PERCENTAGE OF UTILIZATION OF CATFISH CULTURE WASTE, TOFU WASTE AND RICE BRAN IN MEDIA CULTIVATION TO INCREASE PRODUCTION PRODUCTION SILK WORM (Tubifex sp.)

JURNAL RUAYA VOL. 6. NO .2. TH 2018
FPIK UNMUH-PNK

ISSN 2541 – 3155

PERSENTASE PEMANFAATAN LUMPUR KOLAM LELE,AMPAS
TAHU DAN DEDAK PADI DALAM MEDIA KULTUR UNTUK
MENINGKATKAN PRODUKSI CACING SUTERA (Tubifek sp.)
PERCENTAGE OF UTILIZATION OF CATFISH CULTURE WASTE, TOFU WASTE AND
RICE BRAN IN MEDIA CULTIVATION TO INCREASE PRODUCTION PRODUCTION
SILK WORM (Tubifex sp.)
Eka Indah Raharjo1, Zahir Islami2, Farida2
1. Staff pengajar FakultasPerikanan dan Ilmu Kelautan, UniversitasMuhammadiyah Pontianak
2. Staff pengajar Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, UniversitasMuhammadiyah Pontianak
3. Alumni Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Universitas Muhammadiyah Pontianak
Eka.raharjo@ymail.com
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan mengetahui berapa persentase pemanfaatan lumpur kolam lele, ampas tahu dan
dedak padi dalam media kultur untuk meningkatkan produksi cacing sutera. Rancangan percobaan adalah
Rancangan Acak Lengkap (RAL). Perlakuan yang dilakukan terdiri dari empat perlakuan yaitu A (Lumpur
Kolam Lele 100%), B (Lumpur kolam lele 50%, Ampas Tahu 35% dan Dedak Padi 15%), C (Lumpur kolam

lele 50%, Ampas Tahu 25% dan Dedak Padi 25%), D (Lumpur kolam lele 50%, Ampas Tahu 15% dan Dedak
Padi 35%) dengan sebanyak tiga kali. Analisis statistic menggunakan ANAVA (Analysis of Varians) dan
untuk mengetahui perbedaan antara perlakuan satu dengan perlakuan yang lainnya dilakukan Uji Lanjutan
yaitu uji jarak berganda Duncan multiple range test. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Perlakuan B
menghasilkan pertumbuhan cacing sutera dengan tinggi di bandingkan dengan perlakuan lainnya yaitu
sebesar 12,33±2,52gram, untuk perlakuan A yaitu 4,33±1,15 gram, perlakuan C 8,33±0,58gram, dan
pelakuan D 6,67±0,58 gram.
Kata Kunci :Lumpur kolam lele, ampas tahu, dedak padi, produksi

ABSTRACT
The purpose of this researchto find out what percentage of the utilization of catfish pond mud, tofu
and rice bran in culture media to increase silk worm production. The experiment design is Completely
Randomized Design (RAL). The treatments consisted of four treatments: A (100% Catfish Ponds), B (Mud of
50% catfish pond, 35% Knowledgeshare and 15% Rice Bran), C (50% Catfish Sour, 25% Rice 25%), D (Mud
of pond of catfish 50%, 15% Know of Tofu and 35 Rice Bran) with three times. Statistical analysis using
ANOVA (Analysis of Variance) and to know the difference between treatment one with the other treatment
conducted Advanced Test that is Duncan multiple range test multiple range test. The results showed that
Treatment B resulted in a high growth of silk worm compared with other treatments that was 12.33 ± 2.52
gram, for treatment A that was 4.33 ± 1.15 gram, treatment C that was 8.33 ± 0.58grams, and D that was
6.67 ± 0.58 gram.


Keywords : catfish culture waste, tofu waste, rice bran, production

56

JURNAL RUAYA VOL. 6. NO .2. TH 2018
FPIK UNMUH-PNK

PENDAHULUAN
Cacing sutera merupakan pakan alami
yang rata-rata berukuran panjang 1 - 3 cm.
Ukurannya yang kecil membuat pembudidaya
memilih cacing sutra sebagai pakan ikan hias
dan benih ikan konsumsi. Cacing sutra
dibutuhkan untuk pertumbuhan ikan karena
mengandung nutrisi yang tinggi, yaitu protein
57%, karbohidrat 2,04%, lemak 13,30%, air
87,17% dan kadar abu 3,60% (Khairuman et.al,
2008).
Keberadaan limbah merupakan salah

satu alasan penurunan populasi cacing sutra di
alam karena limbah dapat menurunkan kualitas
perairan, oleh sebab itu masyarakat mencoba
untuk membudidayakan cacing sutra.. cacing
sutera dapat tumbuh dan bereproduksi karena
membutuhkan
nutrisi.
Nutrisi
tersebut
didapatkan dari bahan organik yang telah terurai
dan mengendap di dasar perairan. Kebiasaan
makan cacing sutra adalah memakan detritus,
alga benang, diatom atau sisa-sisa tanaman yang
terlarut di lumpur (Suharyadi, 2012).
Habitat alami Tubificidae adalah liat
berlumpur atau liat berpasir (Syam, 2011),
penelitian cacing sutera juga menggunakan
lumpur kolam lele sebagai media budidaya.
Lumpur kolam lele merupakan media yang
potensial bagi budidaya cacing sutra.

MenurutFebrianti (2004), kandungan N dalam
limbah budidaya lele akan berguna dalam
pertumbuhan bakteri. Bakteri tersebut akan
menguraikan bahan organik, sehingga hasil
perombakannya dapat menjadi nutrisi bagi
cacing.
Sama seperti pada budidaya lainnya agar
pertumbuhan cacing ini baik dan normal perlu
dilakukan
pemupukan.Pemupukan
yang
dilakukansebaiknyamenggunakanbahan-bahan
yang jelas kandungan nutrisinya dan tidak
menggunakan
bahan-bahan
kimia.
MenurutAirirsyah
(2001),
Ampas
tahu

merupakan sisa hasil pembuatan tahu yang
memiliki kandungan gizi yang cukup baik
dengan protein kasar sekitar 21,29%.Ampas
tahu merupakan limbah dalam bentuk padatan
dari bubur kedelai yang diperas dan tidak
berguna lagi dalam pembuatan tahu dan cukup
potensial dipakai sebagai bahan makanan ternak
karena ampas tahu masih mengandung gizi yang
baik dan dapat digunakan sebagai ransum ternak
besar dan kecil. Akan tetapihinggakini
penggunaan ampas tahu masih sangat terbatas
bahkan sering sekali menjadi limbah yang tidak
termanfaatkan sama sekali.
Selain itu, dedak padi juga dapat
digunakan. MenurutMurniet al (2008), Dedak

ISSN 2541 – 3155
padi merupakan bahan pakan yang telah
digunakan secara luas oleh sebagian peternak di
Indonesia.Dedak padi mempunyai potensi yang

besar sebagai bahan pakan sumber energi bagi
ternak. Dilihat dari kandungan proteinnya yang
berkisar antara 12-13,5 %, bahan pakan ini
sangat diperhitungkan dalam penyusunan
ransum unggas. Oleh karena itu perlu dilakukan
penelitian mengenai budidaya cacing sutera,
serta persentase pemanfaatan lumpur di
kolamlele, ampastahudandedakpadidalam media
kulturuntukmeningkatkanproduksicacingsutera.

METODEPENELITIAN
Penelitian ini akan dilaksanakan selama
kurang lebih 60 hari yaitu, 15 hari persiapan
media kultur dan 45 hari penelitiannya di
Laboratorium Budidaya Perikanan Universitas
Muhammadiyah
Pontianak.
Alat
yang
digunakan dalam kegiatan ini adalah Paralon,

Pompa, Paku, kayu penyangga, martil, Baskom
plastik, Bak fiber, Alat ukur parameter air,
Timbangan, ATK dan kamera. Bahan yang
digunakan dalam penelitian ini adalah cacing
sutera, EM4, Lumpur budidaya lele, Ampas
tahu, dedak padiRancangan penelitian yang
digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap
(RAL) yaitu 4 perlakuan dan tiga kali ulangan.
Berdasarkan penelitian yangdilakukanolehFajri
et al., (2014)
 Perlakuan A: Lumpur kolam lele 100%,
 Perlakuan B: Lumpur kolam lele 50%,
Ampas Tahu 35% dan Dedak Padi 15%
 Perlakuan C: Lumpur kolam lele 50%,
Ampas Tahu 25% dan Dedak Padi 25%
 Perlakuan D: Lumpur kolam lele 50%,
Ampas Tahu 15% dan Dedak Padi 35%
Menurut Fajri et al., (2014) ampas tahu,
dan dedak padi yang digunakan difermentasi
terlebih dahulu dengan menggunakan EM4.

EM4 mengandung komposisi bakteri berupa
Lactobacillus casei 1,0x106 sel/mL dan
Saccaromyces cerevisiae 1,0x105 sel/mL.
Fermentasi pupuk yaitu berupa dedak padi dan
ampas tahu. Sebelum dedak padi dan ampas
tahu difermentasi, terlebih dahulu bahan-bahan
tersebut di keringkan dan kemudian di haluskan.
1 mL EM4 yang sudah di aktivasi diencerkan
dengan 200 – 250 mL air, kemudian
dicampurkan dengan bahan-bahan yang sudah
dihaluskan. Larutan tersebut yang telah
dincerkan dengan EM4 digunakan untuk 1 kg
pupuk perlakuan. Untuk setiap 1 gram pupuk
yang telah diaktivasi mengandung 107 sel/mL
bakteri. Menurut Syam et al., (2011) larutan

57

JURNAL RUAYA VOL. 6. NO .2. TH 2018
FPIK UNMUH-PNK

aktivator tersebut dicampurkan, kemudian
dimasukkan kedalam plastik dan tertutup
selama 5 hari, setelah itu kotoran dijemur
dengan bantuan sinar matahari hingga kering
dan pupuk siap untuk digunakan.
Menurut Fajri et al., (2014) Wadah yang
digunakan adalah berupa kotak talang air
sebanyak 12 buah dengan ukuran panjang 50 x
30 x 10 cm dengan ketinggian media 4 cm.
Cacing sutra diperoleh dari para pengumpul,
kemudian bibit dibersihkan dan ditimbang
sesuaidengan perlakuan sebelum ditebar secara
merata ke media budidaya. Padat tebar yang
digunakan adalah 10 gram/wadah.
Dalam penelitian ini variabel-variabel
yang akan diamati sebagai berikut:

Pertumbuhan Mutlak
Pertumbuhan mutlak dihitung setelah
15 hari penebaran, Rumus menghitung

pertumbuhan mutlak menurut Weatherley
(1972) adalah :
W = Wt – Wo
Keterangan :
W
: Pertumbuhan mutlak (gram)
Wt
: Biomassa pada waktu panen (gram)
Wo
: Biomassa pada awal penelitian (gram)

Analisa Proksimat
Analisa proksimat dilakukan untuk
mengetahui kandungan nutrisi pada masingmasing bahan (ampas tahu dan dedak padi) dan
cacing sutera setelah dikultur, meliputi
kandungan protein, lemak,abu dan karbohidrat.

Kualitas Air
Parameter kualitas air yang diukur
selama penelitian adalah oksigen terlarut (DO),

suhu, pH dan amoniak. Pengukuran kualitas air
dilakukan pada awal, pertengahan dan akhir
penelitian.

HASIL DAN PEMBAHASAN
Pertumbuhan Mutlak Cacing Sutera
Penelitian tentang pertumbuhan cacing
sutera diperoleh pada perlakuan B 12,33±2,52
gram, perlakuan C 8,33±0,58, perlakuan D
6,67±0,58 gram, dan perlakuan A yaitu
4,33±1,15 gram, , gram, dan. Hasil penelitian
pertumbuhan cacing sutera dapat dilihat pada
grafik sebagai berikut :

ISSN 2541 – 3155

Gambar 1. Grafik Pertumbuhan Cacing
Sutera selama penelitian
Pada perlakuan A, media yang
digunakan hanya lumpur kolam lele saja tanpa
ada tambahan bahan organik lain. Sehingga
sumber makanan cacing hanya berasal dari
lumpur saja, tanpa ada tambahan lain. Hal
tersebut sesuai dengan pernyataan Djarijah
(1996) yang menyatakan Dasar perairan yang
disukai adalah berlumpur dan mengandung
bahan organik, karena makanan utamanya
adalah bahan-bahan organik yang telah terurai
dan mengendap di dasar perairan tersebut.
Perlakuan B merupakan perlakuan yang
memperoleh
hasil
pertumbuhan
mutlak
tertinggi. Hal tersebut dikarenakan pada
perlakuan b menggunakan media lumpur kolam
lele dengan tambahan ampas tahu 35 %dan
dedak padi masing-masing sebanyak 15 %,
yang merupakan penggunaan terbanyak dari
perlakuan lain. Persentase ampas tahu yang jauh
lebih banyak dari dedak padi yang menjadikan
pertumbuhan cacing sutera lebih cepat dari
perlakuan lainya. Hal tersebut disesuaikan
dengan pendapat Efendi (2014) yang
menyatakan ampas tahu sangat berpotensi untuk
dijadikan sebagai sumber makanan untuk cacing
sutera, karena kandungan asam amino lisin,
metionin, serta vitamin B komplek serta nutrisinutrisi lain yang cukup terkandung didalam
ampas tahu.
Protein yang tinggi didalam ampas tahu
dijadikan sebagai sumber nitrogen yang mampu
dimanfaatkan
mikroorganisme,
kemudian
mikroorganisme tersebut menjadi sumber
makanan bagi cacing sutera. Menurut Syam et
al. (2011), mikroorganisme memanfaatkan
karbon sebagai sumber energi sedangkan
nitrogen menjadi sumber protein yang
digunakan untuk tumbuh dan berkembang. Nilai
N-organik yang tinggi akan meningkatkan
populasi bakteri pada media pemeliharaan

58

JURNAL RUAYA VOL. 6. NO .2. TH 2018
FPIK UNMUH-PNK

ISSN 2541 – 3155
sehingga pertumbuhan biomassa mutlak cacing
sutera menjadi lebih tinggi. Ampas tahu yang
diberikan mengandung protein yang telah
mengalami proses pengolahan dan telah
difermentasi, sehingga lebih mudah diserap oleh
cacing sutera. Hal tersebut sesuai dengan
pendapat Sarina (2015) yang menyatakan faktor
yang mempengaruhi tingginya produksi cacing
sutra adalah bahan organik total (TOM) yang
dimanfaatkan oleh bakteri dalam proses
dekomposisi sehingga menghasilkan detritur
sebagai sumber nutrisi untuk cacing sutra.
Bakteri dan mikroorganisme lain
menggunakan Karbohidrat sebagai makanan
untuk menghasilkan energi dan tumbuh melalui
pembentukan protein dan sel-sel baru
(Avnimelech, 1999). Semakin cepat tumbuhnya
bakteri maka semakin cepat bahan organik yang
terdekomposisi, sehingga ketersediaan makanan
cacing dalam media semakin cepat terbentuk.
Hal ini sesuai dengan pendapat Ralph O dan
Brinkhurst (1995) yang mengatakan bahwa
selain memakan partikel organik, Tubificids
juga memakan bakteri yang terlibat dalam
memecah bahan organik, seperti bakteri yang
terkandung dalam EM4 (Lactobacillus sp dan
Saccaromuces serevisiae).

sehingga ketersediaan makanan cacing pun akan
meningkat.
Pada perlakuan B, C dan D mempunyai
pertumbuhan rata-rata Biomassa Mutlak yang
lebih tinggi daripada perlakuan A karena
memiliki kandungan nutrisi yang lebih lengkap
dan lebih tinggi daripada pada perlakuan A.
Dengan penambahan bahan organik ampas tahu
dan dedak padi diduga dapat menambah protein
dan karbohidrat dalam media kultur cacing
sutera. Pada perlakuan A nutrisi yang
dimanfaatkan bakteri sebagai makanan cacing
lebih sedikit yaitu dari satu sumber protein saja
(protein hewani saja) dibanding dengan
perlakuan lain yang memperoleh sumber protein
dari protein hewani dan protein nabati. Protein
yang berasal dari kombinasi berbagai sumber
menghasilkan tingkat konversi yang lebih baik
daripada sumber tunggal apa pun asalnya.
Paling rendahnya nutrisi pada perlakuan A
menyebabkan ketersediaan makanan cacing
sutera lebih sedikit, sehingga akan berpengaruh
terhadap reproduksi Tubifex sp. Hal ini sesuai
dengan pendapat Findi (2011) bahwa cacing
sutera membutuhkan makanannya untuk
pertumbuhan dan reproduksi.
Hasil rata-rata bobot cacing sutera dan
simpangan baku dalam penelitian ini dapat
dilihat pada Tabel 1 sebagai berikut.
Tabel 1. Produksi Cacing Sutra selama
penelitian
Perlakuan
Hasil
Perlakuan A
4,33±1,15
Perlakuan B
12,33±2,52
Perlakuan C
8,33±0,58
Perlakuan D
6,67±0,58
Pertumbuhan populasi cacing sutra,
menunjukan hasil tertinggi pada perlakuan B
yaitu sebanyak 12,33±2,52 gram, diikuti dengan
perlakuan C yaitu 8,33±0,58 gram, perlakuan D
yaitu 6,67±0,58 gram dan perlakuan A yaitu
4,33±1,15 gram.
Pada perlakuan B yang menggunakan 50
% lumpur kolam lele + 35 % ampas tahu + 15
% dedak padi memperoleh hasil produksi cacing
tertinggi. Hal tersebut dikarenakan kandungan
bahan organik dalam media pemeliharaan yang
dihasilkan oleh ampas tahu. Pemberian ampas
tahu dan dedak padi yang telah difermentasi
menyebabkan protein lebih mudah terserap oleh
cacing sutera sehingga dapat meningkatkan
produksi biomassa cacing sutera.
Pemberian pengkayaan media kultur
menggunakan bahan organik ampas tahu
dengan dosis lebih tinggi, mampu memberikan
kebutuhan nutrisi cacing sutera untuk tumbuh

Analisa Proksimat
Data hasil uji proksimat cacing sutera
dapat dilihat pada Tabel 2 sebagai berikut.
Tabel 2. Analisa Proksimat Cacing Sutera
Selama Penelitian
Kode
Sampel

Jenis
Sampel

Air (%)

Abu (%)

Protein
Kasar
(%)

Lemak
Kasar
(%)

Serat
Kasar
(%)

Gross
Energi
(Kkal)

Kalsium
(Ca)
(%)

017032-086

Lumpur
Kolam

2,92

71,40

5,47

0,34

3,44

468

0,03

017032-087

Ampas
Tahu

85,49

4,27

25,.81

8,31

17,99

4845

0,04

017032-088

Dedak
Padi

28,15

6,58

10,38

9,85

9,57

3568

0,79

Pada hasil uji proksimat cacing sutera
diketahui bahwa ampas tahu memiliki kadar air
(85,49), protein kasar (25,81), serat kasar
(17,99), dan gross energi (4845) tertinggi. Oleh
sebab itulah perlakuan B yang menggunakan
prsentase ampas tahu tertinggi menghasilkan
pertumbuhan cacing tertinggi. Hasil tersebut
sama halnya pada uji proksimat yang dilakukan
oleh Fajri (2014) yang mendapatkan hasil
tertinggi pada pengujian ampas tahu.

59

JURNAL RUAYA VOL. 6. NO .2. TH 2018
FPIK UNMUH-PNK

ISSN 2541 – 3155

Sedangkan pada perlakuan A yang hanya
menggunakan lumpur kolam lele memiliki
pertumbuhan terendah karena protein, lemak,
serat dan gross energi serta kalsium yang
terkandung lebih rendah dari bahan lainnya.
Data hasil uji proksimat media untuk
produksi cacing sutera dapat dilihat pada tabel 3
sebagai berikut.
Tabel 3. Analisa Proksimat Cacing Sutera
Selama Penelitian
Kode
Sampel

Sampel
Perlakua
n

Air
(%)

Abu (%)

Prot
ein
Kasa
r (%)

Lem
ak
Kasa
r (%)

Serat
Kasa
r
(%)

017-038106

Tebar
awal

12,3
8

017-032111

A

13,2
3

017-032112

B

017-032113

C

017-032114

D

Kals
ium
(Ca)
(%)

2,31

Gros
s
Ener
gi
(Kka
l)
2358

14,36

51,1

12,0
5

14,62

51,2

12,0
5

2,31

2358

0,79

13,7
8

15,87

55,5

14.4
5

14.55

53,6

12,2
5

2,50

2400

0,88

12,1
6

2,35

2375

0,83

14.0
0

14,90

53,9

12,1
8

2,40

2360

0,80

Kandungan nutrisi didapatkan dari
analisa proksimat. Berdasarkan hasil penelitian
didapatkan bahwa kandungan nutrisi protein
pada cacing sutera (Tubifex sp.) selama
penelitian seperti tersaji pada Tabel 6
menunjukkan bahwa perlakuan yang terbaik
adalah perlakuan B 50% lumpur kolam lele,
35% ampas tahu dan 15% dedak padi, dengan
nilai sebesar 55,5%, dan terendah pada
perlakuan D yaitu 100% lumpur kolam lele
dengan nilai sebesar 51,2%. Cacing sutera
mempunyai nilai nutrisi berupa protein 41,1%,
lemak 20,9%, serat kasar 1,3% dan kandungan
abu sebesar 6,7% (LPTUA, 2009 dalam Muria
et al., 2012). Penambahan pupuk kandang
berupa lumpur kolam lele akan berguna untuk
bakteri berkembang hidup menjadi banyak
kemudian dapat dimanfaatkan sebagai pakan
oleh cacing sutera. Menurut Herliwati (2012),
unsur hara yang terkandung dalam pupuk
kandang, kandungan nitrogen dan kalium
berada dalam keadaan seimbang. Penambahan
pupuk
kedalam
kolam
atau
tambak
meningkatkan
kesuburan
tanah
dan
memperbesar jasad renik untuk hidup dan
kemudian akan dimanfaatkan oleh ikan sebagai
pakan alami.
Perlakuan B merupakan perlakuan yang
menghasilkan kandungan protein tertinggi,
diduga karena kandungan ampastahu yang
terkandung dalam media perlakuan B sebesar
35% dengan kandungan protein sebesar 25,81%
yang dibutuhkan oleh cacing sutera sehingga
cacing mampu memanfaatkan media dengan
baik dan digunakan untuk pertumbuhan serta

0,79

perkembangbiakannya.
Suharyadi
(2012),
makanan diperlukan cacing sutera untuk
tumbuh dan berkembang, sehingga apabila
terjadi kurangnya asupan makanan pada cacing
sutera dapat menyebabkan rendahnya biomassa
dan kandungan nutrisi yang dimiliki cacing
sutera. Pada penelitian Suharyadi (2012),
kandungan protein cacing sutera yang rendah
sebesar 32,97% disebabkan karena asupan
makanan pada saat pemeliharaan tidak
tercukupi sehingga kandungan protein cacing
sutera menjadi rendah. Menurut Syam et al.
(2011), cacing darifamili tubificidae memakan
bakteri dan partikel organik hasil perombakan
oleh bakteri. Bakteri yang digunakan dalam
penelitian ini yaitu berasal dari EM4 berupa
Lactobacillus
casei
dan
Saccaromyces
cerevisiae. Bakteri Saccaromyces cerevisaea
berguna untuk meningkatkan bobot badan
(Haetami et al., 2008). Sifat yang
menguntungkan daribakteri Lactobacillus dalam
bentuk probiotik adalah dapat digunakan untuk
mendukung
peningkatan
kesehatan
(Hardiningsih et al., 2006). Bakteri tersebut
membutuhkan C-organik dan N-organik untuk
menunjang pertumbuhannya. Nilai N- organik
yang rendah dapat menyebabkan jumlah bakteri
pada media relatif rendah karena kebutuhan
pakan bakteri rendah sehingga jumlah makanan
yang dimakan oleh cacing sedikit (Pursetyo et
al., 2011).

Kualitas Air
Parameter kualitas air pada pemeliharaan
selama penelitian dapat dilihat pada tabel 3
berikut:
Tabel 3. Nilai Kualitas Air Media Cacing
Sutera Selama Penelitian
Parameter
penelitian
Suhu (0)
pH
DO (ppm)
Amoniak (ppm)

A

B

C

D

29
6
5,35
0,21

29
6
5,45
0,27

29
6
5,42
0,34

29
6
5,40
0,71

Nilai rata-rata suhu, pH, DO, dan
kandungan amoniak masih dalam batas optimal
untuk pertumbuhan cacing sutra. Nilai rata-rata
suhu berkisar antara 26,40C – 26,80C. Nila
kandungan oksigen terlarut berkisar antara 4,885,45 ppm. Berdasarkan pendapat palmer (1968)
yang mengatakan bahwa yang menyatakan
bahwa Tubifex mampu bertahan hidup pada
kandungan oksigen yang rendah karena
kemampuannya untuk melakukan respirasi.
Kandungan amoniak berkisar antara 0,21-0,84
ppm. Nilai tersebut masih sesuai untuk
pertumbuhan cacing sutra. Cacing sutra
merupakan salah satu biota air yang mampu

60

JURNAL RUAYA VOL. 6. NO .2. TH 2018
FPIK UNMUH-PNK
bertahan hidup pada lingkungan perairan
dengan kadar amoniak tinggi. Kandungan
amoniak dalam air berasal dari perombakan
senyawa-senyawa nitrogen organik oleh bakteri.
Untuk data kualitas air media kultur
cacing sutera (Tubifexsp) yaitu pH berkisa
antara 6-7, suhu selama pemeliharaan cacing
sutera antara 27-29°C, untuk kandungan
Oksigen terlarut (DO) adalah antara 4 ppm dan
kandungan ammonia berkisarantara 4 mg/L.
Hasil pengamatan kualitas air media kultur
cacing sutera masih termasuk dalam kondisi
layak untuk budidaya cacing sutera (Tubifexsp).
Pada kondisi pH netral, bakteri akan dapat
memecah bahan organic dengan normal menjadi
lebih sederhana
sehingga
siap
untuk
dimanfaatkan oleh Tubifexsp. Nilai pH pada
penelitian ini masih tergolong normal. Hal ini
sesuai dengan pendapat Davis (1982) bahwa
untuk kehidupan cacing sutera, family
Tubificidae mampu beradaptasi terhadap pH air
antara 6-8. Suhu dapat mempengaruhi sifat
fisika dan kimia air serta dapat mempercepat
proses biokimia. Menurut Spotte (1970) bahwa
jika suhu air meningkat maka laju metabolism
dan kebutuhan terhadap oksigen juga
meningkat, begitu pula dengan daya racun
bahan pencemar.

KESIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian persentase
pemanfaatan lumpur kolam lele,
ampas tahu dan dedak padi dalam media kultur
untuk meningkatkan produksi cacing sutera
dapat disimpulkan sebagai berikut :
1. Persentase
media
kultur
yang
menghasilkan pertumbuhan cacing sutera
dengan baik adalah 50% lumpur kolam
lele, 35 % ampas tahu dan 25% dedak padi
2. Perlakuan B menghasilkan pertumbuhan
cacing sutera dengan tinggi di bandingkan
dengan perlakuan lainnya yaitu sebesar
12,33±2,52gram, untuk perlakuan A yaitu
4,33±1,15
gram,
perlakuan
C8,33±0,58gram,
dan
pelakuan
D
6,67±0,58 gram.
DAFTAR PUTAKA
Adlan, M. A. 2014. Pertumbuhan Biomassa
Cacing Sutra (Tubifex sp.) pada Media
Kombinasi Pupuk Kotoran Ayam dan
Ampas Tahu. [Skripsi]. Fakultas
Peternakan.Universitas Gadjah Mada.
Yogyakarta. (Abstrak). 1 hlm.
Chumadi dan Suprapto. 1986. Pengaruh
Berbagai Takaran Pupuk Kotoran Ayam

ISSN 2541 – 3155
Terhadap
Perkembangan
Populasi Tubifex sp. Balai Penelitian
Perikanan Air Tawar. Depok, Bogor.
Djarijah
A
S.
1996. Pakan
Ikan
Alami. Yogyakarta: Kanisius.
Fajri, Suminto dan Hutabarat. 2014. Pengaruh
penambahan kotoran ayam, ampas tahu
dan tepung tapioka dalam media kultur
terhadap biomassa, populasi dan
kandungan nutrisi cacing sutera (Tubifex
sp.). Volume ( 3 no 4) 101-108 Hlm.
Findy, S. 2011. Pengaruh Tingkat Pemberian
Kotoran Sapi terhadap Pertumbuhan
Biomassa Cacing Sutra (Tubificidae).
[Skripsi]. Fakultas Perikanan dan Ilmu
Kelautan. Institut Pertanian Bogor. 33
hlm.
Febrianti, D. 2004. Pengaruh Pemupukan
Harian Dengan Kotoran Ayam Terhadap
Pertumbuhan Populasi Dan Biomassa
Cacing Sutera. Institut Pertanian Bogor.
Gomez, K.A., and Gomez, A.A. 1984. Statical
Procedures for Agricultural reseach. 2nd
ed. An IRRI book, A Wiley-intersci.
Publ. Singapure: Jhon Wiley & Sons.
Gusrina. 2008. Budidaya Ikan Jilid 2.
Direktorat Pengembangan Sekolah
Menengah Kejuruan. Direktorat Jendral
Pendidikan Dasar dan Menengah.
Departemen Pendidikan Nasional.
Hadiroseyani
Y.,
Nurjanah
dan
D.
Wahjuningrum.
2007.
Kelimpahan
Bakteri
dalam
Budidaya
Cacing
Limnodrilus sp. yang Dipupuk Kotoran
Ayam Hasil Fermentasi. J. Akuakultur
Indonesia 6(1): 79-87.
Haetami, Abun dan Y. Mulyani. 2008. Studi
Pembuatan ProbiotikBAS (Bacillus
licheniformis, Aspergillus niger dan
Sacharomices cereviseae) sebagai Feed
Suplement
Implikasinya
terhadap
Pertumbuhan Ikan Nila Merah. [Lap.
Pen. No. 013/SP2H/PP/DP2M/III/2008].
Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan,
Universitas Padjajaran, 53 hlm.
Hanafiah, K. A. 2000. Rancangan Percobaan
Teori dan Aplikasi. PT. Raja Grapindo
Persada. Jakarta.
Hanafiah, K. A. 2012. Rancangan Percobaan
Aplikatif. PT. Raja Grapindo Persada.
Jakarta.
Hardiningsih, R., R. N. R. Napitupulu dan T.
Yulinery. 2006. Isolasi dan Uji
Resistensi Beberapa Isolat Lactobacillus
pada pH Rendah. J. Biodiversitas.
Volume 7, No. 1 : 15 – 17.

61

JURNAL RUAYA VOL. 6. NO .2. TH 2018
FPIK UNMUH-PNK

ISSN 2541 – 3155

Herliwati. 2012. Variasi Dosis Pupuk Kotoran
Ayam pada Budidaya Cacing Rambut
(Tubifex sp.). J. Fish Scientiae. 2 (4) :
124-130.
Hermawan, 2001. Kandungan Dan Komposisi
Dasar Tanah. Ilmu Tanah. Fakultas
Pertanian. Institusi Pertanian Bogor.
Bogor
Khairuman, Amri K, dan Sihombing T.
2008. Peluang Usaha Budidaya Cacing
Sutra. Jakarta: PT Agromedia Pustak
Muria, E. S., E. D. Masithah dan S. Mubarak.
2012. Pengaruh Penggunaan Media
dengan Rasio C:N yang Berbeda
terhadap Pertumbuhan Tubifex. Fakultas
Perikanan
dan
Ilmu
Kelautan.
Universitas Airlangga. (Abstrak). 1 hlm.
Murni, R., Suparjo, Akmal, dan B. L. Ginting.
2008.
Buku
Ajar
Teknologi
Pemanfaatan Limbah Untuk Pakan.
Laboratorium Makanan Ternak. Fakultas
Peternakan. Universitas Jambi. Jambi
Priyambodo, K dan Wahyuningsih, T. 2001.
Budidaya Pakan Alami untuk Ikan. PT
Penebar Swadaya, Jakarta.
Pursetyo, K. T., W. H. Satyantini dan A. S.
Mubarak. 2011. Pengaruh Pemupukan
Ulang Kotoran Ayam Kering terhadap
Populasi Cacing Tubifex tubifex. J.
Perikanan dan Kelautan. 3 (2) :177-182.
Soetomo M., 1996. Teknik Budidaya Ikan Lele
Dumbo. Sinar Baru Algesindo, Bandung.
Sudjana,
1991.
Desain
dan
Analisis
Eksperimen, Edisi III, Tarsito Bandung.
Suharyadi. 2012. Studi Penumbuhan dan
Produksi Cacing sutera (Tubifex sp.)
dengan Pupuk yang Berbeda dalam
Sistem Resirkulasi. Universitas Terbuka.
Supriyono, Eddy. Perbandingan jumlah bak
budidaya cacing sutra (tubificidae)
dengan memanfaatkan limbah budidaya
ikan lele (clarias sp) sistem intensif
terhadap kualitas air ikan lele dan
produksi cacing sutra. DEPIK, [S.l.], v.
4, n. 1, apr. 2015.
Syam F. S, G. M. Novia dan S. N. Kusumastuti.
2011. Efektivitas Pemupukan dengan
Kotoran
Ayam
dalam
Upaya
Peningkatan Pertumbuhan Populasi dan
Biomassa Cacing Sutera Limnodrilus sp.
melalui Pemupukan Harian dan Hasil
Fermentasi. Fakultas Perikanan. Institut
Pertanian Bogor, Bogor, 8 hlm.

62

Dokumen yang terkait

AN ANALYSIS OF GRAMMATICAL ERRORS IN WRITING DESCRIPTIVE PARAGRAPH MADE BY THE SECOND YEAR STUDENTS OF SMP MUHAMMADIYAH 06 DAU MALANG

44 306 18

AN ANALYSIS ON GRAMMATICAL ERROR IN WRITING MADE BY THE TENTH GRADE OF MULTIMEDIA CLASS IN SMK MUHAMMADIYAH 2 MALANG

26 336 20

KONSTRUKSI MEDIA TENTANG KETERLIBATAN POLITISI PARTAI DEMOKRAT ANAS URBANINGRUM PADA KASUS KORUPSI PROYEK PEMBANGUNAN KOMPLEK OLAHRAGA DI BUKIT HAMBALANG (Analisis Wacana Koran Harian Pagi Surya edisi 9-12, 16, 18 dan 23 Februari 2013 )

64 565 20

PENERAPAN MEDIA LITERASI DI KALANGAN JURNALIS KAMPUS (Studi pada Jurnalis Unit Aktivitas Pers Kampus Mahasiswa (UKPM) Kavling 10, Koran Bestari, dan Unit Kegitan Pers Mahasiswa (UKPM) Civitas)

105 442 24

ANALISIS PROSES PENYUSUNAN PLAN OF ACTION (POA) PADA TINGKAT PUSKESMAS DI KABUPATEN JEMBER TAHUN 2007

6 120 23

AN ANALYSIS OF DESCRIPTIVE TEXT WRITING COMPOSED BY THE HIGH AND THE LOW ACHIEVERS OF THE EIGHTH GRADE STUDENTS OF SMPN SUKORAMBI JEMBER

11 83 16

AN ANALYSIS OF LANGUAGE CONTENT IN THE SYLLABUS FOR ESP COURSE USING ESP APPROACH THE SECRETARY AND MANAGEMENT PROGRAM BUSINESS TRAINING CENTER (BTC) JEMBER IN ACADEMIC YEAR OF 2000 2001

3 95 76

A DESCRIPTIVE STUDY ON THE TENTH YEAR STUDENTS’ RECOUNT TEXT WRITING ABILITY AT MAN 2 SITUBONDO IN THE 2012/2013 ACADEMIC YEAR

5 197 17

A DISCOURSE ANALYSIS ON “SPA: REGAIN BALANCE OF YOUR INNER AND OUTER BEAUTY” IN THE JAKARTA POST ON 4 MARCH 2011

9 161 13

EFEKTIVITAS PENGAJARAN BAHASA INGGRIS MELALUI MEDIA LAGU BAGI SISWA PROGRAM EARLY LEARNERS DI EF ENGLISH FIRST NUSANTARA JEMBER

10 152 10