Menumbuhkembangkan potensi dan Spiritual Pe

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Tujuan pendidikan nasional yang tercantum dalam pasal 3 ayat 1 Undang-undang Nomor
20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional menyatakan bahwa:
Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta
peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa,
bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman
dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif,
mandiri, dan menjadi warga Negara yang demokratis serta bertanggung jawab (UUSPN,
2003: 5-6).
Berdasarkan Undang-undang di atas, Pendidikan merupakan salah satu sektor yang
paling penting dalam pembangunan nasional, karena pendidikan merupakan kegiatan yang di
lakukan dalam rangka mengembangkan potensi yang dimiliki peserta didik dengan harapan
supaya menjadi manusia yang beriman, berilmu, dan berakhlak mulia.
Pendidikan merupakan salah satu kekuatan dinamis dalam kehidupan setiap individu
yang mempengaruhi seluruh aspek kehidupan manusia. Hal ini sejalan dengan pendapat A.
Tafsir (2005: 26), pendidikan adalah pengembangan pribadi dalam semua aspek dengan
penjelasan bahwa, yang dimaksud pengembangan peribadi ialah yang mencakup pendidikan
oleh diri sendiri, oleh lingkungan dan pendidikan oleh orang lain (guru) secara seluruh aspek
yang mencakup jasmani, akal dan hati.

Ironisnya, pendidikan kita hari ini hanya mencakup dua aspek saja, yakni jasmani dan
akal. Sementara hal yang paling urgen (hati) sering dilupakan oleh para guru, sehingga out
put pendidikan kita hanya memiliki otak yang cerdas dan badan yang kuat, tetapi perilakunya
tidak mencerminkan sebagai orang yang berpendidikan, contohnya: tawuran antar pelajar
terjadi dimana-mana, korupsi semakin merajalela, dan yang paling memprihatinkan adalah
sudah maraknya perilaku seks bebas para pelajar di bumi Nusantara ini, yang notabene
mayoritas penduduknya beragama Islam. Ada realitas lain yang selama ini dikesampingkan
dan dianaktirikan karena dianggap tidak memenuhi standar keilmiahan, yaitu hati (Utsman
Najati: 2002). Nabi Muhamad SAW. Bersabda:

ّ
‫إن فى الجسد مضغة إذا صللحت صلح سائر جسد كلل وإذا فسدت فسد سائر جسد كلل ل وهي القلب‬
“Sesungguhnya di dalam diri manusia itu terdapat segumpal daging, jika daging itu baik
maka baiklah seluruh jasadnya, dan jika daging itu jelek maka jeleklah seluruh jasadnya. Dia
adalah hati”

Hati atau qalbu dalam istilah Tashawwuf memang tidak jelas hakikatnya, apalagi
rinciannya, namun dalam istilah psikologi, gejala hati bisa diwakilkan dengan istilah rasa.
Rincian rasa tersebut salah satunya adalah Iman. hati yang berkualitas tinggi adalah kalbu
yang penuh berisi iman kepada Allah; atau dengan ungkapan lain, kalbu yang takwa kepada

Allah ( A. Tafsir, 2010: 44). inilah potensi yang harus di gali dalam diri manusia, sebab
manusia dilahirkan membawa potensi untuk beragama (potensi spiritual). Zakiyah Darajat
mengatakan bahwa mulai umur kurang lebih tujuh tahun, perasaan anak-anak terhadap Tuhan
telah berganti dengan cinta dan hormat, dan hubungannya dipenuhi oleh rasa iman. Dalam alQur’an surat ar-Rum ayat 30 Allah berfirman:

‫تبديل لخلق ا‬

‫فأقم وجهك لل ّدين حنيفا فطرة ا الّتى فطر النّاس عليها‬

“Maka hadapkanlah wajahmu pada agama Allah, manusia diciptakan Allah (dengan
membawa) fitrah itu Tidak ada perubahan pada ciptaan Allah itu.” (ar-Ruum: 30)
Fitrah yang dimaksud di sini adalah potensi, yaitu potensi untuk menjadi baik dan
sekaligus potensi untuk menjadi buruk, potensi untuk menjadi muslim sekaligus potensi
untuk menjadi musyrik. Secara sempit fitrah di sini adalah potensi untuk beragama, juga
potensi untuk tidak beragama. ( A. Tafsir, 2010: 37)
Fitrah Allah untuk manusia yang di sini diterjemahkan sebagai potensi memiliki
kemungkinan berkembang dan meningkat sehingga kemampuanya melampaui jauh dari
kemampuan fisiknya yang tidak berkembang. (Zakiyah Darajat, 2011: 17)
Potensi itu harus dikembangkan, jika tidak dikembangkan, niscaya ia kurang bermakna
dalam kehidupan. Oleh karena itu perlu dikembangkan dan pengembangan itu senantiasa

dilakukan dalam usaha dan kegiatan pendidikan. Teori nativis dan empiris yang
dipertemukan oleh Kershenteiner dengan teori konvergensinya, telah ikut membuktikan
bahwa manusia itu adalah makhluk yang dapat dididik dan dapat mendidik. Dengan
pendidikan dan pengajaran, potensi spiritual itu dapat dikembangkan manusia.
Undang Undang No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Pasal 1 butir 12
dan 13 yang menyebutkan bahwa
“pendidikan nonformal adalah jalur pendidikan diluar pendidikan formal yang dapat
dilaksanakan secara terstruktur dan berjenjang, dan pendidikan informal adalah jalur
pendidikan keluarga dan lingkungan”.
Dari penjelasan tersebut di atas jelaslah bahwa ternyata memang ada beberapa tempat
selain pendidikan dalam kelas yang dapat membentuk karakter siswa tersebut, yang salah
satu wahana pengantarnya adalah kegiatan ekstrakurikuler.

Berdasarkan latar belakang di atas, maka penulis mengambil judul penelitian
“Menumbuhkembangkan potensi Spiritual Peserta Didik melalui Ekstrakurikuler PAI di
Lingkungan Madrasah”
B. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, permasalahan yang akan diteliti dalam penelitian
ini mencakup hal-hal yang disebutkan di bawah ini yang, disesuaikan dengan lapangan, dapat
meluas ke berbagai aspek lainnya.

1. Apa yang menjadi landasan filosofis penyelenggaraan kegiatan ekstra kurikuler PAI di
MIN Rancah, Ciamis?
2. Apa yang menjadi landasan keilmuan pembinaan ekstra kurikuler PAI di MIN Rancah,
Ciamis?
3. Dasar kebijakan apa saja yang dijadikan acuan dalam penyelenggaraan ekstra kurikuler
PAI di MIN Rancah, Ciamis?
4. Bagaimana pelaksanaan ekstra kurikuler PAI itu diatur dan ditata?
5. Bagaimana keterkaitan antara prestasi akademik dengan prestasi amaliah PAI di MIN
Rancah, Ciamis?
C. Tujuan Penelitian
1. Untuk mengetahui landasan filosofis penyelenggaraan kegiatan ekstra kurikuler PAI di
MIN Rancah, Ciamis;
2. Untuk mengetahui landasan keilmuan pembinaan ekstra kurikuler PAI di MIN Rancah,
Ciamis;
3. Untuk mengetahui dasar kebijakan yang dijadikan acuan penyelenggaraan ekstra kurikuler
PAI di MIN Rancah, Ciamis;
4. Untuk mengetahui manajemen penyelenggaraan ekstra kurikuler PAI di MIN Rancah,
Ciamis;
5. Untuk mengetahui keterkaitan antara prestasi akademik dengan prestasi amaliah PAI di
MIN Rancah, Ciamis.

D. Manfaat penelitian
1. Manfaat teoritis
Manfaat teoritis dari penelitian ini adalah untuk memperoleh kajian ilmu tentang potensi
spiritual dan ekstrakurikuler PAI

2. Manfaat Praktis: Penulis, Siswa, Guru, dan sekolah.
a. Bagi penulis, penelitian ini akan menambah wawasan tentang potensi spiritual dan
ekstrakurikuler PAI yang bisa dijadikan acuan sebagai program dalam kegiatan KKG;
b. Bagi Guru, penelitian ini menghasilkan acuan program kegiatan ekstrakurikuler PAI
untuk melejitkan potensi spiritual peserta didik;
c. Bagi siswa MIN Rancah, hasil penelitian ini memberikan manfaat berupa informasi
tentang dahsyatnya potensi spiritual yang dimiliki oleh setiap individu yang harus
ditumbuhkembangkan baik di sekolah maupun di luar sekolah;
d. Bagi sekolah, hasil penelitian ini dapat meningkatkan motivasi siswa untuk mengikuti
kegiatan ekstrakurikuler PAI secara kontinuitas.
E. Langkah-langkah Penelitian
1. Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Madrasah Ibtidaiyah Negeri (MIN) Rancah yang berlokasi di
Jl. Cibodas Dsn. Rancah Girang Desa Rancah Kecamatan Rancah Kabupaten Ciamis Provinsi
Jawa Barat 346287

2.

Metode Penelitian
Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif. Penelitian kualitatif adalah

penelitian yang tidak menggunakan model-model matematik, statistik,

dan komputer.

(Margaretha: 2008). Metode kualitatif sering disebut metode naturalistik karena penelitiannya
dilakukan pada kondisi yang alamiah (natural seeting). Metode kualitatif adalah metode yang
berlandaskan pada filsafat postpositivisme, yang diginakan untuk meneliti pada kondisi
objek yang alamiah, dimana peneliti adalah instrumen kunci, pengumpulan data dilakukan
secara triangulasi (gabungan), analisis data bersifat induktif/kualitatif, dan hasil penelitian
kualitatif lebih menekankan makna. (Sugiyono: 2012)
3.

Populasi dan sampel
Istilah populasi dalam penelitian kualitatif tidak digunakan, namun Spradley


menggunakan istilah “social situation” atau situasi sosial yang terdiri atas tiga elemen, yaitu:
tempat (place), pelaku (actors), dan aktifitas (activity) yang berinteraksi secara sinergis.
(Sugiyono: 2012)
Sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah Nonprobability Sampling, yaitu
tekhnik pengambilan sampel yang tidak memberi peluang/kesempatan sama bagi setiap unsur

atau anggota populasi untuk dipilih menjadi sampel. Tekhnik sampel dalam nonprobability
sampling ini menggunakan emergent sampling design. Caranya adalah peneliti memilih
orang tertentu yang dipertimbangkan akan memberikan data yang diperlukan; selanjutnya
berdasarkan data atauu informasi yang diperoleh dari sampel sebelumnya, peneliti dapat
menetapkan sampel lainnya yang dipertimbangkan dapat memberikan data lebih lengkap.
Tekhnik seperti ini oleh Bogdan dan Biklen (1982) dinamakan “snowball sampling
technique”. Unit sampel yang dipilih makin lama makin terarah sejalan dengan makin
terarahnya fokus penelitian.
4.

Definisi Operasional Variabel
a. Potensi Spiritual
Potensi spiritual adalah potensi kecerdasan yang bertumpu pada bagian dalam diri
manusia yang berhubungan dengan jiwa sadar atau kearifan di luar ego. Secara umum

Potensi Spiritual adalah potensi kecerdasan yang berhubungan dengan keimanan dan
akhlak mulia.
b. Ekstrakurikuler PAI
ekstrakurikuler PAI adalah seluruh rangkaian kegiatan yang dilakukan di luar jam
pelajaran sebagai jalan bagi peserta didik untuk dapat mengamalkan ajaran Agama
yang telah diperolehnya di dalam kegiatan pembelajaran di kelas, serta untuk
mendorong kepribadian peserta didik yang sesuai dengan tuntunan ajaran Islam.

5.

Analisis Data
Analisis data adalah proses mengorganisasikan dan mengurutkan data kedalam pola,
kategori, dan satuan uraian dasar sehingga dapat ditemukan tema dan dapat
dirumuskan hipotesis kerja seperti yang disarankan oleh data.7
Dari rumusan di atas dapatlah kita tanarik garis besar bahwa analisis data bermaksud
pertama-tama mengorganisasikan data. Data yang terkumpul banyak sekali dan
terdiri dari catatan lapangan, komentar peneliti, gambar, foto, dokumen berupa
laporan, biografi, artikel, dan sebagainya.
Setelah data dari lapangan terkumpul dengan menggunakan metode pengumpulan
data di atas, maka peneliti akan mengolah dan menganalisis data tersebut dengan

menggunakan analisis secara deskriptif-kualitatif, tanpa menggunakan teknik
kuantitatif.
Analisis deskriptif-kualitatif merupakan suatu tehnik yang menggambarkan dan
menginterpretasikan arti data-data yang telah terkumpul dengan memberikan

perhatian dan merekam sebanyak mungkin aspek situasi yang diteliti pada saat itu,
sehingga memperoleh gambaran secara umum dan menyeluruh tentang keadaan
sebenarnya. Menurut M. Nazir bahwa tujuan deskriptif ini adalah untuk membuat
deskripsi, gambaran atau lukisan secara sistematis, faktual dan akurat mengenai
fakta-fakta, sifat-sifat serta hubungan antar fenomena yang diselidiki8.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN
A. TINJAUAN PUSTAKA
1.

Potensi Spiritual
Dalam kamus bahasa Indonesia, potensi adalah kesanggupan, daya, kemampuan untuk

lebih berkembang. Ahmad Tafsir menerjemahkan potensi sebagai fitrah, yang menjadi dasar

acuannya adalah Hadist Bukhori Muslim:

(‫كل ّل مولود يولد على الفطرة فأبواه بهوّدان لو ينصّران لو يمجّسان )البخارى و مسلم‬
“Tiap orang dilahirkan membawa fitrah, ayah dan ibunyalah yang menjadikannya
Yahudi, Nasrani, atau Majusi.” (Hadits Riwayat Bukhori dan Muslim)

Menurut hadits ini manusia lahir membawa kemampuan-kemampuan; kemampuan itulah
yang disebut pembawaan. Fitrah yang disebut di dalam hadits itu adalah potensi. Potensi
adalah kemampuan. (A. Tafsir, 2010: 35)
Menurut Dr. Abdurrahman Al-Baghdadi, fitrah yang disebut dalam hadits di atas adalah
kecenderungan untuk beragama. (M. Iwan Januar, 2008: 21)
Potensi diri adalah kemampuan yang dimiliki setiap pribadi (individu) yang mempunyai
kemungkinan untuk dikembangkan dalam berprestasi. Potensi diri adalah kemampuan yang
terpendam pada diri setiap orang, setiap orang memilikinya (Siahaan,Parlindungan,2005:4).
Secara umum potensi diri yang ada pada setiap manusia dapat dibedakan menjadi empat
macam yaitu :
1. Potensi Fisik
Merupakan potensi fisik manusia yang dapat diberdayakan sesuai fungsinya untuk
berbagai kepentingan dalam rangka pemenuhan kebutuhan hidup. Misalnya mata untuk
melihat, kaki untuk berjalan, telinga untuk mendengar dan lain-lain.

2. Potensi Intelektual
Merupakan potensi kecerdasan yang ada pada otak manusia ( terutama otak sebelah kiri ).
Fungsi potensi tersebut adalah untuk merencanakan sesuatu, menghitung dan
menganalisis.
3. Potensi Emosional
Merupakan potensi kecerdasan yang ada pada otak manusia ( terutama otak sebelah kanan
). Fungsinya antara lain untuk mengendalikan amarah, bertanggungjawab, motivasi dan
kesadaran diri.
4. Potensi Spiritual
Merupakan potensi kecerdasan yang bertumpu pada bagian dalam diri manusia yang
berhubungan dengan jiwa sadar atau kearifan di luar ego. Secara umum Potensi spiritual
adalah potensi kecerdasan yang berhubungan dengan keimanan dan akhlak mulia.
Supaya dapat menjalankan tugasnya tersebut secara baik maka manusia harus
mengoptimalkan semua potensi yang di berikan oleh sang pencipta kepada dirinya, yaitu
potensi spiritual, potensi intelektual, potensi emosional, dan potensi fisik.
Namun perlu diketahui pada dasarnya dasar atau akar dari semua potensi adalah potensi
spiritual. Karena sehebat apapun potensi intelektual, emosi, dan fisik, tanpa dasar potensi
spiritual yang kuat akan mudah goyah oleh terpaan keadaan. Sehingga banyak orang yang
memiliki kemampuan tersebut terjerumus dalam tindakan-tindakan yang tidak benar.

Raja Bambang Sutikno dalam bukunya “The Power Of 4Q” keempat potensi tersebut
digambarkan sebagai pohon yang hebat dan luar biasanya Ia menyebutnya sebagai pohon 4Q.
Potensi spiritual diibaratkan sebagai akar, potensi fisik di ibaratkan sebagai pohon/batang
pohon, potensi emosi di ibaratkan sebagai daun dan potensi intelektual di ibaratkan sebagai
buah. Sebuah pohon, daun dan buah tidak akan pernah bisa hidup tanpa akar, karena akar
adalah sebagai penyerap sari-sari makanan yang di butuhkan oleh pohon, daun dan buah.
2.

Peserta Didik
a. Pengertian Peserta Didik
Peserta didik dalam perspektif paedagogis dipandang sebagai manusia yang memiliki

potensi yang bersifat laten, sehingga dibutuhkan binaan dan bimbingan untuk
mengaktualisasikannya agar ia dapat menjadi manusia susila yang cakap. (Madyo Ekosusilo,
1993: 20).
Dalam perspektif psikologis, peserta didik adalah individu yang sedang berada dalam
proses pertumbuhan dan perkembangan, baik fisik maupun psikis menurut fitrahnya masingmasing. (Madyo Ekosusilo, 1993: 20). Sebagai individu yang tengah tumbuh dan
berkembang, peserta didik membutuhkan bimbingan dan pengarahan yang konsisten menuju
ke arah titik optimal kemampuan fitrahnya.
Dalam perspektif Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional No 20 Tahun 2003 Pasal
1 ayat 4, peserta didik diartikan sebagai anggota masyarakat yang berusaha mengembangkan
dirinya melalui proses pendidikan pada jalur jenjang dan jenis pendidikan tertentu.
b. Kebutuhan Peserta Didik
Tingkah laku individu merupakan perwujudan dari dorongan untuk memenuhi
kebutuhan-kebutuhannya. Kebutuhan-kebutuhan ini merupakan inti kodrat manusia. Dengan
demikian, dapat dipahami bahwa kegiatan sekolah pada prinsipnya merupakan manifestasi
pemenuhan kebutuhan peserta didiknya, sehingga dapat membantu dan memenuhi
kebutuhan-kebutuhan mereka melalui berbagai aktifitas kependidikan termasuk aktifitas
pembelajaran. Kebutuhan-kebutuhan peserta didik tersebut meliputi: kebutuhan jasmani,
kebutuhan rohani, kebutuhan sosial, dan kebutuhan intelektual.
3.

Ekstrakurikuler PAI

3.1. Pengertian
Ekstrakurikuler berasal dari kata ekstra dan kurikuler. Ekstra berasal dari kata
Extra (Inggris) yang artinya tambahan. Kurikuler berasal dari kata Curriculum (Inggris) yang

artinya rencana pelajaran. Jika keduanya digabungkan "Ektrakurikuler" berarti di luar
rencana pelajaran (W.J.S Poerwadarmita, 1987: 26). Jadi Ekstrakurikuler adalah kegiatan
yang dilakukan di luar kelas dan di luar jam pelajaran untuk menumbuh-kembangkan potensi
Sumber Daya Manusia (SDM) yang dimiliki peserta didik baik berkaitan dengan aplikasi
ilmu pengetahuan yang didapatkannya maupun dalam pengertian khusus untuk membimbing
siswa dalam mengembangkan potensi dan bakat yang ada dalam dirinya melalui kegiatankegiatan yang wajib maupun pilihan. (Departemen Agama RI: 2004)
PAI adalah singkatan dari Pendidikan Agama Islam yang memiliki pengertian proses
operasional dalam usaha pendidikan ajaran-ajaran Islam. Menurut Dr. Zakiyah Darajat
Pendidikan Islam adalah Pembentukan kepribadian Muslim. (Zakiyah Darajat: 2011)
Berdasarkan kedua pengertian di atas, dapat diambil kesimpulan bahwa pengertian
ekstrakurikuler PAI adalah seluruh rangkaian kegiatan yang dilakukan di luar jam pelajaran
sebagai jalan bagi peserta didik untuk dapat mengamalkan ajaran Agama yang telah
diperolehnya di dalam kegiatan pembelajaran di kelas, serta untuk mendorong kepribadian
peserta didik yang sesuai dengan tuntunan ajaran Islam.
3.2. Fungsi dan Tujuan Kegiatan Ekstrakurikuler PAI
Fungsi dan tujuan kegiatan ekstrakurikuler PAI telah dijabarkan dalam buku Departemen
Agama RI tahun 2004 sebagai berikut:
1.

Meningkatkan pemahaman terhadap agama sehingga mampu mengembangkan
dirinya sejalan dengan norma-norma agama dan mampu mengamalkan dalam
perkembangan ilmu pengetahuan, tekhnologi, dan budaya;

2.

Meningkatkan kemampuan siswa sebagai anggota masyarakat dalam mengadakan
hubungan timbal balik dengan lingkungan sosial, budaya, dan alam semesta;

3.

Menyalurkan dan mengembangkan potensi bakat siswa agar dapat menjadi manusia
yang berkreatifitas tinggi dan penuh karya;

4.

Melatih sikap disiplin, kejujuran, kepercayaan, dan tanggung jawab dalam
menjalankan tugas;

5.

Menumbuhkembangkan akhlak Islami yang mengintegrasikan hubungan dengan
Allah, Rasul, manusia, alam semesta, bahkan diri sendiri;

6.

Mengembangkan sensitifitas siswa dalam melihat persoalan-persoalan sosial
keagamaan sehingga menjadi insan yang proaktif terhadap permasalahan sosial dan
dakwah;

7.

Memberikan bimbingan dan arahan serta pelatihan kepada siswa agar memiliki fisik
yang sehat, bugar, kuat, cekatan, dan terampil;

8.

Memberi peluang siswa agar memiliki kemampuan untuk komunikasi (human
relation) dengan baik; secara verbal maupun non verbal

9.

Melatih kemampuan siswa untuk bekerja sebaik-baiknya, secara mandiri maupun
dalam kelompok;

10. Menumbuhkembangkan kemampuan siswa untuk memecahkan masalah sehari-hari.

3.3. Bentuk-bentuk kegiatan ekstrakurikuler PAI
Bentuk-bentuk kegiatan ekstrakurikuler PAI yang dicanangkan oleh Kementerian Agama
RI meliputi:
1. Pelatihan Ibadah perorangan dan Jama’ah melalui simulasi dan praktek ibadah secara
mandiri dan kolektif
2. Tilawah Tahsin Al-Qur’an
3. Apresiasi seni dan kebudayaan Islam
4. Peringatan hari-hari besar Islam
5. Tadabur dan tafakur alam
6. Pesantren kilat
7. Khatmul Qur’an
8. Kegiatan perpustakaan
9. Kegiatan laboratorium dan penelitian
10. Kunjungan (wisata) Studi
11. Kepramukaan
12. Palang Merah Remaja (PMR)
13. Kampanye anti Narkoba
14. Kegiatan Olahraga
4.

Madrasah

4.1. Pengertian Madrasah
“Madrasah” dalam bahasa Arab merupakan dzaraf makan (keterangan tempat) dari kata
“darasa” yang artinya belajar, dengan demikian Madrasah berarti “tempat untuk belajar”, atau
“tempat untuk memberikan pelajaran”
Kata “madrasah” juga ditemukan dalam bahasa Hebrew atau Aramy, dari akar kata yang
sama yaitu “darasa” yang berarti “membaca dan belajar” atau “tempat duduk untuk belajar”
(Departemen Agama RI: 2004) dari kedua bahasa tersebut kata “madrasah” mempunyai arti

yang sama: “tempat belajar” jika diterjemahkan ke dalam Bahasa Indonesia, kata “Madrasah”
memiliki arti “sekolah” meskipun sebenarnya kata “sekolah” itu pada mulanya bukan berasal
dari bahasa Indonesia, melainkan merupakan resapan dari bahasa asing dalam hal ini Bahasa
Inggris, yaitu school.
Secara tekhnis dalam proses belajar mengajarnya secara formal tidak ada perbedaan
antara sekolah dan madrasah. Namun di Indonesia konotasi Madrasah lebih diidentitaskan
bagi “sekolah agama”, tempat anak-anak didik memperoleh pembelajaran seluk beluk agama
dan keagamaan (Agama Islam), seperti: Madrasah Diniyah, Madrasah Ibtidaiyah, Madrasah
Tsanawiyah, dan Madrasah Aliyah.
4.2. Karakteristik Madrasah
Madrasah dan Sekolah mempunyai kesamaan tekhnis, yakni sebagai tempat
berlangsungnya kegiatan belajar mengajar secara formal. Namun demikian Kareel Steenbrink
membedakan madrasah dan sekolah karena keduanya mempunyai karakteristik atau ciri khas
yang berbeda. Madrasah memiliki kurikulum, metode dan cara mengajar sendiri yang
berbeda dengan sekolah. Meskipun mengajarkan ilmu pengetahuan umum sebagaimana yang
diajarkan di sekolah, madrasah memiliki karakter tersendiri, yaitu sangat menonjolkan nilai
religiusitas masyarakatnya.
Perbedaan karakter antara madrasah dengan sekolah dapat dilihat dari perbedaan tujuan
antara keduanya secara historis. Tujuan pendirian madrasah di Indonesia pertama kalinya
adalah untuk mentransmisikan nilai-nilai Islam, selain untuk memenuhi kebutuhan
modernisasi pendidikan, juga sebagai jawaban atau respon dalam menghadapi kolonialisme
dan kristen, di samping untuk mencegah memudarnya semangat keagamaan penduduk akibat
meluasnya lembaga pendidikan Belanda. (Departemen Agama RI: 2004)
Hari ini, madrasah dikenal sebagai lembagaga pendidikan Islam yang berada di bawah
Sistem Pendidikan Nasional dan berada di bawah pembinaan Kementerian Agama. Lembaga
pendidikan ini telah tumbuh dan berkembang sehingga menjadi bagian dari budaya
Indonesia, karena ia tumbuh dan berproses bersama dengan seluruh proses perubahan dan
perkembangan yang teradi di dalam masyarakat.Kurang lebih satu abad, Lembaga pendidikan
madrasah telah membuktikan mampu bertahan dengan karakternya sendiri, yakni sebagai
lembaga pendidikan untuk membina jiwa agama dan akhlak anak didik.
B. KERANGKA PEMIKIRAN

Setiap orang memiliki potensi, dan tentu saja potensi tersebut berbeda antara satu orang
dengan orang lain. Potensi inilah yang bisa membawa manusia condong pada kebaikan atau
keburukan. Manusia bisa menjadi taat kepada Allah dan berbuat baik kepada sesama,
manusia pun bisa menjadi sosok durjana penuh angkara murka. Potensi tersebut telah
dianugerahkan Allah SWT kepada manusia secara sempurna. Allah berfirman:

‫لقد للقنا ننسان فى لحسن تقويم‬
“Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya.”
(QS. At-Tin[95]: 4)
Kesempurnaan tersebut tidak hanya secara fisik, tetapi juga secara psikis. Manusia
mempunyai naluri untuk beragama, mempertahankan diri, mencintai lawan jenis, dan
keturunan. Bersama dengan kebutuhan fisik seperti makan dan minum, kebutuhan naluriah
mendorong manusia untuk mencari pemuasan. Naluri beragama menciptakan aktivitas
religius, naluri seksual mendorong manusia untuk menikah, naluri mempertahankan diri
mendorongnya untuk marah, bekerja dan yang lainnya.
Aneka kecenderungan tersebut dikenal dengan sebutan hawa nafsu. Hawa nafsu ini telah
melekat pada diri manusia, jika manusia berusaha mengelolanya sesuai perintah dan larangan
Allah Swt. manusia akan senantiasa berada dalam kebaikan.
Berpadunya potensi diri manusia yang melahirkan berbagai macam kebutuhan, bila
disertai dengan kecerdasannya, semestinya bisa menghantarkannya ke dalam kehidupan yang
membahagiakan. Tetapi, realitasnya berkata lain, kecerdasan manusia sering dilumpuhkan
oleh ketidakmampuan mereka untuk mengelola potensi kehidupan yang dimiliki. Manusia
seringkali gagal memenuhi kebutuhan hidupnya secara benar. Manusia mampu menciptakan
berbagai kemajuan fisik seperti iptek, namun di balik kemajuan itu, moral manusia malah
jatuh ke dasar jurang kehidupan.
Dalam ayat selanjutnya Allah berfirman:

‫ث ّم رددن لسفل سافلين‬
“Kemudian Kami kembalikan dia ke tempat serendah-rendahnya” (QS. At-Tin[95]: 5)
Sesungguhnya, kecerdasan manusia dalam menciptakan sarana pemenuhan kebutuhan
hidup, tidak akan ada artinya jika tidak dibarengi dengan upaya untuk mengenali diri sendiri.
Kecanggihan tekhnologi dan kemajuan fisik umat manusia, tidak akan ada artinya jika
manusia tenggelam di dasar jurang kesengsaraan. Jika pemenuhan kebutuhan berjalan tidak
sebagaimana mestinya, tidak hanya merusak kehidupan pribadinya, tetapi juga melahirkan
dehumanisasi secara besar-besaran.

Selanjutnya Allah berfirman:

‫إ ّ الّذين لمنوا وعملواالصّللحت فلهم لجر غير ممنون‬
“Kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan kebaikan, maka mereka akan
mendapat pahala yang tidak ada putus-putusnya” (QS. At-Tin[95]: 6)
Berdasarkan ketiga ayat di atas, hanya orang-orang yang beriman dan melakukan amal
kebaikan yang akan tetap berada dalam kesempurnaan. Disadari atau tidak, pada hakikatnya
manusia membutuhkan agama, risalah dari Dzat Pencipta kehidupan dan manusia. Nilai-nilai
itu adalah risalah samawi Ilahiyah, datang dari sisi-Nya. Oleh karenanya, kebutuhan manusia
terhadap Sang Pencipta dan segala aturan-Nya adalah sebuah keniscayaan yang tidak bisa
diragukan lagi. Aturan itu diperlukan untuk menata dan melejitkan potensi diri manusia, agar
tidak terpuruk dalam kesengsaraan dan penderitaan.
Asyaibani dalam buku A. Tafsir menyatakan bahwa manusia itu kecenderungan beriman
kepada kekuasaan tertinggi dan paling unggul yang menguasai jagat raya ini. Kecenderungan
ini dibawanya sejak lahir. Jadi manusia itu ingin beragama. (A. Tafsir, 2011: 35)
Potensi spiritual sudah hadir dan bersemayam dalam diri manusia, siapapun dia, dan
apapun agamanya. Karena itu kita dapat membangunkan, mengasah, dan menajamkan
potensi spiritual sehingga menjadi aktif, reflektif, dan aplikatif dalam kehidupan sehari-hari,
dengan cara mengintensifkan amalan-amalan ibadah kita baik secara vertikal maupun secara
horizontal. Sebab fitrah manusia adalah liddiini haniifaa.
Potensi spiritual itu harus dikembangkan, dan pengembangan itu hanya bisa dilakukan
melalui pendidikan. Kewajiban mengembangkan potensi itu merupakan beban dan tanggung
jawab manusia kepada Allah. Kenyataan dalam sejarah bahwa manusia itu secara potensial
adalah makhluk yang pantas dibebani kewajiban dan tanggungjawab, menerima dan
melaksanakan ajaran Allah SWT. ajaran yang dibebankan kepada manusia untuk
melaksanakannya. Setiap umat manusia dituntut untuk beriman dan beramal sesuai dengan
petunjuk yang digariskan oleh Allah dan Rasul-Nya. Tetapi petnjuk itu tidak datang kepada
setiap orang seperti kepada Rasul dan nabi, melainkan harus melalui usaha dan kegiatan.
(Zakiyah Darajat, 2011: 17) Karena itu, usaha dan kegiatan membina pribadi agar beriman
dan beramal saleh itu adalah suatu kewajiban mutlak. Usaha dan kegiatan itu disebut
pendidikan. Dengan arti lain, pendidikan adalah usaha dan kegiatan pembinaan pribadi.
Secara garis besarnya kerangka pemikiran dapat dijabarkan sebagai berikut:

Potensi spiritual

Pendidikan
ekstra kurikuler
keagamaan
(amaliyah shalat
fardu dan
sunnah)

Insan Kamil

BAB III
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. HASIL PENELITIAN
Madrasah

Ibtidaiyah

Negeri

(MIN)

Rancah

mempunyai

program

untuk

menumbuhkembangkan potensi spiritual melalui kegiatan ekstrakurikuler PAI. Kegiatan ini
sudah berlangsung selama satu tahun setengah, semenjak Bapak Sukmawan, S.Pd.I, M.Si
menjabat sebagai Kepala madrasah.
Latar belakang dilaksanakannya program keagamaan ini adalah:
1.

Lahir dari sebuah keinginan yang besar untuk menampakan ciri khas pendidikan
madrasah yang berdasarkan sejarahnya, berdiri sebagai lembaga perjuangan yang
berbasis pendidikan Islam.

2.

Manusia yang lahir sebagai makhluk Allah membawa fitrah untuk beribadah kepada

ّ
Allah. ‫الجن واننس إ ّ ليعبدون‬
‫وما للقحت‬
Tujuan pelaksanaan program ini adalah untuk mengaktualisasikan ajaran Islam dalam
kehidupan sehari-hari, sehingga ajaran Islam bisa menginternalisir dalam jiwa peserta didik
dan bisa membentengi keimanan dan ketaqwaan kepada Allah SWT.
Dasar yang dijadikan acuan pelaksanaan kegiatan keagamaan di MIN Rancah adalah
1. firman Allah dalam surat Ar-Ruum ayat 30:

‫تبديل لخلق ا‬

‫فأقم وجهك لل ّدين حنيفا فطرة ا الّتى فطر النّاس عليها‬

“Maka hadapkanlah wajahmu pada agama Allah, manusia diciptakan Allah (dengan
membawa) fitrah itu, tidak ada perubahan pada ciptaan Allah itu.” (ar-Ruum: 30)
2. Hadits Nabi

(‫كل ّل مولود يولد على الفطرة فأبواه بهوّدان لو ينصّران لو يمجّسان )البخارى و مسلم‬

“Tiap orang dilahirkan membawa fitrah, ayah dan ibunyalah yang menjadikannya
Yahudi, Nasrani, atau Majusi.” (Hadits Riwayat Bukhori dan Muslim)
3. UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional
4. UU No. 34 Tahun 2006 tentang Pembinaan Prestasi Peserta didik yang Memiliki Potensi
Kecerdasan dan atau Bakat istimewa
Yang paling menonjol kegiatan ekstrakurikuler PAI di MIN Rancah adalah praktek
amaliyah ibadah, seperti: kultum, tadarusan, shalat duha, shalat dzuhur berjamaah, dan
qiyamul lail. Kegiatan ini ditonjolkan untuk mengembangkan potensi spiritual siswa, karena
potensi spiritual merupakan cikal bakal bagi pertumbuhan potensi lainnya.
Kegiatan keagamaan ini sangat bermanfaat bagi siswa, khususnya praktek amaliyah
ibadah, menurut hasil wawancara dengan siswa, manfaat kegiatan keagamaan ini untuk
melatih kesabaran, khusus shalat manfaatnya dapat menyehatkan jasmani dan rohani. Jasmani
sehat karena sering digerakan sehingga tidak kaku, pengaruhnya terhadap rohani hati menjadi
sejuk. Bahkan yang paling mengagetkan ada pendapat siswa yang mengatakan bahwa
manfaat qiyamul lail dapat membukakan fikiran (ketika ulangan mudah mengerjakan soal).
Pengaruh dari amaliyah kegiatan keagamaan; siswa menjadi disiplin waktu, baik ketika
berangkat maupun ketika pulang sekolah, selalu mengucapkan salam dimana saja dan kapan
saja ketika bertemu dengan guru
B. PEMBAHASAN
Setelah mengetahui temuan-temuan yang didapat dari hasil penelitian mengenai
“menumbuhkembangkan Potensi Spiritual Peserta Didik Melalui Kegiatan Ekstrakurikuler
PAI (Amaliyah Shalat Fardu dan Sunnah)” di MIN Rancah secara umum, kemudian hasil
temuan itu kita analisis satu per satu berdasarkan point-point temuan yang telah diuraiakan di
atas.
a. Latar belakang kegiatan
Latar belakang kegiatan ekstrakurikuler PAI ini untuk menampakan ciri khas pendidikan
madrasah. Berdasarkan sejarahnya Tujuan pendirian madrasah di Indonesia pertama kalinya
adalah untuk mentransmisikan nilai-nilai Islam, selain untuk memenuhi kebutuhan
modernisasi pendidikan, juga sebagai jawaban atau respon dalam menghadapi kolonialisme
dan kristen, di samping untuk mencegah memudarnya semangat keagamaan penduduk akibat
meluasnya lembaga pendidikan Belanda. (Departemen Agama RI: 2004)

Latar belakang yang kedua adalah firman Allah yang menjelaskan tujuan penciptaan
manusia untuk beribadah kepada Allah SWT. Berbicara masalah pendidikan Islam, maka
secara filisofis harus mengikutsertakan objek utamanya, yaitu manusia dalam pandangan
Islam. Manusia adalah makhluk Allah yang diciptakan untuk mengabdi kepada-Nya.
( Zakiyah Darajat, 2011: 2) untuk itulah Allah memerintahkan supaya manusia beribadah
kepada-Nya.

ّ
‫الجن واننس إ ّ ليعبدون‬
‫وما للقحت‬
“Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan untuk beribadah kepada-Ku.”
(QS. Adz-Dzariyat: 56)
b. Tujuan Kegiatan
Berdasarkan hasil penelitian, tujuan dari kegiatan ekstrakurikuler ini adalah untuk
mengaktualisasikan ajaran Islam dalam kehidupan sehari-hari, sehingga ajaran Islam bisa
menginternalisir dalam jiwa peserta didik dan bisa membentengi keimanan dan ketaqwaan
kepada Allah SWT.
Tujuan kegiatan di atas tidak terlepas dari tujuan pendidikan Islam. Tujuan Pendidikan
Islam menurut Ahmad Tafsir adalah Muslim yang sempurna, atau manusia yang takwa, atau
manusia yang beriman, atau manusia yang beribadah kepada Allah. Muslim yang sempurna
itu ditafsirkan sebagai Muslim yang jasmaninya sehat serta kuat, akalnya cerdas serta pandai,
hatinya takwa kepada Allah. (A. Tafsir, 2010: 51)
Menurut Zakiyah Darajat, tujuan Pendidikan Islam sementara adalah membentuk Insan
Kamil, sedangkan tujuan akhirnya adalah Insan Kamil yang mati dalam keadaan berserah diri
kepada Allah sebagai Muslim. (Zakiyah Darajat, 2011: 31)
Tujuan akhir ini senada dengan firman Allah:

ّ
ّ ‫يأيّهاالّذين لمنوااتّقواا ح‬
‫تموتن إ ّ ولنتمم مسلمون‬
‫ق تقت و‬
“Wahai orang-orang yang beriman, bertakwalah kamu kepada Allah dengan sebenarbenarnya takwa; dan janganlah kamu mati kecuali dalam keadaan muslim.” (QS. Ali-Imran
[3]: 102).
c. Dasar Kegiatan
Berdasarkan hasil penelitian dasar kegiatan ini mengacu kepada Firman Allah surat arruum ayat 30 dan Hadits Nabi yang diriwayatkan oleh Bukhori Muslim yang menjelaskan
bahwa manusia dilahirkan dengan membawa fitrah.
Menurut Usman Najati, Fitrah adalah agama yang hanif (lurus), sebagai potensi dan
kesiapan memakrifati Allah. Kekuatan fitrahlah yang membuat manusia cenderung kepada

kebenaran, memiliki kesiapan untuk berbuat baik dan menolak semua jenis keburukan. Akan
tetapi karena di dalam diri manusia terdapat unsur materi, kecenderungan untuk beradaptasi
dengan lingkungan buruk juga merupakan realitas alamiah seorang manusia. Sebagaimana
memiliki kesiapan fitri untuk mengetahui kebenaran dan berbuat baik, karena pengaruh
kondisi lingkungan keluarga dan sosial yang tidak baik, kesiapan fitri itu juga potensial akan
padam dan terhapus, lalu ia condong pada kebatilan dan kejahatan. Untuk itu fitrah sebagai
kekuatan potensial agar tumbuh dan berkembang ke arah yang benar membutuhkan
pendidikan dan pengajaran. (M.Utsman Najati, 2002: 18)
Senada dengan M. Utsman Najati, Zakiyah Darajat pun berpendapat bahwa dengan
pendidikan dan pengajaran fitrah itu dapat dikembangkan manusia, sebab meskipun
dilahirkan seperti kertas putih, bersih belum berisi apa-apa dan meskipun ia lahir dengan
pembawaan yang dapat berkembang sendiri, namun perkembangan itu tidak akan maju kalau
tidak melalui proses pendidikan. (Zakiyah Darajat, 2011: 17).
d. Manfaat kegiatan
Dari hasil penelitian ini, saya menggarisbawahi dua kegiatan yang dinilai oleh siswa
memberikan manfaat yang luar biasa yaitu shalat dan qiyamu lail. Mereka berpendapat
bahwa shalat dapat menyehatkan jasmani dan ruhani, karena dengan shalat badan menjadi
sehat karena sering digerakan sehingga tidak kaku, dan hati menjadi sejuk. Sedangkan
manfaat qiyamu lail mereka berpendapat dapat membukakan fikiran. Ketika penulis
melakukan observasi, penulis merasakan suasana yang luar biasa ketika melihat anak-anak
larut dalam kekhusyuan ibadah malam tersebut, bahkan ada siswa yang menangis ketika
bermunajat kepada Allah SWT. sungguh ini pengalaman yang luar biasa bisa melaksnakan
qiyamu lail bersama siswa siswi Madrasah Ibtidaiyah Negeri Rancah.
Untuk mengetahui apa yang menyebabkan shalat dapat menyehatkan badan dan
menyejukan hati, mari kita tinjau berdasarkan pendapat para ahli. Jalal Syafi’i dalam bukunya
”dahsyatnya gerakan shalat” menjelaskan mukjizat dari gerakan-gerakan shalat yang kita
laksanakan selama lima kali sehari semalam.
Di dalam buku tersebut dijelaskan bahwa gerakan takbirotul ihrom dapat meminimalisir
kelelahan pada sistem otot , dan dapat mengurangi stres. Dengan ruku dan sujud, kita akan
terhindar dari penyakit sakit kepala baik disebabkan karena stress, darah rendah, anemia,
kurang rendah, dan lemah jantung. Selain itu gerakan ruku dan sujud juga dapat menambah
jumlah darah yang mengalir ke otak, sehingga dapat menyebabkan otak menjadi lebih segar
dan dapat membantu meningkatkan kemampuan otak dalam bekerja.(Jalal Syafi’i, 2003: 144)

Menurut hasil wawancara, selain dapat menyehatkan badan, shalat juga dapat
menjadikan hati sejuk. Hal ini sesuai dengan firman Allah

‫ لقم الصّلة لذكلرى‬...
“Dirikanlah shalat untuk mengingat-Ku.” (QS.
Berdasarkan ayat di atas tujuan mendirikan shalat adalah untuk mengingat Allah, karena
hanya dengan mengingat Allah hati manusia menjadi tenang dan tentram. Allah berfirman:

ّ
‫تطمئن القلوب‬
‫ل بذكلر ا‬
"
Hasil wawancara terakhir, siswa mengatakan dengan qiyamu lail fikiran menjadi lebih
terbuka. Hal ini disebabkan karena pada setiap malam terdapat waktu-waktu mustajab,
tepatnya pada pertengahan malam terakhir. Ibnu Shalih al-Ishaq mengatakan bahwa shalat
tahajud dan shalat malam, tadharru’ dan tunduk di hadapan Allah antara langit dan bumi
merupakan sarana atau wasilah yang mendukung suksesnya do’a (dapat terkabul) bahkan
menjadi perantara untuk menghasilkan apa yang diharapkan dengan tanpa banyak mengalami
kesusahan. (M. Ibnu Shalih, 2012: 241).
Diriwayatkan dari Amr bin Abasah r.a bahwa sesungguhnya Rasulullah Saw. Bersabda:

‫ فإن اسممتطعحت لن تكممون م ّمن يممذكلر ا فى تلممك‬,‫لقرب ما يكون الرّبّ من العبد فى جوف اللّيل اخلر‬
‫السّاعة فكن‬
“Waktu terdekat antara Rabb dan hamba adalah pada pertengahan malam terakhir.
Apabila kamu mampu untuk melakukan dzikir mengingat Allah SWT. pada saat itu maka
lakukanlah.” (Hr. At-Tirmidzi, an-Nasa’i, dan Hakim)
Dan pada dasarnya meminta pertolongan yang terbaik kepada Allah Swt adalah dengan
shalat. Sebagaimana firman Allah yang berbunyi:

‫واستعينوام بالصّبر والصّلة وإنّها لكبيرة إ ّ على الخاشعين‬
"Dan mintalah (kepada Allah) dengan sabar dan (mengerjakan) shalat. dan sesungguhnya
yang demikian itu sungguh berat, kecuali bagi orang yang khusyu.” (QS. Al-Baqarah [1]: 45)

BAB IV
SIMPULAN DAN SARAN
A. SIMPULAN
B. SARAN