Laporan Praktikum Potensial Osmotik dan
LAPORAN PRAKTIKUM
FISIOLOGI TUMBUHAN
‘POTENSIAL OSMOTIK DAN PLASMOLISIS’
oleh:
KELOMPOK VI
PRODI BIOLOGI
JURUSAN PENDIDIKAN BIOLOGI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA
September, 2014
HALAMAN PENGESAHAN:
PRAKTIKUM POTENSIAL OSMOTIK DAN PLASMOLISIS
oleh:
Kelompok VI
Yogyakarta, 28 September 2014
Nama
Asih Rahayu
Nurul Jannah Yuliani
Rieska Dies Rahmawulan
Setiarti Dwi Rahayu
Linda Indriawati
NIM
13304241009
13304241018
13304241019
13304241031
13304241039
Tanda tangan
Diserahkan pada tanggal …………………………………………………………,
jam ………………………
Mengetahui:
Dosen Pembimbing / Asisten Praktikum
(……………………………………)
POTENSIAL OSMOTIK DAN PLASMOLISIS
I. Tujuan
1. Menemukan fakta tentang gejala plasmolisis
2. Menunjukkan faktor penyebab plasmolisis
3. Mendeskripsikan peristiwa plasmolisis
4. Menunjukkan hubungan antara plasmolisis dengan status potensial osmotic antara
cairan selnya dengan larutan di lingkungannya.
II. Tinjauan Pustaka
Plasmolisis adalah suatu proses lepasnya protoplasma dari dinding sel yang
diakibatkan keluarnya sebagian air dari vakuola (Salisbury and Ross, 1992). Plasmolisis
menunjukkan bahwa sel mengalami sirkulasi keluar masuk suatu zat , artinya suatu zat /
materi bisa keluar dari sel, dan bisa masuk melalui membrannya. Adanya sirkulasi ini
bisa menjelaskan bahwa sel tidak diam, tetapi dinamis dengan lingkungannya, jika
memerlukan materi dari luar maka ia harus mengambil materi itu dengan segala cara,
yaitu mengatur tekanan agar terjadi perbedaan tekanan sehingga materi dari luar itu bisa
masuk.
Jika sel dimasukan ke dalam larutan gula, maka arah gerak air ditentukan oleh
perbedaan nilai potensial air larutan dengan nilainya di dalam sel. Jika potensial larutan
lebih tinggi, air akan bergerak dari luar ke potensial air yang lebih rendah yaitu dalam sel,
bila potensial larutan lebih rendah maka yang terjadi sebaliknya, artinya sel akan
kehilangan air. Apabila kehilangan air itu cukup besar, maka ada kemungkinan bahwa
volume sel akan menurun demikian besarnya sehingga tidak dapat mengisi seluruh
ruangan yang dibentuk oleh dinding sel. Plasmolisis merupakan keadaan membran dan
sitoplasma akan terlepas dari dinding sel . Sel daun Rhoeo discolor yang dimasukan ke
dalam larutan sukrosa mengalami plasmolisis. Semakin tinggi konsentrasi larutan maka
semakin banyak sel yang mengalami plasmolisis (Tjitrosomo, 1987).
Proses plasmolisis dapat diketahui dengan membran protoplasma dan sifat
permeabelnya. Permeabilitas dinding sel terhadap larutan gula diperlihatkan oleh sel-sel
yang terplasmolisis. Jika pada mikroskop akan tampak di tepi gelembung yang berwarna
kebiru-biruan berarti ruang bening diantara dinding dengan protoplas diisi udara. Jika
isinya air murni maka sel tidak akan mengalami plasmolisis.
Molekul gula dapat berdifusi melalui benang-benang protoplasma yang
menembus lubang-lubang kecil pada dinding sel.Benang-benang tersebut dikenal dengan
sebutan plasmolema, dimana diameternya lebih besar daripada molekul tertentu sehingga
molekul gula dapat masuk dengan mudah (Salisbury, 1995).
Keadaan volume vakuola dapat untuk menahan protoplasma agar tetap menempel
pada dinding sel sehingga kehilangan sedikit air saja akan berakibat lepasnya
protoplasma dari dinding sel. Peristiwa plasmolisis seperti ini disebut plasmolisis
insipien. Plasmolisis insipien terjadi pada jaringan yang separuh jumlah selnya
mengalami plasmolisis. Hal ini terjadi karena tekanan di dalam sel = 0. Potensial osmotik
larutan penyebab plasmolisis insipien setara dengan potensial osmotik di dalam sel
setelah keseimbangan dengan larutan tercapai (Salisbury and Ross, 1992).
Dalam sel tumbuhan ada tiga faktor yang menetukan nilai potensial airnya, yaitu
matriks sel, larutan dalam vakuola dan tekanan hidrostatik dalam isi sel. Hal ini
menyebabkan potensial air dalam sel tumbuhan dapat dibagi menjadi 3 komponen yaitu
potensial matriks, potensial osmotik dan potensial tekanan.
Sel yang isinya air murni tidak mengalami plasmolisis. Jika suatu sel dimasukan
ke dalam air murni, maka struktur sel itu terdapat potensial air yang nilainya tinggi (= 0),
sedangkan di dalam sel terdapat nilai potensial air yang lebih rendah (negatif). Hal ini
menyebabkan air akan bergerak dari luar sel masuk ke dalam sel sampai tercapai keadaan
setimbang. Osmosis pada hakekatnya adalah suatu proses difusi. Secara sederhana dapat
dikatakan bahwa osmosis adalah difusi air melaui selaput yang permeabel secara
differensial dari suatu tempat berkonsentrasi tinggi ke tempat berkonsentrasi rendah.
Tekanan yang terjadi karena difusi molekul air disebut tekanan osmosis. Makin besar
terjadinya osmosis maka makin besar pula tekanan osmosisnya (Tjitrosomo, 1987).
Proses osmosis akan berhenti jika kecepatan desakan keluar air seimbang dengan
masuknya air yang disebabkan oleh perbedaan konsentrasi (Kimball, 1983).
Komponen potensial air pada tumbuhan terdiri atas potennsial osmosis (solut) dan
potensial turgor (tekanan). Dengan adanya potensial osmosis cairan sel, air murni
cenderung memasuki sel. Sebaliknya potensial turgor di dalam sel mengakibatkan air
meninggalkan sel. Pengaturan potensial osmosis dapat dilakukan jika potensial turgornya
sama dengan nol yang terjadi saat sel mengalami plasmolisis. Nilai potensial osmotik
dalam tumbuhan dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain : tekanan, suhu, adanya
partikel-partikel bahan terlarut yang larut di dalamnya, matrik sel, larutan dalam vakuola
dan tekanan hidrostatik dalam isi sel.
Nilai potensial osmotik akan meningkat jika tekanan yang diberikan juga semakin
besar. Suhu berpengaruh terhadap potensial osmotik yaitu semakin tinggi suhunya maka
nilai potensial osmotiknya semakin turun (semakin negatif) dan konsentrasi partikelpartikel terlarut semakin tinggi maka nilai potensial osmotiknya semakin rendah.
Potensial air murni pada tekanan atmosfer dan suhu yang sama dengan larutan tersebut
sama dengan nol, maka potensial air suatu larutan air pada tekanan atmosfer bernilai
negatif (Salisbury dan Ross, 1992).
III. Metode Praktikum
a. Tempat dan Waktu Praktikum
Tempat Praktikum
: Laboratorium Biokimia
Waktu Praktikum
:
Hari dan tanggal
: Selasa, 23 September 2014
Pukul
: 11.00 – 13.00 WIB
b. Alat dan Bahan
1. Mikroskop
2. Gelas benda & penutup
3. Cawan petri
4. Larutan sukrosa ( 0,16 M ; 0,22 M ; 0,24 M dan 0,26 M )
5. Air
6. Daun Rhoe discolor
7. Silet
8. Larutan NaCl
9. Pipet tetes
c. Prosedur
1. Merendam sayatan epidermis permukaan bawah daun Rhoe discolor dengan
larutan sukrosa ( 0,16 M dan 0,26 M ) selama 20 menit
Menyiapkan 2 cawan petri yang berisi larutan sukrosa 0,16 M dan 0,26 M
Membuat beberapa sayatan epidermis permukaan bawah daun Rhoe
discolor
Meletakkan masing-masing sayatan di atas gelas benda kemudian
menetesi dengan larutan sukrosa masing-masing 0,16 M dan 0,26 M.
Membiarkan selama 20 menit, setelah itu masing-masing gelas benda di
tutup dengan gelas penutup dan diamati di bawah mikroskop
Menghitung sel yang terplasmolisis dan sel yang tidak terplasmolisis pada
\\ bidang pandang
ke 2 variasi larutan sukrosa dalam satu
2. Menetesi sayatan epidermis permukaan bawah daun Rhoe discolor dengan
larutan sukrosa ( 0,22 M ; 0,24 M ; 0,26 M ) dan larutan NaCl
Menyiapkan 4 sayatan epidermis permukaan bawah daun Rhoe discolor.
Meletakkan masing-masing sayatan di atas gelas benda dan menetesinya
dengan air, kemudian menutupnya dengan gelas penutup.
Mengamati masing-masing objek di bawah mikroskop.
Menetesi masing-masing objek dengan larutan sukrosa ( 0,22 M ; 0,24
M ; 0,26 M ) dan larutan NaCl.
Mengamati proses terjadinya plasmolisis pada masing-masing objek
dalam kurun waktu tertentu.
IV. Hasil Dan Pembahasan
1. Tabel hasil perendaman sayatan epidermis permukaan bawah daun Rhoe discolor
dengan larutan sukrosa ( 0,16 M dan 0,26 M ) selama 20 menit
Perlakuan
sukrosa
0,16 M
0,26 M
Keadaan sel dalam satu bidang pandang
Tidak terplasmolisis
Terplasmolisis (%)
(%)
0
100
0
100
Keterangan
20 menit
20 menit
2. Tabel hasil penetesan sayatan epidermis permukaan bawah daun Rhoe discolor dengan
larutan sukrosa ( 0,22 M ; 0,24 M ; 0,26 M ) dan larutan NaCl
Perlakuan
sukrosa
0,22 M
0,24 M
0,26 M
NaCl (50%)
Keadaan sel dalam satu bidang pandang
Tidak terplasmolisis
Terplasmolisis (%)
(%)
0
100
0
100
0
100
100
0
Keterangan
10 menit
10 menit
10 menit
3 detik
Berdasarkan percobaan yang dilakukan pada hari Selasa tanggal 23 September
2014 pukul 11.00 - 13.00 WIB yang berjudul potensial osmotik dan plasmolisis, memiliki
tujuan antara lain menemukan fakta tentang gejala plasmolisis, menunjukkan faktor
penyebab plasmolisis, mendeskripsikan peristiwa plasmolisis, dan menunjukkan
hubungan antara plasmolisis dengan status potensial osmotik antara cairan selnya dengan
larutan di lingkungannya.
Dalam percobaan kali ini, bahan yang digunakan adalah Sayatan epidermis
permukaan bawah daun Rhoe discolor, air, larutan sukrosa (0,16 M, 0,22 M, 0,24 M, 0,26
M), dan larutan NaCl 50%. Peralatan yang digunakan dalam praktikum ini antara lain
mikroskop, gelas benda & kaca penutup, cawan petri, silet, dan pipet tetes.
Pada percobaan pertama dua sayatan epidermis permukaan bawah daun Rhoe
discolor direndam pada larutan sukrosa masing-masing dengan konsentrasi 0,16 M dan
0,26 M. kemudian kedua sayatan tersebut didiamkan selama 20 menit.
Setelah didiamkan sayatan pada gelas benda ditutup kaca penutup, kemudian
diamati di bawah mikroskop. Pada bidang pandang dapat terlihat sel-sel yang
terplasmolisis maupun tidak terplasmolisis.
Pada praktikum yang kami lakukan diperoleh hasil sel yang terplasmolisis 0 %
dan yang tidak terplasmolisis 100%. Tidak ditemukan sel yang terplasmolisis dalam satu
bidang pandang mikrospok tersebut dikarenakan konsentrasi larutan tersebut belum
memenuhi konsentrasi standar untuk berplasmolisis. Sel yang direndam dengan larutan
gula dengan konsentrasi larutan 0,16 M dan 0,26 M belum mampu mendorong
protoplasma untuk melakukan plasmolisis dalam kurun waktu 20 menit.
Pada percobaan kedua, praktikan menyiapkan 4 sayatan epidermis permukaan
bawah daun Rhoe discolor. Sayatan tersebut diletakkan di atas gelas benda dan
menetesinya dengan air, kemudian menutupnya dengan gelas penutup. Kemudian
mengamati masing-masing objek tersebut di bawah mikroskop. Setelah itu menetesi
masing-masing objek dengan larutan sukrosa ( 0,22 M ; 0,24 M ; 0,26 M ) dan larutan
NaCl. Praktikan mengamati proses terjadinya plasmolisis pada masing-masing objek
dalam kurun waktu tertentu di bawah mikroskop.
Dari percobaan tersebut, diperoleh hasil bahwa pada sayatan epidermis
permukaan bawah daun Rhoe discolor yang ditetesi larutan sukrosa kosentrasi 0,22 M ;
0,24 M ; 0,26 M tidak ditemukan sel yang terplasmolisis selama 10 menit. Namun ketika
sayatan epidermis permukaan bawah daun Rhoe discolor yang ditetesi larutan NaCl 50%
seketika itu pula objek mengalami plasmolisis, bahkan seluruh sel dalam bidang pandang
mikroskop mengalami plasmolisis. Plasmolisis terjadi karena sel berada di dalam
lingkungan yang hipertonik sehingga protoplasma berosmosis keluar sel, jika keadaan ini
dibiarkan terus-menerus maka protolema tidak dapat mempertahankan bentuknya dan
terlepas dari dinding sel. Protolema yang terlepas dari dinding sel tersebut membentuk
bulatan dengan pinggiran cekung maupun cembung. Namun jika konsentrasi larutan
berlebih dapat merusak protolema sehingga bentuknya menjadi tidak beraturan.
Sel yang tidak terplasmolisis dikarenakan konsentrasi larutan tersebut belum
memenuhi konsentrasi standar untuk berplasmolisis. Sel yang ditetesi larutan gula dengan
konsentrasi larutan 0,22 M, 0,24 M, dan 0,26 M belum mampu mendorong protoplasma
untuk melakukan plasmolisis dalam kurun waktu 10 menit. Selain itu, perbedaan jenis
larutan juga memengaruhi. Larutan garam jauh lebih cepat menyerap air dibandingkan
larutan gula, karena larutan garam disediakan cukup pekat.
Ketebalan pada sayatan epidermis permukaan bawah daun Rhoe discolor
menyebabkan praktikan kesulitan untuk mengamati sel-sel yang terplasmolisis karena
pada bidang pandang mikroskop sayataan terlalu tebal sehinggal sel yang terlihat
bertumpuk.
V. Kesimpulan dan Saran
Berdasarkan hasil percobaan yang telah dilakukan, maka diproleh simpulan bahwa:
1. Gejala plasmolisis dapat ditemukan pada sel sayatan epidermis permukaan bawah
daun Rhoe discolor yang menunjukkan hilangnya sebagian atau seluruh warna ungu
yang ada di dalam sel
2. Faktor penyebab plasmolisis antara lain sel berada di lingkungan hipertonik, yaitu
pada konsentrasi zat terlarut terlalu tinggi (larutan sukrosa atau garam), perbedaan
potensial air di dalam dan di luar sel, konsentrasi zat terlarut. sehingga potensial
osmosis juga semakin tinggi dan menyababkan osmosis.
3. Peristiwa plasmolisis merupakan peristiwa terlepasnya membran sel dari dinding sel
karena sel kehilangan air, disebabkan adanya osmosis karena sel berada di lingkungan
yang hipertonik.
4. Hubungan plasmolisis dengan status potensial osmotik antara cairan sel dengan larutan
di lingkungannya adalah bahwa sel yang berada dalam larutan hipertonik akan
menyebabkan cairan yang berada di dalam sel berosmosis keluar dari sel, sehingga
potensial osmosis semakin besar, dan mengakibatkan sel yang terplasmolisis semakin
banyak.
VI. Dikusi/Pembahasan
1. Apakah ada perbedaan respons sel-sel epidermis pada larutan sukrosa yang berbeda
konsentrasinya?
Jawaban: Tidak. Berdasarkan pengamatan yang praktikan lakukan, tidak terjadi
plasmolisis pada pemberian larutaan sukrosa yang berbeda konsentrasinya. Sehingga
hasil yang diperoleh tersebut tidak sesuai dengan teori yang ada karena teori
menyebutkan bahwa apabila konsentrasi larutan sukrosa yang digunakan lebih tinggi,
maka jumlah sel-sel epidermis daun Rhoe discolor yang mengalami plasmolisis juga
semakin banyak, dan sebaliknya.
2. Bagaimana kecenderungan bentuk hubungan antara tingkat plasmolisis dengan
konsentrasi larutan sukrosanya?
Jawaban: Berdasarkan teori, hubungan antara tingkat plasmolisis dengan larutan
sukrosa cenderung berbanding lurus. Dalam hal ini, semakin tinggi tingkat
konsentrasinya artinya semakin pekat konsentrasi larutan sukrosa yang diberikan pada
sayatan epidermis Rhoe discolor, maka semakin banyak pula sel epidermis yang
terplasmolisis.
3. Bila tekanan osmotik larutan di luarnya sama dengan tekanan osmotik cairan selnya,
peristiwa apa yang akan terjadi?
Jawaban: Peristiwa yang akan terjadi adalah plasmolisis tidak akan terjadi. Hal ini
dikarenakan, larutan tersebut memiliki tekanan osmotik yang sudah seimbang dengan
tekanan osmotik cairan selnya.
4. Pada konsentrasi berapa mulai terjadi gejala plasmolisis?
Jawaban: Gejala plasmolisis mulai terjadi pada konsentrasi NaCl 50% dalam waktu 3
detik.
5. Mengapa plasmolisis tersebut terjadi? Dapatkah anda memperkirakan tentang
besarnya nilai osmosis cairan sel setelah terjadi plasmolisis kurang lebih 50% menurut
besarnya nilai osmosis plasmolitikumnya?
Jawaban: Plasmolisis dapat terjadi karena adanya perbedaan konsentrasi, dimana
konsentrasi di luar sel lebih tinggi daripada konsentrasi di dalam sel. Hal ini akan
menyebabkan berpindahnya molekul dari potensial rendah ke potensial yang lebih
tinggi. Artinya, molekul air berpindah dari sel epidermis permukaan bawah daun Rhoe
discolor menuju larutan NaCl 50%, sehingga menyebabkan protoplasma sel epidermis
kehilangan air dan volumenya akan menyusut dan akhirnya terlepas dari dinding sel.
Berdasarkan nilai osmosis plasmolitikumnya besar nilai osmosis cairan sel setelah
terjadi plasmolisis kurang lebih 50% adalah sebesar -7,oo atm.
6. Menurut dugaan anda, apakah sel atau jaringan yang terplasmolisis masih dapat
kembali normal bila dikembalikan ke lingkungan air biasa?
Jawaban: Sel atau jaringan yang sudah terplasmolisis masih dapat kembali normal bila
dipindahkan ke lingkungan air biasa atau air murni. Air murni tersebut diteteskan
kembali ke atas sayatan daun Rhoe discolor. Dengan meneteskan air maka membuat
kondisi luar sel hipotonik, sehingga air yang berada di luar sel akan bergerak masuk
dan dapat menembus membrane sel karena membrane sel akan menyerap ion maupun
air tersebut. Air yang masuk akan menyebabkan ruang sitoplasma kembali seperti
semula (terisi kembali dengan cairan), sehingga membrane sel terdesak keluar sebagai
akibat dari adanya tegangan turgor. Akhir dari peristiwa ini adalah sel kembali ke
keadaan semula, dan peristiwa ini disebut gejala deplasmolisis.
7. Bagaimana kesimpulan anda tentang pengertian plasmolisis ini?
Jawaban: Plasmolisis adalah proses keluarnya cairan yang ada di dalam sel menuju
keluar sel dikarenakan konsentrasi di luar sel lebih tinggi dibanding konsentrasi di
dalam sel atau dapat diartikan juga sebagai akibat perbedaan potensial osmotik larutan
antara larutan dengan cairan dalam sel, dimana potensial osmotik lebih tinggi daripada
potensial cairan dalam sel. Perbedaan potensial osmotik tersebut mengakibatkan
cairan dalam sel akan keluar menuju lingkungannya (larutan), sehingga sel mengalami
dehidrasi.
8. Apakah berdasarkan peristiwa plasmolisis ini dapat digunakan sebagai pendekatan
untuk mengukur atau memperkirakan tekanan osmotik suatu jaringan?
Jawaban: Berdasarkan peristiwa plasmolisis ini dapat digunakan sebagai pendekatan
untuk mengukur atau memperkirakan tekanan osmotik suatu jaringan dengan cara
memperkirakan tentang besarnya nilai osmotik cairan sel melalui tabel potensial
osmotik. Saat air masuk ke dalam sel melalui membrane, air dalam sel tersebut
mendesak cairan yang ada di dalam sel sehingga keluar. Atau sering disebut dengan
adanya tekanan turgor, sedangkan pendesakan air dari luar ke dalam disebut tekanan
osmotik. Adanya tekanan osmotik dan turgor antara keduanya dapat dihitung
besarnya. Semakin tinggi tekanan turgor, maka semakin rendah tekanan osmotiknya,
sehinggga diantara keduanya mencapai keadaan setimbang.
9. Bagaimana menurut dugaan anda mengenai potensial osmotik jaringan pada tumbuhan
xerofit atau halofit bila dibandingkan pada tumbuhan air tawar?
Jawaban: Tekanan osmotik pada tanaman xerofit lebih tinggi dari tekanan osmotik
pada tanaman halofit. Namun, tidak menutup kemungkinan bahwa tekanan osmotik
pada tanaman halofit lebih tinggi daripada tekanan osmotik pada tanaman xerofit.
Keduanya dapat memiliki tekanan osmotik sampai 50 atm. Kondisi potensial osmotik
jaringan tumbuhan xerofit dan halofit lebih tinggi daripada tanaman pada air tawar
atau hidrofit. Karena pada tumbuhan air tawar, tekanan osmotiknya tidak konstan.
Saat banyak air di dalam tanah, maka nilai osmosisnya menjadi lebih rendah.
TUGAS PENGEMBANGAN
1. Dapatkah penaksiran potensial air jaringan didasarkan pada potensial air larutan
perendam yang belum menimbulkan plasmolisis?
Jawaban: Tidak. Menurut A.Urspring dan G.Blum, sebagai perkiraan terdekat
potensial osmotik dari jaringan dapat ditaksir ekuivalen dengan potensial osmotik
suatu larutan apabila suatu larutan tersebut telah menimbulkan plasmolisis sebesar
50%. Untuk mencari nilai taksiran terdekat dari besarnya potensial air jaringan
didasarkan pada air larutan perendam yang dapat ditentukan jika telah mengakibatkan
keadaan incipient plasmolisis. Penentuan nilai potensial osmotik jaringan dapat
menggunakan tabel Potensial Osmotik (PO) beberapa polaritas larutan sukrosa pada
suhu 20°c.
2. Apa maksud penggunaan epidermis bagian bawah daun Rhoe discolour untuk
percobaan plasmolisis?
Jawaban: Maksud penggunaan epidermis bagian bawah daun Rhoe discolor untuk
percobaan
plasmolisis adalah memudahkan dalam pengamatan, baik sebelum
terplasmolisis maupun sesudah terplasmolisis. Dengan adanya warna air antosianin
ungu pada bagian bawah daun Rhoe discolor dapat mempermudah dalam menghitung
sel-selnya. Selain itu, akan memudahkan dalam membedakan sel yang terplasmolisis
maupun yang tidak, yaitu dengan adanya pemudaran warna antosianin ungu, bahkan
keadaan sel dalam satu bidang pandang menjadi transparan.
3. Mengapa potensial osmotik taksiran berdasar potensial osmotik larutan perendam
penyebab keadaan ‘’incipient plasmolysis’’ selalu lebih rendah dari harga potensial
osmotik epidermis yang sebenarnya?
Jawaban: Karena potensial osmotik yang sama (yang ditaksir) sudah menyebabkan
plasmolisis 50%. Maka, potensial osmotik yang sebenarnya harus lebih rendah dari
itu.
VII. Daftar Pustaka
Kimball, J. W. 1983. Biologi. Jakarta : Erlangga.
Salisbury, F. B. & Ross, C. W. 1992. Fisiologi Tumbuhan Jilid 1. Bandung : ITB.
Salisbury, F. B. & Ross, C. W. 1995. Fisiologi Tumbuhan Jilid 2. Bandung : ITB.
Tjitrosomo.1987. Botani Umum 2. Bandung : Penerbit Angkasa.
VIII. Lampiran-Lampiran
1. Gambar sel yang belum mengalami plasmolisis
2. Gambar sel yang telah mengalami plasmolisis
FISIOLOGI TUMBUHAN
‘POTENSIAL OSMOTIK DAN PLASMOLISIS’
oleh:
KELOMPOK VI
PRODI BIOLOGI
JURUSAN PENDIDIKAN BIOLOGI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA
September, 2014
HALAMAN PENGESAHAN:
PRAKTIKUM POTENSIAL OSMOTIK DAN PLASMOLISIS
oleh:
Kelompok VI
Yogyakarta, 28 September 2014
Nama
Asih Rahayu
Nurul Jannah Yuliani
Rieska Dies Rahmawulan
Setiarti Dwi Rahayu
Linda Indriawati
NIM
13304241009
13304241018
13304241019
13304241031
13304241039
Tanda tangan
Diserahkan pada tanggal …………………………………………………………,
jam ………………………
Mengetahui:
Dosen Pembimbing / Asisten Praktikum
(……………………………………)
POTENSIAL OSMOTIK DAN PLASMOLISIS
I. Tujuan
1. Menemukan fakta tentang gejala plasmolisis
2. Menunjukkan faktor penyebab plasmolisis
3. Mendeskripsikan peristiwa plasmolisis
4. Menunjukkan hubungan antara plasmolisis dengan status potensial osmotic antara
cairan selnya dengan larutan di lingkungannya.
II. Tinjauan Pustaka
Plasmolisis adalah suatu proses lepasnya protoplasma dari dinding sel yang
diakibatkan keluarnya sebagian air dari vakuola (Salisbury and Ross, 1992). Plasmolisis
menunjukkan bahwa sel mengalami sirkulasi keluar masuk suatu zat , artinya suatu zat /
materi bisa keluar dari sel, dan bisa masuk melalui membrannya. Adanya sirkulasi ini
bisa menjelaskan bahwa sel tidak diam, tetapi dinamis dengan lingkungannya, jika
memerlukan materi dari luar maka ia harus mengambil materi itu dengan segala cara,
yaitu mengatur tekanan agar terjadi perbedaan tekanan sehingga materi dari luar itu bisa
masuk.
Jika sel dimasukan ke dalam larutan gula, maka arah gerak air ditentukan oleh
perbedaan nilai potensial air larutan dengan nilainya di dalam sel. Jika potensial larutan
lebih tinggi, air akan bergerak dari luar ke potensial air yang lebih rendah yaitu dalam sel,
bila potensial larutan lebih rendah maka yang terjadi sebaliknya, artinya sel akan
kehilangan air. Apabila kehilangan air itu cukup besar, maka ada kemungkinan bahwa
volume sel akan menurun demikian besarnya sehingga tidak dapat mengisi seluruh
ruangan yang dibentuk oleh dinding sel. Plasmolisis merupakan keadaan membran dan
sitoplasma akan terlepas dari dinding sel . Sel daun Rhoeo discolor yang dimasukan ke
dalam larutan sukrosa mengalami plasmolisis. Semakin tinggi konsentrasi larutan maka
semakin banyak sel yang mengalami plasmolisis (Tjitrosomo, 1987).
Proses plasmolisis dapat diketahui dengan membran protoplasma dan sifat
permeabelnya. Permeabilitas dinding sel terhadap larutan gula diperlihatkan oleh sel-sel
yang terplasmolisis. Jika pada mikroskop akan tampak di tepi gelembung yang berwarna
kebiru-biruan berarti ruang bening diantara dinding dengan protoplas diisi udara. Jika
isinya air murni maka sel tidak akan mengalami plasmolisis.
Molekul gula dapat berdifusi melalui benang-benang protoplasma yang
menembus lubang-lubang kecil pada dinding sel.Benang-benang tersebut dikenal dengan
sebutan plasmolema, dimana diameternya lebih besar daripada molekul tertentu sehingga
molekul gula dapat masuk dengan mudah (Salisbury, 1995).
Keadaan volume vakuola dapat untuk menahan protoplasma agar tetap menempel
pada dinding sel sehingga kehilangan sedikit air saja akan berakibat lepasnya
protoplasma dari dinding sel. Peristiwa plasmolisis seperti ini disebut plasmolisis
insipien. Plasmolisis insipien terjadi pada jaringan yang separuh jumlah selnya
mengalami plasmolisis. Hal ini terjadi karena tekanan di dalam sel = 0. Potensial osmotik
larutan penyebab plasmolisis insipien setara dengan potensial osmotik di dalam sel
setelah keseimbangan dengan larutan tercapai (Salisbury and Ross, 1992).
Dalam sel tumbuhan ada tiga faktor yang menetukan nilai potensial airnya, yaitu
matriks sel, larutan dalam vakuola dan tekanan hidrostatik dalam isi sel. Hal ini
menyebabkan potensial air dalam sel tumbuhan dapat dibagi menjadi 3 komponen yaitu
potensial matriks, potensial osmotik dan potensial tekanan.
Sel yang isinya air murni tidak mengalami plasmolisis. Jika suatu sel dimasukan
ke dalam air murni, maka struktur sel itu terdapat potensial air yang nilainya tinggi (= 0),
sedangkan di dalam sel terdapat nilai potensial air yang lebih rendah (negatif). Hal ini
menyebabkan air akan bergerak dari luar sel masuk ke dalam sel sampai tercapai keadaan
setimbang. Osmosis pada hakekatnya adalah suatu proses difusi. Secara sederhana dapat
dikatakan bahwa osmosis adalah difusi air melaui selaput yang permeabel secara
differensial dari suatu tempat berkonsentrasi tinggi ke tempat berkonsentrasi rendah.
Tekanan yang terjadi karena difusi molekul air disebut tekanan osmosis. Makin besar
terjadinya osmosis maka makin besar pula tekanan osmosisnya (Tjitrosomo, 1987).
Proses osmosis akan berhenti jika kecepatan desakan keluar air seimbang dengan
masuknya air yang disebabkan oleh perbedaan konsentrasi (Kimball, 1983).
Komponen potensial air pada tumbuhan terdiri atas potennsial osmosis (solut) dan
potensial turgor (tekanan). Dengan adanya potensial osmosis cairan sel, air murni
cenderung memasuki sel. Sebaliknya potensial turgor di dalam sel mengakibatkan air
meninggalkan sel. Pengaturan potensial osmosis dapat dilakukan jika potensial turgornya
sama dengan nol yang terjadi saat sel mengalami plasmolisis. Nilai potensial osmotik
dalam tumbuhan dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain : tekanan, suhu, adanya
partikel-partikel bahan terlarut yang larut di dalamnya, matrik sel, larutan dalam vakuola
dan tekanan hidrostatik dalam isi sel.
Nilai potensial osmotik akan meningkat jika tekanan yang diberikan juga semakin
besar. Suhu berpengaruh terhadap potensial osmotik yaitu semakin tinggi suhunya maka
nilai potensial osmotiknya semakin turun (semakin negatif) dan konsentrasi partikelpartikel terlarut semakin tinggi maka nilai potensial osmotiknya semakin rendah.
Potensial air murni pada tekanan atmosfer dan suhu yang sama dengan larutan tersebut
sama dengan nol, maka potensial air suatu larutan air pada tekanan atmosfer bernilai
negatif (Salisbury dan Ross, 1992).
III. Metode Praktikum
a. Tempat dan Waktu Praktikum
Tempat Praktikum
: Laboratorium Biokimia
Waktu Praktikum
:
Hari dan tanggal
: Selasa, 23 September 2014
Pukul
: 11.00 – 13.00 WIB
b. Alat dan Bahan
1. Mikroskop
2. Gelas benda & penutup
3. Cawan petri
4. Larutan sukrosa ( 0,16 M ; 0,22 M ; 0,24 M dan 0,26 M )
5. Air
6. Daun Rhoe discolor
7. Silet
8. Larutan NaCl
9. Pipet tetes
c. Prosedur
1. Merendam sayatan epidermis permukaan bawah daun Rhoe discolor dengan
larutan sukrosa ( 0,16 M dan 0,26 M ) selama 20 menit
Menyiapkan 2 cawan petri yang berisi larutan sukrosa 0,16 M dan 0,26 M
Membuat beberapa sayatan epidermis permukaan bawah daun Rhoe
discolor
Meletakkan masing-masing sayatan di atas gelas benda kemudian
menetesi dengan larutan sukrosa masing-masing 0,16 M dan 0,26 M.
Membiarkan selama 20 menit, setelah itu masing-masing gelas benda di
tutup dengan gelas penutup dan diamati di bawah mikroskop
Menghitung sel yang terplasmolisis dan sel yang tidak terplasmolisis pada
\\ bidang pandang
ke 2 variasi larutan sukrosa dalam satu
2. Menetesi sayatan epidermis permukaan bawah daun Rhoe discolor dengan
larutan sukrosa ( 0,22 M ; 0,24 M ; 0,26 M ) dan larutan NaCl
Menyiapkan 4 sayatan epidermis permukaan bawah daun Rhoe discolor.
Meletakkan masing-masing sayatan di atas gelas benda dan menetesinya
dengan air, kemudian menutupnya dengan gelas penutup.
Mengamati masing-masing objek di bawah mikroskop.
Menetesi masing-masing objek dengan larutan sukrosa ( 0,22 M ; 0,24
M ; 0,26 M ) dan larutan NaCl.
Mengamati proses terjadinya plasmolisis pada masing-masing objek
dalam kurun waktu tertentu.
IV. Hasil Dan Pembahasan
1. Tabel hasil perendaman sayatan epidermis permukaan bawah daun Rhoe discolor
dengan larutan sukrosa ( 0,16 M dan 0,26 M ) selama 20 menit
Perlakuan
sukrosa
0,16 M
0,26 M
Keadaan sel dalam satu bidang pandang
Tidak terplasmolisis
Terplasmolisis (%)
(%)
0
100
0
100
Keterangan
20 menit
20 menit
2. Tabel hasil penetesan sayatan epidermis permukaan bawah daun Rhoe discolor dengan
larutan sukrosa ( 0,22 M ; 0,24 M ; 0,26 M ) dan larutan NaCl
Perlakuan
sukrosa
0,22 M
0,24 M
0,26 M
NaCl (50%)
Keadaan sel dalam satu bidang pandang
Tidak terplasmolisis
Terplasmolisis (%)
(%)
0
100
0
100
0
100
100
0
Keterangan
10 menit
10 menit
10 menit
3 detik
Berdasarkan percobaan yang dilakukan pada hari Selasa tanggal 23 September
2014 pukul 11.00 - 13.00 WIB yang berjudul potensial osmotik dan plasmolisis, memiliki
tujuan antara lain menemukan fakta tentang gejala plasmolisis, menunjukkan faktor
penyebab plasmolisis, mendeskripsikan peristiwa plasmolisis, dan menunjukkan
hubungan antara plasmolisis dengan status potensial osmotik antara cairan selnya dengan
larutan di lingkungannya.
Dalam percobaan kali ini, bahan yang digunakan adalah Sayatan epidermis
permukaan bawah daun Rhoe discolor, air, larutan sukrosa (0,16 M, 0,22 M, 0,24 M, 0,26
M), dan larutan NaCl 50%. Peralatan yang digunakan dalam praktikum ini antara lain
mikroskop, gelas benda & kaca penutup, cawan petri, silet, dan pipet tetes.
Pada percobaan pertama dua sayatan epidermis permukaan bawah daun Rhoe
discolor direndam pada larutan sukrosa masing-masing dengan konsentrasi 0,16 M dan
0,26 M. kemudian kedua sayatan tersebut didiamkan selama 20 menit.
Setelah didiamkan sayatan pada gelas benda ditutup kaca penutup, kemudian
diamati di bawah mikroskop. Pada bidang pandang dapat terlihat sel-sel yang
terplasmolisis maupun tidak terplasmolisis.
Pada praktikum yang kami lakukan diperoleh hasil sel yang terplasmolisis 0 %
dan yang tidak terplasmolisis 100%. Tidak ditemukan sel yang terplasmolisis dalam satu
bidang pandang mikrospok tersebut dikarenakan konsentrasi larutan tersebut belum
memenuhi konsentrasi standar untuk berplasmolisis. Sel yang direndam dengan larutan
gula dengan konsentrasi larutan 0,16 M dan 0,26 M belum mampu mendorong
protoplasma untuk melakukan plasmolisis dalam kurun waktu 20 menit.
Pada percobaan kedua, praktikan menyiapkan 4 sayatan epidermis permukaan
bawah daun Rhoe discolor. Sayatan tersebut diletakkan di atas gelas benda dan
menetesinya dengan air, kemudian menutupnya dengan gelas penutup. Kemudian
mengamati masing-masing objek tersebut di bawah mikroskop. Setelah itu menetesi
masing-masing objek dengan larutan sukrosa ( 0,22 M ; 0,24 M ; 0,26 M ) dan larutan
NaCl. Praktikan mengamati proses terjadinya plasmolisis pada masing-masing objek
dalam kurun waktu tertentu di bawah mikroskop.
Dari percobaan tersebut, diperoleh hasil bahwa pada sayatan epidermis
permukaan bawah daun Rhoe discolor yang ditetesi larutan sukrosa kosentrasi 0,22 M ;
0,24 M ; 0,26 M tidak ditemukan sel yang terplasmolisis selama 10 menit. Namun ketika
sayatan epidermis permukaan bawah daun Rhoe discolor yang ditetesi larutan NaCl 50%
seketika itu pula objek mengalami plasmolisis, bahkan seluruh sel dalam bidang pandang
mikroskop mengalami plasmolisis. Plasmolisis terjadi karena sel berada di dalam
lingkungan yang hipertonik sehingga protoplasma berosmosis keluar sel, jika keadaan ini
dibiarkan terus-menerus maka protolema tidak dapat mempertahankan bentuknya dan
terlepas dari dinding sel. Protolema yang terlepas dari dinding sel tersebut membentuk
bulatan dengan pinggiran cekung maupun cembung. Namun jika konsentrasi larutan
berlebih dapat merusak protolema sehingga bentuknya menjadi tidak beraturan.
Sel yang tidak terplasmolisis dikarenakan konsentrasi larutan tersebut belum
memenuhi konsentrasi standar untuk berplasmolisis. Sel yang ditetesi larutan gula dengan
konsentrasi larutan 0,22 M, 0,24 M, dan 0,26 M belum mampu mendorong protoplasma
untuk melakukan plasmolisis dalam kurun waktu 10 menit. Selain itu, perbedaan jenis
larutan juga memengaruhi. Larutan garam jauh lebih cepat menyerap air dibandingkan
larutan gula, karena larutan garam disediakan cukup pekat.
Ketebalan pada sayatan epidermis permukaan bawah daun Rhoe discolor
menyebabkan praktikan kesulitan untuk mengamati sel-sel yang terplasmolisis karena
pada bidang pandang mikroskop sayataan terlalu tebal sehinggal sel yang terlihat
bertumpuk.
V. Kesimpulan dan Saran
Berdasarkan hasil percobaan yang telah dilakukan, maka diproleh simpulan bahwa:
1. Gejala plasmolisis dapat ditemukan pada sel sayatan epidermis permukaan bawah
daun Rhoe discolor yang menunjukkan hilangnya sebagian atau seluruh warna ungu
yang ada di dalam sel
2. Faktor penyebab plasmolisis antara lain sel berada di lingkungan hipertonik, yaitu
pada konsentrasi zat terlarut terlalu tinggi (larutan sukrosa atau garam), perbedaan
potensial air di dalam dan di luar sel, konsentrasi zat terlarut. sehingga potensial
osmosis juga semakin tinggi dan menyababkan osmosis.
3. Peristiwa plasmolisis merupakan peristiwa terlepasnya membran sel dari dinding sel
karena sel kehilangan air, disebabkan adanya osmosis karena sel berada di lingkungan
yang hipertonik.
4. Hubungan plasmolisis dengan status potensial osmotik antara cairan sel dengan larutan
di lingkungannya adalah bahwa sel yang berada dalam larutan hipertonik akan
menyebabkan cairan yang berada di dalam sel berosmosis keluar dari sel, sehingga
potensial osmosis semakin besar, dan mengakibatkan sel yang terplasmolisis semakin
banyak.
VI. Dikusi/Pembahasan
1. Apakah ada perbedaan respons sel-sel epidermis pada larutan sukrosa yang berbeda
konsentrasinya?
Jawaban: Tidak. Berdasarkan pengamatan yang praktikan lakukan, tidak terjadi
plasmolisis pada pemberian larutaan sukrosa yang berbeda konsentrasinya. Sehingga
hasil yang diperoleh tersebut tidak sesuai dengan teori yang ada karena teori
menyebutkan bahwa apabila konsentrasi larutan sukrosa yang digunakan lebih tinggi,
maka jumlah sel-sel epidermis daun Rhoe discolor yang mengalami plasmolisis juga
semakin banyak, dan sebaliknya.
2. Bagaimana kecenderungan bentuk hubungan antara tingkat plasmolisis dengan
konsentrasi larutan sukrosanya?
Jawaban: Berdasarkan teori, hubungan antara tingkat plasmolisis dengan larutan
sukrosa cenderung berbanding lurus. Dalam hal ini, semakin tinggi tingkat
konsentrasinya artinya semakin pekat konsentrasi larutan sukrosa yang diberikan pada
sayatan epidermis Rhoe discolor, maka semakin banyak pula sel epidermis yang
terplasmolisis.
3. Bila tekanan osmotik larutan di luarnya sama dengan tekanan osmotik cairan selnya,
peristiwa apa yang akan terjadi?
Jawaban: Peristiwa yang akan terjadi adalah plasmolisis tidak akan terjadi. Hal ini
dikarenakan, larutan tersebut memiliki tekanan osmotik yang sudah seimbang dengan
tekanan osmotik cairan selnya.
4. Pada konsentrasi berapa mulai terjadi gejala plasmolisis?
Jawaban: Gejala plasmolisis mulai terjadi pada konsentrasi NaCl 50% dalam waktu 3
detik.
5. Mengapa plasmolisis tersebut terjadi? Dapatkah anda memperkirakan tentang
besarnya nilai osmosis cairan sel setelah terjadi plasmolisis kurang lebih 50% menurut
besarnya nilai osmosis plasmolitikumnya?
Jawaban: Plasmolisis dapat terjadi karena adanya perbedaan konsentrasi, dimana
konsentrasi di luar sel lebih tinggi daripada konsentrasi di dalam sel. Hal ini akan
menyebabkan berpindahnya molekul dari potensial rendah ke potensial yang lebih
tinggi. Artinya, molekul air berpindah dari sel epidermis permukaan bawah daun Rhoe
discolor menuju larutan NaCl 50%, sehingga menyebabkan protoplasma sel epidermis
kehilangan air dan volumenya akan menyusut dan akhirnya terlepas dari dinding sel.
Berdasarkan nilai osmosis plasmolitikumnya besar nilai osmosis cairan sel setelah
terjadi plasmolisis kurang lebih 50% adalah sebesar -7,oo atm.
6. Menurut dugaan anda, apakah sel atau jaringan yang terplasmolisis masih dapat
kembali normal bila dikembalikan ke lingkungan air biasa?
Jawaban: Sel atau jaringan yang sudah terplasmolisis masih dapat kembali normal bila
dipindahkan ke lingkungan air biasa atau air murni. Air murni tersebut diteteskan
kembali ke atas sayatan daun Rhoe discolor. Dengan meneteskan air maka membuat
kondisi luar sel hipotonik, sehingga air yang berada di luar sel akan bergerak masuk
dan dapat menembus membrane sel karena membrane sel akan menyerap ion maupun
air tersebut. Air yang masuk akan menyebabkan ruang sitoplasma kembali seperti
semula (terisi kembali dengan cairan), sehingga membrane sel terdesak keluar sebagai
akibat dari adanya tegangan turgor. Akhir dari peristiwa ini adalah sel kembali ke
keadaan semula, dan peristiwa ini disebut gejala deplasmolisis.
7. Bagaimana kesimpulan anda tentang pengertian plasmolisis ini?
Jawaban: Plasmolisis adalah proses keluarnya cairan yang ada di dalam sel menuju
keluar sel dikarenakan konsentrasi di luar sel lebih tinggi dibanding konsentrasi di
dalam sel atau dapat diartikan juga sebagai akibat perbedaan potensial osmotik larutan
antara larutan dengan cairan dalam sel, dimana potensial osmotik lebih tinggi daripada
potensial cairan dalam sel. Perbedaan potensial osmotik tersebut mengakibatkan
cairan dalam sel akan keluar menuju lingkungannya (larutan), sehingga sel mengalami
dehidrasi.
8. Apakah berdasarkan peristiwa plasmolisis ini dapat digunakan sebagai pendekatan
untuk mengukur atau memperkirakan tekanan osmotik suatu jaringan?
Jawaban: Berdasarkan peristiwa plasmolisis ini dapat digunakan sebagai pendekatan
untuk mengukur atau memperkirakan tekanan osmotik suatu jaringan dengan cara
memperkirakan tentang besarnya nilai osmotik cairan sel melalui tabel potensial
osmotik. Saat air masuk ke dalam sel melalui membrane, air dalam sel tersebut
mendesak cairan yang ada di dalam sel sehingga keluar. Atau sering disebut dengan
adanya tekanan turgor, sedangkan pendesakan air dari luar ke dalam disebut tekanan
osmotik. Adanya tekanan osmotik dan turgor antara keduanya dapat dihitung
besarnya. Semakin tinggi tekanan turgor, maka semakin rendah tekanan osmotiknya,
sehinggga diantara keduanya mencapai keadaan setimbang.
9. Bagaimana menurut dugaan anda mengenai potensial osmotik jaringan pada tumbuhan
xerofit atau halofit bila dibandingkan pada tumbuhan air tawar?
Jawaban: Tekanan osmotik pada tanaman xerofit lebih tinggi dari tekanan osmotik
pada tanaman halofit. Namun, tidak menutup kemungkinan bahwa tekanan osmotik
pada tanaman halofit lebih tinggi daripada tekanan osmotik pada tanaman xerofit.
Keduanya dapat memiliki tekanan osmotik sampai 50 atm. Kondisi potensial osmotik
jaringan tumbuhan xerofit dan halofit lebih tinggi daripada tanaman pada air tawar
atau hidrofit. Karena pada tumbuhan air tawar, tekanan osmotiknya tidak konstan.
Saat banyak air di dalam tanah, maka nilai osmosisnya menjadi lebih rendah.
TUGAS PENGEMBANGAN
1. Dapatkah penaksiran potensial air jaringan didasarkan pada potensial air larutan
perendam yang belum menimbulkan plasmolisis?
Jawaban: Tidak. Menurut A.Urspring dan G.Blum, sebagai perkiraan terdekat
potensial osmotik dari jaringan dapat ditaksir ekuivalen dengan potensial osmotik
suatu larutan apabila suatu larutan tersebut telah menimbulkan plasmolisis sebesar
50%. Untuk mencari nilai taksiran terdekat dari besarnya potensial air jaringan
didasarkan pada air larutan perendam yang dapat ditentukan jika telah mengakibatkan
keadaan incipient plasmolisis. Penentuan nilai potensial osmotik jaringan dapat
menggunakan tabel Potensial Osmotik (PO) beberapa polaritas larutan sukrosa pada
suhu 20°c.
2. Apa maksud penggunaan epidermis bagian bawah daun Rhoe discolour untuk
percobaan plasmolisis?
Jawaban: Maksud penggunaan epidermis bagian bawah daun Rhoe discolor untuk
percobaan
plasmolisis adalah memudahkan dalam pengamatan, baik sebelum
terplasmolisis maupun sesudah terplasmolisis. Dengan adanya warna air antosianin
ungu pada bagian bawah daun Rhoe discolor dapat mempermudah dalam menghitung
sel-selnya. Selain itu, akan memudahkan dalam membedakan sel yang terplasmolisis
maupun yang tidak, yaitu dengan adanya pemudaran warna antosianin ungu, bahkan
keadaan sel dalam satu bidang pandang menjadi transparan.
3. Mengapa potensial osmotik taksiran berdasar potensial osmotik larutan perendam
penyebab keadaan ‘’incipient plasmolysis’’ selalu lebih rendah dari harga potensial
osmotik epidermis yang sebenarnya?
Jawaban: Karena potensial osmotik yang sama (yang ditaksir) sudah menyebabkan
plasmolisis 50%. Maka, potensial osmotik yang sebenarnya harus lebih rendah dari
itu.
VII. Daftar Pustaka
Kimball, J. W. 1983. Biologi. Jakarta : Erlangga.
Salisbury, F. B. & Ross, C. W. 1992. Fisiologi Tumbuhan Jilid 1. Bandung : ITB.
Salisbury, F. B. & Ross, C. W. 1995. Fisiologi Tumbuhan Jilid 2. Bandung : ITB.
Tjitrosomo.1987. Botani Umum 2. Bandung : Penerbit Angkasa.
VIII. Lampiran-Lampiran
1. Gambar sel yang belum mengalami plasmolisis
2. Gambar sel yang telah mengalami plasmolisis