Menuju Teori dan Kritik Sastra Produksi

MENUJU TEORI DAN KRITIK SASTRA
PRODUKSI DALAM NEGERI

Judul Buku

: Pengantar Teori Sastra

Penulis

: Budi Darma

Penerbit

: Pusat Bahasa, Departemen Pendidikan Nasional

Tahun

: Cetakan Pertama, 2004

Halaman


: vi + 162 halaman

Ukuran Buku : 14 x 21 Cm

1

Berbagai cara dapat kita lakukan untuk dapat mengenal dan mengetahui
teori sastra. Salah satu cara yang umum kita lakukan adalah mengenal teori
sastra Barat. Dari membaca buku dalam bahasa aslinya (Inggris, Belanda,
Prancis, dan Jerman) sampai membaca buku melalui terjemahan, seperti buku
Rene Wellek dan Austin Warren (1949) Theory of Literature (diterjemahkan Melani
Budianta menjadi Teori Kesusastraan, 1989), buku D.W. Fokkema dan Elrud
Kunne-Ibsch (1977) Theories of Literature in the Twentieth Century (diterjemahkan
J. Praptadiharja dan Kepler Silaban menjadi Teori Sastra Abad Kedua Puluh,
1998), buku Raman Selden (1985) A Reader’s Guide to Contemporary Literary
Theory (diterjemahkan Rachmat Djoko Pradopo menjadi Panduan Pembaca Teori
Sastra Masa Kini, 1991), buku Tzvetan Todorov (1968) Qu’est-ce que le
structuralisme? Poétique (diterjemahkan Okke K.S. Zaimar, Apsanti Djokosuyatno,
dan Talha Bachmid menjadi Tata Sastra, 1985), dan buku Jan van Luxemburg,
Mieke Bal, Willem G. Weststeijn (1982, 1987) Inleiding in de Literatuurwetenschap

dan Over Literatuur (buku pertama diterjemahkan Dick Hartoko menjadi
Pengantar Ilmu Sastra, 1984, dan buku kedua diterjemahkan Akhadiati Ikram
menjadi Tentang Sastra, 1989), atau kita berkenalan langsung dengan teori sastra
Barat itu dengan cara membaca buku A. Teeuw (1984) Sastra dan Ilmu Sastra:
Pengantar Teori Sastra.
Berdasarkan data di atas jelas bahwa buku teori sastra yang beredar di
Indonesia pada umumnya ditulis oleh penulis asing, dan terutama tentang teori
sastra Barat. Orang Indonesia pada umumnya baru sampai pada taraf menjadi
penerjemah. Namun, ada satu dua orang yang sudah memberanikan diri menulis
buku teori sastra yang bersumber dari buku teori sastra Barat tersebut, yaitu
Joseph Yapi Taum (1997) Pengantar Teori Sastra dan Budi Darma (2004)
Pengantar Teori Sastra. Kedua-duanya memberi judul buku yang sama dan
mencoba meramu, merumuskan, dan memberi penjelasan tentang teori sastra–
terutama teori sastra Barat–dengan sudut pandang, fokus bahasan, dan gaya
penyajian yang berbeda.
Buku Pengantar Teori Sastra yang ditulis Joseph Yapi Taum terdiri atas 6
bab, yaitu (1) Pendahuluan, (2) Teori-Teori Ekspresivisme: Munculnya Paham
Individualisme dan Otonomi, (3) Teori Formalisme, Strukturalisme, Semiotik, dan
Dekonstruksi, (4) Teori-Teori Sosiologi Sastra, (5) Teori-Teori Resepsi Sastra, dan
(6) Catatan Penutup: Hakikat dan Relevansi Teori Sastra. Sementara itu, buku

2

Pengantar Teori Sastra yang ditulis Budi Darma ini hanya terdiri atas 5 bab, yaitu
Bab I Sastra dan Studi Sastra, Bab II Makna Sastra, Bab III New Criticism (Kritik
Sastra Baru), Bab IV New Criticism dan Strukturalisme, dan Bab V Psikologi dan
Sastra. Melihat daftar isi dari kedua buku yang berjudul sama tentu sudah dapat
kita rasakan perbedaannya. Apa dan bagaimana bedanya?
Joseph

Yapi

Pengantar

Taum

Teori

dalam

Sastra


menstransformasikan

bukunya

itu

mencoba

teori-teori

sastra

Barat dengan sudut pandang dan fokus
bahasan

berorientasi

pendekatan


M.H.

pada

teori

Abrams–meliputi

ekspresif, objektif, mimetik, pragmatik–yang
dikombinasikan dengan teori komunikasi
linguistik Roman Jakobson, yang meliputi
pengirim,

pesan,

pendengar,

konteks,

hubungan, dan kode. Dari dua pakar teori

sastra

itu,

Abrams

dan

Jakobson,

dihasilkan kecenderungan teori sastra yang
ada hingga kini, meliputi Romantik, Marxis, Formalistik, Strukturalistik, dan
Orientasi Pembaca. Dasar pandangan kedua pakar teori sastra itulah yang
dijabarkan oleh Joseph Yapi Taum dalam bukunya Pengantar Teori Sastra ,
setebal 83 halaman yang diterbitkan oleh Nusa Indah, Ende-Flores.
Pengantar Teori Sastra yang ditulis Budi Darma ini diluncurkan oleh Menteri
Pendidikan

Nasional,


Prof.

Dr.

Bambang

Sudibyo,

bertepatan

dengan

“Pembukaan Bulan Bahasa dan Sastra 2005" di Pusat Bahasa, Jakarta, 19
September 2005. Sebagai sebuah buku pengantar ilmu sastra, Pengantar Teori
Sastra, yang ditulis Budi Darma ini cukup berat bagi mahasiswa S-1 atau
pembaca pemula. Bobot keberatan bagi pembaca pemula itu tidak hanya
menyangkut pokok bahasan, bahasa, dan penyajian, tetapi juga daftar pustaka
atau bibliografi yang menjadi acuan buku ini. Daftar bibliografi yang tertera
(halaman 160–162) mencakupi 36 judul buku atau artikel, hanya terdapat 3 yang
berbahasa Indonesia/Melayu, yaitu “Kritik Cerpen: Seni” tulisan Budi Darma

sendiri, Kritikan Sastra Moden: Teori dan Pendekatan yang ditulis Mana Sikana
3

(Malaysia), dan terjemahan Melani Budianta Teori Kesusastraan. Jadi, lebih dari
90% bibliografinya berbahasa asing, terutama Inggris, yang tentunya di Indonesia
buku-buku itu sulit ditemukan.
Budi Darma membedakan ruang lingkup sastra adalah kreativitas
penciptaan dan ruang lingkup studi sastra adalah ilmu dengan sastra sebagai
objeknya. Fokus sastra adalah kreativitas (puisi, drama, novel, dan cerpen), dan
fokus

studi

sastra

adalah

ilmu

(teori,


kritik,

dan

sejarah

sastra).

Pertanggungjawaban sastra adalah estetika, dan pertanggungjawaban studi
sastra adalah logika, demikian Budi Darma mengawali tulisannya dalam “Bab I
Sastra dan Studi Sastra” yang dilanjutkan dengan pembahasan subbab yang
lainnya, yaitu “Teks dan Konteks”, “Cabang Studi Sastra”, “Sastra Serius dan
Sastra Hiburan”, “Kriteria Sastra”, “Belle Lettres dan Literature”, “Kanon Sastra”,
“Intrinsik, Ekstrinsik, dan Sastra Mainstream”, “Letak Teori Sastra”, dan diakhiri
dengan pembahasan “Lima Cabang Studi Sastra”. Cukup banyak subbab yang
disampaikan dalam Bab I ini, tetapi pembahasannya hanya selintas, kadang cuma
tiga alinea.
Dalam Bab II ,“Makna Sastra”, Budi Darma mencoba menjelaskan kaitan
sastra dan studi sastra dengan bidang yang lain, seperti filsafat, pemikiran,

mimesis, fiksionalitas, weltanschauung, dan world view. Contoh karya sastra yang
digunakan untuk menjelaskan makna sastra adalah Belenggu karya Armijn Pane
yang minus moral dan tinggi estetika atau sebaliknya Layar Terkembang karya
Sutan Takdir Alisyahbana yang minus estetika dan tinggi moral seperti menggurui.
Sementara itu, karya sastra dunia yang digunakan contoh untuk menjelaskan
makna sastra ini, antara lain, drama Julius Caesar karya William Shakespeare,
Mitos Sisipus dan Orang Asing karya Albert Camus, Nausea dan No Exit karya
Jean-Paul Sartre, Dr. Faustus dan Tamburlaine the Great karya Christopher
Marlowe, Anna Karenina karya Leo Tolstoy, Faust karya Goethe, Emilia Galotti
karya Lessing, serta The Mill on the Floss karya George Eliot. Apabila kita tidak
pernah membaca karya dunia itu, tentu kita akan mengalami kesulitan memahami
penjelasan guru besar ilmu sastra dari Universitas Negeri Surabaya dalam Bab II
ini.
Penjelajahan ke mashab teori sastra New Criticism (Kritik Sastra Baru) dan
Strukturalisme dapat kita ikutan dalam Bab III dan IV. New Criticism yang lahir
sebagai reaksi terhadap kritik sastra sejarah dan kritik sastra biografi, meskipun
4

hanya hidup selama 20 tahun (1940–1960), dalam praktiknya hingga kini masih
banyak diterapkan oleh kritikus dan peneliti sastra. Budi Darma mencatat ada 12

langkah kerja New Criticism, yaitu close reading, empiris, otonomi, concreteness,
bentuk (form), diksi (pilihan kata), tone (nada), metafora, simile, onomatopea,
paradoks, dan ironi. Titik berat kajian New Criticism adalah puisi. Ada sepuluh hal
kesulitan memahami puisi yang digunakan sebagai pedoman orang-orang New
Criticism, yaitu making out the plain sense of poetry, sensuous apprehension,
visual imagery, mnemonic irrelevancies, stock response, sentimentalities,
inhibition, doctrinal adhesions, technical presuppositions, dan general critical
preconception.
Bersamaan dengan New Criticism, lahir pulalah mashab baru Formalisme
Rusia yang lebih berorientasi pada bentuk (form) dengan titik berat kajian pada
narasi atau cerita. Formalisme Rusia inilah yang menjadi cikal bakal Aliran Praha
atau Strukturalisme Praha. Selain berorientasi pada bentuk, mereka juga
menganggap penting otonomi, karya sastra adalah sesuatu yang mandiri dan
berdiri sendiri. Dari kedua aliran itulah kemudian berkembang menjadi
strukturalisme yang luas di Amerika Serikat dan Eropa. Strukturalisme yang
berkembang masuk ke berbagai bidang ilmu, seperti linguistik, sastra, antropologi,
mitologi, sejarah, dan psikologi. Kedekatan strukturalisme dengan zaman purba,
terutama mitologi, dan kepercayaan dengan menampik eksistensialisme, dicap
sebagai primitivisme. Jasa strukturalisme tidak dapat dihilangkan begitu saja
dalam percaturan dunia ilmu, terutama dengan filsafat fenomenologi dan
hermeneutika.
Budi Darma menutup tulisannya dengan Bab V “Psikologi dan Sastra”.
Psikologi pada hakikatnya tidak dapat dipisahkan dengan mitologi Yunani Kuno,
misalnya ‘histeria’, ‘oedipus kompleks’, dan ‘narsisisme’. Mitologi Yunani Kuno
termasuk kategori sastra. Itulah sebabnya, Budi Darma dalam bab ini menjelaskan
hubungan “Freud dan Mitologi”, “Psikologi, Seni, dan Sastra”, “Psikologi
Personalitas”, “Psikologi Behaviorisme”, “Psikoanalisis (Sigmund Freud, Carl
Gustav Jung, Jacques Lacan)”, dan “Psikoanalisa dalam Strukturalisme
(Ferdinand Lacan)”. Bagaimana pun psikologi dan sastra tidak dapat dipisahkan
dari waktu ke waktu, dari zaman ke zaman. Kedua bidang itu saling meresap satu
dengan yang lainnya. Ada psikologi pengarang, psikologi pembaca, dan psikologi
tokoh dalam karya sastra.
5

Buku Pengantar Teori Sastra yang ditulis oleh Budi Darma ini meski tampak
bersahaja, baik kulit luar bukunya maupun bab penyajiannya, kualitas isi buku ini
boleh diandalkan. Apalagi buku itu ditulis oleh orang Indonesia sendiri yang
memiliki pengetahuan dan kemampuan yang luas. Hal itu tentu sangat mendorong
lahirnya teori (dan kritik) sastra produksi dalam negeri. Sebagai pembuka jalan
“Menuju Teori (dan Kritik) Sastra Produksi dalam Negeri”, buku Pengantar Teori
Sastra yang ditulis oleh Budi Darma ini boleh kita acungi jempol. Kekurangan
dalam buku ini tentu jelas ada. Penggunaan istilah, contoh karya sastra, dan
penyunting buku yang kurang paham dengan sastra membuat banyak kelemahan
buku ini. Apalagi kalau pembaca menuntut sebuah teori sastra yang lengkap, utuh,
dan terpadu, baik teori sastra Barat maupun Timur, tentu buku ini jauh dari
memadai. Apa mau dikata, inilah wajah orang Indonesia yang berpendidikan Barat
menulis buku acuan teori sastra.
Sekarang jangan mengkhawatirkan hal itu, kini telah terbit buku-buku karya
Puji Santosa tentang teori dan kritik sastra dalam negeri, antara lain: (1)
Ancangan Semiotika dan Pengkajian Susastra (Bandung: Angkasa, 1993), (2)
Pengetahuan dan Apresiasi Sastra dalam Tanya-Jawab (Ende-Flores: Nusa
Indah, 1995), (3) Bahtera Kandas di Bukit: Kajian Semiotika Sajak-sajak Nuh
(Surakarta: Tiga Serangkai Pustaka Mandiri, 2003), (4) Kritik Sastra: Teori,
Metodologi, dan Aplikasi (Yogyakarta: Elmatera Publishing, 2009), (5) Estetika:
Sastra, Sastrawan, dan Negara (Yogyakarta: Pararaton, 2009), (6) Kekuasaan
Zaman Edan: Derajat Negara Tampak Sunya-ruri (Yogyakarta: Pararaton, 2010),
(7) Struktur dan Nilai Mitologi Melayu dalam Puisi Indonesia Modern (Elmatera
Publishing, Yogyakarta, 2010), (8) Sastra dan Mitologis: Telaah Dunia Wayang
dalam Sastra Indonesia (Elmatera Publishing, Yogyakarta, 2010), (9) Dunia
Kesusastraan Nasjah Djamin dalam Novel Malam Kuala Lumpur (Elmatera
Publishing, Yogyakarta, 2011), (10) Manusia, Puisi, dan Kesadaran Lingkungan
(Elmatera Publishing, Yogyakarta, 2011), Puisi Promosi Kepariwisataan (Elmatera
Publishing, Yogyakarta, 2013), Dunia Kepenyairan Sapardi Djoko Damono
(Elmatera Publishing, Yogyakarta, 2013), dan Merajut Kearifan Budaya: Analisis
Kepenyairan Darmanto Jatman (Elmatera Publishing, Yogyakarta, 2013). [Puji
Santosa]
.

6