Kebijakan Hukum and Regulasi mendukung p

KEBIJAKAN HUKUM DAN REGULASI MENDUKUNG
PERKEMBANGAN E-COMMERCE DI INDONESIA
Mata Kuliah Hukum dan Regulasi ICT

Disusun oleh:
Tri Haryanti / 55414120035
Dosen: DR. Ir Iwan Krisnadi MBA

JURUSAN MAGISTER TEKNIK ELEKTRO
UNIVERSITAS MERCUBUANA JAKARTA
Januari 2016

Abstrack
E-commerce
organisasi dan

merujuk

individu

pada


yang

semua

didasarkan

bentuk

transaksi

pada

pemrosesan

komersial
dan

yang


transmisi

digitalisasikan, termasuk teks, suara dan gambar. Termasuk juga didalamnya

menyangkut
data

yang

pertukaran

informasi komersial secara elektronik yang terjadi antara institusi pendukungnya dengan aktivitas
transaksi yang dilakukan.
Dari kajian literatur terhadap peraturan perundang-undangan dan beberapa peraturan di
bawahnya, dapat disimpulkan bahwa, Pemerintah sebagai alat negara sudah mulai melakukan
regulasi terhadap peraturan perundangan yang mengatur telekomunikasi di Indonesia seiring
dengan perkembangan
mulai memposisikan

E-Commerce sebagai sarana perdagangan online. Pemerintah


sebagai

pengatur,

Commerce di Indonesia

Kata Kunci : Regulasi, E-Commerce

pembina

dan pengontrol

sudah

dari perkembangan

E-

1. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang
Saat Indonesia merupakan pangsa pasar e-Commerce terbesar dunia. Indonesia juga
penyumbang

serangan

internet

terbesar

dunia 38% disusul Cina 33%, USA 6,9%

Taiwan
2,5%, Turki 2,4% dan sisanya Negara lain. Pembeli online di Indonesia ada sekitar 7
juta orang atau hampir 20% dari total netizen Indonesia.
Beberapa tahap yang umumnya terdapat di antara penjual dan pembeli dalam transaksi
komersial dapat diintegrasikan sekaligus dan otomatis secara elektronik, sehingga dapat
meminimalkan

biaya transaksi. Secara lebih spesifi k e-commerce


dengan transaksi

elektronik

business-to-business

dan

dapat dikaitkan

business-toconsumer

dimana

transaksi yang terjadi menyangkut beberapa jenis pembayaran elektronik.
E-Commerce sebagai suatu cara untuk melakukan aktivitas perekonomian dengan
infrastuktur internet memiliki jangkauan penerapan yang sangat luas. Seperti halnya
internet, di manapun dan siapapun dapat melakukan aktivitas apapun termasuk aktivitas
ekonomi sehingga e-commerce dengan penggunaan internet memiliki segmentasi penerapan

yang luas. Secara garis besar, iklim terciptanya aktivitas e-commerce didukung oleh
ketersediaan infrastruktur, konektivitas, dominasi aktivitas masyarakat secara umum serta
layanan e- commerce yang tersedia.
Pemerintah pada tanggal 21 April 2008 telah mengesahkan Undang-Undang No. 11
Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE). Salah satu yang
diatur dalam UU ITE adalah mengenai perdagangan dengan sistem elektronik, sebagaimana
diatur dalam Pasal 9 UU ITE yang menyebutkan bahwa pelaku usaha yang menawarkan
produk melalui sistem elektronik harus menyediakan informasi yang lengkap dan benar
berkaitan dengan syarat kontrak, produsen dan produk yang ditawarkan. Tentu saja tujuan
pemerintah adalah untuk memberikan perlindung kepada perlindungan kepada para pelaku
perdangangan

melalui

sistem

elektronik

(e-commerce).


Namun

demikian,

dalam

pelaksanaannya pemerintah belum melakukannya secara maksimal sehingga menimbulkan
banyak VoIP liar yang tentunya sangat mengganggu eksistensi negara dalam hukum.
Dalam Makalah ini akan membahas kebijakan dan regulasi Pemerintah sebagai regulator
dalam pengembangan iklim e-commerce dalam mendukung pelaksanaan transaksi elektronik
pada e-commerce,
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan permasalahan yang diungkapkan pada bagian awal penulisan, ada beberapa hal
penting untuk dijadikan dasar penelitian ini.

1. Bagaimana perkembangan hukum tentang pengaturan E-Commerce dalam
perundangun dangan di Indonesia?
2. Bagaimana peran pemerintah dalam mengatur penyelenggaraan E-Commerce di
Indonesia?
1.3 Tujuan

Dari permasalahan yang diangkat di atas, penelitian ini diharapkan dapat
mencapai tujuan, antara lain :
1. Memperoleh informasi bagaimana penyelenggaraan jasa E-Commerce diatur dalam
Peraturan Perundangan ?
2. Melihat perkembangan teknologi E-Commerce dan permasalahannya, maka diharapkan
mampu memberi pertimbangan dan pemikiran ke depan mengenai kebijakan pemerintah
dalam rangka mewujudkan Kesejahteraan sosial bagi masyarakat seperti yang telah
ditetapkan dalam UUD 1945 khususnya Pasal 33.
1.4 Metode Penelitian
Penelitian ini lebih berorientasi kajian pustaka yang menggunakan pendekatan kualitatif
dalam pembahasannya, di mana sumber data yang digunakan mengacu pada peraturan
perundang-undangan dan studi kasus yang diperoleh dari berbagai media.
2. LANDASAN TEORI
Perkembangan E-Commerce Di Indonesia
Prospek berkembangnya e-commerce di suatu wilayah dapat dilihat dari kesiapan
infrastruktur serta beberapa parameter indikatornya di antaranya jumlah pelanggan telepon,
pelanggan internet, penetrasi internet, ketersediaan kapasitas bandwidth, dan sebagainya.
Perkembangan e-commerce juga didukung oleh kebiasaan aktivitas dari masyarakat di
wilayah tersebut.


Berdasarkan ukuran populasi, Indonesia memiliki lingkungan yang ideal untuk
perkembangan kegiatan e-Commerce. Dengan basis pengguna internet sekitar 55 juta
jiwa,9
Indonesia menyumbang sekitar 5,1% dari populasi online di seluruh Asia. Bahkan pada
ukuran ini, penetrasi internet di Indonesia sebesar 22,1% masih di bawah tingkat penetrasi
internet di kawasan Asia yang rata-rata pada angka 27,5% yang merupakan pasar potensial
untuk perdagangan barang dan jasa secara online.

Secara geografis, kondisi pembangunan infrastruktur backbone fiber optic (FO/serat
optik) masih terus berlangsung terutama di daerah timur Indonesia. Dengan meluasnya
penggunaan teknologi nirkabel, jumlah infrastruktur tradisional seperti saluran telepon
bukanlah penghalang lagi untuk meningkatkan tingkat penetrasi internet. Hal ini, ditambah
dengan munculnya perangkat internet-enabled ponsel dan harga komputer yang terjangkau,
membuat potensi untuk wilayah di seluruh Indonesia yang sangat menjanjikan.

Melihat rata-rata PDB per kapita angka untuk sebagian besar di Indonesia,
aktivitas utama
jasa.
umum
dan


e-Commerce

Secara keseluruhan,
serta
jejaring

khususnya

masih

internet

alat komunikasi.

terfokus

pada

digunakan


Sementara

untuk

pembelian

terutama

untuk

media

email,

barang-barang
pencarian

dan

konten

berita/majalah/blog,

sosial merupakan penggunaan teratas untuk internet di wilayah Asia

Asia Tenggara. Untuk kawasan ASEAN, konsumsi informasi hampir selalu

menjadi penggunaan utama dari internet. Penggunaan internet untuk mengkonsumsi konten
merupakan peluang terjadinya peningkatan kegiatan e-Commerce.

Grafik 3.1 Aktivitas E-Commerce di
indonesia

Grafik di atas menunjukan aktifitas E-Commerce di Indonesia yang paling di gemari
atau yang terlaris di pasar online.

Grafik 3.2 Grafik Alat Pembayaran Yang Paling Digemari & Maksimum
Transaksi

Dari

segi

prospektif,

perbankan

online

memainkan

peran

penting

dalam

pengembangan e-Commerce, karena secara umum aktivitas dasar melihat laporan bank dan
saldo merupakan suatu keharusan bagi banyak orang yang memiliki rekening di bank.
Potensi pengembangan e-commerce di bidang perbankan ini dapat dilakukan, jika bank
mampu mengkonversi pengguna
“tagihan”

atau

untuk

memanfaatkan

layanan

transaksi

seperti

“utilitas” pembayaran, maka konsumen akan lebih terbiasa bertransaksi

secara online.
Kenyataan

tersebut

tentang kebijakan

memberikan

dasar

konsep

pemikiran

dan hukum regulasi pada E-Commerce

bahwa

penelitian

tidak terlepas dari tujuan

meningkatnya ekonomi Indonesia dan mensejahterakan masyarakat.
3. PEMBAHASAN
3.1 E-Commerce di Indonesia Sudah Diatur Dalam UU Perdagangan
Total nilai pasar e-commerce Indonesia pertengahan tahun 2013-Januari 2014 diprediksi
oleh Vela Asia dan Google akan mencapai USD 8 miliar dan diprediksi akan terus meningkat
hingga mencapai angka USD 24 miliar. Visa memperkirakan

online shopping di

Indonesia akan tumbuh 40% tahun ini dan 53% tahun depan, dari 23% tahun lalu.
Mengingat pertumbuhan e-commerce yang pesat tersebut, aturan terkait e-commerce telah
banyak diatur dalam Undang-Undang (UU) Nomor 7 Tahun 2014 tentang Perdagangan.
“Pengaturan e- Commerce merupakan amanah UU Nomor 7 Tahun 2014 tentang
Perdagangan,” kata Direktur
MM,

dalam

Bina

Usaha

Kementerian

Perdagangan,

Ir.

Fetnayeti,

Seminar Perpajakan “Pemenuhan Kewajiban Perpajakan Bagi Pelaku e-

Commerce Di Indonesia” yang diadakan oleh Direkorat Jenderal (Ditjen) Pajak di Jakarta, 27
Agustus 2014.
Pengaturan e-Commerce itu memberikan kepastian dan kesepahaman mengenai apa yang
dimaksud dengan Perdagangan Melalui Sistem Elektronik (selanjutnya disingkat PMSE) dan
memberikan perlindungan dan kepastian kepada pedagang, penyelenggara PMSE, dan
konsumen dalam melakukan kegiatan perdagangan melalui sistem elektronik. “Pengaturan eCommerce juga bertujuan untuk mempromosikan kegiatan PMSE di dalam negeri,” tandas
Fetnayeti.
Dalam UU Perdagangan diatur bahwa setiap pelaku usaha yang memperdagangkan
Barang dan atau Jasa dengan menggunakan sistem elektronik wajib menyediakan data
dan atau informasi

secara

lengkap

dan benar.

Setiap

pelaku

usaha

dilarang

memperdagangkan Barang dan atau Jasa dengan menggunakan sistem elektronik yang tidak
sesuai dengan data dan atau informasi dan penggunaan sistem elektronik tersebut wajib
memenuhi
Elektronik.

ketentuan yang diatur dalam Undang-Undang Informasi dan Transaksi

Data dan atau informasi PMSE paling sedikit harus memuat identitas dan legalitas Pelaku
Usaha sebagai produsen atau Pelaku Usaha Distribusi, persyaratan teknis Barang yang
ditawarkan, persyaratan teknis atau kualifikasi Jasa yang ditawarkan, harga dan cara
pembayaran Barang dan atau Jasa, dan cara penyerahan Barang.
“Dalam hal terjadi sengketa
elektronik, orang atau badan usaha
sengketa

terkait dengan transaksi dagang melalui sistem
yang mengalami

sengketa

dapat menyelesaikan

tersebut melalui pengadilan atau melalui mekanisme penyelesaian sengketa

lainnya,” jelas Fetnayeti.
“Setiap pelaku usaha yang memperdagangkan

Barang dan atau Jasa dengan

menggunakan sistem elektronik yang tidak menyediakan data dan atau informasi secara
lengkap

dan

benar

akan

dikenai

sanksi

administratif

berupa

pencabutan

izin“

terang Fetnayeti.
UU Perdagangan sendiri mendefinisikan PMSE sebagai perdagangan yang transaksinya
dilakukan melalui serangkaian perangkat dan prosedur elektronik. Jenis pelaku usaha PMSE
meliputi pedagang (merchant) dan Penyelenggara Perdagangan Secara Elektronik ("PPSE"),
terdiri

atas Penyelenggara

Komunikasi

Elektronik,

Iklan Elektronik,

penawaran

elektronik, Penyelenggara sistem aplikasi Transaksi Elektronik, Penyelengara jasa dan
sistem aplikasi pembayaran dan Penyelenggara jasa dan sistem aplikasi pengiriman
barang.

Bentuk Perusahaan PMSE dapat berbentuk orang perseorangan atau berbadan

hukum. Penyelenggara Sarana Perdagangan Secara Elektronik dapat berbentuk perorangan
atau berbadan hukum. “Pedagang asing wajib memenuhi persyaratan dan ketentuan
peraturan perundangan,” jelas Fetnayeti.
Pelaku Usaha wajib melakukan pendaftaran dan memenuhi ketentuan teknis dari instansi
yang terkait. Setiap pelaku usaha harus memiliki dan mendeklarasikan etika bisnis (business
conduct

atau

code of practices).

Pelaku

usaha

dilarang

mewajibkan

konsumen

untuk membayar produk yang dikirim tanpa adanya kesepakatan terlebih dahulu (inertia
selling). Informasi atau dokumen elektronik dapat digunakan sebagai suatu alat bukti.
“Informasi atau dokumen elektronik memiliki nilai kekuatan hukum yang sama dengan
akta otentik,” urai Fetnayeti.
Perihal kontrak elektronik, kontrak perdagangan elektronik sah ketika terdapat
kesepakatan para pihak. Kontrak Perdagangan Elektronik paling sedikit harus memuat
identitas para pihak, spesifikasi barang dan atau Jasa yang disepakati, legalitas barang
dan atau jasa, nilai transaksi perdagangan, persyaratan dan jangka waktu pembayaran,
prosedur operasional pengiriman barang dan atau jasa, dan prosedur pengembalian barang
dan atau jika terjadi ketidaksesuain.

Tanggung jawab pemerintah sendiri dalam pengembangan e-Commerce atau PMSE
adalah melakukan pembinaan melalui mekanisme pendaftaran, mendorong peningkatan
e- UKM dan melakukan pengawasan. “Pemerintah juga bertanggungjawab mendorong
penyelesaian sengketa di luar pengadilan antara lain secara online alias Online Dispute
Resolution atau ODR,” jelas Fetnayeti.
3.2 Kebijakan dan Regulasi yang Mendukung E-Commerce
Pemerintah sebagai regulator dalam pengembangan iklim e-commerce menyiapkan
kebijakan dan regulasi yang mendukung pelaksanaan transaksi elektronik pada ecommerce, diantaranya dengan :
1. Undang-Undang Republik Indonesia No. 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan
Transaksi Elektronik (ITE).
Sembilan Pasal di dalam UU No 11 tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi
Elektronik mengamanatkan pembentukan Peraturan Pemerintah tentang :
1) Lembaga Sertifi kasi Keandalan (Pasal 10 Ayat 2);
2) Tanda Tangan Elektronik (Pasal 11 Ayat 2) ;
3) Penyelenggara Sertifi kasi Elektronik (Pasal 13 Ayat 6);
4) Penyelenggara Sistem Elektronik (Pasal 16 Ayat 2);
5) Penyelenggaraan Transaksi Elektronik (Pasal 17 Ayat 3);
6) Penyelenggara Agen Elektronik (Pasal 22 Ayat 2);
7) Pengelolaan Nama Domain (Pasal 24);
2. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 82 Tahun 2012 Tentang Penyelenggaraan
Sistem dan Transaksi Elektronik (PSTE).
Dalam PP PSTE ini mengatur ketentuan umum mengenai :
1) Sistem Elektronik
2) Transaksi Elektroni
3) Agen Elektronik
4) Penyelenggara Sistem Elektronik
5) Instansi Pengawas dan Pengatur Sektor Terkait
6) Perangkat Lunak
7) Sertifi kasi Kelaikan Sistem Elektronik
8) Instansi Penyelenggara Negara
Dari PP PSTE diperlukan turunan dari PP berupa Rancangan Peraturan Menteri
(RPM) Amanat PP PSTE yang mengatur secara spesifi k mengenai :
1) RPM Lembaga Sertifi kasi Keandalan

2) RPM Penyelenggaraan Sertifi kasi Elektronik
3) RPM Sertifi kasi Elektronik untuk Penyelenggara Sistem Elektronik
(PSE) Pelayanan Publik
4) RPM Penyelenggaraan Sistem Elektronik
5) RPM Penyelenggaraan Sistem Elektronik untuk pelayanan public
6) RPM Spam (pengiriman informasi elektronik promosi
7) RPM Tata Kelola PSE
8) RPM Pengelolaan Nama Domai
9) RPM Nama Domain go.id
3.

Peraturan Bank Indonesia No.11/12/PBI/2009 tentang Uang Elektronik
(Electronic Money)
 Khusus untuk Lembaga Selain Bank, Penerbit yang wajib memperoleh izin dari
Bank Indonesia adalah Penerbit yang telah atau merencanakan mengelola dana float
yang mencapai nilai tertentu. Batas nilai dana float tersebut diatur lebih lanjut dalam
Surat Edaran Bank Indonesia yakni telah mencapaiRp1 milyar atau lebih.
 Batas Nilai Uang Elektronik yang dapat disimpan dalam media Uang
Elektronik sebagaimana diatur lebih lanjut dalam Surat Edaran Bank Indonesia,
ditetapkan sebagai berikut :


Nilai Uang Elektronik untuk jenis unregistered paling banyak
Rp1.000.000,00 (satu juta rupiah).

 Nilai Uang Elektronik untuk jenis registered paling banyak
Rp5.000.000,00 (lima juta rupiah).
 batas nilai transaksi untuk kedua jenis Uang Elektronik tersebut dalam 1 (satu) bulan
untuk setiap Uang Elektronik secara keseluruhan paling banyak Rp20.000.000,00
(dua puluh juta rupiah), yang meliputi transaksi pembayaran, transfer dana, dan
fasilitas transaksi lainnya yang disediakan oleh Penerbit
 Uang Elektronik yang diterbitkan dan/atau digunakan di wilayah Republik
Indonesia wajib menggunakan uang rupiah.
 Nilai Uang Elektronik yang diterbitkan oleh Penerbit harus sama dengan nilai
uang yang disetorkan oleh Pemegang.
Perkembangan e-commerce dengan basis internet memanfaatkan banyaknya
pengakses pada situs e-commerce, sehingga mendorong penyedia e-commerce untuk
menyediakan

global platform payment sehingga memudahkan pengakses untuk bertransaksi melalui
e- payment yang beragam.
4. ANALISA
Perlindungan Hukum & Regulasi E-Commerce di Indonesia dan Negara-negara di ASEAN
 Perlindungan hukum terhadap konsumen


Indonesia
UU ITE menerangkan

bahwa konsumen

berhak

untuk mendapatkan

informasi yang lengkap berkaitan dengan detail produk, produsen dan syarat
kontrak.


Malaysia
Communications and Multimedia Act 1998 menyebutkan bahwa setiap penyedia
jasa layanan harus menerima dan menanggapi keluhan konsumen.



Filipina
Electronic Commerce Act 2000 dan Consumer Act 1991 menyebutkan bahwa
siapa saja yang menggunakan transaksi secara elektronik tunduk terhadap hukum
yang berlaku. Sedangkan pada negara ASEAN lainnya, hal tersebut belum diatur.

 Perlindungan terhadap data pribadi serta privasi


Singapura
Sebagai pelopor negara ASEAN yang memberlakukan cyberlaw yang mengatur
ecommerce code untuk melindungi data pribadi dan komunikasi konsumen
dalam perniagaan di internet.



Indonesia
Datanya Sudah diatur dalam UU ITE.



Malaysia & Thailand
Datanya Masih berupa rancangan, Sedangkan pada negara ASEAN lainnya, data
pribadi masih belum diatur.

 Cybercrime
Sampai dengan saat ini ada delapan negara ASEAN yang telah memiliki
cyberlaw yang mengatur tentang cybercrime atau kejahatan di internet yaitu Brunei,
Malaysia, Myanmar, Filipina, Singapura, Thailand, Vietnam dan termasuk Indonesia
melalui UU ITE yang disahkan Maret 2008 lalu. Ternyata sudah banyak sekali UU ITE
ini tersebar di Negara ASEAN. Tetapi walaupun sudah ada UU ITE masih aja ada para
hacker di negeri ini.

 Spam
Spam digunakan sebagai pengiriman informasi atau iklan suatu produk yang
tidak pada tempatnya dan hal ini sangat mengganggu.


Singapura
Di singapura merupakan satu-satunya negara di ASEAN yang
memberlakukan hukum secara tegas terhadap spammers (Spam Control Act
2007)



Malaysia & Thailand
Spam tersebut masih berupa rancangan.



Indonesia
UU ITE belum menyinggung masalah spam.

 Hak Cipta Intelektual atau Digital Copyright
Di ASEAN saat ini ada enam negara yaitu Brunei, Kamboja, Indonesia,
Filipina, Malaysia dan Singapura yang telah mengatur regulasi tentang hak cipta
intelektual.
 Online Dispute resolution (ODR)
ODR adalah resolusi yang mengatur perselisihan di internet.


Filipina
Merupakan satu-satunya negara ASEAN yang telah memiliki aturan
tersebut dengan adanya Philippines Multi Door Courthouse.



Singapura
Mulai mendirikan ODR facilities.



Thailand
Masih dalam bentuk rancangan.



Malaysia
Masih dalam tahap rancangan mendirikan International Cybercourt of Justce.



Indonesia
Dalam UU ITE belum ada aturan yang khusus mengatur mengenai perselisihan
di internet.

 Sementara di negara ASEAN lainnya masih belum ada. ODR sangat penting menyangkut
implementasinya dalam perkembangan teknologi informasi dan ecommerce.

5. KESIMPULAN
1. Perkembangan e-commerce dengan basis internet memanfaatkan banyaknya pengakses
pada situs e-commerce, sehingga mendorong penyedia e-commerce untuk menyediakan
global platform payment sehingga memudahkan pengakses untuk bertransaksi melalui epayment yang beragam.
2. Pemerintah sebagai alat negara sudah mulai melakukan regulasi terhadap peraturan

perundangan

yang

mengatur

telekomunikasi

di

Indonesia

seiring

dengan

perkembangan E-Commerce sebagai sarana perdagangan online. Pemerintah sudah
mulai memposisikan sebagai pengatur, pembina dan pengontrol dari berbagai sector,
mulai dari perlindungan hukum terhadap konsumen, perlindungan hukum terhadap data
pribadi serta privasi, perlindungan hukum terhadap cybercrime, dan perlindungan hukum
terhadap Hak Cipta Intelektual atau Digital Copyright.
3. Pemerintah sebagai alat negara harus mulai mengkaji perlindungan dan hukum

terhadap

Spam

dan

ODR

(resolusi

yang

mengatur

perselisihan

di

internet),

agar kedepannya Indonesia mampu bersaing dengan pasar E-Commerce di pasar ASEAN
maupun Asia bahkan seluruh Dunia.
6. REFERENSI
Kementrian Komunikasi dan Informatika Republik Indonesia (2012). Indonesia ICT White Paper
2012. Jakarta : Badan Litbang SDM, 2012
e-Commerce di Indonesia Sudah Diatur Dalam UU Perdagangan | Direktorat Jenderal Pajak
Kementerian Keuangan www.p ajak.go.id
https://www.idea.or.id/assets/materi/kemendag.pd
f

Dokumen yang terkait

Analisis Komparasi Internet Financial Local Government Reporting Pada Website Resmi Kabupaten dan Kota di Jawa Timur The Comparison Analysis of Internet Financial Local Government Reporting on Official Website of Regency and City in East Java

19 819 7

ANTARA IDEALISME DAN KENYATAAN: KEBIJAKAN PENDIDIKAN TIONGHOA PERANAKAN DI SURABAYA PADA MASA PENDUDUKAN JEPANG TAHUN 1942-1945 Between Idealism and Reality: Education Policy of Chinese in Surabaya in the Japanese Era at 1942-1945)

1 29 9

Improving the Eighth Year Students' Tense Achievement and Active Participation by Giving Positive Reinforcement at SMPN 1 Silo in the 2013/2014 Academic Year

7 202 3

The Correlation between students vocabulary master and reading comprehension

16 145 49

Improping student's reading comprehension of descriptive text through textual teaching and learning (CTL)

8 140 133

The correlation between listening skill and pronunciation accuracy : a case study in the firt year of smk vocation higt school pupita bangsa ciputat school year 2005-2006

9 128 37

Pengaruh Kebijakan Hutang Dan Struktur Kepemilikan Manajerial Terhadap Kebijakan Deviden Pada PT. Indosat

8 108 124

Pengaruh Implementasi Kebijakan Tentang Sistem Komputerisasi Kantor Pertahanan (KKP) Terhadap Kualitas Pelayanan Sertifikasi Tanah Di Kantor Pertanahan Kota Cimahi

24 81 167

Transmission of Greek and Arabic Veteri

0 1 22

Politik Hukum Pembaharuan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas (Kajian Pasal 74 beserta Penjelasannya)

0 1 22