Fear of Crime Faktor Penyebab dan Upaya
Universitas Indonesia
Fear of Crime: Faktor
Penyebab dan Upaya
untuk Menguranginya
Makalah ini disusun sebagai Ujian Akhir Semester
Mata Kuliah Viktimologi
Kelas B
Pengajar: Dra. Romany Sihite M.A.
Disusun Oleh:
Irnasya Shafira
1406618455
DEPARTEMEN KRIMINOLOGI
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
DEPOK
MEI 2016
1.
Latar Belakang
Ketakutan terhadap kejahatan memiliki dampak yang sangat besar pada masyarakat.
Individu seringkali memilih tempat tinggal, tempat belanja, dan tempat bersosialisasi didasari
oleh persepsi dari keselematan dari kota-kota atau lingkungan tempat tinggal yang berbeda.
Orang tua membiarkan anak-anak mereka bermain di taman atau berjalan ke sekolah jika
mereka berpendapat bahwa tempat tersebut aman. Lingkungan rumah, atau bahkan seluruh kota
telah mengalami penurunan akibat ketakutan terhadap kejahatan memotivasi mereka untuk
pindah rumah dan bisnis ke tempat yang dianggap lebih aman.
Ketakutan terhadap kejahatan secara rutin mempengaruhi politik lokal, mempengaruhi
pemilihan umum, dan menjadi katalisator usaha pengendalian kejahatan federal sejak tahun
1960an. Persoalan mengenai meningkatnya ketakutan terhadap kejahatan ini telah memacu
perkembangan kebijakan komunitas. Sejak tahun 1990an, tingkat kejahatan sudah turun secara
dramatis, namun ketakutan terhadap kejahatan itu sendiri belum menurun secara substansial1.
Namun, apakah yang dimaksud sebagai ketakutan terhadap kejahatan atau fear of crime
itu sendiri? Fear of crime adalah ketakutan menjadi korban dari suatu kejahatan2. Fear of Crime
dapat dibagi menjadi perasaan, pemikiran, dan sikap masyarakat mengenai resiko personal dari
viktimisasi kriminal; perbedaan juga dapat dibuat antara kebiasaan untuk melihat suatu situasi
sebagai menakutkan, pengalaman pribadi dalam situasi tersebut, serta pernyataan-pernyataan
mengenai signifikansi kultural dan sosial dari kejahatan dan simbol-simbol kejahatan di
lingkungan masyarakat.
Akan tetapi, pendefinisian ini masih sering diperdebatkan. Sampai detik ini, belum ada
definisi fear of crime yang diterima secara universal sehingga berbagai penulis telah mencoba
untuk memberikan pendapat mereka masing-masing. Vanderveen (2006: 4) memberikan dua
definisi yang saling kontras dengan satu sama lain. Pertama, diberikan oleh Conklin (1971)
mendefinisikan fear of crime sebagai rasa keamanan personal dalam komunitas. Pendapat
berikutnya diajukan oleh Covington dan Taylor (1991) yang menyatakan bahwa respons
emosional terhadap kejahatan yang kejam dan luka secara fisik, sementara Ferraro dan LaGrange
(1987, 1992, dalam Ferraro, 1995: 4) menyatakan bahwa fear of crime adalah respons emosional
1
2
Gary Cordner.2010. Reducing Fear of Crime: Strategies for Police. Kuztown University hal ix.
Hale, C. 1996. Fear of crime: A review of the literature. International Review of Victimology, hal 79-150.
dari kengerian atau kegelisahan kepada kejahatan atau simbol-simbol yang diasosiasikan dengan
kejahatan3.
2.
Pokok Permasalahan
Walaupun pendefinisian dari fear of crime sendiri masih belum universal, tidak
mengubah fakta bahwa fear of crime merupakan suatu masalah yang serius. Hal ini terlihat
dalam konsensus yang dapat ditarik dari berbagai literatur yang ada bahwa efek paling signifikan
dari fear of crime adalah berkurangnya kualitas hidup dari orang-orang yang terpengaruh oleh
ketakuta tersebut (Bannister dan Fyfe, 2001; Box et al., 1988; Brown dan Polk, 1996; Fisher dan
Nasar, 1992; Tiesdell dan Oc, 1998). Dampak dari fear of crime dapat diklasifikasikan dari yang
bersifat perubahan fisik detrimental hingga reaksi psikologis dan adaptasi sikap4.
Karena dampaknya yang begitu besar, perlu diketahui pasti apa yang menyebabkan
timbulnya rasa fear of crime ini. Setelah mengetahui faktor penyebab dari fear of crime tersebut,
penulis mencoba memberikan beberapa mekanisme untuk mengurangi perasaan fear of crime
tersebut.
3.
Kajian Pustaka
3.1
Pengaruh Sosiodemografis Terhadap Fear of Crime
Judul
: Fear of Crime and Perceived Risk of Victimization among College Students
Penulis
: Jennifer L. Truman
Tahun Terbit : 2005
Penerbit
: Department of Sociology University of Central Florida
Beberapa karakteristik sosial dan demografis telah ditemukan sebagai faktor yang berpengaruh
terhadap fear of crime. Dalam hal ini, gender adalah faktor yang dianggap paling konsisten
Tom Wynne. 2008. An Investigation into the Fear of Crime: Is there a Link between Fear of Crime and the
Likelihood of Victimisation?. Internet Journal of Criminology
4
B.J. Doran. M.B. Burgess. 2012. Putting Fear of Crime on the Map. Springer Series on Evidence-Based
Crime Policy Chapter 2 hal 9
3
dalam memprediksikan fear of crime. Perempuan dianggap lebih mungkin untuk takut terhadap
kejahatan dibanding laki-laki (Ferraro, 1995, 1996; Fisher dan Sloan, 2003; Rountree, 1998).
Walaupun ada riset yang membuktikan bahwa laki-laki lebih sering menjadi korban kekerasan,
perempuan lebih rentan terkena viktimisasi; sehingga perempuan lebih takut kepada kekerasan
dibanding laki-laki (Rountree, 1998). Banyak argumen yang menyatakan bahwa perbedaan
antara fear of crime yang dialami perempuan dan laki-laki ada pada tipe kejahatan yang ditakuti
(Reid dan Konrad, 2004). Contoh: tidak terdapat sebuah perbedaan yang signifikan antara
perempuan dan laki-laki terkait dengan ketakutan terhadap pencurian (Schafer, Huebner, dan
Bynum, 2006). Akan tetapi, perempuan memiliki ketakutan terhadap penyerangan seksual
daripada laki-laki (Tulloch, 2000).
Usia dan ras adalah dua karakteristik sosiodemografis lain yang didiskusikan dalam berbagai
literatur, namun variabel-variabel ini tidaklah sekonsisten gender dalam meramalkan ketakutan.
Mengenai usia, beberapa studi telah memperlihatkan bahwa responden yang lebih tua
melaporkan ketakutan terhadap viktimisasi dan merasakan resiko besar terhadap kejahatan
(Ziegler dan Mitchell, 2003). Akan tetapi, studi lain juga telah melaporkan bahwa orang yang
lebih muda memiliki tingkat fear of crime yang lebih tinggi (Parker, 2001; Lane dan Meeker,
2003). Hal ini diakibatkan walaupun orang yang lebih muda lebih tidak rentan secara fisik,
mereka lebih memiliki pola aktivitas yang menempatkan mereka dalam resiko diviktimisasi
(Rountree, 1998). Ras juga dapat digunakan untuk memprediksi ketakutan akan diviktimisasi,
namun hasilnya sangatlah inkonsisten.
Secara umum, gender adalah peramal yang paling konsisten dalam meramalkan fear of crime,
namun ketakutan dalam baik perempuan ataupun laki-laki tidaklah sama dan dapat dipengaruhi
oleh posisi individual mereka dalam masyarakat atau faktor sosiodemografis lainnya (Stanko,
1993).
3.2
Pembentukan Fear of Crime dengan Media Massa
Judul
: Television News and the Cultivation of Fear of Crime
Penulis
: Daniel Romer, Kathleen H. Jamieson, Sean Aday
Tahun Terbit : 2003
Penerbit
: International Communication Association
Penelitian dalam jurnal ini membuktikan bahwa meningkatnya fear of crime dipengaruhi
langsung oleh ter-eksposnya seseorang kepada pemberitaan mengenai kejahatan di siaran televisi
lokal. Hal ini disebut sebagai cultivation theory, sebuah teori yang menganalisis efek dari televisi
kepada publik yang berasumsi bahwa televisi dengan waktu prime-time (pukul 18.00-21.00)
menggambarkan dunia yang dipenuhi oleh ancaman dibandingkan dengan dunia yang kita
tinggali sekarang (Gerbner dan Gross, 1976; Gerbner, Gross, Morgan, dan Signorielli, 1994).
Program-program di televisi, baik program berita ataupun non-berita, memberikan efek yang
sangat dramatis kepada masyarakat penontonnya. Mereka dapat membentuk persepsi dengan
cara-cara yang sangat konsekuensial, contoh dari pernyataan ini adalah pada saat program berita
di televisi ini membingkai suatu evaluasi figure politik dan mendefinisikan agenda politik bagi
masyarakat (Iyengar dan Kinder, 1987; McCombs, Lopez-Escobar, dan Llamas, 2000). Benar
tidaknya berita yang disajikan di televisi ini seringkali tidak menjadi faktor yang mempengaruhi
langsung pengetahuan publik mengenai rasio terjadinya kejahatan yang sebenarnya.
Relasi antara televisi lokal dan pandangan terhadap fear of crime sangatlah konsisten dengan
cultivation theory. Teori ini memfokuskan diri kepada insentif kultural dan ekonomi yang
mendorong adanya program-program yang bersifat kekerasan fantastis pada televisi. Fokus
televise lokal kepada pemberitaan kejahatan kekerasan dapat mengkondisikan penontonnya
untuk berfokus kepada kejahatan dan mengabaikan problema lainnya yang sama pentingnya
namun tidak tersurat dalam format program berita televise.
Pemberitaan kejahatan tidak hanya mengkondisikan penonton untuk menakuti viktimisasi tetapi
juga dapat mempengaruhi persepsi mengenai tempat-tempat dimana kejahatan tersebut
diberitakan beserta memunculkan suatu stereotip mengenai orang-orang yang melakukan
kejahatan. Studi di Baltimore menyatakan bahwa pemberitaan kejahatan di televisi lokal
berhubungan dengan rasa takut yang meningkat di pusat kota dan ketakutan ini menyebabkan
ketakutan untuk bepergian kesana (Miller, 1998). Fear of Crime juga dapat menimbulkan
kecurigaan terhadap orang-orang African-American dan ras non-kulit putih yang seringkali
digambarkan sebagai pelaku kejahatan (Romer, Jamieson, DeCoteau, 1998). Efek-efek yang
tidak direncanakan dari pemberitaan kejahatan ini dapat berkontribusi dalam perpecahan kohesi
komunitas dan menyebabkan ketegangan diantara kelompok ras dan etnik (Romer et al., 1998).
4.
Kerangka Pemikiran
4.1
Feminist Theory
Teori feminis dapat diinterpretasikan dengan berbagai cara, namun inti dari teori feminis
apapun harus menjelaskan kenyataan dari dunia sosial yang dialami oleh perempuan, memberi
pertanyaan, pemikiran, dan ide-ide untuk memperbaiki dunia sosial bagi perempuan dan
mengkonsiderasikan interseksi dari variabel demografi tambahan seperti umur, ras/etnis, dan
kedudukan sosial5.
Seperti yang telah dibahas sebelumnya, fear of crime lebih dirasakan oleh perempuan
yang cenderung lebih rentan untuk terkena viktimisasi. Ilmuwan feminis berargumen bahwa
ketakutan ini dapat diatribusikan kepada ketidaksetaraan gender pada tingkatan sosial (Meyer
dan Post, 2006). Para teoris berargumen bahwa ketakutan perempuan adalah salah satu
mekanisme signfikan dalam pengendalian hidup perempuan untuk memperkuat hirarki gender
dan memepertahankan sikap yang seharusnya bagi perempuan (Gordon & Riger, 1989/1991;
Madriz, 1997a, 1997b; Pain, 1997a; Riger & Gordon, 1981; Stanko, 1990, 1995, 1997). Dengan
kata lain, adanya kultur ketakutan akan viktimisasi diantara perempuan semakin memperkuat
kekuasaan dan status laki-laki kepada perempuan (Stanko, 1990, 1995). Dan kultur ini juga
membuat suatu batasan bagi peranan perempuan dalam masyarakat.
4.2
Cultivation Theory
Teori kultivasi adalah teori yang memeriksa efek jangka panjang dari televisi. Proposisi
utama dari teori kultivasi adalah semakin lama seseorang ‘hidup’ di dunia televisi, semakin
mungkin mereka mempercayai realita sosial yang ada di televisi 6. Dibawah payung ini, persepsi
dari dunia sangatlah terpengaruh oleh pesan-pesan gambar dan ideologis yang ditransmisikan
lewat media televisi populer.
Alana Van Gundy. 2014. Feminist Theory, Crime, and Social Justice. Elsevier: Oxford
Jonathan Cohen, Gabriel Weimann. 2000. Cultivation Revisited: Some Genres Have Some Effects on Some
Viewers. Communication Reports hal 99–114.
5
6
5.
Kasus-kasus yang Bersangkutan
Fear of Crime seringkali menimbulkan akibat lain dari ketakutan tersebut, salah satunya
adalah kasus-kasus seperti dibawah ini:
5.1
YY Diperkosa 14 Pria, Saudara Kembar Takut Pergi Sekolah
…Kejadian tersebut membuat keluarga YY trauma. Bahkan, saudara kembar YY, takut
untuk pergi ke sekolah paska kejadian yang menimpa saudaranya itu…
…Menurut Mardiani, saudara kembar YY tidak lagi mau bersekolah lantaran takut…
(Stefanus Yugo, Rimanews)
5.2
Megawati Sampai Takut Cucu-cucunya Diperkosa Seperti Yuyun
…Maraknya kasus perkosaan terhadap anak di bawah umur di Indonesia belakangan ini
membuat
Ketum
PDIP
Megawati
Soekarnoputri
mengkhawatirkan
cucu-cucu
perempuannya bisa menjadi korban yang sama…
(Wisnu Cipto Nugroho, Rimanews)
5.3
Hidupkan Genset di Dalam Rumah Karena Takut Dicuri, Dewi Malah Tewas
…Takut gensetnya hilang (sebelumnya diletakkan di luar rumah), Rusma memilih
memasukan genset ke dalam rumah. Sampai pagi, genset dibiarkan hidup sehingga
asapnya mengepul ke beberapa ruangan….
(Aminnudin, Tribunnews)
Kasus-kasus ini merupakan dampak langsung dari fear of crime yang dialami oleh orang lain atas
terjadinya suatu kejahatan.
6.
Analisis
Sebelum menganalisa secara dalam mengenai faktor-faktor penyebab terjadinya fear of
crime, perlu diingat bahwa dalam mengkonseptualisasikan dan mengukur fear of crime itu
sendiri, harus dibuat suatu perbedaan definitive antara ketakutan yang sesungguhnya (actual fear
of crime) dan ketakutan akibat antisipasi (anticipated fear)7. Actual fear dirasakan pada saat-saat
tertentu dimana seseorang merasakan ketakutan akibat berada di tempat yang pernah terjadi
kejahatan sebelumnya atau ia memang sedang mengalami kejahatan pada detik itu juga;
sementara anticipated fear datang dari ketakutan yang dirasakan seseorang saat ia sedang
mencoba mengantisipasi kejahatan yang mungkin terjadi pada dirinya sehingga terlahir-lah rasa
ketakutan baru8.
Kedua bentuk ketakutan ini dapat disebabkan oleh faktor-faktor yang nyata dan harfiah
dimiliki oleh masing-masing individu, tetapi jika dilihat sebagai suatu masalah sosial, faktorfaktor tersebut dapat digeneralisasi menjadi beberapa faktor yang mempengaruhi banyak orang
sekaligus. Berdasarkan apa yang telah dipaparkan di pembahasan sebelumnya, fear of crime
dapat terjadi akibat pengaruh media massa dan, khususnya bagi perempuan, konstruksi
masyarakat sekitar tentang siapa-siapa yang menjadi korban kejahatan.
Melihat dari paparan kasus-kasus yang ada, kasus 5.1 merupakan contoh yang sangat
menopang pemikiran teori feminis yang berargumen bahwa ketakutan ini dapat diatribusikan
kepada ketidaksetaraan gender pada tingkatan sosial. Kasus 5.1 telah menimbulkan fear of crime
kepada anak perempuan, namun tidak terlalu terlihat kepada anak laki-laki.
Hal yang sama juga dapat diterapkan pada kasus 5.2, dimana Megawati—yang bukan
merupakan aktor utama yang terlibat langsung dalam kasus YY—dapat merasakan suatu
ketakutan kepada kemungkinan cucu-cucu perempuannya dapat diperkosa seperti YY. Selain
menjadi pembuktian teori feminis, kasus 5.2 juga dapat menjadi bukti dari cultivation theory.
Seperti yang telah saya paparkan sebelumnya, Megawati bukanlah aktor utama dalam
kasus YY, akan tetapi maraknya pemberitaan mengenai kasus tersebut di berbagai media sosial
telah menimbulkan rasa fear of crime kepada orang yang sama sekali tidak berhubungan dengan
kejahatan tersebut. Walaupun kejahatan tersebut terjadi di Bengkulu yang notabene sangat jauh
dari kediaman Megawati di Jakarta, realita sosial yang digambarkan di berbagai media sosial
tersebut telah menjadi suatu realita yang dapat diaplikasikan kepada realita siapapun.
Jika kasus 5.1 adalah pembuktian langsung dari teori feminis, kasus 5.2 merupakan
campuran antara teori feminis dan cultivation theory, kasus 5.3 adalah bentuk lain dari
7
8
G. Fisher. The Fear of Crime in Public Housing Developments
James Garofalo. 1981. The Fear of Crime: Causes and Consequences. The Journal of Law & Criminology
cultivation theory; Rusma memiliki fear of crime yang sebegitu besarnya dari berbagai faktor—
salah satunya adalah dari efek media massa—sehingga ia meninggal akibat ketakutannya
terhadap kejahatan pencurian.
Setelah menganalisa kasus-kasus ini, apa langkah yang dapat dilakukan untuk
mengurangi fear of crime ini? Terdapat beberapa strategi untuk mengurangi fear of crime9, yaitu:
(1) mencegah terjadinya kejahatan, karena dengan berkurangnya kejahatan secara riil dipercaya
akan mengurangi rasa takut terhadap kejahatan tersebut; (2) Community Policing; dan yang
terakhir adalah (3) Problem-oriented Policing.
Ada beberapa hipotesis yang ditawarkan mengenai hal-hal yang dapat mengurangi fear of
crime itu sendiri, yaitu:
Mengurangi kejahatan
Mengurangi ketakutan (terkadang)
Visibilitas polisi
Mengurangi ketakutan (terkadang)
Penerangan jalan
Mengurangi ketakutan
Kontak antara rakyat dan polisi
Mengurangi ketakutan
Kepercayaan rakyat kepada polisi
Mengurangi ketakutan
Mengurangi kekacauan
Mengurangi ketakutan
Hipotesis ini secara gradual selama 30-40 tahun kebelakang telah dibuktikan tidaklah begitu
benar. Apalagi jika dianalisis dengan menggunakan faktor-faktor penyebab yang telah disebutkan
sebelumnya, hipotesis ini telah melewatkan fakta bahwa rasa fear of crime bukanlah suatu
masalah yang berskala lingkungan kecil, namun sebuah masalah global yang muncul akibat
struktur sosial dan media massa.
Penulis memberi beberapa masukan untuk mengurangi fear of crime ditinjau dari
masalah-masalah yang telah dipaparkan sebelumnya, yaitu:
1. Mengadakan suatu pelurusan nilai mengenai kesetaraan gender kepada lingkungan untuk
mengurangi fear of crime yang secara mayoritas dialami oleh perempuan;
2. Memperketat regulasi penayangan pemberitaan berita kriminal di televisi. Terutama
adalah dengan membuat suatu panduan yang wajib diikuti oleh instansi manapun yang
ingin memberitakan berita kriminal yang sesuai dengan prinsip-prinsip newsmaking
9
Ibid
criminology dan tidak menayangkan pemberitaan tersebut di prime time yang merupakan
waktu dimana sebagian besar masyarakat sedang menonton teleivisi; dan
3. Membuat suatu peraturan yang harus diikuti oleh program-program non-berita yang
menampilkan kejahatan dalam elemen fiktif, karena dramatisasi mengenai kejahatan
dalam program-program non-berita juga merupakan faktor penyebab fear of crime di
kalangan masyarakat.
7.
Kesimpulan dan Saran
Secara keseluruhan, dapat ditarik kesimpulan bahwa fear of crime merupakan suatu
masalah besar yang secara nyata dapat mempengaruhi suatu lingkungan atau bahkan suatu
negara sekalipun. Literatur-literatur yang tersedia mengenai fear of crime seringkali menuliskan
fear of crime sebagai masalah skala kecil yang dapat diselesaikan dengan pendekatan yang
sederhana, namun pada kenyataannya, fear of crime adalah suatu masalah yang berskala global.
Faktor penyebab dari fear of crime dapat ditinjau dari berbagai aspek dan dapat dikurangi
dengan berbagai cara pula. Dengan sudut pandang feminisme dan media massa yang diambil
oleh penulis, rasa fear of crime dapat dikurangi dengan cara mengajarkan suatu nilai, membuat
regulasi baru dan memperketat regulasi yang sudah ada.
DAFTAR PUSTAKA
Cohen, Jonathan, Weimann Gabriel. 2000. Cultivation Revisited: Some Genres Have Some
Effects on Some Viewers. Communication Reports hal 99–114.
Cordner , Gary.2010. Reducing Fear of Crime: Strategies for Police. Kuztown University hal ix.
Doran, B.J., Burgess M.B.. 2012. Putting Fear of Crime on the Map. Springer Series on
Evidence-Based Crime Policy Chapter 2 hal 9
Fisher, G. The Fear of Crime in Public Housing Developments
Garofalo, James. 1981. The Fear of Crime: Causes and Consequences. The Journal of Law &
Criminology
Hale, C. 1996. Fear of crime: A review of the literature. International Review of Victimology, hal
79-150.
Romer Daniel, Jamieson, Kathleen H., Aday, Sean. 2003. Television News and the Cultivation of
Fear of Crime. International Communication Association
Truman, Jennifer L. 2005. Fear of Crime and Perceived Risk of Victimization among College
Students. Department of Sociology University of Central Florida
Van Gundy, Alana. 2014. Feminist Theory, Crime, and Social Justice. Elsevier: Oxford
Wynne, Tom. 2008. An Investigation into the Fear of Crime: Is there a Link between Fear of
Crime and the Likelihood of Victimisation?. Internet Journal of Criminology
Hidupkan Genset di Dalam Rumah Karena Takut Dicuri, Dewi Malah Tewas (Aminnudin,
Tribunnews) http://www.tribunnews.com/regional/2016/05/08/hidupkan-genset-di-dalam-rumahkarena-takut-dicuri-dewi-malah-tewas diakses pada tanggal 28 Mei 2016 pukul 16:00
Megawati Sampai Takut Cucu-cucunya Diperkosa Seperti Yuyun (Wisnu Cipto Nugroho,
Rimanews)
http://nasional.rimanews.com/hukum/read/20160512/279967/Megawati-Sampai-
Takut-Cucu-cucunya-Diperkosa-Seperti-Yuyun diakses pada tanggal 28 Mei 2016 pukul 15:44
YY Diperkosa 14 Pria, Saudara Kembar Takut Pergi Sekolah (Stefanus Yugo, Rimanews)
http://nasional.rimanews.com/hukum/read/20160503/278268/YY-Diperkosa-14-Pria-SaudaraKembar-Takut-Pergi-Sekolah diakses pada tanggal 28 Mei 2016 pukul 15:26
Fear of Crime: Faktor
Penyebab dan Upaya
untuk Menguranginya
Makalah ini disusun sebagai Ujian Akhir Semester
Mata Kuliah Viktimologi
Kelas B
Pengajar: Dra. Romany Sihite M.A.
Disusun Oleh:
Irnasya Shafira
1406618455
DEPARTEMEN KRIMINOLOGI
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
DEPOK
MEI 2016
1.
Latar Belakang
Ketakutan terhadap kejahatan memiliki dampak yang sangat besar pada masyarakat.
Individu seringkali memilih tempat tinggal, tempat belanja, dan tempat bersosialisasi didasari
oleh persepsi dari keselematan dari kota-kota atau lingkungan tempat tinggal yang berbeda.
Orang tua membiarkan anak-anak mereka bermain di taman atau berjalan ke sekolah jika
mereka berpendapat bahwa tempat tersebut aman. Lingkungan rumah, atau bahkan seluruh kota
telah mengalami penurunan akibat ketakutan terhadap kejahatan memotivasi mereka untuk
pindah rumah dan bisnis ke tempat yang dianggap lebih aman.
Ketakutan terhadap kejahatan secara rutin mempengaruhi politik lokal, mempengaruhi
pemilihan umum, dan menjadi katalisator usaha pengendalian kejahatan federal sejak tahun
1960an. Persoalan mengenai meningkatnya ketakutan terhadap kejahatan ini telah memacu
perkembangan kebijakan komunitas. Sejak tahun 1990an, tingkat kejahatan sudah turun secara
dramatis, namun ketakutan terhadap kejahatan itu sendiri belum menurun secara substansial1.
Namun, apakah yang dimaksud sebagai ketakutan terhadap kejahatan atau fear of crime
itu sendiri? Fear of crime adalah ketakutan menjadi korban dari suatu kejahatan2. Fear of Crime
dapat dibagi menjadi perasaan, pemikiran, dan sikap masyarakat mengenai resiko personal dari
viktimisasi kriminal; perbedaan juga dapat dibuat antara kebiasaan untuk melihat suatu situasi
sebagai menakutkan, pengalaman pribadi dalam situasi tersebut, serta pernyataan-pernyataan
mengenai signifikansi kultural dan sosial dari kejahatan dan simbol-simbol kejahatan di
lingkungan masyarakat.
Akan tetapi, pendefinisian ini masih sering diperdebatkan. Sampai detik ini, belum ada
definisi fear of crime yang diterima secara universal sehingga berbagai penulis telah mencoba
untuk memberikan pendapat mereka masing-masing. Vanderveen (2006: 4) memberikan dua
definisi yang saling kontras dengan satu sama lain. Pertama, diberikan oleh Conklin (1971)
mendefinisikan fear of crime sebagai rasa keamanan personal dalam komunitas. Pendapat
berikutnya diajukan oleh Covington dan Taylor (1991) yang menyatakan bahwa respons
emosional terhadap kejahatan yang kejam dan luka secara fisik, sementara Ferraro dan LaGrange
(1987, 1992, dalam Ferraro, 1995: 4) menyatakan bahwa fear of crime adalah respons emosional
1
2
Gary Cordner.2010. Reducing Fear of Crime: Strategies for Police. Kuztown University hal ix.
Hale, C. 1996. Fear of crime: A review of the literature. International Review of Victimology, hal 79-150.
dari kengerian atau kegelisahan kepada kejahatan atau simbol-simbol yang diasosiasikan dengan
kejahatan3.
2.
Pokok Permasalahan
Walaupun pendefinisian dari fear of crime sendiri masih belum universal, tidak
mengubah fakta bahwa fear of crime merupakan suatu masalah yang serius. Hal ini terlihat
dalam konsensus yang dapat ditarik dari berbagai literatur yang ada bahwa efek paling signifikan
dari fear of crime adalah berkurangnya kualitas hidup dari orang-orang yang terpengaruh oleh
ketakuta tersebut (Bannister dan Fyfe, 2001; Box et al., 1988; Brown dan Polk, 1996; Fisher dan
Nasar, 1992; Tiesdell dan Oc, 1998). Dampak dari fear of crime dapat diklasifikasikan dari yang
bersifat perubahan fisik detrimental hingga reaksi psikologis dan adaptasi sikap4.
Karena dampaknya yang begitu besar, perlu diketahui pasti apa yang menyebabkan
timbulnya rasa fear of crime ini. Setelah mengetahui faktor penyebab dari fear of crime tersebut,
penulis mencoba memberikan beberapa mekanisme untuk mengurangi perasaan fear of crime
tersebut.
3.
Kajian Pustaka
3.1
Pengaruh Sosiodemografis Terhadap Fear of Crime
Judul
: Fear of Crime and Perceived Risk of Victimization among College Students
Penulis
: Jennifer L. Truman
Tahun Terbit : 2005
Penerbit
: Department of Sociology University of Central Florida
Beberapa karakteristik sosial dan demografis telah ditemukan sebagai faktor yang berpengaruh
terhadap fear of crime. Dalam hal ini, gender adalah faktor yang dianggap paling konsisten
Tom Wynne. 2008. An Investigation into the Fear of Crime: Is there a Link between Fear of Crime and the
Likelihood of Victimisation?. Internet Journal of Criminology
4
B.J. Doran. M.B. Burgess. 2012. Putting Fear of Crime on the Map. Springer Series on Evidence-Based
Crime Policy Chapter 2 hal 9
3
dalam memprediksikan fear of crime. Perempuan dianggap lebih mungkin untuk takut terhadap
kejahatan dibanding laki-laki (Ferraro, 1995, 1996; Fisher dan Sloan, 2003; Rountree, 1998).
Walaupun ada riset yang membuktikan bahwa laki-laki lebih sering menjadi korban kekerasan,
perempuan lebih rentan terkena viktimisasi; sehingga perempuan lebih takut kepada kekerasan
dibanding laki-laki (Rountree, 1998). Banyak argumen yang menyatakan bahwa perbedaan
antara fear of crime yang dialami perempuan dan laki-laki ada pada tipe kejahatan yang ditakuti
(Reid dan Konrad, 2004). Contoh: tidak terdapat sebuah perbedaan yang signifikan antara
perempuan dan laki-laki terkait dengan ketakutan terhadap pencurian (Schafer, Huebner, dan
Bynum, 2006). Akan tetapi, perempuan memiliki ketakutan terhadap penyerangan seksual
daripada laki-laki (Tulloch, 2000).
Usia dan ras adalah dua karakteristik sosiodemografis lain yang didiskusikan dalam berbagai
literatur, namun variabel-variabel ini tidaklah sekonsisten gender dalam meramalkan ketakutan.
Mengenai usia, beberapa studi telah memperlihatkan bahwa responden yang lebih tua
melaporkan ketakutan terhadap viktimisasi dan merasakan resiko besar terhadap kejahatan
(Ziegler dan Mitchell, 2003). Akan tetapi, studi lain juga telah melaporkan bahwa orang yang
lebih muda memiliki tingkat fear of crime yang lebih tinggi (Parker, 2001; Lane dan Meeker,
2003). Hal ini diakibatkan walaupun orang yang lebih muda lebih tidak rentan secara fisik,
mereka lebih memiliki pola aktivitas yang menempatkan mereka dalam resiko diviktimisasi
(Rountree, 1998). Ras juga dapat digunakan untuk memprediksi ketakutan akan diviktimisasi,
namun hasilnya sangatlah inkonsisten.
Secara umum, gender adalah peramal yang paling konsisten dalam meramalkan fear of crime,
namun ketakutan dalam baik perempuan ataupun laki-laki tidaklah sama dan dapat dipengaruhi
oleh posisi individual mereka dalam masyarakat atau faktor sosiodemografis lainnya (Stanko,
1993).
3.2
Pembentukan Fear of Crime dengan Media Massa
Judul
: Television News and the Cultivation of Fear of Crime
Penulis
: Daniel Romer, Kathleen H. Jamieson, Sean Aday
Tahun Terbit : 2003
Penerbit
: International Communication Association
Penelitian dalam jurnal ini membuktikan bahwa meningkatnya fear of crime dipengaruhi
langsung oleh ter-eksposnya seseorang kepada pemberitaan mengenai kejahatan di siaran televisi
lokal. Hal ini disebut sebagai cultivation theory, sebuah teori yang menganalisis efek dari televisi
kepada publik yang berasumsi bahwa televisi dengan waktu prime-time (pukul 18.00-21.00)
menggambarkan dunia yang dipenuhi oleh ancaman dibandingkan dengan dunia yang kita
tinggali sekarang (Gerbner dan Gross, 1976; Gerbner, Gross, Morgan, dan Signorielli, 1994).
Program-program di televisi, baik program berita ataupun non-berita, memberikan efek yang
sangat dramatis kepada masyarakat penontonnya. Mereka dapat membentuk persepsi dengan
cara-cara yang sangat konsekuensial, contoh dari pernyataan ini adalah pada saat program berita
di televisi ini membingkai suatu evaluasi figure politik dan mendefinisikan agenda politik bagi
masyarakat (Iyengar dan Kinder, 1987; McCombs, Lopez-Escobar, dan Llamas, 2000). Benar
tidaknya berita yang disajikan di televisi ini seringkali tidak menjadi faktor yang mempengaruhi
langsung pengetahuan publik mengenai rasio terjadinya kejahatan yang sebenarnya.
Relasi antara televisi lokal dan pandangan terhadap fear of crime sangatlah konsisten dengan
cultivation theory. Teori ini memfokuskan diri kepada insentif kultural dan ekonomi yang
mendorong adanya program-program yang bersifat kekerasan fantastis pada televisi. Fokus
televise lokal kepada pemberitaan kejahatan kekerasan dapat mengkondisikan penontonnya
untuk berfokus kepada kejahatan dan mengabaikan problema lainnya yang sama pentingnya
namun tidak tersurat dalam format program berita televise.
Pemberitaan kejahatan tidak hanya mengkondisikan penonton untuk menakuti viktimisasi tetapi
juga dapat mempengaruhi persepsi mengenai tempat-tempat dimana kejahatan tersebut
diberitakan beserta memunculkan suatu stereotip mengenai orang-orang yang melakukan
kejahatan. Studi di Baltimore menyatakan bahwa pemberitaan kejahatan di televisi lokal
berhubungan dengan rasa takut yang meningkat di pusat kota dan ketakutan ini menyebabkan
ketakutan untuk bepergian kesana (Miller, 1998). Fear of Crime juga dapat menimbulkan
kecurigaan terhadap orang-orang African-American dan ras non-kulit putih yang seringkali
digambarkan sebagai pelaku kejahatan (Romer, Jamieson, DeCoteau, 1998). Efek-efek yang
tidak direncanakan dari pemberitaan kejahatan ini dapat berkontribusi dalam perpecahan kohesi
komunitas dan menyebabkan ketegangan diantara kelompok ras dan etnik (Romer et al., 1998).
4.
Kerangka Pemikiran
4.1
Feminist Theory
Teori feminis dapat diinterpretasikan dengan berbagai cara, namun inti dari teori feminis
apapun harus menjelaskan kenyataan dari dunia sosial yang dialami oleh perempuan, memberi
pertanyaan, pemikiran, dan ide-ide untuk memperbaiki dunia sosial bagi perempuan dan
mengkonsiderasikan interseksi dari variabel demografi tambahan seperti umur, ras/etnis, dan
kedudukan sosial5.
Seperti yang telah dibahas sebelumnya, fear of crime lebih dirasakan oleh perempuan
yang cenderung lebih rentan untuk terkena viktimisasi. Ilmuwan feminis berargumen bahwa
ketakutan ini dapat diatribusikan kepada ketidaksetaraan gender pada tingkatan sosial (Meyer
dan Post, 2006). Para teoris berargumen bahwa ketakutan perempuan adalah salah satu
mekanisme signfikan dalam pengendalian hidup perempuan untuk memperkuat hirarki gender
dan memepertahankan sikap yang seharusnya bagi perempuan (Gordon & Riger, 1989/1991;
Madriz, 1997a, 1997b; Pain, 1997a; Riger & Gordon, 1981; Stanko, 1990, 1995, 1997). Dengan
kata lain, adanya kultur ketakutan akan viktimisasi diantara perempuan semakin memperkuat
kekuasaan dan status laki-laki kepada perempuan (Stanko, 1990, 1995). Dan kultur ini juga
membuat suatu batasan bagi peranan perempuan dalam masyarakat.
4.2
Cultivation Theory
Teori kultivasi adalah teori yang memeriksa efek jangka panjang dari televisi. Proposisi
utama dari teori kultivasi adalah semakin lama seseorang ‘hidup’ di dunia televisi, semakin
mungkin mereka mempercayai realita sosial yang ada di televisi 6. Dibawah payung ini, persepsi
dari dunia sangatlah terpengaruh oleh pesan-pesan gambar dan ideologis yang ditransmisikan
lewat media televisi populer.
Alana Van Gundy. 2014. Feminist Theory, Crime, and Social Justice. Elsevier: Oxford
Jonathan Cohen, Gabriel Weimann. 2000. Cultivation Revisited: Some Genres Have Some Effects on Some
Viewers. Communication Reports hal 99–114.
5
6
5.
Kasus-kasus yang Bersangkutan
Fear of Crime seringkali menimbulkan akibat lain dari ketakutan tersebut, salah satunya
adalah kasus-kasus seperti dibawah ini:
5.1
YY Diperkosa 14 Pria, Saudara Kembar Takut Pergi Sekolah
…Kejadian tersebut membuat keluarga YY trauma. Bahkan, saudara kembar YY, takut
untuk pergi ke sekolah paska kejadian yang menimpa saudaranya itu…
…Menurut Mardiani, saudara kembar YY tidak lagi mau bersekolah lantaran takut…
(Stefanus Yugo, Rimanews)
5.2
Megawati Sampai Takut Cucu-cucunya Diperkosa Seperti Yuyun
…Maraknya kasus perkosaan terhadap anak di bawah umur di Indonesia belakangan ini
membuat
Ketum
PDIP
Megawati
Soekarnoputri
mengkhawatirkan
cucu-cucu
perempuannya bisa menjadi korban yang sama…
(Wisnu Cipto Nugroho, Rimanews)
5.3
Hidupkan Genset di Dalam Rumah Karena Takut Dicuri, Dewi Malah Tewas
…Takut gensetnya hilang (sebelumnya diletakkan di luar rumah), Rusma memilih
memasukan genset ke dalam rumah. Sampai pagi, genset dibiarkan hidup sehingga
asapnya mengepul ke beberapa ruangan….
(Aminnudin, Tribunnews)
Kasus-kasus ini merupakan dampak langsung dari fear of crime yang dialami oleh orang lain atas
terjadinya suatu kejahatan.
6.
Analisis
Sebelum menganalisa secara dalam mengenai faktor-faktor penyebab terjadinya fear of
crime, perlu diingat bahwa dalam mengkonseptualisasikan dan mengukur fear of crime itu
sendiri, harus dibuat suatu perbedaan definitive antara ketakutan yang sesungguhnya (actual fear
of crime) dan ketakutan akibat antisipasi (anticipated fear)7. Actual fear dirasakan pada saat-saat
tertentu dimana seseorang merasakan ketakutan akibat berada di tempat yang pernah terjadi
kejahatan sebelumnya atau ia memang sedang mengalami kejahatan pada detik itu juga;
sementara anticipated fear datang dari ketakutan yang dirasakan seseorang saat ia sedang
mencoba mengantisipasi kejahatan yang mungkin terjadi pada dirinya sehingga terlahir-lah rasa
ketakutan baru8.
Kedua bentuk ketakutan ini dapat disebabkan oleh faktor-faktor yang nyata dan harfiah
dimiliki oleh masing-masing individu, tetapi jika dilihat sebagai suatu masalah sosial, faktorfaktor tersebut dapat digeneralisasi menjadi beberapa faktor yang mempengaruhi banyak orang
sekaligus. Berdasarkan apa yang telah dipaparkan di pembahasan sebelumnya, fear of crime
dapat terjadi akibat pengaruh media massa dan, khususnya bagi perempuan, konstruksi
masyarakat sekitar tentang siapa-siapa yang menjadi korban kejahatan.
Melihat dari paparan kasus-kasus yang ada, kasus 5.1 merupakan contoh yang sangat
menopang pemikiran teori feminis yang berargumen bahwa ketakutan ini dapat diatribusikan
kepada ketidaksetaraan gender pada tingkatan sosial. Kasus 5.1 telah menimbulkan fear of crime
kepada anak perempuan, namun tidak terlalu terlihat kepada anak laki-laki.
Hal yang sama juga dapat diterapkan pada kasus 5.2, dimana Megawati—yang bukan
merupakan aktor utama yang terlibat langsung dalam kasus YY—dapat merasakan suatu
ketakutan kepada kemungkinan cucu-cucu perempuannya dapat diperkosa seperti YY. Selain
menjadi pembuktian teori feminis, kasus 5.2 juga dapat menjadi bukti dari cultivation theory.
Seperti yang telah saya paparkan sebelumnya, Megawati bukanlah aktor utama dalam
kasus YY, akan tetapi maraknya pemberitaan mengenai kasus tersebut di berbagai media sosial
telah menimbulkan rasa fear of crime kepada orang yang sama sekali tidak berhubungan dengan
kejahatan tersebut. Walaupun kejahatan tersebut terjadi di Bengkulu yang notabene sangat jauh
dari kediaman Megawati di Jakarta, realita sosial yang digambarkan di berbagai media sosial
tersebut telah menjadi suatu realita yang dapat diaplikasikan kepada realita siapapun.
Jika kasus 5.1 adalah pembuktian langsung dari teori feminis, kasus 5.2 merupakan
campuran antara teori feminis dan cultivation theory, kasus 5.3 adalah bentuk lain dari
7
8
G. Fisher. The Fear of Crime in Public Housing Developments
James Garofalo. 1981. The Fear of Crime: Causes and Consequences. The Journal of Law & Criminology
cultivation theory; Rusma memiliki fear of crime yang sebegitu besarnya dari berbagai faktor—
salah satunya adalah dari efek media massa—sehingga ia meninggal akibat ketakutannya
terhadap kejahatan pencurian.
Setelah menganalisa kasus-kasus ini, apa langkah yang dapat dilakukan untuk
mengurangi fear of crime ini? Terdapat beberapa strategi untuk mengurangi fear of crime9, yaitu:
(1) mencegah terjadinya kejahatan, karena dengan berkurangnya kejahatan secara riil dipercaya
akan mengurangi rasa takut terhadap kejahatan tersebut; (2) Community Policing; dan yang
terakhir adalah (3) Problem-oriented Policing.
Ada beberapa hipotesis yang ditawarkan mengenai hal-hal yang dapat mengurangi fear of
crime itu sendiri, yaitu:
Mengurangi kejahatan
Mengurangi ketakutan (terkadang)
Visibilitas polisi
Mengurangi ketakutan (terkadang)
Penerangan jalan
Mengurangi ketakutan
Kontak antara rakyat dan polisi
Mengurangi ketakutan
Kepercayaan rakyat kepada polisi
Mengurangi ketakutan
Mengurangi kekacauan
Mengurangi ketakutan
Hipotesis ini secara gradual selama 30-40 tahun kebelakang telah dibuktikan tidaklah begitu
benar. Apalagi jika dianalisis dengan menggunakan faktor-faktor penyebab yang telah disebutkan
sebelumnya, hipotesis ini telah melewatkan fakta bahwa rasa fear of crime bukanlah suatu
masalah yang berskala lingkungan kecil, namun sebuah masalah global yang muncul akibat
struktur sosial dan media massa.
Penulis memberi beberapa masukan untuk mengurangi fear of crime ditinjau dari
masalah-masalah yang telah dipaparkan sebelumnya, yaitu:
1. Mengadakan suatu pelurusan nilai mengenai kesetaraan gender kepada lingkungan untuk
mengurangi fear of crime yang secara mayoritas dialami oleh perempuan;
2. Memperketat regulasi penayangan pemberitaan berita kriminal di televisi. Terutama
adalah dengan membuat suatu panduan yang wajib diikuti oleh instansi manapun yang
ingin memberitakan berita kriminal yang sesuai dengan prinsip-prinsip newsmaking
9
Ibid
criminology dan tidak menayangkan pemberitaan tersebut di prime time yang merupakan
waktu dimana sebagian besar masyarakat sedang menonton teleivisi; dan
3. Membuat suatu peraturan yang harus diikuti oleh program-program non-berita yang
menampilkan kejahatan dalam elemen fiktif, karena dramatisasi mengenai kejahatan
dalam program-program non-berita juga merupakan faktor penyebab fear of crime di
kalangan masyarakat.
7.
Kesimpulan dan Saran
Secara keseluruhan, dapat ditarik kesimpulan bahwa fear of crime merupakan suatu
masalah besar yang secara nyata dapat mempengaruhi suatu lingkungan atau bahkan suatu
negara sekalipun. Literatur-literatur yang tersedia mengenai fear of crime seringkali menuliskan
fear of crime sebagai masalah skala kecil yang dapat diselesaikan dengan pendekatan yang
sederhana, namun pada kenyataannya, fear of crime adalah suatu masalah yang berskala global.
Faktor penyebab dari fear of crime dapat ditinjau dari berbagai aspek dan dapat dikurangi
dengan berbagai cara pula. Dengan sudut pandang feminisme dan media massa yang diambil
oleh penulis, rasa fear of crime dapat dikurangi dengan cara mengajarkan suatu nilai, membuat
regulasi baru dan memperketat regulasi yang sudah ada.
DAFTAR PUSTAKA
Cohen, Jonathan, Weimann Gabriel. 2000. Cultivation Revisited: Some Genres Have Some
Effects on Some Viewers. Communication Reports hal 99–114.
Cordner , Gary.2010. Reducing Fear of Crime: Strategies for Police. Kuztown University hal ix.
Doran, B.J., Burgess M.B.. 2012. Putting Fear of Crime on the Map. Springer Series on
Evidence-Based Crime Policy Chapter 2 hal 9
Fisher, G. The Fear of Crime in Public Housing Developments
Garofalo, James. 1981. The Fear of Crime: Causes and Consequences. The Journal of Law &
Criminology
Hale, C. 1996. Fear of crime: A review of the literature. International Review of Victimology, hal
79-150.
Romer Daniel, Jamieson, Kathleen H., Aday, Sean. 2003. Television News and the Cultivation of
Fear of Crime. International Communication Association
Truman, Jennifer L. 2005. Fear of Crime and Perceived Risk of Victimization among College
Students. Department of Sociology University of Central Florida
Van Gundy, Alana. 2014. Feminist Theory, Crime, and Social Justice. Elsevier: Oxford
Wynne, Tom. 2008. An Investigation into the Fear of Crime: Is there a Link between Fear of
Crime and the Likelihood of Victimisation?. Internet Journal of Criminology
Hidupkan Genset di Dalam Rumah Karena Takut Dicuri, Dewi Malah Tewas (Aminnudin,
Tribunnews) http://www.tribunnews.com/regional/2016/05/08/hidupkan-genset-di-dalam-rumahkarena-takut-dicuri-dewi-malah-tewas diakses pada tanggal 28 Mei 2016 pukul 16:00
Megawati Sampai Takut Cucu-cucunya Diperkosa Seperti Yuyun (Wisnu Cipto Nugroho,
Rimanews)
http://nasional.rimanews.com/hukum/read/20160512/279967/Megawati-Sampai-
Takut-Cucu-cucunya-Diperkosa-Seperti-Yuyun diakses pada tanggal 28 Mei 2016 pukul 15:44
YY Diperkosa 14 Pria, Saudara Kembar Takut Pergi Sekolah (Stefanus Yugo, Rimanews)
http://nasional.rimanews.com/hukum/read/20160503/278268/YY-Diperkosa-14-Pria-SaudaraKembar-Takut-Pergi-Sekolah diakses pada tanggal 28 Mei 2016 pukul 15:26