2.1 Bahan Medikamen dalam Perawatan Saluran Akar - Efek Antibakteri Ekstrak Etanol Daun Afrika (Vernonia amygdalina) sebagai Bahan Alternatif Medikamen Saluran Akar terhadap Porphyromonas gingivalis (In Vitro)

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Dasar keberhasilan perawatan saluran akar adalah mengeliminasi bakteri dan

  produk-produknya. Ca(OH)

  2 merupakan bahan medikamen saluran akar yang umum

  digunakan, namun pada penelitian menemukan bahwa Ca(OH)

  2 kurang efektif

  mengeliminasi Porphyromonas gingivalis. Beberapa penelitian telah melakukan pengembangan bahan alami sebagai alternatif medikamen saluran akar yang telah dilakukan. Untuk itu, ekstrak etanol daun Afrika diharapkan dapat dikembangkan sebagai alternatif bahan medikamen saluran akar.

2.1 Bahan Medikamen dalam Perawatan Saluran Akar

  Bahan medikamen saluran akar adalah suatu medikamen yang diletakkan sementara pada saluran akar dengan biokompatibilitas yang baik. Tujuan utama penggunaan bahan medikamen saluran akar yaitu untuk mengeliminasi bakteri yang

  12 mungkin masih tersisa setelah dilakukannya instrumentasi mekanis maupun irigasi.

  Beberapa studi telah menunjukkan bahwa preparasi saluran akar chemo-mechanical dengan irigasi antibakteri hanya akan memberikan 50-70% dari kanal yang terinfeksi

  12

  bebas dari mikroorganisme. Hal ini dapat disebabkan beberapa mikroorganisme dapat bermigrasi ke ramifikasi, isthmus, delta saluran akar, dan tubulus dentin meskipun sudah dilakukan preparasi chemo-mechanical sehingga perlu dieliminasi

  12,13

  dengan medikamen saluran akar. Oleh karena itu, perawatan saluran akar

  12-14 memerlukan bahan medikamen untuk meningkatkan keberhasilan perawatan.

  Syarat dari bahan medikamen saluran akar adalah harus memiliki aktivitas antibakteri, mengeliminasi bakteri saluran akar yang tidak tereliminasi pada proses preparasi chemo-mechanical, mengurangi inflamasi periapikal, mengurangi rasa sakit

  12,13 dibagi dalam beberapa kelompok besar yaitu golongan fenol (Eugenol, CMCP,

  

Parachlorophenol, Camphorated Parachlorophenol , Metakresilasetat, Kresol,

Creosote, Timol ), golongan aldehid/formaldehida (formokresol dan glutaraldehid),

  golongan halida (natrium hipoklorit dan iodine-kalium iodida), kalsium hidroksida, antiobiotik, steroid dan kombinasi. Namun yang paling populer sering digunakan

  

12,14

adalah Ca(OH) 2, CMCP, dan formokresol.

  Bahan medikamen golongan fenol merupakan bahan kristalin putih mempunyai bau khas batubara. Fenol adalah racun protoplasma dan menyebabkan nekrosis jaringan lunak. Selain itu, golongan fenol juga memiliki potensi mutagenik dan kariogenik dan jika berkontak dengan cairan membuatnya menjadi tidak aktif. Penggunaan bahan medikamen saluran akar golongan fenol sudah tidak dianjurkan

  14

  lagi. Bahan medikamen formokresol merupakan suatu medikamen bakterisidal yang tidak spesifik dan sangat efektif terhadap organisme aerobik dan anaerobik yang

  14

  ditemukan dalam saluran akar. Antibiotik yang paling umum yaitu pasta Ledermix dan Septomixine Forte. Keduanya sama-sama mengandung kortikosteroid sebagai agen antiinflamasi, namun belum sesuai untuk digunakan pada perawatan saluran akar karena spektrum kerja kedua jenis antibiotik tersebut kurang luas dan hanya

  12,14 fokus pada inflamasi.

  Ca(OH)

  2 telah digunakan secara luas di bidang endodontik dan dikenal 13,14

  sebagai bahan desinfeksi saluran akar yang paling efektif. Ca(OH)

  2 pertama kali

  diperkenalkan pada tahun 1920 oleh Herman dan sejak itu penggunaannya dalam perawatan endodontik telah meningkat terutama untuk digunakan sebagai bahan medikamen saluran akar dan menjadi gold standard dalam perawatan saluran

  15,16

  akar. Ca(OH)

  2 memberikan efek antibakteri melalui pH yang tinggi yang dapat

  mencapai 12,5 yang menyebabkan rusaknya dinding sel bakteri sehingga terjadi proses denaturasi protein yang menghambat replika DNA dari bakteri dan

  3,17

  menyebabkan terhambatnya pertumbuhan bakteri. Cara kerja Ca(OH)

  2 melalui 2+ menghidrolisis LPS dengan menghasilkan asam lemak hidroksi dalam jumlah yang banyak dan menonaktifkan enzim dalam membran bakteri serta mengganggu

  27 mekanisme transportasi yang mengakibatkan sel keracunan.

  Selain memiliki keunggulan, Ca(OH) juga memiliki kelemahan. Penelitian

  2

  klinis menunjukkan bahwa pemakaian rutin medikamen ini sebagai medikamen

  12 saluran akar tidak berpengaruh pada pencegahan atau pengurangan rasa sakit.

  Ca(OH)

  2 merupakan antimikroba yang bekerja lambat dan diperlukan dalam jumlah

  27 yang cukup banyak serta memerlukan waktu minimal satu minggu untuk efektif.

  Kelemahan lainnya adalah sisa residunya sulit dihilangkan dari dinding saluran akar sehingga akan mengurangi setting time sealer yang berbasis zinc oxide yang

  13

  digunakan pada pengisian saluran akar. Bloml őf et al. (1998) menemukan penggunaan Ca(OH)

  2 sebagai medikamen saluran akar pada pasien yang juga

  melakukan perawatan periodontal memiliki efek yang kurang baik pada jaringan periodontal. Hal ini disebabkan karena Ca(OH)

  2 memberikan pengaruh negatif dalam

  proses penyembuhan jaringan lunak dan terlihat Ca(OH)

  2 dapat menghambat proses

  17 perlekatan gingiva fibroblas walaupun tidak secara signifikan.

2.2 Porphyromonas gingivalis sebagai Salah Satu Bakteri yang Terdapat

  pada Infeksi Endodontik Primer

  Pada saluran akar yang terinfeksi terdapat kumpulan berbagai jenis komunitas bakteri sehingga disebut sebagai infeksi polimikrobial. Mikroorganisme menginvasi saluran akar berupa sel tunggal (bentuk planktonik) yang tersebar bebas dalam cairan pada saluran akar atau melekat satu sama lain atau ke akar dinding saluran atau

  4,11

  keduanya. Namun yang menjadi faktor penting dalam beberapa tahun terakhir adalah bahwa bakteri dalam saluran akar dapat tumbuh tidak hanya sebagai sel planktonik atau beragregasi, berkoagregasi, tetapi dapat juga membentuk biofilm yang terdiri dari jaringan kompleks mikroorganisme yang berbeda. Biofilm

  Komunitas biofilm adalah struktur kompleks dan dinamis yang berkumpul melalui

  2,28 kolonisasi beberapa bakteri rongga mulut yang berurutan dan teratur.

  Pembentukan biofilm pada infeksi saluran akar diawali beberapa saat setelah terjadinya invasi pada ruang pulpa oleh bakteri planktonik akibat kerusakan jaringan. Lesi inflamasi yang terus berkembang ini akan menyediakan cairan bagi organisme planktonik yang menginvasi sehingga mereka dapat bereplikasi dan terus melekat pada dinding saluran akar. Jaringan nekrotik pulpa menjadi lingkungan yang menguntungkan bagi proliferasi mikrobial karena adanya residu organik atau nutrisi

  28 yang berperan sebagai substrat atau medium kultur.

  Bakteri yang berada di biofilm dapat berkomunikasi, bertukaran bahan genetik dan juga memperoleh sifat-sifat baru. Komunikasi dalam biofilm terdiri dari dua jenis yaitu komunikasi intraspesies dan komunikasi antar spesies. Quorum sensing adalah komunikasi intraspesies bakteri yang dimediasi oleh molekuler rendah yang berat, yang dapat mengubah aktivitas metabolisme sel-sel tetangga dan mengkoordinasikan fungsi sel bakteri yang terdapat dalam biofilm. Quorum sensing juga dapat mengatur

  12,28 properti mikroba seperti faktor virulensi dan penggabungan DNA ekstraseluler.

  Pada infeksi endodontik primer, bakteri yang paling banyak diisolasi adalah

  2,5,12

  obligat anaerob, salah satunya adalah bakteri Porphyromonas gingivalis. Bakteri

  

Porphyromonas gingivalis yang merupakan golongan Porphyromonas sp., juga

  merupakan salah satu bakteri yang dapat dijumpai pada biofilm yang terbentuk pada

  2

  infeksi saluran akar. Berdasarkan taksonominya, bakteri Porphyromonas gingivalis

  9

  diklasifikasikan sebagai berikut: Kingdom : Eubaceria Filum : Bacteroidates Classes : Bacteroides Ordo : Bacteroidales Famili : Porphyromonadaceae sel berbentuk batang, berukuran kecil antara 0,5-2 μm, asaccharolytic, pleomorfik,

  2,9,31

  dan berbentuk coccobacilli. Bakteri golongan Porphyromonas sp. memiliki karakteristik khusus yang memancarkan warna merah bata ketika berada di bawah sinar ultraviolet gelombang panjang dan bewarna coklat hitam ketika dikultur pada

  

blood-containing media, sehingga bakteri ini juga dapat diidentifikasi sebagai bakteri

9,31 berpigmen hitam Bacteroides.

  Porphyromonas gingivalis tumbuh dalam media kultur membentuk koloni

  berdiameter 1-2 mm, konveks, halus dan mengkilat, yang bagian tengahnya menunjukkan gambaran lebih gelap karena memproduksi protoheme, yaitu suatu substansi yang bertanggung jawab terhadap warna khas koloni ini. Pertumbuhannya dipengaruhi oleh adanya protein hydrolysates, seperti peptone atau yeast extract. Produk fermentasi Porphyromonas gingivalis yang utama adalah n-butirat dan asam asetat sedangkan sedangkan produk minornya terdiri dari propionic, isobutyric,

  33 isovaleric , dan phenilacetic acids.

  Gambar 1. Bakteri Porphyromonas gingivalis

  32

  dibawah electron micrograph

2.2.1 Faktor Virulensi Bakteri Porphyromonas gingivalis

  Porphyromonas gingivalis memiliki berbagai faktor virulensi yang patogenik kerusakan jaringan. Di antara faktor-faktor ini, LPS adalah faktor yang umumnya

  9,15,34 dianggap sebagai faktor virulensi penting dalam bakteri gram negatif.

  Fimbriae bakteri memiliki peranan penting dalam interaksi bakteri dan sel . Fimbriae Porphyromonas gingivalis merupakan komponen filamen pada

  host 9,11

  struktur permukaan sel dengan diameter 5 nm hingga 10 nm. Fimbriae

  

Porphyromonas gingivalis memiliki variasi aktivitas biologi termasuk imunogenitas,

  perlekatan pada berbagai protein host, menstimulasi sitokin dan merangsang terjadinya resopsi tulang. Fimbriaenya juga memiliki perlekatan yang sangat kuat pada sel host dan memiliki potensi yang besar menjadi virulensi dengan berinteraksi

  11 dengan bakteri lain.

  Kapsul bakteri telah dianggap faktor virulensi utama pada permukaan sel

  29

  bakteri. Semua bakteri yang termasuk golongan Bacteroides yang salah satunya

  

Porphyromonas gingivalis memiliki kapsul yang tersusun dari polisakarida pada

  membran luar sel. Kapsulnya terlibat dalam adhesi atau perlekatan, pembentukan abses dan melindungi dari proses opsonisasi dan fagositosis sel host. Bakteri yang terselubung dalam kapsul seperti Bacteroides, Fusobacterium, fakultatif kokus gram positif biasanya menyebabkan abses, sedangkan bakteri yang tidak terselubung dalam

  9,34 kapsul tidak menyebabkan abses.

  Lipopolysacharide (LPS) yang juga disebut endotoksin, merupakan

  11

  komponen yang tidak terpisahkan dari dinding sel bakteri gram negatif. Patogenitas yang utama dari bakteri gram negatif disebabkan oleh adanya LPS pada dinding selnya. LPS adalah komponen utama dari bakteri gram negatif yang tersusun dari

  9,30

polysaccharide , core polysaccharide dan Lipid A. LPS memiliki potensi yang kuat

  sebagai stimulator inflamasi karena LPS mampu menembus ke dalam jaringan periradikuler dan bertindak sebagai endotoksin dalam organisme host sehingga menyebabkan peradangan dan berlanjut dengan terjadinya kerusakan tulang. Penelitian menunjukkan bahwa respon radang dimulai saat LPS Porphyromonas

  Enzim cysteine protease yang dihasilkan Porphyromonas gingivalis yang

  30

  dinamakan gingipain menjadi salah satu faktor virulensi penting. Gingipain memiliki kemampuan untuk mendegradasi protein pertahanan host untuk menyediakan peptida dan asam amino sebagai sumber karbon dan nitrogen bagi pertumbuhan bakteri tersebut. Gingipain ini juga berperan dalam 85% aktivitas proteolitik yang dihasilkan oleh bakteri Porphyromonas gingivalis. Gingipain ini

  34

  sendiri terdiri atas Arg-gingipain (Rgp) dan Lys-gingipain (Kgp). Collagenase merupakan faktor virulensi Porphyromonas gingivalis yang berhubungan dengan penyakit periodontal. Penelitian menyatakan keberadaan collagenase gene (prtC) yang diperiksa pada 21 strain spesies Porphyromonas dapat diisolasi pada infeksi saluran akar. Porphyromonas gingivalis dari infeksi saluran akar memiliki prtC gen,

  34 sedangkan Porphyromonas endodontalis tidak memiliki prtC gen.

  Kemampuan untuk menyerang sel dan jaringan host merupakan faktor virulensi penting dalam bakteri. Masuknya Porphyromonas gingivalis ke sel epitel gingiva prevalensinya sangat tinggi dan cepat, dan bakteri ini berkumpul pada daerah perinuklear sel. Porphyromonas gingivalis berada di dalam sel selama lebih dari 24 jam dan menghasilkan aktin sitoskeleton bersamaan dengan perubahan ukuran dan bentuk sel host. Mikroorganisme yang terdapat pada saluran akar yang terinfeksi dapat menyebabkan fokal infeksi pada penyakit kardiovaskuler. Hal ini dibuktikan

  34 dengan kultur primer sel kardiovaskuler.

  Saluran akar yang terinfeksi merupakan infeksi polimikrobial yang menyebabkan risiko terjadinya virulensi semakin tinggi bila terdapat kombinasi mikroorganisme dalam jumlah yang besar terutama dari spesies bakteri gram negatif. Kombinasi Porphyromonas gingivalis dengan Fusobacterium nucleatum dan bakteri berpigmen hitam Prevotella intermedia juga menunjukkan virulensi yang lebih tinggi dan memiliki risiko terjadinya flare up endodonti. Hal ini disebabkan adanya sinergi pada infeksi saluran akar antara bakteri tersebut, sehingga meningkatkan intensitas

  11 Bakteri Porphyromonas gingivalis merupakan salah satu bakteri “red

  complex

  ” (Bacteroides forsythus, Porphyromonas gingivalis dan Treponema

  

denticola ) yang paling proteolitik dan patogen dalam golongannya serta bakteri yang

2,6,29

  paling sering ditemukan pada infeksi endodontik primer. Namun, pada infeksi sekunder bakteri ini masih dapat ditemukan walaupun dalam jumlah yang sedikit. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Ercan et al. (2006) yaitu bahwa bakteri

  

Porphyromonas spp. ditemukan memiliki prevalensi yang lebih rendah pada saluran

  35 akar dengan infeksi endodontik sekunder dibandingkan infeksi endodontik primer.

  Berdasarkan penelitian Kipalev et al. (2014) melaporkan bahwa bakteri

  

Porphyromonas gingivalis yang paling sering terdeteksi pada infeksi saluran akar

  primer dengan menggunakan metode PCR. Persentase bakteri Porphyromonas

  7

gingivalis pada infeksi saluran akar primer sebesar 54,2%. Penelitian Tomazinho et

al. (2007) juga melaporkan bahwa pada infeksi endodontik primer bakteri

Porphyromonas gingivalis memiliki prevalensi sebesar 27,3% dengan metode kultur

  8

  dan 43,3% dengan metode Polymerase Chain Reaction. Penelitian Saito et al. (2009) mendeteksi bakteri Porphyromonas gingivalis sebesar 28% pada infeksi endodontik

  30

  primer dengan metode Polymerase Chain Reaction. Hal ini didukung juga dari penelitian pada infeksi endodontik primer disertai abses apikal akut yang menggunakan metode PCR menemukan prevalensi sekitar 55% dari jumlah sampel dan pada infeksi endodontik primer disertai periodontitis apikal akut menggunakan

  36 metode PCR dengan prevalensi sekitar 48% dari jumlah sampel.

  Pada infeksi endodontik primer maupun sekunder, bakteri Porphyromonas

gingivalis diketahui sering ditemukan dengan bakteri Porphyromonas endodontalis.

Namun, prevalensi bakteri Porphyromonas gingivalis lebih tinggi ditemukan dibandingkan bakteri Porphyromonas endodontalis. Penelitian Kipalev et al. (2014)

  7

  menemukan prevalensi Porphyromonas endodontalis 48,6% pada infeksi endodontik primer dan penelitian Tomazinho et al. (2007) menemukan prevalensi sebesar 43,3%

  8 Gambar 2. Prevalensi mikroorganisme yang terdeteksi pada gigi dengan infeksi endodontik primer disertai abses apikalis akut dengan metode Polymerase

36 Chain Reaction

  Gambar 3. Prevalensi mikroorganisme yang terdeteksi pada gigi dengan infeksi endodontik primer disertai periodontitis apikalis akut dengan metode

  36 Polymerase Chain Reaction

2.3 Penggunaan Bahan Alami dalam Bidang Endodontik

  Produk herbal telah digunakan sejak dahulu sebagai obat secara tradisi di medikamen saluran akar untuk mengeliminasi bakteri di tubulus dentin, maka dalam bidang endodontik mulai dikembangkan beberapa bahan medikamen yang berasal

  37 dari komponen biologis tanaman herbal.

  Beberapa penelitian telah dilakukan di Indonesia mengenai penggunaan bahan alami dalam bidang endodontik. Penelitian yang dilakukan Kawilang dkk. (2014) menyimpulkan bahwa ekstrak kulit manggis memiliki aktivitas antibakteri terhadap

  biofilm Porphyromonas gingivalis dengan nilai KHM dan KBM yang diperoleh

  38

  adalah 25% dan 50%. Penelitian yang dilakukan Vivi Leontara dan Nevi Yanti (2014) menunjukkan bahwa ekstrak lerak mempunyai antibakteri terhadap

  39 Porphyromonas gingivalis dengan diperolehnya nilai KBM pada konsentrasi 25%.

  Penelitian Sarah Amalia (2012) juga menunjukkan bahwa ekstrak pegagan memiliki daya antibakteri terhadap bakteri Porphyromonas gingivalis dengan diperolehnya nilai KBM sebesar 25% sehingga ekstrak pegagan dapat dikembangkan sebagai

  40 bahan alternatif medikamen saluran akar.

2.4 Daun Afrika (Vernonia amygdalina)

  

Vernonia amygdalina adalah tanaman tropis yang termasuk dalam genus

  20 Vernonia dan digunakan secara luas sebagai sayuran dan tanaman obat. Genus Vernonia memiliki sekitar 1000 spesies dan lebih dari 500 tanaman Vernonia ini

  dapat ditemukan di Afrika dan Asia, sekitar 300 di Meksiko, dan sekitar 16

  20,21

  ditemukan di Amerika Serikat. Penelitian yang telah dilakukan ditemukan sebanyak 109 spesies Vernonia menunjukkan adanya kandungan sebagai medikamen. Seratus lima dari spesies tersebut dihubungkan kepada perawatan atau manajemen dari 44 penyakit atau kondisi kesehatan manusia, sementara dua spesies digunakan sebagai medikasi pada simpanse dan gorila. Penelitian secara in vitro dan in vivo melaporkan validasi adanya kandungan medikasi dari beberapa spesies. Seratus tiga senyawa bioaktif juga diisolasi dari berbagai spesies Vernonia dan Vernonia

  21

  

20,21

  berdiameter sekitar 6 mm (Gambar 4). Vernonia amygdalina memiliki daun berwarna hijau gelap dengan bau yang khas dan rasanya yang pahit. Tanaman ini tidak menghasilkan benih sehingga untuk memperbanyak tanaman tersebut dapat dilakukan dengan cara stek batang. Selain itu beberapa penelitian menemukan bahwa

  

Vernonia amygdalina juga memiliki bunga yang akan tumbuh pada lingkungan

20,21 tertentu, berwarna putih, harum dan menarik kedatangan lebah (Gambar 5).

  Berdasarkan taksonominya Vernonia amygdalina diklasifikasikan sebagai

  21

  berikut: Synonym : Gymnanthemum amygdalinum Kingdom : Plantae Division : Angiosperma Classes : Dicotyledons Order : Asterales Family : Compositae Genus : Vernonia Species : V. amygdalina Botanical Name : Vernonia amygdalina

  Vernonia amygdalina memiliki sebutan yang berbeda oleh setiap suku di

  seluruh dunia. Di Indonesia dikenal dengan sebutan daun Afrika, di Inggris disebut

  

bitter leaf , di Malaysia disebut South Africa leaf, dan dalam bahasa lokal bangsa

  Nigeria disebut sebagai ewuro (Yoruba), etidot (Efik), uzi (Ebira), shikawa (Hausa), dan onugbu (Igbo). Di tempat lain di Afrika disebut muop atau ndole (Cameroon),

  

tuntwono (Tanzania), dan mululuza (Uganda) sedangkan beberapa negara lain disebut

Chrysanthemum tonsils (China), Olulusia dan South Africa leaf (Kenya), Buzut

  (Ethiopia), Musikavakadzi (Zimababwe), Umubilizi (Rwanda), dan liNyatselo

  20 (Swaziland).

  20 Gambar 4. Daun Afrika (Vernonia amygdalina) Vernonia amygdalina tumbuh di daerah ekologi di Afrika termasuk

  Zimbabwe dan Nigeria yang beriklim tropis dan dapat tumbuh secara liar ataupun

  41,42

  ditanam di sepanjang Sub-saharan Afrika. Di Nigeria, Ghana dan Kamerun tanaman ini ditanam di kebun dan di sekitar perumahan untuk persediaan dan sebagai

  42

  tanaman pagar dan pot. Daun Vernonia amygdalina juga dapat dijadikan sebagai sayuran dan dikonsumsi setelah melalui proses penghilangan rasa pahit melalui perendaman atau perebusan untuk menghilangkan komponen astringent yang

  20,42 terkandung di dalamnya.

2.4.1 Senyawa Fitokimia Daun Afrika (Vernonia amygdalina) sebagai Antibakteri

  Berdasarkan penelitian Asaolu et al. (2010) melaporkan analisis fitokimia daun Afrika (Vernonia amygdalina) adalah anthraquinones (0.08 ± 0.001), tannins (1.55 ± 0.81), flavonoids (0.17 ± 0.004), alkaloids (2.95 ± 0.40), saponins (2.85 ± 0.39), cardiac glycosides (1.10 ± 0.03), dan triterpenes (0.54 ± 0.02). Luteolin,

  

luteolin 7-0-beta-glukuronoside , dan luteolin 7-0-beta glukoside yang merupakan 3

  jenis dari flavonoid yang juga terdapat pada daun Afrika (Vernonia amygdalina) memiliki aktivitas antioksidan dan berguna untuk mencegah kanker, serta dapat melindungi dari diabetes dan arterosklerosis. Selain itu, ditemukan pula kandungan

  20,21

  antioksidan vitamin C yang tinggi pada Vernonia amygdalina. Kandungan bioaktif alkaloids, saponins, tannin, flavonoids dan terpenoids sebagai metabolit sekunder dari ekstrak daun Afrika (Vernonia amygdalina) memiliki peran sebagai antibakteri dengan mekanisme yang berbeda sebagai berikut: a. Saponins merupakan zat yang mempunyai sifat seperti sabun yang dapat melarutkan kotoran. Secara kimia, saponin adalah glikosida berat molekul tinggi dimana bagian triterpen atau steroid aglycone terikat dengan gula. Senyawa saponin dapat bekerja sebagai antibakteri adalah dengan membentuk senyawa kompleks dengan membran sel bakteri melalui ikatan hidrogen yang kemudian dapat

  43 menghancurkan permeabilitas dinding sel bakteri yang mengakibatkan kematian sel.

  b. Flavonoids adalah senyawa fenolik yang mengandung satu gugus karbonil dengan mekanisme kerja sebagai antibakteri adalah dengan membentuk senyawa kompleks dengan protein ekstraseluler dan protein yang terlarut sehingga dapat merusak dinding sel bakteri serta bersifat lipofilik yang dapat merusak lapisan lipid

  43 pada membran bakteri.

  c. Alkaloids adalah senyawa nitrogen heterosiklik yang sudah digunakan berabad-abad dalam bidang medis karena dapat melawan sel asing melalui ikatan

  43 e. Tannins adalah senyawa fenolik polimer yang larut dalam air, gliserol, metanol, hidroalkoholik, dan propilena glikol, tetapi tidak dapat larut dalam benzene, kloroform, eter, pretoleum eter, dan karbon disulfida. Tannin mempunyai rasa sepat dan juga bersifat sebagai antibakteri dan astringent (bersifat menciutkan). Mekanisme penghambatan bakteri pada tannin adalah dengan cara bereaksi dengan membran sel,

  43 inaktivasi enzim-enzim esensial dan destruksi fungsi material.

  f. Anthraquinones merupakan senyawa fenol yang bekerja sebagai antibakteri mirip dengan sifat-sifat fenol lainnya, yaitu menghambat bakteri dengan cara

  43 mendenaturasi protein.

2.4.2 Nilai Farmakologi Daun Afrika (Vernonia amygdalina)

  Penggunaan Vernonia amygdalina sebagai tanaman obat dimulai ketika farmasi kebun binatang memberikan batang Vernonia amygdalina pada simpanse yang sakit. Berdasarkan laporan tersebut, banyak peneliti yang melakukan penelitian

  20

  ilmiah tentang manfaat medis ekstrak yang berbeda dari tanaman ini. Daun Afrika (Vernonia amygdalina) memiliki aktivitas biologis yaitu sebagai antibakteri, antijamur, antivirus, antiinflamasi, analgesik, antioksidan, antimalaria, antidiabetes, dan antikanker. Ekstrak akar tanaman Vernonia amygdalina juga dapat digunakan untuk mengobati malaria dan penyakit saluran pencernaan. Tanaman Vernonia

  

amygdalina juga dapat digunakan sebagai chewing stick dan digunakan secara

  tradisional untuk menjaga kesehatan mulut dengan dengan berkontribusi terhadap penyembuhan gingiva, menyingkirkan mikroorganisme kariogenik, menghambat

  20 pembentukan plak, dan berefek mengurangi karies gigi.

  Berdasarkan laporan Aregheore et al. (1998) dan Igile et al. (1995) bahwa terdapat kandungan fitokimia yang mempunyai toksin dan menunjukkan terjadinya

  44

  hepatotoksisitas pada tikus. Namun, Ojiako dan Nwanjo (2006) melaporkan bahwa daun Afrika (Vernonia amygdalina) mungkin beracun (seperti beberapa sayuran bahkan menjadi lebih terorganisir dengan baik pada hewan yang diteliti dibandingkan

  44 hewan kontrol.

2.4.3 Aktivitas Antibakteri Daun Afrika (Vernonia amygdalina)

  Banyak penelitian eksperimental Vernonia amygdalina telah melaporkan bahwa tanaman ini memiliki aktivitas antibakteri. Setiap bagian dari Vernonia

  

amygdalina memiliki aktivitas antibakteri. Di Nigeria, batang dan akar Vernonia

amygdalina digunakan sebagai chewing stick. Hasil penelitian menunjukkan bahwa

  ekstrak dari batang dan akar Vernonia amygdalina yang digunakan sebagai chewing

  

stick menunjukkan aktivitas antibakteri terhadap bakteri anaerob rongga mulut seperti

Bacteroides gingivalis, Bacteroides asaccharolyticus, Bacteroides melaninogenicus,

  20

  dan Bacteroides Oralis pada konsentasi KHM 100 mg/ml. Penelitian Taiwo et al (1999), ekstrak air dari akar Vernonia amygdalina juga menunjukkan aktivitas antibakteri terhadap bakteri Streptococcus gordoni, Porphyromonas nigrescens,

  

Porphyromonas gingivalis, Provotella intermedia, Fusobacterium nucleatum , dan

  20 Pseudomanas aeruginosa dengan KHM 100 mg/ml.

  Aktivitas antibakteri dari ekstrak daun Vernonia amygdalina secara signifikan lebih tinggi dibandingkan ekstrak batang dan akar Vernonia amygdalina. Pada penelitian Oboh dan Masodje (2009) menunjukkan bahwa ekstrak air daun Afrika (Vernonia amygdalina) dapat menghambat pertumbuhan Staphylococcus aureus dan

  46 Escherichia coli dengan zona hambat 0,8 cm. Pada penelitian yang dilakukan oleh

  Ilondu et al. (2009) juga melaporkan bahwa ekstrak daun Afrika (Vernonia

  

amygdalina ) dengan konsentrasi 50%, 40%, 30%, 20%, dan 10% memiliki daya

  25

  hambat terhadap jamur. Penelitian Alo et al. (2012) menunjukkan ekstrak etanol daun Afrika menunjukkan penghambatan terhadap Salmonella typhi dan Escherichia

  47 oli dengan diameter zona hambat 23 mm dan 13 mm.

2.5 Kerangka Teori

  Membentuk kompleks dengan ion metal

  Permeabilitas dinding sel hancur

  Bersifat astringen Mendenaturasi protein

  Berikatan dengan DNA sel sehingga mengganggu fungsi sel

  Bersifat lipofilik  merusak membran sel

  Membentuk senyawa kompleks melalui ikatan hidrogen

  Infeksi sekunder Infeksi primer

  Infeksi saluran akar Bakteri Porphyromonas gingivalis

  Perawatan saluran akar Medikamen saluran akar

  Membentuk senyawa kompleks dengan protein ekstraseluler

  Anthraquinones

  Tannin

  Alkaloid Flavonoid Saponin

  Chemo-mechanical

  Aktivitas antibakteri Ekstrak etanol daun Afrika (Vernonia amygdalina)

   merusak dinding sel Masuk melalui membran sel mikroba

Dokumen yang terkait

BAB II TINJAUAN PUSTAKA - Determinan Pemanfaatan Pelayanan Rawat Jalan Di Puskesmas Batang Toru Kecamatan Batang Toru Kabupaten Tapanuli Selatan Tahun 2015

0 0 19

BAB I PENDAHULUAN - Determinan Pemanfaatan Pelayanan Rawat Jalan Di Puskesmas Batang Toru Kecamatan Batang Toru Kabupaten Tapanuli Selatan Tahun 2015

0 0 10

ANALISIS KEPRIBADIAN TOKOH UTAMA DALAM NOVEL EMPRESS ORCHID KARYA ANCHEE MIN BERDASARKAN PSIKOLOGI SASTRA Sheyla Silvia Siregar Fakultas Ilmu Budaya USU shelya.silviagmail.com Abstract - Analisis Kepribadian Tokoh Utama Dalam Novel Empress Orchid Karya An

0 1 12

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang - Analisis Pengaruh Iklim Organisasi dan Motivasi Kerja Terhadap Kinerja Dosen Dengan Kepuasan Kerja Sebagai Variabel Intervening Pada Politeknik Negeri Medan

0 0 12

B. Data Balita - Hubungan Kinerja Kader Posyandu, Karakteristik dan Partisipasi Ibu dengan Status Gizi Balita di Kecamatan Bandar Kabupaten Bener Meriah

0 0 24

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kinerja Kader Posyandu 2.1.1. Kader Posyandu - Hubungan Kinerja Kader Posyandu, Karakteristik dan Partisipasi Ibu dengan Status Gizi Balita di Kecamatan Bandar Kabupaten Bener Meriah

0 2 30

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang - Hubungan Kinerja Kader Posyandu, Karakteristik dan Partisipasi Ibu dengan Status Gizi Balita di Kecamatan Bandar Kabupaten Bener Meriah

0 0 12

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Maloklusi - Prevalensi Maloklusi Berdasarkan Relasi Skeletal pada Kasus Pencabutan dan Non-Pencabutan di Klinik PPDGS Ortodonti FKG USU

1 2 21

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Salzmann mendefinisikan oklusi dalam ortodonti sebagai perubahan inter - Prediksi Leeway space dengan menggunakan metode Tanaka-Johnston pada murid Sekolah Dasar Suku Batak di Kota Medan

0 0 16

Efek Antibakteri Ekstrak Etanol Daun Afrika (Vernonia amygdalina) sebagai Bahan Alternatif Medikamen Saluran Akar terhadap Porphyromonas gingivalis (In Vitro)

1 2 5