BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Pengembangan Perekonomian Gereja Berbasis Sawit di GPIB Ora Et Labora Semunte-Sanggau-Kalimantan Barat

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

  1 Gereja Protestan di Indonesia bagian Barat (GPIB) Jemaat Ora Et Labora Semunte adalah

  bagian dari masyarakat Kecamatan Kembayan yang terletak di bagian Utara wilayah Kabupaten Sanggau dengan luas wilayah 610,8 km. Kecamatan Kembayan memiliki 11 (sebelas) desa yakni desa Kuala Dua, Kelompu, Sebuduh, Semayang, Tanjung bunga, Tanjung merpati, Tunggal bhakti, Tanap, Mobui, Sejuah dan Tanjung selong. Kecamatan Kembayan desa Kelompu merupakan wilayah Transmigrasi. Penduduknya terdiri dari Dayak Bidayuh, Dayak Ribun, Dayak Muara, Dayak Bemate’k, Melayu dan suku pendatang di antaranya Jawa, Timor dan Batak.

  Penduduk bermata pencarian bertani tradisional, perkebunan kelapa sawit, berwirausaha, berladang, berternak, tambak ikan dan Pekebun sawit mandiri.

  Untuk mencapai desa Kelompu dusun Semunte, dapat melalui kota Pontianak dengan waktu tempuh sekitar 4 jam perjalanan darat dengan mengunakan angkutan bis. Dari segi geografis, wilayah tersebut beriklim tropis, mempunyai sungai yang aman untuk dilayari, kontur wilayah dataran rendah yang berbukit, berawa, bercampur gambut dan mangrove. Sebagian besar wilayah terdiri dari hutan tetapi ada juga wilayah yang terdiri dari padang/semak belukar dan

  2 alang-alang .

  GPIB Jemaat Ora et Labora semunte dibangun pada pertengahan tahun 1979 dan menjadi jemaat mandiri pada tanggal 22 juli 2004, dengan jumlah jemaat perdana 539 KK, 2030 jiwa, setelah terjadi pelembagaan di wilayah Bakal Jemaat Anugerah Beduai pada tahun 2009, jumlah 1 Jemaat adalah wujud dari Gereja Yesus Kristus yang Esa, Kudus, Am dan Rasuli, yang berada di suatu tempat tertentu dalam wilayah peayanan GPIB, Tata Gereja, (Jakarta: Majelis Sinode GPIB, 2010), 22. 2 jemaat saat ini menjadi 83 KK, 324 jiwa dan memiliki delapan Pos pelayanan dan kesaksian (pos pelkes) yaitu terdiri dari pos pelkes Gideon Sebuduh dengan memiliki 12 KK 79 jiwa, pos pelkes Penabur Ngoyok dengan memiliki 21 KK 103 jiwa, pos pelkes Anthiokhia Tanap dengan memiliki

  22 KK 96 jiwa, pos pelkes Penabur Kasih Terusan dengan memiliki 79 KK 287 jiwa, pos pelkes Elim Modah dengan memiliki 33 KK 141 jiwa, pos pelkes Gembala Baik Rantau dengan memiliki

  27 KK 125 jiwa, pos pelkes Bukit Kalvari Majel dengan memiliki 22 KK 86 jiwa dan Bajem Ebenhezer Kembayan dengan memiliki 20 KK 79 jiwa, sehingga keseluruhan warga jemaat GPIB

3 Ora et Labora berjumlah 319 KK 1320 jiwa .

  Dari segi kemandirian, GPIB Jemaat Ora et Labora masih mengalami kendala. Pada tahun 2006 Jemaat Ora et Labora berkerinduan untuk memiliki lahan sawit untuk menunjang kemandirian gereja. Saat itu, ada dua pilihan pengadaan lahan sawit yaitu pilihan pertama, lahan sawit siap panen yang membutuhkan dana sekitar Rp. 18.000.000,-(delapan belas juta rupiah) untuk 1 (satu) kapling lahan sawit yang luasnya 2 (dua) hektar, dan pilihan kedua adalah lahan kosong siap garap yang membutuhkan dana Rp. 23.165.000,-(dua puluh tiga seratus enam puluh lima rupiah). Dari kedua pilihan tersebut diputuskan untuk membeli lahan sawit berdasarkan pada pilihan pertama. Dana yang tersedia dari hasil swadaya jemaat adalah Rp. 7.000.000,-(tujuh juta rupiah) sehingga kekurangan dana yang dibutuhkan saat itu berjumlah 11.000.000 (sebelas juta

  4 5 rupiah) . Kekurangan dana tersebut dibantu dari majelis sinode .

  Lahan perkebunan sawit yang dibeli oleh jemaat Ora et Labora terletak di wilayah Perkebunan Nusantara milik negara. Perkebunan ini sudah ada sejak 12 tahun yang lalu saat jemaat dimandirikan. Lahan perkebunan ini dibeli tujuannya sebagai salah satu sumber pemasukan guna 3 4 Data didapatkan dari arsip GPIB Jemaat ora et Labora tahun 2017 Informasi ini didapatkan lewat arsip surat milik Jemaat GPIB Ora et labora, arsip surat ini ditulis pada

  tahun 2006. 5 menunjang program Jemaat sekaligus upaya menuju kemandirian dana dan daya, pembayaran gaji pendeta, menopang dana dan program jemaat, memperlancar sarana pelayanan seperti pembangunan fisik, administrasi surat menyurat gereja dan jenis pengeluaran lainnya yang harus ditanggung oleh gereja semua sarana pendukung tersebut tentunya membutuhkan dana, dan dana itu beban pengeluaran gereja.

  Beberapa tahun yang lalu perkebunan ini sempat ingin dijual dengan alasan tidak terurus. Tetapi keinginan itu tidak terwujud karena perkebunan ini dipahami secara teologis sebagai

  6

  perkebunan yang dititipkan Tuhan untuk menopang keuangan jemaat. Selain pemasukan dari kebun sawit, dana gereja yang utama berasal dari warga jemaat.

  Penulis melihat beberapa hal berikut sebagai masalah yang berhubungan dengan kemandirian gereja. Pertama, warga jemaat merasa sudah melakukan kewajiban mereka dengan setiap minggu pergi beribadah dan memberi persembahan. Kedua, warga jemaat merasa tidak berkewajiban melakukan pelayanan gereja, karena mereka menganggap sudah ada orang- orang yang dikhususkan untuk pelayanan gereja. Ketiga, minimnya kesadaran jemaat dalam melaksanakan persepuluhan. Keempat, kurangnya kesadaran warga jemaat dalam memberi untuk

  7 gereja karena mereka memahami bahwa pengurus gereja yang harus memberi kepada mereka .

  Untuk menggarap lahan sawit yang ada diperlukan kerja sama dan bantuan dari seluruh warga jemaat. Oleh karena itu, diangkatlah satu orang dari warga jemaat untuk mengkoordinir

  8

  penggarapan perkebunan sawit. Penggarapan menggunakan tenaga borongan . Usaha perkebunan

  6 Menurut salah seorang pengurus gereja Penatua Noh Abraham Suan dalam hal ini PHMJ (Pelaksana Harian Majelis Jemaat) 7 8 Pdt Yohanes, Laporan Pertanggung jawaban, Semunte, tahun 2013-2016 .

  Tenaga permanen borongan tidak diberikan upah tetap. Kepada mereka diberikan harga borongan per kg

tandan atau pertangan buah yang dipotongnnya. Permanen borongan tidak mengenal basis tugas atau basis borong.

Berapapun hasil panennya tinggal dikali taring borong itulah upah mereka. Para tenaga borong juga tidak

mempunyai ikatan apapun, keuntungan menggunakan tenaga ini, tidak ada resiko dalam bentuk apapun karena tidak sawit sangat diharapkan dapat berkontribusi dalam mengembangkan perekonomian gereja dan kemandirian gereja. Untuk mendapatkan pendapatan maksimal, pengurus gereja sangat mengharapkan agar ketika panen sawit seluruh warga jemaat dapat terlibat bekerja.

  Masalah ekonomi dan kurangnya kesadaran warga jemaat dalam pembangunan ekonomi dan kemandirian gereja kesejahteraan gereja adalah satu pergumulan jemaat Ora et Labora. Oleh karena itu membeli lahan sawit dipandang sebagai suatu langkah yang tepat. Namun demikian masalah-masalah yang ada di dalam jemaat, yang sudah disebutkan di atas, adalah tantangan konkrit yang harus direspon gereja agar ekonomi dan kemandirian gereja dapat meningkat.

  Melihat keadaan tersebut penulis memandang perlu adanya langkah strategis yang dilakukan gereja. Hal itu disebabkan karena pada hakekatnya gereja terpanggil untuk menyatakan, memelihara dan meningkatkan hubungan tritugas panggilan gereja yaitu Diakonia, Marturia dan Koinonia. Oleh karena itu keterlibatan gereja di bidang ekonomi adalah suatu pelaksanaan apa yang tertulis di dalam kitab Yeremia 29:7, dan sekaligus pelaksanaan tri tugas panggilan gereja.

  Dalam konteks jemaat Ora et Labora langkah strategis yang perlu dilakukan gereja di dalam meningkatkan ekonomi dan kemandirian gereja adalah pemberdayaan warga gereja, pemberdayaan ekonomi gereja. Kata pemberdayaan berasal dari kata empowerment Kata

  

“empowerment” dan “empower“ mengandung dua pengertian yaitu: pengertian pertama adalah

to give power or authority to , dan pengertian kedua berarti to give ability to or enable. Pengertian

  pertama diartikan sebagai memberi kekuasaan, mengalihkan kekuatan atau mendelegasikan otoritas ke pihak lain. Sedangkan pengertian kedua, diartikan sebagai upaya untuk memberikan

  

mereka mungkin ada, mungkin juga tidak. Memet Hakim, Kelapa Sawit Teknis Agronomi dan Manajemennya (Jakarta

  9

  kemampuan atau keberdayaan . Lalu bertolak dari kedua pengertian tersebut, Soetomo berkata bahwa makna pemberdayaan merujuk kepada proses pembangunan untuk mewujudkan suatu

  10

  masyarakat yang sejahtera, adil, dan merata . Lebih lanjut Soetomo berkata untuk melakukan pemberdayaan dibutuhkan pendekatan partisipatif, yang artinya setiap individu menjadi aktor dan subjek dari pemberdayaan. Apa yang disampaikan oleh Soetomo sebenarnya berbicara tentang

  

community development , yang di dalamnya terdapat elemen-elemen dasar tentang pemberdayaan

  

11

masyarakat yang harus diperhatikan secara serius .

  Di sisi yang lain, Rostow menunjukkan bahwa proses pembangunan masyarakat yang

  12

  sejahtera adil dan merata memiliki tahap-tahap dan prasyarat . Oleh karena itu, suatu pembangunan ekonomi masyarakat bersifat evolutif: membutuhkan waktu yang lama dan melewati prasayat yang ada. Misalnya, prasayat untuk gerak menuju kedewasaan, lepas landas dan seterusnya.

  Bertolak dari apa yang disampaikan di atas, pada akhirnya, masalah ekonomi adalah masalah bersama dan karena itu kesejahteraan ekonomi adalah tanggung jawab bersama. Di dalam pemahaman ini, gereja dipanggil untuk menjadi fasilitator yang mengusahakan kesejahteraan warga jemaat dan masyarakat luas sebagai suatu bentuk konkrit dari pelaksanaan tri tugas gereja.

  Rumusan Masalah

  Bertolak dari paparan di atas, penulis merumuskan masalah yang akan dibahas di dalam tesis ini adalah sebagai berikut:

  9 Konsepsi Pemberdayaan masyarakat -Bahan kuliah PPS SP

  ITB.1 suniscome.50webs.com/data/…/00520konsepsi%20 Pemberdayaan. Pdf. Diunduh pada hari rabu, 10 Oktober

  2017 10 11 Nurman, Strategi Pembangunan Daerah (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2015), 87. 12 Soetomo, Strategi-Strategi Pembangunan Masyarakat, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar,2006),7-192.

  

Gunawan, Sumodiningrat, Pemberdayaan Sosial: Kajian Ringkas tentang Pembangunan Manusia

  1. Mengapa jemaat tidak melakukan pengerjaan sawit padahal sawit ini di beli untuk menopang gereja.

  2. Faktor-faktor yang melatarbelakangi jemaat tidak mengerjakan pengerjaan sawit.

  3. Bagaimana meningkatkan perekonomian gereja Metode Penelitian Untuk melaksanakan penelitian ini, penulis menggunakan In-depth Interview dan kajian literature sebagai metode riset tinjauan pustaka. In-depth Interview dilakukan kepada sejumlah kategori berikut sebagai responden. Pertama, interview mendalam kepada pengurus gereja. Pengurus gereja saat ini terdiri dari 12 orang. Penulis berencana untuk melakukan wawancara terhadap delapan orang. Kedua, penulis juga akan mewawancarai warga gereja sebanyak 15 orang.

  Ketiga, wawancara akan dilakukan kepada para sepuh (orang yang dituakan) di gereja. Keempat, penulis juga akan mewawancara tokoh masyarakat.

  Melalui wawancara terhadap responden dari berbagai kategori tersebut, penulis akan mengumpulkan data tentang 1. Pemahaman warga gereja tentang peran gereja di dalam pengembangan ekonomi dan kemandirian gereja; 2. Pemahaman warga gereja terhadap peran warga gereja di dalam pengembangan ekonomi dan kemandirian gereja; 3. Pemahaman warga gereja tentang pengembangan ekonomi dan kemandirian gereja berbasis sawit; 4. Pemahaman tokoh masyarakat tentang keterlibatan gereja di dalam pengembangan ekonomi dan kemandirian gereja berbasis sawit.

  Literatur digunakan untuk mengumpulkan data yang berasal dari penelitian-penelitian terdahulu tentang topik yang berkaitan dengan penelitian ini. Data-data yang terkumpul akan menolong penelitian ini menjadi lebih tajam dan berakar di dalam tradisi penelitian akademis yang sudah ada sebelumnya.

  Tujuan Penelitian

  Untuk mengetahui menganalisa konsep penting di dalam perekonomian gereja, untuk menganalisa pemberdayaan ekonomi gereja berbasis sawit

  Signifikansi Penelitian

  GPIB dapat memiliki rujukan untuk melakukan Pemberdayaan Ekonomi Gereja

  Manfaat Penelitian

  Diharapkan memberikan kontribusi pemikiran untuk membangun kesadaran warga gereja yang ada di GPIB Ora et Labora akan pentingnya melakukan Pengembangan ekonomi gereja untuk mencapai kemandirian gereja.

  Tinjauan Pustaka

  Fresna Mengga melakukan penelitian tentang pemberdayaan ekonomi di jemaat GMIT Betania Oetaman di desa Linamnutu. Mengga meneliti tentang jemaat membutuhkan gereja untuk

  13 memberikan kesejahteraan .

  Relmasira melakukan penelitian tentang kehidupan sosial ekonomi masyarakat Teon, Nila, dan Serua (TNS). Relmasira mengatakan bahwa gereja berperan penting dalam

  14 pemberdayaan bagi warga jemaat .

  Brotosudarmo melakukan penelitian tentang Priyiisme dalam pembangunan sosial ekonomi jemaat pedesaan Gereja Injili di Tanah Jawa. Brotosudarmo gereja berperan penting

  15 terhadap perubahan bagi warga jemaat dan berperan untuk meningkatkan sosial ekonomi jemaat .

  Dengan melihat dari ketiga penelitian di atas, yang membedakan adalah dalam hal ini gereja memberdayakan warga untuk berpartisipasi dalam pengembangan ekonomi gereja untuk 13 14 Tesis Fresna Mengga, Penelitian Pemberdayaan Ekonomi di jemaat GMIT Betania Oetman, 2013 15 Relmasira, Penelitian Narasi kemiskinan Ekonomi Petani pedesaan Teon, Nila dan Serua, 1997

Brotosudarmo, Penelitian Priyaiisme dalam pembangunan sosial ekonomi jemaat pedesaan Gereja

  mencapai kemandirian gereja tujuannya agar tidak bergantung pada pihak luar maka gereja berupaya menggerakkan warganya untuk berpartisipasi dalam pengembangan sumber daya yang tersedia dan melihat peluang yang lain untuk meningkatkan ekonomi gereja lewat keterlibatan dalam ekonomi/berbisnis.

  Lokasi penelitian

  Penulis mengambil tempat penelitian di GPIB ORA ET LABORA Semunte Kelompu Sanggau Kalimantan Barat

  Sistematika Penulisan

  Tulisan ini terdiri dari lima bagian yang terhubung antara satu dengan yang lainnya, berikut ini adalah rencana penulisan:

  Bab I Terdiri dari Latar belakang, Rumusan masalah, Metode penelitian, Tujuan Penelitian, Signifikasi penelitian, Tinjauan pustaka, Lokasi penelitian dan Sistematika penulisan Bab II Teori Pemberdayaan Ekonomi Gereja Bab III Gambaran Umum Wilayah Penelitian Bab IV Pengembangan Ekonomi Gereja : Analisa Hasil Penelitian Bab V Kesimpulan