HUBUNGAN KEPADATAN POPULASINYAMUK ANOPHELES SUNDAICUS DENGAN TEMPAT PERKEMBANGBIAKAN DI KABUPATEN CIAMIS

_ Culict
HUBUNGAN KEPADATAN POPULASINYAMUK ANOPHELES
SUNDAICUS DENGAN TEMPAT PERKEMBANGBIAKAN DI
KABUPATEN CIAMIS
Relationship between Mosquito Population Density of Anopheles sundaicus and its
breeding places in Ciarais District
Lukman Hakim*, Sugianto*

Abstract. The flight distances of Anopheles sundaicus in Sukaresik District of Ciamis is 910 meters from
its breeding places, however the area which is related to mosquito density is not described due to influence
of many variables, therefore the study was carried out to determine relationship between flight range and
mosquito density .The benefit of data related to priority setting for malaria vector control. The
methodology analysis for this study was performed by entomological survey which is divided into 5 zones.
The range of zone was 0 into 375 meters from breeding places with different of human density (Zone I was
0 - 75 m, Zone II was 75-150 m, Zone III was 150 - 225 m, zone IV was 225 - 300 m and zone V was
300 - 375 m). Each zone was selected 5 houses for catching stations of mosquito both indoor and outdoor.
The number of An. sundaicus which was trapped both indoor and outdoor was combined and grouped by
range zone, therefore was calculated the number of proportion each zone. The replication of this study is 3
times at interval of 14 days. The result of proportion was analyzed to figure out each zone relationship
between range of potential breeding places mosquito density and human density. The conclusion of this
study: the human density under flight range of An. sundaicus area related to mosquito density, however the

range of breeding places and human density was not correlated to mosquito density. The recommendation
of this study: for malaria control both human density and house density should be considered.
Keywords: Mosquito density, Anopheles sundaicus, human density, Mosquito flight distances

PENDAHULUAN
Secara epidemiologi, penyebaran
malaria dipengaruhi oleh keberadaan vektor,
sumber parasit dan keadaan lingkungan
(environment) (Russel, et al., 1963). Dengan
demikian, pengendalian vektor bertujuan
menurunkan populasi vektor agar tidak
berpengaruh lagi dalam penularan malaria
(Soemarto, 1995). Upaya yang dilakukan
dalam
pengendalian
malaria,
selain
mencegah penularan kepada host baru dan
akhirnya menurunkan angka kesakitan dan
kematian,

juga
dilakukan
upaya
penyembuhan dan pemulihan penderita
malaria (WHO, 1993).
Pengendalian vektor yang dilakukan
selama ini belum berhasil mencegah
penularan malaria secara keseluruhan, salah
satunya karena terbatasnya sumber daya yang
dimiliki serta belum didukung data
entomologi yang lengkap, dengan demikian
penentuan prioritas kegiatan belum bisa
dilakukan dengan sempurna (Soeroso, 2003).

Selain memerlukan gula sebagai
sumber energi (Koella & Sorensen, 2002),
nyamuk betina juga membutuhkan darah
untuk proses pematangan telur (Foster et al.,
1995), karena itu nyamuk akan terbang
mendatangi sumber darah yaitu manusia atau

binatang berdarah panas. Nyamuk tertarik
pada CO2 yang merupakan hasil proses
pernapasan manusia atau binatang (Clement,
1995), juga tertarik pada cahaya yang keluar
dari penerangan di rumah (Horsfall, 1999 dan
Reisen, et al, 2002). Karena itu di
pemukiman yang padat, ada kemungkinan
populasi nyamuk akan lebih tinggi karena
terdapat lebih banyak CO2 dan cahaya.
Kemampuan
terbang
nyamuk
juga
dipengaruhi oleh arah dan kecepatan angin,
suhu dan kelembaban udara, sehingga
kemampuan jangkauan terbang nyamuk tidak
sama di setiap wilayah tergantung faktor
yang mempengaruhinya (Depkes RI, 2001).
Desa Sukaresik merupakan daerah
endemis malaria starta tinggi atau high case

incidence (HCI) yang terletak di daerah
pantai selatan Kabupaten Ciamis Jawa Barat
(UPF-PVRP Jawa Barat, 2001). Nyamuk

Peneliti pada Loka Litbang P2B2 Ciamis Depkes RI

964

Jurnal Ekologi Kesehatan Vol. 8 No 2, Juni 2009 : 964 - 970

Anopheles spp. yang paling dominan di
wilayah ini adalah An. sundaicus dengan
puncak kepadatan menggigit pada bulan
Oktober dan Nopember (UPF-PVRP Jawa
Barat, 2002) dan jangkauan terbangnya
mencapai
985
meter
dari
tempat

perkembang-biakannya (Hakim, 2002a).
Nyamuk An. sundaicus merupakan spesies
yang jangkauan terbangnya sangat tinggi,
misalnya di pantai wilayah Kecamatan
Simpenan Kabupaten Sukabumi, bisa
menjangkau jarak sejauh 1.880 meter
(Hakim, 2002b).
Untuk
mengetahui
kepadatan
nyamuk An. sundaicus yang menggigit pada
berbagai jarak dari tempat perkembangbiakan potensial vektor malaria serta variasi
kepadatan penduduk, telah dilakukan
penelitian di Kampung Karang Tirta Desa
Sukaresik Kecamatan Sidamulih Kabupaten
Ciamis dengan tujuan mengetahui hubungan
jarak serta kepadatan penduduk dengan
kepadatan menggigit nyamuk An.s sundaicus.
BAHAN DAN CARA
Penelitian Pendahuluan

Penelitian
pendahuluan diawali
dengan survei tempat perkembang-biakan
(TP) potensial dengan tujuan mengetahui
jumlah, jenis dan posisi TP potensial serta
jaraknya ke rumah penduduk. Dilakukan
dengan pencidukan larva di genangan air
serta pengukuran jarak ke perumahan
penduduk. Tempat perkembang-biakan yang
ditemukan larva nyamuk Anopheles spp.
didefmisikan sebagai TP potensial. Dari
survei ini diketahui TP potensial terdiri dari 2

965

buah tambak udang terbengkalai dan
sebidang sawah air payau. Pada tambak
udang, ditemukan larva nyamuk Anopheles
spp. dengan rata-rata kepadatan 7,6 ekor per
cidukan, kadar garam 11,6 ppm, vegetasi

airnya adalah lumut dan rumput air dengan
kedalam air antara 20 sampai dengan 90 cm.
Pada sawah air payau, rata-rata kepadatan
Anopheles spp. adalah 3,9 ekor per cidukan
dengan kadar garam 7,6 ppm, kedalaman air
antara 3 sampai dengan 16 cm, vegetasi air
yang ditemukan adalah padi dan rumput air.
Ketiga TP potensial tersebut terletak di
pinggir sungai sekitar 1 km dari muara dan
jarak terdekat ke laut sekitar 600 meter,
terhalang oleh aliran sungai dan daratan
menyerupai pulau kecil yang memanjang
yang terletak di antara sungai dan pantai.
Jarak rumah terdekat dari TP potensial
dengan arah tegak lurus tepi sungai adalah 24
meter dan terjauh adalah 359 meter.
Selanjutnya dilakukan penentuan
luas zona penelitian yaitu wilayah yang
terdapat rumah penduduk. Jarak 359 meter,
dibagi menjadi 5 wilayah atau zona

penelitian, yaitu Zona I mulai dari tepi TP
potensial sampai sejauh 75 meter, Zona II
yaitu mulai jarak 75 meter sampai dengan
150 meter, Zona III yaitu mulai jarak 150
meter sampai dengan 225 meter, Zona IV
yaitu mulai jarak 225 meter sampai dengan
300 meter dan Zona V yaitu mulai jarak 300
meter sampai dengan 375 meter. Lebar
masing-masing zona adalah 500 meter yaitu
250 meter ke sisi kiri dan 250 lagi ke sisi
kanan TP potensial; dengan demikian luas
masing-masing zona 500 meter x 75 meter
m2
(Gambar
1.).
adalah
37.500

Hubungan Jarak Tempat Perindukan.. .(Lukman & Sugianto)


Samudra Indonesia
Daratan tidak berpenghuni
_•
Sungai Cikembulan
—-

TPP (tambak)

| TPP (tambak)

».m m,m.mm.m.m m.m.m m'm

Gambar 1. Zona Wilayah Penelitian di Kampung Karang Tirta Desa Sukaresik Kecamatan
Sidamulih Kabupaten Ciamis
Di Zona I terdapat 11 rumah dengan
jumlah penduduk 52 jiwa atau kepadatan
13,87 jiwa per hektar juga terdapat 3 ekor
ternak besar (sapi), di Zona II terdapat 7
rumah dengan jumlah penduduk 32 jiwa atau
kepadatan 8,53 jiwa per hektar juga terdapat

2 ekor ternak besar (sapi), di Zona III
terdapat 29 rumah dengan jumlah penduduk
131 jiwa atau kepadatan 34,93 jiwa per
hektar, di Zona IV terdapat 19 rumah dengan
jumlah penduduk 84 jiwa atau kepadatan
22,40 jiwa per hektar dan di Zona V terdapat
9 rumah dengan jumlah penduduk 41 jiwa
atau kepadatan 10,93 jiwa per hektar juga
terdapat 6 ekor ternak sedang (kambing).
Agar tidak menjadi variabel pengganggu
dalam penelitian, seluruh ternak besar dan
sedang, dipindahkan keluar wilayah zona
penelitian.

Penghitungan
Proporsi
Kepadatan
Menggigit Nyamuk Anopheles sundaicus.
Dilakukan dengan penangkapan
nyamuk secara bersamaan di tiap zona

penelitian menggunakan umpan orang
(human landing collecting) di dalam dan luar
rumah. Di tiap zona penelitian, ditentukan 5
(lima) buah rumah sebagai tempat
penangkapan nyamuk yang dimulai jam
18.00 sampai dengan jam 06.00. Di tiap
rumah, ditempatkan 2 (dua) orang penangkap
nyamuk, jadi secara keseluruhan jumlah
penangkap nyamuk adalah 10 orang per zona
penelitian.
Nyamuk yang tertangkap kemudian
diidentifikasi spesiesnya berpedoman kepada
Kunci Bergambar Nyamuk Anopheles
Dewasa di Indonesia (O'Connor, 1999).
Nyamuk An. sundaicus yang menggigit di
dalam dan luar rumah digabungkan,
selanjutnya
dikelompokkan
per
zona
penelitian dan dihitung proporsi kepadatan

966

Jurnal Ekologi Kesehatan Vol. 8 No 2, Juni 2009 : 964 - 970

menggigitnya. Suhu dan kelembaban udara di
tempat penangkapan nyamuk, diukur dan
dicatat. Penangkapan nyamuk ini dilakukan 3
(tiga) pengulangan dengan interval setiap 14
hari.
Analisis data
Variabel yang dikumpulkan dalam
penelitian ini, yaitu (1). jarak tegak lurus
tepian sungai yang diukur dari TP potensial
sampai dengan ujung terjauh Zona penelitian,
yaitu 75 meter, 150 meter, 225 meter, 300
meter dan 375 meter. (2). kepadatan
penduduk di tiap Zona Penelitian dengan
satuan jiwa/km2 dan (3). Proporsi kepadatan
menggigit nyamuk An. sundaicus di tiap
Zona Penelitian.

menggigit nyamuk An.sundaicus, dilakukan
dua kali uji korelasi pada derajat kepercayaan
95% antara jarak dari TP potensial ke zona
penelitian dan kepadatan penduduk sebagai
variable bebas dengan proporsi kepadatan
menggigit nyamuk An. Sundaicus sebagai
variabel terikat
HASIL
Pada setiap pengulangan, ditemukan
nyamuk An. sundaicus yang menggigit
dengan proporsi berbeda per zona penelitian
maupun tempat menggigitnya. Pada 3 kali
pengulangan, jumlah nyamuk An. sundaicus
yang menggigit seluruhnya 429 ekor, yaitu
menggigit di dalam rumah sebanyak 121 ekor
atau 28,21% dan menggigit di luar rumah
sebanyak 308 ekor atau 71,79% (label 1).

Untuk mengetahui ada tidaknya
hubungan variabel jarak dan dan kepadatan
penduduk dengan proporsi kepadatan

Tabel 1. Jumlah dan Proporsi Kepadatan Nyamuk Anopheles sundaicus Yang Menggigit Per
Zona Penelitian Kampung Karang Tirta Desa Sukaresik Kec. Sidamulih Kab. Ciamis
Zona
Penelitian
Zona I
Zona II
Zona III
Zona IV
Zona V
Jumlah

Pengulangan I

Pengulangan II

Pengulangan III

Jumlah

Jml
24
9
54
41
21
149

Jml
43
34
60
23
23

Jml
12
14
37
22
12

Jml

%

79

18,41

57

13,29

%
16,11
6,04
36,24
27,52
14,09
100,00

183

Pada tiga kali pengulangan, jumlah
nyamuk An. sundaicus yang menggigit
sebanyak 429 ekor, tertinggi di Zona III
sebesar 35,20%, kemudian di Zona IV
sebesar 20,05%, di Zona I sebesar 18,41%, di
Zona II sebesar 13,29% dan yang paling
rendah di Zona V sebesar 13,05%.
Suhu dan kelembaban udara di zona
penelitian di tiap pengulangannya, hampir
semua sama. Pada pengulangan I, rata-rata
suhu udara di Zona Penelitian I sampai
dengan IV adalah sama yaitu 31° C dan
kelembaban
udaranya
adalah
95%,
sedangkan pada Zona Penelitian V rataratanya adalah 30,5 ° C tapi kelembaban
udaranya sama yaitu 95%. Pada pengulangan
II, rata-rata suhu dan kelembaban udara di
seluruh zona penelitian adalah sama yaitu

967

%
23,50
18,58
32,79
12,57
12,57
100,00

97

%
12,37
14,43
38,14
22,68
12,37
100,00

151

35,20

86
56

20,05

429

100,00

13,05

31,5° C dan 95%, sedangkan pada
pengulangan III rata-rata suhunya adalah
30,5 ° C dan kelembaban udaranya adalah
95%.
Hubungan Jarak dari Tempat
Perindukan
Potensial dan Kepadatan
Penduduk Dengan Proporsi Kepadatan
Menggigit Nyamuk Anopheles sundaicus.
Dari uji korelasi pada a 0,05,
diketahui bahwa variabel jarak dari TP
potensial dengan zona penelitian, tidak
mempunyai hubungan bermakna dengan
proporsi kepadatan menggigit nyamuk An.
sundaicus karena menghasilkan P value
0,969 (Gambar 2.); karena itu tidak dilakukan
analisa lebih lanjut.

Hubungan Jarak Tempat Perindukan.. .(Lukman & Sugianto)

40,00 %
30,00%
20,00 %
- 10,00%
— 0,00%
r

Gambar 2.

Zona III

Zona IV

225

_ _.__|__—

300
.— —

35,2

i

20,05

Hubungan Jarak Dari TP Potensial Dengan Proporsi Kepadatan Nyamuk An.
sundaicus di Kampung Karang Tirta Desa Sukaresik Kecamatan Sidamulih
Kabupaten Ciamis

Hubungan bermakna didapatkan
pada uji korelasi antara kepadatan penduduk
dengan proporsi kepadatan menggigit
nyamuk An. sundaicus karena menghasilkan
P value 0,000 (Gambar 3.), karena itu

dilakukan analisa lanjutan yaitu untuk
mengetahui pengaruh variasi kepadatan
penduduk terhadap proporsi kepadatan
menggigit nyamuk dan untuk mengetahui
bentuk hubungannya.

40
30
20
10
0
_________

Kepadatan Pdd

Zona II

lal
87
41

1

Zona III

Zona IV
1

Zona V
,

j

8,53

J_ 34,93

22,4

10,93

13,29

35,2

20,05

13,05

Gambar 3. Hubungan Kepadatan Penduduk Dengan Proporsi Kepadatan Menggigit Nyamuk An.
sundaicus di Kampung Karang Tirta Desa Sukaresik Kecamatan Sidamulih
Kabupaten Ciamis
Dari uji ANOVA pada a 0,05 dengan
variabel bebas variasi kepadatan penduduk
dan variabel terikat adalah proporsi
kepadatan menggigit nyamuk An. sundaicus,
diketahui bahwa tinggi rendahnya kepadatan
penduduk berpengaruh terhadap besarnya
proporsi kepadatan menggigit nyamuk An.
sundaicus karena menghasilkan P value
sebesar 0,000. Sedangkan dari uji regresi,
diketahui bentuk hubungannya adalah Y =
0,858 X + 4,446 dimana X adalah kepadatan
penduduk (j'wa Per km2) dan Y adalah
proporsi kepadatan menggigit nyamuk An.
sundaicus.

PEMBAHASAN
Dari hasil analisis data diketahui
bahwa tidak terdapat hubungan bermakna
antara jarak TP potensial dengan proporsi
kepadatan menggigit nyamuk An.sundaicus
di masing-masing zona penelitian. Hal ini
menunjukkan bahwa seluruh wilayah dalam
zona penelitian yaitu yang berjarak mulai 0
sampai dengan 375 meter, mempunyai
peluang yang sama untuk didatangi nyamuk
An.sundaicus. Hal ini dimungkinkan karena
seluruh wilayah dalam zona penelitian, masih
ada dalam jangkauan terbang nyamuk An.
sundaicus yang sangat dipengaruhi oleh
kelembaban nisbi udara (Depkes RI, 2001).
Dalam penelitian terdahulu yang dilakukan di

968

Jurnal Ekologi Kesehatan Vol. 8 No 2, Juni 2009 : 964 - 970

lokasi yang sama dengan metoda mark and
recapture, jangkauan terbang nyamuk An.
sundaicus bisa mencapai 910 meter (Hakim,
2002a); bahkan di Kabupaten Sukabumi;
dengan metoda survai human biting,
diketahui jangkauan terbang nyamuk An.
sundaicus bisa mencapai 1.750 meter dari TP
potensial (Hakim, 2002b). Selain itu, suhu
dan kelebaban udara pada masing-masing
pengulangannya, tidak berbeda di antara
masing-masing zona penelitian.
dan
kelembaban
udara,
Suhu
mempunyai pengaruh yang besar terhadap
aktifitas nyamuk dan nyamuk. Nyamuk tidak
bisa bertahan hidup lama pada suhu dan
kelembaban udara yang ekstrim (Clement
AN,
1995),
suhu
optimum
untuk
perkembangan nyamuk adalah 25°-27°C
(Depkes RI, 2001). Karena tidak berbeda di
masing-masing zona penelitian, maka suhu
dan kelembaban udara memberikan pengaruh
yang sama terhadap aktifitas menggigit
nyamuk di setiap zona penelitian.
Nyamuk dapat mendeteksi CO2 yang
berasal dari keluaran proses pernapasan
ataupun berasal dari sumber lainya, karena
itu nyamuk akan mendatangi manusia atau
ternak bahkan akan masuk kedalam
perangkap CO2 trap, makin tinggi volume
CO2 dan daya tarik lainnya, makin mudah
dideteksi oleh nyamuk sehingga akan
berpeluang lebih tinggi untuk didatangi oleh
2002). Selain itu,
nyamuk(Alexander,
nyamuk juga menyukai cahaya dan akan
mendatanginya (Depkes RI, 2001 dan
Horsfall, (1999). Dalam penelitian ini,
kepadatan penduduk mempunyai hubungan
bermakna dengan
proporsi
kepadatan
menggigit nyamuk An. sundaicus, sehingga
zona penelitian yang lebih tinggi kepadatan
penduduknya,
mempunyai
proporsi
kepadatan menggigit nyamuk An. sundaicus
yang lebih tinggi dibanding zona peneleitian
lainnya. Hal ini dimungkinkan karena di zona
penelitian yang kepadatan penduduknya lebih
tinggi, akan menghasilkan volume COa lebih
banyak karena jumlah manusia yang
bernapas lebih banyak; dengan demikian
akan lebih mudah dideteksi oleh nyamuk. Ini
selaras dengan laporan percobaan Alexander,
L. (2002) yang menyebutkan bahwa CO2
trap yang mengeluarkan CO2 lebih besar,
berhasil menangkap nyamuk yang lebih
banyak; tapi dalam laporan tersebut tidak
disebutkan volume CO2 paling efektif

969

menarik nyamuk serta spesies nyamuk apa
yang paling tertarik dengan CO2.
Selain itu, zona penelitian yang lebih
padat penduduknya mempunyai rumah yang
lebih banyak yang juga mempunyai sumber
cahaya yang lebih banyak sehingga lebih
menarik nyamuk
An. sundaicus untuk
mendatanginya. Ini sesuai dengan hasil
penelitian
Horsfall,
(1999)
yang
menyebutkan bahwa beberapa
spesies
nyamuk Anopheles spp. yang menjadi vector
malaria, mempunyai respon positif terhadap
cahaya yang dikeluarkan lampu penerangan
rumah.

KESIMPULAN
Disimpulkan bahwa jarak tempat
perkembang-biakan potensial vektor malaria
dengan pemukiman penduduk yang masih
berada dalam jangkauan terbang nyamuk,
tidak mempengaruhi kepadatan menggigit
nyamuk An. sundaicus. Sedangkan kepadatan
penduduk di wilayah yang sama, sangat
mempengaruhi kepadatan nyamuk An.
Sundaicus.

SARAN
Dalam rangka peningkatan efektifitas
pengendalian malaria, maka kepadatan
penduduk dan jumlah rumah, bisa dijadikan
sebagai salah satu bahan dalam penentuan
lokasi pengendalian vektor malaria. Dan
karena kepadatan menggigit nyamuk juga
dipengaruhi oleh variabel lainnya seperti arah
dan kecepatan angin, rimbunnya tumbuhan
dan lainnya, maka sebaiknya juga dilakukan
penelitian
lanjutan
untuk
mengetahui
hubungan variabel tersebut dengan kepadatan
menggigit nyamuk baik An. sundaicus
ataupun spesies lainnya.

UCAPAN TERIMA KASIH
Dalam kesempatan ini, kami ucapkan
terima kasih yang sebesar-besarnya kepada
semua pihak yang telah membantu
terselenggaranya penelitian ini. Terutama
kami sampaikan kepada Kepala Dinas
Kesehatan Kabupaten Ciarnis, Kepala
Puskesmas
Cikembulan
Kecamatan
Sidamulih
Kabupaten
Ciamis, Camat

Hubungan Jarak Tempat Perindukan.. .(Lukman & Sugianto)

Sidamulih Kabupaten Ciamis, Kepala dan
seluruh warga Desa Sukaresik Kecamatan
Sidamulih Kabupaten Ciamis serta para
teknisi yang terlibat dalam penelitian ini.

DAFTAR PUSTAKA
Alexander, L., 2002, How Does the Carbon Dioxide
Mosquito
Light
Trap
Work?
http://www.articleinsider.com/home-andgarden/pest-control/carbon-dioxidemosquito-light-trap.
Clement AN, Mosquitoes Volume 2, Sensory Reception
and Behaviour, CABI Publishing, 1995.
Depkes RI, 2001, Pedoman Ekologi dan aspek Perilaku
Vektor Malaria. Ditjen PPM&PL, Jakarta.
Foster W.A., 1995, Mosquito sugar feeding and
reproductive
energetics.
Annu.
Rev.
Entomol.
40:443-474.

doi:10.1146/annurev.en.40.010195.002303
[PubMed]
Hakim L., Sanusi A., Ivan M., Delia T., 2002a.
Jangkauan Terbang Nyamuk Anopheles
sundaicus Di Wilayah Selatan Kabupaten
Ciamis. Laporan Kegiatan UPF-PVRP Jawa
Barat.
Hakim L., Suratman M., Superiyatna H, Delia T.,
2002b,
Jangkauan
Terbang
Nyamuk
Anopheles
sundaicus
berdasarkan
Penangkapan Umpan Badan di Desa
Sukaresik Kecamatan Simpenan Kabupaten

Sukabumi. Laporan Kegiatan UPF-PVRP
Jawa Barat.
Horsfall W.E. 1999. Some respons of the malaria
mosquito to light. Ann Entomol Soc Am
36:41-45
Koella J.C, Sorensen F.L. Effect of adult nutrition on
the melanization immune response of the
malaria vector Anopheles Stephens!. Med.
Vet.
Entomol.
2002;16:316-320.

doi:10.1046/j.!365-2915.
O'Connor C.T.,
Sopepanto A., 1999, Kunci
Bergambar Nyamuk Anopheles Dewasa di
Indonesia, Ditjen PPM&PLP, Jakarta.
Reisen WK, Eldridge BF, Scott TW, Gutierez A,
Takahashi R, Lorenzen K, DeBenedictis J,
Swartzell R, 2002. Comparison of dry icebaited centers for disease control and New
jersey light traps for measuring mosquito
abundance in California. J Am Mosq Control
Assoc 18;158-163
Russell P.F, West L.S, Manwell R.D, MacDonals G,
Practical Malariology, Oxpord University
Press, London 1963.
Soemarto, 1995, Dasar-Dasar Entomologi Kesehatan.
Akademi Penilik Kesehatan Bandung.
Soeroso T., 2003, Review Program ICDC-ADB Tahun
2002-2003, Jakarta.
UPF-PVRP Jawa Barat, 2001, Laporan Validasi Data
P2Malaria Kabupaten Ciamis, 2001.
UPF-PVRP Jawa Barat, 2002, Bionomik Anopheles
sundaicus di Kabupaten Ciamis. Laporan
Kegiatan UPF-PVRP Jawa Barat Tahun
2001.
WHO, 1993, A Global Strategy for Malaria Control,
Geneva.

970

Dokumen yang terkait

SPESIES TIKUS, CECURUT DAN PINJAL YANG DITEMUKAN DI PASAR KOTA BANJARNEGARA, KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2013 SPECIES RATS, SHREW AND FLEAS FOUND IN THE MARKET TOWN BANJARNEGARA, BANJARNEGARA DISTRICT 2013

0 3 8

SURVEI ENTOMOLOGI DALAM RANGKA KEWASPADAAN DINI PENULARAN MALARIA DI DESA KENDAGA, KECAMATAN BANJARMANGU, KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2012 ENTOMOLOGY SURVEY AS EARLY WARNING OF MALARIA TRANSMISION IN KENDAGA VILLAGE, BANJARMANGU SUB DISTRICT, BANJARNEGAR

0 0 6

FAKTOR RISIKO KEJADIAN LUAR BIASA (KLB) DEMAM CHIKUNGUNYA DI KECAMATAN BATANG TORU, KABUPATEN TAPANULI SELATAN SUMATERA UTARA TAHUN 2014 RISK FACTORS OF CHIKUNGUNYA FEVER OUTBREAK IN BATANG TORU SUB-DISTRICT, SOUTH TAPANULI DISTRICT, NORTH SUMATERA, 2014

0 0 8

GAMBARAN PEMANFAATAN KARTU PENDERITA MALARIA SEBAGAI UPAYA PEMANTAUAN PENGOBATAN MALARIA VIVAX (STUDI KASUS DI PUSKESMAS WANADADI I DAN BANJARMANGU I, KABUPATEN BANJARNEGARA) DESCRIPTION OF MALARIA CARD UTILIZE AS EFFORT TO CONTROL OF MALARIA VIVAX THERAP

0 0 6

KEWASPADAAN DINI KEJADIAN LEPTOSPIROSIS DI DESA SELANDAKA KECAMATAN SUMPIUH KABUPATEN BANYUMAS TAHUN 2013 EARLY WARNING OF LEPTOSPIROSIS IN SELANDAKA VILLAGE, SUMPIUH SUB DISTRICT, BANYUMAS DISTRICT AT 2013

0 0 6

DISTRIBUSI SPASIAL DEMAM BERDARAH DENGUE DI KABUPATEN BANYUMAS, PROVINSI JAWA TENGAH SPATIAL DISTRIBUTION OF DENGUE HAEMORRHAGIC FEVER CASES IN BANYUMAS DISTRICT, CENTRAL JAVA PROVINCE

0 0 8

EFEK PENDIDIKAN KESEHATAN DALAM UPAYA PENANGGULANGAN KEJADIAN LUAR BIASA (KLB) LEPTOSPIROSIS DI KABUPATEN BANTUL TAHUN 2011

0 3 6

DEMAM BERDARAH DENGUE (DBD) DI KABUPATEN KEEROM PROVINSI PAPUA TAHUN 2011-2014

0 5 8

GAMBARAN PEMAKAIAN INSEKTISIDA RUMAH TANGGA DI DAERAH ENDEMIS DBD KABUPATEN GROBOGAN TAHUN 2013

0 0 6

ANALISIS RISIKO DENGUE BERBASIS MAYA INDEX PADA RUMAH PENDERITA DBD DI KOTA BANJAR TAHUN 2012

0 0 8