolah
bagi orang-orang pribumi, sehingga loosdrecht juga membuka sekolah-sekolah karena
ia tahu bahwa orang Toraja sangat menyukai sekolah-sekolah yang didirikan. Metode
penerjemahan cerita-cerita Alkitab juga menurut saya sangat menarik, karena
loosdrecht telah berpikir bahwa anak-anak pasti senang dengan sebuah cerita, apa lagi
cerita dari Alkitab yang sama sekali belum pernah didengar oleh anak-anak pribumi.
Untuk itulah, banyak anak-anak pribumi yang senang dengan loosdrecht bahkan
rumah dari misionaris itu penuh dengan anak-anak ketika waktu sekolah telah
berakhir. Saya juga kagum dengan metode yang dipakai oleh guru-guru sekolah
Landschapschoo, di mana seharusnya pemerintah memberikan mandat untuk mereka
mengajar orang-orang pribumi membaca, menulis dan menghitung. Namun apa yang
terjadi, di samping guru-guru itu mengajar orang-orang pribumi membaca, menulis
dan meghitung, secara diam-diam mereka mengajar orang-orang pribumi tentang
kekristenan, tanpa diketahui oleh pemerintah Hindia-Belanda. Inilah membuat saya
kagum kepada guru-guru itu, mereka cerdik dalam melihat peluang yang ada demi
untuk menyebarluaskan Injil Kristus. Walaupun beberapa murid yang telah dibaptis
dari usaha penyebarluasan Injil oleh guru-guru kembali lagi menjadi agama suku, itu
diakibatkan karena pembekalan ajaran Kristen yang tergesah-gesah sehingga mereka
tidak terlalu paham dengan baik apa itu Kristen. Pada saat proses penyebarluasan Injil
di tana Toraja, ternyata Injil mendapatkan kabar baik dari kebudayaan Toraja, karena
orang Toraja pada saat itu dalam kebudayaan mereka percaya pada tiga dewa yaitu
(Gaun Tikembong, Pong Banggairante dan Pong Tulakpadang). Ketiga dewa ini
menurut mereka bersifat esa, satu dalam tiga kepribadian atau dalam pemahaman
orang Toraja “tiga dewa yang satu namun dipisahkan dalam pekerjaan”. Menarik di
sini, ketika Injil diberitkan ada istilah “Allah Tritunggal” yang merupakan kesamaan
dalam konsep kepercayaan orang Toraja. Dalam catatan A.A. Van de loosdrecht, ia
mengatakan bahwa ia senyum-senyum sendiri ketika mengetahui kepercayaan 3 dewa
dari orang Toraja, ia percaya bahwa dengan kepercayaan 3 dewa orang Toraja, itu
merupakan kunci untuk membuka gerbang Injil Kristus, karena sama pemahaman,
otomatis akan lebih muda ia sebarkan Injil Kristus. Ketika itu, ia pulang dan langsung
memeluk istrinya dengan bahagia, serta menceritakan kebudayaan orang Toraja
15 | O r a n g T o r a j a b e r t e m u d e n g a n I n j i l K r i s t u s

tentang 3 dewa mereka. A.A. Van de loosdrecht dan istrinya langsung berdoa sambil
meneteskan air mata, karena Tuhan telah membuka jalan bagi mereka untuk
memberitakan Injil.

DAFTAR PUSTAKA
1. Theodorus Kobong. 2008. Injil dan Tongkonan. Jakarta: BPK Gunung Mulia
2. Robi Panggarra. 2015. Upacara Rambu Solo’ di Tanah Toraja. Jakarta: Erlangga
3. Th. Van den End & J. Weitjens,SJ. 2008. Ragi carita 2 : Sejarah Gerja di Indonesia. Jakarta:
BPK Gunung Mulia
4. J.R.Pasolon. 2013. Sejarah Gereja Toraja (1913-2013). Rantepao: Institut Gereja Toraja
5. Anthonia A. Van de Loodrecht. 2005. Dari Benih Terkecil, Tumbuh Menjadi Pohon. Jakarta:
BPS Gereja Toraja
6. Yesaya Todingbua Manampa. 1983. Injil dan Kebudayaan. Jakarta: BPS Gereja Toraja

16 | O r a n g T o r a j a b e r t e m u d e n g a n I n j i l K r i s t u s

17 | O r a n g T o r a j a b e r t e m u d e n g a n I n j i l K r i s t u s

Dokumen yang terkait

Hubungan Antara Kompetensi Pendidik Dengan Kecerdasan Jamak Anak Usia Dini di PAUD As Shobier Kecamatan Jenggawah Kabupaten Jember

4 116 4

Analisis Prioritas Program Pengembangan Kawasan "Pulau Penawar Rindu" (Kecamatan Belakang Padang) Sebagai Kecamatan Terdepan di Kota Batam Dengan Menggunakan Metode AHP

10 65 6

Perancangan Sistem Informasi Akuntansi Laporan Keuangan Arus Kas Pada PT. Tiki Jalur Nugraha Ekakurir Cabang Bandung Dengan Menggunakan Software Microsoft Visual Basic 6.0 Dan SQL Server 2000 Berbasis Client Server

32 174 203

Penerapan Data Mining Untuk Memprediksi Fluktuasi Harga Saham Menggunakan Metode Classification Dengan Teknik Decision Tree

20 110 145

Pembangunan Sistem Informasi di PT Fijayatex Bersaudara Dengan Menggunakan Pendekatan Supply Chain Management

5 51 1

Pengaruh Persepsi Kemudahan dan Kepuasan Wajib Pajak Terhadap Penggunaan E Filling (Survei Pada Wajib Pajak Orang Pribadi Di Kpp Pratama Soreang)

12 68 1

Prosedur Pelaporan Surat Pemberitahuan Pajak Pengahsilan (SPT PPn) Dengan Menggunakan Elektronik Surat Pemberitahuan (E-SPT PPn 1111) Pada PT. INTI (Persero) Bandung

7 57 61

Pembangunan Aplikasi Augmented reality Sistem Eksresi Pada Manusia Dengan Menggunakan Leap Motion

28 114 73

Sistem Pemasaran Dan Pemesanan Barang Dengan Metode Customer Relationship Management Berbasis Web Pada PT.Yoshindo Indoensia Technology Jakarta

11 68 215

Oksidasi Baja Karbon Rendah AISI 1020 Pada Temperatur 700 °C Yang Dilapisi Aluminium Dengan Metode Celup Panas (Hot Dipping)

3 33 84