Struktur dan Unsur Pembangun Prosa Fiksi

MAKALAH
STRUKTUR DAN UNSUR PEMBANGUN
PROSA FIKSI

Oleh :
FahmiKhairuddin

(201610080311085)

Mira Noor Cahyaningrum (201610080311091)
M. Adi Firmansyah

(201610080311069)

Aditian Puspita Kirana

(201610080311067)

Lazuarda Kusuma Dewie

(201310080311086)


PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG
2017

i

KATA PENGANTAR
Puji syukur saya ucapkan kepada Allah SWT atas segala limpahan rahmat dan
kasih sayang-Nya sehingga saya dapat menyelesaikan makalah Kajian Prosa Fiksi ini
dengan judul “Pengertian Struktur Prosa Fiksi dan Pembangun Dalam Struktur Prosa
Fiksi”.
Laporan ini dapat terselesaikan dengan adanya bantuan, dukungan baik moril
maupun materiil dari berbagai pihak, sehingga dengan hormat saya menyampaikan
terima kasih sebesar-besarnya kepada Ibu Sugiarti selaku Dosen Pengampu Mata
Kuliah Kajian Prosa Fiksi yang telah memberikan bimbingan, arahan, ilmu dan
pengetahuan yang sangat berarti untuk saya dalam menyelesaikan makalah ini.
Saya menyadari banyak ketidak sempurnaan dalam laporan penelitian ini,
sehingga kritik dan saran akan sangat membantu memperbaiki makalah ini. Dan saya

berharap makalah ini dapat bermanfaat bagi semua pihak yang telah membacanya.

Malang, 15 Oktober 2017

Penulis

ii

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................................. i
DAFTAR ISI ............................................................................................................ ii
BAB I . PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ................................................................................................... 1
BAB II . PEMBAHASAN
A. Pengertian dan Struktur Prosa Fiksi ................................................................. 3
a) PengertiandanJenisProsaFiksi........................................................................... 3
b) Jenis-jenisProsaFiksi ........................................................................................ 3
B. Unsur PembangunStrukturProsaFiksi ............................................................... 8
a) UnsurIntrinsik ................................................................................................... 9

b) UnsurEkstrinsik ................................................................................................ 9
BAB III . PENUTUP
A. Kesimpulan ...................................................................................................... 15
DAFTAR PUSTAKA .............................................................................................. 16

iii

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang
Prosa fiksi sebagai cerita rekaan bukan berarti prosa fiksi adalah lamunan
kosong seorang pengarang. Prosa fiksi adalah perpaduan atau kerja sama antara
pikiran dan perasaan. Fiksi dapat dibedakan atas fiksi yang realitas dan fiksi yang
aktualitas. Fiksi realitas mengatakan: “seandainya semua fakta, maka beginilah yang
akan terjadi. Jadi, fiksi realitas adalah hal-hal yang dapat terjadi, tetapi belum tentu
terjadi. Penulis fiksi membuat para tokoh imaginatif dalam karyanya itu menjadi
hidup. Industri budaya bersentuhan dengan kesalahan bukan kebenaran, dengan
kebutuhan-kebutuhan palsu dan
solusi-solusi palsu,dan bukannya dengan

kebutuhan-kebutuhan dan
solusi-solusi Industri budaya menyelesaikan masalah
”hanya pada permukaan”, bukan dipecahkan sebagaimana
seharusnya di
dunia nyata Sugiarti (2013:168). Fiksi aktualitas mengatakan “karena semua fakta
maka beginilah yang akan terjadi”. Jadi, aktualitas artinya hal-hal yang benar-benar
terjadi. Contoh: roman sejarah, kisah perjalanan, biografi, otobiografi. Prosa selalu
bersumber dari lingkungan kehidupan yang dialami, disaksikan, didengar, dan dibaca
oleh pengarang.
Adapun ciri-ciri prosa fiksi adalah bahasanya terurai, dapat memperluas
pengetahuan dan menambah pengetahuan, terutama pengalaman imajinatif. Prosa
fiksi dapat menyampaikan informasi mengenai suatu kejadian dalam kehidupan.
Prosa fiksi melukiskan realita imajinatif karena imajinasi selalu terikat pada realitas,
sedangkan realitas tak mungkin lepas dari imajinasi. Bahasanya lebih condong ke
bahasa figuratif dengan menitikberatkan pada penggunaan kata-kata konotatif.
Selanjutnya prosa fiksi mengajak kita untuk berkontemplasi karena sastra
menyodorkan interpretasi pribadi yang berhubungan dengan imajinasi.
Menurut Mahayana (2006:244), pendekatan intrinsik pada dasarnya sama
dengan analisis struktural. Karya sastra dianggap di dalamnya mempunyai sejumlah
elemen atau peralatan yang saling berkaitan dan masing-masing mempunyai

fungsinya sendiri. Pendekatan intrinsik mencoba menjelaskan fungsi dan keterkaitan
elemen (unsur) atau peralatan itu tanpa menghubungkannya dengan faktor di luar itu,
seperti biografi pengarang, latar belakang penciptaan, atau keadaan dan pengaruh
karya sastra kepada pembacanya. Di antara segala sistem tanda sastralah yang paling

1

menarik dan kompleks karena sastra merupakan eksplorasi dan perenungan yang terus
menerus mengenai pemberian makna dalam segala bentuknya, penafsiran pengalaman;
komentar mengenai keberlakuan berbagai cara menafsirkan pengalaman; peninjauan tentang
kekuasaan bahasa yang kreatif. Sugiarti (2011:192)

Unsur intrinsik prosa, unsur intrinsik prosa terdiri atas alur, tema, tokoh dan
penokohan, latar/setting, sudut pandang, gaya, pembayangan, dan amanat. Alur atau
plot adalah struktur rangkaian kejadian dalam cerita yang disusun sebagai sebuah
interelasi fungsional yang sekaligus menandai urutan bagian-bagian dalam
keseluruhan fiksi.
Kedelapan unsur tersebut saling mengisi dalam sebuah prosa. Tema, misalnya
menjadi sentral yang mengilhami cerita. Begitu juga dengan penokohan yang meramu
watak tokohnya menjadi penyampai pesan yang diinginkan pengarang, baik yang

jahat maupun yang baik. Agar penokohan ini tampak lebih hidup, ditopang dengan
latar/setting cerita, gaya, pembayangan dan amanat.
Unsur ekstrinsik prosa, unsur ekstrinsik prosa fiksi adalah segala faktor luar
yang melatarbelakangi penciptaan karya sastra seperti nilai sosiologi, nilai
kesejarahan, nilai moral, nilai psikologi. Ia merupakan nilai subjektif pengarang yang
bisa berupa kondisi sosial,motivasi, tendensi yang mendorong dan mempengaruhi
kepengarangan seseorang. Pada gilirannya unsur ekstrinsik yang sebenarnya ada di
luar karya sastra itu, cukup membantu para penelaah sastra dalam memahami dan
menikmati karya yang dihadapi. Pengalaman mendalam dan pengenalan unsur
ekstrinsik tersebut memungkinkan seseorang penelaah mampu ,menginterpretasikan
karya sastra dengan lebih tepat.
1.2 Tujuan
1. Memberikan pengetahuan dan pemahaman mengenai pengertian prosa
fiksi secara umum.
2. Memberikanpengetahuandanpemahamanmengenaistrukturdanunsurpemba
ngunprosafiksi.
1.3 RumusanMasalah
1. Apa penegertian dan konsep prosa fiksi secara umum ?
2. Bagaimana struktur prosa fiksi dan penggunannya dalam penulisan karya
prosa fiksi ?

3. Bagaimana unsur pembangun prosa fiksi dan penggunannya dalam
penulisan karya prosa fiksi ?

2

BAB II
PEMBAHASAN

2.1

Pengertian Pola Dan Struktur Prosa
2.1.1 Pengertian dan Jenis-Jenis Prosa-Fiksi
Kata prosa diambil dari bahasa Inggris, prose. Kata ini sebenarnya

menyaranpada pengertian yang lebih luas, tidak hanya mencakup pada tulisan
yangdigolongkan sebagai karya sastra, tapi juga karya non fiksi, seperti artikel, esai,
dansebagainya.
Agar tidak terjadi kekeliruan, pengertian prosa pada buku ini dibatasi
padaprosa sebagai genre sastra. Dalam pengertian kesastraan, prosa sering
diistilahkandengan fiksi (fiction), teks naratif (narrative text) atau wacana naratif

(narrativediscourse).
Prosa yang sejajar dengan istilah fiksi (arti rekaan) dapat diartikan :
karyanaratif yang menceritakan sesuatu yang bersifat rekaan, tidak sungguhsungguhterjadi di dunia nyata. Tokoh, peristiwa dan latar dalam fiksi bersifat
imajiner. Hal iniberbeda dengan karya nonfiksi. Dalam nonfiksi tokoh, peristiwa, dan
latar bersifatfaktual atau dapat dibuktikan di dunia nyata (secara empiris).
2.1.2

JenisJenis Prosa Fiksi
a) Prosa Modern

Dari khasanah sastra modern, kita mengenal Ada beberapa jenis karya
prosafiksi, yaitu novel, novelet, dan cerita pendek (cerpen).
b) Cerita Pendek (cerpen)
Sesuai dengan namanya, cerita pendek dapat diartikan sebagai ceritaberbentuk
prosa yang pendek. Ukuran pendek di sini bersifat relatif. Menurut EdgarAllan Poe,
sastrawan kenamaan Amerika, ukuran pendek di sini adalah selesai dibacadalam
sekali duduk, yakni kira-kira kurang dari satu jam. Adapun Jakob Sumardjodan Saini
K.M (1995:30) menilai ukuran pendek ini lebih didasarkan padaketerbatasan
pengembangan unsur-unsurnya. Cerpen memiliki efek tunggal dan tidakkompleks.
Cerpen ,dilihat dari segi panjangnya, cukup bervariasi. Ada cerpen

yangpendek (short short story), berkisar 500-an kata; ada cerpen yang panjangnya

3

cukupan(middle short story), dan ada cerpen yang panjang (long short story) biasanya
terdiriatas puluhan ribu kata.
Dalam kesusastraan di Indonesia, cerpen yang diistilahkan dengan short
shortstory, disebut dengan cerpen mini. Sudah ada antologi cerpen seperti ini,
misalnyaantologi : Ti Pulpen Nepi Ka Pajaratan Cinta. Contoh untuk cerpen-cerpen
yangpanjangnya sedang (middle short story) cukup banyak. Cerpen-cerpen yang
dimuat disurat kabar adalah salah satu contohnya. Adapun cerpen yang long short
storybiasanya cerpen yang dimuat di majalah. Cerpen ”Sri Sumariah” dan “Bawuk”
karyaUmar Khayam juga termasuk ke dalam cerpen yang panjang ini.
c) Novel
Kata novel berasal dari bahasa Italia, novella, yang berati barang baru
yangkecil. Pada awalnya, dari segi panjangnya noovella memang sama dengan
ceritapendek dan novelet.
Novel kemudian berkembang di Inggris dan Amerika. Novel di wilayah
iniawalnya berkembang dari bentuk-bentuk naratif nonfiksi, seperti surat, biografi,
dansejarah. Namun seiring pergeseran masyarakat dan perkembangan waktu, novel

tidakhanya didasarkan pada data-data nonfiksi, pengarang bisa mengubah novel
sesuaidengan imajinasi yang dikehendakinya.
Yang membedakan novel dengan cerpen dan novelet adalah segi panjang
dankeluasan cakupannya. Dalam novel, karena jauh lebih panjang, pengarang
dapatmenyajikan unsur-unsur pembangun novel itu: tokoh, plot, latar, tema, dll.
Secaralebih bebas, banyak, dan detil. Permasalahan yang diangkatnya pun lebih
kompleks
Dengan demikian novel dapat diartikan sebagai cerita berbentuk prosa yang
menyajikan permasalahn-permasalahan secara kompleks, dengan penggarapan
unsurunsurnya secara lebih luas dan rinci.
d) Roman
Kehadiran dan keberadaan roman sebenarnya lebih tua dari pada
novel.Roman (romance) berasal dari jenis sastra epik dan romansa abad pertengahan.
Jenissastra ini banyak berkisah tentang hal-hal yang sifatnya romantik, penuh
denganangan-angan, biasanya bertema kepahlawanan dan percintaan.

4

Istilah roman dalam sastra Indonesia diacu pada cerita-cerita yang
ditulisdalam bahasa roman (bahasa rakyat Prancis abad pertengahan) yang masuk

keIndonesia melalui kesusastraan Belanda. Di Indonesia apa yang diistilahkan
denganroman, ternyata tidak berbeda dengan novel, baik bentuk, maupun isinya. Oleh
karenaitu, sebaiknya istilah roman dan novel disamakan saja.
Cerpen, novel/roman, dan novelet di atas berjenis-jenis lagi. Penjenisan
itudapat dilihat dari temanya, alirannya, maupun dari kategori usia pembaca.
Terkait dengan penjenisan berdasarkan kategori usia pembaca, kita mengenal
pengistilahan sastra anak, sastra remaja, dan sastra dewasa. Begitu pula dengan
jenisprosa di atas, baik cerpen, novel, maupun novelet. Penjenisan itu disesuaikan
dengankarakteristik usia pembacanya, baik dari segi isi, maupun penyajiannya.
Sebagaicontoh, sastra anak (cerpen anak, novel anak) dari segi isinya akan
menyuguhkanpersoalan-persoalan dan cara pandang sesuai dengan dunia anak-anak.
Begitu puladengan penyajiannya, yang menggunakan pola penyajian dan berbahasa
sederhanayang dapat dipahami anak-anak. Sastra remaja pun demikian, persoalan
danpenyajiannya adalah sesuai dengan dunia remaja, seperti percintaan,
persahabatan,petualangan, dan lain-lain.
Sesuai dengan lingkup materi yang terdapat dalam kurikulum,
pembahasanjenis prosa di atas akan dibatasi pada cerpen anak dan novel remaja.
e) Cerita Anak
Cerita anak, baik karya asli Indonesia, maupun terjemahan, mencakup
rentangumur pembaca yang beragam, mulai rentang 3-5 tahun, 6-9 tahun, dan 10-12
tahun(bahkan 13 dan 14) tahun. Adapun bentuknya bermacam-macam, baik serial,
ceritabergambar, maupun cerpen. Tema cerita anak juga beragam, mulai dari
persahabatan,lingkungan, kemandirian anak, dan lain-lain. Sifatnya juga beragam.
Dari segisifatnya, cerita anak dalam khasanah sastra modern terdiri atas:
1) cerita keajaiban, yakni cerita sihir dan peri yang gaib, yang
biasanyamelibatkan pula unsur percintaan dan petualangan. Contoh:
Cinderella, PuteriSalju, Puteri Tidur, Tiga Keinginan, dan lain-lain.
2) cerita fantasi, yaitu cerita yang 1) menggambarkan dunia yang tidak
nyata; 2)dunia yang dibuat sangat mirip dengan kenyataan dan
menceritakan hal-halaneh; dan 3) menggambarkan suasana yang asing
dan peristiwa-peristiwa yangsukar diterima akal. Macam-macamnya

5

adalah: fantasi binatang, fantasimainan dam boneka, fantasi dunia liliput,
fantasi tentang alam gaib, danfantasi tipu daya waktu.
3) cerita fiksi ilmu pengetahuan, yakni cerita dengan unsur fantasi
yangdidasarkan pada hipotesis tentang ramalan yang masuk akal
berdasarkanpengetahuan, teori, dan spekulasi ilmiah, misalnya cerita
tentang petualangandi planet lain, makhluk luar angkasa, dan sejenisnya.
Sumber-sumber cerita anak cukup luas, baik berupa buku, maupun ceritacerita
yang disajikan di majalah anak-anak, dan koran-koran yang memiliki sisipanrubrik
anak-anak. Di Indonesia, para pengarang cerita anak antara lain: Toha
Mohtar,Mansur Samin, Titie Said, E. Siswojo, A. Djan, Triwahyono, Nimas Heming,
SlametManshuri, Ayu Widuri, Dian Pratiwi, Heroe Soekarto, Radar Panca Dahana,
ToetyMukhlih, Arif Maulana, Soekardi, Tetet Cahyati, Dorothea Rosa Herliany, dan
masihbanyak lagi.
f) Prosa Lama
Yang dimaksud dengan istilah prosa lama di sini adalah karya prosa
yanghidup dan berkembang dalam masyarakat lama Indonesia, yakni
masyarakattradisional. di wilayah Nusantara. Jenis sastra ini pada awalnya muncul
sebagai sastralisan. Adapun inti sebenarnya yang menentukan mati serta hidupnya
pergaulan hidup adalah perangkat hubungan antara manusia di dalam pergaulan
hidup yang didasari oleh nilai-nilai. Kesadaran akan nilai-nilai itu digunakan sebagai
landasan kebudayaan di dalam hidup bersama. Kenyataankenyataan masyarakat
dilahirkan oleh kebudayaan melalui penerapan ukuranukuran yang bersumber pada
kesadaran akan nilai-nilai. Sugiarti (2011:150). Di antara jenis-jenis prosa lama itu
adalah mite, legenda, fabel, hikayat, danlain-lain. Jenis-jenis prosa lama tersebut
sering pula diistilahkan dengan folklor (ceritarakyat), yakni cerita dalam kehidupan
rakyat yang diwariskan dari generasi kegenerasi secara lisan. Dalam istilah
masyarakat umum, jenis-jenis tersebut sering disebut dengan dongeng.
1) Dongeng, adalah cerita yang sepenuhmya merupakan hasil imajinasi
ataukhayalan pengarang di mana yang diceritakan seluruhnya belum
pernahterjadi.
2) Fabel adalah cerita rekaan tentang binatang dan dilakukan atau para
pelakunyabinatna g yang diperlakukan seperti manusia. Contoh: Cerita Si
Kancil yangCerdik, Kera Menipu Harimau, dan lain-lain.
3) Hikayat adalah cerita, baik sejarah, maupun cerita roman fiktif, yang
dibacauntuk pelipur lara, pembangkit semangat juang, atau sekedar

6

untukmeramaikan pesta. Contoh; Hikayat Hang Tuah, Hikayat Seribu Satu
Malam,dan lain-lain.
4) Legenda adalah dongeng tentang suatu kejadian alam, asal-usul suatu
tempat,benda, atau kejadian di suatu tempat atau daerah. Contoh: Asal
MulaTangkuban Perahu, Malin Kundang, Asal Mula Candi Prambanan, dan
lainlain.
5) Mite adalah cerita yang mengandung dan berlatar belakang sejarah atau
halyang sudah dipercayai orang banyak bahwa cerita tersebut pernah terjadi
danmengandung hal-hal gaib dan kesaktian luar biasa. Contoh: Nyi Roro
Kidul.
6) Cerita Penggeli Hati, sering pula diistilahkan dengan cerita
noodleheadkarena terdapat dalam hampir semua budaya rakyat. Cerita-cerita
inimengandung
unsur
komedi
(kelucuan),
omong
kosong,
kemustahilan,ketololan dan kedunguan, tapi biasanya mengandung unsur
kritik terhadapperilaku manusia/mayarakat. Contohnya adalah Cerita Si
Kabayan, PakBelalang, Lebai Malang, dan lain-lain.
7) Cerita Perumpamaan adalah dongeng yang mengandung kiasan atau
ibaratyang berisi nasihat dan bersifat mendidik. Sebagai contoh, orang pelit
akandinasihati dengan cerita seorang Haji Bakhil.
8) Kisah adalah karya sastra lama yang berisi cerita tentang perjalanan atau
pelayaran seseorang dari satu tempat ke tempat lain. Contoh: Kisah
PerjalananAbdullah ke Negeri Kelantan, Kisah Abullah ke Jeddah, dan lainlain.
Dari jenis-jenis cerita di atas, ada juga yang dikhususkan sebagai cerita
anak.Yang termasuk cerita anak dari khasanah prosa lama antara lain: cerita
binatang(contohnya Cerita Kancil dan Buaya, Burung Gagak dan Serigala, dan lainlain),cerita noodlehead (contohnya: Cerita Pak Kodok, Pak Pandir, PakBelalang,
SiKabayan, dan lain-lain).
2.1.3

Unsur Pembangun Struktur Prosa Fiksi

Unsur pembangun prosa terdiri dari struktur dalam atau unsur intrinsik serta
struktur luar atau unsur ekstrinsik. Unsur intrinsik prosa terdiri dari tema dan amanat,
alur, tokoh, latar, sudut pandang, serta bahasa yang dipergunakan pengarang untuk
mengekspresikan gagasannya. Tema prosa fiksi terutama novel dapat terdiri dari tema
utama serta beberapa tema bawahan. Pada cerpen yang memiliki pengisahan lebih
singkat, biasanya hanya terdapat tema utama.

7

Alur merupakan struktur penceritaan yang dapat bergerak maju (alur maju),
mundur (alur mundur), atau gabungan dari kedua alur tersebut (alur campuran).
Pergerakan alur dijalankan oleh tokoh cerita. Tokoh yang menjadi pusat cerita
dinamakan tokoh sentral. Tokoh adalah pelaku di dalam cerita. Berdasarkan peran
tokoh dapat dibagi menjadi tokoh utama, tokoh bawahan, dan tokoh tambahan.
Tokoh tercipta berkat adanya penokohan, yaitu cara kerja pengarang untuk
menampilkan tokoh cerita. Penokohan dapat dilakukan menggunakan 3 metode: (a)
analitik, (b) dramatik, dan (c) kontekstual. Tokoh cerita akan menjadi hidup jika ia
memiliki watak seperti layaknya manusia. Watak tokoh terdiri dari sifat, sikap, serta
kepribadian tokoh. Cara kerja pengarang memberi watak pada tokoh cerita
dinamakan penokohan, yang dapat dilakukan melalui dimensi (a) fisik, (b) psikis, dan
(c) sosial.
Latar berkaitan erat dengan tokoh dan alur. Latar adalah seluruh keterangan
mengenai tempat, waktu, serta suasana yang ada dalam cerita. Latar tempat terdiri
dari tempat yang dikenal, tempat tidak dikenal, serta tempat yang hanya ada dalam
khayalan. Latar waktu ada yang menunjukkan waktu dengan jelas, namun ada pula
yang tidak dapat diketahui secara pasti.
Cara kerja pengarang untuk membangun cerita bukan hanya melalui
penokohan dan perwatakan, dapat pula melalui sudut pandang. Sudut pandang adalah
cara pengarang untuk menetapkan siapa yang akan mengisahkan ceritanya, yang
dapat dipilih dari tokoh atau dari narator. Sudut pandang melalui tokoh cerita terdiri
dari (a) sudut pandang akuan, (b) sudut pandang diaan, (c) sudut pandang
campuran. Dalam menuangkan cerita menggunakan medium bahasa, pengarang
bebas menentukan akan menggunakan bahasa nasional, bahasa daerah, dialek,
ataupun bahasa asing.
A. Unsur Intrinsik
Menurut Mahayana (2006:244), pendekatan intrinsik pada dasarnya sama
dengan analisis struktural. Karya sastra dianggap di dalamnya mempunyai sejumlah
elemen atau peralatan yang saling berkaitan dan masing-masing mempunyai
fungsinya sendiri. Pendekatan intrinsik mencoba menjelaskan fungsi dan keterkaitan
elemen (unsur) atau peralatan itu tanpa menghubungkannya dengan faktor di luar itu,
seperti biografi pengarang, latar belakang penciptaan, atau keadaan dan pengaruh
karya sastra kepada pembacanya.

8

Adapun pendekatan objektif menempatkan karya sasrta yang akan diteliti atau
dianalisis itu sebagai objeknya. Mengingat karya sastra yang menjadi objeknya
mempunyai unsur-unsurnya yang satu dengan lainnya tidak dapat dilepaskan, maka
unsur-unsur itulah yang hendak diuraikan pada pendekatan objektif. Masalah
subjektivitas peneliti, seperti perasaan suka atau tidak suka terhadap pengarangnya,
temanya, atau gaya bahasanya, disisihkan. Lalu apa yang dimaksud dengan unsurunsur bahasa itu dan bagaimana melihat fungsinya masing-masing? Dalam puisi,
larik, bait, diksi, atau majas, citraan, dan sarana retorika lain, dianggap sebagai unsurunsur pembangunnya. Dalam drama, unsur-unsur itu, antara lain, dialog, latar, tokoh,
alur, dan tema. Unsur novel, antara lain, tokoh, alur, latar, tema, sudut pandang, dan
pencerita.
Unsur intrinsik menurut Nurgiyantoro (2005 : 23) adalah unsur-unsur yang
membangun karya sastra itu sendiri. Unsur-unsur inilah yang menyebabkan karya
sastra hadir sebagai karya sastra.
a) Tokoh dan Penokohan
Peristiwa dalam karya fiksi seperti halnya peristiwa dalam kehidupan seharihari, selalu diemban oleh tokoh atau pelaku-pelaku tertentu. Pelaku yang mengemban
peristiwa mampu menjalin suatu cerita disebut dengan tokoh atau pelaku-pelaku
tertentu. Pelaku yang mengemban peristiwa dalam cerita fiksi sehingga peristiwa
mampu menjalin suatu cerita disebut dengan tokoh. Sedangkan cara pengarang
menampilkan tokoh atau pelaku itu disebut dengan penokohan (Aminuddin 1987 :
79).
Nurgiyantoro (2005: 176-194), menerangkan bahwa peran tokoh-tokoh cerita
dalam sebuah karya fiksi dapat dibedakan kedalam beberapa jenis. Berdasarkan
perbedaan sudut pandang dan tinjauan, seorang tokoh dapat dibedakan yakni :Segi
peranan
1) Tokoh Utama adalah tokoh yang diutamakan penceritanya dalam
cerita pendek yang bersangkutan
2) Tokoh Tambahan adalah yang hanya melengkapi dalam bentuk
konflik
b) Segi fungsi penampilan tokoh
1) Tokoh Protogonis adalah tokoh yang memerankan prilaku positif
2) Tokoh Antagonis adalah tokoh yang penyebab terjadinya konflik atau pelaku
negatif

9

c) Segi perwatakannya
1) Tokoh sederhana adalah tokoh yang hanya memiliki satu kualitas pribadi atau
watak tertentu
2) Tokoh bulat adalah tokoh yang memiliki dan diungkap berbagai
kemungkinan sisi kehidupannya, sisi kepribadian dan jati dirinya.
d) Segi berkembang atau tidaknya perwatakan
1) Tokoh statis adalah tokoh cerita yang secara esensial tidak mengalami
perubahan atau perkembangan perwatakan sebagai akibat adanya peristiwaperistiwa yang terjadi
2) Tokoh berkembang adaalah tokoh cerita yang mengalami perubahan dan
perkembangan perwatakan sejalan dengan perkembangan peristiwa dan plot
atau alur yang dikisahkan
e) Segi kemungkinan pencerminan tokoh cerita
1) Tokoh tipikal adalah tokoh yang hanya sedikit ditampilkan keadaan
individualitasnya, dan lebih banyak ditonjolkan kualitas pekerjaan
2) Tokoh netral adalah tokoh cerita yang beriksistensi demi ceritaa itu sendiri.
Tokoh dalam cerita selalu memiliki watak-watak tertentu. Menurut
Aminuddin (1987 : 80-81), dalam upaya memahami watak pelaku, pembaca dapat
menelaahnya lewat (1) Tuturan pengarang terhadap karakteristik pelakunya (2)
Gambaran yang diberikan pengarang lewat gambaran lingkungan kehidupannya
maupun caranya berpakaian, (3) Menunjukkan bagaimana perilakunya, (4) Melihat
bagaimana tokoh itu berbicara tentang dirinya sendiri, (5) Memahami bagaimana
jalan pikirannya, (6) Melihat bagaimana tokoh lain berbincang tentangnya, (7)
Melihat bagaimana tokoh yang lain itu memberikan reaksi terhadapnya, dan (8)
Melihat bagaimana tokoh itu dalam mereaksi tokoh yang lainnya.
f) Plot/Alur
Plot/Alur merupakan unsur cerita fiksi yang penting, bahkan tak sedikit orang
yang menanggapinya sebagai yang terpenting diantara berbagai unsur cerita fiksi yang
lain.
Stanton (dalam Nurgiyantoro, 2005 : 113) mengemukakan bahwa Plot / Alur
adalah cerita yang berisi urutan kejadian, namun tiap kejadian itu hanya dihubungkan
secara sebab akibat, peristiwa yang satu disebabkan atau menyebabkan terjadinya
peristiwa yang lain.

10

Penampilan peristiwa demi peristiwa yang hanya mendasarkan diri pada
urusan waktu saja belum merupakaan Plot. Agar menjadi sebuah Plot, peristiwaperistiwa ini haruslah diolah dan disiasati secara kreatif, sehingga hasil pengolahan
dan penyiasatannya itu sendiri merupakan suatu yang indah dan menarik, khususnya
dalam kaitannya dengan karya fiksi yang bersangkutan secara keseluruhan.Setiap
cerita mempunyai plot yang merupakan satu kesatuan tindak.
Loban dkk (dalam Aminuddin 1987 : 84 85) menggambarkan gerak tahapan
alur cerita seperti halnya gelombang-gelombang itu berawal dari : (1) ekposisi, (2)
komplikasi, atau intrik-intrik awal yang akan berkembang menjadi konflik hingga
menjadi konflik, (3) klimaks, (4) relevasi atau penyikatan tabir suatu problema, dan
(5) denovement atau penyelesaian yang membahagiakan, yang dibedakan dengan
catastrophe, yakni penyelesaian yang menyedihkan ; dan solution yakni penyelesaian
yang masih bersifat terbuka karena pembaca sendirilah yang dipersilakan
menyelesaikan lewat daya imajinasinya.
g) Latar / Setting
Abrams (dalam Nurgiyantoro, 2005 : 216) setting atau latar disebut juga
sebagai landas tumpu, mengarah pada pengertian tempat, waktu, dan lingkungan
sosial tempat terjadinya peristiwa-peristiwa yang diceritakan.
Unsur latar setting atau dapat dibedakan dalam tiga unsur pokok, yaitu: (1)
Latar tempat adalah menyaran pada lokasi terjadinya peristiwa yang diceritakan
dalam sebuah karya fiksi. (2) Latar waktu adalah latar yang berhubungan dengan
masalah “kapan” terjadinya peristiwa yang diceritakan dalam sebuah karya fiksi. (3)
Latar sosial adalah latar yang menyarankan pada hal-hal yang berhubungan dengan
perilaku kehidupan sosial masyarakat di suatu tempat yang diceritakan dalam karya
fiksi (Nurgiyantoro, 2005 : 227-233).
h) Tema
Hartoko dan Rahmanto (dalam Nurgiyantoro, 2005:68), tema merupakan
gagasan dasar yang merupakan gagasan dasar umum yang menopang sebuah karya
sastra dan yang terkandung didalam teks sebagai struktur semantis dan yang
menyangkut persamaan-persamaan atau perbedaan-perbedaan. Sedangkan menurut
Aminuddin (1987 : 91), untuk memahami tema, pembaca terlebih dahulu harus
memahami unsur-unsur signifikasi yang membangun suatu cerita menyimpulkan
makna yang dikandungnya, serta mampu menghubungkannya dengan tujuan
penciptaan pengarangnya.

11

Menurut Aminuddin (1987 : 92). Dalam upaya pemahaman tema, pembaca
perlu memperhatikan beberapa langkah-langkah berikut :
1) Memahami setting dalam prosa yang dibaca.
2) Memahami penokohan dan perwatakan para pelaku dalam prosa fiksi yang
dibaca.
3) Memahami satuan peristiwa, pokok pikiran serta tahapan peristiwa dalam
prosa fiksi yang dibaca.
4) Memahami plot ataau alur cerita dalam prosa fiksi yang dibaca.
5) Menghubungkan pokok-pokok pikiran yang satu dengan lainnya yang
disimpulkan dari satuan satuan peristiwa yang terpapar dalam suatu cerita.
6) Menentukan sikap penyair terhadap pokok-pokok pikiran yang ditampilkan.
7) Mengidentifikasi tujuan pengarang memaparkan ceritanya denan bertolak dari
satuan pokok serta sikap penyair terhadap pokok pikiran yang ditampilkan.
8) Menafsirkan tema dalam cerita yang dibaca serta menyimpulkannya dalam
satu dua kalimat yang diharapkan ide dasar cerita yang dipaparkan yang
pengarangnya.
i) Gaya
Aminuddin (1987:76) menerangkan bahwa gaya adalah cara seorang
pengarang menyampaikan gagasannya lewat media bahasa yang indah dan harmonis
meliputi aspek-aspek : (1) pengarang, (2) ekspresi, (3) gaya bahasa. Sebab itulah ada
pendapat yang menjelaskan bahwa gaya adalah orangnya atau pengarangnya karena
lewat gaya kita dapat mengenal bagaimana sikap dan endapan pengetahuan,
pengalaman dan gagasan pengarannya. Gaya erat kaitannya dengan ekspresi karena
jika gaya adalah cara dan alat seorang pengarang untuk mewujudkan gagasannya,
maka ekspresi adalah proses atau kegiatan perwujuadan itu sendiri. Sebab itulah gaya
dapat juga disebut sebagai cara, teknik maupun bentuk pengekspresian suatu gagasan.
j) Sudut Pandang (Point Of View)
Menurut Booth (dalam Nurgiyantoro, 2005:249) sudut pandang (point of
view) merupakan teknik yang dipergunakan pengarang untuk menemukan dan
menyampaikan makna karya artistiknya, untuk dapat sampai dan berhubungan
dengan pembaca. Sedangkan menurut Abrams (dalam Nurgiyantoro, 2005:248) Point
of view adalah cara dan atau pandangan yang dipergunakan pengarang sebagai sarana
untuk menyajikan tokoh, tindakan, latar, dan berbagai peristiwa yang membentuk
cerita dalam sebuah karya fiksi kepada pembaca.

12

Sudut pandang adalah cara atau pandangan yang digunakan pengarang sebagai
sarana untuk menyajikan tokoh, tindakan, latar dan berbagai peristiwa yang
membentuk cerita dalam sebuah karya sastra (Abrams, 1981 : 142). Terdapat
beberapa jenis sudat pandang.
1) sebagai tokoh cerita
Pengarang bercerita tentang keseluruhan kejadian atau peristiwa terutama
yang menyangkut diri tokoh. Tokoh utama sebagai pemapar cerita pada umumnya
mempunyai kesempatan yang luas untuk menguraikan dan menjelaskan tentang
dirinya, perasaannya dan pikirannya.
2) Pengarang sebagai tokoh sampingan
Orang yang bercerita dalam hal ini adalah seorang tokoh sampingan yang
mencerikan peristiwa yang bertalian, terutama dengan tokoh utama cerita. Sesekali
peristiwa itu juga menyangkut tentang dirinya sebagai pencerita.
3) Pengarang sebagai orang ketiga (pengamat)
Pengarang sebagai orang ketiga yang berada di luar cerita bertindak sebagai
pengamat sekaligus sebagai narator yang menjelaskan peristiwa yang bersangkutan
serta suasana perasaan dan pikiran para pelaku cerita.
4) Pengarang sebagai pemain dan narator
Pemain yang bertindak sebagai pelaku utama cerita dan sekaligus sebagai
narator yang menceritakan tentang orang lain di samping tentang dirinya, biasanya
keluar masuk cerita, suatu ketika ia terlibat dalam cerita, tetapi ketika yang lain, ia
bertindak sebagai pengamat yang berada di luar cerita.
k) Amanat
Amanat adalah pesan moral yang ingin disampaikan oleh pengarang. Amanat
utama harus merujuk pada tema. Pesan moral lainnya dapat ditemukan tersebar dalam
cerita.
B. Unsur Ekstrinsik
Unsur ekstrinsik menurut Nurgiyantoro (2005 : 23) adalah unsur-unsur yang
berada di luar karya sastra itu, tetapi secara tidak langsung mempengaruhi bangun
atau sistem organisme karya sastra. Atau, dapat dikatakan sebagai unsur-unsur yang
mempengaruhi bangun cerita sebuah karya sastra, namun sendiri tidak ikut menjadi
13

bagian di dalamnya. Walaupun demikian, unsur ekstrinsik cukup berpengaruh
terhadap totalitas bangun cerita yang dihasilkan.
Wellek dan Werren (dalam Nurgiyantoro, 2005 : 24) mengatakan bahwa
unsur ekstrinsik terdiri dari sejumlah unsur antara lain :
Biografi Pengarang, Keadaan subjektivitas individu pengarang yang memiliki
sikap, keyakinan, dan pandangan hidup dapat mempengaruhi karya tulisnya dengan
kata lain pengarang juga akan turut menentukan corak karya yang dihasilkannya.
Psikologi,Psikologi baik yang berupa psikologi pengarang (yang mencakup
proses kreatifinya), psikologi pembaca, maupun penerapan prinsip psikologi dalam
karya dapat mempengaruhi sebuah karya fiksi.
Keadaan Lingkungan Pengarang, Keadaan lingkungan pengarang seperti
ekonomi, politik dan sosial juga akan berpengaruh terhadap karya sastra.
Pandangan hidup suatu bangsa, berbagai karya seni yang lain dapat
mempengaruhi terhadap karya sastra.

14

BAB PENUTUP
A. Kesimpulan
Dalam pengertian kesastraan, prosa sering diistilahkan dengan fiksi (fiction),
teks naratif (narrative text) atau wacana naratif (narrative discourse).Prosa yang
sejajar dengan istilah fiksi (arti rekaan) dapat diartikan : karya naratif yang
menceritakan sesuatu yang bersifat rekaan, tidak sungguh-sungguh terjadi di dunia
nyata. Tokoh, peristiwa dan latar dalam fiksi bersifat imajiner. Hal ini berbeda
dengan karya nonfiksi. Dalam nonfiksi tokoh, peristiwa, dan latar bersifat faktual atau
dapat dibuktikan di dunia nyata (secara empiris).Unsur pembangun prosa terdiri dari
struktur dalam atau unsur intrinsik serta struktur luar atau unsur ekstrinsik. Unsur
intrinsik prosa terdiri dari tema dan amanat, alur, tokoh, latar, sudut pandang, serta
bahasa yang dipergunakan pengarang untuk mengekspresikan gagasannya. Tema
prosa fiksi terutama novel dapat terdiri dari tema utama serta beberapa tema
bawahan. Pada cerpen yang memiliki pengisahan lebih singkat, biasanya hanya
terdapat tema utama.

15

DAFTAR PUSAKA
Mahayana, S. Maman. 2006. Bermain Dengan Cerpen. Jakarta: Gramedia Pustaka
Utama.
Nurgiyantoro, Burhan. 2005, Teori Pengkajian Fiksi, Yogyakarta. PN. Gajah
Mada Press.
Taum, Yoseph Yapi. 2011. Studi Sastra Lisan: Sejarah, Teori, Metode dan
Pendekatan. Yogyakarta: Lamalera.
Aminuddin. 1987. Pengantar Apresiasi Karya Sastra. Bandung: Sinar Baru
Abrams, M.H. 1981. A Glossary of Literary Terms. New York: Holt, Rinehart and
Winston.
Elizabeth, Hurlock B. 1980. Developmental Psychology. New York. Mc.Graw
Hill Book
Sugiarti 2016: Analisis Kritis New Historycism Terhadap Novel Indonesia
Modern dalam Kerangka Sejarah Sastra Indonesia Litera Vol 8 Issu 2. Fakultas
Bahasa dan Seni Universitas Yogyakarta.
Sugiarti 2011: Utilitas Bahasa dalam Mengkonstruksi Hegemoni Kekuasaan pada
Novel Ronggeng Dukuh Paruk, Lintang Kemukus Dini Hari dan Jantera
Bianglala Karya Ahmad Tohari dalam Perspektif Antropologi Linguistik.
Universitas Muhammadiyah Surakarta.
Sugiarti 2013: Utilitas Bahasa dalam Mengkonstruksi Hegemoni Kekuasaan pada
Novel Ronggeng Dukuh Paruk: Prespektif Antropologi Linguistik. Universitas
Muhammadiyah Surakarta.

16