LAPORAN PENDAHULUAN D H F
LAPORAN PENDAHULUAN
DENGUE HAEMORRHAGIC FEVER (DHF) GRADE II
I. Konsep Dasar Penyakit
A. Anatomi Fisiologi Darah
1.
Anatomi Darah
Gambar 1. Darah
Darah adalah jaringan cair dan terdiri atas dua bagian, bagian cair yang
disebut plasma dan bagian padat yang disebut sel-sel darah. (Pearce Evelyn,
2008 : 133).Sel-sel darah, ada tiga macam yaitu :
a.
Eritrosit (sel darah merah)
Eritrosit merupakan cakram bikonkaf yang tidak berhenti,
ukurannya kira-kira 8 m, tidak dapat bergerak, banyaknya kira-kira 5 juta
dalam mm3.Fungsi dari eritrosit adalah mengikat CO2 dari jaringan tubuh
untuk dikeluarkan melalui paru-paru. Eristrosit di buat dalam sumsum
tulang, limpa dan hati, yang kemudian akan beredar keseluruh tubuh selama
14-15 hari, setelah itu akan mati. Eritrosit berwarna kuning kemerahan
karena didalamnya mengandung suatu zat yang disebut hemoglobin. Warna
ini akan bertambah merah jika didalamnya banyak mengandung O2.
Gambar 2. Sel Darah Merah
Hemoglobin adalah protein yang terdapat pada sel darah
merah.Berfungsi sebagai pengangkut oksigen dari Paru-Paru dan dalam
peredaran darah untuk dibawa ke jaringan dan membawa karbon dioksida
dari jaringan tubuh ke Paru-Paru. Hemoglobin mengandung kira-kira 95%
Besi ( Fe ) dan berfungsi membawa oksigen dengan cara mengikat oksigen
menjadi Oksihemoglobin dan diedarkan keseluruh tubuh untuk kebutuhan
metabolisme.Disamping
Oksigen,
hemoglobin
juga
membawa
Karbondioksida dan dengan Karbon monooksida membentuk ikatan
Karbon Monoksihemoglobin (HbCO), juga berperan dalam keseimbangan
ph darah.
Sintesis hemoglobin terjadi selama proses Eritropoisis, pematangan
sel darah merah akan mempengaruhi fungsi hemoglobin. Proses
pembentukan sel darah merah ( Eritropoeisis) pada orang dewasa terjadi di
sumsum tulang seperti pada tulang tengkorak, vertebra, pelvis, sternum,
iga, dan epifis tulang-tulang panjang. Pada usia 0-3 bulan intrauterine
terjadi pada yolk sac, pada usia 3-6 bulan intrauterine terjadi pada hati dan
limpa. Dalam proses pembentukan sel darah merah membutuhkan bahan
zat besi, vitamin B12, asam folat, vitamin B6 ( piridoksin ), protein dan
faktor lain. Kekurangan salah satu unsur diatas akan mengakibatkan
penurunan produksi sel darah sehingga mengakibatkan Anemia yang
ditandai dengan Kadar hemoglobin yang rendah/kurang dari normal.
b.
Leukosit (sel darah putih)
Sel darah yang bentuknya dapat berubah-ubah dan dapat bergerak
dengan perantara kaki palsu (pseudopodia) mempunyai bermacam-macam
inti sel sehingga dapat dibedakan berdasar inti sel. Leukosit berwarna
bening (tidak berwarna), banyaknya kira-kira 4.000-11.000/mm3.
Leukosit berfungsi sebagai serdadu tubuh, yaitu membunuh dan
memakan bibit penyakit atau bakteri yang masuk ke dalam tubuh jaringan
RES (Retikulo Endotel Sistem). Fungsi yang lain yaitu sebagai pengangkut,
dimana leukosit mengangkut dan membawa zat lemak dari dinding usus
melalui limpa ke pembuluh darah. Sel leukosit selain didalam pembuluh
darah juga terdapat di seluruh jaringan tubuh manusia. Pada kebanyakan
penyakit disebabkan karena kemasukan kuman atau infeksi maka jumlah
leukosit yang ada dalam darah akan meningkat.
Gambar 3. Jenis Jenis Leukosit
c.
Plasma darah
Bagian darah encer tanpa sel-sel darah warna bening kekuningan
hampir 90% plasma darah terdiri dari :
1)
Fibrinogen yang berguna dalam proses pembekuan darah.
2)
Garam-garam mineral (garam kalsium, kalium, natrium, dan lain-lain
yang berguna dalam metabolisme dan juga mengadakan osmotik).
3)
Protein darah (albumin dan globulin) meningkatkan viskositas darah
dan
juga
menimbulkn
tekanan
osmotik
untuk
memelihara
keseimbangan cairan dalam tubuh.
4)
Zat makanan (zat amino, glukosa lemak, mineral, dan vitamin).
5)
Hormon yaitu suatu zat yang dihasilkan dari kelenjar tubuh.
(Pearce Evelyn, 2008 : 121-167)
2.
Fisiologi Darah
Menurut Syaifuddin (2007) fungsi darah terdiri atas :
1. Sebagai alat pengangkut, yaitu :
a. Mengambil O2/zat pembakar dari paru-paru untuk diedarkan keseluruh
jaringan tubuh.
b. Mengangkut CO2 dari jaringan untuk dikeluarkan melalui paru-paru.
c. Mengambil zat-zat makanan dari usus halus untuk diedarkan dan
dibagikan ke seluruh jaringan/alat tubuh.
d. Mengangkat/mengeluarka zat-zat yang tidak berguna bagi tubuh untuk
dikeluarkan melalui kulit dan ginjal.
2. Sebagai pertahanan tubuh terhadap serangan bibit penyakit dan racun yang
akan membinasakan tubuh dengan perantaraan leukosit, antibodi/zat-zat anti
racun.
3. Menyebarkan panas ke seluruh tubuh.
B. Konsep Dasar Penyakit
1. Definisi
Demam berdarah atau Dengue Hemorrhagic Fever (DHF) ialahpenyakit
demam akut terutama menyerang pada anak-anak, dan saat inicenderung polanya
berubah ke orang dewasa.Gejala yang ditimbulkan denganmanifestasi perdarahan
dan bertendensi menimbulkan shock yang dapatmenimbulkan kematian.(Depkes,
2006).
Dengue haemorhagic fever (DHF) adalah penyakit yang disebabkan oleh
virus dengue sejenis virus yang tergolong arbovirus dan masuk kedalam tubuh
penderita melalui gigitan nyamuk aedes aegypty (Nursalam, dkk. 2008).
Dengue haemorhagic fever (DHF) adalah penyakit yang terdapat pada anak
dan orang dewasa dengan gejala utama demam, nyeri otot dan nyeri sendi yang
disertai ruam atau tanpa ruam. DHF sejenis virus yang tergolong arbovirus dan
masuk kedalam tubuh penderita melalui gigitan nyamuk aedes aegypty (betina)
(Hidayat, 2006).
Demam berdarah adalah infeksi akut yang disebabkan oleh arbovirus dan
ditularkan melalui gigitan nyamuk aedes (Aedes albapictus dan Aedes aegypti)
(Ngastiah 2007).
Dari pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa DHF adalah penyakit yang
disebabkan oleh virus dengue yang tergolong arbovirus dan masuk ke dalam tubuh
penderita melalui gigitan nyamuk Aedes Aegypti.
2. Epidemiologi
Wabah Dengue pertama kali ditemukan di dunia tahun 1635 di Kepulauan
Karibia dan selama abad 18, 19 dan awal abad 20, wabah penyakit yang menyerupai
Dengue telah digambarkan secara global di daerah tropis dan beriklim sedang.
Vektor penyakit ini berpindah dan memindahkan penyakit dan virus Dengue
melalui transportasi laut.
Selama awal tahun
erotype di setiap
eroty, penyakit DBD ini
kebanyakan menyerang anak-anak dan 95% kasus yang dilaporkan berumur kurang
dari 15 tahun. Walaupun demikian, berbagai
eroty melaporkan bahwa kasus-
kasus dewasa meningkat selama terjadi kejadian luar biasa (Soegijanto S.,
2006).Jumlah kasus dan kematian Demam Berdarah Dengue di Jawa Timur selama
5 tahun terakhir menunjukkan angka yang fluktuatif, namun secara umum
cenderung mengalami peningkatan. Pada tahun 2015 dan 2016 terjadi lonjakan
kasus yang cukup
erotyp karena adanya KLB, yaitu tahun 2015 sebanyak 8246
penderita (angka insiden: 23,50 per-100 ribu penduduk), dan tahun 2016 (sampai
dengan Mei) sebanyak 7180 penderita (angka insidens: 20,34 per 100 ribu
penduduk). Sasaran penderita DBD juga merata, mengena pada semua kelompok
umur baik anak-anak maupun orang dewasa, baik masyarakat pedesaan maupun
perkotaan, baik orang kaya maupun orang miskin, baik yang tinggal di
perkampungan maupun di perumahan elite, semuanya bisa terkena Demam
Berdarah.
Case Fatality Rate penderita DBD pada tahun 2015 sebesar 0,7 dan
erotype
berbagai
rate sebesar 45. Morbiditas dan mortalitas DBD yang dilaporkan
eroty bervariasi disebabkan beberapa faktor antara lain status umur
penduduk, kepadatan
eroty, tingkat penyebaran virus, prevalensi
erotype virus
Dengue, dan kondisi metereologis. DBD secara keseluruhan tidak berbeda antara
laki-laki dan perempuan, tetapi kematian ditemukan lebih banyak pada anak
perempuan daripada anak laki-laki.Distribusi umur pada mulanya memperlihatkan
proporsi kasus terbanyak adalah anak berumur
20
%)
menunjukkan atau menggambarkan adanya kebocoran (perembesan) plasma
sehingga nilai hematokrit menjadi penting untuk patokan pemberian cairan
intravena. Terjadinya trobositopenia, menurunnya fungsi trombosit dan menurunnya
faktor koagulasi (protombin dan fibrinogen) merupakan faktor penyebab terjadinya
perdarahan hebat , terutama perdarahan saluran gastrointestinal pada DHF.
Adanya kebocoran plasma ke daerah ekstra vaskuler dibuktikan dengan
ditemukannya cairan yang tertimbun dalam rongga serosa yaitu rongga peritoneum,
pleura, dan pericard yang pada otopsi ternyata melebihi cairan yang diberikan
melalui infus. Setelah pemberian cairan intravena, peningkatan jumlah trombosit
menunjukkan kebocoran plasma telah teratasi, sehingga pemberian cairan intravena
harus dikurangi kecepatan dan jumlahnya untuk mencegah terjadinya edema paru
dan gagal jantung, sebaliknya jika tidak mendapatkan cairan yang cukup, penderita
akan mengalami kekurangan cairan yang dapat mengakibatkan kondisi yang buruk
bahkan bisa mengalami renjatan. Jika renjatan atau hipovolemik berlangsung lama
akan timbul anoksia jaringan, metabolik asidosis dan kematian apabila tidak segera
diatasi dengan baik. Gangguan hemostasis pada DHF menyangkut 3 faktor yaitu :
perubahan vaskuler, trombositopenia dan gangguan koagulasi.
Renjatan hipovolemik yang terjadi sebagai akibat kehilangan plasma, bila
tidak segera teratasi akan terjadi anoxia jaringan, asidosis metabolic dan kematian.
Sebab lain kematian pada DHF adalah perdarahan hebat. Perdarahan umumnya
dihubungkan dengan trombositopenia, gangguan fungsi trombosit dan kelainan
fungsi trombosit.
Fungsi agregasi trombosit menurun mungkin disebabkan proses imunologis
terbukti dengan terdapatnya kompleks imun dalam peredaran darah. Kelainan
system koagulasi disebabkan diantaranya oleh kerusakan hati yang fungsinya
memang tebukti terganggu oleh aktifasi system koagulasi.Masalah terjadi tidaknya
DIC pada DHF/ DSS, terutama pada pasien dengan perdarahan hebat.
5. Klasifikasi
Berdasarkan standar WHO, DHF dibagi menjadi empat derajat sebagai
berikut:
1. Derajat I
Demam disertai gejala klinis lain, tanpa perdarahan spontan uji torniquet (+),
trombositopenia dan hemokonsentrasi.
2. Derajat II
Derajat I dan disertai perdarahan spontan pada kulit atau di tempat lain ditambah
dengan gejala-gejala perdarahan spontan seperti petekie, ekimosis, hematemesis,
melena, perdarahan gusi.
3. Derajat III
Ditemukan kegagalan sirkulasi, yaitu nadi cepat dan lemah, tekanan darah
rendah (hipotensi), gelisah, sianosis sekitar mulut, hidung dan ujung jari (tandatanda dini renjatan).
4. Derajat IV
Renjatan berat (DSS) dengan nadi tak teraba dan tekanan darah tak dapat
diukur.
6. Tanda dan Gejala
Tanda dan gejala yang timbul bervariasi berdasarkan derajat DHF, dengan
masa inkubasi antara 13-15 hari menurut WHO sebagai berikut
1. Demam tinggi mendadak dan terus menerus 2-7 hari
2. Manifestasi perdarahan, paling tidak terdapat uji tourniquet positif, seperti
perdarahan pada kulit (petekie, ekimosis. Epistaksis, Hematemesis,Hematuri,
dan melena)
3. Pembesaran hati (sudah dapat diraba sejak permulaan sakit)
4. Syok yang ditandai dengan nadi lemah, cepat disertai tekanan darah menurun
(tekanan sistolik menjadi 80 mmHg atau kurang dan diastolik 20 mmHg atau
kurang) disertai kulit yang teraba dingin dan lembab terutama pada ujung
hidung, jari dan kaki, penderita gelisah timbul sianosis disekitar mulut.
Selain timbul demam, perdarahan yang merupakan ciri khas DHF gambaran
klinis lain yang tidak khas dan biasa dijumpai pada penderita DHF adalah:
1. Keluhan pada saluran pernafasan seperti batuk, pilek, sakit waktu menelan.
2. Keluhan pada saluran pencernaan: mual, muntah, anoreksia, diare, konstipasi
3. Keluhan sistem tubuh yang lain: nyeri atau sakit kepala, nyeri pada otot, tulang
dan sendi, nyeri otot abdomen, nyeri ulu hati, pegal-pegal pada saluran tubuh
dll.
4. Temuan-temuan laboratorium yang mendukung adalah thrombocytopenia
(kurang atau sama dengan 100.000 mm3) dan hemokonsentrasi (peningkatan
hematokrit lebih atau sama dengan 20 %)
7. Pemeriksaan Fisik
Muka tampak merah; Pembengkakan sekitar mata, konjungtiva hiperemis,
lakrimasi dan fotopobia; Epitaksis; Bibir kering, kemungkinan sianosis;
Perdarahan pada gusi.
Pembesaran kelenjer limfe
Nafas cepat, dispnea, takipnea
Dapat ditemukan perdarahan pada kulit (petekie, ekimosis, hematoma) serta
perdarahan lain seperti epitaksis, hematemesis, hematuria dan malena.
Frekuensi BAK berkurang, BAB konstipasi atau diare, hematuria
Dapat ditemukan nyeri tekan epigastrium, pembesaran hati, perdarahan dan
ulserasi gusi, hematemesis, dan malena
Sadar sampai penurunan kesadaran, nyeri atau sakit kepala, nyeri pada otot,
tulang dan sendi, nyeri otot abdomen, nyeri ulu hati, pegal-pegal pada seluruh
tubuh.
Dapat ditemukan perdarahan pada kulit (petekie, ekimosis, hematoma).
8. Pemeriksaan Penunjang/ Diagnostik
Ada beberapa pemeriksaan pada pasien DBD, diantaranya :
a. Tes Tourniquet yang positif
b. Pemeriksaan Hematologi, beberapa diantaranya :
a
Hematokrit
Nilai hematokrit biasanya mulai meningkat pada hari ketiga dari
perjalanan penyakit dan makin meningkat sesuai dengan proses perjalanan
penyakit DBD.
b
Hemoglobin
Kadar hemoglobin pada hari-hari pertama biasanya normal atau
sedikit menurun. Tetapi kemudian kadarnya akan naik mengikuti
peningkatan hemokonsentrasi dan merupakan kelainan hematologi paling
awal yang dapat ditemukan pada DBD.
c
Jumlah leukosit dan hitung jenis
Pada penderita DBD dapat terjadi leukopenia ringan sampai
leukositosis sedang.Leukopenia dapat dijumpai antara hari pertama dan
ketiga dengan hitung jenis yang masih dalam batas normal.Jumlah granulosit
menurun pada hari ketiga sampai kedelapan.
d
Trombosit
Trombositopenia merupakan salah satu kriteria sederhana yang
diajukan oleh WHO sebagai diagnosis klinis peyakit DBD.Jumlah trombosit
biasanya masih normal selama 3 hari pertama.Trombositopenia mulai
tampak beberapa hari setelah panas, dan mencapai titik terendah pada fase
syok.
c. Diagnosis Laboratorium Infeksi Virus Dengue, uji laboratorium meliputi:
1) Isolasi Virus Dengue
Isolasi virus merupakan cara yang paling baik dala arti sangat
menentukan, tetapi diperlukan peralatan dan teknik yang canggih, sehingga
tidak dipakai secara rutin.
2) Pemeriksaan Serologi
Uji serologi dengan mendeteksi kenaikan antibodi jauh lebih
sederhana dan lebih cepat, tetapi kros reaksi antibodi antara virus dengue
dan virus dari kelompok flavirus dapat memberikan hasil positif palsu.
Ditemukannya anti bodi IgG ataupun AgM yang meningkatkan tinggi
titernya mencapai empat kali lipat terhadap satu atau lebih antigen dengue
dalam spesimen serta berpandangan. Dibuktikan adanya virus dengue dari
jaringan otopsi dengan cara immunokimiawi atau dengan cara immunoflouresens, ataupun di dalam spesimen serum dengan uji ELISA.
d. Pemeriksaan Radiologi dan USG
Pada pemeriksaan radiologi dan USG kasus DBD, terdapat beberapa
kelainan yang dapat dideteksi, yaitu : dilatasi pembuluh paru, efusi pleura,
kardiomegali, efusi perikard, hepatomegali, cairan dalam rongga peritoneum.
9. Penatalaksanaan
1. Penatalaksanaan medis
a
DHF tanpa Renjatan
- Beri minum banyak ( 1 ½ - 2 Liter / hari )
- Obat anti piretik, untuk menurunkan panas, dapat juga dilakukan
kompres
- Jika kejang maka dapat diberi luminal ( antionvulsan ) untuk anak
1th 75 mg Im. Jika 15 menit kejang belum teratasi , beri lagi
luminal dengan dosis 3mg / kb BB ( anak 1th diberikan 5 mg/ kg
BB.
- Berikan infus jika terus muntah dan hematokrit meningkat
b
DHF dengan Renjatan
- Pasang infus RL
- Jika dengan infus tidak ada respon maka berikan plasma expander ( 20 30 ml/ kg BB )
- Tranfusi jika Hb dan Ht turun
2. Penatalaksanaan Keperawatan
a Pengawasan tanda - tanda vital secara kontinue tiap jam
- Pemeriksaan Hb, Ht, Trombocyt tiap 4 Jam
- Observasi intik output
- Pada pasienDHF derajat I : Pasien diistirahatkan, observasi tanda
vital tiap 3 jam , periksa Hb, Ht, Thrombosit tiap 4 jam beri minum 1 ½
liter - 2 liter per hari, beri kompres
- Pada pasien DHF derajat II : pengawasan tanda vital, pemeriksaan Hb,
Ht, Thrombocyt, perhatikan gejala seperti nadi lemah, kecil dan cepat,
tekanan darah menurun, anuria dan sakit perut, beri infus.
- Pada pasien DHF derajat III : Infus guyur, posisi semi fowler, beri O2
pengawasan tanda - tanda vital tiap 15 menit, pasang cateter, obsrvasi
productie urin tiap jam, periksa Hb, Ht dan thrombocyt.
b Resiko Perdarahan
- Obsevasi perdarahan : Pteckie, Epistaksis, Hematomesis dan melena
- Catat banyak, warna dari perdarahan
- Pasang NGT pada pasien dengan perdarahan tractus Gastro Intestinal
c Peningkatan suhu tubuh
- Observasi / Ukur suhu tubuh secara periodik
- Beri minum banyak
- Berikan kompres
3. Pencegahan
Prinsip tepat dalam pencegahan DHF:
a Manfaatkan perubahan keadaan nyamuk akibat pengaruh alamiah dengan
melaksanakan pemberantasan pada saat hsedikit terdapatnya DHF / DSS
b Memutuskan lingkaran penularan dengan menahan kepadatan vektor pada
tingkat sangat rendah untuk memberikan kesempatan penderita veremia.
c Mengusahakan pemberantasan vektor di pusat daerah pengambaran yaitu
sekolah dan RS, termasuk pula daerah penyangga sekitarnya.
d Mengusahakan pemberantasan vektor di semua daerah berpotensi penularan
tinggi
Pemberantasan penyakit Dengue Haemoragic Fever (DHF) ini yang
paling penting adalah upaya membasmi jentik nyamuk penularan ditempat
perindukannya dengan melakukan “3M” yaitu:
a) Menguras tempat – tampet penampungan air secara teratur sekurang –
kurangnya seminggu sekali atau menaburkan bubuk abate ke dalamnya.
b) Menutup rapat – rapat tempat penampung air .
c) Menguburkan / menyingkirkan barang kaleng bekas yang dapat
menampung air hujan.
10. Komplikasi
Ada beberapa komplikasi dari penyakit demam berdarah diantaranya :
1.
Perdarahan yang luas.
2. Mengalami shock atau renjatan.
3. Mengalami effuse pleura
4. Mengalami penurunan tingkat kesadaran.
11. Prognosis
Secara umum demam dengue dan demam berdarah dengue memiliki
prognosis baik bila ditangani dengan baik. Permasalahan terjadi ketika terjadi
kelalaian dalam mengontrol terjadinya syok yang dapat segera menyebabkan
kematian
C. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan
A. Pengkajian
1. Identitas pasien
Nama, umur, jenis kelamin, alamat, pendidikan, nama orang tua, pendidikan
orang tua, dan pekerjaan orang tua.
2. Riwayat Kesehatan
a. Keluhan utama
Alasan atau keluhan yang menonjol pada pasien DHF untuk datang
kerumah sakit adalah panas tinggi dan anak lemah.
b. Riwayat penyakit sekarang
Didapatkan adanya keluhan panas mendadak yang disertai menggigil
dan saat demam kesadaran composmetis.Turunnya panas terjadi antara
hari ke-3 dan ke-7 dan anak semakin lemah. Kadang-kadang disertai
keluhan batuk pilek, nyeri telan, mual, muntah, anoreksia, diare atau
konstipasi, sakit kepala, nyeri otot, dan persendian, nyeri ulu hati, dan
pergerakan bola mata terasa pegal, serta adanya manifestasi
perdarahan pada kult , gusi (grade III. IV), melena atau hematemesis.
c. Riwayat penyakit dahulu
Penyakit apa saja yang pernah diderita. Pada DHF anak biasanya
mengalami serangan ulangan DHF dengan tipe virus lain.
d. Riwayat kesehatan keluarga
Riwayat adanya penyakit DHF pada anggota keluarga yang lain sangat
menentukan, karena penyakit DHF adalah penyakit yang bisa
ditularkan melalui gigitan nyamuk aides aigepty.
3. Riwayat Imunisasi
Apabila anak mempunyai kekebalan yang baik, maka kemungkinan akan
timbulnya koplikasi dapat dihindarkan.
4. Riwayat Gizi
Status gizi anak DHF dapat bervariasi.Semua anak dengan status gizi baik
maupun buruk dapat beresiko, apabila terdapat factor predisposisinya.Anak yang
menderita DHF sering mengalami keluhan mual, muntah dan tidak nafsu
makan.Apabila kondisi berlanjut dan tidak disertai dengan pemenuhan nutrisi
yang mencukupi, maka anak dapat mengalami penurunan berat badan sehingga
status gizinya berkurang.
5. Kondisi Lingkungan
Sering terjadi di daerah yang padat penduduknya dan lingkungan yang kurang
bersih, banyak genangan air bersih seperti kaleng bekas, ban bekas, tempat air
minum burung yang jarang diganti airnya, bak mandi jarang dibersihkan.
6. Pengkajian Pola Fungsional Gordon
a. Pola persepsi dan pemeliharaan kesehatan.
DHF disebabkan oleh virus dengue yang ditularkan melalui gigitan nyamuk
aedes aegypti. DHF sering terjadi di daerah yang padat penduduknya dan
lingkungan yang kurang bersih, banyak genangan air bersih seperti kaleng
bekas, ban bekas, tempat air minum burung yang jarang diganti airnya, bak
mandi jarang dibersihkan.Biasanya pada pasien DHF mengalami perubahan
penatalaksanaan kesehatan yang dapat menimbulkan masalah dalam
kesehatannya.
b. Pola nutrisi dan metabolik
Biasanya pada pasien DHF mengalami mual, muntah, penurunan nafsu makan
selama sakit, nyeri saat menelan sehingga dapat mempengaruhi status nutrisi.
c. Pola aktifitas dan latihan
Biasanya pada pasien DHF akan terganggu aktifitasnya akibat adanya
kelemahan fisik serta pasien akan mengalami keterbatasan gerak akibat
penyakitnya.
d. Pola tidur dan istirahat
Biasanya pada pasien DHF kebiasaan tidur akan terganggu dikarenakan suhu
badan yang meningkat, sehingga pasien merasa gelisah pada waktu tidur.
Anak dengan DHF sering mengalami kurang tidur karena mengalami sakit
atau nyeri otot dan persendian sehingga kuantitas dan kualitas tidur maupun
istirahatnya berkurang.
e. Pola eliminasi
Kebiasaan dalam buang BAK akan terjadi retensi bila dehidrasi karena panas
yang meninggi, konsumsi cairan yang tidak sesuai dengan kebutuhan. kadangkadang anak dengan DHF mengalami diare atau konstipasi, sementara DHF
pada grade IV sering terjadi hematuria.
f. Pola reproduksi dan sexual
Pola ini menjelaskan tentang bagaimana keadaan system reproduksi dan
seksual klien, mengkaji adanya perdarahan pervagina pada anak perempuan.
g. Pola kognitif dan perseptual
Biasanya pada penderita DHF mengalami perubahan kondisi kesehatan dan
gaya hidup yang akan mempengaruhi pengetahuan dan kemampuan dalam
merawat
diri.
Sistem penglihatan, pendengaran, pengecap,
peraba
dan
penghidu tidak mengalami gangguan.Nyeri dapat menjadi keluhan pada pola
sensori.
h. Pola persepsi dan konsep diri
Pada pasien dengan DHF biasanya timbul rasa cemas, gelisah dan rasa
ketidakmampuan untuk melakukan aktivitas secara optimal.
i. Pola koping dan toleransi
Biasanya pada pasien DHF stres timbul apabila seorang pasien tidak efektif
dalam mengatasi masalah penyakitnya.Anak dengan DHF biasanya merasakan
cemas dan takut terhadap penyakitnya, anak cenderung ingin ditemani orang
tua dan orang terdekat
j. Pola Hubungan dan Peran
Adanya kondisi kesehatan mempengaruhi terhadap hubungan interpersonal
dan peran serta mengalami tambahan dalam menjalankan perannya selama
sakit,karena klien harus menjalani perawatan di rumah sakit maka dapat
mempengaruhi
hubungan
dan
peran
klien
baik
dalam
keluarga,
lingkungan bermain dan sekolah.
k. Pola nilai dan kepercayaan
Timbulnya distres dalam spiritual pada pasien, maka pasien akan menjadi
cemas dan takut akan kematian, serta kebiasaan ibadahnya akan terganggu.
7. Pemeriksaan fisik
a. Keadaan umum
Pada pasien DHF biasanya didapatkan terjadinya peningkatan suhu tubuh.
Berdasarkan tingkatan DHF, keadaan anak adalah sebagai berikut :
a) Grade I
: Kesadaran composmetis, keadaan umum lemah, tanda-tanda
vital dan nadi elmah.
b) Grade II
: Kesadaran composmetis, keadaan umum lemah, ada
perdarahan spontan ptechiae, perdarahan gusi dan telinga,
serta nadi lemah, kecil, dan tidak teratur
c) Grade III
: Kesadaran apatis, somnolen, keadaan umum lemah, nadi
lemah, kecil dan tidak teratur, serta takanan darah menurun.
d) Grade IV
: Kesadaran coma, tanda-tanda vital: nadi tidak teraba,
tekanan darah tidak teratur, pernafasan tidak teratur,
ekstremitas dingin. berkeringat dan kulit tampak biru.
meliputi inspeksi,palpasi, perkusi dan auskultasi dari ujung
rambut sampai ujung kaki.
b. Pemeriksaan fisik head to toe
a) Integument
: Adanya ptechiae pada kulit, turgor kulit menurun, dan
muncul keringat dingin, dan lembab, kuku sianosis atau tidak.
b) Kepala
: Bentuk mesochepal, rambut hitam, kulit kepala bersih
c) Mata
: Bentuk mata simetris, konjungtiva anemis, sclera tidak
ikterik, reflek pupil isokor.
d) Telinga
: Simetris, bersih tidak ada serumen, tidak ada gangguan
pendengaran
e) Hidung
: Simetris, ada perdarahan hidung / epsitaksis.
f) Mulut
: Mukosa mulut kering, bibir kering, dehidrasi, ada
perdarahan pada rongga mulut, terjadi perdarahan gusi.
g) Leher
: Tidak ada pembesaran kelenjar tyroid, tidak ada kekakuan
leher, nyeri telan.
h) Dada
Inspeksi
: Bentuk dada simetris, ada penggunaan otot bantu
pernafasan.
Perkusi
: Sonor seluruh lapang paru
Palpasi
: Taktil fremitus normal
Auskultasi
: Vesikuler
i) Abdomen :
Inspeksi
: Bentuk cembung, pembesaran hati (hepatomegali).
Auskultasi
: Bising usus 8x/menit
Perkusi
: Tympani
Palpasi
: Turgor kulit elastis, nyeri tekan bagian atas
j) Ekstrimitas
: Sianosis, ptekie, echimosis, akral dingin, nyeri otot, sendi
dan tulang.
k) Genetalia
: Bersih tidak ada kelainan di buktikan tidak terpasang kateter
B. Diagnosa Keperawatan
1. Hipertermi berhubungan dengan peningkatan laju metabolisme.
2. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
ketidakmampuan menelan makanan
3. Nyeri akut berhubungan dengan agens cedera biologis.
4. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan umum
5. Resiko
tinggi
terjadinya
perdarahan
lebih
lanjut
berhubungan
dengan Trombositopenia.
C. Rencana keperawatan
N
Diagnosa
Tujuan
o
1
Hipertermi berhubungan Setelah
dengan peningkatan laju asuhan
metabolisme
Intervensi
diberikan Fever treatment:
keperawatan 1. Monitor
selama…x…
suhu
sesering
mungkin
diharapkan
suhu 2. Monitor IWL
tubuh
batas 3. Monitor warna dan suhu
dalam
normal
dengan
kriteria hasil :
1) Suhu
pasien
kulit
4. Monitor
tubuh
tekanan
darah,
nadi dan RR
dalam 5. Monitor penurunan tingkat
batas normal (36
kesadaran
– 37 c).
2) Nadi
dan
pasien
6. Monitor WBC, Hb, dan
RR
dalam 7. Monitor intake dan output
rentang normal.
3) Tidak
Hct
8. Berikan antipiretik
ada 9. Berikan pengobatan untuk
perubahan warna
mengatasi
kulit dan tidak
demam
ada pusing.
penyebab
10. Selimuti pasien
11. Lakukan tapid sponge
12. Kolaborasi
pemberian
cairan intravena
13. Kompres pasien pada lipat
paha dan aksila
14. Tingkatkan sirkulasi udara
15. Berikan pengobatan untuk
mencegah
terjadinya
menggigil
Temperature regulation:
1. Monitor suhu minimal tiap
2 jam
2. Rencanakan
monitoring
suhu secara kontinyu
3. Monitor TD, Nadi dan RR
4. Monitor warna dan suhu
kulit
5. Monitor
tanda-tanda
hipertermi dan hipotermi
6. Tingkatkan intake cairan
dan nutrisi
7. Selimuti
pasien
untuk
mencegah
hilangnya
kehangatan tubuh
8. Ajarkan pada pasien cara
mencegah keletihan akibat
panas
9. Diskusikan
tentang
pentingnya
pengaturan
suhu
dan
kemungkinan
efek egatif dari kedinginan
10. Beritahukan
tentang
indikasi
terjadinya
keletihan dan penanganan
emergency
yang
diperlukan
11. Ajarkan
indikasi
dari
hipertermi dan penanganan
yang diperlukan
12. Berikan
antipiretik
jika
perlu
Vital sign monitoring:
1. Monitor TD, nadi, suhu,
dan RR
2. Catat
adanya
fluktuasi
tekanan darah
3. Monitor VS saat pasien
berbaring,
duduk,
atau
berdiri
4. Auskultasi TD pada kedua
lengan dan bandingkan
5. Monitor TD, Nadi, RR,
sebelum,
selama,
dan
setelah aktifitas
6. Monitor kualitas dari nadi
7. Monitor
frekuensi
dan
irama pernapasan
8. Monitor suara paru
9. Monitor pola pernapasan
abnormal
10. Monitor suhu, warna, dan
kelembaban kulit
11. Monitor sianosis perifer
12. Monitor adanya cushing
triad (tekanan nadi yang
melebar,
bradikardi,
peningkatan sistolik)
13. Identifikasi penyebab dari
perubahan vital sign.
2
Ketidakseimbangan
nutrisi:
kurang
kebutuhan
berhubungan
Setelah
dari asuhan
diberikan Nutrition management:
keperawatan 1. Kaji
tubuh selama
dengan diharapkan
...x...
adanya
alergi
makanan
asupan 2. Kolaborasi dengan ahli
ketidakmampuan
nutrisi
adekuat
gizi untuk menentukan
menelan makanan.
dengan kriteria hasil :
jumlah kalori dan nutrisi
1) Adanya
yang dibutuhkan pasien
peningkatan berat 3. Anjurkan pasien untuk
badan
sesuai
pasien
dengan 4. Anjurkan pasien untuk
tujuan
2) Berat
meningkatkan intak FE
meningkatkan
badan
dan vitamin C
protein
pasien
sesuai
ideal 5. Berikan substansi gula
dengan 6. Yakinkan
tinggi badan
3) Pasien
diet
dimakan
mampu
tinggi
yang
mengandung
serat
untuk
mengidentifikasi
mencegah konstipasi
kebutuhan nutrisi
7. Berikan makanan yang
4) Tidak ada tandatanda malnutrisi
5) Pasien
mampu
menunjukkan
terpilih
(sudah
dikonsultasikan
dengan
ahli gizi
8. Ajarkan
pasien
peningkatan
bagaimana
fungsi
catatan makanan harian
pengecapan
dari 9. Monitor jumlah nutrisi
menelan
6) Tidak
membuat
dan kandungan kalori
terjadi 10. Berikan
informasi
penurunan
berat
badan
yang 11. Kaji kemampuan pasien
berarti
tentang kebutuhan nutrisi
untuk
mendapatkan
nutrisi yang dibutuhkan
Nutrition monitoring:
1. BB pasien dalam batas
normal
2. Monitor
adanya
penurunan berat badan
3. Monitor type dan jumlah
aktifitas
yang
biasa
dilakukan
4. Monitor interaksi anak
atau
makan
orangtua
selama
5. Monitor
lingkungan
selama makan
6. Jadwalkan
dan
pengobatan
tindakan
tidak
selama jam makan
7. Monitor kulit kering dan
perubahan pigmentasi
8. Monitor turgor kulit
9. Monitor
kekeringan
rambut
kusam
dan
mudah patah
10. Monitor
mual
dan
muntah
11. Monitor kadan albumin,
total protein, Hb, dan
kadar Ht
12. Monitor
pertumbuhan
dan perkembangan
13. Monitor
pucat,
kemerahan
dan
kekeringan
jaringan
konjungtiva
14. Monitor kalori dan intake
nutrisi
15. Catat
adanya
hiperemik,
edema,
hipertonik
papilla lidah dan cavitas
oral
16. Catat jika lidah berwarna
magenta, skarlet
3
Nyeri akut berhubungan Setelah
dengan
biologis.
agens
diberikan
cedera asuhan
keperawatan
selama
…x…
diharapkan
pasien
nyeri
terkontrol
dengan kriteria hasil:
1) Klien
mampu
mengontrol nyeri
(tahu
penyebab
nyeri,
mampu
menggunakan
teknik
farmakologi untuk
mengurangi nyeri,
mencari bantuan).
mampu
melaporkan bahwa
nyeri
berkurang
dengan
mampu
mengenali
nyeri
(skala, intensitas,
frekuensi
dan
tanda nyeri).
Termasuk
Lokasi,
Karakteristik,
Durasi,
Frekuensi,Kualitas
Dan
Faktor Presipitasi
2. Observasi
Reaksi
Non
Verbal
Dari
3. Gunakan
Teknik
Komunikasi
Terapeutik
Untuk
Mengetahui
Pengalaman Nyeri Pasien
4. Kaji
Kultur
Mempengaruhi
Yang
Respon
Nyeri
Pengalaman
6. Evaluasi Bersama Pasien
Dan Tim Kesehatan Lain
Tentang Ketidakefektifan
Kontrol
rasa
setelah
Nyeri
Masa
Pasien
Dan
Lampau
7. Bantu
mampu
menyatakan
nyaman
Komprehensif
Nyeri Masa Lampau
menegement nyeri
4) Pasien
Secara
5. Evaluasi
menggunakan
3) Pasien
1. Lakukan Pengkajian Nyeri
Ketidaknyamanan
non
2) Pasien
Pain Management:
Keluarga Untuk Mencari
Dan
Dukungan
Menemukan
nyeri berkurang
8. Kontrol Lingkungan Yang
Dapat
Mempengaruhi
Nyeri
Seperti
Ruangan,
Suhu
Pencahayaan
Dan Kebisingan
9. Kurangi Faktor Presipitasi
Nyeri
10. Pilih
Dan
Lakukan
Penanganan
Nyeri
(Farmakilogi,
Non
Farmakologi
Dan
Interpersonal)
11. Kaji Type Dan Sumber
Nyeri Untuk Menentukan
Intervensi
12. Ajarkan Tentang Teknik
Non Farmakologi
13. Berikan Analgetik Untuk
Mengurangi Nyeri
14. Evaluasi
Keefektifan
Kontrol Nyeri
15. Tingkatkan Istirahat
16. Kolaborasikan
Dengan
Dokter Jika Ada Keluhan
Dan Tindakan Nyeri Tidak
Berhasil
17. Monitor
Pasien
Penerimaan
Tentang
Menagement Nyeri
Analgesic Administration:
1. Tentukan
lokasi,
karakteristik, kualitas, dan
derajat
nyeri
sebelum
pemberian obat
2. Cek
instruksi
dokter
tentang jenis obat, dosis
dan frekuensi
3. Cek riwayat alergi
4. Pilih
analgesic
yang
diperlukan atau kombinasi
dari
analgesic
ketika
pemberian lebih dari satu
5. Tentukan pilihan analgesic
tergantung
type
dan
beratnya nyeri
6. Tentukan
analgesic
pilihan, rute pemberian,
dan dosis optimal
7. Pilih rute pemberian secara
IV, IM untuk pengobatan
nyeri secara teratur
8. Monitor vital sign sebelum
dan
sesudah
pemberian
analgesic pertama kali
9. Berikan
analgesic
tepat
waktu terutama saat nyeri
hebat
10. Evaluasi
efektivitas
analgesik, tanda dan gejala
4
Intoleransi
aktivitas Setelah
diberikan
dengan asuhan
keperawatan
selama
…x…
berhubungan
kelemahan umum.
diharapkan
dapat
melakukan
aktivitas
dengan baik dengan
kriteria hasil:
mampu
berpartisipasi
aktivitas
peningkatan
Tenaga Rehabilitasi Medik
dalam
dan RR
program terapi yang tepat
klien
untuk
mengidentifikasi aktivitas
3. Bantu
untuk
memilih
aktivitas konsisten yang
fisik, psikolog dan social
4. Bantu
2) Mampu melakukan
sehari-
hari (ADLs) secara
mandiri
3) Tanda-tanda
merencanakan
sesuai dengan kemampuan
tekanan darah, nadi
aktivitas
dengan
yang mampu dilakukan
fisik tanpa disertai
untuk
mengidentifikasi
dan
mendapatkan sumber yang
diperlukan untuk aktivitas
yang diinginkan
vital
normal
4) Energy psikomotor
5) Mampu berpindah:
dengan atau tanpa
bantuan alat
6) Status
kardiopulmonari
adekuat
1. Kolaborasikan
2. Bantu
1) Pasien
dalam
Activity therapy:
5. Bantu untuk mendapatkan
alat
bantuan
aktivitas
seperti kursi roda, krek
6. Bantu
untuk
mengidentifikasi aktivitas
yang disukai
7. Bantu
klien
untuk
membuat jadwal latihan
diwaktu luang
7) Sirkulasi
status 8. Bantu pasien atau keluarga
baik
8) Status
untuk
mengidentifikasi
respirasi:
kekurangan
pertukaran gas dan
beraktifitas
ventilasi adekuat
dalam
9. Sediakan penguatan positif
bagi yang aktif beraktifitas
10. Bantu
pasien
untuk
mengembangkan motivasi
diri dan penguatan
11. Monitor
respon
fisik,
emosi, social dan spiritual
5.
Resiko tinggi terjadinya Setelah
diberikan 1. Monitor tanda-tanda
penurunan trombosit yang
perdarahan lebih lanjut asuhan keperawatan
disertai dengan tanda
berhubungan
selama
…x…
klinis.
dengan Trombositopenia diharapkan
2. Jelaskan tentang pengaruh
trombositopenia pada
.
perdarahan tidak ada
klien.
lagi dengan kriteria
3. Monitor jumlah trombosit
hasil:
4. Berikan penjelasan pada
keluarga klien untuk
1. Pendarahan
melaporkan jika ada
berhenti
atau
perdarahan lebih lanjut
tidak ada
seperti hematemesis,
epistaksis.
2. Hasil trombosit
5. Kolaborasi dalam
normal
pemberian obat-obatan
(150.000/uL).
sesuai indikasi
D. Implementasi
Pada implementasi, perawat melakukan tindakan berdasarkan, perencanaan
mengenai diagnosa yang telah di buat sebelumnya.
E. Evaluasi
Evaluasi adalah tindakan intelektual untuk melengkapi proses keperawatan
yang menandakan seberapa jauh diagnosa keperawatan, rencana tindakan dan
pelaksanaannya berhasil dicapai. Evaluasi bisa bersifat formatif yaitu dilakukan
terus-menerus untuk menilai setiap hasil yang telah di capai.Dan bersifat sumatif
yaitu dilakukan sekaligus pada akhir dari semua tindakan keparawatan yang telah
dilakukan.Melalui SOAP kita dapat mengevaluasi kembali.
Adapun sasaran evaluasi pada pasien demam berdarah dengue sebagai berikut :
1) Suhu tubuh dalam batas normal.
- Suhu tubuh dalam batas normal (36 – 37 ◦C).
- Mukosa bibir lembab
- Klien merasa nyaman tanpa rasa panas.
2) Asupan nutrisi adekuat.
- Adanya peningkatan berat badan sesuai dengan tujuan.
- Berat badan ideal sesuai dengan tinggi badan.
- Tidak ada tanda tanda malnutrisi.
- Tidak terjadi penurunan berat badan yang berarti.
3) Nyeri pasien terkontrol.
- Klien melaporkan nyeri berkurang.
- Ekspresi wajah rileks.
- Berpartisipasi dalam aktivitas dengan tepat.
4) Melakukan aktivitas dengan baik.
- Tidak mudah lelah.
- Pasien mengungkapkan peningkatan tingkat energy.
- Menunjukkan kemampuan untuk beraktifitas sesuai dengan keinginan
pasien.
5) Tidak terjadi kekurangan volume cairan.
- Pasien mampu mempertahankan keseimbangan cairan.
- Membran mukosa lembab.
- Turgor kulit elastis.
6) Tidak terjadi perdarahan.
- Trombosit dalam batas normal (150.000/uL).
- Membrane mukosa lembab.
- Turgor kulit elastis.
DAFTAR PUSTAKA
Kurane I. Dengue Hemorrhagic Fever with Spesial Emphasis on
Immunopathogenesis.Comparative Immunology, Microbiology & Infectious
Disease.2007; Vol 30:329-40.
WHO.Pencegahan dan Penanggulangan Penyakit Demam Dengue dan Demam
Berdarah Dengue. Jakarta: WHO& Departemen Kesehatan RI; 2008.
Lestari K. Epidemiologi Dan Pencegahan Demam Berdarah Dengue (DBD) Di
Indonesia.Farmaka. Desember 2007; Vol. 5 No.3: hal .12-29.
Chuansumrit A, Tangnararatchakit K. Pathophysiology and Management of Dengue
Hemorrhagic Fever. Bangkok: Department of Pediatrics, Faculty of Medicine,
Ramathibodi Hospital, Mahidol University;2006.
Hadinegoro, Rezeki S, Soegianto S, SoerosoT, Waryadi S. Tata Laksana Demam
Berdarah Dengue di Indonesia. Jakarta:Ditjen PPM&PL Depkes&Kesos R.I; 2009.
Harikushartono, Hidayah N, Darmowandowo W, Soegijanto S. Demam Berdarah
Dengue: Ilmu Penyakit Anak, Diagnosa dan Penatalaksanaan. Jakarta: Salemba
Medika; 2011.
Soegijanto S. Patogenesa dan Perubahan Patofisiologi Infeksi Virus Dengue.
www.pediatrikcom/buletin/20100220-8ma2gi-buletindoc; 20010 [cited 2010];
Available from: www.pediatrikcom/ buletin/20060220-8ma2gi-buletindoc.
Novriani H. Respon Imun dan Derajat Kesakitan Demam Berdarah Dengue dan Dengue
Syndrome Pada Anak. Cermin Dunia Kedokteran. 2006;Vol 134:46-9.
DENGUE HAEMORRHAGIC FEVER (DHF) GRADE II
I. Konsep Dasar Penyakit
A. Anatomi Fisiologi Darah
1.
Anatomi Darah
Gambar 1. Darah
Darah adalah jaringan cair dan terdiri atas dua bagian, bagian cair yang
disebut plasma dan bagian padat yang disebut sel-sel darah. (Pearce Evelyn,
2008 : 133).Sel-sel darah, ada tiga macam yaitu :
a.
Eritrosit (sel darah merah)
Eritrosit merupakan cakram bikonkaf yang tidak berhenti,
ukurannya kira-kira 8 m, tidak dapat bergerak, banyaknya kira-kira 5 juta
dalam mm3.Fungsi dari eritrosit adalah mengikat CO2 dari jaringan tubuh
untuk dikeluarkan melalui paru-paru. Eristrosit di buat dalam sumsum
tulang, limpa dan hati, yang kemudian akan beredar keseluruh tubuh selama
14-15 hari, setelah itu akan mati. Eritrosit berwarna kuning kemerahan
karena didalamnya mengandung suatu zat yang disebut hemoglobin. Warna
ini akan bertambah merah jika didalamnya banyak mengandung O2.
Gambar 2. Sel Darah Merah
Hemoglobin adalah protein yang terdapat pada sel darah
merah.Berfungsi sebagai pengangkut oksigen dari Paru-Paru dan dalam
peredaran darah untuk dibawa ke jaringan dan membawa karbon dioksida
dari jaringan tubuh ke Paru-Paru. Hemoglobin mengandung kira-kira 95%
Besi ( Fe ) dan berfungsi membawa oksigen dengan cara mengikat oksigen
menjadi Oksihemoglobin dan diedarkan keseluruh tubuh untuk kebutuhan
metabolisme.Disamping
Oksigen,
hemoglobin
juga
membawa
Karbondioksida dan dengan Karbon monooksida membentuk ikatan
Karbon Monoksihemoglobin (HbCO), juga berperan dalam keseimbangan
ph darah.
Sintesis hemoglobin terjadi selama proses Eritropoisis, pematangan
sel darah merah akan mempengaruhi fungsi hemoglobin. Proses
pembentukan sel darah merah ( Eritropoeisis) pada orang dewasa terjadi di
sumsum tulang seperti pada tulang tengkorak, vertebra, pelvis, sternum,
iga, dan epifis tulang-tulang panjang. Pada usia 0-3 bulan intrauterine
terjadi pada yolk sac, pada usia 3-6 bulan intrauterine terjadi pada hati dan
limpa. Dalam proses pembentukan sel darah merah membutuhkan bahan
zat besi, vitamin B12, asam folat, vitamin B6 ( piridoksin ), protein dan
faktor lain. Kekurangan salah satu unsur diatas akan mengakibatkan
penurunan produksi sel darah sehingga mengakibatkan Anemia yang
ditandai dengan Kadar hemoglobin yang rendah/kurang dari normal.
b.
Leukosit (sel darah putih)
Sel darah yang bentuknya dapat berubah-ubah dan dapat bergerak
dengan perantara kaki palsu (pseudopodia) mempunyai bermacam-macam
inti sel sehingga dapat dibedakan berdasar inti sel. Leukosit berwarna
bening (tidak berwarna), banyaknya kira-kira 4.000-11.000/mm3.
Leukosit berfungsi sebagai serdadu tubuh, yaitu membunuh dan
memakan bibit penyakit atau bakteri yang masuk ke dalam tubuh jaringan
RES (Retikulo Endotel Sistem). Fungsi yang lain yaitu sebagai pengangkut,
dimana leukosit mengangkut dan membawa zat lemak dari dinding usus
melalui limpa ke pembuluh darah. Sel leukosit selain didalam pembuluh
darah juga terdapat di seluruh jaringan tubuh manusia. Pada kebanyakan
penyakit disebabkan karena kemasukan kuman atau infeksi maka jumlah
leukosit yang ada dalam darah akan meningkat.
Gambar 3. Jenis Jenis Leukosit
c.
Plasma darah
Bagian darah encer tanpa sel-sel darah warna bening kekuningan
hampir 90% plasma darah terdiri dari :
1)
Fibrinogen yang berguna dalam proses pembekuan darah.
2)
Garam-garam mineral (garam kalsium, kalium, natrium, dan lain-lain
yang berguna dalam metabolisme dan juga mengadakan osmotik).
3)
Protein darah (albumin dan globulin) meningkatkan viskositas darah
dan
juga
menimbulkn
tekanan
osmotik
untuk
memelihara
keseimbangan cairan dalam tubuh.
4)
Zat makanan (zat amino, glukosa lemak, mineral, dan vitamin).
5)
Hormon yaitu suatu zat yang dihasilkan dari kelenjar tubuh.
(Pearce Evelyn, 2008 : 121-167)
2.
Fisiologi Darah
Menurut Syaifuddin (2007) fungsi darah terdiri atas :
1. Sebagai alat pengangkut, yaitu :
a. Mengambil O2/zat pembakar dari paru-paru untuk diedarkan keseluruh
jaringan tubuh.
b. Mengangkut CO2 dari jaringan untuk dikeluarkan melalui paru-paru.
c. Mengambil zat-zat makanan dari usus halus untuk diedarkan dan
dibagikan ke seluruh jaringan/alat tubuh.
d. Mengangkat/mengeluarka zat-zat yang tidak berguna bagi tubuh untuk
dikeluarkan melalui kulit dan ginjal.
2. Sebagai pertahanan tubuh terhadap serangan bibit penyakit dan racun yang
akan membinasakan tubuh dengan perantaraan leukosit, antibodi/zat-zat anti
racun.
3. Menyebarkan panas ke seluruh tubuh.
B. Konsep Dasar Penyakit
1. Definisi
Demam berdarah atau Dengue Hemorrhagic Fever (DHF) ialahpenyakit
demam akut terutama menyerang pada anak-anak, dan saat inicenderung polanya
berubah ke orang dewasa.Gejala yang ditimbulkan denganmanifestasi perdarahan
dan bertendensi menimbulkan shock yang dapatmenimbulkan kematian.(Depkes,
2006).
Dengue haemorhagic fever (DHF) adalah penyakit yang disebabkan oleh
virus dengue sejenis virus yang tergolong arbovirus dan masuk kedalam tubuh
penderita melalui gigitan nyamuk aedes aegypty (Nursalam, dkk. 2008).
Dengue haemorhagic fever (DHF) adalah penyakit yang terdapat pada anak
dan orang dewasa dengan gejala utama demam, nyeri otot dan nyeri sendi yang
disertai ruam atau tanpa ruam. DHF sejenis virus yang tergolong arbovirus dan
masuk kedalam tubuh penderita melalui gigitan nyamuk aedes aegypty (betina)
(Hidayat, 2006).
Demam berdarah adalah infeksi akut yang disebabkan oleh arbovirus dan
ditularkan melalui gigitan nyamuk aedes (Aedes albapictus dan Aedes aegypti)
(Ngastiah 2007).
Dari pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa DHF adalah penyakit yang
disebabkan oleh virus dengue yang tergolong arbovirus dan masuk ke dalam tubuh
penderita melalui gigitan nyamuk Aedes Aegypti.
2. Epidemiologi
Wabah Dengue pertama kali ditemukan di dunia tahun 1635 di Kepulauan
Karibia dan selama abad 18, 19 dan awal abad 20, wabah penyakit yang menyerupai
Dengue telah digambarkan secara global di daerah tropis dan beriklim sedang.
Vektor penyakit ini berpindah dan memindahkan penyakit dan virus Dengue
melalui transportasi laut.
Selama awal tahun
erotype di setiap
eroty, penyakit DBD ini
kebanyakan menyerang anak-anak dan 95% kasus yang dilaporkan berumur kurang
dari 15 tahun. Walaupun demikian, berbagai
eroty melaporkan bahwa kasus-
kasus dewasa meningkat selama terjadi kejadian luar biasa (Soegijanto S.,
2006).Jumlah kasus dan kematian Demam Berdarah Dengue di Jawa Timur selama
5 tahun terakhir menunjukkan angka yang fluktuatif, namun secara umum
cenderung mengalami peningkatan. Pada tahun 2015 dan 2016 terjadi lonjakan
kasus yang cukup
erotyp karena adanya KLB, yaitu tahun 2015 sebanyak 8246
penderita (angka insiden: 23,50 per-100 ribu penduduk), dan tahun 2016 (sampai
dengan Mei) sebanyak 7180 penderita (angka insidens: 20,34 per 100 ribu
penduduk). Sasaran penderita DBD juga merata, mengena pada semua kelompok
umur baik anak-anak maupun orang dewasa, baik masyarakat pedesaan maupun
perkotaan, baik orang kaya maupun orang miskin, baik yang tinggal di
perkampungan maupun di perumahan elite, semuanya bisa terkena Demam
Berdarah.
Case Fatality Rate penderita DBD pada tahun 2015 sebesar 0,7 dan
erotype
berbagai
rate sebesar 45. Morbiditas dan mortalitas DBD yang dilaporkan
eroty bervariasi disebabkan beberapa faktor antara lain status umur
penduduk, kepadatan
eroty, tingkat penyebaran virus, prevalensi
erotype virus
Dengue, dan kondisi metereologis. DBD secara keseluruhan tidak berbeda antara
laki-laki dan perempuan, tetapi kematian ditemukan lebih banyak pada anak
perempuan daripada anak laki-laki.Distribusi umur pada mulanya memperlihatkan
proporsi kasus terbanyak adalah anak berumur
20
%)
menunjukkan atau menggambarkan adanya kebocoran (perembesan) plasma
sehingga nilai hematokrit menjadi penting untuk patokan pemberian cairan
intravena. Terjadinya trobositopenia, menurunnya fungsi trombosit dan menurunnya
faktor koagulasi (protombin dan fibrinogen) merupakan faktor penyebab terjadinya
perdarahan hebat , terutama perdarahan saluran gastrointestinal pada DHF.
Adanya kebocoran plasma ke daerah ekstra vaskuler dibuktikan dengan
ditemukannya cairan yang tertimbun dalam rongga serosa yaitu rongga peritoneum,
pleura, dan pericard yang pada otopsi ternyata melebihi cairan yang diberikan
melalui infus. Setelah pemberian cairan intravena, peningkatan jumlah trombosit
menunjukkan kebocoran plasma telah teratasi, sehingga pemberian cairan intravena
harus dikurangi kecepatan dan jumlahnya untuk mencegah terjadinya edema paru
dan gagal jantung, sebaliknya jika tidak mendapatkan cairan yang cukup, penderita
akan mengalami kekurangan cairan yang dapat mengakibatkan kondisi yang buruk
bahkan bisa mengalami renjatan. Jika renjatan atau hipovolemik berlangsung lama
akan timbul anoksia jaringan, metabolik asidosis dan kematian apabila tidak segera
diatasi dengan baik. Gangguan hemostasis pada DHF menyangkut 3 faktor yaitu :
perubahan vaskuler, trombositopenia dan gangguan koagulasi.
Renjatan hipovolemik yang terjadi sebagai akibat kehilangan plasma, bila
tidak segera teratasi akan terjadi anoxia jaringan, asidosis metabolic dan kematian.
Sebab lain kematian pada DHF adalah perdarahan hebat. Perdarahan umumnya
dihubungkan dengan trombositopenia, gangguan fungsi trombosit dan kelainan
fungsi trombosit.
Fungsi agregasi trombosit menurun mungkin disebabkan proses imunologis
terbukti dengan terdapatnya kompleks imun dalam peredaran darah. Kelainan
system koagulasi disebabkan diantaranya oleh kerusakan hati yang fungsinya
memang tebukti terganggu oleh aktifasi system koagulasi.Masalah terjadi tidaknya
DIC pada DHF/ DSS, terutama pada pasien dengan perdarahan hebat.
5. Klasifikasi
Berdasarkan standar WHO, DHF dibagi menjadi empat derajat sebagai
berikut:
1. Derajat I
Demam disertai gejala klinis lain, tanpa perdarahan spontan uji torniquet (+),
trombositopenia dan hemokonsentrasi.
2. Derajat II
Derajat I dan disertai perdarahan spontan pada kulit atau di tempat lain ditambah
dengan gejala-gejala perdarahan spontan seperti petekie, ekimosis, hematemesis,
melena, perdarahan gusi.
3. Derajat III
Ditemukan kegagalan sirkulasi, yaitu nadi cepat dan lemah, tekanan darah
rendah (hipotensi), gelisah, sianosis sekitar mulut, hidung dan ujung jari (tandatanda dini renjatan).
4. Derajat IV
Renjatan berat (DSS) dengan nadi tak teraba dan tekanan darah tak dapat
diukur.
6. Tanda dan Gejala
Tanda dan gejala yang timbul bervariasi berdasarkan derajat DHF, dengan
masa inkubasi antara 13-15 hari menurut WHO sebagai berikut
1. Demam tinggi mendadak dan terus menerus 2-7 hari
2. Manifestasi perdarahan, paling tidak terdapat uji tourniquet positif, seperti
perdarahan pada kulit (petekie, ekimosis. Epistaksis, Hematemesis,Hematuri,
dan melena)
3. Pembesaran hati (sudah dapat diraba sejak permulaan sakit)
4. Syok yang ditandai dengan nadi lemah, cepat disertai tekanan darah menurun
(tekanan sistolik menjadi 80 mmHg atau kurang dan diastolik 20 mmHg atau
kurang) disertai kulit yang teraba dingin dan lembab terutama pada ujung
hidung, jari dan kaki, penderita gelisah timbul sianosis disekitar mulut.
Selain timbul demam, perdarahan yang merupakan ciri khas DHF gambaran
klinis lain yang tidak khas dan biasa dijumpai pada penderita DHF adalah:
1. Keluhan pada saluran pernafasan seperti batuk, pilek, sakit waktu menelan.
2. Keluhan pada saluran pencernaan: mual, muntah, anoreksia, diare, konstipasi
3. Keluhan sistem tubuh yang lain: nyeri atau sakit kepala, nyeri pada otot, tulang
dan sendi, nyeri otot abdomen, nyeri ulu hati, pegal-pegal pada saluran tubuh
dll.
4. Temuan-temuan laboratorium yang mendukung adalah thrombocytopenia
(kurang atau sama dengan 100.000 mm3) dan hemokonsentrasi (peningkatan
hematokrit lebih atau sama dengan 20 %)
7. Pemeriksaan Fisik
Muka tampak merah; Pembengkakan sekitar mata, konjungtiva hiperemis,
lakrimasi dan fotopobia; Epitaksis; Bibir kering, kemungkinan sianosis;
Perdarahan pada gusi.
Pembesaran kelenjer limfe
Nafas cepat, dispnea, takipnea
Dapat ditemukan perdarahan pada kulit (petekie, ekimosis, hematoma) serta
perdarahan lain seperti epitaksis, hematemesis, hematuria dan malena.
Frekuensi BAK berkurang, BAB konstipasi atau diare, hematuria
Dapat ditemukan nyeri tekan epigastrium, pembesaran hati, perdarahan dan
ulserasi gusi, hematemesis, dan malena
Sadar sampai penurunan kesadaran, nyeri atau sakit kepala, nyeri pada otot,
tulang dan sendi, nyeri otot abdomen, nyeri ulu hati, pegal-pegal pada seluruh
tubuh.
Dapat ditemukan perdarahan pada kulit (petekie, ekimosis, hematoma).
8. Pemeriksaan Penunjang/ Diagnostik
Ada beberapa pemeriksaan pada pasien DBD, diantaranya :
a. Tes Tourniquet yang positif
b. Pemeriksaan Hematologi, beberapa diantaranya :
a
Hematokrit
Nilai hematokrit biasanya mulai meningkat pada hari ketiga dari
perjalanan penyakit dan makin meningkat sesuai dengan proses perjalanan
penyakit DBD.
b
Hemoglobin
Kadar hemoglobin pada hari-hari pertama biasanya normal atau
sedikit menurun. Tetapi kemudian kadarnya akan naik mengikuti
peningkatan hemokonsentrasi dan merupakan kelainan hematologi paling
awal yang dapat ditemukan pada DBD.
c
Jumlah leukosit dan hitung jenis
Pada penderita DBD dapat terjadi leukopenia ringan sampai
leukositosis sedang.Leukopenia dapat dijumpai antara hari pertama dan
ketiga dengan hitung jenis yang masih dalam batas normal.Jumlah granulosit
menurun pada hari ketiga sampai kedelapan.
d
Trombosit
Trombositopenia merupakan salah satu kriteria sederhana yang
diajukan oleh WHO sebagai diagnosis klinis peyakit DBD.Jumlah trombosit
biasanya masih normal selama 3 hari pertama.Trombositopenia mulai
tampak beberapa hari setelah panas, dan mencapai titik terendah pada fase
syok.
c. Diagnosis Laboratorium Infeksi Virus Dengue, uji laboratorium meliputi:
1) Isolasi Virus Dengue
Isolasi virus merupakan cara yang paling baik dala arti sangat
menentukan, tetapi diperlukan peralatan dan teknik yang canggih, sehingga
tidak dipakai secara rutin.
2) Pemeriksaan Serologi
Uji serologi dengan mendeteksi kenaikan antibodi jauh lebih
sederhana dan lebih cepat, tetapi kros reaksi antibodi antara virus dengue
dan virus dari kelompok flavirus dapat memberikan hasil positif palsu.
Ditemukannya anti bodi IgG ataupun AgM yang meningkatkan tinggi
titernya mencapai empat kali lipat terhadap satu atau lebih antigen dengue
dalam spesimen serta berpandangan. Dibuktikan adanya virus dengue dari
jaringan otopsi dengan cara immunokimiawi atau dengan cara immunoflouresens, ataupun di dalam spesimen serum dengan uji ELISA.
d. Pemeriksaan Radiologi dan USG
Pada pemeriksaan radiologi dan USG kasus DBD, terdapat beberapa
kelainan yang dapat dideteksi, yaitu : dilatasi pembuluh paru, efusi pleura,
kardiomegali, efusi perikard, hepatomegali, cairan dalam rongga peritoneum.
9. Penatalaksanaan
1. Penatalaksanaan medis
a
DHF tanpa Renjatan
- Beri minum banyak ( 1 ½ - 2 Liter / hari )
- Obat anti piretik, untuk menurunkan panas, dapat juga dilakukan
kompres
- Jika kejang maka dapat diberi luminal ( antionvulsan ) untuk anak
1th 75 mg Im. Jika 15 menit kejang belum teratasi , beri lagi
luminal dengan dosis 3mg / kb BB ( anak 1th diberikan 5 mg/ kg
BB.
- Berikan infus jika terus muntah dan hematokrit meningkat
b
DHF dengan Renjatan
- Pasang infus RL
- Jika dengan infus tidak ada respon maka berikan plasma expander ( 20 30 ml/ kg BB )
- Tranfusi jika Hb dan Ht turun
2. Penatalaksanaan Keperawatan
a Pengawasan tanda - tanda vital secara kontinue tiap jam
- Pemeriksaan Hb, Ht, Trombocyt tiap 4 Jam
- Observasi intik output
- Pada pasienDHF derajat I : Pasien diistirahatkan, observasi tanda
vital tiap 3 jam , periksa Hb, Ht, Thrombosit tiap 4 jam beri minum 1 ½
liter - 2 liter per hari, beri kompres
- Pada pasien DHF derajat II : pengawasan tanda vital, pemeriksaan Hb,
Ht, Thrombocyt, perhatikan gejala seperti nadi lemah, kecil dan cepat,
tekanan darah menurun, anuria dan sakit perut, beri infus.
- Pada pasien DHF derajat III : Infus guyur, posisi semi fowler, beri O2
pengawasan tanda - tanda vital tiap 15 menit, pasang cateter, obsrvasi
productie urin tiap jam, periksa Hb, Ht dan thrombocyt.
b Resiko Perdarahan
- Obsevasi perdarahan : Pteckie, Epistaksis, Hematomesis dan melena
- Catat banyak, warna dari perdarahan
- Pasang NGT pada pasien dengan perdarahan tractus Gastro Intestinal
c Peningkatan suhu tubuh
- Observasi / Ukur suhu tubuh secara periodik
- Beri minum banyak
- Berikan kompres
3. Pencegahan
Prinsip tepat dalam pencegahan DHF:
a Manfaatkan perubahan keadaan nyamuk akibat pengaruh alamiah dengan
melaksanakan pemberantasan pada saat hsedikit terdapatnya DHF / DSS
b Memutuskan lingkaran penularan dengan menahan kepadatan vektor pada
tingkat sangat rendah untuk memberikan kesempatan penderita veremia.
c Mengusahakan pemberantasan vektor di pusat daerah pengambaran yaitu
sekolah dan RS, termasuk pula daerah penyangga sekitarnya.
d Mengusahakan pemberantasan vektor di semua daerah berpotensi penularan
tinggi
Pemberantasan penyakit Dengue Haemoragic Fever (DHF) ini yang
paling penting adalah upaya membasmi jentik nyamuk penularan ditempat
perindukannya dengan melakukan “3M” yaitu:
a) Menguras tempat – tampet penampungan air secara teratur sekurang –
kurangnya seminggu sekali atau menaburkan bubuk abate ke dalamnya.
b) Menutup rapat – rapat tempat penampung air .
c) Menguburkan / menyingkirkan barang kaleng bekas yang dapat
menampung air hujan.
10. Komplikasi
Ada beberapa komplikasi dari penyakit demam berdarah diantaranya :
1.
Perdarahan yang luas.
2. Mengalami shock atau renjatan.
3. Mengalami effuse pleura
4. Mengalami penurunan tingkat kesadaran.
11. Prognosis
Secara umum demam dengue dan demam berdarah dengue memiliki
prognosis baik bila ditangani dengan baik. Permasalahan terjadi ketika terjadi
kelalaian dalam mengontrol terjadinya syok yang dapat segera menyebabkan
kematian
C. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan
A. Pengkajian
1. Identitas pasien
Nama, umur, jenis kelamin, alamat, pendidikan, nama orang tua, pendidikan
orang tua, dan pekerjaan orang tua.
2. Riwayat Kesehatan
a. Keluhan utama
Alasan atau keluhan yang menonjol pada pasien DHF untuk datang
kerumah sakit adalah panas tinggi dan anak lemah.
b. Riwayat penyakit sekarang
Didapatkan adanya keluhan panas mendadak yang disertai menggigil
dan saat demam kesadaran composmetis.Turunnya panas terjadi antara
hari ke-3 dan ke-7 dan anak semakin lemah. Kadang-kadang disertai
keluhan batuk pilek, nyeri telan, mual, muntah, anoreksia, diare atau
konstipasi, sakit kepala, nyeri otot, dan persendian, nyeri ulu hati, dan
pergerakan bola mata terasa pegal, serta adanya manifestasi
perdarahan pada kult , gusi (grade III. IV), melena atau hematemesis.
c. Riwayat penyakit dahulu
Penyakit apa saja yang pernah diderita. Pada DHF anak biasanya
mengalami serangan ulangan DHF dengan tipe virus lain.
d. Riwayat kesehatan keluarga
Riwayat adanya penyakit DHF pada anggota keluarga yang lain sangat
menentukan, karena penyakit DHF adalah penyakit yang bisa
ditularkan melalui gigitan nyamuk aides aigepty.
3. Riwayat Imunisasi
Apabila anak mempunyai kekebalan yang baik, maka kemungkinan akan
timbulnya koplikasi dapat dihindarkan.
4. Riwayat Gizi
Status gizi anak DHF dapat bervariasi.Semua anak dengan status gizi baik
maupun buruk dapat beresiko, apabila terdapat factor predisposisinya.Anak yang
menderita DHF sering mengalami keluhan mual, muntah dan tidak nafsu
makan.Apabila kondisi berlanjut dan tidak disertai dengan pemenuhan nutrisi
yang mencukupi, maka anak dapat mengalami penurunan berat badan sehingga
status gizinya berkurang.
5. Kondisi Lingkungan
Sering terjadi di daerah yang padat penduduknya dan lingkungan yang kurang
bersih, banyak genangan air bersih seperti kaleng bekas, ban bekas, tempat air
minum burung yang jarang diganti airnya, bak mandi jarang dibersihkan.
6. Pengkajian Pola Fungsional Gordon
a. Pola persepsi dan pemeliharaan kesehatan.
DHF disebabkan oleh virus dengue yang ditularkan melalui gigitan nyamuk
aedes aegypti. DHF sering terjadi di daerah yang padat penduduknya dan
lingkungan yang kurang bersih, banyak genangan air bersih seperti kaleng
bekas, ban bekas, tempat air minum burung yang jarang diganti airnya, bak
mandi jarang dibersihkan.Biasanya pada pasien DHF mengalami perubahan
penatalaksanaan kesehatan yang dapat menimbulkan masalah dalam
kesehatannya.
b. Pola nutrisi dan metabolik
Biasanya pada pasien DHF mengalami mual, muntah, penurunan nafsu makan
selama sakit, nyeri saat menelan sehingga dapat mempengaruhi status nutrisi.
c. Pola aktifitas dan latihan
Biasanya pada pasien DHF akan terganggu aktifitasnya akibat adanya
kelemahan fisik serta pasien akan mengalami keterbatasan gerak akibat
penyakitnya.
d. Pola tidur dan istirahat
Biasanya pada pasien DHF kebiasaan tidur akan terganggu dikarenakan suhu
badan yang meningkat, sehingga pasien merasa gelisah pada waktu tidur.
Anak dengan DHF sering mengalami kurang tidur karena mengalami sakit
atau nyeri otot dan persendian sehingga kuantitas dan kualitas tidur maupun
istirahatnya berkurang.
e. Pola eliminasi
Kebiasaan dalam buang BAK akan terjadi retensi bila dehidrasi karena panas
yang meninggi, konsumsi cairan yang tidak sesuai dengan kebutuhan. kadangkadang anak dengan DHF mengalami diare atau konstipasi, sementara DHF
pada grade IV sering terjadi hematuria.
f. Pola reproduksi dan sexual
Pola ini menjelaskan tentang bagaimana keadaan system reproduksi dan
seksual klien, mengkaji adanya perdarahan pervagina pada anak perempuan.
g. Pola kognitif dan perseptual
Biasanya pada penderita DHF mengalami perubahan kondisi kesehatan dan
gaya hidup yang akan mempengaruhi pengetahuan dan kemampuan dalam
merawat
diri.
Sistem penglihatan, pendengaran, pengecap,
peraba
dan
penghidu tidak mengalami gangguan.Nyeri dapat menjadi keluhan pada pola
sensori.
h. Pola persepsi dan konsep diri
Pada pasien dengan DHF biasanya timbul rasa cemas, gelisah dan rasa
ketidakmampuan untuk melakukan aktivitas secara optimal.
i. Pola koping dan toleransi
Biasanya pada pasien DHF stres timbul apabila seorang pasien tidak efektif
dalam mengatasi masalah penyakitnya.Anak dengan DHF biasanya merasakan
cemas dan takut terhadap penyakitnya, anak cenderung ingin ditemani orang
tua dan orang terdekat
j. Pola Hubungan dan Peran
Adanya kondisi kesehatan mempengaruhi terhadap hubungan interpersonal
dan peran serta mengalami tambahan dalam menjalankan perannya selama
sakit,karena klien harus menjalani perawatan di rumah sakit maka dapat
mempengaruhi
hubungan
dan
peran
klien
baik
dalam
keluarga,
lingkungan bermain dan sekolah.
k. Pola nilai dan kepercayaan
Timbulnya distres dalam spiritual pada pasien, maka pasien akan menjadi
cemas dan takut akan kematian, serta kebiasaan ibadahnya akan terganggu.
7. Pemeriksaan fisik
a. Keadaan umum
Pada pasien DHF biasanya didapatkan terjadinya peningkatan suhu tubuh.
Berdasarkan tingkatan DHF, keadaan anak adalah sebagai berikut :
a) Grade I
: Kesadaran composmetis, keadaan umum lemah, tanda-tanda
vital dan nadi elmah.
b) Grade II
: Kesadaran composmetis, keadaan umum lemah, ada
perdarahan spontan ptechiae, perdarahan gusi dan telinga,
serta nadi lemah, kecil, dan tidak teratur
c) Grade III
: Kesadaran apatis, somnolen, keadaan umum lemah, nadi
lemah, kecil dan tidak teratur, serta takanan darah menurun.
d) Grade IV
: Kesadaran coma, tanda-tanda vital: nadi tidak teraba,
tekanan darah tidak teratur, pernafasan tidak teratur,
ekstremitas dingin. berkeringat dan kulit tampak biru.
meliputi inspeksi,palpasi, perkusi dan auskultasi dari ujung
rambut sampai ujung kaki.
b. Pemeriksaan fisik head to toe
a) Integument
: Adanya ptechiae pada kulit, turgor kulit menurun, dan
muncul keringat dingin, dan lembab, kuku sianosis atau tidak.
b) Kepala
: Bentuk mesochepal, rambut hitam, kulit kepala bersih
c) Mata
: Bentuk mata simetris, konjungtiva anemis, sclera tidak
ikterik, reflek pupil isokor.
d) Telinga
: Simetris, bersih tidak ada serumen, tidak ada gangguan
pendengaran
e) Hidung
: Simetris, ada perdarahan hidung / epsitaksis.
f) Mulut
: Mukosa mulut kering, bibir kering, dehidrasi, ada
perdarahan pada rongga mulut, terjadi perdarahan gusi.
g) Leher
: Tidak ada pembesaran kelenjar tyroid, tidak ada kekakuan
leher, nyeri telan.
h) Dada
Inspeksi
: Bentuk dada simetris, ada penggunaan otot bantu
pernafasan.
Perkusi
: Sonor seluruh lapang paru
Palpasi
: Taktil fremitus normal
Auskultasi
: Vesikuler
i) Abdomen :
Inspeksi
: Bentuk cembung, pembesaran hati (hepatomegali).
Auskultasi
: Bising usus 8x/menit
Perkusi
: Tympani
Palpasi
: Turgor kulit elastis, nyeri tekan bagian atas
j) Ekstrimitas
: Sianosis, ptekie, echimosis, akral dingin, nyeri otot, sendi
dan tulang.
k) Genetalia
: Bersih tidak ada kelainan di buktikan tidak terpasang kateter
B. Diagnosa Keperawatan
1. Hipertermi berhubungan dengan peningkatan laju metabolisme.
2. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
ketidakmampuan menelan makanan
3. Nyeri akut berhubungan dengan agens cedera biologis.
4. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan umum
5. Resiko
tinggi
terjadinya
perdarahan
lebih
lanjut
berhubungan
dengan Trombositopenia.
C. Rencana keperawatan
N
Diagnosa
Tujuan
o
1
Hipertermi berhubungan Setelah
dengan peningkatan laju asuhan
metabolisme
Intervensi
diberikan Fever treatment:
keperawatan 1. Monitor
selama…x…
suhu
sesering
mungkin
diharapkan
suhu 2. Monitor IWL
tubuh
batas 3. Monitor warna dan suhu
dalam
normal
dengan
kriteria hasil :
1) Suhu
pasien
kulit
4. Monitor
tubuh
tekanan
darah,
nadi dan RR
dalam 5. Monitor penurunan tingkat
batas normal (36
kesadaran
– 37 c).
2) Nadi
dan
pasien
6. Monitor WBC, Hb, dan
RR
dalam 7. Monitor intake dan output
rentang normal.
3) Tidak
Hct
8. Berikan antipiretik
ada 9. Berikan pengobatan untuk
perubahan warna
mengatasi
kulit dan tidak
demam
ada pusing.
penyebab
10. Selimuti pasien
11. Lakukan tapid sponge
12. Kolaborasi
pemberian
cairan intravena
13. Kompres pasien pada lipat
paha dan aksila
14. Tingkatkan sirkulasi udara
15. Berikan pengobatan untuk
mencegah
terjadinya
menggigil
Temperature regulation:
1. Monitor suhu minimal tiap
2 jam
2. Rencanakan
monitoring
suhu secara kontinyu
3. Monitor TD, Nadi dan RR
4. Monitor warna dan suhu
kulit
5. Monitor
tanda-tanda
hipertermi dan hipotermi
6. Tingkatkan intake cairan
dan nutrisi
7. Selimuti
pasien
untuk
mencegah
hilangnya
kehangatan tubuh
8. Ajarkan pada pasien cara
mencegah keletihan akibat
panas
9. Diskusikan
tentang
pentingnya
pengaturan
suhu
dan
kemungkinan
efek egatif dari kedinginan
10. Beritahukan
tentang
indikasi
terjadinya
keletihan dan penanganan
emergency
yang
diperlukan
11. Ajarkan
indikasi
dari
hipertermi dan penanganan
yang diperlukan
12. Berikan
antipiretik
jika
perlu
Vital sign monitoring:
1. Monitor TD, nadi, suhu,
dan RR
2. Catat
adanya
fluktuasi
tekanan darah
3. Monitor VS saat pasien
berbaring,
duduk,
atau
berdiri
4. Auskultasi TD pada kedua
lengan dan bandingkan
5. Monitor TD, Nadi, RR,
sebelum,
selama,
dan
setelah aktifitas
6. Monitor kualitas dari nadi
7. Monitor
frekuensi
dan
irama pernapasan
8. Monitor suara paru
9. Monitor pola pernapasan
abnormal
10. Monitor suhu, warna, dan
kelembaban kulit
11. Monitor sianosis perifer
12. Monitor adanya cushing
triad (tekanan nadi yang
melebar,
bradikardi,
peningkatan sistolik)
13. Identifikasi penyebab dari
perubahan vital sign.
2
Ketidakseimbangan
nutrisi:
kurang
kebutuhan
berhubungan
Setelah
dari asuhan
diberikan Nutrition management:
keperawatan 1. Kaji
tubuh selama
dengan diharapkan
...x...
adanya
alergi
makanan
asupan 2. Kolaborasi dengan ahli
ketidakmampuan
nutrisi
adekuat
gizi untuk menentukan
menelan makanan.
dengan kriteria hasil :
jumlah kalori dan nutrisi
1) Adanya
yang dibutuhkan pasien
peningkatan berat 3. Anjurkan pasien untuk
badan
sesuai
pasien
dengan 4. Anjurkan pasien untuk
tujuan
2) Berat
meningkatkan intak FE
meningkatkan
badan
dan vitamin C
protein
pasien
sesuai
ideal 5. Berikan substansi gula
dengan 6. Yakinkan
tinggi badan
3) Pasien
diet
dimakan
mampu
tinggi
yang
mengandung
serat
untuk
mengidentifikasi
mencegah konstipasi
kebutuhan nutrisi
7. Berikan makanan yang
4) Tidak ada tandatanda malnutrisi
5) Pasien
mampu
menunjukkan
terpilih
(sudah
dikonsultasikan
dengan
ahli gizi
8. Ajarkan
pasien
peningkatan
bagaimana
fungsi
catatan makanan harian
pengecapan
dari 9. Monitor jumlah nutrisi
menelan
6) Tidak
membuat
dan kandungan kalori
terjadi 10. Berikan
informasi
penurunan
berat
badan
yang 11. Kaji kemampuan pasien
berarti
tentang kebutuhan nutrisi
untuk
mendapatkan
nutrisi yang dibutuhkan
Nutrition monitoring:
1. BB pasien dalam batas
normal
2. Monitor
adanya
penurunan berat badan
3. Monitor type dan jumlah
aktifitas
yang
biasa
dilakukan
4. Monitor interaksi anak
atau
makan
orangtua
selama
5. Monitor
lingkungan
selama makan
6. Jadwalkan
dan
pengobatan
tindakan
tidak
selama jam makan
7. Monitor kulit kering dan
perubahan pigmentasi
8. Monitor turgor kulit
9. Monitor
kekeringan
rambut
kusam
dan
mudah patah
10. Monitor
mual
dan
muntah
11. Monitor kadan albumin,
total protein, Hb, dan
kadar Ht
12. Monitor
pertumbuhan
dan perkembangan
13. Monitor
pucat,
kemerahan
dan
kekeringan
jaringan
konjungtiva
14. Monitor kalori dan intake
nutrisi
15. Catat
adanya
hiperemik,
edema,
hipertonik
papilla lidah dan cavitas
oral
16. Catat jika lidah berwarna
magenta, skarlet
3
Nyeri akut berhubungan Setelah
dengan
biologis.
agens
diberikan
cedera asuhan
keperawatan
selama
…x…
diharapkan
pasien
nyeri
terkontrol
dengan kriteria hasil:
1) Klien
mampu
mengontrol nyeri
(tahu
penyebab
nyeri,
mampu
menggunakan
teknik
farmakologi untuk
mengurangi nyeri,
mencari bantuan).
mampu
melaporkan bahwa
nyeri
berkurang
dengan
mampu
mengenali
nyeri
(skala, intensitas,
frekuensi
dan
tanda nyeri).
Termasuk
Lokasi,
Karakteristik,
Durasi,
Frekuensi,Kualitas
Dan
Faktor Presipitasi
2. Observasi
Reaksi
Non
Verbal
Dari
3. Gunakan
Teknik
Komunikasi
Terapeutik
Untuk
Mengetahui
Pengalaman Nyeri Pasien
4. Kaji
Kultur
Mempengaruhi
Yang
Respon
Nyeri
Pengalaman
6. Evaluasi Bersama Pasien
Dan Tim Kesehatan Lain
Tentang Ketidakefektifan
Kontrol
rasa
setelah
Nyeri
Masa
Pasien
Dan
Lampau
7. Bantu
mampu
menyatakan
nyaman
Komprehensif
Nyeri Masa Lampau
menegement nyeri
4) Pasien
Secara
5. Evaluasi
menggunakan
3) Pasien
1. Lakukan Pengkajian Nyeri
Ketidaknyamanan
non
2) Pasien
Pain Management:
Keluarga Untuk Mencari
Dan
Dukungan
Menemukan
nyeri berkurang
8. Kontrol Lingkungan Yang
Dapat
Mempengaruhi
Nyeri
Seperti
Ruangan,
Suhu
Pencahayaan
Dan Kebisingan
9. Kurangi Faktor Presipitasi
Nyeri
10. Pilih
Dan
Lakukan
Penanganan
Nyeri
(Farmakilogi,
Non
Farmakologi
Dan
Interpersonal)
11. Kaji Type Dan Sumber
Nyeri Untuk Menentukan
Intervensi
12. Ajarkan Tentang Teknik
Non Farmakologi
13. Berikan Analgetik Untuk
Mengurangi Nyeri
14. Evaluasi
Keefektifan
Kontrol Nyeri
15. Tingkatkan Istirahat
16. Kolaborasikan
Dengan
Dokter Jika Ada Keluhan
Dan Tindakan Nyeri Tidak
Berhasil
17. Monitor
Pasien
Penerimaan
Tentang
Menagement Nyeri
Analgesic Administration:
1. Tentukan
lokasi,
karakteristik, kualitas, dan
derajat
nyeri
sebelum
pemberian obat
2. Cek
instruksi
dokter
tentang jenis obat, dosis
dan frekuensi
3. Cek riwayat alergi
4. Pilih
analgesic
yang
diperlukan atau kombinasi
dari
analgesic
ketika
pemberian lebih dari satu
5. Tentukan pilihan analgesic
tergantung
type
dan
beratnya nyeri
6. Tentukan
analgesic
pilihan, rute pemberian,
dan dosis optimal
7. Pilih rute pemberian secara
IV, IM untuk pengobatan
nyeri secara teratur
8. Monitor vital sign sebelum
dan
sesudah
pemberian
analgesic pertama kali
9. Berikan
analgesic
tepat
waktu terutama saat nyeri
hebat
10. Evaluasi
efektivitas
analgesik, tanda dan gejala
4
Intoleransi
aktivitas Setelah
diberikan
dengan asuhan
keperawatan
selama
…x…
berhubungan
kelemahan umum.
diharapkan
dapat
melakukan
aktivitas
dengan baik dengan
kriteria hasil:
mampu
berpartisipasi
aktivitas
peningkatan
Tenaga Rehabilitasi Medik
dalam
dan RR
program terapi yang tepat
klien
untuk
mengidentifikasi aktivitas
3. Bantu
untuk
memilih
aktivitas konsisten yang
fisik, psikolog dan social
4. Bantu
2) Mampu melakukan
sehari-
hari (ADLs) secara
mandiri
3) Tanda-tanda
merencanakan
sesuai dengan kemampuan
tekanan darah, nadi
aktivitas
dengan
yang mampu dilakukan
fisik tanpa disertai
untuk
mengidentifikasi
dan
mendapatkan sumber yang
diperlukan untuk aktivitas
yang diinginkan
vital
normal
4) Energy psikomotor
5) Mampu berpindah:
dengan atau tanpa
bantuan alat
6) Status
kardiopulmonari
adekuat
1. Kolaborasikan
2. Bantu
1) Pasien
dalam
Activity therapy:
5. Bantu untuk mendapatkan
alat
bantuan
aktivitas
seperti kursi roda, krek
6. Bantu
untuk
mengidentifikasi aktivitas
yang disukai
7. Bantu
klien
untuk
membuat jadwal latihan
diwaktu luang
7) Sirkulasi
status 8. Bantu pasien atau keluarga
baik
8) Status
untuk
mengidentifikasi
respirasi:
kekurangan
pertukaran gas dan
beraktifitas
ventilasi adekuat
dalam
9. Sediakan penguatan positif
bagi yang aktif beraktifitas
10. Bantu
pasien
untuk
mengembangkan motivasi
diri dan penguatan
11. Monitor
respon
fisik,
emosi, social dan spiritual
5.
Resiko tinggi terjadinya Setelah
diberikan 1. Monitor tanda-tanda
penurunan trombosit yang
perdarahan lebih lanjut asuhan keperawatan
disertai dengan tanda
berhubungan
selama
…x…
klinis.
dengan Trombositopenia diharapkan
2. Jelaskan tentang pengaruh
trombositopenia pada
.
perdarahan tidak ada
klien.
lagi dengan kriteria
3. Monitor jumlah trombosit
hasil:
4. Berikan penjelasan pada
keluarga klien untuk
1. Pendarahan
melaporkan jika ada
berhenti
atau
perdarahan lebih lanjut
tidak ada
seperti hematemesis,
epistaksis.
2. Hasil trombosit
5. Kolaborasi dalam
normal
pemberian obat-obatan
(150.000/uL).
sesuai indikasi
D. Implementasi
Pada implementasi, perawat melakukan tindakan berdasarkan, perencanaan
mengenai diagnosa yang telah di buat sebelumnya.
E. Evaluasi
Evaluasi adalah tindakan intelektual untuk melengkapi proses keperawatan
yang menandakan seberapa jauh diagnosa keperawatan, rencana tindakan dan
pelaksanaannya berhasil dicapai. Evaluasi bisa bersifat formatif yaitu dilakukan
terus-menerus untuk menilai setiap hasil yang telah di capai.Dan bersifat sumatif
yaitu dilakukan sekaligus pada akhir dari semua tindakan keparawatan yang telah
dilakukan.Melalui SOAP kita dapat mengevaluasi kembali.
Adapun sasaran evaluasi pada pasien demam berdarah dengue sebagai berikut :
1) Suhu tubuh dalam batas normal.
- Suhu tubuh dalam batas normal (36 – 37 ◦C).
- Mukosa bibir lembab
- Klien merasa nyaman tanpa rasa panas.
2) Asupan nutrisi adekuat.
- Adanya peningkatan berat badan sesuai dengan tujuan.
- Berat badan ideal sesuai dengan tinggi badan.
- Tidak ada tanda tanda malnutrisi.
- Tidak terjadi penurunan berat badan yang berarti.
3) Nyeri pasien terkontrol.
- Klien melaporkan nyeri berkurang.
- Ekspresi wajah rileks.
- Berpartisipasi dalam aktivitas dengan tepat.
4) Melakukan aktivitas dengan baik.
- Tidak mudah lelah.
- Pasien mengungkapkan peningkatan tingkat energy.
- Menunjukkan kemampuan untuk beraktifitas sesuai dengan keinginan
pasien.
5) Tidak terjadi kekurangan volume cairan.
- Pasien mampu mempertahankan keseimbangan cairan.
- Membran mukosa lembab.
- Turgor kulit elastis.
6) Tidak terjadi perdarahan.
- Trombosit dalam batas normal (150.000/uL).
- Membrane mukosa lembab.
- Turgor kulit elastis.
DAFTAR PUSTAKA
Kurane I. Dengue Hemorrhagic Fever with Spesial Emphasis on
Immunopathogenesis.Comparative Immunology, Microbiology & Infectious
Disease.2007; Vol 30:329-40.
WHO.Pencegahan dan Penanggulangan Penyakit Demam Dengue dan Demam
Berdarah Dengue. Jakarta: WHO& Departemen Kesehatan RI; 2008.
Lestari K. Epidemiologi Dan Pencegahan Demam Berdarah Dengue (DBD) Di
Indonesia.Farmaka. Desember 2007; Vol. 5 No.3: hal .12-29.
Chuansumrit A, Tangnararatchakit K. Pathophysiology and Management of Dengue
Hemorrhagic Fever. Bangkok: Department of Pediatrics, Faculty of Medicine,
Ramathibodi Hospital, Mahidol University;2006.
Hadinegoro, Rezeki S, Soegianto S, SoerosoT, Waryadi S. Tata Laksana Demam
Berdarah Dengue di Indonesia. Jakarta:Ditjen PPM&PL Depkes&Kesos R.I; 2009.
Harikushartono, Hidayah N, Darmowandowo W, Soegijanto S. Demam Berdarah
Dengue: Ilmu Penyakit Anak, Diagnosa dan Penatalaksanaan. Jakarta: Salemba
Medika; 2011.
Soegijanto S. Patogenesa dan Perubahan Patofisiologi Infeksi Virus Dengue.
www.pediatrikcom/buletin/20100220-8ma2gi-buletindoc; 20010 [cited 2010];
Available from: www.pediatrikcom/ buletin/20060220-8ma2gi-buletindoc.
Novriani H. Respon Imun dan Derajat Kesakitan Demam Berdarah Dengue dan Dengue
Syndrome Pada Anak. Cermin Dunia Kedokteran. 2006;Vol 134:46-9.