Makalah IBJ Kehidupan Masyarakat Jawa UI

KEHIDUPAN WONG/MASYARAKAT JAWA

MAKALAH
Di susun Guna Memenuhi Tugas
Mata Kuliah: Islam dan Budaya Jawa
Dosen Pengampu: Maftukhah, M.SI.

Disusun oleh:
Wahyu Prasetyo

(123711032)

FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI WALISONGO
SEMARANG
2014

BAB I
PENDAHULUAN
I.I Latar Belakang
Kehidupan masyarakat Jawa penuh dengan nilai-nilai dan norma-norma kehidupan

yang tumbuh secara turun-temurun. Nilai-nilai dan norma-norma tersebut adalah untuk
mencari kesetimbangan dalam tatanan kehidupan. Hal tersebut di bentuk sesuai dengan
kebutuhan masyarakat setempat yang akhirnya membentuk adat istiadat. Dan adat istiadat
diwujudkan dalam bentuk tata upacara adat. Tiap-tiap daerah mempunyai adat istiadat
sendiri-sendiri sesuai dengan lingkungan setempat.
Adat istiadat di wujudkan dalam bentuk sistem nilai yang telah diperhitungkan dan
dikaji para ahli, sehingga mendekati kebenaran. Bila terdapat penyimpangan-penyimpangan
tidaklah terlalu besar dan hal ini adalah wajar. Sistem nilai dengan segala perhitungannya
didasarkan atas keadaan alam, perbintangan, waktu agama dan falsafah hidup. Berbagai
macam upacara adat yang dilaksanakan oleh masyarakat pada umumnya dan Jawa khususnya
adalah pencerminan bahwa semua perencanaan, tindakan dan perbuatan telah di atur oleh tata
nilai luhur. Perubahan-perubahan yang terjadi merupakan bukti adanya perkembangan yang
mengarah kepada perbaikan dengan tidak mengubah atau menghilangkan arti sesungguhmya.
I.2 Rumusan Masalah
1. Apa masyarakat Jawa itu?
2. Bagaimana dengan siklus kehidupan dalam masyarakat Jawa ?
3. Bagaimana dengan kaidah-kaidah dasar dalam kehidupan masyarakat Jawa?
4. Apa saja filsafat hidup dalam kehidupan masyarakat Jawa?

BAB II

PEMBAHASAN

2.I Masyarakat Jawa
Masyarakat Jawa merupakan salah satu masyarakat yang hidup dan berkembang
mulai zaman dahulu hingga sekarang yang secara turun-temurun menggunakan bahasa Jawa
dalam berbagai ragam dialeknya dan mendiami sebagian besar Pulau Jawa. 1 Menurut Franz
Magniz Suseno, yang disebut orang Jawa adalah orang yang bahasa ibunya adalah bahasa
Jawa dan merupakan penduduk asli bagian tengah dan timur Pulau Jawa yang berbahasa
Jawa.
Dikatakan orang Jawa apabila bertempat tinggal di daerah Jawa, berasal dari daerah
Jawa (keturunan orang Jawa) serta menggunakan bahasa Jawa. Zaman sekarang kira-kira
terdapat 68 juta orang Jawa. Sedangkan untuk wilayah Jawa sendiri dibedakan lagi antara
para penduduk pesisir utara dimana hubungan perdagangan, pekerjaan nelayan dan pengaruh
Islam lebih kuat menghasilkan bentuk kebudayaan Jawa yang khas, yaitu kebudayaan pesisir
dan daerah-daerah Jawa pedalaman, sering juga disebut “kejawen”.2 Masyarakat Jawa yang
menganut Islam Kejawen dalam melakukan berbagai aktivitas sehari-hari juga dipengaruhi
oleh keyakinan, konsep-konsep, pandangan-pandangan, nilai-nilai budaya, dan norma-norma
yangkebanyakan berada di alam pikirannya.3
Diantara ciri-ciri Orang Jawa sebagai berikut:
 Sikap fendalistik (penguasaan) mendalami dalam hal apapun

 Sikap keagamaan
 Sikap fatalistic (percaya akan takdir Tuhan)
 Keterjalinan dengan wayang
 Enggan menunjukkan sikap tegas
 Tepo seliro (saling menghormati)
 Menggunakan sikap budi luhur
 Kebatinan
1

Budiono Herusatoto, Simbolisme dalam Budaya Jawa, ( Yogyakarta: Hanindita,
1987), hlm 10
2
Franz Magnis Suseno, Etika Jawa, (Jakarta:PT Gramedia Pustaka Utama,1983),
hlm. 11-12
3
Suyanto, Pandangan Hidup Jawa, ( Semarang: Dahana Prize, 1990) hlm. 35

2.2 Siklus Kehidupan Masyarakat Jawa
Siklus kehidupan masyarakat Jawa dimulai dari istri atau wanita hamil sampai yang
berakhir orang meninggal dunia. Secara siklus tersebut adalah:

1) Selamatan bagi wanita hamil
 Kehamilan pertama bulan keempat yang disebut ngupati.
 Kehamilan bulan ketujuh, maka di adakan upacara nujuh bulan
(tingkeban).
2) Selamatan Bayi menurut Hari Kelahirannya
Masing-masing hari kelahiran syarat selamatannya mempunyai aturan
tersendiri, misalnya yang lahir pada hari sabtu, selamatan berupa bubur
sungsum disertai doa dengan harapan agar selalu sehat wal afiat.
3) Upacara Tedhak Siten
Bilamana si anak telah mencapai umur tujuh lapan, yaitu 7 x 35 hari, biasanya
di adakan upacara yang dinamakan turun tanah (tedhak siten) yang
mempunyai makna agar anak yang bersangkutan, setelah dewasa nanti mampu
mandiri dalam menempuh kehidupan yang penuh tantangan dan agar yang di
cita-citakan tercapai.
4) Tetesan dan Khitanan
Pada umumnya masyarakat Jawa bila mempunyai anak perempuan yang telah
mencapai umur 8 tahun (satu windhu) perlu di sunat (tetesan), sedangkan anak
laki-laki telah berumur 9 - 12 tahun perlu di khitani (khitanan).
5) Ruwatan
Upacara ruwatan merupakan suatu upaya untuk membebaskan diri seseorang

dari aib dan perasaan berdosa yang sekaligus menghindarkan diri dari
malapetaka yang mungkin menimpanya.
6) Tata Cara Perawatan Jenazah
Perawatan jenazah pada dasarnya ada lima bagian, meskipun dalam hal ini
setiap agama mempunyai tata cara tersendiri. Diantara perawatan tersebut
yaitu memandikan jenazah, menata dan upacara merapikan jenazah,
mengadakan upacara doa, penghormatan terakhir pada jenazah serta upacara
pemakaman.

7) Mencari Hari Baik untuk Pindah Rumah
Untuk pindah rumah atau tempat tinggal perlu mencari hari dan pasaran yang
baik yaitu dengan cara menghitung jumlah nilai dan pasaran.
8) Wanita Hamil
Tanda-tanda wanita hamil adalah ingin makan serba pedas, segar dan masam
yang disebut ngidam. Pada waktu ngidam sebaiknya memakan rujak parijatha,
karena nanti bila anaknya lahir laki-laki menjadi tampan (bagus) dan bila
perempuan menjadi cantik. Wanita hamil di larang memakai cunduk kembang
sisir, mengenakan giwang dan cincin.
9) Melihat Keadaan Penghidupan Anak Menurut Hari Kelahiran Ayah dan Anak
Apabila hari kelahiran seorang bayi sama dengan hari kelahiran sang ayah

maka demi keselamatannya bayi tersebut harus dijual secara simbolis seharta
kerelaan pembelinya. Biasanya yang membeli adalah sanak keluarganya
sendiri. Misalnya saja pamannya, maka saat itu juga bayi tersebut menjadi
anak paman, meskipun dalam kenyataannya bayi itu masih menjadi
tanggungan ayah kandungnya.
10) Perhitungan untuk Selamatan bila Orang Jatuh Sakit
Bila seseorang jatuh sakit, maka agar si sakit cepat sembuh harus berhajat
mengadakan selamatan, untuk itu dapat melihat jumlah hari dan pasaran.4
2.3 Kaidah Dasar Kehidupan Masyarakat Jawa
 Prinsip kerukunan
Prinsip kerukunan bertujuan untuk mempertahankan masyarakat dalam
keadaan yang harmonis. Keadaan semacam itu disebut rukun. Rukun berarti berada
dalam keadaan selaras, tenang dan tentram, tanpa perselisihan dan pertentangan,
bersatu dalam maksud untuk membantu.
Rukun adalah keadaan ideal yang diharapkan dapat dipertahankan dalam
semua hubungan sosial, dalam keluarga, dalam rumah tangga, di desa, dalam setiap
pengelompokan tetap. Suasana seluruh masyarakat seharusnya bernafaskan semangat
kerukunan. Berlaku rukun berarti menghilangkan tanda-tanda ketegangan dalam
4


Thomas Wiyasa Bratawijaya, Mengungkap dan Mengenal Budaya Jawa, (Jakarta:
PT Pradnya Paramita, 1997), hlm.117-138

masyarakat atau antara pribadi-pribadi sehingga hubungan sosial tetap kelihatan
selaras dan baik.
Rukun, persatuan yang damai dan harmonis dalam suatu masyarakat. 5 Usaha
untuk menjaga kerukunan yaitu adanya kebiasaan untuk mengatasi persoalan selalu
dengan musyawarah untuk mufakat. Dengan musyawarah itulah sertiap individu
bebas mengutarakan pendapat, sepanjang pendapatnya membantu memecahkan
persoalan atau masalah.
 Prinsip Hormat
Kaidah kedua yang memainkan peranan besar dalam mengatur pola interaksi
dalam masyarakat Jawa ialah prinsip hormat. Prinsip itu mengatakan bahwa setiap
orang dalam cara bicara dan membawa diri selalu harus menunjukkan sikap hormat
terhadap orang lain, sesuai dengan derajat dan kedudukannya.
Prinsip hormat berdasarkan pendapat, bahwa semua hubungan dalam
masyarakat teratur secara hirarkis, bahwa keteraturan hirarkis itu bernilai pada dirinya
sendiri dan oleh karena itu orang wajib untuk mempertahankannya dan untuk
membawa diri sesuai dengannya.
Sikap hormat masyarakat Jawa karena ingin menyenangkan orang lain

sehingga merasa akrab. Sikap hormat ditandai pula oleh jenis bahasa yang
dipergunakan, misalnya:
a. Bahasa Krama Inggil untuk orang yang lebih tinggi kedudukannya atau orang
yang dituakan.
b. Bahasa Krama Madya untuk sesama.
c. Bahasa Ngoko untuk orang yang lebih muda atau sesama sahabat karib.
Tingkatan bahasa sebenarnya masih ada lagi yang dinamakan Bahasa
Bagongan yang digunakan dikalangan keraton. Di samping itu ada juga yang disebut
Wreda Krama. Dewasa ini hanya tiga tingkatan bahasa yang perlu kita kenali seperti
yang telah disebutkan di atas. Tingkatan penggunaan bahasa telah diajarkan semenjak
anak kecil dalam lingkungan keluarga.6
Sikap hormat dan sikap-sikap yang berhubungan dengannya berkembang
dengan paling jelas dalam kalangan masyarakat dimana hidup sehari-hari sangat di
5

hlm.66

6

Niels Mulder, Kebatinan dan Hidup Sehari-hari Orang Jawa, (PT Gramedia,1982)


Thomas Wiyasa Bratawijaya, Mengungkap dan Mengenal Budaya Jawa, (Jakarta:
PT Pradnya Paramita, 1997), hlm.117-138

pengaruhi oleh stuktur-struktur hirarkis, yaitu dalam kalangan priyayi yang secara
tradisional berpedoman pada keraton. Sedangkan dalam lingkungan desa dengan
struktur dasar yang egaliter sikap-sikap itu tidak memainkan peranan yang begitu
besar.
 Etika Keselarasan Sosial
Kita telah melihat bahwa masyarakat Jawa mengatur interaksi-interaksinya
melalui dua prinsip, prinsip kerukunan dan prinsip hormat. Dua prinsip itu menuntut
bahwa dalam segala bentuk interaksi konflik-konflik terbuka harus di cegah dan bahwa
dalam setiap situasi pangkat dan kedudukan semua pihak yang bersangkutan harus diakui
melalui sikap-sikap hormat yang tepat.7 Karena interaksi sosial merupakan dasar bagi
semua aktivitas dan dinamika kehidupan sosial.8
Keunggulan

prinsip-prinsip

keselarasan


pertama-tama

merupakan

suatu

kenyataan sosiologis. Dalam pandangan Jawa prinsip-prinsip keselarasan memang harus
didahulukan terhadap hukum positif. Mempertahankan hak-haknya menurut hukum
positif berhadapan dengan prinsip-prinsip keselarasan tidak disetujui. Namun dalam
kenyataan masyarakat yang ditentukan oleh prioritas prinsip-prinsip keselarasan itu
sekarang sudah tidak ada lagi. Sekarang orang Jawa harus hidup dalam suatu masyarakat
dimana hukum positif memiliki keunggulan mutlak memang baru dalam teori dan
prinsip-prinsip keselarasan hanya boleh di pakai dalam kerangka kebebasan yang masih
di biarkan terbukaoleh hukum positif. Jadi orang Jawa harus menerima suatu masyarakat
yang tidak lagi seluruhnya sesuai dengan cita-citanya.9
 Filsafat Hidup Sejahtera
 Hedonisme
Dalam filsafat Yunani Hedonisme sudah di temukan oleh Aristoppos dari
Kyrene (433-355 SM). Kata Hedonisme berasal dari bahasa Yunani (hedone :

nikmat, kesenangan). Hedonisme bertolak dari anggapan bahwa manusia akan
jadi bahagia dengan menghindari perasaan-perasaan yang tidak enak.
7

Franz Magnis Suseno,Etika Jawa, (Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 1983),
hlm 39-70
8
Siti Ngadiyati, Haryati, Sosiologi 1, (Semarang: Aneka Ilmu, 2004), hlm 56
9
Franz Magnis Suseno, Etika Jawa, ( Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 1983)
hlm. 71

Hal ini terbukti karena semenjak kecil manusia tertarik akan kesenangan
dan bila tercapai manusia tidak mencari sesuatu yang lain lagi dan manusia
selalu menjauhkan diri dari ketidaksenangan. Paham hedonisme mengandung
kebenaran bahwa manusia menurut kodratnya mencari kesenangan dan
berupaya menghindari ketidaksenangan sebagai kritik terhadap hedonisme
bahwa kesenangan saja tidaklah cukup untuk menjamin sifat etis

suatu

perbuatan karena sesuatu yang baik karena di senangi.
 Eudamonisme
Eudamonisme berasal dari bahsa Yunani (eudamonia : kebahagiaan).
Eudamonisme merupakan teori etika yang menjelakan bahwa tujuan manusia
adalah kebahagiaan. Tokoh yang yang menganut paham Eudamonisme
diantaranya Plato, Aristoteles dan Thomas Aquinas.
Hidup yang baik menurut Plato adalah keseimbangan ukuran yang di
terapkan dalam pilihan-pilihan. Sedangkan menurut Aristoteles adalah hanya
ada satu kebaikan akhir (ultimate good) yang tak lain sang kebaikan sendiri
(the good). Karena manusia adalah makhluk sosial, dimana kebaikan sosial
lebih penting dan mulia daripada kebaikan individual. Kebaikan ini bersifat
tetap dan merupakan tujuan hidup. Menurut Thomas Aquinas dimana manusia
terarah untuk mengerti tujuan akhir, yang membahagiakan secara penuh dan
sempurna. Kebahagiaan bagi Thomas Aquinas ini dapat di capai di dunia dan
akhirat

lewat

perjumpaan

dengan

Tuhan.

Konsepsi

Aquinas

ini

memungkinkan manusia mencapai kebahagiaan sepenuhnya.
 Utilitarisme
Utilitarisme berasal dari kata utilis artinya berguna, yang di anggap
sebagai dasar kebaikan tertinggi adalah bermanfaatnya perbuatan yang baik
adalah yang memberikan kebaikan. Menurut utilitarisme, manusia harus
bertindak sedemikian rupa, sehingga menghasilkan akibat baik yang sebanyak
mungkin dan sedapat-dapatnya mengelakkan akibat-akibat buruk. Tindakantindakan tersebut harus selalu memperhatikan akibatnya bagi semua orang.

Tokoh aliran ini adalah Jeremi Bentham dan John Stuart Mill. Menurut
Bentham, kehidupan manusia ditentukan oleh dua ketentuan besar yaitu
nikmat dan perasaan sakit sehingga tujuan moral pendidikan manusia adalah
memaksimalkan perasaan nikmat dan meminimalkan perasaan sakit.
Sedangkan menurut John Stuart Mill mencoba mengajukan gagasan bahwa
kesenangan rohani pada umumnya dimenangkan terhadap kesenangan jasmani
karena menyangkut kelestarian dan keselamatan. Kenyataan ini menunjukkan
bahwa kebahagiaan itu tidak dinilai dari kualitas yang hanya bisa diukur dari
luarnya.
 Deontologi
Deontologi berasal dari bahasa Yunani (deon), yang berarti apa yang
harus di lakukan, kewajiban teori deontologi menganggap suatu tindakan
dapat di benarkan dengan menunjukkan bahwa suatu tindakan itu benar, bukan
dengan menunjukkan bahwa tindakan tersebut mempunyai akibat-akibat baik.
Menurut Immanuel Kant, yang bisa disebut baik hanyalah kehendak yang
baik. Kehendak itu menjadi baik jika manusia bertindak karena kewajiban.
Suatu perbuatan bersifat moral jika dilakukan semata-mata karena hormat
pada hukum moral.10

10

Heniy Astiyanto, Filsafat Jawa, ( Yogyakarta: Warta Pustaka,2006), hlm. 290-294

BAB III
PENUTUP

3.I ANALISIS
Dengan mempertahankan prinsip-prinsip yang tersebut di atas, mulai dari siklus
kehidupannya sampai dengan filsafat-filsafat yang terkandung di dalamnya,

maka

kehidupan masyarakat Jawa dapat berjalan dengan teratur. Karena pada dasarnya semua
keteraturan dalam masyarakat Jawa ialah dengan tetap mempertahankan prinsip
kerukunan dan prinsip hormat. Rukun merupakan keadaan dimana masyarakat dalam
keadaan damai, saling menghormati, saling menghargai diantara perbedaan yang ada.
Walaupun terjadi suatu perselisihan dapat di selesaikan dengan jalan musyawarah untuk
mencapai kesepakatan yang terbaik.
Prinsip kedua yang di junjung tinggi masyarakat Jawa ialah prinsip hormat.
Prinsip ini mengedepankan sikap menghormati orang yang lebih tua dan menyayangi
yang lebih muda. Sikap hormat ini di tandai dengan adanya perbedaan bahasa yang
digunakan.
Dengan tetap mempertahankan dua prinsip tersebut maka akan tercipta
keselarasan sosial dalam masyarakat. Keselarasan ini akan timbul dari hubungan yang
selaras dan serasi dalam berinteraksi dengan sikap saling menghormati dan menjaga
kerukunan.
3.2 KESIMPULAN
Orang Jawa adalah orang yang bahasa ibunya adalah bahasa Jawa dan merupakan
penduduk asli bagian tengah dan timur Pulau Jawa yang berbahasa Jawa. Siklus
kehidupan masyarakat Jawa tak lepas dari adanya selamatan maupun upacara
diantaranya, selamatan bagi wanita hamil, selamatan bayi menurut hari kelahirannya,
upacara tidhak siten, tetesan dan khitanan, ruwatan, tata cara perawatan jenazah, mencari
hari baik untuk pindah rumah, wanita hamil, melihat keadaan penghidupan anak menurut
hari kelahiran ayah dan anak serta perhitungan untuk selamatan bila orang jatuh sakit.

Kaidah-kaidah dasar atau prinsip dalam kehidupan masyarakat Jawa diantaranya
prinsip kerukunan, prinsip hormat dan etika keselarasan sosial, dimana mengatur tata
cara hidup demi tercapainya keseimbangan dalam menjalani kehidupan. Kehidupan
masyarakat juga tak lepas dari filsafat dalam hidup, diantaranya hedonisme,
eudamonisme, utilitarisme dan deontologi.
3.3 PENUTUP
Demikianlah makalah ini saya susun, saya menyadari dalam penyusunan makalah
ini masih jauh dari sempurna, maka dari itu saya mohon kritik dan saran yang konstruktif
demi perbaikan makalah saya selanjutnya. Semoga makalah ini bermanfaat bagi
pembaca sekalian.

DAFTAR PUSTAKA

Astiyanto,Heniy., Filsafat Jawa, Yogyakarta: Warta Pustaka, 2006
Bratawijaya,Thomas Wiyasa., Mengungkap dan Mengenal Budaya Jawa, Jakarta: PT
Pradnya Paramita, 1997
Herusatoto, Budiono, Simbolisme dalam Budaya Jawa, Yogyakarta: Hanindita, 1987
Mulder,Niels., 1982, Kebatinan dan Hidup Sehari-hari Orang Jawa, Jakarta: PT
Gramedia
Siti Ngadiyati dan Haryati, Sosiologi 1, Semarang: Aneka Ilmu, 2004
Suseno, Franz Magnis., Etika Jawa, Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 2003
Suyanto, Pandangan Hidup Jawa, Semarang: Dahana Prize, 1990

Dokumen yang terkait

Analisis Komparasi Internet Financial Local Government Reporting Pada Website Resmi Kabupaten dan Kota di Jawa Timur The Comparison Analysis of Internet Financial Local Government Reporting on Official Website of Regency and City in East Java

19 819 7

FENOMENA INDUSTRI JASA (JASA SEKS) TERHADAP PERUBAHAN PERILAKU SOSIAL ( Study Pada Masyarakat Gang Dolly Surabaya)

63 375 2

Pengaruh metode sorogan dan bandongan terhadap keberhasilan pembelajaran (studi kasus Pondok Pesantren Salafiyah Sladi Kejayan Pasuruan Jawa Timur)

45 253 84

Kesesuaian konsep islam dalam praktik kerjasama bagi hasil petani desa Tenggulun Kecamatan Solokuro Kabupaten Lamongan Jawa Timur

0 86 111

Peranan Hubungan Masyarakat (Humas) Mpr Ri Dalam Mensosialisasikan Empat Pilar Bangsa Tahun 2014

4 126 93

EFEKTIVITAS siaran dialog interaktif di Radio Maraghita sebaga media komunikasi bagi pelanggan PT.PLN (persero) Distribusi Jawa Barat dan Banten di Kelurahan Lebakgede Bandung

2 83 1

Prosedur Verifikasi Internal Surat Pertanggung Jawaban (SPJ) Pada Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Provinsi Jawa Barat

2 110 1

Prosedur Promosi Jabatan Karyawan pada PT. PLN (PERSERO) Distribusi Jawa Barat dan Banten UPJ Majalaya

3 53 1

Laporan Praktek Kerja Lapangan Di Divisi Humas Dan Rumah Tangga Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Bea Dan Cukai Jawa Barat

5 91 1

Tinjauan seksi penagihan terhadap tata usaha piutang pajak kantor pelayanan pajak Bandung Karees Wilayah VII Direktorat Jenderal Pajak Jawa Barat

2 91 29