Pengantar Hukum Adat Hukum Adat

MAKALAH
“Ruang lingkup hukum adat, bentuk hukum adat, sifat hukum adat,
Lahirnya hukum adat, kekuatan berlakunya hukum adat, asas-asas
hukum adat, dan tujuan serta fungsi hukum adat”
Disusun Untuk Memenuhi Tugas Makalah Pada Mata Kuliah :
“Hukum Adat”
Dosen Pengampu :
Dr. Rosdalina Bukido. M.Hum

Disusun Oleh :
La Ade
15.1.1.022
Wiwit I. Sari
15.1.1.034

Al Ahwal Al Syakhsiyah B

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) MANADO
2017

BAB I.

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Indonesia merupakan Negara hukum dalam Pasal 1 ayat (3) UUD 1945
Perubahan ke-4 disebutkan bahwa : “Negara Indonesia adalah negara hukum.”
Ketentuan pasal tersebut merupakan landasan konstitusional bahwa Indonesia
adalah negara yang berdasarkan atas hukum, hukum ditempatkan sebagai satusatunya aturan main dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara
(supremacy of law). Terkait dengan hukum itu sendiri Indonesia menganut
beberapa sistem hukum yaitu sistem hukum civil law, common law, hukum Islam
dan hukum adat.
Terkhususnya mengenai hukum adat, merupakan suatu tata aturan
masyarakat yang tumbuh dari suatu kebiasaan masyarakat yang kemudian
dijadikan satu acuan dalam kehidupan bermasyarakat yang mengandung nilainilai yang luhur. Seiring perkembangan zaman hukum adat mulai mengalami
perubahan sesuai dengan situasi dimasyarakat itu sendiri. Dalam pengkajiannya
para pakar ilmu hukum telah banyak mengungkap berbagai teori terkait dengan
hukum adat sehingga memunculkan satu cabang ilmu di bidang hukum dimana
hukum adat menjadi satu landasan dalam kehidupan masyarakat terkhususnya di
Indonesia.
Hukum adat di Indonesia dimasa kini mulai mengalami banyak perubahan
seiring dengan perubahan zaman, meskipun begitu eksistensinya di Indonesia

hingga saat ini masih menjadi hal yang sangat penting yang sulit lepas dari
kehidupan karena masyarakat Indonesia sangat memegang kuat apa yang telah
diwarisi oleh para leluhurnya.

2

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana ruang lingkup hukum adat ?
2. Bagaimana bentuk hukum adat dan sifat hukum adat ?
3. Bagaimana lahirnya hukum adat dan kekuatan berlakunya hukum adat ?
4. Apa saja asas-asas hukum adat, tujuan serta fungsi hukum adat ?

3

BAB II.
PEMBAHASAN
A. Ruang lingkup hukum adat
Terkait pengertian hukum adat yang dikemukakan oleh ahli Prof. Mr.
Cornelis van Vollen Hoven yang mengemukakan bahwa hukum adat adalah
keseluruhan aturan tingkah laku masyarakat yang berlaku dan mempunyai sanksi

dan belum dikodifikasikan.( Bewa Ragawino, 2008). Dari pengertian ini dapat
ditarik ruang lingkup hukum adat adalah seluruh nilai atau aturan terkait tingkah
laku atau kebiasaan manusia yang tumbuh dan berkembang didalam lingkungan
suatu masyarakat sebagai suatu yang luhur.
Jadi ruang lingkup hukum adat hanya sebatas wilayah yang menganut adat
atau kepercayaan tersebut saja. Ruang lingkup hukum adat dibatasi oleh
lingkungan hukum perdata. Jika aturan yang ada hukum adat sudah diatur oleh
hukum perdata maka hukum adat tersebut tidak berlaku lagi. hukum adat
merupakan salah satu kebudayaan bangsa.
B. Bentuk hukum adat dan sifat hukum adat
1. Bentuk hukum adat
Terkait bentuknya, apabila merujuk pada sumber hukum adat maka dapat
ditarik menjadi 2 bentuk yaitu :
a. Tidak tertulis
Bentuk hukum adat yang tidak tertulis adalah sebagai berikut :

1). Kebiasaan atau adat kebiasaan

4


Sumber ini merupakan bagian yang paling besar yang timbul dan
tumbuh dalam masyarakat yang berupa norma-norma aturan tingkah laku
yang sudah ada sejak dahulu. Adat kebiasaan ini meskipun tidak tertulis tetapi
selalu dihormati dan ditaati oleh warga masyarakat, sebagai aturan hidup
manusia dalam hubungannya dengan manusia lain. Oleh karena itu tidak
tertulis, maka adat kebiasaan ini hanya dapat dicari dalam kehidupan
masyarakat yang bersangkutan, atau dalam berbagai peribahasa, Pepatah,
kata-kata mutiara atau dalam perbuatan simbolik yang penuh dengan arti
kiasan.
2). Keputusan para petugas hukum
Hukum adat juga dapat diketahui dari berbagai macam keputusan para
petugas hukum adat, seperti Kepala Adat, Kepala Suku, Hakim Adat, rapat
Desa (rembug Desa) dan sebagainya.
3). Peraturan-peraturan Perkumpulan Adat
Beberapa perhimpunan yang dibentuk oleh masyarakat juga sering
membuat ketentuan-ketentuan yang mengikat para anggotanya, awig-awig
untuk para anggota perkumpulan pengairan/subak di Bali, Perkumpulan
kematian, Perkumpulan arisan dan sebagainya.

b. Tertulis

Bentuk hukum adat yang tertulis adalah sebagai berikut :
1. Hukum Islam

5

Norma hukum islam atau yang lebih dikenal dengan istilah Hukum Fiqh,
juga merupakan sumber hukum adat, terutama mengenai ajaran hukum Islam
yang sudah meresap dalam kesadaran hukum masyarakat yang sebagian besar
beragama Islam. Misalnya mengenai perkawinan, warisan, wakaf dan
sebagainya yang telah tertuang dalam berbagai buku fiqh .
2. Piagam Raja-raja dan kitab Hukum Adat
Hukum Adat Indonesia sekarang ini ada juga yang bersumber pada
hukum tertulis dalam Piagam dan Pranatan Raja-raja dahulu seperti : Pranatan
Bekel dari Kraton Yogyakarta, Angger-angger Arubiru dari Surakarta, kitab
hukum kertagama dari Majapahit, kitab hukum Kutaramanawa dari Bali dan
sebagainya.(Lihat Elfryda Prahandini, 2015)

2. Sifat Hukum Adat
Hukum adat mempunyai sifat sebagai berikut :
1. Keagamaan

Sebagaimana masyarakat hukum adat mempunyai sifat keagamaan dan
kepercayaan kepada Tuhan Yang Maha Esa. Hukum adat menghendaki agar
supaya setiap manusia Indonesia percaya dan taqwa terhadap Tuhan Yang
Maha Esa.
2. Kebersamaan
Hukum adat mempunyai sifat commnuaal, yaitu sifat kebersamaan
yang kuat, artinya manusia menurut hukum adat merupakan mahkluk dalam
ikatan kemasyarakatan yang erat. Seluruh lapangan hidup diliputi oleh rasa
kebersamaan atas dasar tolong menolong, saling membantu satu sama diantara
lain. Hal ini dapat dilihat dari kenyataan sehari-hari dalam rukun kampong,
rukun tetangga atau warga dikalangan masyarakat, jika ada tetangga yang

6

sakit atau meninggal meninggal mereka mendatangi yang tertimpa musibah,
walaupun bukan saudara mereka tetapi turut berduka cita.
3. Serba konkrit
Hukum adat bersifat serba konkrit, serba jelas, artinya hubunganhubungan hukum yang dilakukan tidak serba tersembunyi atau samar-samar,
antara kata dan perbuatan berjalan serasi, jelas dan nyata. Misalnya dalam
perjanjian jual beli, perjanjian itu baru terjadi jelas dan nyata pembeli telah

membayarnya dan penjual telah menyerahkan barang yang dijualnya.
4. Sangat Visual
Hukum yang bersifat visual, sangat nyata, sangat Nampak artinya
perhubungan-perhubungan hukum itu dianggap hanya terjadi jika sudah ada
ikatan yang Nampak. Jika belum ada tanda-tanda ikatan maka perhubungan
itu baru sekedar menyampaikan keinginan atau baru menaruh perhatian saja.
Tanda-tanda ikatan ini berlaku berbagai hubungan perhubungan hukum,
misalnya dalam hubungan perjanjian dan perkawinan.
5. Tidak dikodifikasi
Hukum adat tidak kodifikasi, artinya tidak dihimpun dalam suatu atau
beberapa kaitan undang-undang tertentu.Hal ini tidak berarti bahwa tidak ada
hukum adat yang pernah ditulis atau dibuat menjadi buku. Namun sebagian
besar hukum adat itu memang tidak tetulisdan tidak pula dicatat.
6. Tradisional
Hukum adat bersifat tradisional artinya bersifat turun-temurun sejak
duhulu hingga sekarang tetap dipakai, tetap diperhatikan dan dihormati.
7. Dapat berubah
Hukum adat dapat berubah tetapi tidak mudah dirubah. Perubahan di
dalam hukum adat terjadi biasanya dikarenakan perkembangan zaman,
dikarenakan perubahan keadaan tempat dan waktu. Perubahan yang dilakukan

tidak dengan cara menghapus atau menghilangkan ketetantuan yang ada,
tetapi membiarkan saja dan membuat ketentuan yang baru.
7

8. Mampu menyesuaikan diri
Hukum adat mampu dan mudah menyesuaikan diri dengan keadaan
baru. Kemampuan hukum adat menyesuaikan diri bukan dikarenakan sifat
hukumnya yang tidak tertulis dan tidak dikodifikasi melainkan karena sifat
keterbukaannya.
9. Terbuka dan sederhana
Hukum adat bersifat terbuka, artinya dapat menerima unsur-unsur
yang dating dari luar, sepanjang unsur-unsur yang dating dari luar, sepanjang
unsur-unsur asing itu tidak bertentangan dengan pandangan hidup dan ia
bermanfaat bagi kehidupan masyarakat serta tidak sukar untuk menerima dan
melaksanakannya. (Rosdalina, 2016, hal. 85-88)
Dari beberapa penjelasan diatas dapat ditarik kedalam 3 sifat pokok
yaitu :
a. Hukum adat mengandung sifat yang sangat tradisionil.
Dimata rakyat Indonesia hukum adat, demikian juga adat, berpangkal
pada kehendak nenek moyang yang biasanya didewa-dewakan dan adat

dianggap pula bersendi pada kehendak dewa-dewa. Karena itu menarik
perhatian juga bahwa peraturan-peraturan hukum adat umumnya oleh rakyat
dianggapberasal dari nenek-mojang yang legendaris (hanya ditemui dalam
cerita-cerita orang tua ).
b. Hukum adat dapat berubah.
Perubahan dilakukan bukan dengan menghapuskan dan mengganti
peraturan-peraturan itu dengan yang lain secara tiba-tiba, karena tindakan
demikian itu akan bertentangan dengan sifat adat istiadat yang suci dan
bahari. Akan tetapi perubahan terjadi oleh pengaruh kedjadian-kedjadian,
pengaruh peri-keadaan hidup yang silih berganti. Peraturan hukum-adat harus
dipakai dan dikenalkan oleh pemangku adat (terutama oleh kepala-kepala)
8

pada situasi-situasi tertentu dari kehidupan sehari- hari; dan peristiwaperistiwa demikian ini, sering dengan tidak diketahui berakibat pergantian,
berubahnya peraturan adat dan kerap kali orang sampai menyangka, bahwa
peraturan-peraturan lama tetap berlaku bagi keadaan- keadaan baru.
c. Kesanggupan hukum adat untuk menjesuaikan diri.
Justru karena pada hukum adat terdapat sifat hukum tidak tertulis dan
tidak dikodifikasi, maka hukum adat (pada masyarakat yang melepaskan diri
dari ikatan-ikatan tradisi


dan dengan cepat

berkembang

moderen)

memperlihatkan kesanggupan untuk menyesuaikan diri dan elastisitet yang
luas. Suatu hukum sebagai hukum-adat, yang terlebih-lebih ditimbulkan oleh
keputusan-keputusan dikalangan perlengkapan masyarakat belaka, sewaktu
waktu dapat menyesuaikan diri dengan keadaan-keadaan baru. (Van Dijk,
1971, hal. 6-7)
C. Lahirnya hukum adat dan kekuatan berlakunya hukum adat
1. Lahirnya hukum adat
Lahirnya hukum adat pada hakekatnya sudah didapat pada zaman kuno,
zaman pra-Hindu tersebut menurut ahli-ahli hukum adat adalah merupakan adat
melayu Polinesia, lambat laun datang di kepulauan kita di kultur Hindu,
kemudian kultur Islam dan kultur Kristen yang masing-masing mempengaruhi
kultur-kultur asli tersebut.
Pengaruh hukum tersebut sangat besar sehingga akhirnya kultur yang asli

yang sejak lama menguasai tata kehidupan Indonesia itu terdesak. Kenyataan
yang ada, hukum adat yang timbul dan berkembang di masyarakat merupakan
hasil akulturasi antar peraturan-peraturan adat istiadat jaman pra-Hindu dengan

9

peraturan-peraturan hidup yang dibawa oleh kultur Hindu, Islam dan Kristen.
(Rosdalina,2016, hal. 77).
Istilah hukum adat adalah terjemahan dari adatrech yang pertama kali
diperkenalkan oleh Prof. Dr. C. Snouck Hurgronje dalam bukunya de atjehers
pada tahun 1893. Kemudian digunakan oleh Prof. Cornelis Van Volenhoven
yang dikenal sebagai penemu hukum adat dengan sebutan bapak hukum adat dan
penulis buku “het adatrech van nederlands indie”. (Yulies Tiena Masriani, 2006,
hlm. 134)
Hukum adat sebagai nama untuk menyertakan Volksrecht (hukum rakyat)
Indonesia yang tidak dikodifikasikan. Hukum adat bagi bangsa Indonesia
merupakan kekayaan nasional dalam semurni murninya.
Sebenarnya yang ada di Indonesia pada jaman dahulu merupakan hukum
agama lembaga-lembaga kebiasaan seperti yang telah dirumuskan dalam pasal
75 RR pada tahun 1854. Kemudian dalam perkembangannya karena hukum
agama Islam dan pemerintah Belanda menganggap hal ini membahayakan
kekuasaan mereka di Indonesia atas idea tau prakarsa Snouck Hurgronje lahirlah
teori penolakan secara halus terhadap hukum agama Islam yaitu mengatakan
bahwa hukum agama dapat diberlakukan apabila telah diterima oleh hukum adat,
peraturan keagamaan lembaga-lembaga dan kebiasaan tersebut tertuang pada
pasal 75 RR. Snouck Hurgronje memakai istilah “adat” dalam bukunya De
Atjehers (orang-orang Aceh). (Rosdalina, 2016 :78-79)

2. Kekuatan berlakunya hukum adat
Hukum adat merupakan nilai-nilai yang hidup dan berkembang
didalam masyarakat disuatu daerah. Walaupun sebagian besar hukum adat
tidak tertulis, namun ia mempunyai daya ikat yang kuat dalam masyarakat.

10

Ada sanksi tersendiri dari masyarakat jika melanggar aturan hukum adat.
Hukum adat yang hidup dalam masyarakat ini bagi masyarakat yang masih
kental budaya aslinya akan sangat terasa. Penerapan hukum adat dalam
kehidupan sehari-hari juga sering diterapkan oleh masyarakat. Bahkan
seorang hakim, jika ia menghadapi sebuah perkara dan dia tidak dapat
menemukannya dalam hukum tertulis, ia harus dapat menemukan hukumnya
dalam aturan yang hidup dalam masyarakat. Artinya hakim juga harus
mengerti perihal hukum adat. Hukum adat dapat dikatakan sebagai hukum
perdatanya masyarakat Indonesia. (Rosdalina 2016 : 120)
Ketentuan pemberlakuan hukum adat telah diatur dalam perundangundangan di Indonesia antara lain :
a. Dalam ketetapan perundang-undangan UUD 1945 dalam pasal 18 B ayat
(2) Undang Undang Dasar NRI 1945 Negara mengakui dan menghormati
kesatuan-kesatuan masyarakat hukum adat beserta hak-hak tradisionalnya
sepanjang masih hidup dan sesuai dengan perkembangan masyarakat dan
prinsip NKRI, yang diatur dalam undang-undang.
b. Dalam lampiran A dari ketetapan MPRS Nomor II/MPRS/1960 paragraf
402 hukum adat ditetapkan sebagai asas-asas pembinaan hukum nasional.
Bunyi lampiran tersebut anatara lain:
1. Pembangunan hukum nasional harus diarahkan kepada homo genited
hukum dengan memperhatikan kenyataan-kenyataan yang hidup di
Indonesia
2. Harus sesuai dengan haluan Negara dan berlandaskan hukum adat yang
tidak menghambat perkembangan masyarakat adil dan makmur.
c.

UU No. 5 tahun 1960 tentang UUPA :
1) Pasal 2 ayat (4) UUPA mengatur tentang pelimpahan wewenang
kembali kepada masyrakat hukum adat untuk melaksanakan hak
11

menguasai atas tanah, sehingga masyrakat Hukum Adat merupakan
aparat pelaksana dari hak menguasai negara atas untuk mengelola
tanah yang ada di wilayahnya.
2) Pasal 3 UUPA bahwa pelaksanaan hak ulayat masyarakat Hukum
Adat, sepanjang menurut kenyataannya harus sedemikian rupa
sehingga sesuai dengan kepentingan nasional dan negara, berdasarkan
persatuan bangsa dan tidak boleh bertentangan dengan UU atau
peraturan yang lebih tinggi.
3) Pasal 5 UUPA menyebutkan bahwa Hukum Agraria yang berlaku atas
bumi, air, udara dan ruang angkasa adalah Hukum Adat sepanjang
(dengan pembatasan) tidak bertentangan dengan kepentingan nasional,
negara, sosialisme dan undang-undang. Harus mengindahkan unsurunsur yang bersandar pada agama.
d. UU No. 41 tahun 199 UU Pokok Kehutanan, Menegaskan bahwa
pelaksanaan hak-hak masyarakat adat, Hukum Adat dan anggotanya serta
hak-hak perseorangan untuk mendapatkan manfaat dari hutan secara
langsung atau tidak langsung didasarkan pada suatu peraturan yang demi
tercapainya tujuan yang dimaksud oleh UU ini.
e. 5. UU No. 4 tahun 2004 yang menggantikan UU No. 14 tahun 1970
tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Kekuasaan Kehakiman.
1) Pasal 25 ayat (1) yang isinya segala putusan pengadilan selain harus
memuat dasar-dasar putusan, juga harus memuat pasal-pasal tertentu
dari peraturan yang bersangkutan atau sumber hukum tidak tertulis
yang dijadikan dasar untuk mengadili.
12

2) Pasal 28 ayat (1) yang isinya tentang hakim sebagai penegak hukum
dan keadilan wajib menggali mengikuti dan memahami nilai-nilai
hukum yang hidup dalam masyarakat
Oleh karena itu, untuk masa dating pengetahuan dan pelajaran
hukum adat sangatlah pentuing walaupun hanya dapat memahamkan dan
menghargakan cara-cara dan sebab sebab dari sebagian besar dari hukum
Indonesia (Rosdalina, 2016 : 120-122)
Pengaruh hukum adat atas hukum Indonesia akan kian kuat, jika
hukum adat itu selain daripada hukum naluri, dapat juga dipandang
sebagai pernyataan juridis dari masyarakat Indonesia.

D. Asas-asas Hukum Adat, tujuan serta fungsi hukum adat
1. Asas-asas Hukum Adat
a. Asas religion magis (magisch-religieous) adalah pembulatan atau perpaduan
kata yang mengandung unsur beberapa sifat atau cara berfikir seperti
prelogika, animisme, pantangan, ilmu ghoib dan lain-lain.
Kuntjaranigrat menerangkan bahwa alam pikiran religiomagis itu mempunyai
unsur-unsur sebagai berikut;
1) Kepercayaan kepada mahluk-mahluk halus , rokh-rokh dan hantu-hantu yang
menempati seluruh alam semesta dan khusus gejala-gejala alam, tumbuhtumbuhan, binatang, tubuh manusia dan benda-benda
2) Kepercayaan kepada kekuatan sakti yang meliputi seluruh alam semesta dan
khusus terdapat dalam peristiwa-peristiwa luar biasa, tumbuh-tumbuhan yang
luar biasa, binatang-binatang yang luar biasa dan suara yang luar biasa.

13

3) Anggapan bahwa kekuatan sakti yang pasif itu dipergunakan sebagai
“magische kracht” dalam berbagai perbuatan ilmu ghoib untuk mencapai
kemampuan manusia atau menolak bahaya ghoib.
4) Anggapan bahwa kelebihan kekuatan sakti dalam alam menyebabkan keadaan
kerisis, menyebabkan timbulnya berbagai macam bahaya ghoib yang hanya
dapat dihindari atau dihindarkan dengan berbagai macam pantangan.
Bushar muhammad tentang pengertian religio-magis mengemukakan
kata “participerrend cosmisch” yang mengandung pengertian komplek. Orang
indonesia pada dasarnya berfikir,merasa dan bertindak didorong oleh
kepercayaan (religi) kepada tenga-tenaga ghoib (magis) yang mengisi,
menghuni seluruh alam semesta (dunia kosmos) dan yang terdapa pada orang,
binatang, tumbuh-tumbuhan yang besar dan kecil, benda-benda dan semua
tenaga itu membawa seluruh alam semesta dalam suatu keadaan
keseimbangan .tiap tenga ghoib itu merupakan bagian dari kosmos,dari
keseluruhan hidup jasmaniah dan rokhaniah, “participatie”, dan keseimbangan
itulah yang senantiasa harus ada dan terjaga, dan apabila terganggu harus
dipulihkan. Memulihkan keadaan keseimbangan itu berujud dalam beberapa
upacara, pantangan atau ritus (rites de passage). (Hasant hardiant)
b. Asas komun ( commun ).
Asas komun berarti mendahulukan kepentingan umum dari pada
kepentingan diri sendiri. Asas korum merupakan segi atau corak yang khas
dari suatu masyarakat yang masih hidup sangat terpencil atau dalam hidupnya
sehari-hari masih sangat tergantung kepada tanah atau alam pada umumnya.
Dalam masyarakat semacam itu selalu terdapat sifat yang lebih mementingkan
keseluruhan, lebih diutamakan kepentingan umum daripada kepentingan
individual. Dalam masyarakat semacam itu individual itu terdesak
kebelakang. Masyarakat, desa, dusun yang senantiasa memegang peranan
yang menentukan , yang pertimbangan dan putusannya tidak boleh dan tidak

14

dapat disia-siakan. Keputusan desa adalah berat , berlaku terus dan dalam
keadaan apapun juga harus di patuhi dengan hormat dengan khidmat.
c. Asas contant ( tunai )
Asas contant atau tunai mengandung pengertian bahwa dengan suatu
perbuatan nyata, suatu perbuatan simbolis atau suatu pengucapan, tindakan
hukum yang dimaksud telah selesai seketika itu juga, dengan serentak
bersamaan waktunya takkala berbuat atau mengucapkan yang diharuskan oleh
adat. Dengan demikian dalam hukum adat segala sesuatu yang terjadi sebelu
dan sesudah timbang terima secara contan itu adalah diluar akibat-akibat
hukum dan memang tidak tersangkut paut atau tidak bersebab akibat menurut
hukum . perbuatan hukum yang dimaksud yang telah selesai seketika itu juga
adalah suatu perbuatan hukum yang dalam arti yuridis berdiri sendiri. dalam
arti urutan kenyataan kenyataan, tindaka-tindakan sebelum dan sesudah
perbuatan yang bersifat contan itu mempunyai arti logis satu sama lain .
contoh yang tepat dalam hukum adat tentang suatu perbuatan yang contan
adalah: jual-beli lepas, perkawinan jujur , melepas hak atas tanah, adopsi dan
lain-lain.
d. Asas konkrit (visual)
Pada umumnya dalam masyarakat indonesia kalau melakukan
perbuatan hukum itu selalu konkrit (nyata) misalnya dalam erjanjian jual-beli ,
si pembeli menyerahkan uang atau uang panjer. Didalam alam berfikir yang
tertentu senantiasa dicoba dan di usahakan supaya hal-hal yang dimaksudkan,
diinginkan, dikehendaki atau akan dikerjakan ditransformasikan atau di beri
ujud suatu benda , diberi tanda yang kelihatan , baik langsung maupun hanya
menyerupai obyek yang di kehendaki (simbol, benda yang magis).
(Muhammad Iqbal, 2012)
Terkait berlakunya suatu peraturan hukum adat , tampak dalam
penetapan putusan-putusan petugas hukum, misalnya petugas kepala adat,
putusan hakim perdamaian desa dan sebagainya sesuai dengan lapangan
15

kompetensinya masing-masing. Didalam pemngambilan keputusan para
pemberi keputusan berpedoman pada nilai-nilai universal yang dipakai oleh
tetua adat yaitu :
a. Asas gotong royong.
b. Fungsi sosial manusia dan milik dalam masyarakat.
c. Asa persetujuan sebagai dasar kekuasaan umum (musyawarah) dan
d. Asas-asas perkawinan dan permusyawaratan. (Yulies Tiena Masriani,
2006, hal. 134)
2. Tujuan serta Fungsi hukum adat
a. Tujuan
Sebelum mendalami pembahasan tentang apa tujuan hukum adat, maka
terlebih dahulu dipertanyakan: apakah hukum adat mempunyai tujuan ? jikah
hukum adat mempunyai tujuan, maka pertanyaannya ialah : apakah tujuan
hukum adat itu ?
Hukum adalah benda mati, sehingga ia tidak memiliki tujuan, oleh karena
itu hukum hanyalah instrument. Hukum adalah alat atau instrument manusia
sebagai subjek hukum untuk mencapai tujuan mereka. Jadi, yang mempunyai
tujuan adalah manusia sebagai subjek hukum.
b. Fungsi
fungsi berasal dari Bahasa Inggris function = bermanfaat atau berguna dan
aliran hukum yang mengutamakan kemanfaatan atau kegunaan hukum adalah
fungsionalisme.
Menurut alirat fungsionalisme, hukum adat berfungsi sebagai ‘pedoman’
hidup bermasyarakat agat masyarakat utu hidup tertib, tenang, tentram, dan damai
menuju masyarakat yang adil, makmur, dan sejahtera.

16

Kata pedoman berasal dari kata dasar Bahasa Jawa ‘dom = jarum.’ Oleh
karena itu, dengan berpegang pada istilah atau konsep ‘pedoman’ itu kita
berupaya untuk mengetahui (tahu), memahami (paham = internalisasi atau
mengerti arti dan maknanya), dan melakukan (laku = perilaku = perbuatan) atau
melaksanakan fungsi hukum adat.
Kata pedoman berasal dari kata dasar ‘dom = jarum,’ Oleh karena itu kita
akan meminjam konsep ‘dom = jarum’ untuk mengerti dan melaksanakan hukum
adat. Beberapa fungsi hukum adat, yaitu :
1) Fungsi pemersatu (Integrai). Fungsi hukum sebagai saran pengintegrasi
diambil dari makna jarum (dom) sebagai alat untuk menjahit dan menyatukan.
Potongan-potongan kain disatukan berdasarkan suatu desain tertentu sehingga
membentuk pakaian (baju, celana, kemeja, jaket, jas). Dari pengalaman dan
pengamatan yang demikian, dapat diibaratkan bahwa hukum adat berfungsi
sebagai instrument pengintegrasi.
2) Fungsi memandu (guiding) = fungsi hukum sebagai alat untuk memandu
anggota masyarakat dalam berpikir, berbuat atau bertindak, dan berperilaku
agar tidak tidak tersesat (melanggar hukum). Fungsi ini diperoleh dari
pengalaman dan pengamatan.
3) Fungsi menyembuhkan. Fungsi hukum untuk menyembuhkan warga Negara
dari kejahatan atau virus-virus perbuatan tersecela, seperti korupsi, sex bebas,
narkoba. Hukum dapat melakukan fungsi ini yaitu menyembuhkan dengan
cara penegak hukum melakukan tindakan tegas dan terukur terhadap para
pelaku kejahatan. Jika tidak dilakukan tindakan tegas, maka pelaku kejahatan
itu ibarat radikal bebas dapat menimbulkan penyakit kronis dalam
masyarakat.
4) Fungsi penyeimbang (balance atau justice) = fungsi hukum untuk melakukan
keseimbangan ini berkenaan dengan keadilan dalam masyarakat. Keadilan
17

timbul karena ada keseimbanagn atau kestabilan kepentingan para pihak.
Fungsi ini juga disebut fungsi keadilan. Keadilan adalah memberikan sesuatu
kepada seseorang apa yang menjadi haknya, sesuai dengan amal bakti dan
perbuatannya, secara jujur.
5) Fungsi mendisiplinkan seseorang dalam code etic profesi = fungsi hukum ini
diperoleh melalui pengalaman dan pengamatan ketika seseorang itu tepat
waktu yang ditentukan melalui jarum jam/arloji. Hukum dalam pengertian ini
menjalankan ungsi ketertiban social agar keamanan dalam masyarakat. Fungsi
ketertiban juga dapat melakukan fungsi lain, misalnya tertib waktu, tertib
sosial, tertib administrasi, tertib berlalu lintas, tertib membayar pajak, tertib
melakukan hukum, tertib menegakkan hukum.
6) Fungsi Pengubah/Pembaharuan = the law as a tool of sosial engineering
(hukum sebagai alat untuk mengubah masyarakat agar sesui dengan tujuan
yang dikehendaki hukum). Hukum juga harus mampu menciptakan dan
memberikan ruang dinamika sosial untuk berkembang dan berubah.
7) Fungsi Pencerahan = fungsi hukum ini diperoleh pengalaman dan pengamatan
terhadap jarum lampu pijar. Hukum yang harus mampu memberikan
pencerahan kepada anggota masyarakat dari kebodohan, kemiskinan, dan
kemelaratan. (Dominikus Rato, 2015, Hal 49-61)

18

DAFTAR PUSTAKA

Dijk Van, 1971, Pengantar Hukum Adat Indonesia, terjemahan oleh : A. Soehardi,
Cet. 7, (Bandung: Sumur Bandung)
Prahadini Elfrida, Jurnal: Hukum Adat, Dikutip dari : https://www.academia.edu
diakses pada hari Kamis, 11 April 2017
Iqbal Muhammad, Jurnal: Proses Terbentuknya Hukum Adat, Dikutip dari : https://
www.academia.edu diakses pada hari Kamis, 11 April 2017
Ragawino Bewa, Jurnal: Pengantar Dan Asas-Asas Hukum Adat Indonesia,
Dikutip dari : https://www.academia.edu diakses pada hari Kamis, 11 April
2017

Masriani Yulies Tiena, 2006, Pengantar Hukum Indonesia, Cet. 2, (Jakarta: sinar
grafika)
Rato Dominikus, 2015, Hukum Adat Kontemporer, Cet. I, (Surabaya : Laks Bang
Justitia)
Rosdalina, 2016, Perkawinan Masyarakat Bugis Implementasi Undang-Undang
Nomor 1 Tahun 1947 Terhadap Perkawinan, Cet. 1 (Yogyakarta : Istana
Publishing)
Daftar Perundang Undangan :
UUD 1945 dalam pasal 18 B ayat (2) Undang Undang Dasar NRI 1945
Lampiran A dari ketetapan MPRS Nomor II/MPRS/1960 paragraf 402 hukum adat
ditetapkan sebagai asas-asas pembinaan hukum nasional
UU No. 5 tahun 1960 tentang UUPA :
Pasal 2 ayat (4) UUPA, Pasal 3 UUPA, dan Pasal 5 UUPA
UU No. 41 tahun 199 UU Pokok Kehutanan
UU No. 4 tahun 2004 yang menggantikan UU No. 14 tahun 1970 tentang Ketentuanketentuan Pokok Kekuasaan Kehakiman : Pasal 25 ayat (1) dan Pasal 28 ayat (1)