Pengaruh Penggorengan Terhadap Komposisi Asam Lemak Minyak Kelapa Sawit Minyak Beras

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Lemak

  Lemak merupakan triester asam lemak dengan gliserol. Trigliserida alami adalah triester dari asam lemak berantai panjang dan gliserol merupakan penyusun utama lemak hewan dan nabati. Lemak tidak dapat larut dalam air, tetapi larut dalam pelarut non polar seperti eter, kloroform dan benzen. Lemak dan minyak dapat dikonsumsi, didalam tubuh lemak berfungsi sebagai sumber energi jika disimpan dalam jaringan adiposa. (Handajani, 2010).

  Titik leleh lemak dan minyak bergantung pada strukturnya, biasanya meningkat dengan bertambahnya jumlah karbon. Semua jenis lemak tersusun dari asam-asam lemak yang terikat oleh gliserol, asam lemak tersusun atas jumlah atom karbon dan hidrogen yang berbeda-beda (Tambunan, 2006) O O HO C R CH

  2 OH CH

  2 O C R

  O O HO C R + CHOH CH O C R +

  3H O

  2 O O

  HO C R CH

  2 CH CH

  2 O C R

  3 Gliserol Triasilgliserol Air molekul asam lemak (triester dari gliserol)

  Keseragaman jenis trigliserida bersumber dari kedudukan asam lemak, yaitu trigliserida sederhana adalah triester yang terbuat dari gliserol dan tiga molekul asam lemak yang sama. Contohnya, dari gliserol dan tiga molekul asam stearat akan diperoleh trigliserida sederhana yang disebut gliseril tristearat atau tristearin. Kebanyakan trigliserida alami adalah trigliserida campuran, yaitu triester dengan komponen asam lemak yang berbeda (Tambunan, 2006).

2.2 Asam lemak

  Asam lemak adalah asam monokarboksilat rantai lurus tanpa cabang yang mengandung atom karbon genap mulai dari C-4, tetapi yang paling banyak adalah C-16 dan C-18. Asam lemak dikelompokkan berdasarkan panjang rantai, ada tidaknya ikatan rangkap dan isomer cis-trans (Silalahi dan Siti Nurbaya, 2011).

  1. Klasifikasi asam lemak berdasarkan panjang rantai karbon.

  Asam lemak ini dibedakan menjadi tiga yaitu (1) asam lemak rantai pendek (short chain fatty acids) dengan jumlah atom karbon C-4, (2) asam lemak rantai sedang (medium chain fatty acids) dengan jumlah atom karbon C-10 sampai C-12, (3) asam lemak rantai panjang (long chain fatty acids), dengan jumlah atom karbon C-14 atau lebih (Silalahi dan Siti Nurbaya, 2011).

  2. Klasifikasi asam lemak berdasarkan banyaknya ikatan rangkap.

  Asam lemak ini dibedakan menjadi asam lemak jenuh dan asam lemak tidak jenuh. Asam lemak jenuh adalah asam lemak yang tidak memiliki ikatan rangkap, hanya mengandung ikatan tunggal pada rantai hidrokarbonnya. Asam lemak jenuh bersifat lebih stabil (tidak mudah bereaksi) daripada asam lemak tak jenuh. Sedangkan asam lemak tidak jenuh dibedakan menjadi tiga golongan yaitu, asam lemak tak jenuh tunggal (mono unsaturated fatty acids) dan asam lemak tak jenuh jamak (polyunsaturated fatty acids). Ikatan ganda pada asam lemak tak jenuh mudah bereaksi dengan oksigen (Suhartati, 2013; Tambunan, 2006).

  Asam lemak dengan gliserol merupakan penyusun utama minyak nabati dan merupakan bahan baku untuk semua lipida pada makhluk hidup. Asam ini banyak dijumpai pada minyak masak (goreng), margarin atau lemak hewan. Asam lemak jenuh dan asam lemak tak jenuh berbeda dalam energi yang dikandungnya dan titik leburnya. Karena asam lemak tak jenuh mengandung ikatan karbon hidrogen yang lebih sedikit dibandingkan dengan asam lemak jenuh pada jumlah atom karbon yang sama, asam lemak tak jenuh memiliki energi yang lebih sedikit. Asam lemak jenuh dapat tersusun dalam susunan yang rapat, sehingga asam lemak jenuh dapat dibekukan dengan mudah dan berwujud padatan pada temperatur ruangan. Tetapi ikatan rangkap yang kaku dalam lemak tak jenuh mengubah kimia dari lemak (Suhartati, 2013).

  3. Klasifikasi asam lemak berdasarkan isomer trans-cis.

  Isomer dengan kedua bagian dari rantai pada sisi yang sama (cis). Isomer cismencegah lemak dari penumpukan seperti halnya yang terjadi pada ikatan jenuh. Hal ini menurunkan gaya intermolekul diantara molekul lemak, sehingga menyebabkan lemak cis tak jenuh lebih sulit untuk membeku (Suhartati, 2013).

  Isomer dengan rantai yang berlawan pada ikatan ganda (isomer trans, biasanya merupakan produk dari hidrogenasi dari asam lemak tak jenuh. Asam lemak trans yakni didalam ruminansia, minyak yang dihidrogenasi sebagian (margarin), dan minyak yang telah dihilangkan baunya terutama minyak yang mengandung asam linolenik (kacang kedelai). Persyaratan yang diizinkan bahwa batas asam lemak trans adalah sekitar 1%, asam lemak trans dapat meningkatkan LDL juga menurunkan kadar lipoprotein yang protektif HDL dan menaikkan kadar lipoprotein yang menambah resiko penyakit kardiovaskular (Silalahi dan Siti Nurbaya 2011; Tuminah, 2009).

2.3 Komposisi Asam Lemak Minyak Nabati

2.3.1 Minyak kelapa sawit

  Kelapa sawit mempunyai perikarp kurang dari 80% dan dilapisi kulit yang tipis 20%, yang kadar minyak dalam perikarp sekitar 34-40%. Kandungan karoten dalam minyak kelapa sawit mencapai 1000 ppm (Ketaren, 1986).

  Minyak kelapa sawit berhubungan dengan nama asam lemak yang dikandungnya, yakni asam lemak jenuh palmitat (C:16), sedangkan minyak inti sawit kaya akan asam laurat (C:12) (Silalahi dan Siti Nurbaya, 2011). Komposisi asam lemak minyak kelapa sawit dapat dilihat pada Tabel 2.1.

Tabel 2.1 Komposisi asam lemak minyak kelapa sawit

  Komposisi asam lemak Jumlah (%) Asam lemak jenuh Asam miristat 2,1 - 2,5 Asam palmitat 40 – 46 Asam stearat 3,6 - 3,7 Asam lemak tidak jenuh Asam oleat 39 – 45 Asam linoleat 7 – 11 Minyak sawit mengandung asam lemak jenuh dan asam lemak tak jenuh.

  Asam lemak yang rantai hidrokarbonnya terdapat ikatan rangkap disebut asam lemak tidak jenuh dan apabila tidak terdapat ikatan rangkap pada rantai hidrokarbonnya disebut asam lemak jenuh. Asam palmitat dan asam oleat merupakan asam lemak yang dominan dalam minyak sawit, sedangkan asam lemak linoleat dan asam stearatnya sedikit. Asam palmitat merupakan asam lemak jenuh rantai panjang yang memiliki titik cair (meelting point) yang tinggi yaitu 64°C. Asam palmitat yang tinggi membuat minyak sawit lebih tahan terhadap oksidasi (ketengikan) dibanding jenis minyak lain. Asam oleat merupakan asam lemak tidak jenuh rantai panjang dengan memiliki satu ikatan rangkap. Titik cair asam yaitu 14°C (Zulkifli, 2014).

  Manfaat minyak kelapa sawit diantaranya sebagai bahan baku untuk minyak makan, minyak sawit antara lain digunakan dalam bentuk minyak goreng, margarin, buffer, shortening, dan bahan untuk membuat kue-kue. Sebagai bahan pangan, minyak sawit mempunyai beberapa keunggulan dibandingkan minyak goreng lain, antara lain mengandung karoten yang diketahui berfungsi sebagai anti kanker dan tokoferol sebagai sumber vitamin E. Minyak sawit dapat dimanfaatkan di berbagai industri karena memiliki susunan dan kandungan gizi yang cukup lengkap. Industri yang banyak menggunakan minyak kelapa sawit sebagai bahan baku adalah industri pangan serta industri bukan pangan serta kosmetik dan farmasi (Fauzi, 2002).

2.3.2 Minyak beras

  Minyak beras diperoleh dari proses pengilangan padi. Minyak beras merupakan bahan utama dalam membuat sereal. Sumber utama dalam pembuatan minyak beras adalah beras itu sendiri. Komposisi asam lemak minyak beras dapat dilihat pada Tabel 2.2

Tabel 2.2 Komposisi asam lemak minyak beras

  Komposisi asam lemak Jumlah (%) Asam lemak jenuh Asam miristat 0,3 Asam palmitat

  15 Asam stearat 1,7 Asam arachidat 0,6 Asam lemak tidak jenuh Asam oleat

  42 Asam linoleat

  37 Asam linolenat 1,5 Minyak beras terdiri dari lebih dari 90% asam oleat, asam palmitat dan asam linolenat. Sedangkan 4% diantaranya terdiri atas pospolipid yang lebih tinggi bila dibandingkan dengan minyak nabati yang lainnya, minyak beras juga memiliki kandungan lilin (wax) sekitar 1-4% (Tambunan, 2006).

2.4 Sifat Fisiko-Kimia Minyak

2.4.1 Sifat fisika

  Sifat-sifat fisika minyak diantaranya adalah warna, kelarutan dan titik leleh. Zat warna yang terdapat dalam minyak terdiri atas α dan β karoten, klorofil dan anthosyianin. Zat warna ini yang menyebabkan minyak berwarna kuning, kuning kecoklatan, kehijau-hijauan dan kemerah-merahan. Pigmen berwarna merah jingga atau kuning disebabkan oleh karotenoid yang bersifat larut dalam minyak (Ketaren, 1968).

  Minyak dan lemak tidak larut dalam air, namun hanya sedikit larut dalam alkohol, tetapi akan melarut sempurna dalam metil eter dan karbon disulfida, kelarutan minyak ini digunakan untuk mengekstraksi minyak atau lemak dari bahan yang mengandung minyak (Ketaren, 1986) Titik leleh minyak ditentukan pada suhu kamar, minyak akan memadat dibawah suhu kamar yang sering disebut lemak, dan diatas suhu kamar akan mencair yang disebut minyak. Pada umumnya minyak atau lemak mengandung komponen-komponen yang berpengaruh terhadap titik cairnya. Minyak dan lemak pada umunya memiliki gliserida yang murni. Minyak dan lemak yang umumnya mengandung asam lemak tidak jenuh dalam jumlah yang relatif besar, biasanya berwujud cair pada temperatur kamar (Ketaren, 1986).

2.4.2 Sifat kimia minyak

  Reaksi yang penting pada minyak adalah reaksi hidrolisa, oksidasi dan hidrogenasi. Reaksi hidrolisa yang dapat mengakibatkan kerusakan lemak atau minyak terjadi karena terdapatnya sejumlah air dalam minyak atau lemak tersebut, yang menyebabkan ketengikan pada minyak, seperti reaksi berikut: CH - O – CO- R R - COOH CH – OH

  2

  1

  1

  2 2 + 3H

  2 O R 2 - COOH CH – OH

  • CH - O - CO - R CH

  2 - O – CO - R

  3 R 3 - COOH CH 2 – OH

  Triasilgliserol air asam lemak bebas gliserol Proses oksidasi dapat berlangsung bila terjadi kontak antar sejumlah oksigen dengan minyak. Terjadinya proses oksidasi ini akan mengakibatkan bau tengik pada minyak. Oksidasi biasanya dimulai dengan pembentukan peroksida dan hidroperoksida (Ketaren, 1986).

  Misalnya, bila asam oleat dioksidasi oleh alkali permanganat membentuk asam dihidroksi stearat, seperti reaksi berikut : CH

  3 (CH) 7 – CH = CH (CH 2 )

7 COOH + H

  2 O + O

  CH

  3 (CH) 7 – CH - CH (CH 2 )

7 COOH + 3O

  OH OH CH

  3 (CH 2 )

  7 COOH + HCOO(CH 2 )

7 COOH + H 2 O (Tambunan, 2006).

  Reaksi hidrogenasi terjadi pada permukaan katalis yang mengakibatkan reaksi antara molekul-molekul minyak dengan gas hidrogen. Hidrogen akan diikat oleh asam lemak yang tidak jenuh, yaitu pada ikatan rangkap membentuk radikal kompleks antara hidrogen, nikel dan asam lemak tak jenuh. Setelah terjadi proses penguraian nikel dan radikal kompleks asam lemak, akan dihasilkan suatu tingkat kejenuhan yang lebih tinggi. Radikal asam lemak dapat terus bereaksi dengan hidrogen membentuk asam lemak jenuh, seperti reaksi berikut :

  2 + H

  • CH=CH-CH

  2 Ni -CH 2 -CH

2 -CH

  3

2.5 Standar Mutu Minyak

  Pengertian mutu yang pertama lebih mengarah pada tingkat kemurnian minyak itu sendiri. Kemurnian minyak tersebut dapat diartikan tidak tercampur dengan minyak nabati lain. Sedangkan pengertian mutu yang kedua mengarah pada spesifikasi/ penilaian menurut ukuran sesuai standar mutu internasional (Mangoensoekarjo, 2000).

2.5.1 Bilangan asam

  Bilangan asam adalah jumlah miligram KOH yang dibutuhkan untuk menetralkan asam-asam lemak bebas dari satu gram minyak atau lemak. Bilangan asam dipergunakan untuk mengukur jumlah asam lemak bebas yang terdapat dalam minyak atau lemak. Besarnya bilangan asam bergantung pada kemurnian minyak atau lemak lemak dilarutkan dalam pelarut yang sesuai, setelah larutan dititrasi dengan larutan natrium hidroksida. Jumlah larutan natrium hidroksida yang digunakan adalah ukuran dari keasaman minyak atau lemak (Ketaren, 1986; Cocks, dkk,. 1966).

  Asam lemak bebas merupakan asam lemak dalam keadaan bebas dan tidak berikatan lagi dengan gliserol. Asam lemak bebas terbentuk karena terjadinya reaksi hidrolisis dan proses oksidasi selama pengolahan dan penyimpanan. Dalam bahan pangan asam lemak dengan kadar lebih besar dari 0,2%. Oleh sebab itu, dalam pengolahan minyak diupayakan kandungan asam lemak bebas serendah mungkin (Ketaren, 1986).

  56,1 ×N ×v

  Perhitungan : Bilangan asam =

  w v ×N ×M

  Asam lemak bebas (%) =

  10w

  Dimana : 56,1 = bobot molekul larutan KOH w = berat sampel (g) N = normalitas NaOH M = berat molekul asam lemak

2.5.2 Bilangan peroksida

  Bilangan peroksida adalah nilai terpenting untuk menentukkan derajat kerusakan pada minyak atau lemak. Asam lemak tidak jenuh mengikat oksigen pada ikatan rangkapnya sehingga membentuk peroksida yang dapat ditentukan dengan titrasi iodometri. Cara yang sering digunakan untuk menentukan bilangan peroksida berdasarkan pada reaksi alkali iodida dalam larutan asam dengan ikatan peroksida. Iod yang dibebaskan pada reaksi dititrasi dengan natrium thiosulfat (Ketaren, 1986; Cocks, dkk,. 1966).

  Perhitungan :

  1000 (v1 −v2)×N

  Nilai peroksida =

  w

  Dimana : w = berat sampel (g) V = volume Na S O yang digunakan (ml)

  1

  2

  2

  3 V 2 = volume blanko Na

2 S

  

2 O

3 yang digunakan (ml)

  N = normalitas larutan Na S O

  

2

  2

  3

2.6 Karateristik Minyak

2.6.1 Bilangan penyabunan

  Bilangan penyabunan adalah jumlah miligram KOH yang diperlukan untuk menyabunkan satu gram minyak atau lemak. Apabila sejumlah contoh minyak atau lemak disabunkan dengan larutan KOH berlebihan dalam alkohol maka KOH akan bereaksi dengan trigliserida, yaitu tiga molekul KOH bereaksi dengan satu molekul minyak atau lemak. Larutan alkali yang tertinggal dititrasi dengan menggunakan asam, sehingga jumlah alkali yang turut bereaksi dapat diketahui, seperti reaksi berikut (Ketaren, 1986). O CH

2 O C R R

  1 COOK CH

  2 OH

  O + CH O C R + 3KOH + R

  2 COOK CHOH

  • O CH O C R R COOK CH OH

  2

  3

  2 Trigasilgliserida Sabun kalium Gliserol Besarnya bilangan penyabunan tergantung dari berat molekul. Minyak yang memiliki berat molekul rendah akan mempunyai bilangan penyabunan yang lebih tinggi. Campuran minyak atau lemak dengan larutan KOH didihkan pada pendingin alir-balik sampai terjadi penyabunan yang lengkap, kemudian larutan KOH yang tersisa dititrasi dengan larutan HCl (Ketaren, 1986).

2.6.2 Bilangan Iod

  Bilangan iod adalah jumlah gram iodin yang dapat diikat oleh 100 gram lemak atau minyak. Ikatan rangkap yang terdapat pada asam lemak yang tidak jenuh akan bereaksi dengan iod atau senyawa-senyawa iod (Ketaren, 1986).

  Bilangan iod ditetapkan dengan melarutkan sejumlah contoh minyak atau lemak (0,1 sampai 0,5 gram) dalam klorofrom atau karbon tetraklorida, kemudian ditambahkan halogen secara berlebihan. Setelah didiamkan, maka kelebihan dari iod yang tidak tereaksi diukur dengan mentitrasi laturan campuran dengan natrium tiosulfat, Atom-atom karbon tidak jenuh dari asam lemak yang menyerap iodin berdasarkan reaksi sebagai berikut: - CH = CH - + I - CHI – CHI -

  2 (Ketaren, 1986).

2.7 Minyak Nabati sebagai Minyak Goreng

  Minyak merupakan kebutuhan manusia yang setiap harinya digunakan sebagai medium penggorengan bahan pangan, seperti keripik kentang.

  Menggoreng bahan pangan banyak dilakukan yang merupakan suatu metode memasak bahan pangan. Banyaknya jumlah permintaan akan bahan pangan digoreng, merupakan suatu bukti yang nyata mengenai betapa besarnya jumlah bahan pangan digoreng yang dikonsumsi oleh lapisan masyarakat dari segala tingkat usia (Ketaren, 1986).

  Minyak nabati merupakan minyak yang diperoleh dari serealia (jagung, gandum, beras, dan lain-lain), kacang-kacangan (kacang kedelai, kacang tanah, dan lain-lain), palma-palmaan (kelapa dan kelapa sawit), dan biji-bijian (biji bunga matahari, biji wijen, biji tengkawang, biji kakao, dan lain-lain). Tidak semua minyak nabati dapat dipakai untuk menggoreng (Ketaren, 1986).

  Standar mutu minyak goreng telah dirumuskan dan ditetapkan oleh Badan Standarisasi Nasional (BSN) yaitu SNI 01-3741-2002, SNI ini merupakan revisi dari SNI 01-3741-1995, menetapkan bahwa standar mutu minyak goreng seperti pada Tabel 2.3.

  Minyak yang termasuk golongan setengah mengering (semi drying oil) misalnya minyak biji kapas, minyak kedelai, dan minyak biji bunga matahari tidak dapat digunakan sebagai minyak goreng. Hal ini disebabkan karena jika minyak tersebut kontak dengan udara pada suhu tinggi akan mudah teroksidasi sehingga berbau tengik. Minyak yang dipakai menggoreng adalah minyak yang tergolong dalam kelompok non drying oil, yaitu minyak yang tidak akan membentuk lapisan keras bila dibiarkan mengering di udara, contohnya adalah minyak sawit (Ketaren, 1986).

  Minyak jagung, minyak kedelai dan minyak biji bunga matahari tidak dapat digunakan dalam proses penggorengan, karena minnyak tersebut jika kontak langsung dengan udara pada suhu tinggi, akan cepat mengalami oksidasi sehingga berbau tengik (Ketaren, 1986).

  Dalam memilih minyak goreng ada beberapa syarat yang perlu diperhatikan, yaitu:

  1. Minyak goreng harus memiliki umur pakai yang lama dan ekonomis.

  2. Tahan terhadap tekanan oksidatif.

  3. Memiliki kualitas seragam.

  4. Mudah untuk digunakanmaupun dari kemudahan pengemasan.

  5. Mampu menghasilkan tekstur, warna, dan tidak menimbulkan pengaruh pada permukaan produk

Tabel 2.3 Standar Mutu Minyak Goreng KRITERIA UJI SATUAN SYARAT

  • Keadaan bau, warna dan rasa Normal Air % b/b Maks 0,30 Asam lemak bebas (dihitung

  % b/b Maks 0,30 sebagai asam laurat) Sesuai SNI. 022-M dan Permenkes

  Bahan Makanan Tambahan No. 722/Menkes/Per/IX/88

  Cemaran Logam :

  • Besi (Fe)

  Maks 1,5 Mg/kg

  • Tembaga (Cu)

  Maks 0,1 Mg/kg

  • Raksa (Hg)

  Maks 0,1 Mg/kg

  • Timbal (Pb)

  Maks 40,0 Mg/kg

  • Timah (Sn)

  Maks 0,005 Mg/kg

  • Seng (Zn)

  Maks Mg/kg

  40,0/250,0)* Arsen (As) % b/b Maks 0,1 Angka Peroksida % mg 0,2/gr Maks 1

  Catatan * Dalam kemasan kaleng Sumber :

  SNI 01-3741-2002

2.7.1 Proses menggoreng

  Penggorengan merupakan salah satu proses olahan pangan yang sangat populer. Penggorengan dapat didefinisikan sebagai proses pemasakan dan pengeringan produk dengan media panas berupa minyak sebagai media pindah panas. Ketika bahan pangan digoreng menggunakan minyak goreng panas banyak reaksi kompleks terjadi didalam minyak dan pada saat itu minyak akan mulai mengalami kerusakan. Selama penggorengan minyak dalam kondisi suhu tinggi, adanya udara dan air yang dikandung oleh bahan menyebabkan minyak mengalami kerusakan (Ketaren, 1986).

  Menggoreng adalah suatu proses untuk memasak bahan pangan menggunakan lemak atau minyak pangan. Prosesnya diawali dengan memasukkan minyak goreng kedalam ketel penggorengan, kemudian dipanaskan selanjutnya dimasukkan bahan yang akan digoreng. Dari ketel akan diperoleh hasil gorengan, uap yang dihasilkan dari lemak, serta hasil samping lemak akibat pemanasan dan penggorengan serta kerak. Berbagai faktor mempengaruhi kondisi penggorengan dalam ketel, yaitu pemanasan dengan adanya udara, minyak yang kelewat panas

  

(local over heating of fat) , kontak lemak dengan logam dari ketel, kontak bahan

  pangan dengan minyak, adanya kerak dan partikel yang gosong. Dari faktor-faktor tersebut, maka pemanasan dengan adanya udara merupakan faktor yang sangat berpengaruh (Ketaren, 1986).

  Penggorengan yang berulang-ulang akan menyebabkan minyak berbau tengik, cita rasa dari makanan akan berkurang. Penggorengan berulang tersebut menyebabkan munculnya asam lemak trans yang menggangu kesehatan. Asam lemak trans akan bersaing dengan asam lemak esensial dan memicu defisiensi asam lemak esensial, yang secara struktual sama dengan asam lemak jenuh (Tuminah, 2009).

  Sistem menggoreng bahan pangan pada umumnya terdapat dua cara, yaitu : (1) Proses gangsa (pan frying) dapat menggunakan minyak dengan titik asap yang lebih rendah, karena suhu pemanasan yang digunakan umumnya lebih rendah dari suhu pemanasan pada sistem deep frying. Ciri khas dari proses “gangsa” ialah bahan pangan yang digoreng tidak sampai terendam dalam minyak. Minyak yang digunakan pada sistem ini adalah minyak kelapa, mentega, margarin, minyak olive, dan lemak ayam. Khususnya mentega dan margarin, menghasilkan cita rasa yang enak pada bahan pangan yang digoreng. (2) Proses penggorengan dengan sistem deep frying, bahan pangan yang digoreng terendam dalam minyak dan tidak terbentuk asap. Jika pada proses penggorengan terbentuk asap maka ini berarti, lemak tersebut mengalami dekomposisi sehingga mengakibatkan bau dan rasa yang tidak enak (Ketaren, 1986).

2.7.2 Kerusakan minyak goreng selama pemanasan

  Kerusakan minyak goreng akan mempengaruhi mutu dan nilai gizi dari bahan pangan yang digoreng, minyak tersebut rusak akibat adanya proses oksidasi dan polimerisasi yang menyebabkan kerusakan vitamin dan asam lemak esensial yang terdapat dalam minyak (Ketaren, 1986)

  Kerusakan minyak yang terjadi diantarnya oksidasi, hidrolisis dan polimerisasi. Asam lemak tak jenuh biasanya mengalami oksidasi pada ikatan rangkapnya. Oksidasi adalah penguraian minyak oleh udara, sebagai hasil oksidasinya adalah senyawa aldehida, keton, hidrokarbon, alkohol, lakton serta senyawa aromatis yang mempunyai bau tengik dan rasa getir. Hidrolisis adalah penguraian minyak oleh air menjadi asam-asam lemak bebas dan gliserol. Senyawa polimer terjadi karena reaksi dari polimerisasi adisi dari asam lemak tidak jenuh, yang ditandai dengan terbentuknya bahan yang menyerupai gum yang mengendap didasar ketel atau wadah penggorengan (Ketaren, 1986).

2.8 Analisis Komposisi Asam Lemak dengan Gas Chromatography

  Kromatografi gas merupakan teknik pemisahan untuk senyawa yang mudah menguap (stabil terhadap panas). Bagian-bagian dari kromatografi gas (1) Tabung gas pembawa, (2) Pengontrolan aliran dan regulator tekanan, (3) Injection port (tempat injeksi sampel), (4) Kolom, (5) Detektor(6) Rekorder (pencatat) (Mulja, 1994; Panagan, dkk,. 2011).

  Analisis komposisi asam lemak dari lemak biasanya dianalisis dengan kromatografi gas. Lemak yang diperoleh dari sampel makanan memiliki struktur yang kompleks yang terdiri dari triasilgliserol, phospolipid dan sterol. Asam lemak dalam lemak dihidrolisis menjadi metil ester yang berhubungan dengan berbagai metode derivatisasi agar stabil untuk analisis GC, karena yang dianalisis adalah asam lemak. Pembuatan asam lemak metil ester dari sampel lemak dengan katalisator boron trifluorida dalam metanol. Dalam metode ini, sampel lemak pertama disaponifikasi dengan kelebihan NaOH dalam metanol. Asam lemak dibebaskan dengan adanya BF

  3 dalam metanol. Dihasilkan asam lemak metil ester

  diekstrak dengan pelarut organik (isooktan atau heksana), dihomogenkan sampai terbentuk lapisan atas dimasukkan kedalam vial dan kemudian dimasukkan kedalam bagian alat GC, diinjeksikan kedalam injektor, aliran gas akan membawa uap sampel kedalam kolom yang akan memisahkan komponen- komponen yang dideteksi oleh detektor. Komponen tersebut berupa metil ester, lalu dianalisis sehingga memberikan sinyal yang kemudian dicatat pada rekorder dan berupa puncak - puncak (kromatogram) (Wrolstad, dkk,. 2005).

Dokumen yang terkait

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG - Hubungan Tipe Komitmen Organisasi Terhadap Cyberloafing Pada Karyawan Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Sumatera Utara

0 1 12

Studi Temperatur Optimal Terhadap Kekuatan Tarik dan Makrostruktur pada Komposisi Campuran Polypropiline (PP) dan High-Densitiy Polyethylene (HDPE) dengan Mesin Ekstruder

0 0 25

BAB II TINJAUAN PUSTAKA - Studi Temperatur Optimal Terhadap Kekuatan Tarik dan Makrostruktur pada Komposisi Campuran Polypropiline (PP) dan High-Densitiy Polyethylene (HDPE) dengan Mesin Ekstruder

0 1 31

A. Usia - Pengaruh promosi jabatan dan lingkungan kerja terhadap semangat kerja PT. PERKEBUNAN NUSANTARA IV (PERSERO) MEDAN (Divisi Sumber Daya Manusia)

1 0 22

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Promosi Jabatan 2.1.1 Pengertian Promosi Jabatan - Pengaruh promosi jabatan dan lingkungan kerja terhadap semangat kerja PT. PERKEBUNAN NUSANTARA IV (PERSERO) MEDAN (Divisi Sumber Daya Manusia)

0 0 25

Pengaruh promosi jabatan dan lingkungan kerja terhadap semangat kerja PT. PERKEBUNAN NUSANTARA IV (PERSERO) MEDAN (Divisi Sumber Daya Manusia)

1 2 10

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Industri Kecil - Analisis Pengaruh Pemadaman Secara Berkala Oleh PLN Terhadap Kegiatan Usaha Mikro Di Kecamatan Medan Baru

0 0 22

Analisis Pengaruh Pemadaman Secara Berkala Oleh PLN Terhadap Kegiatan Usaha Mikro Di Kecamatan Medan Baru

0 1 12

Pengaruh Pengadopsian Isa, Ukuran Klien Audit, Kompleksitas Audit, Risiko Litigasi, Profitabilitas Klien, Dan Jenis Kap Terhadap Professional Fee

0 0 25

Pengaruh Penggorengan Terhadap Komposisi Asam Lemak Pada Minyak Kelapa Dan Minyak Jagung

0 1 20