Penerapan Kebijakan Tax Amnesty dan Suns

Penerapan Kebijakan Tax Amnesty dan
Sunset Policy dalam Rangka
Meningkatkan Penerimaan
Pajak 2015

Oleh:
Alexander Arif C ( 3203012189 )
Kelas A

Universitas Katolik Widya Mandala
Jl. Dinoyo 42-44, Surabaya
Fakultas Bisnis
Jurusan Akuntansi
Semester Ganjil
2015

Abstraksi
Tingginya target penerimaan pajak untuk Tahun 2015 ini yakni sebesar Rp.
1.294,258 Triliun membuat Aparatur Direktorat Jenderal Pajak harus bekerja
keras untuk tercapainya target tersebut. Berbagai kebijakan pun dikeluarkan oleh
lembaga yang kini dipimpin oleh Sigit Priadi Pramudito. Salah satunya kebijakan

akan diberlakukannya Tax Amnesty dan Sunset Policy 2015 bagi para subyek
pajak yang telah terdaftar maupun yang belum terdaftar sebagai wajib pajak.
Dua kebijakan tersebut merupakan alat bagi Direktorat Jenderal Pajak agar
dapat tercapainya target penerimaan pajak pada tahun 2015. Selain itu kebijakan –
kebijakan tersebut merupakan bagian daripada Program Pembinaan bagi Wajib
Pajak yang diselenggarakan pada tahun ini dengan motto Reach the Unreachable,
Touch the Untaouchable.
Kata kunci : Tingginya Target Penerimaan Pajak, Tax Amnesty, Sunset Policy,
dan Program Pembinaan bagi Wajib Pajak 2015.

Pendahuluan
Latar Belakang Masalah
Terpilihnya Calon Presiden dan Wakil Presiden pada pemilu 2014, Joko
Widodo dan M. Jussuf Kalla sebagai Presiden dan Wakil Presiden Indonesia untuk
5 tahun mendatang merupakan bukti kepercayaan rakyat Indonesia terhadap
program – program yang dicanangkan oleh Pak Jokowi dan Pak Jussuf Kalla.
Dampak agar dapat terealisasinya program – program kerja tersebut adalah
meningkatan target penerimaan Negara yang terbesar bersumber dari penerimaan
pajak yang digunakan untuk membiayai program – program tersebut. Maka hal ini
merupakan pekerjaan rumah yang cukup berat bagi para aparat Direktorat

Jenderal Pajak yang kini telah dipimpin oleh Bapak Sigit Priadi Pramudito. Target
penerimaan pajak untuk tahun 2015 adalah sebesar Rp. 1.294,258 Triliun

sedangkan hingga bulan Juli 2015 realisasi penerimaan pajak telah mencapai
41,04% atau sebesar Rp. 531,114 Triliun. Artinya masih kurang Rp. 763,144
Trilliun atau 58.96 % untuk batas waktu selama 5 bulan.
Pada tahun 2015 ini berdasarkan program yang diselenggarakan oleh
Direktorat Jenderal Pajak Republik Indonesia merupakan Tahun Pembinaan Pajak
bagi Wajib Pajak dengan motto Reach the Unreachable, Touch the Untouchable
maka Dirjen Pajak mencanangkan program Tax Amnesty dan Sunset Policy bagi
para wajib pajak untuk meningkatkan penerimaan pajak jangka pendek yakni pada
tahun 2015 dengan cara menarik dana para wajib pajak yang “terparkir” di luar
negeri dan meningkatkan kepatuhan wajib pajak di masa yang akan dating.
Dengan adanya pengampunan bagi wajib pajak berupa penghapusan denda dan
sanksi administrasi perpajakan maka diharapkan para wajib pajak diharapakan
dapat dengan sukarela ikut berpartisipasi dalam program tersebut. Dengan adanya
program tersebut maka jumlah wajib pajak yang terdaftar dan memperoleh NPWP
sebagai identitas untuk melaksanakan hak dan kewajiban perpajakan dapat
meningkat. Berdasarkan data pada tahun 2014, jumlah penduduk Indonesia yang
memiliki penghasilan di atas Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) ada sebanyak

44,8 juta orang. Namun demikian, baru 26,8 juta orang di antaranya yang telah
terdaftar sebagai Wajib Pajak. Dari jumlah tersebut, hanya 10,3 juta Wajib Pajak
yang menyampaikan SPT. Hal serupa juga terjadi dengan Wajib Pajak Badan. Dari
1,2 juta perusahaan yang terdaftar sebagai Wajib Pajak Badan, hanya sekitar 45,8
persen atau 550 ribu perusahaan yang menyampaikan SPT.
Rendahnya kepatuhan para wajib pajak di Indonesia disebabkan oleh
ketidakjelasan Peraturan Perpajakan yang ada di Indonesia dan seringkali berubah
– ubah sehingga membinggungkan para wajib pajak. Kedua, Kedudukan
Direktorat Jenderal Pajak Indonesia yang masih belum independen karena berada
di bawah naungan Kementrian Keuangan Republik Indonesia. Ketiga,
kepercayaan yang dimiliki oleh Rakyat Indonesia terhadap pemerintah terutama
terkait dengan pengelolaan asset Negara masih rendah.

Rumusan Masalah
1. Mengapa Indonesia perlu menerapakan kebijakan Tax Amnesty dan Sunset
Policy untuk meningkatkan penerimaan pajak pada tahun 2015 ?
2. Bagaimanakah penerapan Tax Amnesty dan Sunset Policy yang telah
dilaksanakan selama di Indonesia ?
3. Mengapa penerapan kebijakan Tax Amnesty dan Sunset Policy dapat
menemui kegagalan ?


Tujuan Penelitian
1. Mengetahui seberapa pentingnya penerapan kebijakan Tax Amnesty dan
Sunset Policy untuk meningkatkan penerimaan pajak tahun 2015.
2. Mengetahui sejauh mana realisasi penerimaan pajak tahun 2015 hingga
saat ini.
3. Mengetahui penerapan Tax Amnesty dan Sunset Policy yang pernah
dilaksanakan di Indonesia.
4. Mengetahui kebijakan – kebijakan yang telah dikeluarkan oleh pemerintah
dalam melaksanakan program Tax Amnesty dan Sunset Policy pada Tahun
Pembinaan Wajib Pajak pada tahun 2015 ini.
5. Mengetahui factor – factor apa saja yang dapat mendukung untuk
keberhasilan penerapan kebijakan Tax Amnesty dan Sunset Policy pada
tahun 2015.

Tinjauan Pustaka
Definisi Pajak
Menurut Prof. Dr. H. Rochmat Soemitro SH
Pajak adalah iuran rakyat kepada Kas Negara berdasarkan undang-undang (yang
dapat dipaksakan) dengan tiada mendapat jasa timbal (kontra prestasi) yang

langsung dapat ditunjukkan dan yang digunakan untuk membayar pengeluaran
umum. Definisi tersebut kemudian dikoreksinya yang berbunyi sebagai berikut:
Pajak adalah peralihan kekayaan dari pihak rakyat kepada Kas Negara untuk
membiayai pengeluaran rutin dan surplusnya digunakan untuk public saving yang
merupakan sumber utama untuk membiayai public investment.
Fungsi pajak
Beberapa jenis fungsi pajak antara lain:
1. Fungsi anggaran (budgetair) sebagai sumber pendapatan negara, pajak
berfungsi untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran negara.
2. Fungsi mengatur (regulerend), pemerintah bisa mengatur pertumbuhan
ekonomi melalui kebijaksanaan pajak. Dengan fungsi mengatur, pajak bisa
digunakan sebagai alat untuk mencapai tujuan.
3. Fungsi stabilitas, dengan adanya pajak, pemerintah memiliki dana untuk
menjalankan kebijakan yang berhubungan dengan stabilitas harga
sehingga inflasi dapat dikendalikan,
4. Fungsi redistribusi pendapatan, pajak yang sudah dipungut oleh negara
akan digunakan untuk membiayai semua kepentingan umum, termasuk
juga untuk membiayai pembangunan.
Asas Pemungutan Pajak
Menurut Adam Smith dalam bukunya Wealth of Nations dengan ajaran yang

terkenal "The Four Maxims", asas pemungutan pajak adalah sebagai berikut:
1. Asas Equality (asas keseimbangan dengan kemampuan atau asas keadilan)
2. Asas Certainty (asas kepastian hukum)

3. Asas Convinience of Payment (asas pemungutan pajak yang tepat waktu
atau asas kesenangan)
4. Asas Efficiency (asas efisien atau asas ekonomis)
Asas Pengenaan Pajak
1. Asas domisili atau disebut juga asas kependudukan.
2. Asas sumber.
3. Asas kebangsaan atau asas nasionalitas atau disebut juga asas
kewarganegaraan.
Tax Amnesty
"Tax amnesty" merupakan salah satu kebijakan pemerintah dalam bidang
perpajakan berupa "rekonsiliasi ekonomi" atau penghapusan pajak bagi Wajib
Pajak yang menyimpan dananya di luar negeri dan tidak mematuhi kewajibannya
dalam membayar pajak.
Jenis Amnesti Pajak
Menurut literatur, sekurangnya terdapat empat jenis amnesti pajak.



Yang pertama adalah amnesti yang tetap mewajibkan pembayaran pokok
pajak, termasuk bunga dan dendanya, dan hanya mengampuni sanksi
pidana perpajakan.Tujuannya adalah untuk memungut pajak tahun-tahun



sebelumnya, sekaligus menambah jumlah wajib pajak terdaftar.
Yang kedua yang sedikit longgar adalah amnesti yang mewajibkan
pembayaran pokok pajak masa lalu yang terutang berikut bunganya,



namun mengampuni sanksi denda dan sanksi pidana pajaknya.
Bentuk ketiga yang lebih longgar adalah amnesti yang tetap mewajibkan
pembayaran pokok pajak yang lama, namun mengampuni sanksi bunga,



sanksi denda, dan sanksi pidana pajaknya.

Yang ke empat adalah bentuk amnesti yang paling longgar karena
mengampuni pokok pajak di masa lalu, termasuk sanksi bunga, sanksi
denda, dan sanksi pidananya. Tujuannya adalah untuk menambah jumlah
wajib pajak terdaftar, agar ke depan dan seterusnya mulai membayar
pajak.

Tujuan Pemberian Tax Amnesty
a. Meningkatkan penerimaan pajak dalam jangka pendek. Peningkatan
penerimaan pajak dari program tax amnesty hanya akan terjadi selama
program tax amnesty dilaksanakan mengingat wajib pajak bisa saja
kembali

kepada

perilaku

ketidapatuhannya

setelah


program tax

amnesty berakhir.
b. Meningkatkan kepatuhan pajak di masa yang akan datang. Hal ini didasari
pada harapan bahwa setelah program tax amnesty dilakukan wajib pajak
yang sebelumnya belum menjadi bagian dari sistem administrasi
perpajakan akan masuk menjadi bagian dari sistem administrasi
perpajakan. Dengan menjadi bagian dari sistem administrasi perpajakan,
maka wajib pajak tersebut tidak akan bisa mengelak dan menghindar dari
kewajiban perpajakannya.
c. Mendorong repatriasi modal atau asset. Dalam konteks pelaporan data
harta kekayaan tersebut, pemberian tax amnesty juga bertujuan untuk
mengembalikan modal yang parkir di luar negeri tanpa perlu membayar
pajak atas modal yang di parkir di luar negeri tersebut karena akan
memudahkan otoritas pajak dalam meminta informasi tentang data
kekayaan wajib pajak kepada bank di dalam negeri.
d. Transisi ke sistem perpajakan yang baru. Dalam konteks ini, tax
amnesty menjadi instrumen dalam rangka memfasilitasi reformasi
perpajakan dan sebagai kompensasi atas penerimaan pajak yang berpotensi
hilang dari transisi ke sistem perpajakan yang baru tersebut.


Karakteristik Tax Amnesty
Definisi tax amnesty sebagaimana telah disebutkan di atas memberikan gambaran
tentang karakteristik dari suatu program tax amnesty, yaitu:

1) Durasi. Secara umum, program tax amnesty berlangsung dalam suatu
kurun waktu tertentu, dan umumnya berjalan selama 2 bulan hingga 1
tahun. Untuk mendukung berhasilnya program tax amnesty, hal yang perlu
ditekankan

adalah

luasnya

publisitas

dan

promosi


program tax

amnesty serta tersampaikannya pesan bahwa wajib pajak hanya memiliki
kesempatan sekali ini saja untuk memperoleh pengampunan atas pajak
yang terutang, bunga, dan/atau sanksi administrasi.
2) Kelompok wajib pajak. Secara umum, setiap wajib pajak yang belum
menunaikan kewajiban perpajakannya diperbolehkan untuk berpartisipasi
dalam program tax amnesty. Artinya, program tax amnesty ini ditujukan
kepada wajib pajak yang telah berada dalam sistem administrasi
perpajakan dan wajib pajak yang belum masuk dalam sistem administrasi
perpajakan.
3) Jenis pajak dan jumlah pajak atau sanksi administrasi yang diberikan
ampunan. Ketentuan tentang tax amnesty harus menspesifikasi pajak apa
saja yang diberikan ampunan. Pada umumnya, pajak yang diberikan
ampunan hanya bersumber dari satu jenis pajak atau satu kategori subjek
pajak saja misalnya tax amnesty hanya diberikan pada pajak penghasilan
orang pribadi saja tidak termasuk pajak penghasilan badan, atau
program tax amnesty hanya dikhususkan kepada pajak bumi dan bangunan
saja.

Definisi Sunset Policy
Kebijakan pemberian fasilitas perpajakan, yang berlaku hanya pada tahun 2008,
dalam bentuk penghapusan sanksi administrasi perpajakan berupa bunga yang

diatur dalam Pasal 37A Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara
Perpajakan (Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007).
Berdasarkan Sunset Policy yang telah diberlakukan di Indonesia pada tahun
2008, maka pada saat itu yang dapat memanfaatkan Sunset Policy adalah:
 Orang Pribadi yang belum memiliki Momor Pokok Wajib Pajak (NPWP),
yang dalam tahun 2008 secara sukarela mendaftarkan diri untuk
memperoleh NPWP dan menyampaikan SPT Tahunan PPh untuk tahun
pajak 2007 dan tahun-tahun pajak sebelumnya paling lambat 31 Maret
2009.
 Wajib Pajak Orang Pribadi dan Badan yang telah memiliki NPWP seklum
tahun 2008, yang menyampaikan pembetulan SPT Tahunan PPh Tahun
Pajak 2006 dan tahun-tahun pajak sebelumnya untuk melaporkan
penghasilan yang belum diperhitungkan dalam pelaporan SPT Tahunan
PPh yang telah disampaikan.

Pembahasan
Indonesia memiliki berbagai permasalahan perpajakan yang umumnya
juga ditemui di negara lain, misalnya rendahnya kepatuhan pajak, rendahnya
penerimaan pajak, hingga rendahnya kapasitas lembaga administrasi perpajakan.
Di banyak negara, persoalan-persoalan tersebut diatasi dengan berbagai skema
kebijakan, salah satunya dengan melaksanakan tax amnesty. Bahkan, dalam kurun
waktu 1989-2009, hampir 40 negara bagian di Amerika Serikat telah
memberikan tax amnesty dalam berbagai bentuk. Program tax amnesty telah
dilakukan di banyak negara di dunia ini, baik oleh negara maju maupun negara
berkembang dengan berbagai cerita sukses maupun kegagalan. India (1997),
Irlandia (1988), dan Italia (1982, 1984, dan 2001/2002) adalah contoh negara
yang sukses menyelenggarakan program pengampunan pajak. Sedangkan
Argentina (1987) dan Prancis (1982 dan 1986) adalah contoh negara yang gagal
dalam program pengampunan pajak.

Kebutuhan Tax Amnesty di Indonesia
Sejak orde baru digantikan dengan orde reformasi, reformasi perpajakan di
Indonesia masih berfokus pada reformasi administrasi perpajakan. Adapun tujuan
dari

reformasi

administrasi

perpajakan

tersebut

adalah

untuk

menciptakan trust kepada lembaga Direktorat Jenderal Pajak (DJP), meningkatkan
produktivitas dan akuntabilitas pegawai, serta memperbaiki upaya kepatuhan
perpajakan. Hasil dari reformasi administrasi perpajakan adalah peningkatan
jumlah wajib pajak secara signifikan. Sunset Policy, yang diberlakukan pada
tahun 2008 turut berkontribusi dalam peningkatan jumlah wajib pajak. Dimana
terjadi peningkatan jumlah wajib pajak sebanyak 5.365.128. Sementara tambahan
penerimaan pajak dari program tersebut sebanyak Rp 7,46 triliun. Namun pada
tahun 2009, jumlah wajib pajak yang tidak menyampaikan Surat Pemberitahuan
Tahunan mencapai 47,39% dari total wajib pajak sebanyak 15.469.590. Hal ini
menunjukkan rendahnya tingkat kepatuhan dan kemungkinan wajib pajak kembali
ke perilaku ketidakpatuhan. Pengungkapan ketidakbenaran melalui pembetulan
Surat Pemberitahuan dapat dipersamakan dengan pengungkapan secara sukarela
(voluntary disclosure) yang saat ini berdampak pada sanksi administrasi atas
jumlah pajak yang kurang dibayar. Ketentuan tentang besarnya sanksi
administrasi atas jumlah pajak yang kurang dibayar dalam pengungkapan
ketidakbenaran melalui pembetulan Surat Pemberitahuan dapat dipertimbangkan
untuk diubah agar dapat mendorong perilaku wajib pajak menuju kepatuhan
melalui pengungkapan secara sukarela. Otoritas pajak perlu membangun database
bagi wajib pajak yang berpartisipasi dalam program tax amnesty. Informasi wajib
pajak yang tersimpan dalam database ini akan berpengaruh pada aktivitas
pengawasan di masa yang akan datang. Selain itu, faktor lain yang perlu
dipertimbangkan antara lain, tax amnesty memerlukan publikasi yang luas di
media. Sebagai contoh, India ketika mengkampanyekan program tax amnesty nya
di tahun 1997 Slogan yang dipakai adalah “30 percent taxes, 100 percentpeace of
mind” yang membawa lebih dari 350.000 wajib pajak turut serta dalam program
pengampunan pajak dengan jumlah pemasukan pajak sebesar US $ 2,5 milyar

atau saat ini setara dengan Rp 22,5 triliun. Selain itu, Publikasi di media ini harus
menekankan rencana-rencana otoritas pajak setelah program tax amnesty,
misalnya peningkatan pemeriksaan pajak setelah program tax amnesty berakhir.
Meskipun peningkatan pemeriksaan akan berdampak pada peningkatan biaya
administrasi, namun hal ini merupakan cara termurah untuk membuat jera tax
evaders. Hal ini juga dapat disebabkan setelah program tax amnesty berakhir,tax
evaders mungkin saja kembali ke tindakan mereka menggelapkan pajak.
Peningkatan

pengawasan

kewajiban

perpajakan

setelah

program tax amnesty merupakan kunci dari suksesnya program tax amnesty.
Untuk itu, otoritas pajak sebaiknya menyampaikan pesan kepada para tax
evaders bahwa mereka tidak akan menerima ketidakpatuhan tax evaders tersebut
di masa yang akan datang. Selain Sunset Policy, Indonesia juga pernah
mengeluarkan program pengampunan pajak yaitu melalui Keputusan Presiden
Nomor 26 tahun 1984 tanggal 18 April 1984. Pengampunan pajak ini diberikan
kepada Wajib Pajak orang pribadi atau badan dengan nama dan dalam bentuk
apapun baik yang telah maupun yang belum terdaftar sebagai Wajib Pajak diberi
kesempatan untuk mendapatkan pengampunan pajak. Pengampunan pajak
tersebut diberikan atas pajak-pajak yang belum pernah atau belum sepenuhnya
dikenakan atau dipungut sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang
berlaku. Adapun bentuk pengampunannya dikenakan tebusan dengan tarif:
1. 1% (satupersen) dari jumlah kekayaan yang dijadikan dasar untuk
menghitung jumlah pajak yang dimintakan pengampunan, bagi Wajib
Pajak yang pada tanggal ditetapkannya Keputusan Presiden ini telah
memasukkan Surat Pemberitahuan Pajak Pendapatan/Pajak Perseroan
tahun 1983 dan Pajak Kekayaan tahun 1984;
2. 10% (sepuluhpersen) dari jumlah kekayaan yang dijadikan dasar untuk
menghitung jumlah pajak yang dimintakan pengampunan, bagi Wajib
Pajak yang pada tanggal ditetapkannya Keputusan Presiden ini belum
memasukkan Surat Pemberitahuan Pajak Pendapatan/Pajak Perseroan
tahun 1983 dan Pajak Kekayaan tahun 1984.

Sejarah Penerapan Sunset Policy di Indonesia
Pemerintah RI pertama kali menerapkan kebijakan sunset policy pada tahun 2008
dan hanya berlaku selama satu tahun yaitu mulai berlaku dari 1 Januari 2008
sampai 31 Desember 2008.Pada tahun 2015 ini Direktorat Jenderal Pajak (DJP)
akan kembali menerapkan sunset policy jilid II dengan penghapusan sanksi
administrasi perpajakan berupa bunga guna meningkatkan kepatuhan wajib pajak.
Saat ini program tax amnesty yang sudah berjalan adalah penghapusan sanksi
administrasi bunga, seperti tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor
29/PMK.03/2015 tertanggal 13 Februari 2015.
Penerapan Sunset Policy pada tahun 2008 dan perbedaannya dengan Tahun
Pembinaan Wajib Pajak yang dilaksanakan pada tahun 2015.
Secara umum, kedua kebijakan ini memiliki tujuan akhir yang sama, yakni
menghapuskan

sanksi

administrasi

bagi

Wajib

Pajak

yang

terlambat

menyampaikan SPT Tahunan atau pembetulan SPT Tahunan. Namun demikian,
terdapat perbedaan yang mendasar atas kedua kebijakan tersebut, dimana
kebijakan Sunset Policy 2008 dilandasi pasal 37 A Undang-Undang Ketentuan
Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP). Meski sudah diatur secara detil pada UU
KUP, namun kebijakan ini juga diperkuat melalui Peraturan Menteri Keuangan
Nomor 18/PMK.03/2008.
Sunset Policy 2008 sebenarnya memiliki keterbatasan seperti:
1. Insentif hanya diberikan atas PPh.
2. Insentif hanya diberikan jika Wajib Pajak menyampaikan pembetulan SPT
tahun pajak sebelum 2007.
3. Khusus Wajib Pajak Orang Pribadi yang belum terdaftar.
Sedangkan untuk kebijakan penerapan Tahun Pembinaan Wajib Pajak 2015
dilandasi pasal 36 ayat (1) huruf a UU KUP serta dilandasi semangat untuk
memberikan pembinaan kepada Wajib Pajak yang belum memahami peraturan

perpajakan. Karena sifatnya yang diatur secara terbuka melalui UU KUP,
dibutuhkan ketentuan yang lebih rinci mengatur kebijakan tersebut, yakni melalui
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 91/PMK.03/2015 serta Peraturan Menteri
Keuangan Nomor 29/PMK.03/2015.
Karena sifatnya yang lebih terbuka dalam UU KUP, maka TPWP 2015 memiliki
kelebihan seperti:
1. Insentif diberikan kepada seluruh jenis pajak.
2. Insentif diberikan kepada Wajib Pajak yang menyampaikan SPT pertama
kalinya atau SPT pembetulan.
3. Insentif diberikan atas keterlambatan pembayaran maupun keterlambatan
pelaporan SPT yang dilakukan di tahun 2015.
Secara umum, perbedaan mendasar antara kedua kebijakan tersebut dapat dilihat
pada infografis di bawah ini.

Realisasi Penerimaan Pajak pada tahun 2015 hingga akhir Juli 2015
Hingga 31 Juli 2015, realisasi penerimaan pajak mencapai Rp 531,114
triliun. Dari target penerimaan pajak yang ditetapkan sesuai APBN-P 2015 sebesar
Rp 1.294,258 triliun, realisasi penerimaan pajak mencapai 41,04%. Jika
dibandingkan dengan periode yang sama di tahun 2014, realisasi penerimaan

pajak di tahun 2015 ini mengalami pertumbuhan yang cukup baik di sektor
tertentu,

namun

juga

mengalami

penurunan

pertumbuhan

di

sektor

lainnya.Penerimaan Pajak Penghasilan (PPh) Non Migas, sebagai satu-satunya
sektor yang bertumbuh, mencatatkan pertumbuhan 13,55% dibandingkan periode
yang sama di tahun 2014. Berdasarkan data yang tercatat pada Direktorat Jenderal
Pajak (DJP) sampai dengan 31 Juli 2015, penerimaan PPh Non Migas adalah
sebesar Rp 293,521 triliun. Angka ini lebih tinggi 13,55% dibandingkan periode
yang sama di tahun 2014 dimana PPh Non Migas tercatat sebesar Rp 258,486
triliun. Sedangkan pertumbuhan yang dicatatkan oleh PPh Non Migas diantaranya
didukung oleh pertumbuhan PPh Non Migas Lainnya, PPh Pasal 25/29 Orang
Pribadi, PPh Pasal 25/29 Badan, PPh PPh Final, PPh Pasal 21, PPh Pasal 26, serta
PPh Pasal 23.
Pemerintah Siapkan Kebijakan Penghapusan Sanksi Pajak
Pemerintah melalui Direktorat Jenderal Pajak (DJP) tengah menyiapkan
Rancangan Peraturan Menteri Keuangan (RPMK) tentang Pengurangan atau
Penghapusan

Sanksi

Administrasi

Sebagai

Akibat

dari

Keterlambatan

Penyampaian Surat Pemberitahuan (SPT), Pembetulan SPT, dan Keterlambatan
Pembayaran atau Penyetoran Pajak untuk diusulkan kepada Menteri Keuangan
untuk ditetapkan sebagai Peraturan Menteri Keuangan (PMK). Jenis SPT yang
dapat dilaporkan dan dibetulkan dalam RPMK itu adalah SPT Tahunan PPh
Badan, SPT Tahunan PPh Orang Pribadi, SPT Masa PPh, SPT Masa PPN dan SPT
Masa PPN bagi Pemungut PPN.
RPMK tersebut mengacu pada Pasal 36 ayat (1) huruf a Undang-Undang
Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP). Sanksi Administrasi yang
dimaksud dalam RPMK tersebut terbatas atas sanksi administrasi yang dikenakan
sebagai akibat dari:
1. Keterlambatan penyampaian Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan Pajak
Penghasilan (PPh) untuk Tahun Pajak 2013 dan sebelumnya dan/atau SPT
Masa untuk Masa Pajak Desember 2014 dan sebelumnya;

2. Keterlambatan pembayaran atau penyetoran atas kekurangan pembayaran
pajak yang terutang berdasarkan SPT Tahunan PPh untuk Tahun Pajak
2013 dan sebelumnya;
3. Keterlambatan pembayaran atau penyetoran atas kekurangan pembayaran
pajak yang terutang berdasarkan SPT Masa untuk Masa Pajak Desember
2014 dan sebelumnya;
4. Pembetulan yang dilakukan oleh wajib pajak atas SPT Tahunan PPh untuk
Tahun Pajak 2013 dan sebelumnya dan/atau SPT Masa untuk Masa Pajak
Desember 2014 dan sebelumnya;
Efektivitas Penerapan Tax Amnesty dan Sunset Policy untuk Meningkatkan
Penerimaan Pajak.
Keberhasilan Penerapan kebijakan Tax Amnesty dan Sunset Policy oleh
Pemerintah melalui Direktorat Jenderal Pajak bergantung pada beberapa hal agar
penerapan kebijakan tersebut dapat berhasil dan memberikan kontribusi yang
positif dalam penerimaan pajak Negara dan administrasi perpajakan. Hal – hal
tersebut diantaranya :


Seberapa cepat dan menyakinkannya otoritas pajak dalam menjalankan
progam tersebut. Dengan kata lain, program tax amnesty akan efektif
apabila dilakukan secara mendadak dan tidak dapat diantisipasi oleh wajib
pajak. Sebagai ilustrasi, jika program ini sudah diketahui misal 1 tahun
sebelum diluncurkan, maka terdapat kecenderungan dari wajib pajak untuk
tidak patuh karena menunggu akan pengampunan.



Kredibilitas dan reputasi administrasi perpajakan atas aspek penegakan
hukum pajak. Untuk mencapai tujuan jangka panjang, ada beberapa
kondisi yang perlu dipenuhi seperti teknologi yang lebih modern
(termasuk peningkatan penggunaan teknologi informasi dan komunikasi
untuk meningkatkan kemampuan petugas pajak untuk melakukan

pemeriksaan pajak), kepemimpinan politik, serta kebijakan dan peraturan
pemerintah.


Kebijakan tax amnesty jika dilakukan secara periodik bisa membuat orang
tidak membayar pajak karena berharap ada pengampunan pada masa
mendatang. Penerapan kebijakan pengampunan harus merujuk pada
alasan-alasan yang benar dan ditopang pengawasan yang baik. Maka
Direktorat Jenderal Pajak harus memiliki data lengkap siapa saja yang
layak diampuni dan data perpajakan mereka.



Penegakan hukum tegas harus dijalankan. Maksudnya Tax amnesty harus
dibarengi dengan penegakan hukum yang tegas yang berarti adanya paying
hokum yang jelas misalnya dengan penerbitan Undang - Undang atau
Peraturan Pemerintah.

Selain hal – hal tersebut ada beberapa factor utama yang harus diperhatikan
oleh pemerintah untuk mendukung keberhasilan dilaksanakannya program Tax
Amnesty dan Sunset Policy untuk meningkatkan penerimaan pajak,
diantaranya :
1. Adanya dasar hukum untuk pelaksanaan dua kebijakan tersebut.
2. Dibutuhkan revisi UU Ketentuan Umum Perpajakan.
3. Adanya dukungan kuat dari lembaga eksekutif, legislatif maupun
yudikatif.
4. Didukung oleh infrastruktur teknologi informasi yang canggih dan
memiliki akses data yang memadai artinya database yang dimiliki oleh
Direktorat Jenderal Pajak harus kuat karena jika tidak maka potensinya
tidak tercapai.

5. Aparatur Direktorat Jenderal Pajak memiliki akses terhadap sistem
perbankan di seluruh Bank – Bank baik negeri maupun Swasta di
Indonesia.
6. Serta memiliki sumber daya manusia yang memadai. Karena sebagaimana
diketahui selama ini bahwa Direktorat Jenderal Pajak mengalami
kekurangan sumber daya manusia untuk menjalankan fungsinya dari total
kebutuhan karyawan sekitar 1500 orang, Dirjen Pajak hanya memiliki
kurang dari setengahnya. Selain jumlah tentunya dibutuhkan kompetensi
yang memadai untuk aparat pajak di Indonesia.

Kesimpulan dan Saran
Target tinggi untuk penerimaan pajak yang dibebankan oleh Direktorat Jenderal
Pajak pada tahun 2015 maka perlu untuk melaksanakan kebijakan tax
amnesty dan Sunset Policy yang selain untuk meningkatkan penerimaan pajak
tahun ini dan juga untuk meningkatkan kepatuhan wajib pajak. Tax amnesty ini
juga dapat dipandang sebagai rekonsilisasi nasional untuk menghapus masa lalu
wajib pajak yang tida kpatuh dan perilaku otoritas pajak yang melanggar aturan.
Tax amnesty dan Sunset Policy akan berhasil jika pertama Adanya aturan dan
dasar hukum yang jelas dan tegas, Adanya dukungan dari lembaga eksekutif,
legislative dan yudikatif, ketiga adanya penekanan yang jelas bagi siapa saja yang
boleh menerimanya dan kebijakan ditujukan bagi pajak yang mana ( Subyek dan
Obyek Pajak Penghasilan ), Didukung oleh infrastruktur teknologi informasi yang
canggih, database yang luas serta akses pada lembaga perbankan dan Adanya
Sumber Daya Manusia yang memadai. Tax amnesty harus dipublikasikan secara
masif dengan pesan agar para penggelap pajak untuk ikut karena setelah tax
amnesty akan diberlakukan sanksi yang tegas bagi mereka yang tidak patuh.
Untuk itu, diperlukan juga reformasi kelembagaan DJP secara bersamaan untuk
dapat mendeteksi kecurangan wajib pajak pasca pemberlakuan tax amnesty.
Disamping itu, untuk membangun kepatuhan sukarela untuk membayar pajak
pasca tax amnesty diharuskan adanya transparansi penggunaan uang pajak
(anggaran) serta alokasinya yang tepat sasaran dan berkeadilan.

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ILMIAH dan
PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH
Demi perkembangan ilmu pengetahuan, kami sebagai mahasiswa Unika Widya
Mandala Surabaya :
Kami yang bertanda tangan dibawah ini :
Nama

: Alexander Arif Christian Siswanto

NRP

: 3203012189

Judul Paper

: Penerapan Kebijakan Tax Amnesty dan Sunset Policy

dalam Rangka Meningkatkan Penerimaan Pajak 2015
Menyatakan bahwa tugas paper 1 ini adalah ASLI karya tulis kami. Apabila
terbukti karya ini merupakan plagiarism, kami bersedia menerima sanksi yang
akan diberikan oleh Fakultas Bisnis Universitas Katolik Widya Mandala
Surabaya. Kami menyetujui pula bahwa karya tulis ini dipublikasikan/
ditampilkan di internet atau media lain ( digital library Perpustakaan Unika Widya
Mandala Surabaya ) untuk kepentingan akademik sebatas sesuai dengan Undang –
Undang Hak Cipta.
Demikian pernyataan keaslian dan persetujuan publikasi karya ilmiah ini kami
buat dengan sebenarnya.

Surabaya,10 Oktober 2015
Yang menyatakan,

(Alexander Arif C. S.)

Daftar Pustaka
Wardiyanto, Bintoro, 2010, Kebijakan Pengampunan Pajak ( Tax
Amensty ), Jurnal Masyarakat Kebudayaan dan Politik, Volume 21, Nomor
4:328 – 335.
Ragimun, Analisis Implementasi Pengampunan Pajak ( Tax Amnesty ) di
Indonesia,

(http://mkp.fisip.unair.ac.id/index.php?

option=com_content&view=article&id=114:kebijakan-pengampunanpajak-tax-amnesty&catid=34:mkp&Itemid=61, diunduh 20 Mei 2015).
Darussalam, Danny, 2014, Tax Amnesty Dalam Rangka Rekonsiliasi
Nasional, Inside Tax, Edisi 26, Desember 2014.
B. Bawono Kristiaji, Toni Febriyanto, danYanuar F. Abiyunus,
“Memahami Ketidakpatuhan Pajak”, Inside Tax Edisi 14 (2013).
Silitonga, Erwin : Ekonomi Bawah Tanah Dan Pengaruhnya Terhadap
Perpajakan, ( unpublished), National Talk Show 2005, Universitas
Padjadjaran, Bandung, 1 April, 2005.
Alm, James, McKee, Michael, and Beck, William:Amazing Grace : Tax
Amnesties and Compliances, National Tax Journal, Vol.43, N o.1, March
1990, pp.23-37.
Joint Committee on Taxation : Tax Amnesty, 105th Congress, 2nd
session :Januari 30,1998. US Government Printing
Office,Washington,1998.
Kellner, Martin : Tax Amnesty 2004/2005: An Appropriate Revenue Tool?
German Law Journal,Volume 5, No.4, 1 April 2004.

John, H. (1998) Tax Amnesty: An International Review. Bulletin for
International Fiscal Decomentation 52: 303-310.

Santoso, Urip & Justina, Setiawan. Tax amnesty dan Pelaksanaanya di
Beberapa Negara : Perspektif Bagi Pebisnis Indonesia, Kopertis, Volume
11 No. 2 Juli 2009.

Silitonga, Erwin, Makalah berjudul: Ekonomi bawah Tanah, Pengampunan
Pajak dan Referandum, 2006.

www.wikipedia.org
www.pajak.go.id