Praktek Manajemen Sumber Daya Manusia Di

1

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang
Dalam dua dekade terakhir, bidang ekonomi, bisnis, politik, dan bidang
kehidupan lainnya terus-menerus mengalami pertumbuhan dan kemajuan yang
akhirnya menuntun manusia pada era globalisasi. Batasan-batasan antar negara
tidak lagi menjadi penghalang bagi perusahaan dalam mencapai dan
mewujudkan visi dan misinya. Kesuksesan perusahaan dalam skala global dapat
ditentukan dari kemampuan perusahaan untuk menghadapi tekanan dari para
pesaing global. Hal ini akan menuntut kemampuan pimpinan dan karyawan
sebagai Sumber Daya Manusia (SDM) yang dimiliki perusahaan untuk dapat
beradaptasi dalam lingkungan internasional. Kecakapan dan kompetensi SDM
inilah yang sangat dibutuhkan agar perusahaan dapat mempertahankan
eksistensinya di pasar internasional.
Salah satu upaya perusahaan untuk mempertahankan eksistensinya di pasar
internasional adalah dengan melakukan perluasan (ekspansi) bisnisnya ke
negara-negara lain, misalnya saja dengan mendirikan cabang baru di luar
negeri. Hal ini tentunya membutuhkan perencanaan dan persiapan yang matang,

khususnya dalam bidang Manajemen Sumber Daya Manusia. Ketika perusahaan
mencoba untuk go international, tentunya perusahaan telah siap untuk
menghadapi masalah yang lebih luas dan lebih kompleks.
Dalam sudut pandang Manajemen Sumber Daya Manusia, perusahaan tidak
hanya saja menangani masalah karyawan dalam lingkup domestik, tetapi dalam
lingkup internasional atau yang lebih dikenal dengan istilah International Human
Resource Management (IHRM).

Untuk lebih detil-nya, bidang IHRM berisi

tentang pemahaman, penelitian, penerapan, dan peninjauan ulang terhadap
seluruh kegiatan SDM dalam konteks internal maupun eksternal sebagai
dampak proses MSDM yang dilakukan organisasi dalam lingkungan global
(Schuler and Jackson, 2005). Tujuan IHRM adalah agar

perusahaan

multinasional dapat berhasil dalam tingkat internasional. Karena pengamatan
mengenai perusahaan multinasional yang luas juga dapat diterapkan pada
perusahaan yang berskala kecil dan medium (Sparrow dan Brewster, 2006).


2

Untuk mencapai tujuan IHRM di atas, tentunya, perusahaan perlu
merencanakan bagaimana dan oleh siapa cabang baru ini akan dikelola. Apakah
oleh karyawan yang berasal dari negara dimana cabang baru didirikan atau
karyawan yang berasal dari negara asal perusahaan. Hal ini tentunya perlu
menjadi pertimbangan khusus bagi perusahaan-perusahaan multinasional di
negara-negara maju seperti di Kawasan Amerika Utara, misalnya Amerika
Serikat dan Kanada.
Amerika Serikat dan Kanada merupakan dua negara di Kawasan Amerika
Utara yang memiliki ribuan perusahaan multinasional dengan kantor cabang
yang tersebar di seluruh dunia. Banyaknya jumlah kantor cabang dan karyawan
yang tidak hanya berasal dari negara mereka sendiri tetapi juga dari negara lain
yang harus dikelola perusahaan multinasional AS dan Kanada, masalah IHRM
yang dihadapi pun sangat kompleks dan sangat luas. Kantor-kantor pusat di AS
dan Kanada bisa saja meminta karyawan atau manajernya untuk bertugas di
kantor cabang baru di luar negeri atau mungkin sebaliknya, kantor pusat
meminta karyawan atau manajer terbaiknya untuk dikirim ke kantor pusat.
Namun, proses penugasan ini tidak semudah yang dibayangkan karena ada

banyak hal yang menjadi pertimbangan perusahaan sebelum mengirimkan
karyawannya ke luar negeri.
Hal-hal yang berkaitan dengan praktek IHRM inilah yang menjadi
pertimbangan perusahaan karena selain membutuhkan biaya yang tidak sedikit,
proses atau tahap-tahap yang perlu dijalani karyawan yang akan bertugas ke
luar negeri juga membutuhkan waktu yang lama. Proses atau tahap ini nantinya
akan menentukan keberhasilan atau kegagalan karyawan di luar negeri.
Selanjutnya, proses atau tahap-tahap yang berkaitan dengan praktek-praktek
IHRM (meliputi proses staffing, rekrutmen dan seleksi, pengembangan,
pelatihan, kompensasi, penilaian kerja, dan repatriation), tingkat keberhasilan
karyawan yang bertugas ke luar negeri, dan bagaimana perbandingan praktekpraktek IHRM yang terjadi di perusahaan-perusahaan multinasional AS dan
Kanada akan dibahas dalam makalah berikut.

1.2 Rumusan Masalah

3

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah disebutkan sebelumnya,
penulis dapat menarik beberapa rumusan masalah sebagai berikut:
1. Bagaimana praktek International Human Resource Management (IHRM)

yang terjadi di perusahaan multinasional Amerika Serikat dan Kanada
meliputi proses staffing, rekrutmen, seleski, pengembangan, pelatihan,
kompensasi, penilaian kerja, dan repatriation ?
2. Bagaimana tingkat keberhasilan karyawan yang ditugaskan ke luar negeri di
perusahaan multinasional AS dan Kanada ?
3. Bagaimana perbandingan praktek MSDM yang terjadi di perusahaanperusahaan multinasional Amerika Serikat dan Kanada ?
1.3 Tujuan
1. Memahami praktek-praktek MSDM yang terjadi di perusahaan AS dan
Kanada meliputi proses staffing, rekrutmen, seleski, pengembangan,
pelatihan, kompensasi, penilaian kerja, dan repatriation.
2. Memahami pengelolaan karyawan atau manajer yang akan bertugas ke luar
negeri di perusahaan multinasional AS dan Kanada.
3. Mengetahui tingkat keberhasilan karyawan yang ditugaskan ke luar negeri di
perusahaan multinasional AS dan Kanada.
4. Mengetahui perbandingan praktek-praktek

MSDM

perusahaan-perusahaan multinasional AS dan Kanada.


BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

yang

terjadi

di

4

2.1 Pengertian Manajemen Sumber Daya Manusia Internasional (IHRM)
Dalam semua organisasi internasional maupun multinasional, Manajemen
Sumber Daya Manusia merupakan kunci sukses yang sangat fundamental. Bagi
sebagian besar organisasi, biaya dari orang-orang yang melakukan pekerjaan
tersebut adalah item biaya yang terbesar dari biaya operasi. Dalam dunia
modern yang semakin kompleks, kemampuan dan pengetahuan yang tergabung
dalam sumber daya manusia organisasi adalah kunci keberhasilan suatu
organisasi. Bagi organisasi internasional, penambahan komplikasi berhubungan
dengan asumsi multikultural tentang cara pengelolaan sumber data manusia dan

perbedaan hambatan institusional menjadi kontributor penting bagi peluang
keberhasilan itu.
Manajemen Sumber Daya Manusia Internasional meneliti cara di mana
organisasi internasional mengelola SDM mereka di luar konteks nasional yang
berbeda. Secara harafiah, definisi dari MSDM Internasional banyak dikemukakan
oleh para ahli, yakni sebagai berikut :
 MSDM Internasional adalah manajemen di seluruh dunia orang-orang di


perusahaan multinasional (Poole, 1990).
MSDM Internasional merupakan suatu cara bagaimana perusahaan
multinasional mengelola tenaga kerja mereka secara geografis dalam
rangka untuk meningkatkan sumber daya manusia mereka untuk
mencapai keunggulan kompetitif baik dalam lingkup lokal dan global.



(Scullion, 2005).
MSDM Internasional adalah suatu cabang studi manajemen yang
menyelidiki desain dan efek dari praktek sumber daya manusia




organisasi dalam konteks lintas budaya. (Peltonen, 2006).
MSDM Internasional merupakan semua masalah yang berkaitan dengan
pengelolaan orang dalam konteks internasional [termasuk] masalah
sumber daya manusia yang dihadapi perusahaan multinasional di
berbagai bagian organisasi mereka [dan] analisis komparatif dari
manajemen sumber daya manusia di berbagai negara. (Stahl and
Björkman, 2006).

Dari beberapa pendapat para ahli di atas, bisa ditarik suatu kesimpulan,
yakni MSDM Internasional merupakan suatu cabang studi yang meneliti
mengenai desain dan efek dari praktek sumber daya manusia dalam organisasi

5

beserta masalah-masalah yang dihadapi oleh organisasi yang berhubungan
dengan sumber daya manusia, kemudian bagaimana organisasi tersebut
mengelola tenaga kerja mereka untuk meningkatkan keunggulan kompetitif baik

dalam lingkup lokal maupun global.
2.2 Ruang Lingkup IHRM
Pada prinsipnya, ruang lingkup manajemen sumber daya manusia baik
yang lingkup domestik maupun multinasional dasarnya sama, yakni para
pimpinan harus mampu memperoleh, memanfaatkan, dan memberi reward
kepada para tenaga kerjanya. Yang membedakan MSDM Internasional dengan
MSDM domestik adalah kompleksitas yang dihasilkan oleh karena perusahaan
multinasional bergerak di banyak negara.
Dowling et al (1994) menggambarkan hal ini dengan membuat ulang model
yang awalnya dikembangkan oleh Morgan (1986) yang mendefinisikan MSDM
internasional sebagai interaksi di antara tiga dimensi, yaitu :


Tiga fungsi SDM yang lebih luas mengenai pengadaan, alokasi dan
pemanfaatan;



Tiga kategori negara yakni dimana negara tuan rumah tempat anak
perusahaan mungkin terletak, negara asal di mana perusahaan ini

berkantor pusat dan negara-negara yang mungkin menjadi sumber
tenaga kerja lainnya;



Tiga jenis karyawan, yaitu host-country nationals (HNTCs), home or
parent-country nationals (PCNs) dan third-country nationals (TCNs).

Sebagai hasil dari beroperasi di negara-negara yang berbeda dan
mempekerjakan

orang

dari

kebangsaan

yang

berbeda,


perusahaan

multinasional biasanya memiliki beberapa kegiatan sumber daya manusia
internasional yang tidak sama dengan yang di perusahaan domestik murni,
seperti merekrut di pasar tenaga kerja negara lain, menampung praktek kerja
yang berbeda, dan mengelola persyaratan dan ketentuan ekspatriat.
2.3 Expatriation
Istilah ekspatriat mengacu pada "seorang karyawan yang dikirim oleh
perusahaan nya di suatu negara untuk mengelola operasional perusahaan di

6

negara yang berbeda" (Noe et al, 2006), dan dengan demikian, organisasi dapat
mengirimkan karyawan mereka sendiri dari negara induk atau bahkan dari
negara-negara ketiga untuk negara tuan rumah. Ada banyak peluang dan
tantangan bisnis global yang menciptakan kebutuhan akan ekspatriat. Misalnya,
untuk mengatasi kekurangan kandidat berkualitas, perusahaan di Cina
mengandalkan pekerja profesional dari negara lain, atau organisasi kerap
memberikan pengalaman internasional kepada manajer bertalenta untuk tujuan

pengembangan karir (Mendenhall et al., 1987).
Karena ekspatriat ini seringkali membawa harapan besar dari organisasi,
dan pengalaman dari ekspatriat juga bisa memperkaya pengetahuan baik
individu dan bagi organisasi, karena itu penting untuk bisa mencapai penugasan
yang berhasil daripada pulang membawa kegagalan. Menurut Shaffer et al
(2006) tentang deskripsi ekspatriat sukses, ekspatriat dikatakan berhasil ketika
mereka tidak berhenti tugas mereka sebelum waktunya, dan menyelesaikan
tugas-tugas mereka dan mengembangkan / mempertahankan hubungan
interpersonal dengan karyawan di negara tuan rumah.
Selain itu, banyak penelitian juga berpendapat bahwa "expatriate
adjusment" dan ekspatriat yang sukses selama tugas tapi meninggalkan
organisasi tak lama setelah penugasan berakhir (Black & Gregersen, 1990)
sebagai kriteria lain untuk pengukuran keberhasilan ekspatriat. Para ilmuwan
menggunakan istilah expatriate adjusment untuk merujuk kepada suatu proses
melalui mana ekspatriat datang untuk merasa nyaman dengan lingkungan baru
dan saling berpadu dengan hal itu (Huang et al., 2005). Kemampuan ekspatriat
untuk menyesuaikan diri lebih dari sekedar masalah kesejahteraan psikologis di
negara asing, tetapi juga menjadi hal penunjang yang signifikan terhadap
keberhasilan tugas internasional.
2.4 International Staffing
International Staffing merupakan kegiatan penempatan staff setelah lulus
dari rekrutmen dan seleksi. Penempatan staff merupakan hal yang penting
karena jika penempatan tidak tepat dapat berakibat kegagalan dari staff tersebut
ataupun pekerjaan yang tidak terlaksana dengan baik. Oleh karena itu

7

penempatan staff harus dilakukan dengan tepat agar tidak menimbulkan
masalah di kemudian hari. Ada 4 macam orientasi dari international staffing,
yakni

pendekatan

etnosentris,

polisentris,

regiosentris

and

geosentris.

Etnosentris
Disini posisi utama dipegang oleh warga negara dari negara asal (home
country). Tiga faktor yang harus dipertimbangkan dalam penempatan staff,
yaitu:


Harus dapat menyesuaikan diri dalam keluarga, budaya dan
kepribadian untuk menghindari kegagalan.



Agar

berhasil,

harus

nyaman

dengan

kondisi

setempat,

mengembangkan hubungan lokal dan berkomunikasi dengan
penduduk setempat.


Untuk mencapai kesuksesan, ekspatriat harus memiliki sikap
terbuka dan mengambil pelatihan untuk negara tuan rumah.

Di bawah etno sentris, jalur komunikasi adalah satu arah, yaitu keputusan
dari kantor pusat. Bahkan, perilaku negara asal dan budaya negara asal
sangat mendominasi.
Polisentris
Disini posisi utama diisi oleh warga negara dari negara tuan rumah.
Keuntungan dari hal ini adalah :




Pemahaman mengenai lingkungan lokal lebih baik.
Mengurangi konflik ato masalah personal.
Manajer negara tuan rumah dapat melindungi MNC dari perlakuan



yang memusuhi dari Pemerintah tuan rumah.
Disini anak perusahaan diperbolehkan menjalankan otonomi tetapi



kontrol finansial tetap dipegang perusahaan pusat.
Top position terbatas pada anak perusahaan dan bukan untuk
dalam lingkup korporasi.

Regiosentris
Disini posisi utama perusahaan diisi oleh orang-orang dari negara-negara
dengan praktik budaya yang sama dan berpengalaman dalam praktek

8

manajemen. Misalnya, dalam penentuan posisi di Sri lanka, orang India
Selatan bisa menjadi pilihan.
Geosentris
Pendekatan Geosentris didasarkan pada individu yang memenuhi syarat
terbaik dipekerjakan di negara asalnya dan di luar negeri terlepas dari
mana dia berasal. Seluruh dunia dianggap sebagai pasar untuk
mengimplementasikan pendekatan mendunia.
2.5 Rekrutmen Internasional
Rekrutmen didefinisikan sebagai proses pencarian dan memperoleh calon
karyawan dalam jumlah yang cukup dan berkualitas sehingga organisasi dapat
memilih orang yang paling tepat untuk mengisi posisi dalam perusahaanya. Ada
pendapat bahwa proses rekrutmen dan seleksi akan bertujuan untuk menarik
dan memasukkan orang yang manajemen lihat sebagai orang yang 'tepat' untuk
sebuah pendekatan dari MSDM. Model MSDM Guest (1989) digunakan untuk
menyoroti beberapa implikasi untuk rekrutmen dan seleksi:
1. Integrasi strategis berkaitan dengan:
a) Integrasi MSDM ke dalam perencanaan strategis.
b) Koherensi kebijakan MSDM di area kebijakan dan hirarki.
c) Penerimaan dan penggunaan praktek MSDM oleh manajer.
2. Komitmen didasarkan pada gagasan pertukaran, di mana individu
melekatkan diri pada sebuah organisasi atas dasar nilai-nilai pekerjaan
mereka yang terdiri dari keterampilan khusus, keinginan dan tujuan
dengan imbalan penghargaan pekerjaan - sejauh mana individu dapat
menggunakan keterampilan mereka, memuaskan keinginannya dan
mencapai tujuan.
3. Fleksibilitas - hasil kunci yang memfokuskan kontribusi MSDM untuk
kinerja organisasi. Secara khusus, istilah 'fleksibilitas fungsional' berarti
perekrutan karyawan untuk membentuk kelompok inti yang memiliki
fleksibilitas atau bersedia untuk belajar dan beradaptasi.
4. Kualitas - banyak organisasi telah menganut 'kualitas' sebagai tujuan
utama bersama dengan ide-ide terkait yang berkaitan dengan layanan
pelanggan dan perbaikan terus-menerus.
2.6 Seleksi Internasional

9

Seleksi adalah proses pengumpulan informasi untuk tujuan mengevaluasi
dan memutuskan siapa yang harus dipekerjakan dalam posisi tertentu..
Organisasi sudah semakin menyadari membuat keputusan pilihan yang baik.
Dalam seleksi, keputusan yang dibuat oleh perusahaan maupun karyawan yang
potensial dan ekspektasi yang telah disetujui bersama dalam seleksi mengambil
bagian dari kontrak psikologis.
2.7 Pengembangan dan Pelatihan Internasional
Pelatihan dan Pengembangan adalah alat untuk meningkatkan kualitas
sumber daya manusia organisasi. Pelatihan adalah serangkaian aktivitas yang
dirancang untuk meningkatkan keahlian, pengetahuan, pengalaman ataupun
perubahan sikap seorang individu. Pelatihan bertujuan untuk meningkatkan
keterampilan kerja saat ini (fokus saat ini). Pengembangan bertujuan untuk
meningkatkan suatu kemampuan karyawan dalam kaitannya dengan posisi atau
pekerjaan di masa depan (fokus masa depan).
Fokus dari MSDM Internasional adalah ekspatriat internasional. Untuk
menugaskan seseorang keluar negeri, maka harus memperhatikan kesadaran
akan budaya. Jika interaksi yang diharapkan antara ekspatriat dan anggota
budaya lokal rendah, dan jika tingkat perbedaan budaya antara budaya asing
dan budaya lokal juga rendah, maka isu-isu budaya dalam pelatihan dapat
mengambil kepentingan kedua dalam kaitannya dengan tugas atau masalah
yang berhubungan dengan pekerjaan. Maka pelatihan yang dibutuhkan tidak
terlalu kompleks dan berat, bisa berfokus pada pelatihan untuk pekerjaan saja.
Jika interaksi yang diharapkan antara ekspatriat dan anggota budaya lokal yang
tinggi, dan jika tingkat perbedaan budaya antara budaya asing dan budaya tuan
rumah juga tinggi, maka isu-isu budaya harus masuk dalam agenda pelatihan
ekspatriat itu. Tingkat pelatihan bisa sedang sampai tinggi dalam kasus ini.
2.8 Kompensasi dan Rewards
Di tingkat internasional, organisasi multinasional dapat menggunakan
kompensasi

dan

fasilitas

tunjangan

sosial

ini

untuk

mendorong

atau

menghambat mobilitas internasional dari staf mereka. Kompensasi dan
tunjangan di tingkat internasional seringkali menghadapi masalah komparatif
internasional. Kedua tingkat dan struktur kompensasi dan manfaat dari posisi
serupa di negara-negara yang berbeda ini bervariasi secara signifikan. Bahkan

10

jika tingkatan juga sama, mungkin ada perbedaan dalam struktur sebagai
perpaduan antara gaji tetap, gaji variabel dan tunjangan non-moneter bervariasi.
Pada saat menentukan tingkat dan struktur kompensasi dan tunjangan,
perusahaan multinasional mempertimbangkan faktor-faktor seperti (1) pasar
tenaga kerja nasional dan internasional, (2) hukum ketenagakerjaan dan sistem
jaminan sosial, dan (3) keadilan yang ditentukan oleh budaya dan praktekpraktek umum. Desain dari kompensasi dan tunjangan sistem tergantung pada
strategi internasionalisasi organisasi. Organisasi multinasional yang mengikuti
strategi etnosentris mencoba untuk mentransfer kompensasi dan fasilitas
tunjangan sosial ini sebanyak mungkin ke negara-negara lain untuk mengurangi
beban administrasi dan meningkatkan komparabilitas dan kesederhanaannya.
Semua ekspatriat diperlakukan sama, terlepas dari negara mana mereka
bekerja. Dari perspektif polisentris, sistem yang berbeda untuk negara yang
spesifik adalah pedoman faktor. Kemudian secara keseluruhan komparabilitas
masih tertinggal dan beban administrasi meningkat.
Untuk staff pada penugasan internasional, lima model kompensasi berikut
adalah :


Kompensasi berbasis home-country : Karyawan menerima gaji
pokok yang akan ia terima dalam posisi sebanding dalam organisasi
induk. Selain itu ia mungkin mendapatkan bonus tambahan untuk
mengimbangi tugas luar negeri dan untuk mengimbangi biaya
tambahan dan perbedaan sistem keamanan pajak, pensiun dan
sosial. Tujuan model kompensasi ini adalah untuk bersikap adil
terhadap semua karyawan dalam organisasi induk, meskipun



perbedaan besar mungkin ditemui dalam negara tuan rumah.
Kompensasi berbasis host-country : Karyawan menerima gaji
pokok yang biasanya diterima untuk posisinya di negara tuan rumah.
Gagasan utama dari model ini adalah untuk memperlakukan
ekspatriat sebagai karyawan lokal, meskipun ketidakseimbangan
yang mungkin terjadi pada rekan-rekannya di organisasi induk.
Secara umum, pendekatan ini terutama diterapkan untuk yang lebih



lama tinggal di luar negeri.
Kompensasi berbasis kantor pusat : Semua ekspatriat di semua
negara tuan rumah menerima gaji yang sama, berorientasi pada

11

kompensasi dan tingkatan keuntungan perusahaan kantor pusat.
Oleh karena itu sistem kompensasi umum secara keseluruhan
dipraktekkan. Ini pada umumnya digunakan dalam organisasi di mana
ekspatriat, yang berasal dari berbagai negara, bekerja sama dan di
mana ekspatriat cukup sering ditransfer dari satu negara ke negara


lain.
Kompensasi berbasis pasar: Kompensasi dan paket tunjangan ini
sama dengan tingkat pasar untuk jabatan yang sebanding. Tujuan
utama



adalah

untuk

menjaga

karyawan

dengan

organisasi,

khususnya di area yang menuntut tingkat keterampilan tertentu.
Hybrid model: Campuran konsep yang dibahas di atas dalam rangka
untuk menemukan kompensasi yang paling tepat. Namun secara
umum, kompensasi para ekspatriat dan imbalan tersebut berkaitan
dengan sistem pasar domestik. Jika level gaji ini dirasa tidak tepat
misalnya dibandingkan dengan standar lokal gaji dari negara asal,
imbalan tambahan dapat ditambahkan.

Kompensasi dan tunjangan sosial dari sebuah organisasi multinasional
bervariasi

sesuai

internasionalisasi,

dengan
model

tahap

berbasis

internasionalisasi.
home-country

Seiring

kehilangan

kemajuan
signifikansi.

Mayoritas perusahaan multinasional menghubungkan kompensasi ekspatriat
mereka dengan gaji pokok negara-negara tuan rumah dan menyeimbangkan
perbedaan dalam rangka untuk menghindari tingkat pendapatan lebih rendah
dari

pendapatan

ekspatriat

sebelumnya.

Secara

keseluruhan,

sistem

kompensasi internasional dan imbalan menunjukkan tingkat fleksibilitas dan
transparansi yang lebih tinggi diantara karyawan.
2.9 Penilaian Kerja
Penilaian kinerja adalah proses yang berkelanjutan untuk mengevaluasi
kinerja karyawan. Penilaian kinerja adalah review dari kinerja karyawan dari
waktu ke waktu, sehingga penilaian adalah salah satu bagian dari manajemen
kinerja. Hal ini sangat penting bagi keberhasilan manajemen sumber daya
manusia. Meskipun penilaian kinerja hanyalah salah satu komponen manajemen
sumber daya manusia, hal ini sangat penting, karena secara langsung
mencerminkan rencana strategis organisasi. Meskipun evaluasi kinerja tim

12

sangat penting ketika tim berada dalam suatu organisasi, fokus penilaian kinerja
di kebanyakan perusahaan tetap pada individu karyawan. Terlepas dari hal
tersebut, sistem penilaian yang efektif mengevaluasi prestasi dan memulai
rencana pengembangan, tujuan, dan sasaran. Mengembangkan sistem penilaian
kinerja yang efektif akan terus menjadi prioritas utama bagi manajemen.
2.10

Repatriation
Repatriasi dapat didefinisikan sebagai kegiatan membawa sebuah kembali

ekspatriat ke negara asal. Repatriasi adalah langkah terakhir dalam proses
ekspatriat (rekrutmen & seleksi predeparture pelatihan repatriasi penugasan
asing maupun penugasan kembali). Repatriasi tidak dilakukan begitu saja
namun melalui sebuah proses. Proses repatriasi antara lain:
a) Persiapan
Pemberian informasi kepada ekspatriat untuk memfasilitasi kembalinya
ke negara asal. Contoh: Daftar hal-hal yang dapat dilakukan di negara
tuan rumah sebelum keberangkatan (penutupan rekening, pembayaran
tagihan dan lain-lain).
b) Relokasi fisik
Termasuk kegiatan seperti menghapus jejak personal, memutuskan
hubungan dengan rekan kerja dan teman-teman dan pulang ke negara
asal. Bantuan untuk ekspatriat dan keluarganya biasanya diberikan oleh
relokasi konsultan atau perusahaan. Bantuan relokasi yang komprehensif
dan

disesuaikan

berfungsi

untuk

mengurangi

kecemasan,

ketidakpastian dan gangguan yang dialami oleh ekspatriat

stres,
dan

keluarganya.
c) Transisi
Tahap di mana ekspatriat dan keluarganya menyesuaikan diri mereka
kembali ke negara asal. Beberapa perusahaan menyewa konsultan
relokasi untuk membantu dalam tahap ini. Kegiatan yang termasuk
memperoleh akomodasi sementara, melakukan persiapan untuk rumah
dan sekolah, melakukan tugas-tugas administratif yang diperlukan
(misalnya memperbarui SIM, melamar asuransi kesehatan, membuka
rekening bank).
d) Penyesuaian kembali

13

Fase ini merupakan di mana fase penyesuaian diri ekspatriat terhadap
budaya asalnya kembali dan meneruskan pekerjaannya di perusahaan
negara asalnya.

BAB III
PEMBAHASAN

3.1 Praktek IHRM di Amerika Serikat
3.1.1 Proses Staffing
Alasan yang paling utama

mengapa

perusahaan-perusahaan AS

mengirimkan karyawan dari negaranya untuk bertugas di luar negeri adalah
untuk memulai kegiatan operasional yang baru dan untuk menjembatani
perbedaan skill yang ada pada kantor cabang di negara lain (Tungli dan
Periperl, 2009). Berkaitan dengan hal ini, banyak perusahaan multinasional AS
yang menggunakan pendekatan etnosentris dan mendominasi norma
penempatan ekspatriat di sana. Pemegang jabatan-jabatan tertinggi di kantor
cabang

baru

di

luar

negeri

adalah

karyawan

atau

manajer

yang

berkebangsaan Amerika (Springer, 2000). Peterson et al. (2000) menyebutkan
perusahaan multinasional AS menempatkan posisi ekspatriat utamanya
berdasarkan professional skills dan keahlian teknik, interpersonal skills, dan
pengembangan manajemen.
Namun, dalam dua dekade terakhir, Tungli dan Periperl (2009)
menyebutkan bahwa adanya perubahan pola dalam proses staffing yang

14

dilakukan

perusahaan

multinasional

AS.

Peterson

et

al

(2000)

mengelompokkan perusahaan multinasional Amerika dengan perusahaan
multinasional Inggris, karena mereka menemukan “adanya penggunaan
inpatriat dan karyawan yang berasal dari negara ketiga (third-country
nationals).
Pucik (1984) memberikan beberapa saran tambahan untuk meningkatkan
proses staffing bagi perusahaan yang akan menghadapi perubahan dan
persaingan yang lebih besar. Pertama, perusahaan multinasional AS dapat
mengambil keuntungan besar dari keunggulan kompetitif yang mereka miliki
dengan cara memanfaatkan akses mereka ke sejumlah besar mahasiswa
asing di universitas-universitas AS. Kedua, perusahaan AS dapat memperoleh
keuntungan yang lebih besar dengan lebih berhati-hati dalam mengevaluasi
kebutuhan staff jangka panjang mereka dan mencari orang untuk mengisi
posisi tersebut di masa depan daripada harus mempekerjakan orang untuk
mengisi jabatan tertentu setiap waktu. Ketiga, pertimbangan yang lebih besar
dalam

merekrut

spesialis

berdasarkan

letak

geografisnya

daripada

mengutamakan spesialisasi teknis (misalnya keuangan, akuntansi) sering
terjadi.
3.1.2 Rekrutmen dan Seleksi
Sayangnya, kebanyakan perusahaan multinasional AS tidak suka
menggunakan tes seleksi yang bersifat formal dalam menentukan kriteria
untuk kompetensi manajerial, teknis, atau kemampuan adaptasi lintas budaya
(Cullen, 1988). Tungli dan Peiperl (2009) juga menyebutkan bahwa kriteria
yang lebih diutamakan ketika menyeleksi karyawan yang akan bertugas ke
luar negeri adalah keahlian teknis dan professional. Pada awal tahun 1980an,
3% perusahaan AS mengukur kompetensi teknis kandidat dengan berbagai
macam cara, sedangkan kemampuan relasional kandidat hanya diukur oleh
5% perusahaan AS saja. Selain itu, perusahaan AS lebih suka menggunakan
wawancara

terstruktur,

referensi,

dan

self-nomination

dalam

proses

seleksinya.
Hal ini terjadi karena perusahaan-perusahaan AS pada umumnya
kekurangan program seleksi formal, mereka biasanya hanya mendasari
keputusan mereka pada kemampuan teknis (Cullen, 1998), keinginan untuk

15

bertugas ke luar negeri (Cullen, 1998), dan pertimbangan pajak jangka pendek
dan masalah keuangan (Pucik, 1984). Beberapa keputusan seleksi untuk
bertugas ke luar negeri bahkan dibuat karena kurangnya kinerja AS, dalam
artian bagian dari langkah perusahaan untuk mengesampingkan atau
mengeluarkan individu tertentu (Tung, 1988). Seperti yang terlihat, perusahaan
multinasional AS sering menggunakan fase awal praktek-praktek IHRM ketika
mereka terlibat dalam fase bisnis selanjutnya (Adler dan Ghadar, 1989).
Selanjutnya, proses seleksi dan rekrutmen pegawai yang bertugas ke luar
negeri dapat dilakukan dengan proses terbuka atau tertutup. Pada proses
tertutup, perusahaan tidak memberitahu pegawai mengenai kesempatan ini,
melainkan langsung membuat keputusan tentang penugasan ke luar negeri
tanpa adanya persetujuan dari pegawai yang bersangkutan. Sedangkan pada
proses terbuka, perusahaan mengumumkan adanya kesempatan bertugas ke
luar negeri dan pegawai yang berminat mengajukan aplikasi (Wilson, 2010).
Demikian juga, persepsi akurat terhadap perbedaan budaya pada
penugasan ke luar negeri cenderung untuk meningkatkan proses seleksi.
Keadaan praktek IHRM perusahaan multinasional AS saat ini menunjukkan
tidak adanya pengaruh manajer HRM terhadap manajemen tingkat senior dan
kurangnya orientasi manajemen eksekutif terhadap isu-isu IHRM. Sebaliknya,
tema yang mendasari saran ini adalah agar perusahaan multinasional
mengambil perspektif jangka panjang dan perspektif pembangunan kegiatan
operasional dan staffnya. Guna mempertahankan karyawan ini dalam jangka
panjang setelah ia dipilih, perusahaan perlu untuk mengembangkan praktek
efektif dalam semua aspek IHRM, khususnya pelatihan dan pengembangan
(Von Glinow dan Milliman, 2000).
3.1.3 Pengembangan dan Pelatihan
Seperti halnya dengan seleksi, Tung (1988) melaporkan bahwa hanya ada
sedikit (sekitar 32%) perusahaan multinasional AS yang memberikan program
pelatihan pra keberangkatan untuk ekspatriatnya. Pelatihan antar budaya
dapat didefinisikan sebagai program yang dapat meningkatkan kemampuan
individu untuk hidup dan bekerja di luar negeri (Tung, 1981), dan program ini
harus disesuaikan dengan kebutuhan spesifik dari pekerjaan ekspatriat di
masa depan dan latar belakang budaya host-country.

16

Program seleksi akan menentukan besarnya tingkat kebutuhan spesifik
program pelatihan. Oleh karena itu, kerangka kontingensi seleksi dapat
dimanfaatkan untuk pelatihan dan pengembangan. Bentuk, jumlah, dan
intensitas program pelatihan bergantung pada kebutuhan ekspatriat maupun
host-country nationals-nya seperti persyaratan kerja (contohnya, aspek teknis,
kebutuhan hubungan cross-cultural), bagaimana perbedaan budaya, keinginan
dan kemampuan ekspatriat untuk beradaptasi pada situasi budaya yang
berbeda,

dan

kebutuhan

untuk

mempertimbangkan

lagi

karir

serta

pengembangan kebutuhan jangka untuk ekspatriat. Berdasarkan analisis
faktor-faktor ini, ekspatriat dapat memperoleh pelatihan di beberapa bagian
dari lima jenis utama dari program pelatihan diidentifikasi oleh Tung (1981;
1988) seperti bidang studi, asimilasi budaya, pelatihan bahasa, pelatihan
sensitivitas, dan pengalaman lapangan. Selain itu, perusahaan juga harus
memberikan pelatihan bagi keluarga ekspatriat.
Pelatihan bagi keluarga ekspatriat juga perlu mendapat perhatian khusus
di samping pelatihan cross-cultural

dan pelatihan bahasa karena tingkat

keberhasilan karyawan juga ditentukan berdasarkan kemampuan adaptasi
keluarganya. Di samping itu, perusahaan juga harus menyediakan fasilitas
kepada keluarga ekspatriat selama masa penugasan di luar negeri guna
memenuhi kebutuhan mereka di sana, misalnya saja seperti tempat tinggal,
pendidikan anak, keamanan, dan kenyamanan keluarga.
Sayangnya, hanya sedikit perusahaan AS yang memiliki kebijakan formal
yang mengatur tentang pelatihan keluarga ekspatriat untuk penugasan ke luar
negeri (Finney dan Von Glinow, 1988). Kebanyakan perusahaan yang
memberikan program pelatihan ini hanya memberikan pelatihan bahasa saja
tetapi bukan pelatihan penyesuaian budaya (Adler, 1986). Penelitian terakhir
pun menyebutkan bahwa saat ini, hanya sedikit perusahaan multinasional AS
yang memberikan pelatihan pra keberangkatan sehingga kegagalan ekspatriat
pun meningkat. Selain mengembangkan seleksi yang efektif dan program
pelatihan untuk ekspatriat dan pasangannya, juga penting untuk menerapkan
sistem penilaian kinerja yang memungkinkan penyesuaian yang memadai
terhadap penugasan ke luar negeri.
3.1.4 Penilaian Kerja

17

Sebagaimana

proses

seleksi

dan

pelatihan

bagi

ekspatriat

dan

keluarganya, sistem penilaian kinerja perusahaan multinasional juga harus
fleksibel dan dapat disesuaikan. Pertama, karakteristik pekerjaan ekspatriat
harus dipertimbangkan. Ekspatriat sering mendapat tanggung jawab dan
otonomi di luar negeri yang lebih besar daripada di AS. Selain itu, banyak
ekspatriat yang berangkat dari posisi yang lebih teknis di AS ke posisi yang
membutuhkan manajemen yang lebih strategis, diplomatik, dan keterampilan
interpersonal di luar negeri (Pucik, 1984). Kedua, sejauh mana perbedaan
budaya memerlukan berbagai tingkat penyesuaian. Ketiga, setiap orang
membutuhkan waktu yang berbeda untuk menyesuaikan diri selama
penugasan di luar negeri, sedangkan beberapa orang memiliki kemampuan
menyesuaikan diri lebih cepat dari yang lain.
Umumnya, kantor pusat perusahaan tidak peka terhadap masalahmasalah khusus yang dihadapi oleh ekspatriat (Spruell, 1985) dan
mengharapkan kinerja mereka sama seperti ketika mereka berada di AS
(Harvey, 1983). Dengan demikian, penilaian kinerja seringkali harus dilakukan
dengan baik setelah tahun pertama penugasan, mencerminkan nilai strategis
suatu posisi, dan disesuaikan secara berkala selama masa jabatan ekspatriat
di luar negeri. Pada akhirnya sistem penilaian harus disesuaikan dengan
kebutuhan khusus ekspatriat dan situasi mereka di luar negeri dan melibatkan
perpaduan tujuan jangka pendek dan jangka panjang perusahaan (Pucik,
1984). Agar perusahaan dapat memahami kebutuhan ekspatriat dan
tercapainya tujuan perusahaan, perusahaan multinasioanl AS seringkali
melakukan komunikasi dua arah dalam proses penilaiannya. Komunikasi dua
arah ini berguna untuk me-monitoring, mengontrol, dan sebagai sarana
konsultasi mengenai kesulitan dan serangkaian masalah yang dihadapi
karyawan selama bertugas di luar negeri.
3.1.5 Kompensasi dan Rewards
Sistem penilaian memainkan

peran

penting

dalam

menentukan

kompensasi di perusahaan-perusahaan multinasional AS dan harus dipastikan
kinerja karyawan sejalan dengan strategi perusahaan sehingga karyawan
menerima reward yang pantas (Pucik, 1984). Komponen kompensasi dan
keuntungan ekspatriat yang bertugas ke luar negeri harus tersusun seperti

18

paket yang memungkinkan ekspatriat untuk mendapatkan gaji sesuai dengan
kemampuannya seperti ketika ia berada di home-country (Wilson, 2010).
Empat faktor yang memainkan peran penting dalam menentukan
besarnya kompensasi meliputi karakteristik tanggung jawab pekerjaan
ekspatriat, besarnya perbedaan budaya host-country, pertimbangan keluarga,
dan tingkat gaji di perusahaan lokal setempat. Tantangan kritis yang dihadapi
perusahaan adalah bagaimana mengembangkan sistem kompensasi yang
dapat diterapkan di karyawan lokal, ekspatriat, dan karyawan yang ada di
kantor pusat serta memberikan insentif yang cukup untuk menarik,
memotivasi, dan menjaga seluruh kandidat di luar negeri (Phatak, 1983). Pada
umumnya, administrasi kompensasi yang terpusat lebih efektif dalam
mengembangkan

sistem yang wajar dan konsisten, sementara program

kompensasi yang terdesentralisasi lebih sensitive terhadap kondisi lokal
(Toyne dan Kuhne, 1983). Selanjutnya, penelitian yang dilakukan oleh Toyne
dan Kuhne (1983) menemukan bahwa kebanyakan perusahaan multinasional
AS menggunakan sistem kompensasi terpusat yang disusun sebagai
kebijakan, prosedur, dan pengawasan.
Dengan adanya sistem yang terpusat, perusahaan multinasional dapat
dengan jelas menentukan sistem kompensasi yang berlaku bagi ekspatriat,
meliputi jadwal pembayaran dan pengambilan gaji, pajak yang dibayarkan
(termasuk hypothetical tax dan tax counsel), kompensasi insentif jangka
panjang, dan biaya hidup. Selain itu, ekspatriat juga mendapat kompensasi
yang bukan berupa uang seperti cek kesehatan dan imunisasi, liburan, home
leave, dan pendidikan bagi anak-anak ekspatriat (Wilson, 2010).
Perkins dalam bukunya “International Rewards Management



menambahkan bahwa menambah kompleksitas administrasi kompensasi
ekspatriat, menyertai rencana build-up, konsisten dengan seluruh prinsip,
‘pemerataan pajak’ umumnya menyertai neraca kompensasi ekspatriat. Apa ini
berarti bahwa nilai pajak dan iuran asuransi sosial karyawan yang telah
dibayar di negara asal akan dikurangi dengan basis gaji yang diterima di
negara asal untuk mendapatkan ‘pendapatan bersih’. Tunjangan dan premi
akan ditambahkan ke jumlah tersebut, dan perusahaan akan membayar setiap
pajak yang jatuh tempo dalam yuridiksi host-country terhadap keseluruhan
jumlah paket kompensasi.

19

Mengembangkan sistem rewards dan keuntungan yang sensitive sangat
penting bagi karyawan di perusahaan lokal setempat dan ekspatriat yang
berasal dari negara lain. Hofstede (1984) telah menemukan beragam motivasi
yang didasarkan pada dua dari empat dimensi yang ada, yaitu maskulinitas
dan feminitas; tinggi dan rendahnya tingkat gaji. Contohnya, karyawan di
Swedia cenderung memiliki nilai feminitas yang lebih tinggi dan menginginkan
rewards

bukan

dalam

bentuk

uang

melainkan

otonomi,

hubungan

interpersonal, dan waktu libur. Sebaliknya, negara seperti AS yang memiliki
nilai maskulinitas lebih tinggi, memberikan nilai intensif tinggi dalam bentuk
uang, status, dan tantangan kerja.
Selain dua dimensi yang disebutkan di atas, penentuan rewards juga
didasarkan pad tren yang sedang marak terjadi saat ini. Dalam beberapa
tahun

terakhir,

sebagaimana

perusahaan

telah

mengirimkan

banyak

ekspatriatnya dari negara maju ke negara-negara berkembang, mereka
mempertimbangkan menggunakan pendekatan pembayaran alternatif. Dalam
beberapa kasus, tunjangan tambahan di host-country atau gaji setempat atau
pendekatan gabungan yang memungkinkan untuk mengahadapi masalah
pergerakan dari negara yang berpenghasilan rendah ke host-country yang
berpotensi memberikan penghasilan tinggi. Ada juga bunga yang tumbuh
dalam “International Cadre Policies”. Semakin perusahaan mengembangkan
bakat orang-orang terbaiknya melalui penugasan internasional, mereka perlu
memastikan manajer senior agar tetap ‘mobile’ dan menciptakan kebijakan
dan praktik yang menghargai ekspatriat tersebut.
Foreign Services Premium merupakan bagian umum dalam paket
kompensasi ekspatriat, dengan maksud untuk membujuk karyawan dan
keluarganya untuk meninggalkan rumah dan tempat kerja mereka biasanya.
Namun, kebutuhan akan Foreign Services Premium atau insentif lainnya
dipertanyakan sebagaimana perusahaan mengharapkan karyawan mereka
agar selalu ‘mobile’. Di banyak perusahaan, tidak ada premi yang dibayarkan
pada awal karir dan pengembangan tugas; bagi transfer intra-regional; premi
yang lebih rendah akan dibayarkan. Tingkat premi saat ini sekitar 10%
berdasarkan pembayaran gaji di negara asal.
Suatu alternative dengan adanya Foreign Services Premium adalah
Mobility Allowance, yang seringkali digunakan oleh negara-negara di kawasan

20

Eropa. Biasanya, karyawan membayar dalam bentuk lump sum di awal
penugasan, dan dihitung atas presentase gaji. Tak hanya persoalan Foreign
Services

Premium,

Cost

of

Living Allowance

(COLA)

juga

menjadi

pertimbangan penting dalam paket kompensasi ekspatriat. Namun, tipe
tunjangan ini dianggap sebagai salah satu pilihan biaya yang lebih efektif,
seperti Efficient Purchaser atau Modified Index.
Perusahaan juga mempertimbangkan

menggunakan

pendekatan

alternative terhadap COLA , misalnya seperti International Index dimana tidak
ada link yang menghubungkan ke negara asal ekspatriat. Karyawan lebih
sering memperdebatkan persoalan penerapan index negative. Sekitar 57%
perusahaan di seluruh dunia tidak mengambil potongan negative meskipun
prakteknya berbeda antara perusahaan AS dan Eropa dengan perbandingan
73% perusahaan AS tidak mengambil potongan dan 56% perusahaan Eropa.
Praktek dalam penyediaan tempat tinggal berbeda-beda antara perusahaan
yang satu dengan yang lain. 49% perusahaan Eropa menyediakan tempat
tinggal di lokasi penugasan, sedangkan hanya

33% perusahaan AS yang

menyediakan (ORC, 2010).
3.1.6 Repatriation
Repatriaton terjadi ketika seorang ekspatriat perusahaan mutinasional
kembali ke negara asalnya dari penugasan ke luar negeri (Hodgetts dan
Luthans, 1997). Sementara repatriation dirasa bukan isu penting bagi banyak
perusahaan, ada beberapa literature penting mengenai ekspatriasi dan
tantangan yang dihadapi ketika memindahkan karyawan dan keluarganya ke
negara yang memiliki latar belakang budaya yang berbeda dan kondisi ekosos
yang kontras (Tung, 1988). Sayangnya, pemikiran yang sederhana ini
menghiraukan banyak isu penting. Repatriation merupakan proses yang
kompleks, menghasilkan masalah yang sama ketika mengelola ekspatriat.
Pertama, repatriate kembali dari jabatan tinggi dengan tingkat otonomi
yang tinggi ke jabatan yang kurang tinggi di kantor pusat. Peluang kerja bukan
malah bertambah namun malah berkurang sebagai akibat penugasan ke luar
negeri. Tantangan dan kepuasan yang berkaitan dengan tanggung jawab yang
lebih besar digantikan dengan rasa bosan dan tidak bebas (Chew dan

21

Debowski, 2008). Faktor-faktor ini dapat menyebabkan stress dan tekanan
psikologis.
Berdasarkan Fact Sheet yang diterbitkan oleh U.S Department Of Health
& Human Resource tahun 2012, AS membuat program khusus untuk
menangani masalah repatriasi. Program yang dilakukan terbagi dalam empat
kegiatan yang berbeda. Dua di antaranya ditandai dengan kasus yang
berkelanjutan mengenai repatriasi individu termasuk dalam Pasal 1113 pada
Undang-Undang Jamsostek (Social Security Act) dan bantuan yang diberikan
kepada repatriate yang mengalami gangguan mental diurus dalam 24 USC
321. Dua kegiatan lainnya adalah komponen kontingensi tentang tanggung
jawab pemulangan darurat ditetapkan berdasarkan Pasal 1113 dari UndangUndang Jamsostek dan Executive Order (EO) 12656 dan pemulangan
kelompok dengan perpanjangan EO, ORR sering mendapat tanggung jawab
untuk menyediakan layanan di bawah otoritas Pasal 1113.
Secara keseluruhan, Departemen Kenegaraan melakukan penilaian awal
dan dan membuat rujukan ke ORR dan / atau penerima hibah bagi staf ORR
yang berwenang untuk menentukan kelayakan akhir. Departement of State
(DOS) memastikan transportasi bagi individu yang memenuhi syarat
kepulangan mereka. Setelah kedatangan mereka ke AS, ORR bertanggung
jawab untuk menyediakan layanan sementara bagi repatriate yang memenuhi
syarat.

Layanan

sementara

ini

dapat

didefinisikan

sebagai

sebagai

pembayaran tunai, perawatan medis (termasuk konseling), penampungan
sementara, transportasi, dan barang dan jasa lainnya yang diperlukan untuk
kesehatan atau kesejahteraan diberikan kepada individu yang memenuhi
syarat dalam bentuk pinjaman dan harus dibayar kepada Pemerintah AS.
Bantuan sementara ini hanya berlaku selama 90 hari.
Jika para repatriate tidak mendapatkan jaminan atau kompensasi atas
kepulangan mereka dari penugasan di luar negeri, mereka tidak perlu khawatir
karena pemerintah AS telah mengatur kebijakan yang menyediakan program
repatriasi

bagi

mereka.

Banyak

perusahaan

multinasional

AS

yang

menghiraukan masalah repatriasi ini, tapi tidak sedikit juga yang sadar akan
pentingnya masalah repatriasi ini, seperti General Electric. Co. Dalam artikel
yang

ditulis

oleh

Kristina

Peterson,

Chief

Executive

Jeffrey

Immelt

menyebutkan bahwa dengan menggunakan tax holiday repatriation –

22

keringanan pajak bagi perusahaan membawa kembali keuntungan dari luar
negeri kembali ke AS – untuk membantu pendanaan infrastruktur bank.

3.2 Praktek IHRM di Kanada
3.2.1 Proses Staffing
Jika alasan perusahaan multinasonal yang bermarkas di AS mengirimkan
karyawannya ke luar negeri adalah untuk memulai kegiatan operasional yang
baru dan untuk menjembatani perbedaan skill yang ada pada kantor cabang di
negara lain, lain halnya dengan Kanada. Seperti yang kita ketahui, Kanada
merupakan salah satu negara yang memiliki andil besar di kawasan Amerika
Utara, namun, perekonomian Kanada diwarnai dengan kehadiran perusahaanperusahaan multinasional AS yang mendirikan cabang di sana (Belanger et al,
2006). Hal ini memberikan dampak dan pengaruh yang besar bagi manajemen
perusahaan multinasional lokal.
Arthurs (2000) berpendapat penggabungan kontrol perusahaan dan fungsi
kantor pusat di AS telah melemahkan posisi Kanada untuk mengambil
keputusan. Dilihat dari presentase banyaknya perusahaan yang beroperasi di
Kanada yang dibagi atas perusahaan multinasional asal Kanada dan
perusahaan multinasional asing yang beroperasi di Kanada, 49% perusahaan
asing yang beroperasi adalah perusahaan multinasional yang berasal dari
negara tetangga AS sementara 21% berasal dari negara-negara Eropa dan
6% berasal dari negara-negara di kawasan Asia. Sedangkan jumlah
perusahaan multinasional asli Kanada hanya 24%. Meskipun ada banyak
diskusi mengenai globalisasi, realitanya mendekati apa yang biasa kita sebut
dengan perusahaan “regional” karena operasi mereka terkonsentrasi di suatu
wilayah.
Kantor pusat (head office) dan kantor cabang Kanada tampaknya
merupakan tingkat yang paling berpengaruh. Sekitar 64% responden
menganggap bahwa kantor pusat atau kantor cabang memiliki pengaruh yang
kuat atau sangat kuat terhadap kebijakan dan praktek SDM dalam kegiatan
operasional di Kanada. Sedangkan hanya

43% HQ

(headquarters)

perusahaan multinasional yang beroperasi di Kanada memiliki pengaruh yang
kuat atau sangat kuat. Faktanya, kantor pusat dan kantor cabang yang

23

beropeasi di Kanada tampaknya merupakan actor penting dalam menentukan
kebijakan SDM.
Untuk mendapatkan gambaran lebih jelas mengenai distribusi pengaruh
kebijakan dan praktek SDM, tingkat organisasi dibedakan menjadi yang
memiliki pengaruh kuat dan sangat kuat. Presedur sederhana ini digunakan
untuk membedakan tiga pola yang digunakan oleh perusahaan multinasional
yang dikuasai pihak asing: sentralisasi, desentralisasi, dan pola jaringan.
Pola terpusat (sentralisasi) memiliki kemiripan dengan model etnosentris,
di mana pengaruh terkonsentrasi pada tingkat yang lebih tinggi di luar Kanada.
Dalam pola ini, manajer operasional host-country tidak seberapa berpengaruh
sementara baik markas besar perusahaan (HQ) perusahaan multinasional
atau pada tingkat perantara lain (tingkat regional atau divisi internasional)
memiliki pengaruh kuat atau sangat kuat. Pola ini digunakan oleh sekitar 25%
perusahaan multinasional asing yang beroperasi di Kanada.
Pola desentralisasi mencerminkan model polisentris, yang mana pengaruh
(kuat atau sangat kuat) terkonsentrasi pada tingkat kantor pusat atau kantor
cabang Kanada atau pada tingkat individu. Manajer dalam kegiatan
operasional Kanada merupakan pelaku yang lebih penting daripada semua
tingkat organisasi di perusahaan multinasional, terutama yang terletak di
markas perusahaan di seluruh dunia. Pola ini digunakan oleh sekitar 37%
perusahaan multinasional asing yang beroperasi di Kanada.
Pola jaringan menyatukan perusahaan di mana pengaruh didistribusikan
cukup merata di antara beberapa tingkat pengambilan keputusan pada
perusahaan multinasional. Secara khusus, manajer yang beroperasi di Kanada
dan baik dari kantor pusat maupun tingkat regional perusahaan di seluruh
dunia semua diidentifikasi sebagai latihan pengaruh yang kuat atau sangat
kuat atas kebijakan dan praktek SDM. Dalam pola jaringan, beberapa tingkat
organisasi memiliki pengaruh atas kebijakan SDM yang bertentangan dengan
pola sentralisasi dan desentralisasi di mana pengaruh yang baik terkonsentrasi
di bagian atas atau bagian bawah organisasi. Pola ini digunakan oleh sekitar
38% perusahaan multinasional asing yang beroperasi di Kanada.
Sebagai rangkuman, setidaknya dalm hal kebijakan dan praktek SDM,
manajer yang bekerja untuk perusahaan multinasional asing, dari sudut
pandang penilaian mereka sendiri, mereka bukanlah agen perusahaan global

24

yang melaksanakan strategi yang dibuat di tempat lain. Ketika pola
desentralisasi dan jaringan digabungkan, operasi Kanada memiliki pengaruh
yang kuat atas kebijakan SDM (Belanger et al, 2006). Selain itu, perusahaan
asing yang beroperasi di Kanada lebih suka mempercayakan jabatan penting
di kantor cabang maupun kantor pusatnya di sana oleh karyawan yang berasal
dari negara tersebut (local nationality) dan home-country nationality. Namun,
tak sedikit juga perusahaan multinasional asal Kanada yang mengirimkan
karyawan-karyawannya untuk bertugas ke luar negeri.
3.2.2 Rekrutmen dan Seleksi
Suksesnya proses rekrutmen dan seleksi internasional dapat ditingkatkan
apabila

informasi

berikut

disertakan

dalam

proses

rekrutmen:

(1)

pengembangan karir, (2) kondisi politik, (3) kualitas kondisi hidup, (4) kesulitan
penyesuaian yang di alami keluarga ekspatriat, dan (5) lamanya penugasan.
Informasi ini dapat diberikan dalam konteks realistic job preview (RJP)
(Wanous, 1992). Literatur ini juga menyarankan untuk menyediakan RJP bagi
keluarga ekspatriat karena keluarga ekspatriat juga dianggap memiliki dampak
atau pengaruh yang besar terhadap kesuksesan ekspatriat.
Namun, menurut Canadian Human Rights Act (1994) mengenai masalah
pernikahan dan status keluarga dengan alasan apapun dilarang didiskriminasi.
Oleh karena itu, perusahaan Kanada disarankan untuk menawarkan RJP
kepada pasangan ekspatriat, sehingga perusahaan dapat mengetahui
informasi pribadi hanya untuk tujuan seleksi saja. Proses seleksi yang valid
merupakan bagian penting dari sistem SDM strategis, yang mana merupakan
pengembangan penting proses SDM strategis. Prosedur seleksi yang valid
menambah fleksibilitas sehingga organisasi dapat berada dalam posisi yang
lebih baik untuk menerapkan strategi (O’Sullivan et al,2001).
Menurut penelitian yang dilakukan O’Sullivan et al (), rata-rata perusahaan
multinasional Kanada menerapkan Realistic Job Preview (RJP) dalam proses
awal

rekrutmen.

Perusahaan

menginformasikan

mengenai

segala

kemungkinan yang terjadi selama masa penugasan di luar negeri. Di sini
ekspatriat beserta keluarganya dapat menilai sendiri tentang penugasan ini,
apakah mereka sanggup menjalankannya atau tidak. Meskipun bukan standar
kebijakan perusahaan, namun kunjungan awal sebelum keberangkatan dapat

25

dilakukan. Dengan segala informasi ini, perusahaan berharap jika ekspatriat
beserta keluarganya dapat menimbang lebih lanjut dan siap dengan segala
resiko yang sudah dipaparkan di awal proses perekrutan.
Seleksi merupakan tahapan selanjutnya setelah perusahaan memperoleh
kandidat yang berpotensi. Kebanyakan perusahaan di Kanada dan di kawasan
Amerika Utara lebih suka menerapkan tes wawancara dalam proses seleksi
mereka. 46% perusahaan multinasional Kanada menggunakan Behavioural
Description Interview (BDI) dan 37% menggunakan wawancara terstruktur.
Kebanya

Dokumen yang terkait

ANALISIS KELAYAKAN FINANSIAL AGRIBISNIS PERBENIHAN KENTANG (Solanum tuberosum, L) Di KABUPATEN LUMAJANG PROVINSI JAWA TIMUR

27 309 21

ANALISIS PENGARUH MANAJEMEN LABA TERHADAP NILAI PERUSAHAAN (Studi Empiris Pada Perusahaan Property dan Real Estate Yang Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia)

47 440 21

Analisis Pengaruh Pengangguran, Kemiskinan dan Fasilitas Kesehatan terhadap Kualitas Sumber Daya Manusia di Kabupaten Jember Tahun 2004-2013

21 388 5

EFEKTIVITAS PENDIDIKAN KESEHATAN TENTANG PERTOLONGAN PERTAMA PADA KECELAKAAN (P3K) TERHADAP SIKAP MASYARAKAT DALAM PENANGANAN KORBAN KECELAKAAN LALU LINTAS (Studi Di Wilayah RT 05 RW 04 Kelurahan Sukun Kota Malang)

45 393 31

PENGALAMAN KELUARGA DALAM MERAWAT ANGGOTA KELUARGA DENGAN GANGGUAN JIWA (SKIZOFRENIA) Di Wilayah Puskesmas Kedung Kandang Malang Tahun 2015

28 256 11

STUDI PENGGUNAAN SPIRONOLAKTON PADA PASIEN SIROSIS DENGAN ASITES (Penelitian Di Rumah Sakit Umum Dr. Saiful Anwar Malang)

13 140 24

Studi Kualitas Air Sungai Konto Kabupaten Malang Berdasarkan Keanekaragaman Makroinvertebrata Sebagai Sumber Belajar Biologi

23 176 28

PENILAIAN MASYARAKAT TENTANG FILM LASKAR PELANGI Studi Pada Penonton Film Laskar Pelangi Di Studio 21 Malang Town Squere

17 165 2

PERANAN ELIT INFORMAL DALAM PENGEMBANGAN HOME INDUSTRI TAPE (Studi di Desa Sumber Kalong Kecamatan Wonosari Kabupaten Bondowoso)

38 240 2

Analisis Penyerapan Tenaga Kerja Pada Industri Kerajinan Tangan Di Desa Tutul Kecamatan Balung Kabupaten Jember.

7 76 65