Pengaruh Dukungan Venezuela Kepada Fuerzas Armadas Revolucionaries De Colombia (FARC) Terhadap Hubungan Bilateral Venezuela-Kolombia

(1)

Pengaruh Dukungan Venezuela kepada Fuerzas Armadas

Revolucionaries de Colombia (FARC) terhadap Hubungan Bilateral

Venezuela - Kolombia

Diajukan untuk Menempuh Ujian Sarjana Pada Program Studi Ilmu Hubungan Internasional

Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Komputer Indonesia

Edoardo A.A Mote 44306026

UNIVERSITAS KOMPUTER INDONESIA FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN POLITIK

PROGRAM STUDI ILMU HUBUNGAN INTERNASIONAL BANDUNG


(2)

i

Internasional. Fakultas Ilmu Sosial dan Politik. Universitas Komputer Indonesia.

Isu utama yang menyebabkan menurunnya hubungan bilateral antara Venezuela – Kolombia memiliki dua dimensi. Yang pertama adalah Ideologi dan kedua adalah Kepentingan Politik yang berbeda yang ingin dikejar kedua negara pada tataran bilateral maupun regional. Secara Ideologi, Venezuela adalah negara Sosialis dibawah rezim Chavez sementara Kolombia adalah Liberal-Kapitalis selama bertahun-tahun. Pemicu dari memburuknya hubungan kedua negara adalah dukungan Venezuela kepada kelompok pemberontak Kolombia, Fuerzas Armadas Revoluconaris de Colombia (FARC).

Skripsi ini membahas tentang dampak dukungan Venezuela kepada kelompok pemberontak FARC dimasa rezim Chavez terhadap hubungan bilateralnya dengan Kolombia. Metode penelitian yang dipakai adalah studi literatur.

Berdasarkan hasil penelitian yang didapat, keberadaan kelompok pemberontak FARC ini mendapat dukungan dari Venezuela berupa bantuan Finansial, bantuan persenjataan, bntun teritori dan bantuan diplomasi. Akibat dari terkuaknya bukti-bukti tersebut di tahun 2008, terjadi krisis hubungan Bilateral antar kedua Negara yang ditandai dengan penarikan duta besar masing-masing Negara, krisis perbatasan yang ditandai dengan penyiagaan pasukan militer disepanjang perbatasan kedua Negara serta ancaman krisis keamanan regional akibat rencana Kolombia yang ingin meningkatkan kehadiran pasukan serta persenjataan AS di Negara tersebut.


(3)

ii

ABSTRACT

Edoardo Antonius Andre Mote. 44306026. The Influence of Support of Venezuela to Fuerzas Armadas Revolucionaries de Colombia (FARC) toward Bilateral Affairs between Bolivarian Republic of Venezuela and Republic of Colombia. Department of International Relation. Faculty of Social and Political Science. Computer University of Indonesia.

The main issues which are turning down bilateral relation between Venezuela – Colombia has two dimension. They are ideology and political interest that pursued on bilateral and regional stages. Ideologically, Venezuela is

opponent to Colombia. Venezuela is Socialism under Chavez’s regime and

Colombia is Liberal- Capitalist for years. Trigger that decreasing relation between two countries is support of Venezuela to Insurgent Group of Colombia, Fuerzas Armadas Revolucionaries de Colombia (FARC).

This thesis describe the impact of support from Venezuela to Insurgent Group, FARC (when Chavez has been in charge as a President) toward his bilateral relation with Colombia. Research method use literature study and library research.

This Research yield several of proofs about support Venezuela to FARC, they are : financial assistance, armed assistance, provide safe haven and diplomatic assistance. When those proofs has revealed in 2008, crisis was taking place between two countries. Bilateral relation crisis like recall ambassador in both side, boarder crisis that signed with face to face armed force between Venezuela and Colombia and the threat of regional security because of the plan from Colombia that consider to increase numbers of personnel and armed equipment from AS into that Country.


(4)

iii

maupun tidak langsung. Untuk itu, halaman ini diistimewakan kepada mereka yang layak menerima ucapan terima kasih dari Penulis,

Yang pertama adalah Bapak Rektor Kedua, Pembantu Rektor dan Dekan

Ketiga Bapak Andrias Darmayadi, S.IP, M.Si selaku Ketua Prodi Hubungan Internasional; kombinasi antara intelektualitas dan

fleksibilitas…...more than just a Lecture....A Truly Leader...Motivated and Inspiring

Keempat, Bu Dewi Tri Wahyuni, S.IP, M.Si, selaku Dosen Pembimbing,

no pain, no gain….Seorang Teoritisi HI…dan Motivator yang baik....

Kelima Bapak Budi Mulyana S.IP, M.Si, selaku dosen Wali, ada yang

tidak bisa di beli dengan uang….dan radikalisme tidak selalu berarti kekerasan….pertempuran dimedan pemikiran lebih kuat dan dahsyat dampaknya ketimbang pertempuran konvensional….so, let’s fight!

Keenam Ibu Sylvia Octa Putri Sylvia, S.IP, kemajuan yang luar biasa

dalam mempelajari Ilmu HI…terima kasih untuk semua masukkannya selama ini….

Ketujuh Ibu Yessi Marince S.IP, M.Si, terima kasih untuk semua kebaikan

ibu selama ini….semoga kebaikan pula yang akan ibu dapatkan di kemudian hari

Kedelapan Ibu Dwi Endah Susanti selaku Sekretaris Prodi Hubungan Internasional, terima kasih untuk semua pengertiannya selama ini…..

Kesembilan, buat Luiza Moniz D.C Faria dan Helder Olivio Freitas


(5)

iv

que queda contigo….Quizido e Calderada e Tinto tambem….bebemos hasta mañana por la mañana…..hahahaha….deben saber que Timor Leste es segunda pais del Mio…..ESPERO QUE UN DIA YO TE VOLVERÉ A VER…jejeje

Kesepuluh, untuk Bie, Amir, Intan, Dhea dan

Abo…(Teletubbies)…..hahahaha….Kalian membuat aku nyaman untuk menjadi diri aku sendiri………..Waktu orang lain mengatai kita…..kita bilang….KAMU TIDAK LEBIH BAIK DARI AKU…dan kepada dunia kita katakan…JADILAH DIRI KAMU SENDIRI….

Kesebelas untuk semua teman-teman seperjuangan HI….terima kasih untuk kebersamaan kita selama ini……..Amigos para siempre…..

Kedua belas, buat teman-teman Papua….Selama Langit belum runtuh dan

Bumi belum berhenti berputar, selama itu Bintang Kejora masih dapat terlihat menjelang terbit dan terbenamnya Mentari….Semesta mengunci kekuatan tak

terbatas dipusat Harapan dan menunggu untuk disingkap melalui keyakinan yang teguh akan sebuah perjuangan tentang kehidupan yang lebih baik dimasa

depan…..Manseren/Ugatamee Bless Au……..

Terakhir, buat Mama dan Papa….semoga apa yang selama ini kalian tabur,

segera menuai hasilnya….dan buat adik-adik aku…..always be my little girl,,,,

Bandung, Agustus 2011


(6)

1 BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Hubungan Venezuela – Kolombia sejak menjadi Negara berdaulat pasca runtuhnya Gran Colombia di tahun 1831 dibayangi oleh ketegangan hubungan hingga kemungkinan perang terbuka diantara keduanya. Tidak jarang juga kedua negara ini bekerjasama baik secara bilateral maupun secara multilateral didalam organisasi internasional. Sumber konflik itu sendiri ada yang berasal dari sisa persoalan politik masa lalu seperti masalah perbatasan sampai kepada campur tangan pihak luar yang memperkeruh hubungan kedua Negara seperti kerjasama militer AS – Kolombia yang tidak disukai oleh Venezuela pada masa rezim Chavez.

Pada masa awal pasca Perang Kemerdekaan melawan Imperium Spanyol di abad 19, Venezuela dan Kolombia merupakan satu negara bersama Ekuador dan Panama. Keempat negara ini tergabung didalam Gran Colombia bentukan Simon Bolivar. Namun, akibat pecah perang saudara selama bertahun-tahun Gran Colombia kemudian hanya mampu bertahan selama 12 tahun saja (1819 – 1831) dan terpecah menjadi empat negara yang sekarang dikenal dengan Kolombia, Venezuela dan Ekuador serta Panama. (Arauz, Celestino A; Carlos Manuel Gasteazoro and Armando Muñoz Pinzón : 2000). Pecahnya Gran Colombia tetap menyisakan persoalan – persoalan politik yang dikemudian hari menjadi bom waktu bagi pecahnya konflik diantara mereka, khususnya Kolombia - Venezuela.


(7)

2

Ada beberapa sumber konflik antara Venezuela – Kolombia dan salah satunya adalah dukungan Venezuela terhadap kelompok pemberontak bersenjata Kolombia Fuerzas Armadas Revolucionaries de Colombia (FARC).

FARC merupakan kelompok pemberontak (Insurgent Group) bersenjata yang teroganisasi secara rapih dan baik. FARC sendiri di bentuk pada tahun 1964 sebagai sayap militer dari Partai Komunis Kolombia. Sebagai organisasi berbasis ideologi Marxis – Leninisme, FARC merupakan yang tertua, terbesar dan paling mapan di daratan Amerika Latin. (globalsecurity : 2009, www.globalsecurity.org, diakses pada tanggal 15 Maret 2011). Dalam mengeksekusi misinya, FARC menggunakan tak-tik gerilya.

FARC muncul dalam sejarah Kolombia ketika perang sipil terjadi di Kolombia antara tahun 1948 – 1958. Pada saat itu, pendukung dua partai terbesar di Kolombia, Partai Liberal Kolombia dan Partai Konservatif Kolombia saling berebut kekuasaan. Peristiwa itu menewaskan sedikitnya sekitar 3000 rakyat Kolombia dan menyebabkan kelumpuhan ekonomi Kolombia, instabilitas politik dan keamanan di hampir seluruh Kolombia. Perang sipil itu sendiri merupakan puncak dari kemelut politik yang telah berlangsung di Kolombia beberapa tahun belakang. Pemerintahan yang Korup, kemiskinan yang semakin merajalela dengan gap antara kaya dan miskin yang semakin lebar serta lapangan kerja yang minim membuat rakyat Kolombia menuntut adanya perubahan (Livingstone, 174 : 2004). Ketika Kolombia akan bersiap-siap melaksanakan pemilu di tahun 1950, Jorge Eliecer Gaitan Kandidat Utama Presiden Kolombia dari Partai Liberal sekaligus seorang pengacara dan politikus yang popular dimata rakyat kelas


(8)

bawah dibunuh oleh orang tak dikenal. Tidak lama kemudian, terjadi demonstrasi besar-besaran oleh pendukungnya di Bogota, ibukota Kolombia yang kemudian berubah menjadi kerusuhan hebat. Hal ini dikarenakan para demonstran berhadapan dengan pendukung pemerintah yang merupakan rezim Partai Konservatif. Kerusuhan ini semakin lama semakin tidak terkendali akibat banyaknya para demonstran yang menggunakan senjata. Akhirnya di tahun 1948, Kolombia jatuh ke dalam Perang Sipil yang berlarut-larut selama satu dekade. Kedua belah pihak saling berusaha untuk merebut kekuasaan.

Militer kemudian mengambil alih pemerintahan untuk menstabilkan teritorinya. Sebuah amnesti di keluarkan oleh pemerintah Militer Kolombia kepada pihak-pihak yang bertikai untuk menyerahkan senjata mereka. Beberapa diantaranya menyerah tetapi yang lain tidak. Kelompok yang pada akhirnya akan menjadi cikal bakal FARC, kemudian mundur kedaerah pinggiran Kolombia mengorganisasi kelompok mereka untuk selanjutnya melakukan aksi mereka. Diantara mereka adalah kelompok dari Partai Liberal dan partai Komunis. Seorang Liberal, Manuel Marulanda kemudian pindah menjadi seorang Komunis di tahun 1964 dan membentuk kelompok mereka dengan nama Tentara Revolusi Kolombia (FARC) (Ostering & Pablo, 2009 : 280).

Tujuan FARC sendiri adalah untuk merebut kekuasaan dari Pemerintah Kolombia saat ini yang menurut mereka pro imperialisme dan Kapitalisme ala AS untuk menjadikan Kolombia sebagai Negara berhaluan Kiri. Sejak di deklarasikannya FARC, pemerintah Kolombia direpotkan dengan aksi-aksi FARC yang tidak hanya merugikan perekonomian dan keamanan Kolombia tetapi juga


(9)

4

mencoreng muka pemerintah Kolombia di dunia internasional karena Pemerintah Kolombia gagal dalam memberikan perlindungan bagi warga Negara asing, termasuk pengusaha asing maupun korporasi multinasional (rebellion : 2008, www.rebellion.org, diakses pada tanggal 7 Juli 2011).

Dalam melaksanakan aksinya, FARC memperoleh sumber pendanaan dari Pajak terhadap perdagangan obat-obatan ilegal yang di jalankan dan dioperasikan di wilayah kekuasaan mereka. Disamping itu, FARC juga melakukan aksi penculikan terhadap turis asing termasuk individu-individu yang mempunyai reputasi internasional. Belakangan FARC juga ternyata terlibat didalam bisnis obat-obatan terlarang dan merupakan sumber pendapatan terbesar bagi organisasi itu untuk menjalankan aksi-aksi mereka. Namun, yang paling ditakutkan pemerintah Kolombia adalah sebuah Kudeta terencana yang akan membawa Kolombia jatuh ketangan Komunisme (Human Right Watch :2001, www.amnesty.org, diakses pada tanggal 15 Maret 2011).

Untuk itu, sejak lama Pemerintah Kolombia telah mengupayakan berbagai operasi militer seperti operasi Emmanuel, Operasi Jaque dan Operasi Fenix guna menghancurkan keberadaan FARC di Kolombia dengan bantuan AS melalui kerangka kerja Plan Colombia. Namun, hal ini menjadi sulit karena Negara tetangganya, Ekuador dan Venezuela kurang memiliki hubungan baik dengan Kolombia akibat platform ideologi dan haluan ekonomi yang berbeda. Kolombia membutuhkan kedua Negara tersebut karena FARC memiliki beberapa pusat operasi mereka di perbatasan kedua Negara tersebut.


(10)

Venezuela mulai memperlihatkan dukungannya kepada FARC ketika Chavez mulai memegang kekuasaan di Negara itu. Dukungan ini dapat dilihat sebagai bentuk implementasi kebijakan luar negeri Chavez dalam lingkup Kawasan yang menginginkan integrasi kawasan Amerika Latin dan Karibia kedalam sebuah blok regional berbasis sosialisme. FARC yang secara ideologis sama dengan Venezuela merupakan agen yang tepat untuk membawa Kolombia menjadi Negara Sosialis. Selain itu, dukungan Venezuela ini juga dapat dilihat sebagai reaksi terhadap kebijakan keamanan dalam negeri dan kebijakan luar negeri pemerintahan Alvaro Uribe yang pro AS. Venezuela melihat kerjasama militer Kolombia – AS yang ditujukan untuk menumpas FARC, sangat membahayakan kedaulatannya karena basis dan operasi militernya yang terlalu dekat dengan perbatasan Venezuela.

Dukungan Venezuela kepada FARC terkuak pasca operasi militer Kolombia tanggal 1 Maret 2008 untuk membasmi gerilyawan FARC yang bersembunyi di perbatasan Kolombia – Ekuador.. Dibawah perintah Presiden Uribe dan tanpa koordinasi dari Rafael Correa, Presiden Ekuador, Militer Kolombia memasuki teritori Ekuador untuk mengejar FARC. Operasi militer yang menewaskan Raul Reyes, Juru Bicara Internasional FARC juga berhasil menyita beberapa dokumen elektronik dan surat yang beberapa diantaranya berisi tentang keterkaitan Venezuela dengan FARC. Salah satunya adalah tentang surat yang berisi tentang pemberian dana senilai 300 juta Dolar dari Chavez kepada FARC (www.cnn.com, diakses pada tanggal 15 Oktober 2011).


(11)

6

Akibat peristiwa ini terjadi hubungan bilateral antara kedua Negara termasuk Ekuador – Kolombia. Venezuela kemudian memanggil pulang Duta Besarnya dari Kolombia. Kemudian, Venezuela menyiagakan pasukannya disepanjang perbatasannya dengan Kolombia (IRT : 2008, www.internationalheraldetribune.com, diakses pada tanggal 15 Maret 2011).

Bukti lain dari bentuk dukungan Venezuela terhadap FARC adalah diplomasi Chavez yang di lakukannya ketika berbicara di depan Parlemen Venezuela sehari setelah operasi penyelamatan para Sandera oleh Venezuela. Ia menyerukan pengakuan oleh komunitas internasional untuk mengakui status FARC bukan sebagai kelompok pemberontak semata (Insurgent Group) tetapi sebagai Pihak-pihak yang sedang Berperang (Belligerent Group) (Reuters : 2008, www.reuters.com, diakses pada tanggal 15 Juni 2011).

Berdasarkan pernyataan dan fakta yang telah dipaparkan diatas, penulis berkeinginan untuk mengadakan penelitian lebih lanjut yang akan dituangkan dalam laporan penelitian dengan judul :

Pengaruh Dukungan Venezuela kepada Fuerzas Armadas Revolucionaries de Colombia (FARC) terhadap Hubungan Bilateral Venezuela - Kolombia

Penelitian ini juga didukung oleh beberapa mata kuliah pokok yang dipelajari di Program Studi Ilmu Hubungan Internasional, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Komputer Indonesia, yaitu :


(12)

1. Teori Hubungan Internasional. Mata Kuliah ini membantu peneliti untuk menentukan teori dan pendekatan mana yang relevan dengan penelitian penulis

2. Diplomasi Hubungan Internasional di AS. Mata Kuliah ini berguna untuk mengetahui profil dan Kebijakan luar negeri AS pada saat Perang Dingin berlangsung, khususnya di Amerika Latin.

3. Analisis Politik Luar Negeri. Mata Kuliah ini memberikan uraian mengenai mengapa dan bagaimana kebijakan suatu negara dibuat dan dijadikan sebagai Politik Luar Negeri yang mengedepankan kepentingan negaranya dan dapat mempengaruhi negara lain

4. Politik Internasional. Mata Kuliah ini membantu penulis untuk mengetahui gambaran umum tentang sifat sistem hubungan internasional, iklim politik internasional dan bagaiman negara-negara saling berinteraksi didalam arena politik internasional

5. Hukum Internasional. Mata kuliah ini membantu penulis dalam menjelaskan hukum perang dan status FARC sebagai sebuah kelompok pemberontak

1.2 Identifikasi Masalah

Dari uraian diatas tentang beberapa faktor utama tentang pengaruh FARC yang mempengaruhi hubungan luar negeri Venezuela - Kolombia, maka ada beberapa hal yang dapat diidentifikasi sebagai berikut :


(13)

8

2. Apa bentuk dukungan Venezuela terhadap FARC?

3. Apa respon Kolombia terhadap dukungan Venezuela kepada FARC? 4. Sejauh mana FARC memberi pengaruh dalam hubungan luar negeri

Venezuela – Kolombia?

1.3 Pembatasan Masalah

Pembatasan masalah ini berupaya untuk menentukan batas-batas permasalahannya dengan jelas yang memungkinkan untuk mengidentifikasikan faktor-faktor apa saja yang termasuk dalam ruang lingkup permasalahan. Sebagai variabel independen, dukungan Venezuela kepada kelompok pemberontak, FARC. Sedangkan untuk variabel dependen yang dipilih adalah hubungan bilateral Venezuela - Kolombia.

Peneliti membatasi waktu penelitian dari tahun 2008 sampai 2010. Tahun 2008 diambil karena pada tahun itu merupakan puncak krisis hubungan bilateral Venezuela – Kolombia pasca operasi militer yang dilancarkan oleh Pemerintah Kolombia yang masuk menembus teritori Ekuador 1 Maret 2008. Sementara tahun 2010 dipilih karena pada tahun itu presiden Alvaro Uribe, presiden dengan kredit paling baik dalam memberantas FARC turun dari jabatannya yang kemudian ikut mengakhiri ketegangan hubungan bilateral kedua negara.

Ruang Lingkup pembahasannya dibatasi pada hubungan bilateral Venezuela – Kolombia yang dipengaruhi oleh bayang-bayang FARC.


(14)

1.4 Perumusan Masalah

Bagaimana Dukungan Venezuela kepada Fuerzas Armadas Revolucionaries de Colombia (FARC) memberikan pengaruh bagi hubungan bilateral Venezuela Kolombia?

1.5 Tujuan dan Kegunaan Penelitian 1.5.1 Tujuan Penelitian

1. Untuk mengetahui apa yang melatarbelakangi dukungan Venezuela kepada FARC

2 Untuk mengetahui bentuk dukungan Venezuela terhadap FARC

3 Untuk mengetahui respon Kolombia terhadap dukungan Venezuela kepada FARC

4 Untuk mengetahui bagaimana FARC memberi pengaruh dalam hubungan luar negeri Venezuela – Kolombia

1.5.2 Kegunaan Penelitian

Adapun kegunaan dari penelitian ini terbagi menjadi dua, yakni kegunaan Teoritis dan kegunaan Praktis. Kegunaan Teoritis antara lain :

1. Mengetahui apakah dan sejauh mana keberadaan sebuah organisasi pemberontak mampu memberi pengaruh bagi dua negara yang saling bertetangga seperti Venezuela dan Kolombia


(15)

10

2. Mengundang ketertarikan untuk meneliti hubungan luar negeri Venezuela

– Kolombia yang terpengaruh oleh keberadaan FARC yang beroperasi diperbatasan kedua negara

3. Memberikan pengetahuan kepada pembaca tentang FARC dan hubungan Venezuela – Kolombia

Sementara untuk tujuan praktis adalah untuk memenuhi salah satu syarat dalam memperoleh gelar kesarjanaan (S-1) dalam Program Studi Ilmu Hubungan Internasinal Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Komputer Indonesia.

1.6 Kerangka Pemikiran, Hipotesis dan Definisi Operasional 1.6.1 Kerangka Pemikiran

Pada awal abad 20, dunia internasional mendapat goncangan akibat pecah Perang Dunia I (1914 – 1919). Pengalaman ini memberikan pelajaran yang penting bagi para negarawan, pemimpin politik serta ilmuwan politik dan hukum untuk memikirkan solusi bagi pencegahan perang dimasa yang akan datang. Dari sinilah lahir ilmu Hubungan Internasional yang pada awal kelahirannya di tujukan sebagai formula pencegah perang. Pada perkembangan berikutnya, Studi HI menjadi sangat luas dan beragam mulai dari isu-isu politik dan keamanan hingga isu mengenai lingkungan hidup, gender dan HAM.

Menurut Teuku May Rudi, Hubungan internasional mencakup berbagai macam hubungan atau interaksi yang melintasi batas-batas wilayah negara dan melibatkan pelaku-pelaku yang berbeda kewarganegaraan (2005 : 2).


(16)

Bentuk hubungan antar negara ini ada yang terdiri dari dua negara atau disebut juga sebagai hubungan bilateral maupun hubungan lebih dari dua negara atau hubungan multilateral. Secara bilateral berarti hubungan ini hanya terjadi antara dua negara.

Bilateralisme mengacu pada hubungan politik dan budaya yang melibatkan dua negara (Djelantik, 2008 : 85). Keuntungan hubungan bilateral adalah dalam melakukan kesepakatan dan berlanjut kepada kerjasama tidak melalui pihak ketiga maupun prosedur yang panjang karena kedua negara tersebut bisa bertemu dan duduk langsung dalam sebuah pembicaraan. Kekurangannya adalah jika dua negara tidak ekuivalen didalam kapasitas politik maupun ekonominya. Negara dengan kapasitas politik dan ekonomi yang besar cenderung untuk mendikte negara yang kecil kapasitas politik dan ekonominya. Dengan begitu, negara kecil memiliki posisi tawar yang rendah sehingga akan mudah mengikuti keinginan negara besar.

Alternatif hubungan antar negara lainnya adalah hubungan multilateral atau multilateralisme. Hubungan multilateral adalah hubungan yang melibatkan banyak negara (Djelantik, 2008 : 85). Kelebihan hubungan kerjasama multilateral adalah semakin besarnya kesempatan, akses dan keuntungan ekonomi serta politik yang didapat disamping meningkatkan bargainning position negara-negara kecil yang bergabung didalamnya. Sementara kekurangannya adalah, negara-negara kecil yang berada di dalamnya bisa saja berada dibawah hegemoni negara besar yang ada didalam institusi internasional mereka.


(17)

12

Hubungan antar negara, entah itu bilateral ataupun multilateral selalu diwarnai dengan kerjasama maupun konflik. Kedua sifat hubungan ini akan selalu ada dalam tataran hubungan internasional. Dalam kerjasama, negara-negara berupaya untuk mendapatkan keuntungan dari hubungannya dengan negara lain sehingga kepentingan nasionalnya dapat tercapai. Sementara, ketika kerjasama itu tidak bisa lagi digalakkan kadang muncul ketegangan antar negara yang bisa berujung pada konflik.

Dalam buku “Resolusi Damai Konflik Kontemporer”, Konflik

didefinisikan sebagai :

Sebuah ekspresi heterogenitas kepentingan, nilai dan keyakinan yang muncul sebagai formasi baru yang ditimbulkan oleh perubahan sosial yang muncul bertentangan dengan hambatan yang diwariskan (Miall, Ramsbotham, Woodhouse, 2000 : 7 – 8)

Dalam konteks hubungan Internasional, konflik ini terjadi karena heterogenitas kepentingan antar negara yang saling memotong serta perbedaan ideologi yang sulit untuk dijembatani. Dalam perspektif Realis, sistem internasional itu bersifat anarki yang artinya tidak ada suatu otoritas resmi yang mampu memaksa setiap negara untuk tunduk pada hukum internasional yang telah disepakati untuk menjadi aturan main didalam hubungan antar negara. Masing-masing kepentingan negara kemudian bertemu didalam area politik internasional. Ketika kepentingan satu negara dengan negara lain saling berbenturan dan tidak bisa dinegosiasikan lagi, maka yang mungkin terjadi adalah muncul ketegangan hingga konflik terbuka diantara mereka. Ketiadaan suatu otoritas resmi yang mampu memaksa setiap negara untuk menahan diri dalam setiap konflik


(18)

kepentingan membuat negara mampu melakukan apa saja demi kepentingan nasionalnya.

Dalam menganalisa Konflik internasional, Kenneth Waltz membaginya

menjadi tiga level yang ia sebut sebagai “gambaran”, yakni : Individu, Negara dan

Sistem (Nye Jr, 2003 : 27). Konflik yang terjadi bisa muncul akibat tindakan individu dalam hal ini negarawan atau politikus, tindakan suatu negara terhadap negara lain ataupun bisa juga karena sistem internasional yang menggerakkannya. Dalam menganalisa konflik-konflik internasional, Waltz memulainya dengan sistem, negara dan individu/kelompok secara berturut-turut. Pertama-tama, sistem akan mempengaruhi tindakan negara untuk menentukan politik luar negeri. Kemudian negara akan bertindak berdasarkan politik luar negerinya dimana Kepentingan Nasional dan Keamanan negara menjadi ujung tombaknya. Ketika politik luar negeri itu memuat kepentingan-kepentingan vital suatu negara seperti kebutuhan akan energi atau nilai-nilai dan ideologi negara tersebut, maka negara akan melakukan apa saja demi memenuhi kepentingan nasionalnya. Hal ini akan menjadi lebih sulit ketika dalam mengejar kepentingan nasional suatu negara harus berbenturan dengan kepentingan nasional negara lain. Ketegangan hubungan hingga potensi konflik bisa saja muncul akibat situasi ini. Pada akhirnya, semuanya akan kembali kepada kebijakan pemerintahan negara bersangkutan dimana peran kepala negara akan sangat berpengaruh pada situasi seperti ini. Peran individu kepala negara merupakan level analisa terakhir dalam menjelaskan konflik internasional. Peran individu ini akan terlihat dari ideosinkretik yang mempengaruhinya.


(19)

14

Ideosinkretik yang kemudian sering disebut sebagai faktor individual mungkin dapat diartikan sebagai sifat yang unik dan spesial dari seorang pemimpin atau pembuat keputusan yang berbeda dengan orang lain seandainya orang tersebut menduduki posisi yang sama (Hara, Eby, 2011 : 89). Kepala negara dengan ideosinkretik yang radikal mungkin saja akan mengambil keputusan yang ekstrim untuk menyelesaikan persoalannya dengan negara lain, sementara kepala negara yang moderat mungkin akan mencari jalan tengah sehingga bisa mendapatkan hasil win-win solution.

Menurut Wallensten tipe konflik internasional ada tiga tipe, yakni :

1. Konflik internal (intra-state conflict/internal conflict), yang memiliki dimensi secara internasional

2. Konflik antar Negara (interstate conflict/ international conflict)

3. Konflik yang berkaitan dengan pembentukan Negara (State formation conflict) (Wallensteen, 2002 : 8).

Konflik seperti yang terjadi antara Pemerintah Kolombia dengan FARC merupakan tipe konflik internal yang memiliki dimensi internasional karena konflik tersebut akhirnya melibatkan Negara-negara tetangga Kolombia, khususnya Venezuela untuk terlibat didalamnya. Tipe konflik ini adalah konflik asimetris yang melibatkan aktor Negara, Kolombia dan aktor non – Negara, FARC. Aktor non- Negara seperti FARC digolongkan sebagai kelompok pemberontak yang melakukan aktivitas menentang hukum positif Negara Kolombia.


(20)

Dalam Konvensi Jenewa, Pemberontak di definisikan sebagai : Sekelompok orang yang berasal dari anggota militant dan anggota sukarela dari kesatuan, termasuk mereka yang mengorganisasi gerakan pembangkan, milik sebuah Partai untuk melakukan konflik yang daerah operasinya bisa didalam atau diluar teritori mereka (Konvensi Jenewa ke III : artikel 3)

Sebuah kelompok pemberontak mungkin saja bisa menjadi Belligerent Group atas dasar mereka telah mampu menciptakan sebuah eksistensi politik yang terpisah serta mampu menjaga tatanan didalam wilayah kekuasaan mereka dan dihormati di luar negeri (Encyclopedia of New American Nation : 2005, www.americanforeignrelations.com, diakses pada 23 Juli 2011). Belligerent Group sendiri merupakan sebuah terminologi dalam hukum internasional untuk mengindikasikan status dua atau lebih entitas, umumnya Negara berdaulat yang terlibat dalam perang (Ackerman, 2002 : 18).

Secara teoritis, kelompok pemberontak FARC bisa dikategorikan sebagai

Belligerent Group karena kelompok tersebut telah berhasil menguasai beberapa wilayah di Kolombia dengan efektif. Namun, karena menurut Hukum Kolombia semua kelompok pemberontak termasuk FARC adalah kelompok Teroris, maka hingga saat ini belum ada satu Negara yang mengakui FARC secara terbuka sebagai Belligerent Group.

Dalam kaitannya dengan hubungan bilateral Venezuela – Kolombia, pada dasarnya akar konflik Venezuela – Kolombia bermula dari naiknya Hugo Chavez sebagai presiden Venezuela yang akhirnya mengubah haluan ideologi Negara tersebut menjadi Sosialis. Perbedaan ideologi inilah yang sebenarnya menjadi akar dari masalah hubungan bilateral Venezuela – Kolombia. Kemudian kebijakan


(21)

16

luar negeri Venezuela dalam konteks Kawasan yang menghendaki terintegrasinya Negara-negara Amerika Latin dan Karibia kedalam sebuah blok regional Sosialisme ikut menjustifikasi dukungan tersebut. Hal ini dilihat sebagai bentuk implementasi kebijakan luar negeri Chavez. Pada tataran pemerintahan, hubungan bilateral Venezuela – Kolombia yang semula sudah kurang baik akibat konflik perbatasan dan kebijakan pemerintahan Kolombia yang lebih pro AS turut mempengaruhi keputusan Venezuela dalam memberikan dukungannya kepada kelompok pemberontak Kolombia, FARC.

1.6.2 Hipotesis

Dengan adanya dukungan dari Venezuela terhadap Fuerzas Armadas Revolucionaries de Colombia (FARC), seperti bantuan dana 300 juta Dólar AS kepada FARC dan bantuan diplomasi Chavez dalam meningkatkan status FARC menjadi Belligerent Group, maka hal itu semakin memperburuk hubungannya dengan Kolombia yang terbukti dari meningkatnya ketegangan hubungan bilateral kedua negara dimana kedua negara saling menyiagakan pasukan militernya di sepanjang perbatasan dan penarikan Duta Besar oleh kedua belah pihak.

1.6.3 Definisi Operasional

Fuerzas Armadas Revolucionaries de Colombia (FARC), adalah kelompok pemberontak Kolombia yang berbasiskan Sosialisme dengan tujuan merebut kekuasaan dari pemerintah Kolombia untuk diubah menjadi Negara Sosialis.


(22)

Bantuan diplomasi, bantuan yang diberikan oleh Venezuela kepada FARC melalui aktivitas diplomasinya terhadap dunia internasional untuk meminta mereka mengakui FARC bukan sebagai kelompok pemberontak saja (Insurgent Group), tetapi juga sebagai Pihak-pihak yang sedang berperang (belligerent group).

Belligerent group, merupakan istilah yang ditujukan bagi pihak-pihak yang sedang berperang. Belligerent group merupakan kelompok pemberontak yang statusnya diakui oleh pihak yang sedang berperang dengan mereka. Pihak yang dimaksud bisa berarti Negara.

Memperburuk hubungan, hubungan antar Negara yang semakin tidak baik oleh karena beberapa alasan yang bersifat prinsipil maupun karena konflik kepentingan.

1.7 Metodologi Penelitian dan Teknik Penelitian 1.7.1 Metodologi Penelitian

Metode penelitian dapat bermakna sempit atau luas. Dalam arti sempit, metode penelitian berhubungan dengan rancangan penilitian atau prosedur-prosedur pengumpulan data dan análisis data. Sebaliknya dalam arti luas, metode penelitian merupakan cara teratur untuk menyelidiki masalah tertentu untuk mendapatkan informasi yang berhubungan dengan masalah yang diselidiki yang dibutuhkan sebagai solusi atas masalah tersebut (Silalahi, 2000, 6-7).

Metode penelitian yang digunakan dalam peneltian ini adalah “Metode Eksplanatif –Deduktif”. Menurut James A. Black dan Dean J. Champion, metode


(23)

18

eksplanatif merupakan metode yang bermaksud untuk menjelaskan hubungan antara dua variabel, termasuk pengaruh yang ditimbulkan oleh satu variabel terhadap variabel lainnya. Penjelasan dari suatu penelitian dapat diperoleh apabila hubungan tersebut dapat ditunjukkan (Silalahi, 2000 : 53).

1.7.2 Teknik Penelitian

Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan studi kepustakaan (library research), yaitu pengumpulan dan pemilihan data-data sekunder yang diperoleh dari berbagai sumber, seperti ; buku, jurnal ilmiah, surat kabar, majalah, internet serta bahan-bahan tertulis lainnya.

1.8 Waktu dan Lokasi Penelitian 1.8.1 Waktu Penelitian

Tabel 1.8.1 Waktu Penelitian

No Kegiatan Waktu penelitian

2010 2011

Oktober November Desember Januari Februari Maret April Mei Juni Juli Agustus 1 Pengajuan

Judul 2 Pembuatan

Usulan Penelitian 3 Seminar

Usulan Penelitian 4 Bimbingan

Skripsi 5 Pengumpulan

Data 6 Rencana


(24)

1.8.2 Lokasi Penelitian

1. Perpustakaan Universitas Komputer Indonesia, Jln. Dipati Ukur, Bandung

– Jawa Barat, Indonesia

2. Perpustakaan FISIP Universitas Pasundan, Jln. Lengkong Besar, Bandung 3. Perpustakaan FISIP Universitas Padjajaran, Jln. Raya Jatinangor, No. 21,

Sumedang

4. LIPI, Jln. Gatot Subroto No. 10, Jakarta

5. Kedutaan Besar Venezuela, Menara Mulia, Suite 2005, Jln. Gatot Subroto, Jakarta Selatan 12930, Telp. (62-21) 384-1142, 381-0736, Fax. (62-21) 384-1143, E-mail evenjak@cbn.net.id, evenjakt@indo.net.id

6. Kedutaan Besar Kolombia, Plaza Sentral, 16th floor, Jln. Jend. Sudirman, Kav. 47, Jakarta Selatan 12930, Telp. (62-21) 525-6446, 570-1422, Fax. (62-21) 520-7717, E-mail emcolin@rad.net.id

1.9 Sistematika Penulisan

Penulisan skripsi ini dibagi atas lima bab, dimana setiap bab terdiri dari sub-sub bab yang disesuaikan dengan keperluan penelitian, secara sistematis penulisan ini ditulis sebagai berikut :

Bab I, pendahuluan yang akan memaparkan latar belakang penelitian, identifikasi masalah, pembatasan dan perumusan masalah. Selanjutnya akan dipaparkan kerangka pemikiran dan hipotesis yang akan diuji, metodologi penelitian dan teknik peneltian serta lokasi dan waktu penelitian.


(25)

20

Bab II, Tinjauan Pustaka, merupakan hasil telusuran tentang kepustakaan yang mengupas topik peneltian yang sama, hal ini merupakan bukti pendukung bahwa topik atau materi yang diteliti memang suatu permasalahan yang penting, sebagaimana ditunjukkan oleh kepustakaan yang dirujuk. Kepustakaan juga dapat berupa teknik, metode atau pendekatan yang akan dipilih untuk melaksanakan penilitian yang hasilnya dideskripsikan dalam skripsi.

Bab III, Objek Penelitian, yang memberikan gambaran umum mengenai objek penelitian, khususnya keadaan objek penelitian dihubungkan dengan judul skripsi atau permasalahan yang diteliti. Objek Penelitian itu antara lain, gambaran umum negara Republik Kolombia, Negara Republik Bolivarian Venezuela dan Kelompok Pemberontak Fuerzas Armadas Revolucionaries de Colombia (FARC). Bab IV, Hasil Penelitian dan Pembahasan, dalam bagian hasil, dilaporkan data-data yang diperoleh dalam penelitian, sedangkan yang dimaksud dengan Pembahsan bukanlah mengulang data yang ditampilkan dalam bentuk uraian kalimat melainkan berupa arti dari data yang diperoleh. Pembahasan itu diantaranya adalah mengenai hubungan bilateral Venezuela – Kolombia, konflik antara Kolombia – FARC, akar masalah hubungan bilateral Venezuela - Kolombia, dukungan Venezuela terhadap FARC serta dampaknya terhadap hubungan bilateral kedua negara.

Bab V, Kesimpulan dan Saran, kesimpulan merupakan intisari hasil análisis dan intepretasi, cara penulisan/pembahasan dirumuskan dalam bentuk pernyataan secara ketat dan padat, sehingga tidak menimbulkan penafsiran lain. Informasi yang disampaikan dalam kesimpulan ini bisa berupa pendapat baru, koreksi atas


(26)

pendapat lama, pengukuhan pendapat lama atau menumbangkan pendapat lama, Saran merupakan kelanjutan dari kesimpulan, sering berupa anjuran yang dapat menyangkut aspek operasional maupun konseptual.


(27)

22 BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Hubungan Internasional

Alasan utama mengapa seseorang harus mempelajari Hubungan Internasional atau HI adalah adanya fakta bahawa seluruh penduduk dunia terbagi kedalam wilayah komunitas politik yang terpisah, atau negara-negara merdeka yang sangat mempengaruhi cara hidup manusia. Secara bersama-sama negara-negara tersebut membentuk sistem global (Jackson & Sorensen, 2005 : 2).

Negara-negara merdeka satu sama lain, paling tidak secara hokum mereka memiliki kedaulatan. Tetapi hal itu tidak berarti mereka terasing atau terpisah satu sama lain. Sebaliknya, mereka berdekatan dan mempengaruhi satu sama lain dan oleh karena itu tidak ada jalan lain kecuali harus mendapatkan cara untuk hidup berdampingan dan berhadapan satu sama lain (Jackson & Sorensen, 2005 : 2).

Sistem negara merupakan sistem hubungan sosial, yaitu sistem hubungan antara kelompok-kelompok manusia. Seperti kebanyakan sistem sosial lainnya, hubungan internasional dapat memiliki keuntungan dan kerugian tertentu dan konseskuensi dari hubungan tersebut. Sistem negara sendiri merupakan cara tertentu dalam mengatur kehidupan politik di muka bumi yang memiliki akar sejarah yang dalam.terdapat sistem negara atau sistem quasi negara pada waktu dan tempat yang berbeda dan dibelahan dunia yang berbeda. Sebagai contoh, pada masa India kuno, pada masa Yunani kuno dan pada masa Italia Renaissance. Oleh karena itu, subjek HI biasanya kembali ke awal era modern (abad ke enam belas


(28)

dan ketujuh belas) di Eropa, ketika negara-negara berdaulat berdasarkan wilayah-wilayah yang berdekatan mulai dibentuk. Sejak abad kedelapan belas hubungan antara negara-negara merdeka tersebut disebut “Hubungan Internasional”

(Jackson & Sorensen, 2005 : 2).

Hubungan internasional merupakan hubungan melintasi batas wilayah suatu negara. Dimana dalam kehidupan internasional, setiap negara melakukan kerjasama, diplomasi dan lain-lain dengan negara lain. Perwita dan Yani memberi penjelasan dalam Hubungan Internasional sebagai berikut :

Hubungan internasional merupakan bentuk interaksi antara aktor atau anggota masyarakat yang satu dengan aktor atau anggota masyarakat lain yang melintasi batas-batas negara. Terjadinya hubungan internasional merupakan suatu keharusan sebagai akibat adanya saling ketergantungan dan bertambah kompleksnya kehidupan manusia dalam masyarakat internasional sehingga interdepedensi tidak memungkinkan adanya suatu negara yang menutup diri terhadap dunia luar (2005 : 3 – 4).

Dalam prakteknya, hubungan internasional dilakukan oleh negara-negara yang berdaulat melalui tindakan-tindakan yang diwakili oleh para elit pemerintahannya yang menyangkut kepentingan-kepentingan suatu negara yang ingin dicapai dan dipertahankan diluar batas wilayah negara. Apabila bertentangan dengan kepentingan atau melanggar kedaulatan negara lain akan menimbulkan suatu pertentangan yang mengarah kepada konflik. Studi hubungan internasional tidak saja membahasa interaksi positif antar negara-negara tapi hubungan internasional juga merupakan studi tentang diplomasi strategik dan konflik.

Studi Hubungan Internasional menurut McClelland dalam Perwita & Yani merupakan :


(29)

24

Suatu studi tentang interaksi antar jenis-jenis kekuatan sosial tertentu dimana di dalamnya terdapat studi tentang keadaan-keadaan yang relevan yang mengelilingi interaksi tersebut. Interaksi yang dilakukan oleh aktor-aktor hubungan internasional dilandasi oleh adanya sumber daya yang melekat pada tiap-tiap aktor tersebut ( Perwita dan Yani, 2005: 4).

Dari beberapa definisi yang telah dipaparkan diatas, dapat ditarik kesimpulan bahwa Hubungan Internasional pada dasarnya merupakan hubungan sosial pada tingkat internasional yang memiliki dimensi kerjasama maupun konflik.

2.2 Hubungan Bilateral

Didalam Hubungan Internasional, kerjasama yang terjadi di antara dua negara yang sifatnya saling menguntungkan secara umum dikenal dengan hubungan bilateral.

Hubungan bilateral adalah suatu hubungan politik, budaya dan ekonomi di antara dua negara. Kebanyakan hubungan internasional dilakukan secara bilateral. Misalnya perjanjian politik-ekonomi, pertukaran kedutaan besar, dan kunjungan antar negara. Alternatif dari hubungan bilateral adalah hubungan multilateral; yang melibatkan banyak negara, dan unilateral; ketika satu negara berlaku semaunya sendiri (freewill).

“Dalam diplomasi bilateral konsep utama yang digunakan adalah sebuah

negara akan mengejar kepentingan nasionalnya demi mendapatkan keuntungan yang maksimal dan cara satu-satunya adalah dengan

membuat hubungan baik dan berkepanjangan antar negara” (Rana,

2002:15-16).

Menurut Perwita dan Yani, Hubungan bilateral adalah keadaan yang menggambarkan adanya hubungan yang saling mempengaruhi atau terjadinya


(30)

timbal balik antara dua pihak. Rangkaian pola hubungan aksi reaksi ini meliputi proses sebagai berikut :

1. Rangsangan atau kebijakan aktual dari negara yang memprakarsai. 2. Presepsi dari rangsangan tersebut oleh pembuat keputusan di negara

penerima.

3. Respon atau aksi timbal balik dari negara penerima.

4. Persepsi atau respon oleh pembuat keputusan dari negara pemrakarsa. (2005:42)

Dapat dikatakan bahwa hubungan bilateral merupakan perjanjian yang meliputi didalamnya terlibat dua negara yang membicarakan kelanjutan masa depan dari hubungan perjanjian yang telah disepakati oleh keduanya. Hubungan bilateral terjadi diantara state-to-state, dimana yang didalamnya terdapat pula aktor-aktor negara sebagai pelanan pembuat keputusan.

2.3 Teori Pengambilan Kebijakan Politik Luar Negeri

Politik luar negeri dipandang sebagai akibat dari tindakan rasional (rational action) yang dilakukan suatu negara dengan sengaja untuk mencapai kepentingan nasionalnya di lingkungan internasional (Mas’oed, 1994 : 234).

Politik Luar Negeri menurut Jack C. Plano dan Roy Olton adalah strategi atau rencana tindakan yang dibentuk oleh para pembuat keputusan (Decision Maker) suatu negara dalam menghadapi negala lain atau unit politik internasional lainnya, dan dikendalikan untuk mencapai tujuan nasional (Cooplin, 2003 :30)

Pembuatan kebijakan politik luar negeri digambarkan sebagai proses intelektual. Perilaku pemerintah dianalogikan dengan perilaku individu yang


(31)

26

bernalar dan terkoordinasi, dalam analogi ini individu itu melalui serangkaian tahap-tahap intelektual dengan menerapkan penalaran-penalaran yang sunguh-sunguh– berusaha menetapkan pilihan atas alternatif-alternatif yang ada (Mas’oed, 1994 : 234).

Sumber : William D. Coplin, Pengantar Politik Internasional Suatu Telaah Teoritis, edisi kedua Terjemahan oleh Marcedes Marbun, (Bandung: PT. Sinar Baru Algresindo, 2003), hal. 30

Gambar 2.3 Pengambilan Kebijakan Politik Luar Negeri William D. Coplin

Secara umum, dalam proses pembuatan kebijakan luar negeri suatu negara, para pengambil kebijakan dipengaruhi oleh faktor politik dalam negeri, kemampuan ekonomi dan militer, dan konteks internasional. Faktor politik dalam negeri sangat menentukan produk kebijakan luar negeri yang dibuat oleh para pembuat kebijakan (decision maker) suatu negara.

Menurut William D. Coplin, hubungan antara para pengambil keputusan politik luar negeri dengan aktor-aktor politik dalam negeri adalah hubungan untuk mempengaruhi perilaku politik luar negeri mereka. Adapun aktor-aktor politik tersebut meliputi birokrasi, partai politik, kelompok kepentingan, organisasi masa,

Politik Dalam Negeri

Pengambilan Keputusan

Kemampuan Ekonomi dan Militer

Tindakan Politik Luar Negeri

Konteks Internasional


(32)

dll yang disebut dengan “policy influencers” (yang mempengaruhi kebijakan) (Coplin, 2003 : 30).

2.4 Konflik dalam Studi dalam Hubungan Internasional

Konflik diartikan sebagai suatu proses sosial antara dua orang atau lebih (kelompok) dimana salah satu pihak berusaha menyingkirkan pihak lain dengan menghancurkannya atau membuatnya tidak berdaya. Konflik dilatarbelakangi oleh perbedaan ciri-ciri yang dibawa individu dalam suatu interaksi. Perbedaan-perbedaan tersebut diantaranya adalah menyangkut cirri fisik, kepandaian, pengetahuan, adat istiadat, keyakinan dan lain sebagainya. Konflik merupakan serangkaian interaksi perselisihan yang mengandung unsure kekerasan. Dalam konflik ada pihak yang berkepentingan (parties), masalah, ketegangan dan tindakan. Konflik mengandung tingkatkerugian yang besar, melibatkan seluruh masyarakat.

Menurut Holsti :

Konflik merupakan suatu kekacauan yang teroganisir yang muncul dari sebuah kombinasi khusus pihak-pihak ataupun sikap-sikap permusuhan dan beberapa bentuk tindakan militer dan diplomatik tertentu (Holsti, 2008 : 73).

Sementara dalam bukunya Conflict Resolution, Schellengberg memberikan definisi konflik sebagai perbedaan antara individu dan kelompok atas dasar kompetisi kepentingan, perbedaan identitas atau sikap (Schellengberg, 2006: 8).

Lebih lanjut, Schellengberg membagi konflik menjadi dua jenis, yakni konflik dalam Skala Makro dan Konlfik dalam skala Mikro. Perbedaan antara


(33)

28

makro dan mikro adalah besar kecilnya konflik seperti Perang dan Revolusi termasuk konflik makro, sedangkan konflik didalam kelompok kecil atau pertengkaran antar tetangga tergolong konflik mikro.

Adapun akar-akar konflik adalah sebagai berikut :

1. Perbedaan antar individu, terjadi karena adanya perbedaan dan perasaan yang melahirkan bentrokan antara mereka

2. Perbedaan kebudayaan, terjadi karena adaperbedaan kepribadian antara kelompok yang berasal dari budaya yang berbeda

3. Perbedaan kepentingan, terjadi karena ada perbedaan kepentingan ekonomi, politik, sosial dan sebagainya antar individu maupun kelompok 4. Perubahan sosial, perubahan sosial yangberlangsung dengan cepat untuk

sementara waktu akan mengubah nilai-nilai yang ada dalam masyarakat dan hal tersebut menyebabkan terjadinya golongan-golongan yang pada akhirnya memicu konflik.

Holsti juga mengatakan bahwa terdapat enam tipe utama sumber konflik yang dihadapi oleh setiap negara yang dapat diidentifikasikan yaitu :

1. Konflik wilayah terbatas. Merupakan konflik yang terjadi karena terdapat pandangan yang tidak cocok dengan acuan pada pemilikan suatu bagian khusus wilayah atau pada hak-hak yang dinikmati oleh suatu negara didekat wilayah negara lain

2. Konflik yang berkaitan dengan komposisi pemerintah. Tipe konflik mengandung muatan ideologis yang kuat, maksudnya bahwa menjatuhkan


(34)

suatu rezim dan sebagai gantinya mendirikan suatu pemerintahan yang cenderung lebih menguntungkan pihak yang melakukan intervensi

3. Konflik kehormatan nasional. Pemerintah melakukan ancaman atau bertindak untuk membersihkan pelanggaran tertentu yang telah diduga 4. Imperialism regional. Terjadi tindakan suatu pemerintah berusaha

menghancurkan kemerdekaan negara lain, biasanya dilakukan demi suatu kombinasi tujuan ideologis, keamanan dan perdagangan

5. Konflik pembebasan atau perang revolusioner yang dilakukan oleh suatu negara untuk membebaskan rakyat negara lain, biasanya karena alasan etnis atau ideologis

6. Konflik yang timbul dari tujuan satu pemerintah untuk mempersatukan suatu negara yang terpecah (Holsti, 2008 : 74).

Terdapat empat perspektif dalam melihat sebuah konflik, yakni :

1. Teori Karakteristik Individu, yang melihat konflik sosial sebagai sebuah sifat alami yang dimiliki individu

2. Teori Proses Sosial, yang melihat Konflik sebagai bagian dari proses interaksi sosial antara individu atau kelompok dan mencari generalisasi tentang pola- pola didalam proses tersebut

3. Teori Struktur Sosial, melihat konflik sebagai produk dari struktur sosial yang dibentuk

4. Teori Formal, melihat konflik sosial berdasarkan logika dan matematis (Schellengberg, 2006 : 13)


(35)

30

Konflik dapat berlanjut selama beberapa dekade, tetapi biasanya tindakan permusuhan yang datangnya secara tiba-tiba dan tidak diharapkan oleh suatu pihak akan meningkatkan ketegangan dan dirasakan sebagai ancaman sampai batas waktu tertentu memaksa para pembuat keputusan untuk memilih antara alternatif ekstrim, termasuk melakukan perang atau menyerah.

Berdasarkan perspektif politik global, seperti yang ditulis oleh Peter Wallensteen dalam bukunya Understanding Conflict Resolution : War, Peace and the Global System terdapat tiga tipe konflik internasional:

1. Konflik internal (intra-state conflict/internal conflict), yang memiliki dimensi secara internasional

2. Konflik antar Negara (interstate conflict/ international conflict)

3. Konflik yang berkaitan dengan pembentukan Negara (State formation conflict) (Wallensteen, 2002 : 8).

2.4.1 Konflik Internal (Intra-state conflict/internal conflict) Michael E. Brown melihat Konflik Internal sebagai :

Kekerasan atau pertikaian politik yang penyebab utamanya karena faktor domestik ketimbang faktor sistemik dimana pertikaian itu melibatkan kekerasan dengan penggunaan senjata yang terjadi didalam sebuah Negara (Jemadu, 2008 : 186 – 187)

Masih menurut Brown, dalam bukunya The International Dimension of Internal Conflict seperti yang dikutip oleh Jemadu, ia mengatakan bahwa memahami konflik internal sangatlah penting karena sering melibatkan Negara-negara tetangga sehingga bisa menimbulkan konflik perbatasan. Pengungsi yang menyeberang ke wilayah Negara tetangga atau pemberontak yang mencari


(36)

perlindungan ke Negara yang berbatasan langsung menimbulkan masalah baru yang tidak mudah untuk diselesaikan karena tidak hanya bernuansa politik tetapi juga ekonomi, etnis, budaya dan keagamaan. Bahkan masalah pelanggaran perbatasan ini bisa memicu konflik bersenjata antar Negara yang bertetangga. Selain itu, konflik internal juga sering mengundang perhatian dan campur tangan dari Negara-negara besar yang terancam kepentingannya dan organisasi internasional (Jemadu, 2008 : 188 – 189).

a. Sebab-sebab Konflik Internal

Ada empat prakondisi yang mengarah pada terjadinya konflik, yaitu : 1. Communal content, dalam kaitan dengan pra-kondisi ini yang menjadi

pemicu konflik adalah hubungan yang tidak harmonis antar kelompok identitas seperti suku, agama, budaya tertentu dengan Negara. Negara cenderung tidak mengakui eksistensi kelompok identitas tersebut dan bahkan berusaha mengeliminasinya demi kepentingan eksistensi dan keutuhan Negara. Akibatnya terjadi alienasi terhadap kelompok identitas tertentu dan mendorong para anggotanya untuk melakukan perlawanan terhadap kekuasaan Negara atau lembaga-lembaga yang merepresentasikannya.

2. Deprivation process, kondisi ini dikaitkan dengan kenyataan bahwa pemerintah telah gagal dalam memenuhi kebutuhan dasar kemanusiaan sehinga terjadi proses pemiskinan secara sistematis. Proses deprivation

secara ekonomi telah menciptakan kantong-kantong kemiskinan sementara kekuatan ekonmi dan politik dari pusat menikmati surplus


(37)

32

ekonomi sebagai hasil eksploitasi sumber daya alam didaerah-dareah yang dilanda konflik.

3. Governance characteristic, pemerintah yang otoriter dan mengabaikan aspirasi dari akar rumput. Penekanan pada stabilitas politik dan keamanan secara kaku telah mengabaikan hak sipil dan politik dari kelompok etnis tertentu sehingga mereka memendam rasa tidak puas dan frustasi yang mendalam. Dalam hal ini pemerintah pusat meyakini asumsi bahwa kekuasaan yang terpusat menjamin control yang efektif atas masyarakat.

4. International linkages, kelompok pra-kondisi yang berkaitan dengan poin ini adalah sistem ketergantungan yang terjadi antar suatu Negara dengan sistem ekonomi global dimana pemerintah mengeluarkan kebijakan yang lebih memihak kekuatan modal asing daripada kepentingan penduduk lokal. Dalam konteks ini, Negara menjadi bagian dari konspirasi global yang didukung oleh kekuatan politik dan militer global yang sulit untuk digugat dominasinya oleh penduduk lokal (Miall, 2009 : 72 – 75).

Berikut adalah tabel sebab-sebab utama dan sebab-sebab pemicu Konflik Internal menurut Michael E. Brown :


(38)

Tabel 2.4.1 Tabel Sebab-sebab Pemicu Konflik Internal Sebab-sebab utama (Underlying Causes) Sebab-sebab Pemicu (Proximate Causes)

Faktor-faktor Struktural Negara yang lemah

Kekahwatiran tentang keamanan internal

Geografis etnis

Faktor-faktor Struktural Negara yang sedang runtuh/gagal Perubahan perimbangan kekuatan militer

Perubahan pola-pola demografis

Faktor-faktor Politik

Lembaga politik yang diskriminatif Ideologi Nasional yang eksklusif Politik antar-kelompok Politik Elit

Faktor-faktor Politik Transisi politik

Ideology eksklusif yang semakin berpengaruh

Persaingan antar kelompok yang semakin tajam

Pertarungan kepemimpinan yang semakin tajam

Faktor Ekonomi/Sosial Masalah Ekonomi

Sistem Ekonomi yang diskriminatif Pembangunan ekonomi dan modernisasi

Faktor Ekonomi/Sosial

Masalah ekonomi yang makin parah Ketimpangan ekonomi yang makin lebar

Pembangunan ekonomi dan modernisasi yang cepat

Faktor Sosial Budaya Pola diskriminasi budaya Sejarah kelompok yang bermasalah

Faktor Sosial Budaya

Pola diskriminasi budaya yang semakin kuat

Penghinaan etnis dan propaganda

(Brown, 2006 : 577)

2.4.2 Konflik antar Negara (Inter-state Conflict/international Conflict) Ada lima sumber utama konflik antar Negara :

1. Sifat Alami Manusia (Human Nature)

2. Keterbatasan dalam memahami fenomena alam secara keseluruhan (Perceptual Limitation)

3. Kemiskinan dan Disparitas Kemakmuran (Poverty and Disparities in Wealth)

4. Struktur Internal Negara (The Internal Structure of States)

5. Sistem Internasional yang Anarki (The System International itself) Tipologi konflik internasional, antara lain :


(39)

34

1. Krisis Internasional (international crisis), krisis yang dimaksud disini seperti adanya hal-hal prinsipil aktor internasional yang sedang terancam, waktu yang sempit sebelum sebuah aksi dieksekusi, sebuah situasi dimana sebagian besar pihak tidak dalam posisi antisipasi, dan sebuah situasi dimana konflik yang diperkirakan terjadi ternyata tidak terwujud.

2. Konflik berintensitas rendah (Low-Intensity Conflict), krisis bisa dengan cepat berubah menjadi konflik skala rendah. Konflik skala rendah diukur pada frekuensi atau tingkat kekerasan yang ditimbulkannya.

3. Terorisme (Terrorism), terorisme dalam tataran internasional sangat mudah dijumpai karena beberapa alasan. Diantaranya adalah penyebaran senjata yang memungkinkan seseorang untuk mendapatkannya. Kedua, adalah semakin interdependensinya Negara-negara dalam berbagai aspek yang menghubungkan seseorang dengan lainnya. Teroris menggunakan situasi ini untuk melakukan aksinya dengan harapan akan memberi tekanan bagi para penguasa untuk memenuhi tujuan-tujuannya. Ketiga, kegagalan consensus tentang masa depan komunitas internasional memungkinkan bertumbuhnya paham terorisme. Keempat, penyebab utama adalah revolusi komunikasi. Dengan kemajuan komunikasi yang mengglobal, dampak dari aksi terorisme adalah juga mengglobal.

4. Perang Sipil dan Revolusi (Civil War and Revolution)

Secara umum, Perang Sipil adalah konflik didalam sebuah Negara antar dua atau kelompok yang berperang karena ketidaksepakatan atas masa depan Negara. Biasanya, kelompok yang satu diwakili oleh aktor


(40)

non-negara dan yang lain merupakan aktor Negara. Perang Sipil sering memiliki dimensi internasional karena tidak jarang mendapat dukungan dari luar atau karena aktor eksternal berkepentingan dengan hasil perang tersebut. Peraang Sipil tidak jarang pula mengarah kepada sebuah Revolusi.

5. Perang Internasional (International War), merupakan konflik antara Negara-negara yang dijalankan oleh angkatan bersenjata mereka (Allyn & Bacon, 2007 : 498 – 509).

2.5 Kelompok Pemberontak (Insurgent Group) dalam Studi Hubungan Internasional

Perang terbagi ke dalam dua tipe, yakni perang reguler dan perang ireguler. Perang reguler adalah perang simetris antar aktor Negara. Sementara, perang ireguler merupakan perang asimetris yang melibatkan aktor Negara dengan aktor non-negara (Gray, 2007 : 245). Perang asimetris bagi banyak praktisi militer dan kaum akademik merupakan bentuk perang modern yang paling sering terjadi paska Perang Dingin.

Baik pemimpin sipil maupun militer memprediksi bahwa sebagian besar bentuk konflik modern akan jatuh pada sepktrum konflik skala rendah. Salah satu bentuk kompleks perang adalah mengkonter sebuah aksi pemberontakan (Insurgency) yang biasanya dilakukan oleh kelompok pemberontak (Insurgent Group) dan pencegahannya dengan edukasi dan pelatihan agar sukses dalam sebuah tipe operasi.


(41)

36

2.5.1 Kelompok Pemberontak (Insurgent Group)

Kelompok Pemberontak merupakan kelompok yang biasanya muncul dalam sebuah negara yang sistem politiknya tidak bisa mengakomodasi kepentingan berbagai pihak yang berada didalamnya. Kelompok yang tidak merasa puas ini akhirnya mencari jalan diluar aturan atau hukum yang berlaku guna mengekspresikan ketidakpuasan dan tuntutan mereka kepada otoritas resmi. Mereka inilah yang biasanya memicu lahirnya konflik internal yang asimetris dan biasanya berlarut-larut.

Dalam Konvensi Jenewa, Pemberontak di definisikan sebagai : Sekelompok orang yang berasal dari anggota militan dan anggota sukarela dari kesatuan, termasuk mereka yang mengorganisasi gerakan pembangkan, milik sebuah Partai untuk melakukan konflik yang daerah operasinya bisa didalam atau diluar teritori mereka (Konvensi Jenewa ke III : artikel 3)

Sementara itu, Departemen Pertahanan Amerika Serikat mendefinisikan Pemberontak sebagai sebuah gerakan teroganisir yang ditujukan untuk menggulingkan pemerintah resmi melalui penggunaan subversi dan konflik bersenjata (DOD : 2007, www.defense.gov, diakses pada tanggal 15 Juni 2011).

Sedangkan menurut Oxford English Dictionary, Pemberontak didefinisikan sebagai :

Seseorang atau kelompok yang bangkit melawan otortitas resmi, dimana seorang pemberontak (rebel) itu sendiri bukan dikategorikan sebagai pihak yang sedang berperang (belligerent) (1989).

Definisi lain dari Pemberontak juga adalah sebuah gerakan yang bermotif politik dengan tujuan spesifik (TS : 2008, www.terrorism-research.com, diakses pada tanggal 7 Juli 2011).


(42)

Ketika aksi pemberontakan biasanya diartikan sebagai gerakan melawan hukum berdasarkan aturan hukum yang berlaku disuatu teritori, maka istilah tersebut berkonotasi netral. Tetapi, ketika istilah itu digunakan oleh Negara atau otoritas lain dibawah sebuah ancaman, pemberontak itu berkonotasi negatif karena keberadaannya tidak legal. Sebuah pemberontak belum tentu dikategorikan sebagai pihak-pihak yang sedang berperang (belligerent group).

Belligerent group merupakan status politik yang secara resmi diakui oleh hukum internasional yang sama statusnya dengan negara. Belligeremt Group

merupakan terminologi yang diakui dalam hokum Perang Internasional yng biasanya di tujukan kepada pihak-pihak yng sedang berperang. Pada umumnya, status ini dilekatkan kepada Negara-negara yang sedang terlibat perang. Karena diatur dalam hukum internsional, maka Belligerent Group memiliki hak kewajiban yang dijamin secara hokum internasional pula, sehingga konflik yang terjadi bukan merupakan sebuah tindakan melawan hukum, sementara Insurgent Group sudah pasti merupakan tindakan kriminal karena keberadaannya ilegal dalam hukum positif maupun hukum internasional.

Robert R. Tomes mengidentifikasi empat elemen yang secara tipikal mencakup sebuah pemberontakan :

1. Jaringan yang yang menjaga Kerahasiaan (cell-networks that maintain secrecy)

2. Terorisme yang biasanya menebar rasa tidak aman diantara populasi dan membawa mereka kepada gerakan perlindungan (terrorism used to foster


(43)

38

insecurity among the population and drive them to the movement for protection)

3. Beraneka segi usaha untuk menarik dukungan dalam masyarakat umum, sering mealui perongrongan terhadap rezim baru (multifaceted attempts to cultivate support in the general population, often by undermining the new regime)

4. Penyerangan melawan Pemerintah (attacks against the government) (Cordesman : 2007, www.csis.org, diakses pada tanggal 5 Juli 2011). Berikut adalah tabel Bentuk dan Tipe Pemberontakan :

(Sumber : Nyeberg : 2001, www.globalsecurity.org, diakses pada tanggal 17 Juni 2011)

Gambar 2.5.1 Bentuk dan Tipe Pemberontakan

Bentuk pemberontakan terbagi dua, yakni yang menggunakan senjata (Armed Forces) dan yang tidak menggunakan Senjata (Non-Armed Forces). Pemberontak yang menggunakan senjata biasanya mengeksekusi aksi-aksinya dengan dua cara yaitu cara-cara Teroris atau Gerilya.

Cara-cara Teroris adalah serangkaian aksi kekerasan yang dieksekusi dengan tujuan untuk menebar rasa takut di masyarakat umum (Gray, 2007 : 256).


(44)

Dengan demikian, biasanya kelompok pemberontak yang dikategorikan sebagai Teroris menggunakan aksi-aksinya di pusat-pusat keramaian publik melalui sebuah aksi peledakkan bom, yang dapat menebar rasa takut khayalak umum.

Sementara Gerilya adalah bentuk tak-tik perang irregular yang mengacu pada konflik dimana sekelompok kecil gerilyawan, namun tidak terbatas pada anggota militan saja tetapi juga sipil bersenjata yng menggunakan tak-tik militer, seperti penyergapan, sabotase, serangan, elemen kejutan dan mobilitas yang tinggi untuk mengelabui tentara dalam jumlah besar yang pergerakannya kurang atau untuk menyerang target-target rawan dengan cepat dan menghilang dengan secepat mungkin.

Sedangkan tipe pemberontak non senjata (Non-Armed Forces) biasanya adalah dengan melakukan sebuah pembangkangan sipil (civil Resistance). Pembangkangan Sipil dapat diartikan sebagai aksi politik yang menggunakan cara-cara non-kekerasan oleh kelompok-kelompok sipil untuk menentang sebuah kekuasan tertentu, pasukan, kebijakan atau sebuah rezim.

Gerakan pemberontakan muncul dalam sebuah momentum dimana mereka terlibat. Biasanya gerakan ini muncul sebagai penyebab dari sebuah kerusuhan yang sedang terjadi dengan aspirasi baru untuk menuntut sebuah perubahan, sehingga cara-cara pemberontak di bangun dan diadaptasi sesuai kebutuhan momen saat itu (Nyeberg : 2001, www.globalsecurity.org, diakses pada tanggal 17 Juni 2011) .

Aksi-aksi yang dilakukan oleh kelompok pemberontakan biasanya melahirkan konflik vertikal. Selama konflik vertikal ini masih bisa ditangani oleh


(45)

40

pemerintah sebuah Negara, maka konflik tersebut merupakan konflik internal yang lingkupnya nasional atau urusan dalam negeri Negara itu. Kelompok pemberontak itu juga masih tetap dianggap sebagai pelaku kriminal yang melawan hukum positif Negara tersebut. Namun, ketika konflik vertikal itu telah meluas hingga keluar batas teritori sebuah Negara dan mengganggu keamanan Negara tetangga, maka konflik internal yang tadinya merupakan urusan dalam negeri, kini telah memiliki dimensi internasionalnya. Ketidakmampuan pemerintah dalam menangani sebuah gerakan kelompok pemberontakan ini juga akan berimbas kepada status kelompok pemberontak tersebut. Ketika sebuah kelompok pemberontak telah mampu menguasai sebagian wilayah dalam satu Negara dan menerapkan aturannya disitu, secara teoritis maka kelompok pemberontak tersebut bisa dikategorikan sebagai Belligerent Group. Sebuah status yang secara eksklusif dimiliki oleh subjek hukum internasional yang memiliki hak dan kewajiban dibawah hukum internasional pula. Hal ini akan berimbas pada perlakuan hukum yang diterima kepada kelompok pemberontak tersebut. Sebuah kelompok pemberontak yang sudah dikategorikan sebagai Belligeren Group tidak lagi berada dibawah hukum positif sebuah Negara yang membuat ia bebas dari segala tuntutan hukum positif Negara dimana ia berada akibat aksi-aksinya. Karena setiap aksinya dianggap sebagai tindakan pembelaan diri dibawah hukum internasional.

2.5.2 Pihak-pihak yang sedang Berperang (Belligerent Group)

Belligerency adalah terminologi yang biasa digunakan dalam hukum internasional untuk mengindikasikan status dua atau lebih entitas, yang pada


(46)

umumnya adalah Negara-negara berdaulat yang terlibat dalam sebuah perang. Karena status konfliknya adalah perang, maka kondisi itu diatur didalam hukum Internsional, Piagam PBB Artikel 51 (Bruce : 2002, http://www.law.yale.edu, diakses pad tanggl 7 Juli 2011). Artikel 51 Piagam PBB menjamin hak Belligerent Group untuk mempertahankan diri, termasuk pertahanan diri kolektif untuk melawan sebuah serangan bersenjata.

“Tidak ada dalam Piagam ini akan merugikan hak yang melekat pada individu atau kolektif membela diri jika serangan bersenjata terjadi terhadap anggota PBB, sampai Dewan Keamanan sudah mengambil langkah-langkah yang diperlukan untuk memelihara perdamaian dan keamann internasional. Tindakan yang diambil oleh anggota dalam pelaksanaan hak untuk membela diri harus segera dilaporkan kepada Dewan Keamanan dan tidak dengan cara apapun mempengaruhi wewenang dan tanggung jawab Dewan Keamanan menurut Piagam ini untuk mengambil setiap saat tindakan seperti itu kalau dianggap perlu untuk memelihara atau memulihkan perdamaian dan keamanan internasional”. (Artikel 51 Piagam PBB). Artikel ini pernah di gunakan oleh AS untuk melegalkan dukungannya

terhadap legalitas Perang Vietnam. Menurut AS,” Sekalipun Vietnam Selatan

bukanlah sebuah Negara Berdaulat atau anggota PBB, dia tetap bisa menggunakan hak untuk mempertahankan diri (Self-Defense) dan AS bermaksud untuk berpartisipasi dalam pertahanan kolektif seperti yang dimaksudkan didalam Artikel 51 Piagam PBB (Ferencz : 2004, http://web.archive.org, diakses pada tanggal 7 Juli 2011).

Sebuah Negara yang sedang berperang bisa saja ada diantara satu atau lebih Negara berdaulat di satu sisi dan kelompok pemberontak disisi lain, jika kelompot tersebut diakui sebagai Pihak-pihak yang sedang berperang (Belligerent Group). Jika ada sebuah pemberontakan (Rebellion) melawan sebuah otoritas


(47)

42

resmi seperti Negara dan mereka yang mengambil bagian dalam pemberontakan itu tidak diakui sebagai Belligerent Group maka kelompok itu dikategorikan sebagai sebuah Pemberontakan (Insurgency) (Oxford English Dictionary : 1989).

Berdasarkan sejarah, kelompok pemberontak berusaha untuk menggulingkan sebuah pemerintahan yang sah atau untuk memisahkan diri dari sebuah Negara dengan mencari pengkuan sebagai Pihak-Pihak yang sedang Berperang (Belligerent Group), sebuah status yang hanya bisa dimiliki oleh sebuah Negara merdeka sehingga konflik yang terjadi bisa di bawa ke ranah internsional berdasarkan hukum Humaniter Internasional Pasal Umum 3 Konvensi Jenewa tahun 1949 dan Protokol Tambahan II.

Sebuah kelompok pemberontak mendapatkan status Belligerent ketika : 1. Ia dapat mengontrol wilayah kekuasaannya didalam Negara dimana ia

melakukan pemberontak

2. Kelompok pemberontak mendeklarasikan Independensinya

3. Dan jika tujuannya adalah pemisahan diri, kelompok tersebut haruslah memiliki dan mengorganisasi sebuah angkatan bersenjatanya. Secara prinsip, kelompok bersenjata itu haruslah melakukan permusuhan secara keseluruhan dengan pemerintah dan pemerintah dianggap juga sebagai

Belligerent Group (Allinson & Goldman : 2011, www.crimesofwar.org, diakses pda tanggal 23 Juli 2011).

Sumber lain yang isinya sama dengan diatas, agar sebuah kelompok pemberontak (Insurgent Group) bisa diakui sebagai Pihak-pihak yang sedang Berperang (Belligerent Group) ada beberapa prasyarat yang harus dipenuhi oleh


(48)

kelompok pemberontak tersebut. Diantaranya adalah mereka telah mampu menciptakan sebuah eksistensi politik yang terpisah serta mampu menjaga tatanan didalam wilayah kekuasaan mereka dan dihormati di luar negeri (Encyclopedia of New American Nation : 2005, www.americanforeignrelations.com, diakses pada 23 Juli 2011).

Bagaimanpun juga, dalam beberapa tahun belakangan ini pemerintah telah menolak untuk memberikan pengkuan kepada kelompok-kelompok Pemberontak yang melawan mereka. Pemerintah enggan untuk mengakui bahwa mereka telah kehilangan kontrol yang efektif dari wilayah mereka serta tidak ingin memberikan

legal standing untuk kelompok pemberontak. Penolakan ini memiliki konsekuensi hukum dan kemanusiaan yang serius. Tanpa status berperang, pemerintah tidak akan terikat dengan dengan hukum Humaniter Internasional yang mengatur tentang perang sehingga hal ini seringkali membuka jalan bagi insiden kemanusiaan yang sangat memprihatinkan (Allinson & Goldman : 2011, www.crimesofwar.org, diakses pda tanggal 23 Juli 2011).

2.6 Teori Intervensi

Intervensi mengacu kepada aksi kekuatan eksternal yang mempengaruhi urusan dalam negeri Negara lain. Beberapa analis bahkan menggunakan terminologi yang agak sempit dalam mendefinisikan intervensi sebagai sebuah interferensi yang bersifat paksa didalam sebuah urusan domestik Negara lain. Definisi ini memiliki spektrum pengaruh yang terbentang dari level low coercion


(49)

44

ke high coercion dengan rentang Local Responsible yang berkisar dari rendah hingga yang tinggi.

(Nye, 2003 : 133)

Gambar 2.6 Koordinat Derajat Intervensi

Melalui sebuah intervensi, kedaulatan suatu negara di usik. Kedaulatan secara sederhana didefinisikan sebagai supremasi legal atas sebuah teritori. Akan tetapi, ada perbedaan antara kedaulatan legal dan kontrol secara de facto. Secara resmi, kedaulatan sebuah Negara adalah absolute, dimana pemerintah memiliki otoritas didalam teritorinya. Jika sebuah pemerintah menandatangani sebuah perjanjian dengan Negara lain, maka Negara tersebut akan memberi pengaruh didalam wilayah teritorinya. Namun, hal ini dianggap sebagai suatu perjanjian terbatas ketimbang dilihat sebagai invasi kedaulatan.

Intervensi pada kenyataannya tidak hanya dapat membahayakan kedaulatan sebuah Negara, malahan dapat meningkatkan kemandirian sebuah Negara yang diintervensi. Beberapa Negara miskin mungkin memiliki kontrol

Military Invasion Limited

military action Blockade

Speech

Broadcast

Economic aid

Military advisors

Support Opposition


(50)

yang lemah secara de facto atas teritorinya, akan tetapi dengan intervensi Negara lain yang memberikan bantuan militer dan ekonomi, di kemudian hari justru akan meningkatkan kemampuan Negara lemah tersebut dan menjadikannya lebih mandiri.

Dalam perspektif realis, nilai kunci politik internasional adalah tatanan dan perdamaian. Untuk mencapai itu, dibutuhkan sebuah institusi untuk menjaga keseimbangan kekuatan (balance of power). Oleh karena itu, bagi realis, intervensi dapat dibenarkan ketika hal itu dibutuhkan untuk memelihara keseimbangan kekuatan dan menjaga tatanan yang sudah ada.

Sementara, bagi pandangan Kosmopolitan, nilai utama politik internasional adalah keadilan dan kunci utama institusi internasional adalah masyarakat internasional yang terdiri dari individu-individu. Oleh karena itu, intervensi dibenarkan menurut pandangan ini jika hal itu dilakukan dalam rangka untuk mempromosikan keadilan.

Sedangkan bagi pandangan Negarawan, nilai utama politik internasional adalah otonomi Negara dan masyarakatnya. Institusi kuncinya adalah masyarakat Negara-negara dengan hukum internasional beserta aturan-aturan tertentu yang diperlukan. Dan prinsip utama yang harus dipegang adalah prinsip non-intervensi terhadap teritori kedaulatan Negara lain. Pandangan ini jarang memberikan pembenaran bagi sebuah tindakan intervensi. Perang hanya dibenarkan dalam rangka mempertahankan keutuhan teritori Negara atau untuk mempertahankan kedaulatan suatu Negara dari agresi Negara lain (Nye, 2003 : 132 – 135).


(51)

46 BAB III

OBJEK PENELITIAN

3.1 Gambaran Umum Republik Kolombia dan Republik Bolivarian Venezuela

Kolombia dan Venezuela merupakan dua Negara Amerika Latin yang terletak di sub kawasan Andean, Utara Amerika Selatan. Dulunya kedua Negara ini merupakan provinsi dari Negara Gran Colombia (1819 – 1831). Akibat perang saudara berkepanjangan kedua provinsi ini pecah bersama dengan Panama dan Ekuador masing-masing membentuk Negara berdaulat sendiri.

3.1.1 Republik Kolombia

Republik Kolombia adalah Negara Republik Konstitusional yang terletak di Barat Laut Amerika Selatan. Kolombia berbatasan dengan Venezuela dan Brasil di Timur, Ekuador dan Peru di Selatan, Laut Karibia di Utara, Panama di Barat Laut dan Samudera Pasifik di Barat. Dengan populasi 46 juta jiwa, Kolombia menempati posisi ke 29 dengan jumlah penduduk terbanyak dunia serta kedua terbesar di Amerika Selatan setelah Brasil. Kolombia juga merupakan populasi ketiga terbesar didunia yang berbahasa Spanyol setelah Meksiko dan Spanyol (CIA : 2007, www.worldfactbook.com, diakses pada tanggal 7 Juli).


(52)

a. Sistem Pemerintahan Kolombia

Sistem pemerintahan Kolombia adalah Republik Demokratik representatif Presidensial yang berlaku sejak tahun 1991. Berdasarkan prinsip pemisahan kekuasaan, pemerintah di bagi kedalam tiga cabang yakni, Cabang Eksekutif, Legislatif dan Judikatif.

Kepala eksekutif adalah Presiden Kolombia yang berperan sebagai kepala Negara dan kepala pemerintahan. Di ikuti oleh wakil presiden dan dewan menteri. Presiden dipilih oleh konstituen setiap empat tahun sekali dengan batasan dua periode masa jabatan.

Cabang legislatif terdiri dari Senat dan DPR. 102 kursi Senat dipilih secara nasional dan anggota DPR dipilih di setiap provinsi dan kelompok minoritas. Keanggotaan dua kamar itu di pilih dua bulan sebelum pemilihan presiden, yang juga secara periode empat tahun sekali.

Sementara untuk cabang Yudikatif, dipimpin oleh Mahakamah Agung, yang terdiri 23 Hakim dibagi kedalam tiga kamar (Penal, Sipil serta Pertanian dan Buruh). Cabang Yudikatif juga termasuk Dewan Negara, yang secara khusus bertanggung jawab untuk hukum administratif dan juga menyediakan advokasi khusus kepada Eksekutif. Mahakamah Konstitusi, bertanggung jawab untuk menjamin integritas Konstitusi Kolombia dan Dewan Utama Yudisial, bertanggung jawab untuk mengaudit cabang Yudisial. Kolombia menganut sistem hukum Sipil, yang sejak 2005 telah diaplikasikan melalui sistem Adversarial (Konstitusi Kolombia : 1991, www.cambio.com, diakses pada tanggal 23 Juli 2011)


(1)

CNN, Colombia: Evidence suggests Chávez gave FARC $300M, www.cnn.com, diakses pada tanggal 15 Oktober 2011

CNN. 2006, Chavez: Bush 'devil'; U.S. 'on the way down', dalam www.edition.cnn.com, diakses pada tanggal 23 Juli 2011

CNN. 2008. Venezuela resetting diplomatic ties with Colombia, dalam www.edition.cnn.com, diakses pada tanggal 12 Agustus 2011

Embassy of Colombia. 2002. Democratic Security and Defense Policy, dalam www.colombiaemb.org, diakses pada tanggal 10 Agustus 2011

Editorial, Venezuelan Aid for Colombian FARC Calls for Action, dalam www.washingtonpost.com, diakses pada tanggal 7 Juli 2011

El Correo, "Revelan que Chávez financia a las FARC. Documentos hallados en portátil de Raúl Reyes muestran que aportó U$300 millones y armamento, www.elcorreodigital.com, diakses pada tanggal 28 Januari 2011

El Mundo, "Correa: 'No permitiremos que este hecho quede en la impunidad'" (in Spanish), www.elmundo.com, diakses pada tanggal 28 januari 2011

El Tiempo. 2006, Derrota total de las Farc es el objetivo de la nueva fase de operaciones militares en el sur de país, dalam www.eltiempo.com, diakses pada tanggal 23 Juli 2011

El Tiempo, "Venezuela Especial: En los confines de Colombia" (in Spanish) (PDF), www.eltiempo.com, diakses pada tanggal 15 Oktober 2011

El Tiempo, "Estos son los documentos que involucran a Chávez y a Ecuador con las Farc y que serán mostradas en la OEA" (PDF), www.eltiempo.com, diakses pada tanggal 28 januari 2011

El Tiempo. 2008, Colombia exigió a Venezuela devolver a soldado capturado por la Guardia Nacional de ese país, dalam www.eltiempo.com, diakses pada tanggal 12 Agustus 2011

Faucon, Benoit. 2011. Venezuela Oil Reserves Topped Saudis In 2010 –Opec, dalam ww.atimes.net, diakses pada tanggal 23 Juli 2011

Ferencz, Benjamin B. War Crimes Law And The Vietnam War, The American University Law Review, Volume 17, Number 3, June 1968, dalam http://web.archive.org, diakses pada tanggal 7 Juli 2011


(2)

Forero, Juan. Report Cites Rebels' Wide Use of Mines In Colombia, dalam www. washingtonpost.com, diakses pada tanggal 12 Juni 2011

Gomez, Camillo. La Palabra bajo Fuego, www.planetacolombiana.com, diakses pada tanggal 28 Januari 2011

"Heritage Foundation, Index of Economic Freedom. Colombia, dalam www.heritage.org, diakses pada tanggal 23 Juli 2011

Hugh, Bronstein. "Reuters, Popularity of Colombia's Uribe soars after rescue", dalam www.reuters.com, diakses pada tanggal 23 Juli 2011

Human Rights Watch. 2001. "'International Humanitarian Law and its Application to the Conduct of the FARC-EP- VII. Child Soldiers'" , dalam www.amnesty.org, diakses pada tanggal 15 Maret 2011

ICFA. 2002, Esposa De Gebauer Espera Publicación En Gaceta De Ley De Amnistía, dalam www.eluniversal.com, diakses pada tanggal 23 juli 2011

ICRC. 2006, Colombia News, dalam

http://www.icrc.org/web/eng/siteeng0.nsf/html/colombia-news-010410, diakses pada tanggal 23 Juli 2011

IHT. 2008. "Chávez laments killing of FARC commander", dalam www.internationalheraldetribune.com, diakses pada tanggal 15 Maret 2011

International Trade Centre. Colombia Exports, dalam http://www.intracen.org, diakses pda tanggal 23 Juli 2011

James, Ian, "Venezuela, Ecuador sending troops to border with Colombia after rebel leader killed", www.seattletimes.com, diakses pada tanggal 28 Januari 2011

Kelly, Janet, and Palma, Pedro (2006), "The Syndrome of Economic Decline and the Quest for Change", in McCoy, Jennifer and Myers, David (eds, 2006), The Unraveling of Representative Democracy in Venezuela. Baltimore. Johns Hopkins University Press, dalam http://www.press.jhu.edu, diakses pada tanggl 23 Juli 2011

Koffman, Jeffrey. 2007, Tension, Then Surprise, Chavez Loses Reform Vote, dalam www.abcnews.go.com, diakses pada tanggal 23 Juli 2011

Llevano, Enrique Gaviria, El archipiélago de Los Monjes y las relaciones diplomáticas con Venezuela Historia de una "cesión" territorial cuyas


(3)

consecuencias siguen vigentes, www.banrepucultural.org, diakses pada tanggal 7 Juli 2011

Macbeth, Hampden. 2005, The Not So Odd Couple: Venezuela’s Hugo Chávez

and Cuba’s Fidel Castro, dalam www.venezuelanalysis.com, diakses pada

tanggal 23 Juli 2011

McDermoot, Jeremmy.2008. Chavez ends support of Farc rebels, dalam www.telegraph.co.uk, diakses pada tanggal 12 Agustus 2011

Medina & Guillermo. 2000. Las FARC y su relación con la economía de la coca en el sur de Colombia: Testimonios de Colonos y Guerrilleros, dalam www.l´ordinaire Latino-americain.com, diakses pada tanggal 12 Juni 2011 NPR. 2008, Colombian Rebels Free Two Female Hostages, dalam www.npr.com,

diakses pd tanggal 23 Juli 2011

O’Kefee, Derrick. 2006, Regimes unchanged: Chavez's election win strengthens

alliance with Cuba, dalam www.sevenoaksmg.com, diakses pada tanggal 23 Juli 2011

Otis, Jhon. FARC hostage escapes, has his captor to thank Colombian politician, held eight years, flees with guard, dalam www.chron.com, diakses pada tanggal 17 Juni 2011

Padgett, Tim. 2008. Colombia's Stunning Hostage Rescue, dalam www.time.com, diakses pada tanggal 23 Juli 2011

Pearson, Tamara. Latin America and the Caribbean Approve New Regional Group, Without U.S.. dalam www.venezuelanalysis.com, diakses pada tanggal 15 Oktober 2010

Petras, James. Geopolitics of Plan Colombia, economic and politics weekly, diakses pada tanggal 15 Oktober 2010

Portal del Estado Colombiano. 2011. Colombia, dalam www.gobiernoenlinea.gov.co, diakses pada tanggal 23 Juli 2011

Ramirez, Socorro. 2000. "Colombia – Venezuela: construir canales de comunicación para prevenir el conflicto", dalam www.analitica.com, diakses pada tanggal 12 Agustus 2011

Rebellion. 2008. "Farc-EP confirma muerte de Marulanda a través de un comunicado, dalam www.rebellion.org, diakses pada tanggal 7 Juli 2011


(4)

Reuters. 2008. Colombia rebels not terrorists - Venezuela's Chavez, dalam www.reuters.com, diakses pada tanggal 15 Juni 2011

Rodriguez Graciela & Ferrand. Colombia / United States: Constitutional Court Suspends Military Cooperation Agreement, dalam www.loc.gov, diakses pada tanggal 7 Juli 2011

Sandner, Gerhard. "El conflicto fronterizo en el Golfo de Venezuela". La Biblioteca Luis Ángel Arango del Banco de la República, www.lablaa.org. diakses pada tanggal 15 Oktober 2010

Stephen Lendman, Spinning the News - The FARC-EP Files, Venezuela and Interpol, www.globalresearch.org, diakses pada tanggal 28 januari 2011 Tessieri, Enrique, "Latin America's unresolved border disputes, www.tessieri.net,

diakses pada tanggal 28 januari 2011

The China Post. 2008, FARC hostages send letter to Uribe, dalam www.chinapost.com.tw, diakses pada tanggal 23 Juli 2011

The Economist. 2003. With Us or Against Us?, dalam www.economist.com, diakses pada tanggal 23 Juli 2011

The Economist. 2005, using oil to spread revolution, dalam www.economist.com, diakses pada tanggal 23 Juli 2011

The Telegraph. 2003, Bungle in the jungle, dalam www.telegraph.co.uk, diakses pada tanggal 23 Juli 2011

Torrino, Vicente. Sparks of War? Military Cooperation between Colombia and the US from a Strategic Perspective, dalam www.realinstitutoelcano.org, diakses pada tanggal 7 Juli 2011

Transparency International. 2011, Corruption Perception Index, dalam www.transprency.org, diakses pada tnggl 23 Juli 2011

US Department States. U.S.- Colombia Defense Cooperation Agreement, dalam www.gov.us, diakses pada tanggal 7 Juli 2011

Vieira, Constanza.2008. "Exitosa misión en busca de Clara y Consuelo", dalam www.eltiempo.com, diakses pada tanggal 12 Agustus 2011

VT. 2010. Biogrfias de Venezuela, dalam www.venezuelatuya.com, di akses pd tanggl 23 Juli 2011


(5)

Wibisono. 2009, Kolombia Sita Senjata FARC Yang Dibeli Oleh Venezuela, dalam www.antaranews.com, diakses pada tanggal 23 Juli 2011

Wyss. 2011, FARC files show ties with Venezuela's Chavez and Ecuador's Correa, dalam www.iiss.org, diakses pada tanggal 23 Juli 2011

Zibechi, Raúl. Latin America's Inexorable March Toward 'Autonomy from the Imperial Center', dalam www.worldmeet.us February 26 2010, di akses pada tanggal 15 Oktober 2010)


(6)

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Dibuat Oleh Mahasiswa yang akan mengikuti Ujian Sidang Skripsi :

1. Nama : Edoardo Antonius Andre Mote

2. Tempat dan Tanggal Lahir : Merauke, 18 Januari 1988 3. Nomor Induk Mahasiswa : 44306026

4. Prodi : Ilmu Hubungan Internasional 5. Jenis Kelamin : Laki - Laki

6. Kewarganegaraan : Indonesia

7. Agama : Kristen

8. Alamat : Jl. Yodkali No 5

9. No. Hp : 082116454283

10. Berat Badan : 68 Kg

11. Tinggi Badan : 170 Cm 12. Status Materital : Tidak Kawin 13. Orang Tua :

a. Nama Ayah : Yohanes Mote Pekerjaan : Wiraswasta

Alamat : Jl. Cemara No 26, Kelapa Lima, Merauke b. Nama Ibu : Margaretha Setitit

Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga

Alamat : Jl. Cemara No 26, Kelapa Lima, Merauke