PERSEPSI MASYARAKAT DUSUN GENENGREJO TERHADAP PENDIDIKAN SKRIPSI Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai Gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Pendidikan Sejarah

  

PERSEPSI MASYARAKAT DUSUN GENENGREJO

TERHADAP PENDIDIKAN

SKRIPSI

Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan

Guna Mencapai Gelar Sarjana Pendidikan

  

Program Studi Pendidikan Sejarah

Oleh

Kris Setyaningsih

  

152014012

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN SEJARAH

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS KRISTEN SATYAWACANA

SALATIGA

  PENDAHULUAN

  Pendidikan merupakan hal terpenting dalam kehidupan, ini berarti bahwa setiap manusia berhak mendapat dan berharap untuk selalu berkembang dalam pendidikan. Pendidikan secara umum mempunyai arti suatu proses kehidupan dalam mengembangkan diri setiap individu untuk dapat hidup dan melangsungkan hidup.

  Secara akademik pendidikan memiliki tujuh tujuan. Pertama mengoptimasi potensi kognitif, afektif, dan psikomotorik yang dimiliki oleh siswa. Kedua mewariskan nilai-nilai budaya dari generasi ke generasi. Ketiga mengembangkan daya adaptasi siswa untuk menghadapi situasi masa depan yang terus berubah sejalan dengan ilmu pengetahuan dan teknologi. Keempat meningkatkan dan mengembangkan tanggung jawab moral siswa, berupa kemampuan untuk membedakan mana yang benar dan mana yang salah. Kelima mendorong dan membantu siswa mengembangkan sikap bertanggungjawab terhadap kehidupan pribadi dan sosialnya, serta memberikan kontribusi dalam aneka bentuk kepada masyarakat. Keenam mendorong dan mengembangkan kemandirian hidup, kejujuran dalam bekerja dan integritas. Ketujuh mendorong kemampuan siswa melanjutkan studi, termasuk merangsang minat gemar belajar.

  Masa Orde Baru membuka peluang anak untuk sekolah terbukti dengan program pemerintah membuka sekolah Instruksi Presiden (Inpres) untuk memberikan kesempatan yang luas bagi anak berumur 7-12 tahun untuk memperoleh pendidikan Sekolah Dasar (SD) selama 6 tahun. Memang disadari peningkatan mutu pendidikan kuncinya adalah mutu guru. Diketahui bahwa masih banyak guru atau tenaga kependidikan yang belum memenuhi mutu standar. Untuk meningkatkian mutu guru dengan cara pengadaan alat-alat bantu belajar dan mengajar, pembangunan gedung- gedung sekolah, buku pelajaran, buku bacaan, laboratorium, dan fasilitas-fasilitas belajar mengajar lainnya sehingga sehingga diperoleh lulusan yang bermutu (Tilaar, 1995:145-147). Permasalahan yang terjadi tidak semua masyarakat merespon kebijakan pemerintah dengan baik. Salah satu masyarakat yang kurang merespon kebijakan pemerintah di bidang pendidikan adalah masyarakat Dusun Genengrejo RT15/RW05 Kelurahan Katelan Kecamatan Tangen Kabupaten Sragen. Hal ini terbukti bahwa di Dusun Genengrejo sampai sekarang tidak ada sekolah yang dibangun. Lokasi sekolah TK sampai SMA ada di Desa Katelan Kecamatan Tangen Kabupaten Sragen yang jarak tempuhnya dari Dusun Genengrejo sampai Desa Katelan untuk TK 1 km, SD berjarak 0,5 km, SMP berjarak 1,5 km, dan berjarak SMA 0,5 km dari Dusun Genengrejo. Keadaan ini didukung oleh kondisi sosial budaya masyarakat yang berpandangan bahwa pendidikan kurang penting. Jumlah KK 44, jumlah penduduk laki-laki 76 dan perempuan 90 dari tahun 1970-1990. Jumlah warga atau jiwa yang masuk di Sekolah Taman Kanak-Kanak (TK) 0 orang, belum sekolah 20, tidak sekolah 78 orang, sekolah Sekolah Dasar (SD) tidak sampai tamat 18 orang, tamat Sekolah Dasar (SD) 47 orang, tamat Sekolah Menengah Pertama (SMP) 3 orang, tamat Sekolah Menengah Atas (SMA) 0 orang, dan Perguruan Tinggi 0 orang, bahkan sampai pendidikan non formalpun tidak ada yang masuk sekolah tersebut (Wawancara Giman 25 November 2017).

  Penelitian ini dilaksanakan di Dusun Genengrejo Desa Katelan Kecamatan Tangen Kabupaten Sragen Provinsi Jawa Tengah. Jenis penelitian yang digunakan adalah deskripsi analitik. Metode pengumpulan data yang digunakan adalah studi pustaka, observasi, dan wawancara. Sumber data dari hasil wawancara dengan masyarakat Dusun Genengrejo dan ketua RT. Model analisis yang digunakan yakni analisis interaktif yaitu analisis data dilaksanakan bersamaan dengan proses pengumpulan data.

  KAJIAN PUSTAKA Pendidikan

  Menurut Langeveld, pendidikan ialah setiap usaha, pengaruh, perlindungan, dan bantuan yang diberikan kepada anak tertuju kepada pendewasaan anak itu, atau lebih tepat membantu anak agar cukup cakap melaksanakan tugas hidupnya sendiri. Pengaruh itu datangnya dari orang dewasa (diciptakan oleh orang dewasa seperti sekolah, buku, putaran hidup sehari-hari, dan sebagainya) dan ditujukan kepada orang yang belum dewasa. Tujuannya supaya menolong anak untuk melaksanakan tugas- tugas hidupnya agar bisa mandiri dan bertanggung jawab. Pendewaasaan diri tersebut memiliki ciri-ciri yaitu kematangan berpikir, kematangan emosional, sikap dan tingkah laku dapat diteladani serta kemampuan pengevaluasiaan diri. Kecakapan atau sikap mandiri dapat ditandai pada sedikitnya ketergantungan pada orang lain dan selalu berusaha mencari sesuatu tanpa melihat orang lain (Hasbullah, 2005:2).

  Ki Hajar Dewantara juga menyatakan bahwa pendidikan yaitu tuntunan di dalam hidup tumbuhnya anak-anak, adapun maksudnya pendidikan yaitu menuntun segala kekuatan kodrat yang ada pada anak-anak itu, agar mereka sebagai manusia dan sebagai anggota masyarakat dapatlah mencapai keselamatan dan kebahagiaan stinggi-tingginya. Tujuannya supaya dapat menguasai diri, sebab disininilah pendidikan memanusiakan manusia. Penguasaan diri merupakan langkah yang dituju untuk tercapainya pendidikan yang memanusiakan manusia. Ketika peserta didik mampu menguasai dirinya, maka mereka akan mampu menentukan sikapnya dengan demikian akan tumbuh sikap mandiri dan dewasa. Diselenggarakan pendidikan untuk membantu peserta didik menjadi manusia yang merdeka tidak hidup terperintah, berdiri tegak dengan kekuatan sendiri, dan cakap mengatur hidup dirinya dengan tertib. Dengan demikian pendidikan menjadikan seseorang mudah diatur. (Hasbullah, 2005:4).

  Pandangan Hidup

  Pandangan hidup adalah nilai-nilai yang dianut oleh suatu masyarakat yang dipilih secara selektif oleh individu dan golongan didalam masyarakat. Oleh karena itu pandangan hidup menentukan masa depan seseorang. Pandangan hidup berupa pertimbangan atau pendapat yang dijadikan pegangan, arahan, dan sebagai petunjuk hidup bermasyarakat. Pertimbangan atau pendapat itu merupakan hasil pemikiran manusia berdasarkan pengalaman sejarah menurut waktu dan tempat hidupnya. Pandangan hidup ini sangat bermanfaat bagi kehidupan individu, masyarakat, dan bangsa. Semua manusia pasti mempunyai suatu pandangan hidup sendiri-sendiri dan kemungkinan berbeda antara yang satu dengan yang lainya. (Koentjaraningrat, 2009:156).

  Motivasi

  Motivasi adalah suatu dorongan yang menyebabkan sesorang melakukan suatu perbuatan yang ditandai dengan perasaan dan reaksi untuk mencapai tujuan tertentu. Perbuatan itu terbentuk suatu aktivitas nyata berupa kegiatan fisik. Karena seseorang mempunyai tujuan tertentu dari aktivitasnya, maka seseoramg mempunyai motivasi yang kuat dengan segala upaya yang dapat dia lakukan untuk mencapainya. Proses belajar sangat diperlukan motivasi sebab seseorang yang tidak mempunyai motivasi dalam belajar tidak akan melakukan aktivitas belajar (Syaiful Bahri Djamarah, 2011:148-151).

  Motivasi dan belajar merupakan dua hal yang saling mempengaruhi. Motivasi belajar dapat timbul karena faktor intrinsik, berupa hasrat dan keinginan berhasil dan dorongan kebutuhan belajar, harapan akan cita-cita. Sedangkan faktor ekstrinsiknya adalah adanya penghargaan, lingkungan belajar yang kondusif, dan kegiatan belajar yang menarik (Uno, 2006:131).

  Hakikat motivasi belajar adalah dorongan internal dan eksternal pada pelajar yang sedang belajar untuk mengadakan perubahan tingkah laku, pada umumnya dengan beberapa indikator atau unsur yang mendukung berasal dari linkungan keluarga dan lingkungan masyarakat. Hal itu mempunyai peranan besar dalam keberhasilan seseorang dalam belajar. Indikator motivasi belajar dapat dorongan dan kebutuhan dalam belajar, adanya harapan dan cita-cita masa depan, adanya penghargaan dalam belajar, adanya kegiatan yang menarik dalam belajar, adanya lingkungan belajar yang kondusif (Uno, 2006:148).

  Ekonomi

  Ekonomi dalam dunia pendidikan memegang peranan yang cukup menentukan. Karena tanpa ekonomi yang memadai dunia pendidikan tidak akan bisa berjalan dengan baik. Ini menunjukkan bahwa meskipun ekonomi bukan merupakan pemegang peranan utama dalam pendidikan, namun keadaan ekonomi dapat membatasi kegiatan pendidikan. Ekonomi sebagai sumber pembiayaan pendidikan sangat penting karena hal ini akan mendorong, memicu, dan memacu etos bangsa menuju kualitas lebih baik. Ekonomi sangat menentukan keberhasilan pendidikan melalui sarana prasarana, media, dan alat belajar dapat dipenuhi sehingga proses belajar mengajar lebih intensif dan kualitas pendidikan akan meningkat (Made Pidarta, 2009:254-256).

  HASIL PENELITIAN Deskripsi Dusun Genengrejo

  Dusun Genengrejo RT15/RW05 merupakan salah satu dusun di Kelurahan Katelan Kecamatan Tangen Kabupaten Sragen Provinsi Jawa Tengah. Dusun ini memiliki keunikan yaitu, gotong royongn masih sangat terjaga dengan baik seperti

  sambatan (membangun rumah), gera’an (kerja bakti) contohnya adalah memperbaiki

  jalan yang rusak di Dusun Genengrejo. Jiwa sosial terhadap sesama atau tetangga sekitar sangat tinggi. Selain hal itu juga menjaga tradisi peninggalan nenek moyang masih terjaga dengan baik dari masa Orde Baru hingga saat ini. Di bidang pendidikan masyarakat masih tergolong sangat rendah namun mereka memiliki jiwa pekerja keras. Pekerjaan yang mereka miliki ratarata adalah sebagai petani dan buruh (Wawancara Paiman pada 14 Januari 2018).

  Pandangan masyarakat tentang pentingnya sekolah yaitu masyarakat menganggap sekolah tidak begitu penting karena masyarakat memiliki pandangan sekolah tinggi-tinggi mau jadi apa, pada akhirnya juga sama tetap seperti orang tuanya yaitu tetap ke sawah atau menjadi buruh tani bagi kaum laki-laki, bagi perempuan setelah lulus sekolah pada akhirnya nikah, masak, punya anak maka dari itu tidak perlu sekolah tinggi (Wawancara Sukarni Widyastuti pada 25 November 2017).

  Persepsi masyarakat yang sudah mendarah daging di pikiran setiap orang tua atau anak sehingga menjadikan patokan bahwa sekolah tinggi tidak menjamin masa depan oleh karena itu tingkat pendidikan di Dusun Genengrejo pada masa Orde Baru rendah. Pandangan masyarakat tentang pendidikan terlihat dari kepeduliannya untuk menyekolahkan anaknya belum menjadi suatu prioritas utama. Cara pandang inilah yang kemudian dapat mempengaruhi perilaku masyarakat setempat dalam mengambil keputusan berkaitan penting atau tidak pentingya pendidikan (Wawancara Paiman pada tanggal 25 November 2017).

  Kesadaran tentang pentingnya pendidikan yang sangat rendah mengakibatkan banyaknya anak tidak sempat mengenyam pendidikan, cara berfikir orang tua dan anak yang lebih memprioritaskan untuk bekerja demi menghasilkan uang untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari, sehingga tidak selalu memperhatikan pendidikan. Selain itu, didukung oleh anak-anak di dusun Genegrejo juga yang acuh terhadap yang namanya pendidikan. Kurangnya motivasi dari orang tua yang memberikan pemahaman tentang pentingnya pendidikan terhadap anak menjadikan pendidikan tidak terlalu dipandang penting oleh anak (Wawancara Anasinta pada tanggal 25 November 2017).

  Persepsi tentang pentingnya pendidikan setiap orang itu berbeda-beda, itu terlihat bagaimana mereka menyikapi seberapa besarnya pengaruh pendidikan dalam kehidupan mereka. Sebagian dari masyarakat Dusun Genegrejo belum menyadari benar apa arti pendidikan dan apa pentingnya pendidikan, khususnya masyarakat itu masih sangat kurang, itu sudah terlihat tingkat kepedulian mereka yang masih rendah. Di Dusun Genengrejo, masih banyak masyarakat yang belum memperoleh pendidikan dan ada yang sudah memperoleh pendidikan SD namun kesulitan untuk melanjutkan ke SMP, ada yang lulus SMP namun kesulitan melanjutkan sekolah SMA, ada lulusan SMA tetapi suli melanjutkan ke perguruan tinggi. setiap orang tua hanya berfikiran bahwa anak-anak bisa pintar menulis dan membaca dan bisa membantu di sawah itu sudah lebih dari cukup (Wawancara Sukarni Widyastuti pada 25 November 2017).

  Kondisi Ekonomi 1.

Pendapatan Keluarga

  Faktor ekonomi masyarakat juga menjadi salah satu faktor penyebab anak putus sekolah. Mata pencarian masyarakat di dusun Genengrejo sebagi buruh tani dan petani, panen mereka berupa padi. Pendapatan masyarakat petani pada umunya tergantung pada lahan yang diolah. Pendapatan yang diperoleh Rp. 14.000,- dari hasil paanen padi. Panen padi rata-rata mendapatkan lima karung dengan harga jual pada tahun 1980-an harga padi /kg Rp. 350,- terkadang tidak sebanding dengan biaya yang dikeluarkan selama pengolahan maupun perawatan, pemupukan sampai panen sekitar Rp. 9.000,-. Dengan pendapatan yang demikian tentunya sangat mempengaruhi kehidupan keluarga apalagi bagi yang memilki jumlah enam anak, maka secara langsung kebutuhan ekonomi keluarga akan cukup besar. Penghasilan yang diperoleh hanya cukup untuk memenuhi kebutuhan keluarga untuk makan sehari-hari sehingga sangat sulit bagi mereka untuk membiayai sekolah anak-anaknya. Pada kondisi ini orang tua harus memilih jalan untuk memberhentikan anknya sekolah dan menyuruhnya membantu orang tua untuk memenuhi kebutuhan keluarga sehari-hari (Wawancara Sukarni Widyastuti pada 25 November 2017).

  Di negara yang sedang berkembang biaya untuk meningkat kualitas pendidikan tidak tertanggulangi,keterbatasan biaya yaitu sebagai penghambat. Beberapa negara maju merasakan beratnya beban biaya pendidikan. (Umar Tirtarahardja, 2010:45-46).

  Biaya pendidikan merupakan salah satu komponen yang sangat penting dalam menjalankan pendidikan di sekolah. Biaya pendidikan meliputi: uang pangkal, SPP, buku, seragam, alat tulis dan biaya pribadi berupa pengeluaran uang saku sehari-hari. Pada tingkat sekolah biaya pendidikan diperoleh dari subsidi pemerintah pusat, pemerintah daerah, iuran siswa, dan sumbangan masyarakat. Rencana anggaran pendapatan dan belanja sekolah sebagian besar berasal dari pemerintah pusat sedangkan sekolah swasta berasal dari siswa atau yayasan (Zainuddin, 2008: 92-96).

  Mahalnya biaya sekolah menyebabkan banyak anak yang tidak sekolah dikarenakan orang tua tidak mampu membiayai sekolah, mengingat mayoritas pekerjaan masyarakat Dusun Genengrejo sebagi buruh tani dan petani ladang yang hasilnya tidak menentu hanya cukup untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari saja. Pendidikan pada masa Orde Baru hanya dirasakan bagi keluarga yang ekonomi cukup untuk memenuhi kebutuhan (Wawancara Rasiyo pada tanggal 25 November 2017).

  Melihat fakta yang ada di Dusun Genengrejo permasalahan ekonomi menjadi kendala anak untuk masuk sekolah sehingga prioritas pendidikan tergeser oleh pemenuhan kebutuhan sehari-hari. Mahalnya biaya pendidikan pada masa Orde Baru membuat anak putus sekolah bahkan tidak mendapatkan kesempatan untuk sekolah. Hilangnya kesempatan untuk sekolah menyebabkan anak tidak mendapatkan pekerjaan yang layak (Wawancara Rasiyo pada tanggal 25 November 2017).

  Motivasi Belajar

  Motivasi belajar dalam diri siswa yang rendah merupakan faktor utama yang Desa Katelan Kecamatan Tangen Kabupaten Sragen. Lemahnya motivasi diri untuk belajar hal ini disebabkan karena anak tidak memiliki harapan dan cita-cita yang tinggi seperti ingin melanjutkan sekolah lanjutan sampai ke perguruan tinggi dan menjadi pegawai pemerintah maupun swasta sehingga siswa sekolah kurang berminat untuk belajar di sekolah. Akibat dari motivasi belajar yang rendah menyebabkan anak usia sekolah putus sekolah, mereka lebih memilih untuk mengembalakan ternak sapai dan kerbau orang lain dengan sistem upah bagi hasil (ngongon) dan bekerja (Wawancara Parmin pada tanggal 16 November 2017).

  Anak yang memiliki motivasi belajar yang rendah mengakibatkan anak malas belajar dan mencari kesibukan yang dirasakan lebih nyaman dibandingkan belajar. Anak-anak di Dusun Genengrejo pada masa Orde Baru lebih memilih mengembalakan ternak sapai dan kerbau orang lain dengan sistem upah bagi hasil

  

(ngongon) dan bekerja karena anggapan mereka lebih penting mencari uang dari pada

sekolah (Wawancara Parmin pada tanggal 16 November 2017).

  Motivasi Lingkungan Keluarga

  Lingkungan keluarga sangat menentukan keberhasilan seorang anak dalam mengenyam pendidikan. Dari lingkungan keluarga, orang tua mempunyai peran yang sangat penting sebagai motivator bagi pendidikan anak sebagai tanggung jawab untuk memotivasi anak dalam belajar. Dorongan orang tua terhadap anak untuk bersekolah di Dusun Genengrejo rendah terbukti anak yang tidak sekolah TK 0, tidak sekolah 78, sekolah tidak sampai lulus 18, lulus Sekolah Dasar 47, lulus SMP 3, dan tidak ada yang mengenyam pendidikan di perguruan tinggi (Wawancara Giman pada tanggal 16 November 2017).

  Orang tua yang tidak memiliki bekal pendidikan dalam mendidik anak sesuai apa yang dirasakan dari pengalaman orang tuanya diterapkan kepada anak. Contohnya orang tua yang tidak sekolah anaknya kurang mendapatkan motivasi dari atau bisa baca tulis sudah lebih dari cukup dan dirasakan oleh orang tua itu sudah jauh lebih baik karena mereka sudah merasakan bahwa anaknya lebih pintar dari orang tua (Wawancara Rasiyo pada tanggal 25 November 2017).

  Motivasi Lingkungan Masyarakat

  Lingkungan masyarakat merupakan lingkungan dimana seseorang melakukan interaksi dengan orang lain dan saling mempengaruhi. Lingkungan masyarakatnya rata-rata tidak sekolah akan memberikan pengaruh bagi anak-anak yang sedang sekolah. Selain budaya di dalam lingkungan masyarakat anak juga akan dipengaruhi oleh teman sebaya di lingkungan sekitar. Teman sebaya adalah suatu kelompok dari orang-orang yang sesuai dan memiliki status yang sama, dengan siapa seseorang pada umumnya berhubungan atau bergaul. Di mulai dari masa anak-anak hingga dewasa orang akan membangun pertemanan dengan teman sebaya yang memiliki minat yang sama. Anak usia sekolah di Dusun Genengrejo memiliki minat sekolah yang rendah karena mereka lebih tertarik mengembalakan ternak sapai dan kerbau orang lain dengan sistem upah bagi hasil (ngongon) dan bekerja untuk membantu mencukupi kebutuhan keluarga (Wawancara Diro (Sumiyem pada tanggal 16 November 2017).

  Anak-anak usia sekolah di Dusun Genengrejo pada masa Orde Baru, putus sekolah karena berawal dari ajakan teman sebaya untuk mengembalakan ternak sapai dan kerbau orang lain dengan sistem upah bagi hasil (ngongon) dan bekerja. Berawal dari ajakan teman sebaya ini menjadikan lebih nyaman ngongon dan bekerja. Karena sudah bisa menghasilkan uang untuk membantu mencukupi kebutuhan keluarga dibandingkan dengan sekolah yang hanya menjadi beban orang tua. Selain itu anak- anak di Dusun Genengrejo lebh tertarik ngongon dan bekerja, karena sekolah mikir terus. Berbeda dengan ngongon dan kerja hanya mengeluarkan otot saja sudah bisa menghasilkan uang (Wawancara Diro (Sumiyem) pada tanggal 16 November 2017).

  SIMPULAN

  Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut:

  1. Faktor yang menyebabkan orang tua tidak berminat menyekolahkan anaknya di bangku sekolah karena 1) pandangan hidup masyarakat Dusun Genengrejo tentang pendidikan masih rendah terlihat dari kepedulian orang tua menyekolahkan anak-anaknya belum menjadi suatu prioritas utama. 2) kondisi ekonomi menjadi faktor penyebab anak putus sekolah sehingga anak disuruh membantu orang tua untuk bekerja.

  2. Anak usia sekolah di Dusun Genengrejo memiliki motivasi sekolah rendah hal ini disebabkan oleh 1) motivasi belajar yang rendah dari dalam diri siswa disebabkan karena anak tidak memiliki harapan dan cita-cita yang tinggi seperti ingin melanjutkan sekolah lanjutan sampai ke perguruan tinggi dan menjadi pegawai pemerintah maupun swasta sehingga siswa sekolah kurang berminat untuk belajar di sekolah. Akibat dari motivasi belajar yang rendah menyebabkan anak usia sekolah putus sekolah 2) motivasi lingkungan keluarga dalam mendukung pendidikan anak untuk sekolah masih rendah, dapat dilihat dalam hasil penelitian tidak sekolah TK 0, tidak sekolah 78, sekolah tidak sampai lulu 18, lulus Sekolah Dasar 47, lulus SMP 3, dan tidak ada yang mengenyam pendidikan di perguruan tinggi 3) motivasi lingkungan masyarakat pada anak usia sekolah kurang mendukung karena terpengaruh ajakan teman sebaya mengembalakan ternak sapi dan kerbau orang lain dengan sistem upah bagi hasil (ngongon).

  SARAN

  Beberapa saran yang akan penulis kemukakan sehubungan dengan hasil penelitian dan pembahasan sebagai berikut:

  1. Diharapkan kepada orang tua khusunya di Dusun Genengrejo yang mempunyai anak usia sekolah agar selalu diberikan pemahaman akan untuk merubah cara berfikir anak, bagi orang tua yang mempunyai anak diusia sekolah agar selalu diberikan motivasi baik berupa dorongan moril dan materil agar bisa menempuh pendidikan bahkan sampai perguruan tinggi.

  2. Masyarakat Dusun Genengrejo sebagai orang tua yang bertanggung jawab terhadap anaknya supaya lebih giat meningkatkan ekonominya agar dapat membiayai pendidikan anak-anaknya.

  3. Diharapkan kepada pemerintah baik di kabupaten, kecamatan, dan desa perlu memperhatikan secara seksama kehidupan masyarakat Dusun Genengrejo dalam menetapkan kebijakan berkaitan pendidikan anak.

  DAFTAR PUSTAKA Bahri Djamarah, Syaiful. 2011. Psikologi Belajar. Jakarta: Rineka Cipta.

  Damin, Sudarwan. 2010. Pengantar Kependidikan. Bandung: Alfabeta. Hasbullah. 2005. Dasar-Dasar Ilmu Pendidikan. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.

  Koentjaraningrat. 2009. Pengantar Ilmu Antropologi. Jakarta: Rineka Cipta. Pidarta, Made. 2009. Landasan Kependidikan. Jakarta: Rineka Cipta. Pranoto, Suhartono W. 2010. Teori & Metodologi Sejarah. Yogyakarta: Graha Ilmu.

  Tilaar. 1995. 50 Tahun Pembangunan Pendidikan Nasional 1945-1995. Jakarta:

  Tirtarahardja, Umar 2010. Pengantar pendidikan. Jakarta: Pt Rineka Cipta. Uno, H. B. 2006. Teori Motivasi dan Pengukurannya. Jakarta : Bumi Aksara.

  Zainuddin. 2008. Reformasi Pendidikan. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.