Makalah Hadist Berbakti Kepada Orang Tua

MAKALAH
BIRRUL WALIDAIN
Diajukan untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Hadist dan ilmu Hadist

Dosen Pengampu :
Nano Nurdiansah, M.Pd.

Oleh :
Raka Iqbal Syamsuddin (1167050128)
Sri Desi Mulyani (1167050155)
Theo Vectra Riyadi(1167050157)
Tia Aristianti (1167050158)
Wildan Najah(1167050162)

JURUSAN TEKNIK INFORMATIKA
FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN GUNUNG DJATI
BANDUNG
2017

KATA PENGANTAR


Teriring puji dan syukur kami panjatkan atas kehadirat Allah SWT, karena
berkat rahmat dan limpah-Nya jualah sehingga makalah yang berjudul “Birrul
Walidain” ini dapat diselesaikan.
Tak lupa penyusun mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang
telah membantu, baik moril, materil, kontribusi ilmu. Terutama kepada Dosen mata
kuliah Hadist dan Ilmu Hadist yang telah memberikan tugas demi tercapainya
tujuan proses belajar mengajar yang telah digariskan. Di dalam makalah ini
membahas tentang birrul walidain sebagai bahan pelajaran khusus juga untuk
menambah pengetahuan bagi penyusun maupun bagi pembaca pada umumnya.
Terlepas dari hal di atas kami menyadari makalah ini masih mempunyai
banyak kekurangan. Untuk itu, kami meminta kritik dan saran yang sifatnya
membangun untuk memperbaiki makalah selanjutnya. Kami menyadari bahwa
bagaimanapun kami berusaha menyempurnakannya tidak akan tercapai karena
kesempurnaan hanyalah milik Allah SWT semata.

Bandung, 26 November
2017

Penyusun


i

DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ......................................................................................... i
DAFTAR ISI ....................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang .......................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah ..................................................................................... 2
C. Tujuan Pembahasan .................................................................................. 2
D. Manfaat ..................................................................................................... 3
E. Metode Penelitian...................................................................................... 3
F. Sistematika Pembahasan ........................................................................... 3
BAB II PEMBAHASAN
A. Pengertian Birrul Walidain ....................................................................... 4
B. Pengertian Berbuat Baik dan Durhaka ...................................................... 5
C. Wajibnya berbakti dan Haramnya Durhaka .............................................. 6
D. Kutamaan Berbakti Kepada Orang Tua dan Pahalanya ............................ 12
E. Bentuk-bentuk Berbakti Kepada Orang Tua ............................................. 16
F. Bentuk-bentuk Durhaka Kepada Orang Tua ............................................. 20

BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan ............................................................................................... 23
B. Saran .......................................................................................................... 24
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................xxv

ii

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Islam mengajarkan kita untuk berbakti terhadap orang tua, karena
dengan perantara orang tualah kita dapat merasakan kenyamanan hidup
yang sekarang ini. Selain itu mengingat betapa mulianya, betapa kerasnya
dan betapa banyaknya pengorabanan yang telah mereka lakukan demi
anaknya. Jasanya untuk menghidupi, memelihara dan mendidik kita dengan
semua kasih sayang yang mereka miliki, bahkan marah merekapun
merupakan suatu bentuk sayang yang terhadap kita. sehingga dapat
tumbuh besarlah kita seperti sekarang ini. Semua karena kasih sayang yang
meraka limpahkan untuk kita.
Mereka melakukan semuanya tanpa mengharap balasan dari kita,

mereka melakukannya semata-mata untuk membuat kiat menjadi yang
terbaik. Perhatian mereka terhadap kita tidak akan pernah luntur, meskipun
nanti kita sudah bisa hidup mandiri. Bahkan dalam hadits ditegaskan bahwa
keridhoan Allah tergantung pada keridhoan orang tuanya.
Allah SWT. sudah cukup menegaskan wacana ‘berbakti’ itu, dalam
banyak firman-Nya, demikian juga Rasulullah SAW. dalam banyak
sabdanya dengan memberikan bingkai-bingkai khusus bahwa Birrul
Walidain (berbakti kepada kedua orang tua), lebih dari sekedar berbuat
ihsan (baik) kepada keduanya. Namun Birrul Walidain memiliki nilainilaitambah yang semakin ‘melejitkan’ makna kebaikan tersebut, sehingga
menjadi sebuah’bakti’. Bakti itu sendiripun bukanlah balasan yang setara

1|Page

untuk dapat mengimbangi kebaikan orang tua. Namun setidaknya, sudah
dapat menggolongkan pelakunya sebagai orang yang bersyukur.
Imam An-Nawawi menjelaskan, “Arti Birrul Walidain yaitu berbuat
baik terhadap kedua orang tua, bersikap baik kepada keduanya, melakukan
berbagai hal yang dapat membuat mereka bergembira, serta berbuat baik
kepada teman-teman mereka”.
B. Rumusan Masalah

Berdasarkan Latar belakang di atas penulis akan merumuskan dasar
masalah sebagai berikut:
1. Apa pengertian dari Birrul Walidain?
2. Apa pengertian berbuat baik dan durhaka?
3. Apa yang dimaksud wajibnya berbakti dan haramnya durhaka?
4. Apa keutamaan berbakti kepada kedua orang tua dan pahalanya?
5. Bagaimana contoh bentuk-bentuk berbakti kepada kedua orang tua?
6. Bagaimana contoh bentuk-bentuk durhaka kepada orang tua?
C. Tujuan Pembahasan
Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah:
1. Menjelaskan dan memahami pengertian dari Birrul Walidain
2. Menjelaskan dan memahami pengertian berbuat baik dan durhaka
3. Menjelaskan dan memahami wajibnya berbakti dan haramnya durhaka
4. Menjelaskan dan memahami keutamaan berbakti kepada kedua orang
tua dan pahalanya
5. Menjelaskan dan memahami bentuk-bentuk berbakti kepada kedua
orang tua
6. Menjelaskan dan memahami bentuk-bentuk durhaka kepada orang tua

2|Page


D. Manfaat
Manfaat penulisan makalah ini merupakan sumber kajian bagi
penulis dalam rangka turut serta meningkatkan kualitas penulis serta
pengaplikasian pembaca sebagai sumber pembacanya.
E. Metode Penelitian
Metode yang digunakan dalam penyusunan makalah ini adalah
metode qualitative research. Pada pengumpulan data-data dalam penenlitian
ini penyusun menggunakan study kepustakaan (library research).
F. Sistematika Pembahasan
BAB I PENDAHULUAN
Dalam bab ini secara garis besar memuat hal-hal yang bersangkutan
dengan gambaran umum mengenai Birrul Walidain.
BAB II PEMBAHASAN
Dalam bab ini akan diuraikan mengenai pengertian Birrul Walidain,
contoh terbaik berbakti kepada orang tua, balasan berbakti kepada
orang tua, cara berbakti kepada orang tua, pengertian dan contoh
durhaka kepada orang tua.
BAB III PENUTUP
Dalam bab ini memuat pokok-pokok hasil pembahasan dari BAB II.


3|Page

BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Birrul Walidain
Birrul Walidain ditinjau secara bahasa Abu Faaris berkata: Huruf
“baa” dan “raa” yang ditasydidkan, memiliki empat arti dasar:
Kejujuran , ungkapan suara , lawan dari kata bahr dan jenis tanaman
(gandum). Adapun kejujuran, diambil dari perkataan mereka: “Fulan
telah berlaku jujur”. Ia telah jujur dalam sumpahnya, yaitu
melakukannya dan menunaikannnya dengan kejujuran. Adapun
ungkapan suara, orang-orang arab mengatakan: “Tidak bisa dibedakan
antara hirr dan birr. Hirr adalah suara untuk memanggil kambing dan
birr adalah suara ketika mengiringnya”. Makna ketiga, yaitu lawan dari
kata bahr (lautan), dikatakan: “Seorang lelaki terdampar didaratan dan
seorang pelaut berada dilautan”. Adapun nama jenis tanaman,
diantaranya adalah burr yaitu gandum, bentuk tunggalnya adalah
burrah1. Sedangkan Birrul Walidain ditinjau secara Syar’I yaitu berbuat
baik kepada orang tua, menunjukan kasih saying dan kelemah lembutan

terhadap keduanya, memperhatikan keadaan mereka berdua dan tidak
melakukan perbuatan buruk terhadap keduanya. Memulaikan temanteman keduanya sesudah keduanya wafat2.

1

Yazid bin Abdul Qadir Jawas, Kitab Birrul Walidain edisi Indonesia Berbakti Kepada Kedua Orang Tua,
(Jakarta: Darul Qolam), hlm. 5
2

Yazid, op. cit., hlm.5

4|Page

B. Pengertian Berbuat Baik Dan Durhaka
Menurut lughoh (bahasa), Al-Ihsan berasal dari kata ahsanayuhsinu-ihsanan. Sedangkan yang dimaksud dengan ihsan dalam
pembahasan ini adalah berbakti kepada kedua orang tua yaitu
menyampaikan setiap kebaikan kepada keduanya semampu kita dan
bila memungkinkan mencegah gangguan terhadap keduanya. Menurut
Ibnu Athiyah, kita wajib juga menaati keduanya dalam hal-hal yang
mubah, harus mengikuti apa-apa yang diperintahkan keduanya dan

menjauhi apa-apa yang dilarang3.
Sedangkan ‘uquq artinya memotong (seperti halnya aqiqah yaitu
memotong kambing). ‘Uququl Walidain adalah gangguan yang
ditimbulkan seorang anak terhadap kedua orang tuanya baik berupa
perkataan maupun perbuatan. Contoh gangguan dariseorang anak
kepada kedua orang tuanya yang berupa perkataan yaitu dengan
mengatakan ‘ah’ atau ‘cis’, berkata dengan kalimat yang keras atau
menyakitkan hati, menggertak, mencuri dan yang lainnya. Sedangkan
yang berupa perbuatan adalah berlaku kasar seperti memukul dengan
tangan atau kaki bila orang tua menginginkan sesuatu atau menyuruh
untuk memenuhi keinginannya, membenci, tidak memperdulikan, tidak
bersilaturahmi atau tidak memberikan nafkah kepada kedua orang
tuanya yang miskin4.

3
4

Yazid, op. cit., hlm 8
Yazid, op. cit., hlm 8


5|Page

C. Wajibnya Berbakti dan Haramnya Durhaka
Di dalam al-Qur’an, setelah memerintahkan kepada manusia
untuk bertauhid kepada-Nya, Allah SWT. memerintahkan untuk
berbakti kepada orang tuanya. Mengenai wajibnya seorang anak
berbakti kepada orang tua diantaranya5
Dalam surat Al-Isra ayat 23-24, Allah berfirman:

َ ۡ
َ ُّ َ ٰ َ َ َ
ۡ‫ك َأ اَّل َت ۡع ُب ُد ٓوا ْ إ اَّلٓ إيا ُاه َوبٱ ۡل َو ٰ ِ َِلي‬
َ ‫س ًنا ۚ إ اما َي ۡبلُ َغ ان ع‬
ٰ
‫ِند َك‬
‫ن‬
‫۞وقَض رب‬
‫ح‬
‫إ‬
ِ

ِ ِ
ِ ِ
ِ

‫ۡ ََ َ َ ُ ُ َ ٓ َۡ َ ُ َ َ َ َُ اُ َ ٓ ُ ََ َۡ َ ۡ ُ َ َ ُ اُ َ َۡا‬
‫ٱلكِب أحدهما أو ِلِكهما فَل تقل لهما أ ّٖف وَّل تنهرهما وقل لهما قوَّل‬
َ
ُّ َ َ َ َ ُ َ ۡ ۡ َ
َۡ
‫َ ا‬
‫َ اَۡ َُ ا‬
‫ب ٱ ۡرۡح ُه َما ك َما‬
ِ ‫ وٱخ ِفض لهما جناح ٱذل ِل مِن ٱلرۡح ِة وقل ر‬٢٣ ‫ك ِريما‬
‫َر اب َيان َصغِ ا‬
٢٤ ‫ريا‬
ِ
“Dan Rabb-mu telah memerintahkan kepada manusia janganlah ia
beribadah melainkan hanya kepada-Nya dan hendaklah berbuat baik
kepada kedua orang tua dengan sebaik-baiknya. Dan jika salah satu dari
keduanya atau kedua-duanya telah berusia lanjut disisimu maka
janganlah katakan kepada keduanya ‘ah’ dan janganlah kamu
membentak keduanya”. [Al-Isra: 23] “Dan katakanlah kepada
keduanya perkataan yang mulia dan rendahkanlah dirimu terhadap
keduanya dengan penuh kasih sayang. Dan katakanlah, “Wahai Rabbku sayangilah keduanya sebagaimana keduanya menyayangiku di
waktu kecil”. [Al-Isra: 24]

5

Tafsir Ibnu Katsir, Juz III, Cet.I (Maktabah Daarus Salam, 1413 H) hlm. 39-40.

6|Page

Perintah Birrul Walidain juga tercantum dalam surat An-Nisa ayat
36, Allah SWT berfirman:

ْ ُ ُۡ ََ َ‫َ ۡ ُُ ْ ا‬
ۡ
‫َ ۡا‬
ٰ َ ‫ياۖ َوب ِٱ ۡل َو ٰ ِ َِليۡن إ ِ ۡح‬
ٰ َ ‫س انا َوبِذِي ٱل ُق ۡر‬
‫ه‬
‫ب‬
‫ش‬
‫ۦ‬
‫ب‬
ِ
ِ ‫ۡشكوا‬
ِ ‫۞وٱعبدوا ٱّلل وَّل ت‬
ِ

َ ۡ ُۡ
َ َۡ َ ٰ َ َٰ َۡ َ
‫ۡل ُنب َوٱ ا‬
َ ۡ ‫سكِي َوٱ‬
َ ۡ ‫ب َوٱ‬
َ ۡ ‫لصاحِب بٱ‬
ُ ۡ ‫ۡلار ٱ‬
ٰ
ٰ
‫ار‬
‫وٱۡلتم وٱلم‬
‫ر‬
‫ق‬
‫ل‬
‫ٱ‬
‫ِي‬
‫ذ‬
‫ۡل‬
‫ۢنب‬
‫ۡل‬
ِ
ِ ِ
ِ
ِ
ِ
ِ

ُ َ ‫َ َ َ َ َ ۡ َ ۡ َ ٰ ُ ُ ۡ ا ا َ َ ُ ُّ َ َ َ ُ ۡ َ ا‬
ۡ َ
‫ا‬
ً ‫خ‬
‫ورا‬
‫يل وما ملكت أيمنكم إِن ٱّلل َّل ُيِب من َكن ُمتاَّل ف‬
ِ ِ ‫وٱب ِن ٱلسب‬
٣٦
“Dan sembahlah Allah dan jangnlah menyekutukan-Nya dengan
sesuatu, dan berbuat baiklah kepada kedua ibu bapak, kepada kaum
kerabat, kepada anak-anak yatim, kepada orang-orang miskin, kepada
tetangga yang dekat, tetangga yang jauh, teman sejawat, ibnu sabil dan
hamba sahaya, sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang
sombong dan membanggakan dirinya”. [An-Nisa: 36]
Juga terdapat dalam surat Luqman ayat 14-15.

َ َۡ َ
ُ ٰ َ َ ۡ َ ٰ َ َ ً ۡ َ ُ ُّ ُ ُ ۡ َ َ َ ۡ َ َ َ ٰ َ ۡ َ ۡ ‫َ َ ا‬
ُ
‫ي أ ِن‬
ِ ‫ووصينا ٱ ِۡلنسن بِو ٰ ِِليهِ ۡحلته أمهۥ وهنا لَع وه ّٖن وف ِصلهۥ ِِف َعم‬

َ
ُ ۡ
ۡ ُ َ ٰٓ َ َ َ َ َ ٰ َ
َ ۡ َ َٰ َ
ُ ‫ِل ٱل ۡ َم ِص‬
‫ك إِ َ ا‬
‫ۡش َك ِِب َما ل ۡي َس‬
‫ِإَون‬
١٤
‫ري‬
‫ٱشك ۡر ِِل ول ِو ِِلي‬
‫ت‬
‫ن‬
‫أ‬
‫لَع‬
‫اك‬
‫د‬
‫ه‬
‫ج‬
ِ

َ
ۡ
‫ا ا‬
ُ ََ ۡ
َ َ
‫م فَل ت ِط ۡع ُه َماۖ َو َصاح ِۡب ُه َما ِِف ٱ ُِّلن َيا َم ۡع ُروفاۖ َوٱتب ِ ۡع َسبِيل َم ۡن‬ٞ ‫لك بِهِۦ عِل‬
َ ُ َ ۡ َ ۡ ُ ُ َ ُ ُ َ ُ َ ۡ ُ ُ ۡ َ ‫َ َ َ َا ُ ا َا‬
١٥ ‫جعكم فأنبِئكم بِما كنتم تعملون‬
ِ ‫أناب إِِل ۚ ثم إِِل مر‬

“Dan kami perintahkan kepada manusia agar berbuat baik kepada orang
tuanya, ibunya telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang

7|Page

bertambah lemah dan menyapihnya dalam dua tahun, bersyukurlah
kalian kepada-Ku dan kepada kedua orang tuamu. Hanya kepada-Ku
lah kalian kembali”. [Luqman: 14] “Dan jika keduanya memaksamu
mempersekutukan sesuatu dengan Aku yang tidak ada pengetahuanmu
tentang Aku maka janganlah kamu mengikuti keduanya dan pergaulilah
keduanya di dunia dengan cara yang baik dan ikuti jalan orang-orang
yang kembali kepada-Ku kemudian hanya kepada-Ku lah kembalimu
maka Aku kabarkan kepadamu apa yang kamu kerjakan”. [Luqman: 15]
Atau seperti yang tercantum dalam surat Al-Ankabut ayat 8, tidak
boleh mematuhi orang tua yang kafir, apabila mengajak pada kekafiran.

َ
ۡ ُ َ َ ََٰ
َ َ
َ ۡ َۡ ‫َ َ ا‬
‫نس َن ب َو ٰ ِ َِليۡهِ ُح ۡس ا‬
ٰ
ۖ‫ا‬
‫ووصينا ٱ ِۡل‬
‫ۡش َك ِِب َما ل ۡي َس لك بِهِۦ‬
‫ِت‬
‫ل‬
‫اك‬
‫د‬
‫ه‬
‫ج‬
‫ِإَون‬
‫ن‬
ِ
ِ
َ ُ َ ۡ َ ۡ ُ ُ َ ُ ُ َ ُ َ ۡ ُ ُ ۡ َ ‫ َ َ ُ ۡ ُ َ ٓ َا‬ٞ ۡ
٨ ‫جعكم فأنبِئكم بِما كنتم تعملون‬
ِ ‫عِلم فَل ت ِطعهما ۚ إِِل مر‬

“Dan Kami wajibkan kepada manusia (berbuat) kebaikan kepada kedua
orang tuanya. Dan jika keduanya memaksamu untuk mempersekutukan
Aku dengan sesuatu yang tidak ada pengetahuanmu tentang itu, maka
janganlah kamu mengikuti keduanya. Hanya kepada-Ku lah
kembalimu, lalu Aku kabarkan kepadamu apa yang telah kamu
kerjakan”. [Al-Ankabut: 8]
Serta surat Al-Ahqaaf ayat 15-16.

ۡ َ َ ‫َ َ ا ۡ َ ۡ َ ٰ َ َ ٰ َ ۡ ۡ َ ٰ ً َ َ َ ۡ ُ ُ ُّ ُ ُ ۡ ا َ َ َ َ ۡ ُ ُ ۡ ا‬
ُ‫ۡحلُهۥ‬
‫ووصينا ٱ ِۡلنسن بِو ِِليهِ إِحسناۖ ۡحلته أمهۥ كرها ووضعته كرهاۖ و‬

َ َ َ َ ‫َ َ ُُ ََ ُ َ َ ۡ َ ا َ َََ َُ ا ُ ََََ ََۡ َ َ َا‬
ٓ‫ب أ ۡوزِ ۡع ِِن‬
ٰٓ ‫وف ِصٰلهۥ ثلٰثون شه ًراۚ ح‬
ِ ‫َّت إِذا بلغ أشدهۥ وبلغ أربعِي سنة قال ر‬
8|Page

َ ََۡ َُ َۡ َۡ
ُ‫لَع َو ٰ ِ َِل اي َوأَ ۡن أ َ ۡع َم َل َصٰل اِحا تَ ۡر َضىٰه‬
َ ‫َّت َأ ۡن َع ۡم‬
‫ت َ َا‬
ٰ َ َ ‫لَع َو‬
ٓ ِ ‫ك ٱ ال‬
‫أن أشكر ن ِعمت‬
ۡ
ُ َ َ َ ‫َ ُ ْ َ ٰٓ َ ا‬
َ َۡ ُ ُۡ
‫َوأ َ ۡصل ِۡح ِل ِف ُذر ا‬
ٓ
‫َّت‬
‫ي‬
‫ن‬
‫إ‬
‫ِين ن َتق ابل‬
‫أولئِك ٱذل‬١٥ ‫ِإَون م َِن ٱل ُم ۡسل ِ ِمي‬
‫ۡل‬
‫إ‬
‫ت‬
‫ب‬
‫ت‬
‫ك‬
ِ
ِ ِ ٓۖ ِ ِ ِ ِ
ِ

َ ‫ِف أ َ ۡص‬
َ ‫َع ۡن ُه ۡم أ َ ۡح َس َن َما َعملُوا ْ َو َن َت‬
َ‫ۡل انةِۖٓ َو ۡعد‬
َ ‫او ُز َعن َس‬
ۡ‫ياتِهم‬
َ ‫ج‬
َ ۡ ‫ح ٰب ٱ‬
ٓ
ِ
ِ ِ ِ
ِ

‫ا‬
َ َ ْ ُ َ
١٦ ‫لص ۡد ِق ٱذلِي َكنوا يُوع ُدون‬
ِ ‫ٱ‬

“Kami perintahkan kepada manusia supaya berbuat baik kepada
dua orang ibu bapaknya, ibunyaa mengandungnya dengan susah payah,
dan melahirkannya dengan susah payah (pula). Mengandungnya
sampai menyapihnya adalah tiga puluh bulan, sehingga apabila dia
telah dewasa dan umurnya sampai empat puluh tahun, ia berdo’a “Ya
Rabb-ku, tunjukilah aku untuk mensyukuri nikmat Engkau yang telah
Engkau berikan kepadaku kedua orang tuaku dan supaya aku dapat
berbuat amal yang shalih yang Engkau ridhai, berilah kebaikan
kepadaku dengan (memeberi kebaikan) kepada anak cucuku.
Sesungguhnya aku bertaubat kepada Engkau dan sesungguhnya aku
termasuk orang-orang yang erserah diri”. [Al-Ahqaaf: 15] “Mereka
itulah orang-orang yang Kami terima dari mereka amal yang baik yang
telah mereka kerjakan dan Kami ampuni kesalahan-kesalahan mereka,
bersama penghuni-penghuni surga, sebagai janji yang benar yang telah
dijanjikan kepada mereka”. [Al-Ahqaaf: 16]

9|Page

Sedangkan tentang anak durhaka kepada kedua orang tuanya
dintaranya6
Terdapat di dalam surat Al-Ahqaaf ayat 17-20

‫َ ا‬
َ َ َۡ َ ۡ ُ َۡ ٓ َ ََ َٓ ُ ‫َ َ َ َۡ ُ ا‬
ُ ُۡ
ٰ
‫ِي‬
‫وٱ‬
‫ن‬
‫ا‬
‫د‬
‫ع‬
‫ت‬
‫أ‬
‫ا‬
‫م‬
‫ك‬
‫ل‬
‫ذل‬
‫ت ٱلق ُرون مِن‬
‫ِل‬
‫ِو‬
‫ل‬
‫ال‬
‫ق‬
‫ف‬
‫أ‬
‫ه‬
‫ي‬
ِ
ِ
ِ ‫ِِن أن أخ َرج َوقد خل‬
ِ
ّٖ
ِ

ٓ ‫ َ َُ ُ َ َٰ َ ٓ ا‬ٞ َ ‫ا َ َ ۡ َ َ َ ۡ ا َ ۡ َ ا‬
َ َ َۡ ََُ َۡ
‫ان ٱّلل ويلك ءامِن إِن وعد ٱّلل ِ حق فيقول ما هذا إَِّل‬
ِ ‫قب ِِل وهما يستغِيث‬

ُ ۡ َ ۡ ُ ۡ َ َ ‫َ َ ٰ ُ ۡ َ ا َ ُ ْ َ ٰٓ َ ا َ َ ا‬
ۡ َ‫ِف أ ُ َمم قَ ۡد َخل‬
ٓ
‫ت مِن‬
‫ل‬
ِ ‫ أولئِك ٱذلِين حق علي ِهم ٱلقو‬١٧ ‫أس ِطري ٱۡلول ِي‬
ّٖ

ۡ َ ۡ َ
ْ ُ َ ‫ ا‬ٞ َٰ ََ ُ َ َ
َ ْ ُ َ ۡ ُ‫ا‬
ۡ ‫َق‬
ٰ
‫ِس‬
‫ين‬
‫ۡل‬
١٨
‫خ‬
‫وا‬
‫ن‬
‫َك‬
‫م‬
‫ه‬
‫ن‬
‫إ‬
‫ِك درجت مِما ع ِمل ۖوا‬
‫ٱ‬
‫م‬
‫م‬
‫ه‬
‫ل‬
‫ب‬
‫ِن‬
‫ل‬
‫و‬
‫ن‬
‫نس‬
‫ٱ‬
‫و‬
‫ۡل‬
ِ
ِ
ِ
ِ
ٓۖ ِ ِ ِ
ِ
ِ
ّٖ

ََ ْ ُ َ َ َ ‫َ َُ َُ ۡ َ ۡ َ َُ ۡ َ ُ ۡ َ ُۡ َُ َ َََۡ ُ ۡ َ ُ ا‬
‫لَع ٱنلا‬
‫ار‬
‫ ويوم يعرض ٱذلِين كفروا‬١٩ ‫و ِۡلوفِيهم أعمٰلهم وهم َّل يظلمون‬
ِ
ۡ ُ َ ۡ َ ۡ َ َ ُ ۡ َ ۡ َ ۡ َ َ ۡ ُّ ُ ُ َ َ
ُ َٰ َ ۡ ُۡ َ ۡ َ
َ‫ُت َز ۡو َن َع َذاب‬
ۡ
‫أذهبتم طيِبتِكم ِِف حيات ِكم ٱِلنيا وٱستمتعتم بِها فٱۡلوم‬

َۡ
َ ُ ۡ َ َۡ ُۡ ُ َ
َ ُ ُ ۡ َ ۡ ُ ُ َ َ َۡ ۡ َ
ُ ۡ ‫ٱل‬
ِ
‫ۡل‬
‫غ‬
‫ب‬
‫ۡرض‬
‫ٱ‬
‫ِف‬
‫ون‬
‫ب‬
‫ك‬
‫ت‬
‫س‬
‫ت‬
‫م‬
‫نت‬
‫ك‬
‫ا‬
‫م‬
‫ب‬
‫ون‬
‫ه‬
٢٠ ‫ري ٱۡل ِق وبِما كنتم تفسقون‬
ِ
ِ
ِ
ِ
ِ
ِ
“Dan orang yang berkata kepada kedua orang tuanya, ‘cis (ah)’

bagi kamu keduanya, apakah kamu keduanya memperingatkan
kepadaku bahwa aku akan dibangkitkan, padahal sungguh telah berlalu
beberapa umat sebelumku? Lalu kedua orang tua itu memohon
pertolongan kepada Allah seraya mengatakan, “Celaka kamu,
berimanlah! Sesungguhnya janji Allah adalah benar”.Lalu dia berkata,
“Ini tidak lain hanyalah dongengan orang-orang dahulu”. [Al-Ahqaaf:

6

Yazid, Kitab Birrul Walidain edisi Indonesia Berbakti Kepada Orang Tua, (Jakarta: Darul Qalam, 2003)

hlm.11

10 | P a g e

17]. “Mereka itulah orang-orang yang telah pasti ketetapan (adzab) atas
mereka, bersama-sama umat-umat yang telah berlalu sebelum mereka
dari jin dan manusia. Sesungguhnya mereka adalah orang-orang yang
merugi”. [Al-Ahqaaf: 18]. “Dan bagi masing-masing mereka derajat
menurut apa yang telah mereka kerjakan da agar Allah mencukupkan
bagi mereka (balasan) apa yang telah mereka kerjakan sedang mereka
tidak dirugikan”. [Al-Ahqaaf: 19]. “Dan (ingatlah) hari (ketika) orangorang kafir dihadapkan ke neraka (kepada mereka dikatakan), “Kamu
telah menghabiskan rizkimu dalam kehidupan duniawi dan kamu telah
bersenang-senang dengannya maka pada hari ini kamu dibalas dengan
adzab yang menghinakan. Karena kamu telah menyombongkan diri di
muka bumi tanpa hak, dan karena kamu telah berbuat fasik”. [AlAhqaaf: 20]
Sedang dalam surat Al-Baqarah ayat 215

ۡ َ َ َۡ ۡ َ ۡ َ َۡ َ ۡ َ ۡ ُ ۡ َ َ ٓ َ ُۡ َ ُ ُ َ َ َ َ ُ َ ۡ َ
ٰ َ ٰ‫ي َوٱۡلَ َت‬
‫م‬
ِ ‫ري فل ِلو ٰ ِِلي ِن وٱۡلقرب‬
ّٖ ‫يسلونك ماذا ينفِقونۖ قل ما أنفقتم مِن خ‬
‫سكِي َوٱبۡن ٱ ا‬
َ ‫لسبيل َو َما َت ۡف َعلُوا ْ م ِۡن َخ ۡ َ ا ا‬
ٞ ‫ّلل بهِۦ َعل‬
ٰ َ ‫َوٱل ۡ َم‬
٢١٥ ‫ِيم‬
ِ
ِ
ِ ‫ري فإِن ٱ‬
ِ
ِ
ّٖ

“Mereka bertanya kepadamu (Muhammad) tentang apa yang
mereka infakkan. Jawablah, “Harta yang kamu nafkahkan hendaklah
diberikan kepada ibu bapakmu, kaum kerabat, anak-anak yatim, orangorang miskin dan orang-orang yang sedang dalam perjalanan. Dan apa
saja kebajikan yang kamu perbuat sesungguhnya Allah Maha
Mengetahui”. [Al-Baqarah: 215]

11 | P a g e

Didalam ayat-ayat Al-Quran disebutkan tentang bertauhid kepada
Allah selalu diiringi dengan berbakti kepada kedua orang tua, ini
menunjukan bahwa berbakti kepada kedua orang tua adalah masalah
kedua setelah mentauhidkan Allah SWT. Tidak boleh terjadi bagi
seorang yang bertauhid kepada Allah STW tetapi ia durhaka kepada
orang tuanya. Wajib baginya berbakti kepada kedua orang tuanya.7
Banyak sekali ayat-ayat Al-Qur’an yang menerangkan tentang
wajibnya berbakti kepada kedua orang tua. Dalam surat Luqman, Allah
menyebutkan wajibnya seorang anak berbakti kepada kedua orang tua
dan bersyukur kepadanya serta disebutkan juga tentang larangan
mengikuti orang tua jika orang tua tersebut mengajak kepada syirik.
D. Keutamaan Berbakti Kepada Orang Tua dan Pahalanya
Diantara fadhilah (keutamaan) berbakti kepada kedua orang tua, yaitu:
1. Merupakan Amal yang Paling Utama
Dengan dasar diantaranya yaitu hadist Nabi Muahmmad
SAW yang disepakati oelh Bukhari dan Muslim,

َ‫ َسَأْلتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّ ُهِ َعلَيْه وَسَلَّمَ أَيِ اْلعَ َملِ أَ ْفضَلُ؟ قَال‬:
ُ‫قُ ْلت‬: َ‫بِر الْوَالدَيْنِ قَال‬: َ‫تِ ثُمَّ أَي؟ قَال‬
ُ ‫قُ ْل‬: ِ‫الةُ عَلَى وَقْتهَا قَا َل‬
َ َّ‫ اَلص‬:
ِ‫َاْلجِهَادُ في سَبِيلِ اللَّه‬: ِ‫ثُمَّ أَي؟ قَا َل‬
dari sahabat Abu Abdirrahman Abdullah bin Mas’ud ra. Dari
Abdullah bin Mas’ud berkata, “Aku bertanya kepada Nabi SAW
tentang amal-amal yang paling utama dan dicintai Allah? Nabi
SAW menjawab, Pertama shalat pada waktunya (dalam riwayat

7

Syaikh Imam Al-Albani, Bahjatun Nazhirin Syarah, Riyauds Shalilhin I hal.391

12 | P a g e

lain disebutkan shalat di awal waktunya), kedua berbakti kepada
orang tua, ketiga jihad di jalan Allah”.8
2. Ridha Allah Bergantung Kepada Ridha Orang Tua
Dalam hadist yang diriwyatkan oleh Imam Bukhari dalam
Adabul Mufrad, Ibnu Hibban, Hakim dan Imam Tirmidzi dari
sahabat.

ِ‫خطُ الرَبِ فى ُسخْطِ الوَالد‬
ْ ‫رِضَا الرَبِ فى رِضَا الوَالدِ و ُس‬
Abdilah bin Amr dikatakan: Dari Abdilah bin Amr bin Ash ra
dikatakan bahwa Rasulullah SAW bersabda, “Ridha Allah
tergantung kepada keridhaan orang tua dan murka Allah
tergantung kepada kemurkaan orang tua”9
3. Berbakti Kepada Orang Tua dapat Menghilangkan Kesulitan
yang sedang dialami dengan cara bertawasul dengan amal shaleh
tersebut. Dengan dasar hadist Nabi SAW dari Ibnu Umar.
Rasulullah SAW bersabda, “Pada sutu hari tiga orang berjalan,
lalu kehujanan. Mereka berteduh pada sebuah gua di kaki sebuah
gunung. Ketika mereka ada di dalamnya, tiba-tiba sebuah batu
besar runtuh dan menutupi pintu gua.
Sebagian mereka berkata kepada yang lain, ‘Ingatlah amal
terbaik yang pernah kamu lakukan’. Kemudian mereka
memohon kepada Allah dan bertawasul melalui amal tersebut,
dengan harapan agar Allah menghilangkan kesulitan tersebut.
8
9

HR. Bukhari I/134, Muslim No. 85, Fathul Baari 2/9
HR. Bukhari dalam Adabul Mufrad (2), Ibnu Hibban (2026-Mawarid), Tirmidzi (1900), Hakim (4/151-152)

13 | P a g e

Salah satu diantara mereka berkata, “Ya Allah, sesungguhnya
aku mempunyai kedua orang tua yang sudah lanjut usia
sedangkan aku mempunyai istri dan anak-anak yang masih kecil.
Aku mengembala kambing, ketika pulang ke rumah aku selalu
memerah susu dan memberikan kepada kedua orang tuaku
sebelum orang lain. Suatu hari kau harus berjalan jauh untuk
mencari kayu bakar dan mencari nafkah sehingga pulang telah
larut malam dan aku dapati kedua orang tuaku sudah tertidur,
lalu aku tetap memerah susu sebagaimana sebelumnya. Susu
tersebut tetap aku pegang lalu kau mendatangi keduanya namun
keduanya masih tertidur pulas. Anak-anaku merengek-rengek
menagis untuk meminta susu ini dan aku tidak memberikannya.
Aku tidak akan memberikan kepada siapa pun sebelum susu
yang aku perah ini kuberikan kepada kedua orang tuaku.
Kemudian aku tunggu sampai keduanya bangun. Pagi hari ketika
orang tuaku bangun, aku berikan susu ini kepada keduanya.
Setelah keduanya minum lalu kberikan kepada nak-anaku. Ya
Allah, seandainya perbuatan ini adalah perbuatan yang baik
karena Engkau ya Allah, bukakanlah. “Maka batu yang
menutupi pintu gua itupun bergeser”.10
4. Akan Diluaskan Rizki dan Dipanjangkan Umur

10

HR. Bukhari (Fathul Baari 4/449 No. 2272), Muslim(2473) Bab Qishshah Ashabil Ghaar Ats Tsalatsah
Wat-Tawasul bi Shalihil A’mal)

14 | P a g e

Sebagaimana dalam hadist yang disepakati oleh Bukhari dan
Muslim, dari sahabat Anas ra bahwa Nabi SAW bersabda:

‫سأَ لَهُ فى أَثَرِه فَلْيَص ِْل رَحمَ ُِه‬
َ ْ‫ وَيَن‬،‫سطَ لَ ُهِ فى ِرزْقه‬
َ ْ‫مَنْ َأحَبَّ َأ ْنِ يُب‬
“Barangsiapa yang suka diluaskan rizkinya dan dipanjangkan
umurnya maka hendaklah ia menyambung tali silaturahmi”.
Dalam ayat-ayat Al-Qur’an atau hadist-hadist Nabi SAW
dianjurkan untuk menyambung silaturahmi. Dalam silaturahmi,
yang harus didahulukan silaturahmi kepada kedua orang tua
sebelum kepada yang lain. Sesulit apapun harus tetap
diusahakan untuk bersilaturahmi kepada kedua orang tua.
Karena dengan dekat kepada keduanaya insya Allah akan
dimudahkan rizki dan dipanjangkan umur. Sebagaimana
dikatakan oleh Imam Nawawi bahwa dengan silaturahmi akan
diakhirkannya ajal dan umur seseorang. Walaupun masih
terdapat perbedaan dikalangan para ulama tentang masalah ini,
namun pendapat yang lebih kuat berdasarkan nash dan zhahir
hadist ini bahwa umumnya memang benar-benar akan
dipanjangkan.11
5. Akan Dimasukkan ke Jannah (surga) Oleh Allah SWT
Di dalam hadist Nabi SAW disebutkan bahwa anak yang
durhaka tidak akan masuk surga. Maka kebalikan dari hadist

11

HR. Bukhari 7/72, Muslim 2557, Abu Dawud 1693

15 | P a g e

tersebut yaitu anak yang berbuat baik kepada orang tua akan
dimasukkan oleh Allah SWT ke jannah (surga). Dan dosa-dosa
yang Allah SWT segerakan adzabnya di dunia diantaranya
berbuat zhalim, dan durhaak kepada orang tua. Dengan demikian
jika seorang anak berbuat baik kepada kedua orang tuanya, Allah
SWT akan menghilangkannya dari berbagai malapetaka dengan
izin Allah.12.
E. Bentuk-bentuk Berbakti kepada Orang Tua
Bentuk-bentuk berbuat baik kepada kedua orang tua adalah:
1. Bergaul dengan keduanya dengan cara yang baik
Di dalam hadist Nabi SAW disebutkan bahwa memberikan
kegembiraan kepada seorang mu’min termasuk shadaqah, lebih
utama lagi kalau memberikan kegembiraan kepada kedua orang
tua kita. Dalam suatu riwayat dikatakan bahwa ketika seseorang
meminta izin untuk berjihad (dalam hal ini fardhu kifayah
kecuali waktu diserang musuh maka fardhu ‘ain) dengan
meninggalkan orang tuanya dalam keadaan menangis, maka
Rasulullah SAW bekata, “Kembali dan buatlah keduanya
tertawa seperti engkau telah membuat keduanya menangis”.
Dalam riwayat lain dikatakan, “Berbaktilah kepada kedua orang
tuamu”.
2. Berkata kepada keduanya dengan perkataan yang lemah lembut

12

Yazid, Bingkisan Istimewa Menuju keluarga Sakinah, (Bogor: Pustaka A-Taqwa, 2006), hlm 21

16 | P a g e

Hendaknya dibedakan berbicara dengan kedua orang tua dan
berbicara dengan anak, teman atau dengan yang lain. Berbicara
dengan perkataan yang mulia kepada kedua orang tua, tidak
boleh mengucapkan ‘ah’, apalagi mencemooh dan mencaci maki
atau melaknat keduanya karena ini merupakan dosa besar dan
bentuk kedurhakaan kepada orang tua.
Kita tidak boleh kasar kepada orang tua kita, meskipun
keduanya berbuat jahat terhadap kita. Atau ada hak kita yang
ditahan oleh orang tua atau oang tua memukul kita atau
keduanya belum memenuhi apa yang kita minta walaupun
mereka memiliki, kita tetap tidak boleh durhaka kepada
keduanya.
3. Tawadhu (rendah diri) dan tidak sombong dihadapan orang tua
Tidak boleh kibir (sombong) apabila sudah meraih sukses
atau mempunyai jabatan di dunia, karena sewaktu lahir kita
berada dalam keadaan hina dan membutuhkan pertolongan.
Kedua orang tualah yang menolong dengan memberi makan,
minum, pakaian dan semuanya.
Seandainya kita diperintahkan untuk melakukan pekerjaan
yang kita anggap ringan dan merendahkan kita yang mungkin
tidak sesuai dengan kesuksesan atau jabatan kita dan bukan
sesuatu yang haram, wajib bagi kita untuk tetap taat kepada
keduanya. Lakukan dengan senang hati karena hal tersebut tidak
akan menurunkan derajat kita, karena yang menyuruh adalah
17 | P a g e

orang tua kita sendiri. Hal itu merupakan kesempatan bagi kita
untuk berbuat baik selagi keduanyamasih hidup.
4. Memberikan infaq (shadaqah) dan nafkah kepada kedua orang
tua
Semua harta kita adalah milik orang tua. Firman Allah SWT
dalam surat Al-Baqarah ayat 215.
“Mereka bertanya kepadamu tentang apa yang mereka infakkan.
Jawablah, “Harta yang kamu nafkahkan hendaklah diberikan
kepada ibu bapakmu, kaum kerabat, anak-anak yatim, orangorang miskin dan orang-orang yang sedang dalam perjalanan.
Dan apa saja kebajikan yang kamu perbuat sesungguhnya Allah
maha mengetahui.
5. Mendo’akan kepada kedua orang tua
Sebagaimana

dalam

ayat

“Robbirhamhuma

kamaa

rabbayaani shagiiro” (wahai Rabb-ku kasihinilah mereka
keduanya, sebagaimana mereka berdua telah mendidik aku di
waktu kecil). Seandainya orang tua belum mengikuti dakwah
yang haq dan masih berbuat syirik serta bid’ah, kita harus tetap
berlaku lemah lembut kepada keduanya. Dakwahkan kepada
keduanya dengan perkataan yang lemah lembut sambil berdo’a
di malam hari, ketika sedang shaum, di hari jum’at dan di
tempat-tempat

dikabulkannya

do’a

agar

ditunjuki

dan

dikembalikan ke jalan yang haq oleh Allah SWT.

18 | P a g e

Apabila kedua orang tua itu meninggal maka, yang pertama
kita lakukan adalah meminta ampun kepada Allah Ta’ala dengan
taubat yang nasuh (benar) bila kita pernah berbuat durhaka
kepada kedua orang tua sewaktu mereka masih hidup. Yang
kedua adalah mendo’akan kedua orang tua kita.
Dalam sebuah hadist dha’if (lemah) yang diriwayatkan oleh
Ibnu Majah dan Ibnu Hibban, seseorang pernah bertanya kepada
Rasulullah SAW, “Apakah ada suatu kebaikan yang harus aku
perbuat kepada kedua orang tuaku sesudah wafat keduanya?”
Nabi SAW menjawab, “Ya, kamu sholat atas keduanya, kamu
istighfar kepada keduanya, kamu memenuhi janji keduanya,
kamu silaturahmi kepada orang yang pernah dia pernah
silaturahmi kepadanya dan memuliakan teman-temannya”.
Sedangkan menurut hadist-hadist yang shahih tentang amalamal yang diperbuat untuk kedua orang tua yang sudah wafat,
adalah:
a. Mendo’akannya
b. Menshalatkan ketika orang tua meninggal
c. Selalu memintakan ampunan untuk keduanya
d. Membayarkan hutang-hutangnya
e. Melaksanakan wasiat yang sesuai dengan syari’at
f. Menyambung tali silaturahmi kepada orang yang keduanya
juga pernah menyambungnya.
Sebagaimana hadist Nabi SAW dari sahabat Abdullah bin
Umar ra. “Aku mendengar Rasulullah SAW bersabda,

19 | P a g e

“Sesungguhnya

termasuk

kebaikan

seseorang

adalah

menyambung tali silaturahmi kepada teman-teman bapaknya
sesudah bapaknya meninggal”.
6. Menaati perintah orang tua selama tidak bertentangan dengan
syari’at dan aqidah. 13
F. Bentuk-bentuk Durhaka Kepada Orang Tua
Bentuk-bentuk durhaka kepada orang tua ialah:
1. Berbicara dengan kata-kata kasar
Tanda seseorang beradab adalah bertutur kata dengan kata-kata
yang halus karena hal itu menunjukkan bahwa orangnya berbudi
dan tahu kesopanan dan berjiwa halus. Terhadap orang yang
lebih tua, seorang anak harus menunjukkan, dari Ibnu ‘Amir,
dari Nabi SAW besabda: “Keridhaan Allah adalah keridhaan
ayah bunda dan kemurkaan-Nya ada dalam kemurkaan mereka”.
(HR. Thabrani)
Kata-kata kasar dan ucapan merendahkan terkadang berupa:
a. Bersuara tinggi atau keras ketika kita berbicara terhadap
orang yang lebih tua
b. Menyuruh orang yang lebih tua dengan kata-kata yang kasar.
Menyidir
c. Mengumpat
d. Mengata-ngatai seseorang yang lebih tua layaknya mengatai
seorang pembantu
e. Membentak
2. Membuang muka
Membuang muka ketika berbicara dengan orang lain
merupakan perilaku yang merendahkan lawan bicara dan

13

Yazid, Bingkisan Istimewa Menuju keluarga Sakinah, (Bogor: Pustaka A-Taqwa, 2006), hlm. 24

20 | P a g e

cerminan dari sifat tinggi hati sang pendengar/ pembicara yang
memalingkan muka.
3. Duduk mendahului orang tua
Mendahulukan orang tua mengambil tempat duduk adalah
hak orang tua yang harus dijunjung tinggi oleh anak dimana pun
orang tua dan anak berada.
4. Menghardik
Menghardik berarti membentak atau melontarkan kata-kata
dengan nada suara keras. Menghardik dimaksudkan untuk
menakut-nakuti atau meluruskan sebuah kesalahan bila yang
bersalah lebih muda dalam umur dan statusnya.
5. Berkacak pinggang di depan orang tua
Orang beradab tinggi selalu bersikap rendah hati terhadap
orang lain. Salah satu tanda dari sikap tinggi hati adalah
berkacak pinggang di hadapan orang lain karena merasa dirinya
lebih hebat daripada orang lain. Berpersaan orang lain lebih
rendah derajatnya atau hina daripada dirinya adalah suatu
perbuatan yang sangat tercela dan dimurkai oleh Allah. Contoh
merendahkan derajat orang lain adalah “Saudara ini lulusan SD,
apakah mungkin saudara mengerti benar dan salah dari perkara
yang ada”.
6. Membelakangi
7. Merendahkan
Merendahkan dalam artian memandang orang lain lebih
rendah derajatnya/ kurang di mata kita. Merendahkan bisa
21 | P a g e

berupa ucapan maupun perbuatan. Contoh kasus anak yang
merendahkan orang tua: “Kalau saya tidak bantu setiap bulan,
tentu ibu bapak tidak bisa hidup”.
Ucapan tersebut jelas-jelas merendahkan martabat orang tua
karena memang sudah menjadi tanggung jawab seorang anak
untuk membantu kehidupan ibu bapaknya.14

14

Yazid, op. cit., hlm.29-30

22 | P a g e

BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Pada hakekatnya seorang anak harus berbuat baik kepada kedua
orang tuanya. Meski orang tua masih dalam keadaan musyrik mereka
tetap mempunyai hak untuk mendapatkan perlakuan yang baik dari
anak-anaknya.
Berbuat baik kepada orang tua harus didahulukan daripada fardhu
kifayah dan amalan-amalan sunnah lainnya.. berbuat baik kepada kedua
orang tua didahulukan daripada berjihad dan hijrah di jalan Allah.
Berbuat baik kepada orang tua harus didahulukan daripada kepada istri
dan anak-anak.
Berbuat baik kepada orang tua tidak berarti harus meninggalkan
kewajiban terhadap istri dn anak-anaknya. Kewajiban memberikan
nafkah kepada itri dan anak-anak tetap dipenuhi walaupun kepada
kedua orang tuanya harus didahulukan.
Imam Qurthubi secara umum mengatakan bahwa dalam berbakti
kepada kedua orang tua hendaknya seorang anak menyetujui apa yang
dikehendaki, diinginkan dan dimaui oleh kedua orang tua. Fudlail bin
Iyadl berkata, “Janganlah enngkau melayani kedua orang tuamu dalam
keadaan malas”.
Abu Hurairah ra dalam hadist shahih yang diriwayatkan Imam
Bukhari dalam kitabnya Al-Adabul Mufrad. Ketika Abu Hurairah
ditanya bagaimana berbakti kepada kedua orang tua, ia berkata,

23 | P a g e

“Janganlah engkau memberikan nama seperti namanya, janganlah
engkau berjalan dihadapannya, dan janganlah engkau duduk sebelum ia
duduk”.
Tidak boleh berbuat baik kepada kedua orang tua dalam
bermaksiat kepada Allah. Apabila orang tua menyuruh melakukan
sesuatu yang haram atau mencegah dari perbuatan yang wajib, maka
tidak boleh ditaati. Bahwa orang yang paling baik untuk kita jadikan
teman dan sahabat karib selama-lamanyaadalah orang tua sendiri.
Harta yang dimiliki seorang anak pada hakekatnya adalah milik
orang tua. Berikan kepada orang tua apa yang ada pada kita yang pada
hakekatnya adalah milik orang tua.karena kita tidak bisa berusaha,
bekerja dan endapat gaji, mendapatkan ma’isyah (mata pencaharian),
karena sebab orang tua yang melahirkan dan mendidik kita.
Kalau keduanya sudah meninggal, tetap berbuat baik dengan
mendo’akan, menyambung tali silaturahmi kepada teman-teman orang
tua yang disambungoleh keduanya.
B. Saran
Membicarakan tentang berbakti kepada orang tua, kita sebagai
seorang anak harus mematuhi apa yang orang tua inginkan, selama hal
tersebut tidak bertentangan dengan aqidah Islam. Hendaklah
memperhatikan kedua orang tua seumur hidup dan jangan merasa lelah,
capek, maupun letih dalam berbakti kepada keduanya, sebagaimana
kita tidak capek dan letih dalam taat kepada Allah.

24 | P a g e

DAFTAR PUSTAKA
-

HR. Bukhari I/134, Muslim No. 85, Fathul Baari 2/9

-

HR. Bukhari dalam Adabul Mufrad (2), Ibnu Hibban (2026-Mawarid),
Tirmidzi (1900), Hakim (4/151-152)

-

HR. Bukhari (Fathul Baari 4/449 No. 2272), Muslim (2473) Bab Qishshah
Ashabil Ghaar Ats Tsalatsah Wat-Tawasul bi Shalihil A’mal

-

HR. Bukhari 7/72, Muslim 2557, Abu Dawud 1693

-

Syaikh Salim Bin 'Ied Al-Hilali, Imam An Nawawi. (2014). Riyadhus
Shalihin (Terjemahan Bahasa Indonesia). Jakarta: Pustaka Imam Asy Syafii

-

Tafsir Ibnu Katsir, Juz III, Cet.I. Maktabah Daarus Salam, 1413 H.

-

Yazid bin Abdul Qadir Jawas. (2006). Bingkisan Istimewa Menuju
keluarga Sakinah. Bogor: Pustaka A-Taqwa.

-

Yazid bin Abdul Qadir Jawas. (2003). Kitab Birrul Walidain edisi
Indonesia Berbakti Kepada Kedua Orang Tua. Jakarta: Darul Qolam.

xxv