Manfaat Penginderaan Jauh dan Sistem Inf

Manfaat Penginderaan Jauh dan Sistem Informasi Geografis dalam
memperbaiki Model Erosi berbasis Vektor Pada DAS Kalamisu
REKO SASTRAWAN
1

Program Pascasarjana Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan, Fakultas Pertanian, Universitas Bengkulu. Jalan WR Supratman, Kandang
Limun, Bengkulu 38371 A, Indonesia. Tel./Fax. +62-736-21170 / +62-736-22105, email: reko99@yahoo.com
2
Tuliskan nama dan alamat kantor secara lengkap
3
Tuliskan nama dan alamat kantor secara lengkap

ABSTRAK
Bahaya erosi yang telah menurunkan produktivitas tanah merupakan masalah utama dari tahun ke tahun tetap harus dihadapi
oleh pemerintah. Bahaya erosi yang menimpa lahan-lahan pertanian serta penduduk sering terjadi pada lahan-lahan yang memiliki
kelerengan sekitar 15% keatas. Bahaya ini disebabkan selain oleh perbuatan manusia yang mementingkan pemuasan kebutuhan diri
sendiri, juga dikarenakan pengelolaan tanah dan pengairannya yang keliru (Asdak, 2002).
Untuk mengidentifikasi tingkat bahaya erosi, model yang dapat digunakan adalah dengan menggunakan model USLE ( Universal Soil
Loss Equation). Model USLE mempertimbangkan beberapa faktor dalam kajian erosi seperti faktor erosivitas hujan, faktor erodibilitas
tanah, faktor panjang dan kemiringan lereng, faktor penutupan dan manajemen tanaman, dan faktor tindakan konservasi tanah (Arsyad,
2010).

Nilai erosivitas hujan yang diperoleh dari 4 stasiun curah hujan menunjukkan bahwa tingkat curah hujan tertinggi yaitu stasiun
Aparang 1 dengan nilai erosivitas hujan 6128 kJ/ha dan tingkat curah hujan terendah yaitu stasiun Balakia dengan nilai eosivitas 1227
kJ/ha. Intensitas hujan yang cukup tinggi akan menimbulkan erosi. Tetesan butiran–butiran hujan yang jatuh ke atas tanah
mengakibatkan pecahnya agregat–agregat tanah yang diakibatkan oleh tetesan butiran hujan yang memiliki energi kinetik yang cukup
besar. Hal ini sesuai dengan pendapat Suripin (2001) yang menyatakan bahwa penyebab erosi tanah adalah pengaruh pukulan hujan
pada tanah. Hujan menyebabkan erosi tanah melalui dua jalan yaitu pelepasan butiran tanah oleh pukulan air hujan pada permukaan
tanah dan kontribusi hujan terhadap aliran.
Jumlah hujan yang besar tidak selalu menyebabkan erosi berat jika intensitasnya rendah, dan sebaliknya hujan lebat dalam waktu
singkat dapat menyebabkan sedikit erosi karena jumlah hujan hanya sedikit. Jika jumlah dan intensitas hujan keduanya tinggi, maka
erosi tanah yang terjadi cenderung tinggi
Kata Kunci: Erosi, DAS Kalamisu.

PENDAHULUAN
Sumberdaya alam utama yaitu tanah dan air pada
dasarnya merupakan sumberdaya alam yang dapat
diperbaharui, namun mudah mengalami kerusakan atau
degradasi. Kerusakan tanah dapat terjadi oleh (1)
kehilangan unsur tanah dan bahan organik di daerah
perakaran, (2) terkumpulnya garam di daerah perakaran,
(3) penjenuhan tanah oleh air, dan (4) erosi. Kerusakan

tanah tersebut menyebabkan berkurangnya kemampuan
tanah untuk mendukung pertumbuhan tanaman (Suripin,
2004).
Bahaya erosi yang telah menurunkan produktivitas
tanah merupakan masalah utama dari tahun ke tahun tetap
harus dihadapi oleh pemerintah. Bahaya erosi yang
menimpa lahan-lahan pertanian serta penduduk sering
terjadi pada lahan-lahan yang memiliki kelerengan sekitar
15% keatas. Bahaya ini disebabkan selain oleh perbuatan
manusia yang mementingkan pemuasan kebutuhan diri
sendiri, juga dikarenakan pengelolaan tanah dan
pengairannya yang keliru (Asdak, 2002).
Untuk mengidentifikasi tingkat bahaya erosi,
model yang dapat digunakan adalah dengan menggunakan
model USLE (Universal Soil Loss Equation). Model USLE
mempertimbangkan beberapa faktor dalam kajian erosi

seperti faktor erosivitas hujan, faktor erodibilitas tanah,
faktor panjang dan kemiringan lereng, faktor penutupan
dan manajemen tanaman, dan faktor tindakan konservasi

tanah (Arsyad, 2010).
Model yang banyak berkembang saat ini adalah
model yang menggunakan fasilitas Sistem Informasi
Geografis (SIG) yang merupakan suatu sistem (berbasis
komputer) yang digunakan untuk menyimpan dan
memproses informasi-informasi spasial. SIG dirancang
untuk mengumpulkan, menyimpan, dan menganalisis
objek-objek dan fenomena-fenomena dimana lokasi
geografis merupakan karakteristik yang penting untuk
dianalisis (Anonim, 2011a).Berdasarkan data yang
diperoleh dari Badan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai
Jeneberang-Walanae, pada tahun 1996 luas hutan adalah
59% dari luas DAS dan pada tahun 2010 mengalami
perubahan menjadi 4.8% dari luas DAS Kalamisu. Adanya
perubahan penggunaan lahan tersebut dapat menyebabkan
erosi sehingga perlu dilakukan penelitian untuk mengetahui
tingkat bahaya erosi yang terjadi pada DAS Kalamisu agar
dapat menjadi pedoman/acuan dalam upaya rehabilitasi lahan
dan konservasi tanah (Departemen Kehutanan, 2010).
BAHAN DAN METODE (10 pt)


Study area (10 pt)

Figure 1. DAS kalamisu terletak antara 119° 58' 03" sampai dengan 120° 19' 15" BT dan 5° 07' 58" sampai dengan 5° 19' 04" LS
Prosedur penelitian yang akan dilaksanakan adalah sebagai
berikut :
1. PengumpulanAcuan Peta Dasar :
Peta administrasi DAS Kalamisu, peta jenis tanah
untuk pembuatan peta erodibilitas tanah, Peta penggunaan
lahan sebagai acuan dalam pembuatan peta faktor
pengelolaan tanaman dan faktor konservasi, DEM yang
digunakan untuk pembuatan peta kelerengan dan peta
panjang dan kemiringan lereng.
2. Pengumpulan data :
a. Pengumpulan informasi/data biofisik DAS Kalamisu. Pada
tahap pengumpulan data dilakukan observasi langsung dan
informasi dari Badan Pengelolaan DAS JeneberangWalanae terhadap kondisi biofisik DAS Kalamisu yang
meliputi letak dan luas DAS, jenis tanah, topografi dan
penggunaan lahan.
b. Jenis Data :

1. Data Primer yang digunakan dalam penelitian ini adalah
data fisik tanah.
2. Data Sekunder yang digunakan dalam penelitian ini
adalah :
 Data letak dan luas DAS, jenis tanah, topografi dan
penggunaan lahan.
 Data Curah Hujan Harian Stasiun Balakia (Tahun
2001-2010).
 Data Curah Hujan Harian Stasiun Tekolampe (Tahun
2001-2010).
 Data Curah Hujan Harian Stasiun Aparang I (Tahun
2001-2010).
 Data Curah Hujan Harian Stasiun Aparang III (Tahun
2001-2010).

3.
4.

5.


 Data SRTM.
Survei Lapangan DAS Kalamisu
 Pengambilan sampel tanah untuk penentuan data fisik
tanah nilai K.
Analisis Sampel Tanah di Laboratorium
 Nilai erodibilitas tanah dianalisis di Laboratorium
Mekanika Tanah
Fakultas Pertanian Universitas
Hasanuddin untuk menghitung nilai tekstur, struktur,
kadar bahan organik dan permeabilitas tanah.
Pemetaan :
1) Pembuatan Peta Wilayah Hujan (Nilai R)
Nilai erosivitas hujan pada penelitian ini
menggunakan rumus Bols (1978) pada persamaan 2.2
dengan menggunakan data curah hujan selama 10 tahun
(2001-2010).
2) Pembuatan Peta Erodibilitas Tanah (Nilai K)
Besarnya nilai K ditentukan oleh tekstur, struktur,
kadar bahan organik dan permeabilitas tanah yang
diperoleh dari pengujian sampel tanah di Laboratorium.

Penentuan nilai erodibilitas tanah dilakukan dengan
menggunakan nomograf pada Lampiran 6j.
3) Pembuatan Peta Panjang dan Kemiringan Lereng (Nilai
LS).
Untuk menghitung faktor panjang dan kemiringan lereng
digunakan data DEM (Digital Elevation Modelling) dan
menggunakan Persamaan 2.4. Pengolahan data DEM
untuk mendapatkan nilai LS didalam penelitian ini
menggunakan perangkat lunak ArcView 3.3 dan Global
Mapper. Langkah-langkah dalam pembuatan peta LS
sebagai berikut :
1. Pembukaan file SRTM pada Global Mapper setelah
itu Export dalam bentuk DEM.

SETYAWAN et al. – Running title is about five words
2.

Penggunaan program Arcview untuk mengisi pixel
yang kosong pada DEM dengan fill sink dengan
bantuan extension hydrologic modeling. Setelah itu

menurunkan slope dari DEM dengan menu Surface
lalu Derive Slope.
3. Slope diturunkan menjadi Flow accumulation dan
flow direction melalui menu hydrologic modeling.
4. Analisis nilai LS menggunakan Map Calculator.
a. Asumsi panjang lereng adalah 270m dari DEM
yang beresolusi 90 meter sehingga nilai pixel
yang digunakan = 3.
b. Penggunaan Map calculator dalam pembuatan
theme yang memiliki informasi nilai 0 artinya
flow accumulation yang nilainya kurang atau
sama dengan 3, dan nilai 1 berisi flow
accumulation yang nilainya lebih besar
daripada 3 dengan rumus“Flow accumulation
> 3” yang akan menghasilkan Map calculation
1.
c. Pembuatan Map calculation 2 dengan
mengalikan “Map Calculation 1*3” dimana
nilai 1 berisi nilai flow accumulation 0 sampai
3 dan nilai 3 yang memiliki flow accumulation

lebih besar daripada 3.
d. Map calculation 3 dihasilkan dari perkalian
“Map Calculation 2 ≤ 3” dimana nilai 1
mempunyai nilai flow accumulation kurang
dari atau sama dengan 3.
e. Map calculation 4 dihasilkan dari perkalian
“Map calculation 2*Flow accumulation” agar
tidak ada flow accumulation yang bernilai 0.
f. Flow accumulation baru akan dihasilkan dari
penambahan Map calculation 3 + Map
calculation 4.
g. Penghitungan nilai LS menggunakan Map
calculator dengan rumus sebagai berikut :
((((( [newflowaccumulation] * 3 / 22.13).Pow(
0.4 )) * [Slope of Filled Elevation] * 3.14 /
180).Sin) / 0.0896).Pow( 1.3 )
4) Pembuatan Peta Faktor Pengelolaan Tanaman (Nilai C)
Faktor pengelolaan tanaman dalam penelitian ini
ditentukan berdasarkan nilai yang dikemukakan dalam
RTL-RLKT Departemen Kehutanan pada Tabel 2.3.

5) Pembuatan Peta Faktor Konservasi (Nilai P)
Faktor tindakan konservasi disesuaikan dengan
faktor P menurut RTL-RLKT Departemen Kehutanan.
6.

7.

3

A = R × K × LS × C × P
Menentukan Tingkat Bahaya Erosi
 Menghitung laju erosi yang diperbolehkan dengan
menggunakan persamaan 2.5.
 Menghitung Indeks bahaya erosi menggunakan
persamaan 2.6.
 Membuat peta/tabel tingkat bahaya erosi DAS Kalamisu.

HASIL DAN PEMBAHASAN
IV.1 Prediksi Erosi Metode USLE (Universal Soil Loss
Equation)

IV.1.1 Faktor Erosivitas Hujan (R)

Nilai erosivitas hujan yang diperoleh dari 4
stasiun curah hujan menunjukkan bahwa tingkat curah
hujan tertinggi yaitu stasiun Aparang 1 dengan nilai
erosivitas hujan 6128 kJ/ha dan tingkat curah hujan
terendah yaitu stasiun Balakia dengan nilai eosivitas
1227 kJ/ha. Intensitas hujan yang cukup tinggi akan
menimbulkan erosi. Tetesan butiran–butiran hujan
yang jatuh ke atas tanah mengakibatkan pecahnya
agregat–agregat tanah yang diakibatkan oleh tetesan
butiran hujan yang memiliki energi kinetik yang
cukup besar. Hal ini sesuai dengan pendapat Suripin
(2001) yang menyatakan bahwa penyebab erosi tanah
adalah pengaruh pukulan hujan pada tanah. Hujan
menyebabkan erosi tanah melalui dua jalan yaitu
pelepasan butiran tanah oleh pukulan air hujan pada
permukaan tanah dan kontribusi hujan terhadap aliran.
Jumlah hujan yang besar tidak selalu
menyebabkan erosi berat jika intensitasnya rendah,
dan sebaliknya hujan lebat dalam waktu singkat dapat
menyebabkan sedikit erosi karena jumlah hujan hanya
sedikit. Jika jumlah dan intensitas hujan keduanya
tinggi, maka erosi tanah yang terjadi cenderung
tinggi.
Nilai erosivitas hujan yang terdapat pada DAS
Kalamisu dapat dilihat pada tabel 4.1 dan gambar 2,
sebagai berikut :

Pengolahan dan Analisa Data (USLE)
Pengolahan dan analisa data pada penelitian ini
menggunakan rumus USLE

Tabel 4.1 Nilai Erosivitas DAS Kalamisu
No
1
2
3
4

Stasiun
Balakia
Biringere
Aparang 1
Aparang 3

Lokasi
Longtitude
832596,7575
860842,3102
849354,8784
856907,8616

Latitude
9421056,1
9432528,6
9418151,4
9422916,3

Total
Sumber : Data Sekunder setelah diolah dan Hasil Analisa SIG. 2012.

3

Nilai R (kJ/ha)

Luas (ha)

6128
2243
3090
1227

3649,13
1377,33
2433,80
7606,10
15066,35

IV.1.1 Faktor Erodibilitas Tanah (K)
Nilai erodibilitas yang terdapat pada DAS kalamisu dapat dilihat pada tabel 4.2 dan gambar 3 sebagai
berikut :

Tabel 4.2 Nilai Erodibilitas DAS Kalamisu
No
1
2

Jenis tanah

%(debu+pasir sangat
halus)

Latosol Coklat

48

Latosol Coklat

Pasir
(%)

B.O
(%)

S

P

K

20

1,8

2

2

0,38

32

35

2,5

2

2

0,54

Latosol Merah

50

20

2,3

2

2

0,36

Latosol Merah

40

27

3

3

3

0,53

Luas (Ha)
6926,076
8140,273

Total
Sumber : Data Primer setelah diolah dan Hasil Analisa SIG. 2012.

15066,35

Erodibilitas yang terdapat pada DAS Kalamisu memiliki
tanah. Kumpulan unsur organik di atas permukaan tanah dapat
nilai yang berbeda-beda dan memiliki kelas erodibilitas tinggi
menghambat kecepatan air larian. Dan dengan demikian,
dan agak tinggi. Hal ini menunjukkan bahwa jenis tanah tersebut
menurunkan potensi terjadinya erosi.
memiliki sifat yang kurang baik yaitu memiliki persen liat yang
Struktur tanah merupakan susunan
kecil sehingga kemampuan mengikat air sangat rendah. Hal ini
partikel-partikel tanah yang membentuk agregat. Struktur tanah
sesuai dengan pendapat Asdak (2002) bahwa peranan tekstur
pada DAS Kalamisu adalah granuler halus dan granuler sedang
terhadap besar kecilnya erodibilitas tanah adalah besar. Partikel
dimana struktur tanah akan mempengaruhi kemampuan tanah
yang kurang tahan adalah debu dan pasir halus. Tanah dengan
dalam menyerap air tanah. Hal ini sesuai dengan pendapat
kandungan debu tinggi merupakan tanah yang mudah tererosi.
Asdak (2002) bahwa Struktur tanah granuler dan lepas
Tekstur pasir mempunyai daya ikat antar partikel tanah yang
mempunyai kemampuan besar dalam meloloskan air larian,
kurang mantap sehingga kemantapan agregat tanahnya
dan dengan demikian, menurunkan laju air larian dan memacu
rendah dibandingkan dengan
tekstur liat yang
pertumbuhan
tanaman.
mempunyai daya ikat antar partikel tanah yang sangat kuat
Permeabilitas
tanah
menunjukkan
sehingga agregat tanahnya sangat sulit dihancurkan oleh butiran
kemampuan tanah dalam meloloskan air. Permeabilitas yang
hujan.
terdapat pada tanah di DAS Kalamisu umumnya lambat sampai
Bahan organik sangat berperan pada proses pembentukan dan
sedang. Cepat atau lambatnya perembesan air ini ditentukan
pengikatan, serta penstabilan agregat tanah. Pengaruh utama
oleh tekstur tanah. Hal ini sesuai dengan pendapat Asdak
bahan organik adalah memperlambat aliran permukaan,
(2002) bahwa struktur dan tekstur tanah serta unsur organik
meningkatkan infiltrasi, dan memantapkan agregat tanah. Hal ini
lainnya ikut ambil bagian dalam menentukan permeabilitas
sesuai dengan pendapat Asdak (2002) bahwa unsur organik
tanah. Tanah dengan permeabilitas tinggi menaikkan laju
cenderung memperbaiki struktur tanah dan bersifat meningkatkan
infiltrasi sehingga akan menurunkan laju air larian.
permeabilitas tanah, kapasitas tampung air tanah, dan kesuburan
IV.1.2 Faktor Panjang dan Kemiringan Lereng (LS)

Tabel 4.3 Keadaan Topografi DAS Kalamisu
No
1
2
3
4
5

Lereng (%)
0-8
9-15

Topografi
Datar
Landai

Luas (Ha)
5765,80
1287,62

16-25
26-40
>40

Agak Curam
Curam
Sangat Curam

1201,28
2821,63
3990,01

Total
Sumber : Hasil Analisa SIG. 2012.

15066,35

Luas(%)
38,2
8,4
8
19
26,4
100

Tabel 4.4. Nilai LS DAS Kalamisu
No
1
2
3
4

Nilai LS

Luas (ha)
13060,54
1915,59
82,78
7,50

0-10,4
10,5-20,8
20,9-31,3
31,4-41,7
15066,35
Sumber : Hasil Analisa SIG. 2012.

Luas (%)
86,7
12,7
0,6
0,05
100

Kemiringan merupakan faktor yang sangat perlu di perhatikan
Hal ini sesuai dengan pendapat Kartasapoetra (1988) bahwa
sejak penyiapan lahan pertanian, karena lahan yang mempunyai
semakin panjang lereng dan kemiringan lereng maka kerusakan
kemiringan curam dapat dikatakan lebih mudah terganggu
danatau
penghancuran atau berlangsungnya erosi akan lebih besar.
rusak. Kemiringan lereng sangat mempengaruhi tingkatDimana
erosi, semakin panjang lereng pada tanah akan semakin besar
karena semakin tinggi kemiringan lereng maka tingkat erosipula
sangat
kecepatan aliran air di permukaannya sehingga pengikisan
besar. Curamnya lereng akan memperbesar energi angkut
terhadap
air. bagian-bagian tanah makin besar.
Selain itu dengan makin miringnya lereng, maka jumlah butir-butir
tanah yang dipercik kebawah oleh tumbukan air semakin banyak.
IV.1.3

Faktor Upaya Pengelolaan Konservasi (P)
Penggunaan lahan dan praktek konservasi yang diterapkan yang terdapat pada DAS Kalamisu dapat dilihat
pada tabel 4.6 dan gambar 7, sebagai berikut :

Tabel 4.6 Penggunaan lahan DAS Kalamisu dan Nilai P
No
1

Penggunaan Lahan
Semak Belukar

Nilai P
0,021

Luas (Ha)
12681,03

Luas (%)
84,2

2
3
4

Sawah
Hutan
Tegalan

0,15
1,00
0,421

981,30
709,90
358,12

6,5
4,7

5

Kebun Campuran

0,40

173,76

1,1

6

Ladang

0,421

101,20

0,7

7
8

Tambak
Padang Rumput

1,00
0,04

60,04
1,11

0,4
0,01
100

Total
15066,35
Sumber : Data Sekunder setelah diolah dan Hasil Analisa SIG. 2012.

2,4

Nilai P diperoleh berdasarkan jenisjenis teknik konservasi yang ada pada DAS Kalamisu. Nilai P
merujuk pada penggunaan lahan dan jenis konservasi DAS
Kalamisu yang dikeluarkan oleh Badan Pengelolaan Daerah
Aliran Sungai (BPDAS). Tindakan konservasi yang terdapat pada
DAS kalamisu beragam, ada beberapa yang menerapkan teknik
konservasi seperti teras bangku, padang rumput, dan alang-alang.
Namun adapula yang belum menerapkan tindakan teknik
Erosi yang masih diperbolehkan adalah jumlah tanah
konservasi seperti hutan yang luasnya 709,8901 ha atau 4,7% dari
hilang yang diperbolehkan pertahun agar produktivitas lahan
luas DAS dengan nilai P (1.00). Faktor penglolaan tanaman
tidak berkurang sehingga tanah tetap produktif secara lestari.
dengan beberapa jenis penutupan lahan dapat mengurangi
Nilai erosi yang diperbolehkan pada DAS Kalamisu dapat
pengaruh hujan maupun topografi terhadap erosi. Vegetasi dapat
Sumber: Data Sekunder setelah diolah dan
memperkecil kekuatan pengikisan tanah oleh aliran permukaan.
Hasil Analisa SIG. 2012.
Tujuan penetapan batas laju erosi yang dapat dibiarkan
adalah agar dapat menurunkan laju erosi yang terjadi pada suatu
lahan baik pertanian maupun non pertanian terutama pada
lahan-lahan yang mempunyai kemiringan yang berlereng.
Secara teori dapat dikatakan bahwa laju erosi harus seimbang
No

P

Teknik Konservasi Arahan

1

Semak Belukar

2

Sawah
Hutan Tanpa tindakan
konservasi

0,15

4

Kebun Campuran

0,40

5

Ladang

0,421

6

Tegalan

0,421

3

No
1.
2.
3.
4.

Penggunaan Lahan
Eksisting

P*

Semak belukar dengan Teras Bangku
Sempurna
Sawah dengan Teras Bangku Sempurna

0,021
1,000

Hutan dengan tanaman penutup rapat

12681,03

0,04

981,29

0,1

709,89

Kebun campuran dengan Teras Bangku
0,04
173,65
Sempurna
Ladang dengan Teras Bangku Sempurna
0,04
101,19
Kebun Campuran dengan teras bangku
0,09
358,12
sempurna dengan penanaman kacang tanah
dengan laju pembentukan tanah, namun dalam prakteknya
sangat sulit untuk mencapai keadaan yang seimbang ini.
Hammer (1981) menggunakan konsep kedalaman ekivalen dan
umur guna tanah dalam menetapkan nilai T, dimana kedalaman
ekivalen adalah perkalian antara nilai kedalaman efektif tanah
dengan faktor kedalaman ordo tanah dan umur guna tanah
merupakan jangka waktu yang cukup untuk memelihara
kelestarian tanah.
Tingkat Bahaya Erosi
Tingkat Bahaya Erosi (TBE) pada Tabel 4.8 dan
Gambar 8 sebagai berikut:
Tabel 4.8. Nilai Tingkat Bahaya Erosi (TBE) DAS
Kalamisu
Sumber: Hasil Analisa SIG, 2012.
Tabel diatas menunjukkan bahwa tingkat bahaya erosi
pada DAS Kalamisu dominan masih tergolong sedang dengan
Luas (ha)
Luas (%)
5210,276
35
7703,050
51
1800,729
12
352,294
2
15066,35
100
luas 7703,050 ha atau sekitar 51% dari total luas wilayah DAS
Kalamisu. Hal ini menunjukkan bahwa erosi yang ditimbulkan
tidak terlalu besar karena faktor penutupan dan pengelolaan
tanaman masih tergolong baik, tetapi hal tersebut tidak
dapat diabaikan karena juga terdapat erosi yang tergolong

Tingkat Bahaya Erosi
Ringan
Sedang
Tinggi
Sangat Tinggi
Total

No
1.

Jenis Tanah
Latosol Merah

KE
1000

FK
10

UGT
400

TSL(ton/ha/tahun)
27

Luas (ha)
6926,076

2.

Latosol Coklat

1000

10

400

27

8140,273

Total

0,04

Luas (ha)

15066,35

Luas (%)
45
64
100

tinggi dan sangat tinggi dengan luas berturut turut 1800,729 ha
dan 352,294 ha.
Apabila faktor pengelolaan tanaman dan
praktek konservasi pada DAS Kalamisu tidak
diperbaiki maka tingkat erosi yang terjadi kedepannya
dapat menjadi dominan tinggi atau sangat tinggi. Oleh
karena itu perlu dilakukan praktik konservasi yang
dapat menekan laju erosi yang terjadi sehingga erosi
yang dihasilkan tidak terlalu besar.

yang
No

ditanam

Penggunaan Lahan Eksisting

atau

tumbuh
memiliki TBE sangat tinggi berperan
dan

C

Penggunaan Lahan Arahan

besar

dalam

C*

upaya

Luas(ha)

1.

Ladang
0,7
Kebun Campuran
0,10
358,1231
4.4.
Arahan
bertujuan untuk mengurangi daya
tinggi menjadi wilayah yang
pengendalian erosi. Tingkat bahaya
Konservasi
DAS
pengikisan dan penghanyutan
memiliki TBE rendah.
erosi setelah dilakukan arahan
Kalamisu
tanah oleh aliran permukaan.
Perubahan potensi erosi
konservasi
ternyata
masih
Arahan
konservasi
Dalam praktek konsevasi tanah,
DAS Kalamisu dengan tingkat
ditemukan tingkat bahaya erosi
bertujuan untuk menekan laju
kedua cara diterapkan secara
bahaya erosi yang difokuskan pada
tinggi dan sangat tinggi, hal ini
erosi sehingga erosi yang
terpadu, seperti pembuatan teras
tingkat bahaya erosi tinggi disebabkan
dan
oleh curah hujan yang
terjadi tidak terlalu besar.
dengan penanaman ganda, sangat
dan tinggi
tinggi pada daerah tersebut dengan
Dalam penelitian ini arahan
sangat efektif dalam menekan laju
jumlah
K curah hujan 6131 kJ/ha dan
konservasi difokuskan pada
onservasi
bertujuan
untuk
faktor kelerengan yang terletak
tingkat bahaya tinggi dan
Arahan
konservasi
meningkatkan produktivitas lahan
antara 25-45% dan lereng sangat
sangat tinggi. Estimasi nilai yang
C disarankan untuk diterapkan
serta
menurunkan
atau
curam >40%. Untuk mengatasi
dan nilai P untuk arahan
pada DAS Kalamisu yaitu hutan
menghilangkan dampak negatif
tingkat bahaya erosi yang masih
konservasi yang digunakan
yang sebelumnya tanpa tindakan
pengelolaan lahan seperti erosi,
tinggi dapat diusahakan dengan
dapat dilihat pada tabel 4.9
konservasi dijadikan hutan yang
sedimentasi dan banjir. Perubahan
melakukan penanaman pada tepi
sebagai berikut :
ditanami tanaman perkebunan
yang terjadi pada laju erosi yang ditanami dengan tanaman
Tabel 4.9.Arahandengan penutup tanah yang rapat,
disebabkan oleh arahan konservasi
penguat teras yang terdiri dari
Penggunaan Lahan
dan beberapa penggunaan lahan
yang digunakan. Penurunan tersebut
tanaman rumput, lamtoro dan dapat
No

TBE

1.

Tinggi

2.

Sangat Tinggi

Perubahan Potensi Erosi
Luas (ha)*

Luas (%)*

Luas (ha)**

Luas (%)**

1800,72

12

111,75

0,7

352,29

2

17,99

0,1

DAS Kalamisu yang
sebelumnya
memiliki
juga berdampak pada perubahan
ditanami
tanaman
hortikultura
Sumber : Hasil
konstruksi teras bangku yang
tingkat bahaya erosi dimana luas
seperti srikaya ataupun nanas dan
Analisa SIG. 2012. kurang baik menjadi menjadi teras
tingkat bahaya erosi tinggi pisang.
dan
Tanaman rumput pada tepi
Catatan :bangku
*
yang lebih baik. Dengan
sangat tinggi berkurang. Hal teras
ini disamping berfungsi sebagai
Arahan Konservasi adanya
arahan
konservasi
menunjukkan bahwa faktor jenis
penguat teras juga sebagai sumber
diharapkan dapat memperkecil laju
tanaman dan pengelolaan lahan
pakan ternak (sapi atau kambing).
Tabel 4.10 Arahan
erosi yang ditimbulkan. Tingkat
Konservasi DAS Kalamisu
bahaya erosi yang ditimbulkan
Sumber
:
Hasil
setelah membandingkan nilai erosi
Analisa
SIG.
menggunakan nilai C dan nilai P
2012Catatan:* Arahan
berdasarkan arahan konservasi
Konservasi
dengan
nilai
erosi
yang
diperbolehkan dapat dilihat pada
Berdasarkan analisis
tabel 4.11 dan gambar 9 sebagai
setiap faktor penduga erosi USLE,
berikut
:
erosivitas hujan dan erodibilitas
tanah merupakan faktor yang sulit
Tabel 4.11.Nilai TBE DAS
diubah. Tetapi faktor panjang dan
Kalamisu Berdasarkan Arahan
kemiringan lereng dapat dilakukan
Konservasi
modifikasi, lereng yang panjang
Tingkat Bahaya
Luas (ha)
bisa dibagi-bagi menjadi beberapa
Erosi
bagian yang lebih pendek dan
Ringan
10982
datar, sehingga faktor lereng yang
Sedang
3954
mengakibatkan
erosi
dapat
Tinggi
111
diperkecil.
Sangat Tinggi
17
Upaya konservasi ini
Total
15066,35
dapat dilakukan secara mekanis
Sumber: Hasil
dan secara vegetatif. Pengendalian
Analisa SIG, 2012.
erosi secara mekanis merupakan
Berdasarkan tabel diatas
pengendalian
erosi
yang
dapat dilihat bahwa tingkat bahaya
memerlukan beberapa sarana fisik
erosi yang terjadi sudah tergolong
antara lain pembuatan teras, rorak,
dengan luas 10982,58 ha.
dan saluran pembuangan ringan
air.
Dengan adanya arahan konservasi
Sedangkan pengendalian erosi
pada DAS Kalamisu maka terjadi
secara
vegetatif,
merupakan
penurunan laju erosi sehingga
pengendalian
erosi
yang
wilayah-wilayah yang sebelumnya
didasarkan pada peranan tanaman

KESIMPULAN
Berdasarkan hasil analisis peta spasial
dan uraian-uraian yang dikemukakan pada
bab-bab terdahulu, maka dapat ditarik
kesimpulan sebagai berikut:

1.

Hasil analisa laju erosi dengan menggunakan
Universal Soil Loss Equation (USLE)
menunjukkan tingkat bahaya erosi yang
terjadi pada DAS Kalamisu dominan berada
pada tingkat sedang.

2.

3.

Tingkat bahaya erosi tertinggi terjadi pada
lahan semak belukar dengan kemiringan
lereng > 40% dan nilai erosivitas yang
tinggi.
Penurunan laju erosi dapat diusahakan
dengan melaksanakan arahan konservasi
yang tepat seperti penanaman tanaman
penutup tanah rapat dan perbaikan
konstruksi teras.

DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2011a. Jurnal Prediksi Erosi berbasis
pixel. http://mbojo.wordpress.com 201001jurnalprediksi-erosi-sigberbasis-pixel.pdf.
Tanggal
akses 2 Maret 2011.
Anonim. 2011b. Tata Cara Penyusunan Rencana
Teknik Rehabilitasi Hutan Dan Lahan Daerah
Aliran
Sungai.
http://www.dephut.go.id/
INFORMASI/RLPS/14_167_04.pdf.
Tanggal
akses 2 Maret 2011.

Direktorat Jenderal Reboisasi dan Rehabilitasi
Lahan, Departemen Kehutanan. 2010. Rencana
Teknik Lapangan Rehabilitasi Lahan dan
Konservasi Tanah Daerah Aliran Sungai
Kalamisu Kabupaten Sinjai. Balai Pengelolaan
Daerah Aliran Sungai Jeneberang-Walanae:
Makassar.

Arsyad, S., 2010. Konservasi Tanah dan Air. IPB
Press, Institut Pertanian Bogor: Bogor.

Engel, B., 2003. Estimating Soil Erosion using
Arcview.
Purdue
University.
http://pasture.ecn.purdue.edu/abe526/ressouces1/
gisrusle.html. Diupdate tanggal 17 Oktober 2003.
Tanggal akses 2 Maret 2011.

Asdak, C., 2002. Hidrologi dan Pengelolaan
Daerah Aliran Sungai. Gadjah Mada University
Press: Yogyakarta.

Effendi, dan Supli R., 2000. Pengendalian Erosi
Tanah Dalam Rangka Pelestarian Lingkungan
Hidup. Bumi Aksara: Jakarta.

Balai Besar Litbang Sumberdaya Lahan Pertanian
Badan Penelitian Dan Pengembangan Pertanian
Departemen Pertanian 2007. Petunjuk Teknis
Teknologi Konservasi Tanah Dan Air. Sekretariat
Tim Pengendali Bantuan Penghijauan dan
Reboisasi Pusat: Jakarta.

Hickey, R., 2000. Slope Angel and Slope Length
Solution for GIS. Cartography, vol 29. No 1.
Paper 1-8.

Budiyanto, E., 2010. Sistem Informasi Geografis
dengan Arcview GIS. Andi Offset: Yogyakarta.
Direktorat Jenderal Reboisasi dan Rehabilitasi
Lahan, Departemen Kehutanan. 1995. Pedoman
Penyusunan
Rencana
Teknik
Lapangan
Rehabilitasi Lahan dan Konservasi Tanah
Daerah Aliran Sungai. Balai Pengelolaan Daerah
Aliran Sungai Jeneberang-Walanae: Makassar.

Kartasapoetra, 1985. Teknologi Konservasi
Tanah dan Air. Rineka Cipta: Jakarta.
Nursa’ban, M., 2006. Pengendalian Erosi Tanah
Sebagai Upaya Melestarikan Kemampuan
Fungsi
Lingkungan.
Jurusan
Pendidikan
Geografi, FISE UNY. Geomedia, Volume 4,
Nomor 2.
Suripin, 2004. Pelestarian Sumber Daya Tanah
dan air. Penerbit Andi: Yogyakarta.