Strategi Pemerintah Mendorong dan Mening

Strategi Pemerintah Mendorong dan
Meningkatkan Partisipasi Maysrakata
Desa dalam Pembangunan di NTT
I. LATAR BELAKANG
Gagasan tentang pembaharuan desa telah lama bertebaran. Banyak individu
maupun lembaga telah lama mempromosikan pembahruan agraria sebagai jalan
untuk menciptakan keadilan sosial bagi masyarakat desa. Kini, di era reformasi,
lebih banyak elemen masyarakat yang menghembuskan wacana pembaharuan
desa lebih membahana. Fokus perhatian pembaharuan desa sekarang tidak hanya
pada pembaharuan agraria, melainkan juga mengusung desentralisasi dan
demokratisasi ke level desa. Desentralisasi merupakan kekuatan untuk membela
desa dihadapan pemerintah supra desa, sedangkan demokratisasi adalah kekuatan
alternatif untuk melawan desa terutama untuk memperkuat partisipasi masyarakat
dalam urusan pemerintahan dan pembangunan desa.
Untuk menanggapi wacana pembaharuan tersebut, pemerintah telah melansir
begitu banyak program dalam rangka peningkatan partispasi masyarakat desa baik
itu dalam proses maupun pelaksanaan pembangunan, yang berupa programprogram pemberdayaan yang ditujukan kepada masyarakat desa guna
meningkatkan kesejahteraan masyarakat desa.
Pola pembangunan yang dianut oleh pemerintah pada saat ini adalah bottom up
planning, yaitu perencanaan pembangunan yang dimulai dari Musrenbangdus di
dusun sampai dengan Musrenbangprov di provinsi, bahkan sampai pada level

pemerintahan pusat yakni Musrenbangnas. Pola pembangunan ini mengandung
prinsip desentralisasi dan demokrasi lokal, prinsip desentralisasi terkait dengan
penempatan kabupaten/kota sebagai wilayah pembangunan otonom yang
mempunyai kewenangan untuk mengelola perencanaan dan pelaksanaan
pembangunan di wilayah yurisdiksinya. Sedangkan prinsip demokrasi dijabarkan
dalam partispasi masyarakat dalam setiap tahapan perencanaannya.
Melalui konsep pemberdayaan tersebut pemerintah membangun strategi untuk
mulai meningkatkan partisipasi masyarakat baik itu dalam proses maupun
pelaksanaan pembangunan, kebijakan pembangunan ini menganut dua filosofi
dasar yaitu public touch and bringing the public in, yakni sebuah kebijakan yang
sungguh-sungguh menyentuh kebutuhan publik dan juga mampu membawa
masyarakat masuk kedalam ruang-ruang kebijakan atau yang dikenal dengan
sebutan pembangunan partisipatif. Model kebijakan pembangunan seperti inilah
yang saat ini sedang dijalankan oleh Pemerintah Provinsi NTT.

Pemerintah Provinsi NTT saat ini telah melaksanakan berbagai macam program
pemberdayaan untuk meningkatkan partisipasi masyarakat baik itu dalam proses,
pelaksanaan maupun pengawasan pembangunan program-program pemberdayaan
yang telah dan sementara dilaksanakan oleh Pemerintah Provinsi NTT merupakan
program-program yang bersifat berkelanjutan serta meletakan masyarakat sebagai

pelaku utama program dan yang paling penting adalah program-program tersebut
lebih berusaha untuk mewujudkan kemandirian dan kesejahteraan masyarakat
secara berkelanjutan. Kesejahteraan berarti terpenuhinya kebutuhan dasar
masyarakat, sedangkan kemandirian berarti mampu mengorganisir diri untuk
memobilisasi sumber daya yang ada di lingkungannya, mampu mengakses sumber
daya di luar lingkungannya, serta mengelola sumber daya tersebut untuk
mengatasi masalah-masalah sosial yang terjadi di lingkungannya.
Seperti apa yang diutarakan oleh Jim Ife, bahwa pemberdayaan adalah
memberikan sumberdaya, kesempatan, pengetahuan, dan keterampilan kepada
warga untuk meningkatkan kemampuan mereka dalam menentukan masa
depannya sendiri dan berpartisipasi didalamnya serta mempengaruhi kehidupan
dari masyarakatnya[1]. Maka dari itu, program pemberdayaan yang telah
dilakukan oleh Pemerintah Provinsi NTT pada saat ini adalah dengan memberikan
sumber daya berupa modal bagi usaha ekonomi produktif yang ada di pedesaan,
kesempatan untuk berpartisipasi secara aktif dalam proses maupun pelaksanaan
pembangunan dan juga pelatihan untuk meningkatkan pengetahuan dan
keterampilan masyarakat desa untuk menyongsong masa depan yang lebih baik.
Untuk itu, yang paling penting dalam pemberdayaan adalah upaya membantu
orang untuk membebaskan dirinya secara mental maupun fisik.
II. STRATEGI MENINGKATKAN PARTISIPASI MASYARAKAT DESA

DALAM PEMBANGUNAN DI NTT
Berbicara mengenai strategi berarti secara langsung kita berbicara mengenai
bagaimana cara mencapai suatu tujuan bersama untuk kepentingan bersama pula
yang dilakukan melalui cara-cara yang disepakati secara bersama.
Strategi yang dijalankan oleh Pemerintah Provinsi NTT untuk meningkatkan
partisipasi masyarakat di desa, tergambar melalui visi Pemerintah Provinsi NTT
yakni Terwujudnya Masyarakat NTT yang Berkualitas, Sejahtera, Adil dan
Demokratis dalam Bingkai Negara Republik Indonesia. Dari visi tersebut Badan
Pemberdayaan Masyarakat dan Pemerintahan Desa Provinsi NTT sebagai salah
satu lembaga yang menjadi pionir untuk menjalankan visi tersebut, pada saat ini
telah melaksanakan beberapa program/kegiatan yang merupakan hasil dari
pengejewantahan visi tersebut.
Adapun program-program yang sementara dan telah dilaksanakan sampai dengan
saat ini dimaksudkan untuk meningkatkan partisipasi masyarakat desa guna
menunjang pelaksanaan pembangunan di Provinsi NTT. Konsep yang digunakan
dalam pelaksanaan program tersebut adalah konsep pemberdayaan. Konsep ini

digunakan karena munculnya dua premis kepermukaan, yaitu kegagalan dan
harapan. Kegagalan yang dimaksud adalah gagalnya model-model pembangunan
ekonomi dalam menanggulangi kemiskinan dan lingkungan berkelanjutan.

Sedangkan harapan muncul karena adanya alternatif pembangunan yang
memasukan nilai-nilai demokrasi, persamaan gender, persamaan antar generasi
dan pertumbuhan ekonomi yang memadai[2].
Oleh karena itu, program pemberdayaan yang dilaksanakan oleh Badan
Pemberdayan Masyarakat dan Pemerintahan Desa Provinsi NTT, lebih ditekankan
pada peningkatan partisipasi secara aktif dari masyarakat dalam rangka
peningkatan kesejahteraan mereka, sehingga program-program yang dilaksanakan
tersebut mendukung tercapainya visi Pemerintah Provinsi NTT.
Untuk mendorong terwujudnya masyarakat yang berdaya perlu sekiranya
dilakukan upaya pemberdayaan masyarakat (empowerment society) yang lebih
komprehensif serta berorientasi jauh kedepan dan berkelanjutan (suistanable).
Pemberdayaan yang dilakukan adalah bagaimana pemerintah dan stakeholder
lainnya mampu bersinergi dalam merencanakan program dan tetap
mempertimbangkan nilai-nilai sosial (social value) dan kearifan lokal (local
wisdom) yang sudah ada[3].
Sehingga dalam menjalankan program-program pemberdayaan tersebut,
Pemerintah Provinsi NTT senantiasa bekerja sama dengan NGO-NGO yang ada
baik itu NGO nasional maupun internasional yang bergerak pada bidang
pemberdayaan masyarakat. Selain menjalankan misi pemberdayaan bagi
masyarakat desa, Pemerintah Provinsi NTT melalui BPMPD Provinsi NTT juga

melakukan tata kepemerintahan yang baik pada level pemerintahan desa dengan
mengusung prinsip Good Local Governance akan tetapi tetap berpijak pada
prinsip partisipasi aktif masyarakat.
Banyak pakar kebijakan publik yang berbicara mengenai konsep partisipasi, baik
itu strategi maupun teknik untuk meningkatkan partisipasi masyarakat. Unsur
penting dari partisipasi adalah keterlibatan dan keterwakilan publik dalam prosesproses kebijakan yang dilaksanakan oleh pemerintah. Ini berarti dalam partisipasi
berlangsung proses dimana negara membuka ruang dan adanya aktivitas
masyarakat untuk turut mengambil bagian didalamnya.
Keterwakilan warga menjadi salah satu unsur penting dalam partisipasi karena
merupakan aspek penting dari apa yang disebut dengan keadilan demokratis. Ini
artinya, adanya peluang yang sama untuk memberikan suara dan menyatakan
pilihan bagi dari seluruh warganegara tanpa pengecualian menjadi sesuatu yang
mutlak. Sebab Konsep keadilan demokratis ini selalu erat kaitannya dengan
konsep ”penyertaan” (inclusion). Namun demikian perwujudan partisipasi dalam
proses kebijakan tidak berarti mengambilalih mekanisme-mekanisme formal dan
ruang lembaga representasi formal yang sudah ada. Pola hubungan mekanisme
partisipasi dengan mekanisme perwakilan formal yang sudah ada lebih bersifat

saling mengisi bukan saling meniadakan. Kehadiran mekanisme partisipasi akan
menjadi elemen penting yang akan membuat proses kebijakan berlangsung

optimal. Selain itu dengan adanya partisipasi, ada banyak lesson learning yang
akan didapat pemerintah daerah maupun masyarakat sendiri. Sedangkan makna
dari keterlibatan adalah adanya keterlibatan pihak-pihak yang berkepentingan dan
yang merasakan langsung efek kebijakan mutlak adanya. Sebab pada dasarnya,
yang menjadi kehirauan utama dalam kebijakan publik adalah masalah publik itu
sendiri. Bila masalah tersebut adalah masalah publik maka publik pula lah yang
berhak menentukan penyelesaiannya (if the problem is ours, the solution must be
ours)[4].
Berkaitan dengan unsur partisipasi tersebut dan juga berdasarkan visi Pemerintah
Provinsi NTT, maka BPMPD Provinsi NTT menetapkan visi sebagai berikut
BPMPD Provinsi NTT sebagai Institusi Fasilitator yang Handal dalam
Meningkatkan Kemandirian Masyarakat dan Pemerintahan Desa/Kelurahan.
Yang dimaksud dengan visi tersebut adalah suatu cara pandang, tekad dan citacita untuk mendorong terwujudnya kemandirian masyarakat dan pemerintahan
desa/kelurahan dalam : 1). Mengkaji potensi dan permasalahan pembangunan
desa/kelurahan; 2). Mengembangkan sistem perencanaan, penganggaran dan
pelaksanaan pembangunan secara partisipatif; 3). Mengembangkan lembaga
ekonomi masyarakat dan memanfaatkan sumber-sumber pendapatan
desa/kelurahan secara transparan dan bertanggungjawab; 4). Mengelola
administrasi desa/kelurahan secara tertib dan profesional.
Untuk mewujudkan visi tersebut di atas, maka BPMPD Provinsi NTT menetapkan

misi sebagai berikut :
1. Pemantapan kelembagaan dan sosial budaya masyarakat
Memperkuat dan meningkatkan fungsi Lembaga Pemerintahan Desa dan
Kelembagaan Sosial Masyarakat yang ada di Desa melalui pelatihan dan
pendampingan, baik itu lembaga adat, organisasi kepemudaan dan organisasi
lainya di desa yang dapat mendukung pelaksanaan pembangunan di desa.
2. Mengembangkan kemampuan dan kemandirian masyarakat untuk berperan
aktif dalam pembangunan
Meningkatkan sumber daya masyarakat desa dan mengoptimalkan fungsi-fungsi
Pemerintah Desa melalui peningkatan lembaga pemberdayaan masyarakat serta
mengoptimalkan pengembangan lembaga adat.
3. Pengembangan usaha ekonomi rakyat
Upaya untuk meningkatkan pendapat masyarakat perdesaan melalui kegiatan
pelatihan paket usaha ekonomi produktif bagi masyarakat miskin terutama Kepala
Keluarga Perempuan, pemberian paket bantuan usaha dan pendampingan.

4. Peningkatan pemanfaatan sumber daya dan pendayagunaan Teknologi Tepat
Guna
Pemanfaatan sumber daya lokal yang ada di perdesaan dengan menggunakan
Teknologi Tepat Guna sehingga dapat meningkatkan nilai guna dari produk lokal

tersebut dan dapat meningkatkan pendapatan masyarakat perdesaan.
5. Pemantapan dan penyelenggaraan pemerintahan desa/kelurahan
Fasilitasi kegiatan penyelenggaraan Pemerintahan desa dan Kelurahan melalui
upaya penguatan kelembagaan dan aparatur desa dan kelurahan, penguatan
manajemen pengelolaan keuangan desa dan kelurahan serta penguatan proses
Musrenbangdus, Musrenbangdes dan Musrenbangkel.
Dari visi dan misi yang diemban oleh BPMPD Provinsi NTT seperti yang telah
dijelaskan diatas adalah merupakan strategi pemerintah untuk meningkatkan
partisipasi masyarakat dalam pembangunan di NTT, yang kemudian strategi
tersebut dijabarkan dalam program-program sebagai berikut 1). Program
kerjasama dengan dunia dan lembaga bilateral, multilateral dan PBB; 2). Program
peningkatan keberdayaan masyarakat; 3). Program pengembangan lembaga
ekonomi perdesaan; 4). Program peningkatan partisipasi masyarakat dalam
membangun desa; 5). Program pengembangan lembaga ekonomi perdesaan; 6).
Program peningkatan peran perempuan di perdesaan.
Program-program yang dilaksanakan tersebut adalah merupakan strategi yang
diciptakan oleh pemerintah agar masyarakat dapat terlibat secara langsung dalam
proses penentuan kebijakan. Seperti apa yang dikatakan oleh Cornwall dan
Gaventa[5], bahwa partisipasi mempunyai 3 derajad yang dilihat dari seberapa
besar keleluasaan yang dibuka oleh pemerintah, yaitu pertama; Invited Space.

Keterlibatan masyarakat dalam proses kebijakan muncul karena ruang yang
disediakan oleh pemerintah daerah. Inisiatif penyediaan ruang partisipasi ini
berasal dari pemerintah daerah sendiri. Inisiatif tersebut muncul biasanya
dikarenakan semakin kuatnya aksi-aksi kolektif untuk mendesakkan agendaagenda isu maupun pelembagaan ruang pelibatan publik dalam proses politikpemerintahan di aras lokal. Namun tidak menutup kemungkinan inisiatif tersebut
berasal dari faktor eksternal, seperti dukungan lembaga donor maupun kebijakan
pemerintah nasional. Dalam invited space penyediaan ruang partisipasi masih
belum terlembaga secara kuat.
Kedua; Conquered Space. Penyediaan ruang bagi keterlibatan warga sudah mulai
dilembagakan dalam proses kebijakan. Proses pelembagaan ini bisa dalam bentuk
legalisasi pelibatan publik. Proses legalisasi ini biasa muncul dalam bentuk Perda
Partisipasi Publik, Transparansi maupun Konsultasi Publik. Pelembagaan juga
bisa berupa formalisasi mekanisme partisipasi. Misalnya pelembagaan mekanisme
Musrembang dalam proses perencanaan daerah. Ketiga; Popular Space. Dalam

ruang ini kehadiran partisipasi publik tidak hanya terlembagakan secara apik tapi
juga sudah mampu mempengaruhi seluruh proses kebijakan yang ada.
Hasil evaluasi dari program-program pemberdayaan yang dilaksanakan oleh
BPMPD Provinsi NTT menggambarkan bahwa telah terjadi pergeseran derajad
partisipasi yang semula berada pada posisi invited space dan sekarang berada pada
posisi conquered space, hal ini dikarenakan oleh adanya mekanisme perencanaan

dalam wadah Musyawarah Perencanaan Pembangunan baik itu pada tingkat
dusun, desa, kecamatan, kabupaten/kota sampai dengan provinsi, selain itu adanya
peningkatan animo masyarakat untuk selalu turut serta dalam proses perencanaan,
pelaksanaan maupun pembangunan baik itu yang berupa pembangunan fisik
maupun non fisik. Pergeseran tersebut juga menggambarkan bahwa telah terjadi
peningkatan kehidupan berdemokrasi pada aras lokal, karena adanya kerja sama
dari seluruh elemen masyarakat demi terciptanya keadilan dan kesejahteraan bagi
kehidupan mereka sendiri.
Sehingga paradigma community driven development yaitu penciptaan iklim untuk
memberi penguatan peran masyarakat untuk ikut dalam proses perencanaan dan
pengambilan keputusan, ikut menggerakkan atau mensosialisasikan, ikut
melaksanakan pembangunan, dan melakukan kontrol publik menjadi sangat
signifikan. Hal itu bisa terkait dengan perencanaan, implementasi, dan
keberlanjutan berbagai macam program sesuai dengan permasalahan dan urutan
prioritasnya yang melalui proses demokratis, inklusif, dan transparan yang
disepakati untuk ditangani bersama. Dengan demikian nantinya pembangunan,
yang diarahkan mampu memperbanyak pilihan-pilihan yang dapat diambil dan
dimanfaatkan secara sungguh-sungguh oleh masyarakat.
III. PENUTUP
Partisipasi memberikan kontribusi yang sangat besar bagi terwujudnya Good

Governance, Pemerintah Provinsi NTT memetik berbagai keuntungan
administratif dan politis dari ide partisipasi ini dalam proses pembuatan kebijakan.
Keuntungan-keuntungan yang dapat diambil, yakni :
1. Adanya saluran komunikasi yang lebih baik
Partisipasi publik dalam proses kebijakan berhasil menciptakan pola komunikasi
politik yang baik antara pemerintah dan warganya. Pemerintah daerah bisa
menggunakan berbagai sarana intermediasi yang disepakati bersama untuk
menyaring berbagai opini dan isu publik. Sedangkan pada saat yang bersamaan
sarana intermediasi ini bisa didayagunakan untuk mensosialisasikan dan
mengkomunikasikan berbagai kepentingan pemerintah kepada masyarakat secara
efektif.
Bila komunikasi antara pemerintah daerah dan warga terus-menerus berlangsung
secara efektif maka pasti akan terpola ”bahasa umum” (common language) terkait

dengan proses kebijakan dan pembangunan. Bahasa umum tersebut merupakan
resultante dari komunikasi intersubyektif yang terbangun dalam berbagai ruang
dan mekanisme partisipasi. Kalau bahasa umum ini sudah disepakati maka
terjadinya miskomunikasi antara pemerintah daerah dan warga akibat perbedaan
tafsir terhadap sebuah isu kebijakan atau pembangunan bisa diminimalisasi.
Proses pembangunan pun akan berlangsung secara efektif.
2. Memunculkan ide yang kreatif dan meminimalisasi kritisisme warga
Masyarakat yang terlibat dalam proses partisipasi akan merasa turut sumbang
suara dalam keputusan-keputusan yang sudah diambil dan program kegiatan yang
sudah disepakati. Akan muncul berbagai ide segar dari warga karena mereka
selalu merasa menjadi bagian dari program kebijakan yang ada tersebut. Bila
kondisi ini berlangsung maka kritik warga terhadap program kebijakan yang ada
akan terminimalisasi. Mereka akan punya kecenderungan untuk menjaga harmoni
agar kemitraan dan kolaborasi yang ada akan tetap berjalan. Kalaupun muncul
kritik, kritiknya akan lebih bersifat konstruktif demi kebaikan bersama.
3. Lahirnya kebijakan yang responsif dan kontekstual
Partisipasi juga memberikan peluang bagi pemerintah daerah untuk mampu
merumuskan desain kebijakan yang sensitif dengan konteks sosial yang
berkembang. Dalam proses yang partisipatif, masyarakat berhak merumuskan dan
menentukan masalah mereka serta memastikan solusi yang spesifik.
Tentu saja dengan proses ini dapat dipastikan hasil kebijakan yang ada akan
sangat responsif. Bila desain kebijakan yang dirumuskan sensitif dengan konteks
ini berarti keputusan yang diambil akan sesuai dengan kebutuhan masyarakat
sehingga masyarakat justru berkepentingan untuk mensukseskan program
tersebut.
4. Efektifitas dan efisiensi implementasi kebijakan
Pengalaman menunjukkan bahwa pelibatan publik dalam proses implementasi
kebijakan justru lebih efektif. Pemerintah bisa mendayagunakan sarana
intermediasi dan modal sosial yang berkembang untuk mengimplementasikan
program kebijakan. Masyarakat pun merasa berkepentingan untuk mensukseskan
implementasi program yang ada karena mereka terlibat dalam proses
perencanaannya.
Meskipun harus diakui bahwa pelibatan publik dalam proses kebijakan pada fase
awal proses kebijakan, terutama fase perencanaan, sangatlah menghabiskan energi
dan waktu. Sebab fase ini merupakan fase dimana beragam kepentingan yang ada
di benak masyarakat dinegosiasikan sehingga nantinya akan terwujud konsensus
bersama. Namun bila terwujud konsensus yang melibatkan pihak yang terkena
langsung imbas kebijakan dalam tahap perencanaan maka proses implementasi

program justru akan berjalan jauh lebih mudah. Implementasi program akan
direspon dengan positif dan baik oleh masyarakat karena mempunyai legitimasi
yang kuat di mata publik. Oleh karena itu, biaya sosial akibat respon negatif bisa
diminimalisasi.
5. Menguatkan modal sosial
Partisipasi publik bisa menjadi ruang untuk menciptakan modal sosial dalam
rangka mewujudkan pemerintahan daerah yang efektif. Modal sosial yang
dimaksud adalah kerjasama, rasa saling memahami, kepercayaan (trust) dan
solidaritas yang terbentuk manakala pemerintah daerah dan warganya bertemu
dan berembug untuk mengupayakan kebaikan bagi semua pihak. Modal sosial ini
merupakan basis legitimasi bagi lembaga pemerintahan dan sangat penting untuk
mewujudkan pemerintahan daerah yang efektif dan efisien.
Poin-poin tersebut menunjukkan betapa keterlibatan publik dalam proses
kebijakan bisa memberikan implikasi positif dalam proses pemerintahan di
daerah. Keuntungan tersebut tidak hanya menghasilkan hubungan yang semakin
dekat antara pemerintah daerah dengan komunitas-komunitas yang ada di
masyarakat secara luas tetapi juga menjadikan proses kebijakan yang ada berjalan
lebih efektif dan efisien.
DAFTAR PUSTAKA
Cornwall, A., dan Gaventa, J., From Users and Choosers to Makers and Shapers:
Re-Positioning Participation in Social Policy, IDS Bulletin, Vol 31 No 4, 2000;
Friedman, John, Empowerment The Politics of Alternative Development,
Blackwell Publisher, Cambridge, 1992;
Huri, Daman, dkk, Demokrasi dan Kemiskinan, Program Sekolah Demokrasi
PLaCIDS (Public Policy Analysis and Community Development Studies)
Averroes dan KID (Komunitas Indonesia untuk Demokrasi), Averroes Press,
Malang, Agustus 2008;
Nanang dan Hanif, Mengarusutamakan Partisipasi dalam Proses Kebijakan di
Pemerintah Daerah, Modul Partisipasi, S2 Politik Lokal dan Otonomi Daerah
UGM, Yogyakarta;
Zubaedi, Wacana Pembangunan Alternatif, Ragam Perspektif Pengembangan
dan Pemberdayaan Masyarakat, Ar-Ruzz Media, Yogyakarta, 2007.
[1] Jim Ife dalam Zubaedi., Wacana Pembangunan Alternatif, Ragam Perspektif
Pengembangan dan Pemberdayaan Masyarakat, Ar-Ruzz Media, Yogyakarta
2007

[2] Friedman, John., Empowerment The Politics of Alternative Development,
Blackwell Publisher, Cambridge, 1992
[3] Huri, Daman., dkk., Demokrasi dan Kemiskinan, Program Sekolah Demokrasi
PLaCIDS (Public Policy Analysis and Community Development Studies)
Averroes dan KID (Komunitas Indonesia untuk Demokrasi), Averroes Press,
Malang, Agustus 2008
[4] Nanang dan Hanif., Mengarusutamakan Partisipasi dalam Proses Kebijakan
di Pemerintah Daerah, Modul Partisipasi, S2 Politik Lokal dan Otonomi Daerah
UGM, Yogyakarta
[5] Cornwall, A., dan Gaventa, J., From Users and Choosers to Makers and
Shapers: Re-Positioning Participation in Social Policy, IDS Bulletin, Vol 31 No
4, 2000