Makalah Etikolegal dan Keselamatan Pasie (1)

Makalah Etikolegal dan Keselamatan Pasien dalam Praktik Kebidanan

PERDAGANGAN BAYI OLEH BIDAN PRAKTIK
Disusun guna memenuhi tugas kelompok
Mata Kuliah Etikolegal dan Keselamatan Pasien dalam Praktik Kebidanan
Dosen Pengampu : Nunik Endang, S.SiT., M.Sc

Oleh :
Kelompok IV
1. Rina Yunianti

140151

2. Evi Agustin

140152

3. Yusanta Berliani

140153


4. Fenty Lia Safitri

140154

5. Lina Nur Khairiyyah

140155

6. Mita Lessy Wulandari

140156

7. Wahyu Utami Puji Lestari

140157

8. Windiarti Katenianto

140158


9. Yosi Carenda

140159

10. Tesha Rosyida Nur Agustina

140160

AKADEMI KEBIDANAN YOGYAKARTA
YOGYAKARTA
2014
i

KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum Wr. Wb
Segala puji dan syukur kami ucapkan kepada Tuhan Yang Maha
Esa, karena atas berkat dan rahmatnya kami dapat menyelesaikan
makalah dengan judul Perdagangan Bayi oleh Bidan Praktik.
Penyusun


menyadari

terwujudnya

makalah

ini

tidak

akan

terlaksana tanpa bantuan dan pengarahan dari semua pihak yang telah
membimbing. Oleh karena itu dalam kesempatan ini penyusun ingin
mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada :
1. Drs. H. Henri Soekirdi M. Kes, selaku Direktur Akademi Kebidanan
Yogyakarta.
2. Nunik Endang, S.SiT., M.Sc selaku pengampu Etikolegal dan
Keselamatan Pasien dalam Praktik Kebidanan.
3. Teman - teman mahasiswi Akademi Kebidanan Yogyakarta

Karena keterbatasan kemampuan yang ada, penyusun menyadari
sepenuhnya bahwa dalam penyusunan makalah masih jauh dari
kesempurnaan. Oleh karena itu, penyusun mengharapkan kritik dan saran
yang bersifat membangun dari pembaca.
Wassalamu’alaikum Wr. Wb

Penyusun

ii

DAFTAR ISI

iii

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kasus perdagangan bayi di Indonesia mengalami kenaikan jumlah
setiap tahunnya. Komnas perlindungan anak sepanjang tahun 2011
mendapat 121 laporan anak hilang karena berbagai alasan termasuk

penculikan bayi untuk diperjualbelikan angka itu meningkat menjadi 182
kasus pada tahun 2012, 32 kasus diantaranya terjadi saat anak dilokasi
fasilitas kesehatan seperti rumah sakit. Sebelumnya Menteri Kesehatan
tahun 2009-2012, Endang Rahayu Sedyaningsih juga mengatakan
bahwa pemerintah mencatat kasus perdagangan anak termasuk
perdagangan bayi yang terjadi selama periode 2007-2011 sudah
mencapai 1000 jiwa. Fenomena perdagangan bayi semakin beragam
bentuk dan modusnya, bahkan tindakan kriminal ini sering dilakukan
oleh petugas kesehatan yang secara langsung berhubungan dengan
bayi seperti bidan yang selama ini menjadi figur kepercayaan di
masyarakat.
Faktor-faktor yang menyebabkan bidan melakukan perdagangan
bayi antara lain faktor ekonomi, ingin memperoleh uang secara cepat,
dan juga karena permintaan dunia luar. Faktor kemiskinan dari
orangtua korban sering dijadikan alat untuk menjerat korban dengan
cara menjanjikan akan membantu biaya persalinan, kemudian pada
akhirnya ketika orang tua bayi tidak melunasi hutangnya maka sebagi
gantinya orantua merelakan bayinya. Bidan menjadikan kesempatan
ini menjadi peluang untuk melakukan tindakan perdagangan bayi. Akan
tetapi faktor yang paling mendasari tindakan ini adalah kurangnya rasa

tanggungjawab bidan tersebut terhadap profesinya.

4

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana kasus perdagangan bayi oleh bidan jika dikaji dari segi
hukum?
2. Bagaimana kasus perdagangan bayi oleh bidan jika dikaji dari sisi
moral?
3. Bagaimana kasus perdagangan bayi oleh bidan jika dikaji dari sisi
sosial?
4. Bagaimana kasus perdagangan bayi oleh bidan jika dikaji dari segi
kode etik bidan?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui pandangan hukum tentang kasus perdagangan
bayi.
2. Untuk mengetahui pandangan moral tentang kasus perdagangan
bayi.
3. Untuk mengetahui pandangan sosial tentang kasus perdagangan
bayi.

4. Untuk mengetahui aturan kode etik tentang kasus perdagangan
bayi.

5

BAB II
TINJAUAN TEORI
A. Kode Etik Bidan
Kode Etik adalah norma-norma yang harus diindahkan oleh setiap
anggota profesi yang bersangkutan didalam melaksanakan tugas
profesinya dan dalam hidupnya dimasyarakat.
Secara umum kode etik tersebut berisi 7 bab yang dapat dibedakan
menjadi tujuh bagian, yaitu :
1. Kewajiban bidan terhadap klien dan masyarakat
a. Setiap bidan senantiasa

menjujung tinggi, menghayati dan

mengamalkan sumapah jabatannya dalam melaksanakan tugas
pengabdiannya.

b. Setiap bidan dalam menjalankan tugas profesinya menjunjung

ringgi harkat dan martabat kemanusiaan yang utuh dan
memlihara citra bidan.
c. Setiap bidan dalam

menjalankan

tugasnya

senantiasa

berpedoman pada. Peran, tugas, dan tanggung jawab sesuai
dengan kebutuhan klien, keluarga dan masyarakat.
d. Setiap bidan dalam

menjalankan

tugasnya


senantiasa

mendahulukan kepentingan klie menghormati hak klien dan
menghormati nilai-nilai yang berlaku dimasyarakat.
e. Setiap bidan dalam

menjalankan

tugasnya

senantiasa

mendahulukan kepentingan klien, keluarga dan masyarakat
dengan

identitas

yang

sama


sesuai

dengan

kebutuhan

berdasarkan kemampuan yang dimilikinya.
f. Setiap bidan senantiasa

menciptakan suasana yang serasi

dalam hubungan pelaksanaan tugasnya, dengan mendorong
partisipasi

masyarakat

untuk

meningkatkan


derajat

kesehatannya secara optimal.

6

2. Kewajiban bidan terhadap tugasnya
a. Setiap bidan senantiasa

kepada

klien,

keluarga

memberikan
dan

pelayanan

masyarakat

paripurna

sesuai

dengan

kemampuan profesi yang dimilikinya berdasarkan kebutuhan
klien, keluarga dan masyarakat.
b. Setiap

berhak

memberikan

pertolongan

dan

mempunyai

kewenangan dalam mengambil keputusan dalam tugasnya
termasuk keputusan mengadakan konsultasi dan atau rujukan.
c. Setiap bidan harus menjamin kerahasiaan keterangan yang

dapat dan atau dipercayakan kepadanya, kecuali bila diminta
oleh

pengadilan

atau

diperlukan

sehubungan

dengan

kepentingan klien.
3. Kewajiban bidan terhadap sejawat dan tenaga kesehatan
a. Setiap bidan harus

menjalin

hubungan

dengan

teman

sejawatnya untuk menciptakan suasana kerja yang sesuai.
b. Setiap bidan dalam

menghormati

baik

melaksanakan
terhadap

tugasnya

sejawatnya

harus

maupun

saling
tenaga

kesehatan lainnya.
4. Kewajiban bidan terhadap profesinya
a. Setiap bidan harus menjaga nama baik dan menjunjung tinggi

citra profesinya dengan menampilkan kepribadian yang tinggi
dan memberikan pelayanan yang bermutu kepada masyarakat.
b. Setiap bidan harus

senantiasa

mengembangkan

Kebidanan Komunitas meningkatkan

kemampuan

diri

dan

profesinya

sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.
c. Setiap bidan senantiasa

berperan

serta

dalam

kegiatan

penelitian dan kegiatan sejenisnya yang iapat meningkatkan
mutu dan citra profesinya.
5. Kewajiban bidan terhadap diri sendiri
a. Setiap bidan harus

memeiihara

kesehatannya

agar

dapat

melaksanakan tugas profesinya dengan baik.
7

b. Setiap bidan seyogyanya

berusaha

untuk

meningkatkan

pengetahuan dan keterampilan sesuai dengan perkembangan
ilmu pengetahuan dan teknologi.
6. Kewajiban bidan terhadap pemerintah, nusa bangsa dan tanah air
a. Setiap bidan dalam

menjarankan

tugasnya,

senantiasa

melaksanakan ketentuan-ketentuan pembrintah dalam bidang
kesehatan, khususnya dalam pelayanan KIA/KB dan kesehatan
keluarga.
b. Setiap bidan melalui

menyumbangkan

profesinya

pemikirannya

berpartisipasi

kepada

dan

pemeriniah

untuk

meningkatkan mutu jangkauan pelayanan kesehatan terutama
pelayanan KIA/KB dan kesehatan keluarga.
7. Penutup : Sesuai dengan kewenangan dan peraturan kebijaksanaan
yang berlaku bagi bidan, kode etik merupakan pedoman dalam tata
cara

keselarasan

dalam

pelaksanaan

pelayanan

kebidanan

profesional.

B. PERMENKES RI NO 1464/MENKES/PER/X/2010 TENTANG IZIN DAN
PENYELENGGARAAN PRAKTIK BIDAN
BAB III
PENYELENGGARAAN PRAKTIK
Pasal 9
Bidan dalam mejalankan praktik
Pelayanan yang meliputi :

berwenang

1.

Pelayanan kesehatan ibu

2.

Pelayanan kesehatan anak

3.

Pelayanan kesehatan reproduksi
berencana

untuk

perempuan

memberikan

dan

keluarga
8

Pasal 10
1.

Pelayanan kesehatan ibu sebagaimana dimaksud dalam pasal 9
huruf a diberikan pada masa pra hamil, kehamilan, masa
persalinan, masa nifas, masa menyusui dan masa antara dua
kehamilan.

2.

Pelayanan kesehatan ibu sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
meliputi :

3.

a.

Pelayanan konseling pada masa pra hamil

b.

Pelayanan antenatal pada kehamilan normal

c.

Pelayanan persalinan normal

d.

Pelayanan ibu nifas normal

e.

Pelayanan ibu menyusui

f.

Pelayanan konseling pada masa antara dua kehamilan

Bidan dalam memberikan pelayanan
pada ayat 2 berwenang untuk :

sebagaimana dimaksud

a.

Episiotomi

b.

Penjahitan luka jalan lahir tingkat I dan II.

c.

Penanganan kegawat-daruratan, dlanjutkan dengan perujukan.

d.

Pemberian tablet Fe pada ibu hamil.

e.

Pemberian Vit A dosis tinggi pada ibu nifas.

f.

Bimbingan inisiasi menyusui dini dan promosi ASI
Ekslusif.

g.

Pemberian uterotonika pada manajemen aktif kala tiga dan
postpartum.

h.

Penyuluhan dan konseling.

i.

Bimbingan pada kelompok ibu hamil.

j.

Pemberian surat keterangan kematian.
9

k.

Pemberian surat keterangan cuti bersalin.

Pasal 11
1. Pelayanan kesehatan anak sebagaimana dimaksd dalam pasal 9
huruf b diberikan pada bayi baru lahir, bayi, anak balita, dan anak
pra sekolah.
2. Bidan

dalam

memberikan

pelayanan

kesehatan

anak

sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berwenang untuk :
a.

Melakukan asuhan bayi baru
resusitasi,

pencegahan

lahir normal

hipotermi,

dini, injeksi vit K1, perawatan

bayi

termasuk

inisiasi
baru

menyusui

lahir

pada

masa neonatal (0-28 hr) perawatan tali pusat.
b. Penanganan hipotermi pada bayi baru lahir dan segera merujuk
c.

Penanganan kegawat-daruratan, dilanjutkan dengan rujukan

d. Pemberian imunisasi rutin sesuai program pemerintah
e.

Pemantauan tubuh kembang bayi, anak balita dan anak
pra sekolah

f.

Pemberian konseling dan penyuluhan

g. Pemberian surat keterangan kelahiran
h. Pemberian surat keterangan kematian

Pasal 12
Bidan

dalam

memberikan

pelayanan

kesehatan

reproduksi

perempuan dankeluarga berencana sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 9 huruf c berwenang untuk:

10

a.

Memberikan penyuluhan dan konseling; kesehatan reproduksi
perempuandan keluarga berencana.

b. Memberikan alat kontrasepsi oral dan kondom.

Pasal 13
1. Selain kewenangan sebagaimana dimaksud dalam pasal 10, 11,
dan 12, bidan yang menjalankan program pemerintah berwenang
melakukan pelayanan kesehatan meliputi :
a.

Pemberian alat kontrasepsi suntikan, alat kotrasepsi dalam
rahim, dan alat kontrasepsi bawah kulit.

b. Asuhan

antenatal

terintegrasi

dengan

intervensi khusus

penyakit kronis tertentu dilakukan dibawah supervisi dokter.
c.

Penanganan bayi dan anak balita sakit sesuai pedoman yang
ditetapkan

d. Melakukan pembinaan peran serta masyarakat di bidang kes

ehatan ibu dan anak, anak usia sekolah dan remaja,

dan

penyehatan lingkungan
e.

Pemantauan tumbuh kembang bayi,anak balita, anak pra
sekolah, dan anak sekolah.

f.

Melaksanakan pelayanan kebidanan komunitas.

g. Melaksanakan

deteksi dini, merujuk dan memberikan

penyuluhan tehadap Infeksi Menular Seksual( IMS )termasuk
pemberian kondom, dan penyakit lainnya.
h. Pencegahan penyalahgunaan Narkotika, Psikotropika dan Zat

Adiktif lainnya(NAPZA)
Pelayanan

melalui

kesehatan lain

informasi

yang merupakan

dan edukasi
program

Pemerintah.
11

2. Pelayanan

alat

terintegrasi,

kontasepsi

penanganan

bawah

bayi

dan

kulit,

asuhan

anak

balita

antenatal
sakit,

dan

pelaksanaan deteksi dini, merujuk dan memberikan peyuluhan
terhadap Infeksi Menular Seksual (IMS) dan penyakit lainnya, serta
pencegahan penyalahgunaan Narkotika, Psikotropika dan Zat
Adiktif lainnya (NAPZA) hanya dapat dilakukan oleh bidan yang
telah dilatih untuk itu.

Pasal 14
1. Bagi bidan yang menjalankan praktik di daerah yang tidak memiliki
dokter, dapat melakukan pelayanan kesehatan di luar kewenangan
sebagaimanadimaksud dalam Pasal 9.
2. Daerah

yang

tidak

memiliki

dokter

sebagaimana dimaksud

pada ayat (1) adalah kecamatan atau kelurahan/desa yang
ditetapkan oleh kepala dinas kesehatan kabupaten/kota.
3. Dalam hal daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (2) telah
terdapat

dokter,

kewenangan

bidan

sebagaimana dimaksud

pada ayat (1) tidak berlaku.

Pasal 15
Pemerintah

daerah

provinsi/kabupaten/kota

menugaskan

bidan

praktek mandiri tertentu untuk melaksanakan program pemerintah.
1. Bidan praktek mandiri yang ditugaskan sebagai pelaksana program

pemerintah berhak atas pelatihan dan pembinaan dari pemeritah
daerah provinsi/kabupaten/kota.

Pasal 16

12

1. Pada daerah

yang

belum

memiliki

dokter,

pemerintah

dan

pemerintah daerah harus menempatkan bidan dengan pendidikan
minimal Diploma III Kebidanan.
2. Apabila tidak terdapat tenaga bidan sebagaimana dimaksud
pada ayat

(1),

pemerintah

dan

pemerintah

daerah

dapat

menempatkan bidan yang telah mengikuti pelatihan.
3. Pemerintah daerah propinsi/kabupaten/kota bertanggung jawab
menyelenggarakan

pelatihan

bagi

bidan

yang

memberikan

pelayanan di daerah yang tidak memilki dokter.

Pasal 17
1. Bidan dalam menjalankan praktik mandiri harus memenuhi
persyaratan meliputi :
a.

Memiliki tempat praktek, ruangan praktik dan peralatan
untuk tindakan asuhan kebidanan, serta peralatan untuk
menunjang pelayanan kesehatan bayi, anak balita dan pra
sekolah yang memenuhi persyaratan lingkungan sehat.

b. menyediakan maksimal 2

persalinan memiliki

( dua )

sarana,

tempat tidur

peralatan

dan obat

untuk
sesuai

dengan ketentuan yang berlaku.
2. Ketentuan persyaratan tempat praktik dan peralatan sebagaim
ana dimaksud pada ayat (1) satu tercantum

dalam

Lampiran

Peraturan ini

Pasal 18
1. Dalam melaksanakan praktek/kerja, bidan berkewajiban untuk :
a. Menghormati hak pasien
b. Memberikan informasi tentang masalah kesehatan pasien
dan pelayanan yang dibutuhkan
13

c. Merujuk kasus yang bukan kewenangannya atau tidak dapat
ditangani dengan tepat waktu.
d. Meminta persetujuan tindakan yang akan dilakukan,
e. Menyimpan rahasia pasien sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan
f.

Melakukan pencatatan asuhan kebidanan dan pelayanan lain
-nya secara sistematis

g. Mematuhi standar.
h. Melakukan pencatatan dan pelaporan penyelenggaraan prakti
k kebidanan termasuk pelaporan kelahiran dan kematian.
i.

Bidan

dalam

meningkatkan

menjalankan
mutu pelayanan

praktik/kerja

senantiasa

profesinya,dengan mengikuti

perkembangan iptek melalui pendidikan dan pelatihan sesuai
dengan bidang tugasnya.
j.

Bidan dalam menjalankan praktik kebidanan harus membantu
program

pemerintah

dalam

rangka

meningkatkan

derajat kesehatan masyarakat.

Pasal 19
Dalam melaksanakan praktek bidan mempunyai hak :
1. Memperoleh perlindungan hukum dalam pelaksanaan praktik/kerja
sepanjang sesuai dengan standar
2. Memperoleh informasi yang lengkap dan benar dari pasien
dan/atau keluarganya
3. Melaksanakan tugas sesuai dengan kewenangan dan standar
4. Menerima imbalan jasa profesi.

14

BAB III
KASUS DAN PEMBAHASAN
A. Contoh Kasus Perdagangan Bayi oleh Bidan
TRIBUNNEWS.COM,

BANDUNG -

mempertanggungjawabkan

semua

Bidan

TN

perbuatannya

(50)

setelah

harus
terbukti

kedapatan menjual bayi laki-laki berumur 8 jam seharga Rp 7 juta. Tim
penyidik Polda Jabar menciduk TN di rumah sekaligus ruang
praktik bidan di kawasan Cipadung, Bandung, Jumat (13/9/2013) lalu.
Bayi laki-laki dengan berat 3,2 kilogram dengan tinggi 49 sentimeter itu
kini tengah mendapat perawatan Rumah Sakit Sartika Asih. Kepada
penyidik, TN mengungkapkan praktik jual beli bayi tersebut dilakukan
sejak 2011. TN tercatat sebagai Pegawai Negeri Sipil (PNS) Pemkab
Bandung ini, sudah menjalankan praktik bidan sejak 2003.
"Kami masih mendalami kasus jual beli bayi ini. Pelaku mengaku
menjual bayi ini

seharga

Rp

3

hingga

7

juta. Pengakuannya,

kalaubayi perempuan antara Rp 3 hingga 5 juta. Bayi laki-laki Rp 7
juta," ujar Kabid Humas Polda Jabar, Kombes Pol Martinus Sitompul
didampingi Kasubdit IV Remaja Anak dan Wanita (Rekanata), AKBP
Asril Alius di Mapolda Jabar, Kamis (19/9/2013).
Saat disambangi di Mapolda Jabar, TN tak mau buka mulut. Ia
hanya

menggelengkan

kepala,

bungkam.

Termasuk

alasan dia

melakukan praktik jual beli bayi. Tampak beberapa kerabat TN tengah
menemani di salah satu ruang penyidik. (www.tribunnews.com)
B. Pembahasan

15

Perdagangan bayi adalah praktik jual beli bayi yang dilakukan oleh
oknum tertentu dengan tujuan memperoleh imbalan berupa uang demi
kepentingan pribadinya. Perdagangan bayi ini merupakan tindakan
yang dilarang karena akan merugikan semua pihak. Telaah dan
penanganan kasus perdagangan bayi ini dapat dikaji dari beberapa
sudut pandang, diantaranya:
1. Perdagangan bayi dari sudut pandang hukum.
Tindakan bidan yang melakukan perdagangan bayi merupakan
tindakan yang melanggar hukum dan dapat terjerat hukum pidana.
Tindakan tersebut melanggar Pasal 83 UU No.23 tahun 2003
mengenai Perlindungan Anak yang berbunyi “Setiap orang yang
memperdagangkan, menjual, atau menculik anak untuk diri sendiri
atau untuk dijual, dipidana dengan pidana penjara paling lama 15
(lima belas) tahun dan paling singkat 3 (tiga) tahun dan denda
paling banyak Rp 300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah) dan paling
sedikit Rp 60.000.000,00 (enam puluh juta rupiah). Pidana penjara
ini bertujuan agar memberikan efek jera kepada si pelaku. Selain itu,
perlindungan hukum terhadap anak diatur dalam Undang-Undang
No

23

tahun

2002

tentang

Perlindungan

Anak

pasal

59

menyebutkan bahwa pemerintah dan lembaga negara berkewajiban
dan bertanggungjawab untuk memberikan perlindungan khusus
kepada anak dalam situasi dadurat, anak yang berhadapan dengan
hukum, anak-anak dari kelompok minoritas dan terisolasi, anakanak yang tereksploitasi secara ekonomi dan/ atau seksual serta
anak yang diperdagangkan.
2. Baby Trafficking dari sudut pandang moral
Moral adalah nilai yang berlaku sehingga menimbulkan baik
dan buruk suatu tindakan dengan tidak merugikan orang lain
berdasarkan

nurani

diri.

Tindakan

bidan

yang

melakukan

perdagangan bayi ini jelas melanggar moral karena tindakan
tersebut menimbulkan kerugian bagi orang lain. Bidan yang
16

melakukan perdagangan bayi telah melanggar Hak Asasi Manusia
untuk

mendapatkan

perlindungan

diri

pribadi,

keluarga,

kehormatan, martabat, harta benda, dan rasa aman serta untuk
bebas dari penyiksaan. Selain mendapat jeratan pidana dari
penegak hukum, bidan yang melakukan perdagangan juga akan
selalu terbayang-bayang akan tindakan yang telah dilakukan
sehingga perasaan bersalahnya membuat bidan tersebut hidup
tidak tentram.
3. Perdagangan bayi dari sudut pandang sosial
Bidan yang melakukan perdagangan bayi akan mendapat
sanksi sosial berupa gunjingan, hinaan, bahkan cemooh dari
masyarakat. Bidan tersebut juga akan kehilangan kepercayaan dari
masyarakat karena tindakannya tersebut. Dan ketika bidan itu telah
mendapat sanksi hukum dan telah keluar dari penjara maka sanksi
sosial akan terus bertambah, bahkan bisa saja masyarakat menolak
untuk menerima kembali bidan tersebut masuk menjadi bagian dari
masyarakat tersebut. Jika hal tersebut terus terjadi, maka dampak
jangka panjang yang akan diperoleh bidan tersebut adalah ia akan
kehilangan sumber penghasilan dan secara otomatis kehidupan
sosial ekonominya akan menjadi bermasalah.
4. Perdagangan bayi dari sudut pandang Kode Etik Bidan
Kode Etik Bidan adalah norma-norma yang harus diindahkan
oleh setiap bidan dalam rangka menjalankan tugas profesinya di
masyarakat dan yang memberikan tuntunan serta arahan bagi
anggota dalan melaksanakan pengabdian. Kode Etik ini adalah
aturan yang dijunjung tinggi dan wajib dipatuhi oleh setiap
anggotanya. Dalam kode etik diatur bahwa seorang bidan harus
menjunjung tinggi harkat dan martabat kemanusiaan yang utuh dan
memlihara citra bidan, serta mendahulukan kepentingan klien
menghormati hak klien dan menghormati nilai-nilai yang berlaku
dimasyarakat. Hal tersebut menunjukkan bahwa tindakan baby
17

trafficking adalah salah satu tindakan yang melanggar kode etik
sehingga pelanggaran ini dapat di perkarakan baik oleh organisasi
kebidanan maupun hingga aparat hukum. Bidan yang melakukan
tindakan baby trafficking sangat jelas telah melanggar kode etik
sanksi yang diberikan oleh organisasi IBI yaitu rekomendasi
pencabutan dari organisasi profesi (IBI). PERMENKES RI NO
1464/MENKES/PER/X/2010 Tentang Izin Dan Penyelenggaraan
Praktik Bidan Bab V pasal 23 “Dalam rangka pelaksanaan
pengawasan sebagaimana dimaksud dalam pasal 21, Menteri,
pemerintah daerah provinsi, pemerintah daerah kab/kota dapat
memberikan tindakan administratif kepada bidan yang melakukan
pelanggaran terhadap ketentuan penyelenggaraan praktik dalam
Peraturan ini organisasi kebidanan” tindakan administratif berupa
pencabutan

SIPB

apabila

terbukti

melakukan

tindakan

perdagangan bayi.

18

BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Perdagangan bayi oleh bidan adalah tindakan yang melanggar
Pasal 83 UU No.23 tahun 2003 mengenai Perlindungan Anak yang
berbunyi “Setiap orang yang memperdagangkan, menjual, atau
menculik anak untuk diri sendiri atau untuk dijual, dipidana dengan
pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun dan paling singkat 3
(tiga) tahun dan denda paling banyak Rp 300.000.000,00 (tiga ratus
juta rupiah) dan paling sedikit Rp 60.000.000,00 (enam puluh juta
rupiah).
Bidan yang melakukan perdagangan bayi akan selalu merasa
bersalah dan ketakutan dalam menjalani kehidupannya. Selain itu
sanksi social juga akan ia dapatkan dari masyarakat berupa hinaan,
gunjingan bahkan dikucilkan oleh masyarakat. Bidan pun akan
mendapatkan

sanksi

dari

organisasi

IBI

berupa

rekomendasi

pencabutan dari organisasi profesi (IBI).
B. Saran
Penulis berharap pengawasan dari pihak-pihak yang berwajib lebih
diperketat,

sehingga

tindakan-tindakan

kriminal

yang

membuat

kerugian di masyarakat menjadi berkurang. Penulis juga mengharapkan
bidan, selaku tokoh yang menjadi panutan dimasyarakat lebih
bertanggung jawab dalam menjalankan tugas profesinya.

19

DAFTAR PUSTAKA

20