Hak Pekerja Perempuan dan Hukum yang Men

Hak Pekerja Perempuan dan Hukum yang Mengatur
Perlindungannya
Ditulis oleh: Eci Ernawati (Laporan Penelitian Pelanggaran Hak Buruh Perempuan Dan Upaya Advokasi Buruh, TURC)

A. Hak Pekerja Perempuan
Seperti pekerja pria, pekerja wanita juga memiliki kesempatan yang sama dalam dunia
kerja. Namun perlu dicatat bahwa wanita memiliki kebutuhan yang berbeda dengan pria
sehingga memperoleh hak-hak khusus. Meskipun sebenarnya banyak perundangundangan yang mengatur hak-hak pekerja wanita, tampaknya banyak perusahaan yang
“sengaja” tidak mensosialisasikannya.1 Berikut hak-hak pekerja yang diatur dalam
perundang-undangan di Indonesia:
a. Cuti Haid
Undang-undang No. 13 Tahun 2003 Pasal 81 mengatur bahwa pekerja
wanita yang sedang menstruasi diizinkan tidak bekerja pada hari pertama dan
kedua dan wajib memberitahukannya kepada manajemen perusahaan.
b. Cuti Hamil dan Melahirkan
Undang-undang No. 13 Tahun 2003, khususnya pasal 82 mengatur hak
cuti hamil dan cuti melahirkan yang dimiliki oleh pekerja wanita. Undang-undang
tersebut mengatur bahwa pekerja wanita memiliki hak memperoleh istirahat
selama 1,5 bulan sebelum melahirkan anak dan 1,5 bulan setelah melahirkan.
Pekerja wanita sebaiknya memberitahu pihak manajemen perusahaan baik secara
lisan maupun secara tertulis maksimal 1,5 bulan sebelum perkiraan kelahiran.

Setelah melahirkan keluarga pekerja wanita juga wajib memberitahukan kelahiran
anaknya dalam tempo tujuh hari setelah kelahiran. Pekerja wanita juga wajib
memberikan bukti kelahiran dari rumah sakit atau akta kelahiran dalam tempo
enam bulan setelah melahirkan.

1

9 Hak Pekerja Wanita yang Kadang Terabaikan, http://giewahyudi.com/9-hak-pekerja-wanitaperempuan-yangkadang-terabaikan/, akses: 10 April 2014

c. Cuti Keguguran
Pekerja wanita yang mengalami keguguran kandungan juga memiliki hak
cuti melahirkan selama 1,5 bulan atau sesuai dengan surat keterangan dokter
kandungan atau bidan. Dalam pasal 82 ayat 2 Undang-undang No. 13 Tahun 2003
dinyatakan bahwa pekerja wanita yang mengalami keguguran kandungan berhak
memperoleh istirahat 1,5 bulan atau sesuai dengan surat keterangan dokter
kandungan atau bidan yang menangani kasus keguguran tersebut. Seperti saat
melahirkan, seorang pekerja pria juga memiliki hak cuti selama 2 hari ketika
istrinya mengalami keguguran.
d. Biaya Persalinan untuk Pekerja Wanita
Mengenai biaya persalinan, Undang-undang No. 3 Tahun 1992 tentang

Jaminan

Sosial

Tenaga

Kerja dan

PP

No.

14

Tahun

1993

tentang


Penyelenggaraan Program Jaminan Sosial Tenaga Kerja telah mengatur bahwa
pengusaha yang mempekerjakan lebih dari 10 tenaga kerja atau membayar upah
paling sedikit Rp. 1.000.000,- sebulan wajib mengikutsertakan tenaga kerjanya
dalam program jaminan sosial tenaga kerja yang diselenggarakan oleh PT Persero
Jamsostek. Salah satu program Jamsostek adalah jaminan pemeliharaan kesehatan
yang mencakup biaya pemeriksaan kehamilan dan biaya persalinan. Biaya ini
diberikan maksimal untuk persalinan ketiga dan besarnya bantuan biaya tersebut
maksimal Rp. 500.000,- untuk persalinan normal.
e. Hak Menyusui dan/atau Memerah ASI
Setelah melahirkan, seorang pekerja wanita harus menyusui anaknya. Hal
ini diatur dalam undang-undang internasional dan nasional. Pasal 83 Undangundang No. 13 Tahun 2003 mengatur bahwa pekerja wanita yang masih menyusui
anaknya harus diberi kesempatan, minimal diberi waktu untuk memerah ASI pada
waktu jam kerja. Dalam hal ini seharusnya setiap perusahaan menyediakan
ruangan untuk memerah ASI. Pasal 10 Konvensi ILO No. 183 Tahun 2000
mengatur lebih detail bahwa pekerja wanita yang menyusui memiliki hak untuk
satu atau lebih jeda di antara waktu kerja atau pengurangan jam kerja setiap
harinya untuk menyusui bayinya atau memerah ASI. Sesuai rekomendasi WHO,
masa menyusui tersebut sekurang-kurangnya selama 2 tahun.

f. Hak mendapatkan fasilitas khusus

Seperti yang tercantum dalam pasal 76 ayat (3) UU No. 13 Tahun 2003,
Pekerja wanita yang bekerja antara pukul 23.00 s.d 07.00 berhak :
-

Mendapatkan makanan dan minuman bergizi,

-

Terjaga kesusilaan dan keamanan selama ditempat kerja,

Selain itu Pengusaha wajib menyediakan angkutan antar jemput bagi
pekerja/buruh perempuan yang berangkat dan pulanag bekerja antara pukul 23.00
sampai dengan pukul 05.00.2
g. Larangan PHK terhadap pekerja perempuan
Dalam Peraturan Menteri Tenaga Kerja No. Permen 03/Men/1989 mengatur
larangan PHK terhadap pekerja perempuan dengan alasan berikut:
-

Pekerja perempuan menikah


-

Pekerja perempuan sedang hamil

-

Pekerja perempuan melahirkan

Larangan tersebut merupakan bentuk perlindungan bagi pekerja wanita sesuai
kodrat, harkat dan martabatnya dan merupakan konsekuensi logis dengan
diratifikasinya konvensi ILO No. 100 dan Nomor 111 tentang diskriminasi.3 UU
No. 13/2003

tentang Ketenagakerjaan melarang perusahaan melakukan

pemutusan hubungan kerja karena alasan pekerja wanita hamil, melahirkan,
keguguran, maupun menyusui seperti yang tercantum dalam pasal 153 Ayat 1
huruf e4. Ketentuan yang terdapat pada Pasal 153 Ayat 2,5 pada undang-undang
tersebut juga mengatur jika ada pemutusan hubungan kerja yang dilakukan karena
pekerja hamil adalah batal demi hukum dan perusahaan wajib mempekerjakannya

kembali.

2

Undang - Undang No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, pasal 76 ayat (4)
Editus Adisu & Libertus Jehani, Hak-hak Pekerja Perempuan, cetakan kedua, VisiMedia, Jakarta, 2007, hlm. 33
4
Pengusaha dilarang melakukan pemutusan hubungan kerja dengan alasan: e) pekerka/buruh perempuan hamil,
melahirkan, gugur kandungan, atau menyusui bayinya;
5
Pemutusan hubungan kerja yang dilakukan dengan alasan sebagaimana dimaksud dalam ayata (1) batal demi
hukum dan pengusaha waajib mempekerjakan kembali pekerja/buruh yang bersangkutan.

3

B. Hukum yang mengatur Hak Pekerja Perempuan
Dalam UUD 1945 tercantum bahwa setiap orang berhak untuk bekerja serta mendapat
imbalan dan perlakuan yang adil dan layak dalam hubungan kerja. 6 Ini artinya pekerja
perempuan juga berhak mendapatkan hak yang sama dengan kaum laki laki terkait
perlakuan yang layak. UUD tersebut merupakan satu bentuk peraturan yang melindungi

hak pekerja secara umum. Ketentuan yang mengatur mengenai perlindungan bagi pekerja
perempuan, baik dalam konvensi internasional maupun peraturan perundang-undangan di
Indonesia, yaitu antara lain:
1. Convention on the Elimination of All Forms of Discrimination Againts Women yang
telah diratifikasi dengan UU No. 7 Tahun 1984 (CEDAW)
Pasal 11
1) Negara-negara peserta wajib membuat peraturan-peraturan yang tepat untuk
menghapus diskriminasi terhadap perempuan dilapangan pekerjaan guna
menjamin hak-hak yang sama atas dasar persamaan antara laki-laki dan
perempuan, khususnya:
a) Hak untuk bekerja sebagai hak azasi manusia;
b) Hak atas kesempatan kerja yang sama, termasuk penerapan kriteria seleksi

yang sama dalam penerimaan pegawai;
c) Hak untuk memilih dengan bebas profesi dan pekerjaan, hak untuk

promosi, jaminan pekerjaan dan semua tuniangan serta fasilitas kerja, hak
untuk rnemperoleh pelatihan kejuruan dan pelatihan ulang termasuk masa
kerja sebagai magang, pelatihan kejuruan lanjutan dan pelatihan ulang
lanjutan;

d) Hak untuk menerima upah yang sama, termasuk tuniangantunjangan, baik

untuk perlakuan yang sama sehubungan dengan pekerjaan dengan nilai
e) Hak untuk menerima upah yang sama, termasuk tuniangantunjangan, baik

untuk perlakuan yang sama sehubungan dengan pekerjaan dengan nilai
yang sama, maupun persamaan perlakuan dalam penilaian kualitas
pekerjaan;

6

Undang-undang Dasar Republik Indonesia 1945, pasal 28D(2)

f)

Hak atas jaminan sosial, khususnya dalam hal pensiun, pengangguran,
sakit, cacad, lanjut usia, serta lain-lain ketidakmampuan untuk bekerja,
hak atas masa cuti yang dibayar;

g)


Hak atas perlindungan kesehatan dan keselamatan kerja, termasuk usaha
perlindungan terhadap fungsi melanjutkan keturunan.

2) Untuk mencegah diskriminasi terhadap perempuan atas dasar perkawinan atau
kehamilan dan untuk menjamin hak efektif mereka untuk bekerja, negara-negara
peserta wajib membuat peraturan-peraturan yang tepat:
a) Untuk melarang, dengan dikenakan sanksi pemecatan atas dasar

kehamilan atau cuti hamil dan diskriminasi dalam pemberhentian atas
dasar status perkawinan;
b) Untuk mengadakan peraturan cuti hamil dengan bayaran atau dengan

tunjangan sosial yang sebanding tanpa kehilangan pekerjaan semula.
c) Untuk menganjurkan pengadaan pelayanan sosial yang perlu guna

memungkinkan para orang tua menggabungkan kewajiban-kewajiban
keluarga dengan tanggungjawab pekerjaan dan partisipasi dalam
kehidupan masyarakat, khususnya dengan meningkatkan pembentukan
dan pengembangan suatu jaringan tempat-tempat penitipan anak;

d) Untuk memberi perlindungan khusus kepada kaum perempuan selama

kehamilan pada jenis pekerjaan yang terbukti berbahaya bagi mereka;
3) Perundang-undangan yang bersifat melindungi sehubungan dengan hal-hal yang
tercakup dalam pasal ini wajib ditinjau kemball secara berkala berdasar ilmu
pengetahuan dan tehnologi, serta direvisi, dicabut atau diperluas menurut
keperluan.
Pasal 12
1) Negara-negara peserta wajib membuat peraturan-peraturan yang tepat untuk
menghapus diskriminasi terhadap perempuan di bidang pemeliharaan kesehatan
dan supaya menjamin diperolehnya pelayanan kesehatan termasuk pelayanan
yang berhubungan dengan keluarga berencana, atas dasar persamaan antara lakilaki dan perempuan.

2) Sekalipun terdapat ketentuan pada ayat 1) ini, negara-negara peserta wajib
menjamin kepada perempuan pelayanan yang layak berkaitan dengan kehamilan,
persalinan dan masa sesudah persalinan, dengan memberikan pelayanan cumacuma dimana perlu, serta pemberian makanan bergizi yang cukup selama
kehamilan dan masa menyusui.
Pasal 13
Negara-negara wajib membuat peraturan-peraturan yang tepat untuk menghapus
diskriminasi terhadap perempuan di lain-lain bidang kehidupan ekonomi dan sosial

supaya menjamin hak-hak yang sama, atas dasar persamaan antara laki-laki dan
perempuan, khususnya:
1) Hak atas tunjangan keluarga;
2) Hak atas pinjaman bank, hipotek dan lain-lain bentuk kredit permodalan;
3) Hak untuk ikut serta dalam kegiatan-kegiatan rekreasi, olah raga dan semua segi
kehidupan kebudayaan.

2. ILO Convention No. 183 Year 2000 on Maternity Protection (Konvensi ILO mengenai
Perlindungan Maternitas)
Perlindungan maternitas perempuan pekerja yang diterbitkan ILO dalam bentuk
Konvensi No. 183 / 2000 dan Rekomendasi No. 191 / 2000 dibutuhkan untuk mencegah
terjadinya diskriminasi terhadap pekerja perempuan, seperti yang ditegaskan dalam pasal
11 (f) CEDAW. Perlindungan maternitas juga dibutuhkan untuk melindungi kesehatan
perempuan dan janin yang dikandungnya dan / atau bayi yang dilahirkan dan disusuinya
dari kondisi kerja yang tidak aman (berbahaya) dan tidak sehat.7
Pemberian kesempatan yang sama untuk pekerja dengan tanggung jawabkeluarga
yakni tugas-tugas reproduktif di masyarakat di mana di banyak masyarakat hampir
semuanya diberikan kepada perempuan dan anak perempuan. Pada Konvensi ILO No.
183 / 2000 tertulis bahwa,

7

Mazia Rizqi Izzatika, Keuntungan Dan Tantangan Keikutsertaan Indonesia Dalam Konvensi Organisasi
Perburuhan Internasional (Ilo) No. 183 Tentang Perlindungan Maternitas (2000) Dalam Kaitannya Dengan
Kesetaraan Gender Dalam Dunia Kerja, 2013, hlm. 14

a. Fase Kehamilan (Sebelum Melahirkan): Konvensi ILO No. 183 / 2000 pasal 3
berbicara tentang perlindungan kesehatan, bahwa perempuan hamil dan menyusui
tidak harus melakukan pekerjaan yang telah ditentukan oleh penguasa berwenang
yang merugikan kesehatan ibu dan anak, atau dimana penilaian telah ditetapkan
risiko signifikan bagi kesehatan ibu dan anaknya.8
b. Konvensi ILO No. 183 / 2000 menetapkan periode cuti melahirkan selama 14
minggu atau 3,5 bulan.9
c. Konvensi ILO No. 183 / 2000 pasal 8, pada intinya merupakan larangan terhadap
terjadinya diskriminasi terhadap buruh perempuan yang bekerja kembali setelah
cuti melahirkan. Buruh perempuan yang bekerja kembali setelah cuti melahirkan
berhak menduduki kembali posisinya dan mendapatkan upah yang sama dengan
upah ketika sebelum cuti melahirkan.10
d. Konvensi ILO No. 183 / 2000 pasal 10, berisi tentang ibu menyusui, bahwa
pekerja atau buruh perempuan yang sedang menyusui berhak menggunakan jam
kerjanya untuk menyusui, minimal satu jam sehari dengan tetap mendapat upah.11
e. Konvensi ILO No. 183 / 2000 pasal 3, berbicara tentang perlindungan kesehatan
bagi pekerja / buruh perempuan hamil dan menyusui.
f. Konvensi ILO No. 183 / 2000 pasal 3 berisi tentang jenis pekerjaan yang
tidak wajib dilakukan oleh buruh perempuan hamil dan menyusui.
g. Masalah ibu menyusui diatur dalam Konvensi ILO No. 183 / 2000 pasal 10
h. Bagi pekerja wanita yang mengalami keguguran kandungan berhak untuk istirahat
1,5 (satu setengah) bulan sesuai dengan surat keterangan dokter kandungan atau
8

Each Member shall, after consulting the representative organizations of employers and workers, adopt
appropriate measures to ensure that pregnant or breastfeeding women are not obliged to perform work which has
been determined by the competent authority to be prejudicial to the health of the mother or the child, or where an
assessment has established a significant risk to the mother’s health or that of her child. Art. 3 Convention No. 183
Convention concerning the Revision of the Maternity Protection Convention (Revised), 1952
9
On production of a medical certificate or other appropriate certification, as determined by national law and
practice, stating the presumed date of childbirth, a woman to whom this Convention applies shall be entitled to a
period of maternity leave of not less than 14 weeks. Art. 4 (1), Convention No. 183 Convention concerning the
Revision of the Maternity Protection Convention (Revised), 1952
10
A woman is guaranteed the right to return to the same position or an equivalent position paid at the same rate at
the end of her maternity leave. Art. 8 (2), Convention No. 183 Convention concerning the Revision of the Maternity
Protection Convention (Revised), 1952
11
A woman shall be provided with the right to one or more daily breaks or a daily reduction of
hours of work to breastfeed her child. Art. 10 (1), Convention No. 183 Convention concerning the Revision of the
Maternity Protection Convention (Revised), 1952

bidan. Selama menjalankan istirahat/cuti pekerja tetap berhak menerima upah atau
gaji penuh.
3. UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan (UU Ketenagakerjaan)
Di Indonesia terdapat Undang-undang Ketenagakerjaan Nomor 13 tahun 2003 yang
memberikan perlindungan terhadap tenaga kerja untuk menjamin hak-hak dasar pekerja,
dan menjamin kesamaan kesempatan serta perlakuan tanpa diskriminas atas dasar apapun
untuk mewujudkan kesejahteraan pekerja/buruh dan keluarganya dengan tetap
memperhatikan perkembangan kemajuan dunia usaha. Perlindungan terhadap tenaga
kerja wanita khususnya diatur dalam pasal 18, 76-84, 86. Antara lain:
Adapun hak-hak tenaga kerja sesuai dengan pasal 18 undang-undang ketenagakerjaan
nomor 13 Tahun 2003 sebagai berikut:
1)

Seorang tenaga kerja perempuan berhak memperoleh pengakuan kompetensi kerja
setelah mengikuti pelatihan kerja yang diselenggarakan oleh lembaga pelatihan
kerja pemerintah, lembaga pelatihan kerja swasta, atau pelatihan di tempat kerja.

2)

Pengakuan kompetensi kerja sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan
melalui sertifikat kompetensi kerja.

3)

Sertifikat kompetensi kerja sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) dapat pula
diikuti oleh tenaga kerja yang telah berpengalaman.

4)

Untuk melakukan sertifikat kompetensi kerja dibentuk badan nasional sertifikat
profesi yang independen.
Pembentukan badan nasional sertifikat profesi yang independen sebagaimana

dimaksudkan dalam ayat (4) diatur dengan pengaturan pemerintah.
Pasal 76
1) Pekerja wanita yang berusia dibawah 18 tahun berhak untuk tidak bekerja pada
pukul 23.00 s.d 07.00
2) Pekerja wanita yang hamil yang menurut keterangan dokter berbahaya bagi
keselamatan dan kesehatan kandungan maupun dirinya berhak untuk tidak bekerja
bekerja pada pukul 23.00 s.d 07.00
3) Pekerja wanita yang bekerja antara pukul 23.00 s.d 07.00 berhak :
a. Mendapatkan makanan dan minuman bergizi
b. Terjaga kesusilaan dan keamanan selama ditempat kerja

c. Tersedia angkutan antar jemput bagi yang berangkat dan pulang bekerja antara
pukul 23.00 s.d 05.00.
Pasal 81
Pekerja perempuan dalam masa haid, merasa sakit dan melapor pada pengusaha, TIDAK
WAJIB bekerja pada hari 1 dan 2 pada waktu haid.
Pasal 82
1) Pekerja wanita berhak atas istirahat selama 1,5 bulan sebelum melahirkan dan 1,5
bulan sesudah melahirkan menurut perhitungan dokter atau bidan
2) Pekerja wanita

yang mengalami keguguran kandungan berhak memperoleh

istirahat 1,5 bulan atau sesuai dengan surat keterangan dokter kandungan atau
bidan
Pasal 83
Pekerja wanita yang anaknya masih menyusui berhak atas kesempatan sepatutnya untuk
menyusui anaknya jika hal itu harus dilakukan selama waktu kerja
Pasal 84
Setiap pekerja wanita yang menggunakan hak waktu istirahat sesuai pasal, 79, 80 dan 82
berhak mendapatkan upah penuh.
Pasal 86
Hak tenaga kerja perempuan mempunyai untuk :
1) Memperoleh perlindungan atas keselamatan dan kesehatan kerja, moral dan
kesusilaan serta perlakuan yang sesuai dengan harkat dan martabat manusia serta
nilai-nilai agama
2) Untuk melindungi keselamatan pekerja/buruh guna mewujudkan produktifitas
kerja yang optimal diselenggarakan upaya keselamatan dan kesehatan kerja.
4. UU No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia (UU HAM)
Setiap orang dilahirkan merdeka, mempunyai martabat dan hak-hak yang sama.
Tidak terkecuali seorang perempuan, dimana hak-hak yang melekat pada dirinya
merupakan bagian dari hak asasi manusia. Sesuai dengan prinsip-prinsip yang dinyatakan
dalam piagam PBB, hak perempuan berarti hak asasi untuk perempuan, yaitu merupakan
pengakuan atas martabat yang melekat dan tidak dapat dicabut oleh siapapun. Perempuan
berhak untuk hidup, memperoleh pendidikan, kesehatan, perlindungan, dan hak untuk

menyatakan pandangannya secara bebas dalam semua hal yang mempengaruhi
kehidupannya. Selain itu banyak peraturan yang secara spesifik mengatur tentang
perlindungan terhadap hak pekerja perempuan, seperti dalam pasal Pasal 49 (2), UU No
39 Tahun 1999 tentang hak Asasai Manusia: Wanita berhak untuk mendapatkan
perlindungan khusus dalam pelaksanaan pekerjaan atau profesinya terhadap hal-hal yang
dapat mengancam keselamatan dan atau kesehatannya berkenaan dengan fungsi
reproduksi wanita.
5. UU No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan (UU Kesehatan)
Hak kesehatan untuk pekerja, bukan hanya sebatas bebas dari cacat atau sembuh
dari sakit, namun kesehatan adalah keadaan sehat, baik secara fisik, mental, spritual
maupun sosial yang memungkinkan setiap orang untuk hidup produktif secara sosial dan
ekonomis. Oleh karena itu tujuan dari kesehatan kerja adalah supaya para pekerja sehat,
selamat, sejahtera dan produktif, dengan mengendalikan risiko yang bersumber dari
bahaya kesehatan di tempat kerja.12
Salah satu contohnya adalah hak pekerja perempuan yang tercantum dalam Pasal
128 UU No.36 Tahun 2009 tentang Kesehatan mengatur bahwa semua pihak harus
mendukung pekerja perempuan untuk menyusui dengan menyediakan waktu dan fasilitas
khusus, baik tempat kerja maupun ditempat umum. Sesuai dengan rekomendasi World
Health Organization (WHO), masa menyusui tersebut sekurang-kurangnya dua tahun.

Peraturan yang disebutkan diatas adalah beberapa peraturan yang mengatur tentang
perlindungan hak pekerja perempuan. Ini merupakan bukti bahwa negara bahkan
Internasional pun menganggap bahwa pentingnya hak pekerja perempuan itu dilindungi.
Tidak hanya karena itu merupakan HAM tapi perempuan juga memiliki kekhususan yang
yang berbeda denga laki-laki, dimana kekhususan tersebut juga perlu dilindungi secara
khusus.

12

Kesehatan Kerja, http://shefocus.wordpress.com/kesehatan-kerja/, akses: 23 April 2014