laporan kelompok 6 kelurahan lonrae

KATA PENGANTAR
Puji syukur kita panjatkan atas kehadirat Allah SWT atas berkat rahmat dan karunia yang
diberikan-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan ini yang berjudul “Laporan Hasil Survei
Desa Lonrae Kecamatan Tanete Riattang Timur Kabupaten Bone Tahun 2014” dengan baik sesuai
dengan jadwal yang telah ditentukan.
Laporan ini tidak dapat terselesaikan tanpa adanya bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu
pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :
1.

Bapak Jamaluddin Jahid, ST, M.Si sebagai dosen mata kuliah Pengantar Perencanaan
Wilayah dan Kota.

2.

Asisten yang telah memberikan arahan, bimbingan dan saran dalam menyusun laporan
survei ini.

3.

Serta rekan-rekan dan semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu yang telah
memberikan berbagai kontribusi yang berguna dalam penyusunan laporan survei ini.


Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan laporan ini masih banyak kekurangan. Untuk itu
penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari berbagai pihak demi perbaikan dan
peningkatan pengetahuan penulis dalam hal penyusunan laporan ini. Serta besar harapan penulis agar
laporan ini dapat bermanfaat bagi pembaca dan khususnya penulis sendiri.

Samata, 15 januari

Kelompok 6

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pembangunan mengandung unsur perubahan besar, perubahan struktur ekonomi, perubahan
struktur sosial, perubahan struktur budaya, perubahan struktur politik, dan perubahan struktur
pendidikan, serta ikut pula mempengaruhi perubahan fisik wilayah, perubahan pola konsumsi,
perubahan sumber daya alam dan lingkungan hidup, perubahan teknologi, dan perubahan sistem
nilai. Pembangunan membuka kemungkinan perubahan keadaan lingkungan.
Kabupaten Bone merupakan salah satu daerah di Provinsi Sulawesi Selatan yang
berkembang dalam berbagai sektor, seperti sektor perekonomian, pendidikan, kebudayaan,

pariwisata, dan lain-lain. Dengan adanya perkembangan di beberapa sektor di Kabupaten Bone
tentunya diharapkan dapat memberikan kontribusi yang besar bagi perkembangan daerah
tersebut.
Kecamatan Tanete Riattang Timur merupakan salah satu kecamatan yang terdapat di
Kabupaten Bone, memiliki wilayah yang cukup luas dan memiliki beberapa desa dan kelurahan.
Kelurahan Lonrae merupakan salah satu kelurahan yang ada di Kecamatan Tanete Riattang
Timur yang mengalami perkembangan sejalan dengan meningkatnya kegiatan pembangunan.
Maka dari itu, Mahasiswa UIN Alauddin Makassar Jurusan Teknik Perencanaan Wilayah dan
Kota mencoba survei di Kelurahan Tanete Riattang Timur untuk mengetahui potensi dan masalah
yang ada.
Perkembangan jumlah penduduk berdampak pada permasalahan sosial, ekonomi, dan
keterbatasan lahan. Untuk memperoleh lingkungan hidup yang sehat, maka pembangunan sarana
dan prasarana hal yang sangat penting untuk perkembangan suatu wilayah yang memiliki potensi
yang sangat besar seperti yang terdapat di Kabupaten Bone.
Di dalam perkembangan suatu wilayah perlu adanya pemanfaatan potensi-potensi di daerah
tersebut secara maksimal. Maka dari itu, dalam laporan survey ini perlu menemukan dan
mengenali potensi apa saja yang terdapat di Kabupaten Bone dan masalah yang terdapat di daerah
tersebut. Dengan mengetahui potensi dan masalah suatu wilayah, maka kita dapat
mengidentifikasi dan mencari penyelesaian dari masalah tersebut sehingga potensi yang terdapat
di suatu wilayah dapat dimanfaatkan dan dikembangkan secara maksimal sehingga wiayah

tersebut dapat maju dan berkembang.
Masyarakat juga akan menentukan arah perkembangan daerah dengan mempertimbangkan
potensi dan masalah yang ada, dalam hal ini pemerintah sebagai fasilisator kebijakan

pembangunan daerah dan pihak swasta yang akan mendorong kegiatan-kegiatan masyarakat ke
arah kebijakan yang telah ditetapkan pemerintah.
B. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dilakukannya survey di Kelurahan Lonrae yaitu :
1. Untuk mengetahui gambaran umum wilayah Kabupaten Bone Kecamatan Tanete Riattang
Timur.
2. Untuk mengetahui gambaran wilayah Kelurahan Lonrae yang meliputi gambaran umum
wilayah, kondisi demografi dan sebaran sarana dan prasarana.
C. Manfaat Penelitian
Berdasarkan tujuan di atas, ada beberapa manfaat yang kami sangat harapkan terhadap
penulisan laporan hasil survey lapangan kami, di antaranya:
1. Dapat mengetahui gambaran umum wilayah Kabupaten Bone dan Kecamatan Tanete Riattang Timur.
2. Dapat mengetahui gambaran wilayah Kelurahan Lonrae yang meliputi gambaran umum
wilayah, kondisi demografi dan sebaran sarana dan prasarana.
D. Ruang Lingkup Pembahasan
Mekanisme dalam proses pertumbuhan dan perkembangan suatu wilayah tidak hanya

ditentukan oleh faktor internal dari kota yang bersangkutan saja, tetapi juga sangat dipengaruhi
oleh faktor-faktor eksternal. Oleh karena itu ruang lingkup pembahasan tidak hanya tebatas pada
aspek-aspek dari daerah pengamatan itu sendiri, tetapi juga diidentifikasikan dari berbagai data
dan informasi serta permasalahan dari wilayah atau cakupan yang lebih luas, dan dianggap
berpengaruh kuat terhadap proses perkembangan dan pertumbuhan wilayah tersebut.
Adapun ruang lingkup pembahasan kompilasi data ini secara garis besar meliputi 2 kajian
pokok, yaitu:
1. Lingkup wilayah yang terdiri dari data makro dan data mikro.
a. Data makro yaitu, bagian dari data yang menyajikan informasi akan faktor-faktor eksternal yang melibatkan posisi kota dalam skala yang lebih luas. Dalam kaitannya dengan
pengamatan kami pada Kelurahan Lonrae, maka data makro yang diperoleh adalah
berskala kecamatan tepatnya Kecamatan Tanete Riattang Timur.
b. Data mikro yaitu, bagian dari data yang berisi kajian informasi akan faktor-faktor internal
yang memperlihatkan kondisi lokasi survey dalam skala wilayah pengamatan serta kaitannya dengan aspek penunjang dalam wilayah itu sendiri tepatnya di Kelurahan Lonrae.
2. Lingkup materi
Pada tingkat pembahasan materi pada skala makro dan mikro secara umum dibahas
mengenai:
a. Aspek fisik dasar.
Kondisi Geografis, Topografi, Hidrologi, Geologi dan Jenis Tanah, serta Klimatogi.

b. Aspek demografi.

Jumlah dan perkembangan penduduk, kepadatan penduduk, penduduk menurut jenis
kelamin, penduduk menurut kelompok umur, dan penduduk menurut agama.
c. Aspek fasilitas Umum.
Fasilitas pemerintahan, fasilitas pendidikan , fasilitas kesehatan, fasilitas perdagangan
dan Jasa, fasilitas peribadatan, fasilitas olahraga, fasilitas pemakaman umum dan
faslitas transportasi.
d. Aspek utilitas.
Jaringan jalan , jaringan listrik, jaringan air bersih, jaringan drainase, jaringan listrik,
jaringan persampahan, dan jaringan telekomunikasi.
e. Aspek penggunaan lahan.
E. Sistematik Pembahasan
Bertujuan untuk memberikan gambaran mengenai keseluruhan dari penulisan laporan, dengan
itu sisitematika penulisan laporan adalah sebagai berikut:
BAB I
PENDAHULUAN
Pada bab ini menguraikan tentang latar belakang, tujuan penulisan, manfaat
BAB II

penulisan, ruang lingkup pembahasan, dan sistematik pembahasan.
TINJAUAN PUSTAKA

Pada bab ini menguraikan pengertian wilayah, pilar-pilar pengembangan wilayah,
defenisi kota, bentuk-bentuk kota serta karakteristik dan fungsi kota,
perkembangan tata ruang wilayah, pengembangan dan pertumbuhan kota, ciri-ciri

BAB III

kota, dan fungsi kota dalam pembangunan wilayah.
GAMBARAN UMUM
Pada bab ini menguraikan gambaran umum wilayah makro (Kabupaten Bone dan
Kecamatan Tanete Riattang Timur) dan wilayah mikro (KelurahanLonrae) yang
ditinjau dari segi aspek fisik dasar, kondisi demografi, aspek fasilitas, aspek utilitas
(infrastruktur) yang dalam hal ini terkait dengan jumlah dan kondisinya masing-

BAB IV

masing, sistem penggunaan lahan serta sistem trasportasi.
PENUTUP
Pada bab ini membahas tentang kesimpulan dan saran dari hasil penelitian sesuai
dengan tujuan penulisan.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengertian Wilayah
Menurut UU Penataan Ruang No. 26 Tahun 2007, Wilayah adalah ruang yang merupakan
kesatuan geografis beserta segenap unsur yang terkait, batas dan sistemnya ditentukan berdasarkan
aspek administrasi dan aspek fungsional. 1

1 UU No. 26 Tahun 2007 “Tentang Penataan Ruang” diakses pada 27 Desember 2013

Wilayah adalah bagian geografis wilayah nasional beserta segenap unsure terkait padanya
termasuk manusia, dengan sehala aspek kehidupan dan sumber daya alam dengan lokasi, luas, dan
struktur menurut batasan ruang lingkup pengamatan tertentu. 2
Klasifikasi tata ruang wilayah dapat diamati dari tiga segi pandang, yaitu dari aspek ekonomi
adalah mengenai tingkat pendapatan perkapita, system pertanian, terjadinya infrastruktur
pembangunan, sarana transportasi, dan lainnya. Dari aspek sosial yaitu mengenai aspek
kegotongroyongan masyarakat, interaksi social, tingkat partisipasi masyarakat. Dari aspek budaya,
yaitu mengenai keragaman adat istiadat daerah, bahasa daerah, karakter penduduk (masyarakat),
pakaian penduduk (model dan warnanya), dan lainnya. Selanjutnya potensi, kondisi dan karakteristik
dari masing-masing aspek pada wilayah-wilayah yang diamati, dikelompokkan berdasarkan
kesamaan, kemiripan dan keserupaannya, sehingga terjadilah klasifikasi wilayah yang memiliki

keserbasamaan kondisi dan karakteristik wilayah, maka dalam system wilayah disebut wilayah
homogin (atau wilayah serba sama). Dalam studi dan penelitian wilayah yang dilakukan, wilayahwilayah yang mempunyai kondisi dan karakteristik yang serupa (misalnya wilayah yang memiliki
tingkat pendapatan perkapita yang tinggi) dikelompokkan secara sendiri, apabila ditampilkan dalam
gambar atau peta akan diberi warna atau notasi tertentu membedakan dengan wilayah lainnya
(wilayah yang serupa diberi warna tersendiri).
Klasifikasi wilayah yang kedua adalah wilayah nodal atau wilayah polarisasi. Nodal (dalam
bahasa Inggris adalah node) berarti pusat. Wilayah nodal berarti wilayah yang memiliki pusat (yang
berfungsi sebagai ibukota, pusat kegiatan, pusat pembangunan/pertumbuhan atau pusat pelayanan).
Masing-masing pusat atau nodal mempunyai interaksi atau pengaruh terhadap wilayah disekitarnya
atau terhadap kota-kotayang lebih kecil yang terletak desekitarnya. Wilayah pengaruh disebut pula
wilayah pelayanan atau wilayah pemasaran. Interaksi antara pusat dan wilayah pengaruh bersifat dua
arah, yaitu dari pusat distribusi barang-barang manufaktur yang dibutuhkan penduduk diwilayah
pengaruh, dan arah sebaliknya, dari wilayah pengaruh (wilayah pedesaan) dikirim komoditas hasil
pertanian untuk memenuhi kebutuhan penduduk yang berada dipusat (daerah perkotaan).
Terminologi lain dari wilayah nodal adalah wilayah polarisasi. Polarisasi berasal dari asal kata
pole (Bahasa Inggris) yang artinya kutub, maka polarisasi dimaksudkan sebagai arus kegiatan yang
menuju ke kutub atau mengutub. Wilayah polarisasi diartikan sebagai suatu wilayah yang memiliki
pusatnya dan terdapat arus kegiatan dari wilayah pengaruh atau wilayah sekitarnya ( dalam bentuk
arus penduduk, factor produksi, atau komoditas hasil pertanian) menuju kepusat (daerah
perkotaan).interaksi antara wilayah pusat dan daerah pengaruh yang bersifat dua arah ataupun arus

kegiatan menuju kenodal atau pusat (daerah perkotaan) mencerminkan hubungan formal. Hubungan

2 Rahardjo Adisasmita, “Analisis Tata Ruang Pembangunan”, (Yogyakarta : Graha Ilmu, 2012), h.5

firmal ( atau interaksi keterkaitan ) terjadi pula antara kota besar dengan kota-kota kecil yang berada
disekitarnya. Keadaan ini disebut interaksi daerah perkotaan (kota).
Klasifikasi wilayah yang ke tiga, yang didasarkan pada sasaran akhir yang diberi sebutan wilayah
perencanaan (Planning Region) atau wilayah program (Programming Region). Wilayah perencanaan
adalah wilayah yang dipilih (ditetapkan) sebagai lokasi fimana suatu rencana pembangunan akan
dilaksanakan, misalnya Daerah Aliran Sungai (DAS) merupakan wilayah dimana rencana
pembangunan daerah aliran sungai dilaksanakan (misalnya DAS Jeneberang di Sulawesi Selatan,
DAS Berantas di Jawa Timur, dan lainnya). Mirip dengan wilayah perencanaan, yaitu wilayah
program, yang menekankan pada suatu program pembangunan yang mempunyai sasaran
pembangunan yang tertentu, misalnya wilayah andalan, adalah wilayah yang dipilih untuk
melaksanakan program pengembangan komoditas andalan yang berada didaerah pertanian.
Klasifikasi wilayah menurut logika Aristoteles, yang terdiri dari wilayah homogin, wilayah nodal
atau wilayah Polaris, serta wilayah perencanaan atau wilayah program, dianggap sebagai wilayah
dasar, yang kemudian dikembangkan menjadi banyak macam/jenis wilayah dan kawasan. Berbagai
macam/jenis wilayah dan kawasan dibuat untuk digunakan dalam berbagai tujuan, misalnya untuk
pembangunan pedesaan muncul konsep wilayah ogropolitan, dalam pembangunan perkotaan terdapat

konsep wilayah inti (icore region), wilayah pinggiran (periphery region), wilayah metropolitan.
Dalam pengembangan wilayah diketahui adanya terminology wilayah cepat berkembang, wilayah
stagnant, wilayah terisolasi, wilayah terpencil, wilayah tertinggal, wilayah perbatasan, wilayah gusgus
pulau. Dalam pembangunan sektoral dikenal sebagai sebutan, misalnya kawasan industry, kawasan
perdagangan, kawasan budidaya, kawasan hutang lindung, kawasan wisata, dan sebagainya. 3

B. Arti dan Pentingnya Perencanaan Wilayah
Defenisi yang sangat sederhana mengatakan bahwa perencanaan adalah menetapkan suatu
tujuan dan memilih langkah-langkah yang diperlukan untuk mencapai tujuan tersebut. Defenisi
seperti ini sebetulnya tidal salah, tetapi tidak mampu member gambaran atas suatu perencanaan
yang rumit dan luas.4
Dalam kamus management karangan Moekijat (1980) menyebutkan ada delapan perumusan
tentang arti perencanaan. Kemungkinan besar perumusan ini dikutip dari berbagai buku teks
manajemen. Empat diantaranya dikutip berikut ini (Moekijat, 1980: 431-432) :
1. Perencanaan adalah hal memilih dan menghubungkan fakta-fakta serta hal membuat dan
menggunakan dugaan-dugaan mengenai masa yang akan datangdalam hal menggambarkan
3 Rahardjo Adisasmita, “Analisis Tata Ruang Pembangunan”, (Yogyakarta : Graha Ilmu, 2012), h.37-39
4 Robinson Tarigon, “Perencanaan Pembangunan Wilayah”, (Jakarta : Bumi Aksara, 2005), h.1

dan merumuskan kegiatan-kegiatan yang diusulkan, yang dianggap perlu untuk mencapai

hasil-hasil yang diinginkan.
2. Perencanaan adalah suatu usaha untuk membuat suatu rencana tindakan, artinya menentukan
apa yang dilakukan, siapa yang melakukan, dan dimana hal itu dilakukan.
3. Perencanaan adalah penentuan suatu arah tindakan untuk mencapai suatu hasil yang di inginkan
4. Perencanaan adalah suatu penentuan sebelumnya dari tujuan-tujuan yang diinginkan dan
bagaimana tujuan tersebut harus dicapai
Dari berbagai perumusan diatas dapat disimpulkan bahwa inti perencanaan adalah
menetapkan tujuan dan merumuskan langkah-langkah untuk mencapai tujuan tersebut. Hanya
mengenai langkah-langkah tersebut ada yang diperinci dan ada yang kurang diperinci. Hal ini
adalah sejalan dengan berbagai pengertian perencanaan seperti yang telah dikemukakan
terdahulu.
Menurut Friedman perencanaan adalah cara berfikir mengatasi permasalahan social ekonomi,
untuk menghasilkan sesuatu dimasa depan. Sasaran yang dituju adalah keinginan kolektifyang
mengusahakan keterpaduandalam kebijakan dan program. Fiedman melihat perencanaan
memerlukan pemikiran yang mendalam dan melibatkan banyak pihak sehingga hasil yang
diperoleh dan cara memperoleh hasil itu dapat diterima oleh masyarakat. Hal ini berarti
perencanaan social dan ekonomi harus memperhatikan aspirasi masyarakat dan melibatkan
masyarakat, baik secara langsung maupun tidak langsung. Perlu dicatat bahwa defenisi fiedman
ini terkait dengan perencanaan pembangunan ekonomi wilayah dinegara maju, dimana
perencanaan itu merupakan kesepakatan anatara pemerintah dan masyarakat.
Menurut Conyers dan Hills (1994) dalam Arsyad (1999: 19), perencanaan adalah suatu
prosesyang berkesinambungan yang mencakup keputusan-keputusan atau pilihan-pilihan berbagai
alternative penggunaan sumber daya untuk mencapai tujuan-tujuan tertentu pada masa yang akan
dating.
Erdasarkan defenisi diatas, Arsyad (1999) berpendapat ada empat elemen dasar perencanaan,
yaitu:
1. Merencanakan berarti memilih
2. Perencanaan merupakan alat pengalokasian sumberdaya
3. Perencanaan merupakan alat untuk mencapai tujuan
4. Perencanaan berorientasi ke masa depan5
Mengapa perencanaan wilayah itu diperlukan? Telah dijelaskan pada uraian terdahulu bahwa
perencanaan berkaitan dengan factor-faktor produksi atau sumberdaya yang terbatas, untuk
dimanfaatkan mencapai hasil yang optimal sesuai dengan tujuan yang hendak dicapai. Dalam hal
ini perencanaan wilayah, pentingnya perencanaan dikuatkan oleh berbagai factor yang
dikemukakan berikut ini:
1. Banyak diantara potensi wilayah selain terbatas juga tidak mungik lagi diperbanyak atau
diperbarui. Kalaupun ada yang masih mungkin untuk diperbarui akan memerlukan waktu
5 Robinson Tarigan, “Perencanaan Pembangunan Wilayah”, (Jakarta : Bumi Aksara, 2005), h.4-5

yang cukup lama dan biayanya cukup besar. Potensi yang dimaksud antara lain yang
menyangkut luas wilayah, sumber air bersih yang tersedia, bahan tambang yang sudah
terkuras, luas hutan penyangga yang menciut, luas jalur hijau yang menciut, tanah longsor,
atau permukaan tanah yang terkena erosi.
2. Kemampuan teknologi dan cepatnya perubahan dalam kehidupan manusia. Pada zaman peradaban nenek moyang kita masih sangat sederhana, untuk dapat bertahan hidup, mereka terpaksa merambah hutan dan membakarnya agar ditanami tanaman pangan. Akan tetapi, karena
jumlah manusianyamasih sedikit dan mengandalkan kekuatan otot atau alat sederhana maka
luas yang dapat mereka rambah hanya sedikit sehingga dampaknya tidak terasa dann alampun
mampu untuk memperrbaikinya kembali setelah lahan itu ditinggalkan. Akan tetapi, pada
masa kemajuan teknologi seperti sekarang ini, sebuah traktor dapat menguah bentuk puluhan
hektar lahan hhanya dalam satu hari. Hal ini berarti jika tidak ada pengaturan (perencanaab)
maka perubahan bisa menjadi tidak terkendali. Jika hal itu tidak terjadi, walapun kemudian
diketahui bahwa hal itu salah, akan sulit untuk mengembalikannya pada keadaan semula atau
keadaan yang dapat ditoleransi.
3. Kesalahan perencanaan yang sudah dieksekusi dilapangan sering tidak dapat diubah atau
diperbaiki kembali. Hal ini misalnya adanya penggunaan lahan yang tidak terencana ataupun
salah dalam perecanaan. Walaupun kemudian diketahui dampak negatifnya tetapi sulit untuk
diperbaiki atau berbagai kepentingan yang tidak ingin dilepas oleh pengguna lahan tersebut.
Misalnya masyarakat yang sudah terlanjur membangun rumah dijalur hijau atau didaerah
yang terkena banjir tahunan, ataupun yang sudah membangun warung diatas parit jalan dan
ditaman kota.
4. Lahan dibutuhkan oleh setiap manusia untuk menopang kehidupannya. Pada sisi lain, kemampuan manusia untuk mendapatkan lahan tidak sama. Hal ini membuat penggunaan atau
kepemilikan lahan tidak dapat sepenuhnya diserahkan kepada mekanisme pasar. Apabila dibiarkan sepenuhnya kepada mekaniisme pasar, lahan dapat berada ditangan segelintir orang
dan menetapkan sewa yang tinggi untuk orang-orang yang membutuhkan lahan. Padahal setiap orang membutuhkan lahan sebagai tempat tinggal atau tempat berusaha.
5. Tatanan wilayah sekaligus menggambarkan kepribadian dari masyarakat yang berdomisili di wilayah tersebut, dimana kedua hal tersebut adalah saling mempengaruhi. Masyarakat yang
tidak disiplin (tidak mematuhi aturan yang berlaku) cenderung membuat wilayahnya tidak tertata, tetapi disisi lain wilayah yang tidak tertata juga cenderung membuat masyarakatnya tidak
disiplin.
6. Potensi wilayah berupa pemberian alam maupun hasil karya manusia dimasa lalu adalah asset
yang harus dimanfaatkan untuk sebesar—besar kemakmuran rakyat dalam jangka panjang
dan bersifat langgeng. Untuk mencapai hal ini maka pemanfaatan asset itu haruslah diren canakan secara menyeluruh dengan cermat. Perlu ada perencanaan yang member arahan

penggunaan lahan secara keseluruhan yang menjadi panduan bagi perencanaan lainnya (sektoral) yang ersifat parsial.
Enam alas an yang dikemukakan diatas saja sudah cukup untuk meyakinkan bahwa
perencanaan wilayah mutlak diperlukan.6

C. Perkembangan Tata Ruang Wilayah
1. Strategis Nasional Pola Penataan Tata Ruang
Strategi Nasional pola penataan ruang (SNPPTR) berfungsi menggambarkan GBHN dari
segi ruangnya, yang selanjutnya digunakan sebagai kerangka acuan dan arah untuk menyusun
program pembangunan sektoral dan regional melalui penyusunan Rencana Struktur Tata
Ruang Provinsi (RSTRP) dan Rencana Tata Ruang Daerah/Kota (RSTRD/K). untuk
penyusunan konsep SNPPTR, telah dilakukan pengkajian 3 (tiga) topik kajian yang dianggap
sangat strategis untuk merumuskan SNPPTR. Ketiga topik kajian tersebut adalah :
a. Pengkajian implikasi spasial sektor-sektor strategis. Pengkajian ini dimaksudkan untuk
melakukan evaluasi perkembangan spasial dan pengkajian pembangunan sektor strategis,
maka dengan demikian dapat mengenali pola pembanguanan spasial sektor strategis.
Hasil akhir dari kajian ini adalah mencari rumusan mengenai strategi dan kebijakan
spasial pengembangan sector-sektor strategis untuk mendorong pertumbuhan dan keseimbangan pertumbuhanantar wilayah, dan selanjutnya adalah merumuskan program-program pembangunan yang tepat sesuai dengan potensi wilayah masing-masing.
b. Menyusun indikator perkembangan tata ruang wilayah dan sistem informasinya. Dengan
dirumuskannya berbagai indikator tersebut diharapkan dapat dipakai untuk melihat
potensi dan masalah perkembangan tata ruang wilayah, serta menganalisis tingkat
perkembangannya.
c. Pemantapan strategi nasional pembangunan perkotaan dan pengembangan sistem permukiman.
Masing-masing kajian diatas mempunyai tujuan yang telah ditentukan dan lingkup
pembahasan yang berbeda, namun demikian ketiga kajian tersebut mempunyai keterkaitan
satu sama lainnya, yaitu merumuskan strategi kebijakan pembangunan sektor-sektor strategis
secara regional-spasial, menyusun indikator perkembangan tata ruang wilayah, dan
pemantapan strategi pembangunan nasional.
Dalam penyusunan indikator perkembangan tata ruang wilayah perlu dikemukakan
pembahasan yang sifatnya memberikan landasan teoritik untuk memperkuat kerangka
pemikiran, dengan demikian diperoleh wawasan yang lebih luas dan terarah untuk selanjutnya
mampu menjabarkan indikator-indikator perkembangan tata ruang wilayah secara rinci sesuai
dengan dimensi dan aspek dari perkembangan tata ruang wilayah itu sendiri. Pembahasan
tersebut berturut-turut mengenai teori atau konsep pertumbuhan wilayah yang menampilkan
6 Robinson Tarigan, “Perencanaan Pembangunan Wilayah”, (Jakarta : Bumi Aksara, 2005), h.8-10

pentingnya peranan sektor yang berpengaruh dominan terhadap pertumbuhan pembangunan
wilayah, wilayah atau tata ruang sebagai elemen spasial sebagai landasan penyusunan
indicator perkembangan tata ruang wilayah secara rinci dan terarah menurut dimensi dan
aspeknya masing-masing dan terakhir adalah mengenai wajah daerah/wilayah (regional
profile), dipadatkan/ disederhanakan menjadi tipologidaerah/wilayah (regional typology).
2. Teori-Teori Pertumbuhan Wilayah
SNPPTR diharapkan sangat membantu dalam penyusunan rencana pembangunan spasial
di daerah-daerah sesuai dengan potensinya, hal ini berarti bahwa SNPPTR merupakan strategi
yang membantu untuk mewujudkan pembangunan yang berkelanjutan (sustainable
development), yaitu untuk mencapai sasaran pembangunan secara serasi antara pertumbuhan,
pemerataan, dan kelestarian lingkungan hidup. Dalam pencapaian sasaran pembangunan
tersebut, maka pembangunan sektor-sektor (terutama sektor strategis) dan pembangunan
daerah harus diupayakan sejalan. Sektor strategis pada umumnya diartikan sebagai sector
yang mempunyai kontribusi yang tinggi/ besar terhadap pertumbuhan produksi, kesempatan
kerja, penerimaan devisa, dan perkembangan sektor-sektor lain. Sektor-sektor strategis
tersebut misalnya sektor industry, pertanian (dalam arti luas), infrastruktur, dan lainnya.
Bebrapa analisis wilayah telah menggunakan konsep/teori economic base, yang
menyatakan bahwa pertumbuhan suatu wilayah tergantung pada pertumbuhan industry
ekspornya, perluasan dalam permintaan eksternal terhadap suatu wilayah merupakan penentu
permulaan pertumbuhan dalam wilayah tersebut. Teori economic base membagi wilayah yang
melakukan perdagangan menjadi dua, yaitu wilayah yang bersangkutan dan wilayah-wilayah
sisanya. Demikian pula sektor ekonomi dibedakan menjadi dua yaitu sektor dasar (sektor
basisi) dan sektor non dasar (sektor non basis).
Teori lainnya adalah teori sector atau pendekatan sektor, yang beranjak dari hipotesa
Clark-Fisher yang mengatakan bahwa suatu kenaikan pendapatan perkapita akan diikuti oleh
suatu penurunan dalam proporsi sumber daya yang digunakan dalam sektor pertanian dan
kenaikan dalam sektor manufaktur (sekunder) dan selanjutnya pada industry jasa (tersier).
Pergeseran tersebut dianggap sebagai penentu utama pertumbuhan ekonomi yang cepat. Alas
an pergeseran terletak baik pada segi permintaan maupun pada segi penawaran. Pada segi
permintaan elastisitas pendapatan dari permintaan terhadap barang dan jasa yang sisuplay
oleh industri manufaktur dan jasa lebih tinggi dari pada untuk produk primer, dengan
demikian peningkatan pendapatan akan diikuti transfer sumberdaya pada sektor terdahulu.
Padda segi penawaran, transfer tenaga kerja dan modal diperoleh senagai akibat dari tingkat
pertumbuhan produktivitas yang berbeda dalam sektor-sektor tersebut. Sektor sekunder dan
sektor tersier menikmati kemajuan yang lebih besar dalam produktivitasnya., karena
produktivitasnya yang lebih tinggi sector-sektor tesebut dapat memberikan perolehan yang
lebih tinggi baik untuk tenaga kerja maupun modal, dan perolehan yang tinggi tersebut

mendorong pergeseran sumber daya yang diperlukan.
Konsep pertumbuhan wilayah yang pertama menekankan pada sektor ekspor sebagai
penentu permulaan pertumbuhan, sedangkan yang kedua adalah pada industri manufaktur
(sektor sekunder). Keduanya sektor ekspor dan industry manufaktur telah ditampilkan sebagai
penentu pertumbuhan wilayah, atau dapat dikatakan sebagai sektor strategis, dengan demikian
mempounyai prioritas yang tinggi baik secara nasional maupun regional (wilayah).
3. Wilayah atau Tata Ruang Sebagai Elemen Spasial
Masalah lokasi dari setiap kegiatan produktif terutama dalam pembangunan harus
dipertimbangkan dan dipilih secara efektif dan efisien. Penentu dimana kegiatan-kegiatan
pembangunan tersebut akan dilakukan menyangkut masalah tata tuang.
Konsep tata ruang ekonomi sangat penting dalam studi pengembangan wilayah. Secara
historis, tata ruang ekonomi mengalami perubahan dan pertumbuhan. Bebrapa kasus spasial
dapat dikemukakan seperti terjadinya pemusatan kegiatan industri (aglomeris) dan urbanisasi
ke kota-kota besar, terbentuknya pasar dan pusat-pusat baru yang menimbulkan wilayahwilayah pelayanan dan mungkin pula perlu dilakukan penyempurnaan dalam pembagian
wilayah pembangunan secara menyeluruh. Kasus-kasus diatas mempunyai pengaruh yang
mendasar terhadap pengembangan tata ruang nasional.
Ahli-ahliilmu bumi dan ilmu ekonomi mempunyai pendapat dan gagasan yang berbeda
mengenai konsep tat ruang. Ahli-ahli ilmu bumi menempatkan manusia dalam lingkungan
alam, sebaliknya ahli-ahli ekonomi menganggap lingkungan sebagai salah satu faktor yang
mempengaruhi kegiatan-kegiatan manusia. Konsep tata ruang ekonomi mempunyai
pengertian yang lebih operasional, misalnya investasi modal, jaringan transportasi, dan
teknologi pertanian menciptakan perkembangan tata ruang wilayah. Tata ruang ekonomi
merupakan suatu aplikasi variable-variabel ekonomi untuk memnuhi kebutuhan manusia pada
tata ruang geografis (Boudeville).
Sesuai dengan logika Aristoteles, maka konsep wilayah dibedakan dalam tiga pengertian,
yaitu wilayah homogin (berdasarkan uraian material), wilayah polarisasi atau wilayah nodal
(menurut hubungan formal), dan wilayah perencanaan atau wilayah program (dikaitkan
dengan sasaran akhir). Wilayah homogin menganggap bahwa wilayah-wilayah geografis
dapat dikaitkan bersama-sama menjadi sebuah wilayah tunggal apabila wilayah-wilayah
tersebut mempunyai karakteristik yang serupa, misalnya secara ekonomis keserupaan dalam
pendapatan perkapita, struktur produksinya, atau pola konsumsinya, dapat pula bersifat
geografis, misalnya keadaan topografi atau iklimnya, dan dapat pula bersifat social atau
politis, misalnya suatu kepribadian daerah yang khas sehingga mudah dibedakan dengan
karakteristik wilayah lainnya.
Wilayah nodal atau wilayah polarisasi terdiri satuan wilayah yang heterogin, misalnya
distribusi penduduknya terkonsentrasi pada tempat-tempat tertentu akan mengakibatkan
lahirnya kota-kota besar dan kota-kota kecil lainnya, sedangkan penduduk didaerah –daerah
pedesaan relative jarang. Tingkat polarisasi lebih intensif pada kota-kota yang terletak pada

jaringan lalulintas jalan raya dibandingkan dengan kota-kota yang tidak terletak pada jaringan
lalulintas jalan raya.
Wilayah perencanaan atau wilayah program sangat penting artinya jika dikaitkan dengan
masalah-masalah kebijaksanaan pembangunan wilayah. Tata ruang perencanaan sebagai alat
untuk mencapai sasaran pembangunan yang telah ditetapkan. Pembagian wilayah
perencanaan disusun berdasarkan pada analisa pembangunan sektoral yang berlokasikan pada
suatu lingkungan geografis, merupakan suatu wilayah pengembangan dimana programprogram pembangunan dilaksanakan. Disamping criteria homogenitas dan fungsionalitas
terdapat pula variable lain yang digunakan untuk menentukan batas-batas wilayah yaitu
uniformitas intensitas, namun mengingat pertimbangan praktis dalam ketersediaan data maka
penentuan batas-batas wilayah mendasarkan pada wilayah administrasi (pemerintahan).
Konsep wilayah perencanaan meliputi wilayah nodal yang mempunyai cirri-ciri yaitu terdapat
suatu tempat sentral dan daerah komplementer disekitarnya lengkap dengan jaringan-jaringan
pasar.
Selain dari konsep perwilayahan diatas, dapat dilakukan beberapa klasifikasi wilayah
(homogin), misalnya :
a. Wilayah-wilayah yang sangat maju (the most highly developed region)
b. Kawasan yang baru berkembang (the newly developing zones)
c. Wilayah-wilayah yang kurang berkembang dan lambat pertumbuhannya (less developed
and slowly growing regions).
Masih banyak alternative perwilayahan yang dapat dikembangkan sesuai dengan
kebutuhan perencanaan.7
4. Dimensi Ruang Wilayah dalam Perencanaan Pembangunan
Ruang wilayah merupakan bagian dari suatu wilayah pengembangan. Ruang0ruang
wilayah tidak dapat dipisahkan dari suatu wilayah pengembangan. Wilayah pengembangan
adalah permukaan wilayah, dimana terjadi interaksi pembangunan antara sumberdaya
menusia (SDA) , sumberdaya modal, sumberdaya teknologi, sumberdaya kelembagaan, dan
sumber-sumberdaya pembangunan lainnya. Ruang wilayah lebih menekankan pada lokasi
ditempatkannya kegiatan usaha dan pembangunan. Keadaan fisik masing-masing ruang
wilayah bervariasi, berbeda dalam keadaan topografi wilayah, iklim, geologi, tingkat
kesuburan dan kesesuaian lahan, ketersediaan air, dan lainnya. Selain perbedaan keadaan
fisik, terdapat pula perbedaan dalam aspek ekonomi (kemampuan berkembangnya sektorsektor unggulan), perbedaan dalam aspek social (sumberdaya kependudukan, fasilitas
pelayanan pendidikan dan kesehatan).
Mengapa dimensi ruang wilayah itu penting dalam perencanaan pembangunan dapat
dijelaskan berkaitan dengan pemilikan lokasi yang tepat (lokasi yang terbaik) yang
memberikan hasil yang optimal kepada setiap kegiatan usaha pembangunan, seperti
dikemukakan diatas. Selain dari prinsip optimalitas, didasarkan pula pada pertimbangan tata
7 Rahardjo adisasmita, Analisis TataRuang Pembangunan, (Yogyakarta : Graha Ilmu 2012), h. 95-99

pandang ekonomi yang mengemukakan bahwa setiap kegiatan usaha dan pembangunan agar
dilakukan pada tempat yang paling sesuai, dilihat dari beberapa pertimbangan, yaitu kapasitas
(kesuburan) lahan dan kesesuaian lahan, serta kelestarian sumberdaya dan lingkungan hidup.
Menempatkan kegiatan berdasarkan prinsip tata pandang yang memiliki kesesuaian terhadap
kesuburan dan kesesuaian lahan, serta kelestarian sumberdaya alam dan lingkungan hidup
diharapkan akan mencapai hasil yang efektif dan efisien. Misalnya, membangun industry
tidak tepat bila ditempatka di daerah permukiman yang padat ditengah perkotaan, tetapi
sebaiknya di daerah pinggiran kota atau diluar kota, yang tersedia lahan yang luas. Kegiatan
usaha persawahan, ladang, pertambakan, dan peternakan, lebih dapat ditempatkan di daerah
luar kota; lokasi pemukiman penduduk perkotaan dilakukan secara tersebar di daerah
perkotaan. Uraian yang dikemukakan diatas tentang penentuan lokasi yang tepat dari berbagai
kegiatan usaha dan pembangunan diletakkan pada lokasi yang sesuai berdasarkan
pertimbangan aspek fisik, ekonomi, social, dan lingkungan hidup, dengan demikian
diharapkan dapatmemberi hasil yang optimal.
Selanjutnya adalah bagaimana cara mencapai pemanfaatan tata ruang daerah (wilayah)
secara optimal? Untuk mencapai pemanfaatan tata ruang daerah (wilayah) secara optimal
haris dilakukan penataan tata ruang secara tepat, dalam arti bersesuaian dengan kondisi lahan
yang tersedia, yang dimaksudkan adalah sesuai dengan keadaan fisik, ekonomi, social,
kelestarian sumberdaya alam dan lingkungan hidup, atau dapat dikatakan bahwa pemanfaatan
ruang wilayah harus sesuai dengan daya dukung lahan.
Jelaslah, bahwa peranan lahan sebagai ruang wilayah yang dimanfaatkan untuk
pelaksanaan kegiatan usaha dan pembangunan adalah sangat penting dan menentukan
keberhasilannya. Pemanfaatan lahan untuk pelaksanaan kegiatan usaha dan pembangunan
harus dilakukan perencanaan tata ruang wilayah. Untuk melakukan penataan ruang wilayah
secara optimal harus dilakukan perencanaan tata ruang wilayah. Perencanaan tata ruang
wilayah merupakan proses, dan produknya adalah Rencana Tata Ruang Wilayah (Daerah).
5. Pendekatan dalam Perencanaan Pembangunan Wilayah
Pendekatan yang dilakukan Dallam perencanaan pembangunan terdiri dari beberapa
macam, yaitu:
a. Yang umum dilakukan adalah pendekatan sektoral, diarahkan pada sektor-sektor dimana
program-program pembangunan dilaksanakan, misalnya sektor pertanian, sektor pertambangan, sektor industri, sektor perhubungan, sektor pendidikan, sektor kesehatan, sektor
pariwisata, dan lainnya.
b. Pendekatan regional, setingkat lebiih maju dari pendekatan sektoral, yang pada dasarnya
menerapkan pendekatan sektoral, yang disebutkan lokasinya pada ruang wilayah yang ditentukan, penyebutan ruang wilayah sebagai lokasi dari program pembangunan yang dilaksanakan hanya merupakan indeks lokasional.
c. pendekatan kawasanbersifat operasional, karena kawasan diartikan sebagai wilayah yang
memiliki fungsi tertentu (kawasan tanaman pangan, kawasan budidaya, kawasan perke-

bunan, kawasan pedesaan terpadu, dan lainnya), biasanya lebih luas dari wilayah administrasi (kecamatan dan kabupaten). Dan sebagai suatu kawasan perencanaan memiliki sector dan komoditas unggulan, tersedia jaringan transportasi yang menghubungkan kepustpusat pelayanan yang tersebar dalam lingkup suatu kawasan dan keluar kawasan.
d. Pendekatan spasial (tata ruang), yang lebih spesifik, yang diarahkan pada lokasi program
dan proyek pembangunan ditempatkan pada tata ruang tertentu.
Pendekatan regional, pendekatan kawasan, pendekatan spasial adalah pendekatan
pembangunan yang didasarkan pada luasan ruang wilayah. Selain dari itu, terdapat pula
pendekatan pembangunan wilayah berdasarkan karakteristik wilayah menurut logika Aristoteles,
yaitu wilayah homogin, wilayah nodal (polarisasi), dan wilayah perencanaan (program).
Pendekatan wilayah homogin adalah pendekatan pembangunan yang ditujukan kepada
penanganan wilayah-wilayah yang memiliki karakteristik (ekonomi) yang sama, misalnya
memiliki tingkat pendapatan perkapita, system pertanian yang relatif seragam (homogin).
Pendekatan wilayah nodal (polarisasi) adalah pendekatan pembangunan yang membahas
hubungan formal antar pusat pelayanan (atau kota-kota), yang menganalisis hubungan kegiatan
dari pusat-pusat kecil menuju ke pusat besar dan hubungan kegiatan dari daerah perkotaan
menujuu ke daerah-daerah pedesaan. Pendekatan wilayah perencanaan (program) adalah
pendekatan pembangunan yang memfokuskan pada suatu wilayah perencanaan yang telah
ditetapkan, dimana program pembangunan diletakkan (misalnya wilayah perencanaan Daerah
Aliran Sungai).
Pendekatan pembangunan lainnya yang banyak dikenal, yaitu pendekatan pembangunan
terpad, pembangunan komprehensif, pembangunan partisipatif, pembangunan berwawasan
lingkungan, pembangunan berkelanjutan, dan lainnya.
Pendekatan-pendekatan yang telah dikemukakan diatas, pada dasarnya membutuhkan
dukungan tersedianya ruang wilayah sebagai wadah interaksi kegiatan pembangunan, sebagai
arena tempat dilaksanakannya pembangunan. Interaksi kegiatan pembangunan dan ruang wilayah
tidak dapat dipisahkan satu sama lainnya, maka dapat dikatakan bahwa pelaksanaan
pembangunan senantiasa berdimensi ruang wilayah.
Pelaksanaan pembangunan yang senantiasa berdimensi ruang wilayah tersebut, agar
dapatberlangsung secara berkelanjjutan (sustainable) harus diwadahi oleh rencana penataan ruang
wilayah. Dalam rencana penataan ruang wilayah harus memberikan peluang dan dorongan bagi
berkembangnya kegiatan-kegiatan sektoral dan antar sektoral dalam ruang wilayah tersebut,
sehingga dapat menciptakan kesejahteraan masyarakat. Berkembangnya kegiatan pembangunan

sektoral tersebut tidak dapat dipisahkan dengan potensi sumberdaya yang dimiliki oleh ruang
wilayah (daerah) yang bersangkutan. 8

D. Pengertian Kota
Menurut UU Penataan Ruang No. 26 Tahun 2007, Kota adalah Wilayah yang mempunyai
kegiatan utama bukan pertanian dengan susunan fungsi kawasan sebagai tempat pemukiman
perkotaan, pemusatan dan distribusi pelayanan jasa pemerintahan, pelayanan sosial, dan kegiatan
ekonomi.9
Secara umum kota adalah tempat bermukimnya warga kota,tempat bekerja, tempat kegiatan
dalam bidang ekonomi, pemerintah dan lain-lain. Kota berasal dari kata urban yang mengandung
pengertian kekotaan dan perkotaan. Kekotaan menyangkut sifat-sifat yang melekat pada kota
dalam artian fisikal, social, ekonomi, budaya. Perkotaan mengacu pada areal yang memiliki
suasana penghidupan dan kehidupan modern dan menjadi wewenang pemerintah.
Kota adalah suatu entitas yang utuh. Ada relasi fungsi social ekonomi, politik, budaya, dan
lainnya, yang prosesnya bukan serta merta, ada begitu saja, ada suatu proseskultural panjang.
Hubungan dan fungsi dalam konteks struktur dan system kota, seharusnya ada system tata
ruang yang diekplisitkan, yang fungsi tata ruang itu, harus fungsional, ada hubungan saling
mempengaruhi dan tidak berdiri sendiri.
Kota merupakan suatu entitas sitemik atau utuh. Itu hal pertama yang harus dipakai. Sebagai
sutu entitas yang utuh, apapun realutas kota, merupakan wahana hidup bagi seluruh warganya,
dengan daya dukung material kewilayahan apapun yang ada dikota itu. Pada konteks seperti ini,
hal mendasar yang harus diperhatikanadalah bagaimana sumberdaya kota secara material dan
nonmaterial,

menjadi

wahana

hidup

bagi

seluruh

warga.

Kota yang telah berkemang maju mempunyai peranan yang lebih luas lagi antara lain (1)
Sebagai pusat pemukiman penduduk, (2) Sebagai pusat kegiatan ekonomi, (3) Sebagai pusat
kegiatan social budaya, dan (4) Pusat kegiatan politk dan administrasi pemerintah serta tempat
kedudukan pemimpin pemerintahan.10
Pada umumnya kota itu diartikan sebagai suatu permukaan wilayah dimana terdapat
pemusatan (konsentrasi) penduduk dan berbagai jenis kegiatan ekonomi, sosial budaya dan
administrasi pemerintahan. Secara lebih riinci dapat digambarkan yaitu meliputi lahan geografis
utamanya untuk permukiman. Berpenduduk dalam jumlah relatif bayak (besar), diatas lahan yang
relatif terbatas luasnya, dimana mata pencaharian penduduk didominasi oleh kegiatan non
pertanian, sebagian besar merupakan kegiatan sektor tersier (perdagangan, transportasi, keuangan,
perbankan, pendidikan, kesehatan dan jasa lainnya), sektor pengolahan atau sektor sekunder
8 Rahardjo Adisasmita, Analisis Tata Ruang Pembangunan, (Yogyakarta : Graha Ilmu, 2012), h. 105-109
9 UU No.26 Tahun 2007, “Tentang Penataan Ruang” diakses pada tanggal 27 Desember 2013
10 Rinaldi Mirsa, “Elemen Tata Ruang Kota”, (Yogyakarta : Graha Ilmu, 2012), h.9-10

(industri dan manuffaktur), serta pola hubungannya antar individu dalam masyarakat dapat
dikatakan lebih bersifat rasional, ekonomis, dan individualistis.
Kota mempunyai daya tarik yang relatif (sangat) kuat bagi penduduk yang bedomisili diluar
kota yang bersangkutan, baik yang tersebar di daerah pedesaan ataupun di kota-kota yang lebih
kecil. Arus urbanisasi (kedaerah perkotaan) makin kuat. Daya tariiknya dalam bentuk menjanjikan
lapangan kerja, pendapatan yang lebih tinggi, taraf kehidupan yang lebih baik, memberikan
peluang mengembangkan bakat keterampilan melanjutkan studi dan lainnya. Jadi suatu kota itu
mempunyai kaitan dengan kota-koata lainnya selain harus memperhatikan penyediaan pelayanan
umum kepada penduduk kotanya (fungsi sekunder), maka dapat dikatakan bahwa fungsi primer
kota itu adalah melaksanakan pelayanan kepada kota-kota lain (hubungan eksternal). Pelayanan
kepada penduduk kotanya merupaka fungsi sekunder 9hubungan eksternal).
Perkembangan daerah perkotaan menunjukkan daerah terbangun (urban area) makin
bertambah luas sebagai akibat dari jumlah penduduknya bertambah besar. Seringkali terjadi luas
daerah

terbangun

keluar

melampaui

batas

administratifnya,

sehingga

batas

wilayah

administrasikota seperti dikemukakan diatas haruus diperluas. Untuk itu diperlukan perundingan
dengan kabupaten tetangga agar bersedia menyerahkan sebagian dari wilayah administratifinya.
Idealnya suatu kota itu harus mampu mengakomodasi perkembangan kota yang pesat dan dinamis
pada masa mendatang. Oleh karena itu harus mampu mengantisipasi perkembangan perkotaan
selama 20-30 tahun bahkan 50 tahun kedepan. 11

E. Pengembangan dan Pertumbuhan Kota
1. Pengembangan Kota; Meluas Kesamping dan Menjulang ke Atas Serta Memanjang
Perkembangan kota ternyata semakin pesat. Ada yang berkembang meluas secara
horizontal. Perkembangan kota meluas yang bersifat mendatar. Daerah terbangun semakin
luas, diperlukan lahan yang cukup luas, tetapi makin lama makinsulit mendapatkan lahan.
Orientasi perkembangan menuju kearah wilayah perbatasan perluasan kota yang bersifat ini
memunculkan konsep kota mendatar (horizontal city).12
Perkembangan kota secara horizontal, kota tumbuh dan berkembang secara horizontal
dan meluas kesegala arah yang memungkinkan, dimana lahan masih tersedia dengan biaya
yang terjangkau.
b. Keuntungan pembangunan kota secara horizontal:
1) Menghemat biaya pembangunan
2) Kemungkinan secara maksimum penggunaan pencahayaan alami
3) Kepadatan penduduk dapat dibatasi
11 Rahardjo Adisasmita, Pembangunan Kota Optimum, Efisien dan mandiri, (Yogyakarta : Graha Ilmu, 2010),
h.49-50
12 Rahardjo Adisasmita, Pembangunan Kota Optimum, Efisien dan Mandiri, (Yogyakarta :Graha Ilmu, 2010),
h. 50

4) Bangunan dapat menggunakan konstruksi sederhana (ekonomis)
5) Lahan-lahan marjinaldapat dimanfaatkan sebagai ruang terbuka.
c. Kerugian pembangunan kota secara horizontal:
1) Membutuhkan lahan yang luas, dan
2) Menjadi tidak ekonomis bila nilai lahan terlalu tinggi (mahal). 13
Pada kota mendatar ini pemanfaatan lahan perkotaan makin bertambah luas dan makin
jauh dari pusat kota, yang berarti pengaruh pusat kota menjadi semakinluas dan jauh, hal ini
berpengaruh terhadap harga (nilai) lahan perkotaan, makin dekat kota harga nilai lahan
menjadi lebih tinggi dibandingkan dengan yang terletak lebih jauh dari pusat kota.
Apabila pengembangan kota mendatar ini tidak mengikuti pola konsentris, maka akan
membentuk pusat-pusat kota utama. Kota utama dan kota-kota baru tersebut membentuk
semacam kerucut kepadatan kegiatan yang tidak sama tingkat intensitasnya satu sama
lainnya. Lahan yang terletak pada puncak kerucut mempunyai harga (nilai) lahan relatif lebih
tinggi dibandingkan dengan yang terletak lebih jauh. Kemudahan pengangkutan, kemudahan
lainnya dan kondisi lingkungan merupakan faktor yang mempengaruhi harga (nilai) lahan.
Sebaliknya dari kota mendatar, pola pengembangan kota dapat bersifat menjulang keatas
atau vertikal, maka muncul konsep kota menjulang (vertical city) merupakan kota berskala
besar, pembangunan gedung-gedung dan perumahan sangat padat dan banyak yang bertingkat
tinggi sebagai akibat kesulitan dan keterbatasan lahan yang diperlukan, bahkan gedunggedung dibangun beberapa lantai di bawah lantai dasar.
Gedung-gedung bertingkat tinggi di kota metropolitan internasional mencapai sekitar 100
tingkat/lantai yang dinbangun diatas sebidang lahan dengan luas tertetu, gedung yang
mencakar langit mencapai berlipat-lipat kali dibandingkan dengan gedung yang tidak
bertingkat. Kecenderungan ini terjadi pula pada pembangunan rumah-rumah bertingkat
tinggi.14
Perkembangan

kota

secara

vertikal,

bangunan-bangunan

kota

dirancang

dan

dikembangkan secara bertingkat (multy-storey), dimana pembangunan ini dimungkinkan pada
kawasan yang mempunyai nilai lahan tinggi (mahal).
a. Keuntungan pembangunan kota secara vertikal:
1) Banyak orang tinggal dan menggunakan pelayanan umum pada bangunan yang sama
sehingga dapat menimbulkan rasa kebersamaan kelompok,
2) Pada lantai diatas ketinggian tertentu, pemandangan alam dapat dinikmati dengan
baik (laut, sungai, gunung dan lai-lain),
3) Memungkinkan penggunaan secara maksimum teknik-teknik konstruksi modern,
seperti lift, eskalator, dan lain-lain,
4) Penghematan lahan secara ekonomis sehingga nilai lahan yang tinggi dapat
dimanfaatkan secara optimal,
5) Secara ekonomis, biaya konstruksi pada bangunan dapat dirancang dengan tipe
struktur yang sama pada tiap-tiap lantai yang berbeda.
b. Kerugian pembangunan kota secara vertikal:
13 Rinaldi Mirsa, Elemen Tata Ruang Kota, (Yogyakarta :Graha Ilmu, 2012) h.19
14 Rahardjo Adisasmita, Pembangunan Kota Optimum, Efisien dan Mandiri, (Yogyakarta : Graha Ilmu, 2010)
h. 50-51

1) Dalam kasus bencana (gempa, kebakaran) akan menyulitkan penghuni untuk
meloloskan diri secara aman, khususnya lantai atas,
2) Kepadatan penduduk akan meningkat,
3) Rancangan pembangunan cenderung sama (stereo-type) dan tidak ada batasan pribadi
menyangkut suka atau tidak suka ,
4) Kegagalan dalam mengoperasikan lift, pompa air, dan lain-lain dapat menyebabkan
ketidaknyamanan bagi penghuni,
5) Secara psikologis, penghuni di lantai atas terpisah dengan kehidupan alam (tanah). 15
Kota memanjang (linear city), dirancang dengan menggunakan prinsip bahwa rute
transport harus menjadi determinan atau penentu mengenai bentuk kota dan yang
pembangunannya diatur pada kedua sisi poros atau jalan utama. Istilah kota memanjang
(linear city) diperkenalkan oleh Suria Y.Mata. Seorang sarjana teknik kebangsaan Spanyol.16
Selain itu kota juga dapat dilihat dari bebrapa sudut pandangyang berbeda sehingga dapat
menghasilkan amatan yang berbeda pula, seperti halnya melihat kota dalam bentuk sebaransebaran yang terdapat dikota dapat kita lihat dari beberapa pola diantaranya adalah:
a. Pola Sentralisasi
Pola sentralisasi adalah pola persebaran kegiatan kota yang cenderung berkumpul atau
berkelompok pada satu daerah atau wilayah utama. Area utama tersebut merupakan
daerah yang ramai dikunjungi serta dilewati oleh banyak orang pada pagi, siang dan sore
hari, namun sunyi dimalam hari.
b. Pola Desentralisasi
Pola desentralisasi adalah pola persebaran kegiatan kota yang cenderung menjauhi titik
pusat kota atau inti kota sehingga dapat membentuk suatu inti/nukleus kota yang baru.
c. Pola Nukleasi
Pola nukleasi adalah pola persebaran kegiatan kota yang mirip dengan pola penyebaran
sentralisasi namun dengan skala ukuran yang lebih kecil dimana inti kegiatan perkotaan
berada di daerah utama.
d. Pola Segresi
Pola segresi adalah pola persebaran yang saling terpisah-pisah satu sama lain menurut
pembagian sosial, budaya, ekonomi, dan lain sebagainya. 17
Beberapa konsep kota yaitu :
a. Kota Metropolitan
Kota raya (atau metropolitan) berkembang pesat karena arus urbanisasi yang sangat
kuat. Berbagai kegiatan yang ditimbulkan cenderung berorientasi menuju kepusat kota.
Pusat kota menjadi bertambah padat (gedung dan kegiatan bisnis) dan semakin macet
(arus lalu lintas). Kepadatan dan kemacetan dipusat kota harus diupayakan untuk
15 Rinaldi Mirsa, Elemen Tata Ruang Kota, (Yogyakarta : Graha ilmu, 2012), h.19-20
16 Raharjo Adisasmita, Pembangunan Kota Optimum, Efisien dan Mandiri, (Yogyakarta : Graha Ilmu, 2010), h.
51
17 Rinaldi Mirsa, Elemen Tata Ruang Kota, (Yogyakarta : Graha Ilmu, 2012), h.20-21

disebarkan ke beberapa pusat yang merupakan pusat pertumbuhan yang terletak disekitar
pusat utama, yang termasuk dalam lingkup kota metropolitan.
Pusat-pusat yang potensial tersebut dikembangkan sebagai pusat pertumbuhan, dan
selanjutnya diberi sebutan ”kota mandiri”. Kota mandiri diartikan sebagai konsentrasi
permukiman yang memiliki fungsi-fungsi perkotaan yang lengkap dan secara ekonomi
mampu mandiri dalam arti dapat memberikan pelayanan umum dan memenuhi kebutuhan
dasar permukiman setempat dan ppengembangannya didasarkan pada hasil kegiatan
ekonominya. Yang direncanakan sebagai kota mandiri diharapkan kehidupan ekonominya
tidak terlalu bergantung pada kegiatan perekonomian pusat kota utama.
Dengan berkembangnya kota-kota mandiri tersebul dimaksudkan

mampu

menampung arus urbanisasi yang jika dibiarkan akan menuju ke pusat kota utama. Kotakota mandiri tersebut dapat dianggap mirip tetapi berbeda dengan kota satelit.
Kota satelit (datellite town) menurut definisinya, diartikan sebagai kota yang terletak
dipinggir (di sekitar) atau berdekatan dengan satu kota besar, yang secara ekonomi, sosial,
administrasi dan politis tergantung pada kota utama. Kota satelit mirip dengan kota
mandiri, dilihat dari letaknya kota mandiri itu berdekatan (di sekitar) pusat kota umum