Makalah Seminar Ilmiah Ensiklik Laudato

LAUDATO SI’, MI’ SIGNORE
TERPUJILAH ENGKAU, YA TUHANKU

MAKALAH SEMINAR ILMIAH
ENSIKLIK LAUDATO SI’: TANGGAPAN GEREJA KATOLIK
ATAS KRISIS EKOLOGIS GLOBAL

OLEH TIM STUDI KSM
FR. LEONARDUS LARATMASE MSC
FR. STEFANUS ARDI WATUSEKE MSC
FR. CAROL JOHANES SOMPOTAN MSC
FR. FERDINANDUS TARAN MSC

SKOLASTIKAT MSC PINELENG,
28 AGUSTUS 2015

ENSIKLIK LAUDATO SI’: TANGGAPAN GEREJA KATOLIK
ATAS KRISIS EKOLOGIS GLOBAL1

PENDAHULUAN
Pada tanggal 24 Mei 2015, di basilika Santo Petrus, Paus Fransiskus

mempromulgasikan ensiklik Laudato Si’ tentang perawatan bumi sebagai rumah
kita bersama. Pada tanggal 18 Juni 2015 terjemahan ensiklik Laudato Si’
diterbitkan dalam delapan bahasa serentak, yakni Italia, Jerman, Inggris,
Spanyol, Prancis, Polandia, Portu, dan Arab. Setelah itu beredar terjemahanterjemahan dalam bahasa lain, antara lain dalam bahasa Indonesia oleh P.
Martin Harun OFM yang diterbitkan secara gratis, dan diedarkan secara
elektronik oleh Penerbit OBOR. Sebagai kelompok studi Skolastikat MSC
Pineleng, Tim Studi Kelompok Studi Mitra (KSM) mempelajari, membahas,
dan mempresentasikan pokok-pokok penting dan praktis dalam ensiklik
Laudato Si’.
Pembahasan terdiri dari lima bagian. Bagian pertama berisi uraian tentang
latar belakang gagasan-gagasan dasar ensiklik Laudato Si’. Bagian kedua berisi
dasar biblis dari pandangan-pandangan ekologis ensiklik Laudato Si’. Bagian
ketiga berisi ekologi Paus Fransiskus dalam ensiklik Laudato Si’. Bagian
keempat berisi solusi yang ditawarkan oleh Paus Fransiskus dalam ensiklik
Laudato Si’. Bagian kelima berisi rekomendasi Tim Studi KSM bagi praksis
pastoral ekologis dalam hidup bersama di tengah umat, masyarakat dan
lingkungan sekitar.

Dibawakan dalam Seminar Ilmiah Ensiklik Laudato Si’: Tanggapan Gereja Katolik
atas Krisis Ekologis Global, di Aula Biara Skolastikat MSC Pineleng pada tanggal 28

November 2015, dalam rangka peringatan hari ulang tahun ke-161 dari tarekat Misionaris
Hati Kudus Yesus (MSC).
1

1

BAGIAN I: LATAR BELAKANG ENSIKLIK LAUDATIO SI’
(Oleh fr. Leonardus Laratmase MSC)
Pandangan ekologis Paus Fransiskus tidak terlepas dari keadaan bumi dan
umat manusia pada masa sekarang ini. Persoalan-persoalan kritis di bidang
sosial dan lingkungan hidup mempengaruhi kehidupan bersama di bumi, yang
bukan hanya dirasakan oleh manusia tapi oleh seluruh penghuni bumi. Paus
Fransiskus yang mengagumi Santo Fransiskus Asisi menanggapi keadaan kritis
bumi sebagai rumah kita bersama, dengan mengeluarkan ensiklik Laudato Si’
bagi semua orang yang berkehendak baik.

1. Pengaruh St. Fransiskus Asisi
Pandangan Paus Fransiskus tentang ekologi dalam ensiklik Laudato Si’
sangat dipengaruhi oleh spiritualitas St. Fransiskus Asisi. Pada awal ensikliknya
Paus Fransiskus mengakui hal itu,

Saya tidak ingin menulis ensiklik ini tanpa kembali ke model yang
menarik dan mampu memotivasi kita. Namanya saya ambil sebagai
panduan dan inspirasi ketika saya terpilih sebagai Uskup Roma. Saya
percaya bahwa Santo Fransiskus adalah contoh unggul dalam
melindungi yang rentan dan dalam suatu ekologi yang integral, yang
dihayati dengan gembira dan otentik (LS 10).
Pengakuan Paus ini bukan tanpa dasar. Santo Fransiskus Asisi digelari sebagai
pelindung lingkungan hidup dan mereka semua yang mempunyai perhatian
pada lingkungan hidup. Ia digelari demikian karena ia menghayati secara
integral, baik dalam kata maupun perbuatan, suatu keharmonisan hidup dengan
sesama, alam dan Tuhan.

2

Sungguh menarik jika menyimak karya-karya St. Fransiskus Asisi. Ia
tidak menulis uraian teologis yang sistematis dan abstrak tentang alam.
Tulisannya lebih banyak berupa doa dan mazmur. Walaupun demikian, karyakaryanya itu sangat berkualitas dan memiliki makna spiritual yang sangat
dalam. Selain itu juga karya-karyanya itu menunjukkan keluhuran budi dan
keagungan hatinya.
Salah satu di antara kidung St. Fransiskus Asisi yang terkenal, yakni

Kidung Saudara Matahari. Syair kidung ini diambil oleh Paus Fransiskus
sebagai judul ensikliknya tentang ekologi. Berikut isi dari Kidung Saudara
Matahari,
Yang Mahatinggi, Mahakuasa, Tuhan yang baik,
Milik-Mulah pujian, kemuliaan dan hormat dan segala pujian.
Pada-Mu saja, Yang Mahatinggi, semuanya itu patut disampaikan,
Dan tiada seorangpun yang layak menyebut nama-Mu.
Terpujilah Engkau, Tuhanku,
Bersama semua makhluk-Mu terutama Tuan Saudara Matahari,
yang membuat siang hari, dan menerangi kami dengan sinarnya;
Sebab ia indah dan dan bercahaya dengan sinarnya yang cemerlang;
Dan ia adalah lambang dari-Mu, Allah Mahatinggi
Terpujilah Engkau Tuhanku,
Karena Saudari Bulan dan semua bintang:
Di cakrawala Engkau menempatkan mereka,
Cemerlang, megah dan indah.
Terpujilah Engkau Tuhanku karena Saudara Angin
Dan karena udara, awan dan langit yang cemerlang dan setiap cuaca,
Melaluinya Engkau menopang hidup ciptaan-Mu
Terpujilah Engkau, Tuhanku, karena Saudari Air:

Karena ia sangat berguna, rendah hati, berharga dan murni
3

Terpujilah Engkau, Tuhanku karena Saudara Api,
Dengannya Engkau menerangi malam;
Karena ia indah dan cerah ceria, kuat dan perkasa.
Terpujilah Engkau, Tuhanku
Karena Saudari kami Ibu Pertiwi,
Yang menopang dan mengasuh kami,
Dan menumbuhkan berbagai jenis buah,
Beserta bunga warna-warni dan rerumputan.
Terpujilah Engkau, Tuhanku
Melalui mereka yang mengampuni demi kasih-Mu
Dan menanggung sakit dan duka derita.
Diberkatilah mereka yang menanggungnya dalam damai
Sebab mereka, O Allah Mahatinggi, akan dimahkotai oleh Engkau.
Terpujilah Engkau, Tuhanku, karena Saudari Kami Maut Badani,
Dari padanya tiada insan hidup yang luput.
Celakalah mereka yang mati dalam dosa berat;
Tetapi berbahagialah mereka yang didapati setia pada kehendak-Mu yang

tersuci
Karena kematian kedua tidak akan menimpa mereka.
Puji dan Pujilah Tuhanku,
Bersyukurlah pada-Nya dan mengabdilah pada-Nya dengan kerendahan
hati yang agung.
Dari kidung tersebut, dapat digarisbawahi beberapa hal tentang
penghayatan St. Fransiskus Asisi terhadap ekologi. Pertama, Fransiskus Asisi
menghayati suatu persaudaraan kosmik. Ia membangun suatu relasi
persaudaraan yang mesra dan akrab dengan ciptaan yang lain. Ia menyapa
mereka sebagai saudara dan saudari. Ia memuji kebaikan yang terkandung di
dalam diri setiap ciptaan yang disapanya. Ia juga menyapa mereka yang sakit

4

dan menderita. Ia memuji mereka yang taat dan mengingatkan siapapun supaya
tidak mati dalam keadaan dosa berat.
Kedua, relasi yang disemangati oleh cinta kasih. Paus Fransiskus
berpendapat: ―Tanggapannya terhadap dunia di sekelilingnya jauh melampaui
apresiasi intelektual dan perhitungan ekonomi, karena baginya setiap makhluk
adalah saudari yang bersatu dengannya dalam ikatan kasih sayang‖ (LS 11).

Cinta kasihlah yang mampu membuka mata Fransiskus untuk menyapa
matahari sebagai saudara dan bulan sebagai saudari. Cinta kasihlah yang
membuka mata Fransiskus melihat karya Allah dalam diri setiap ciptaan. Cinta
kasihlah yang membuat Fransiskus melihat kebijaksanaan, kemahakuasaan,
keagungan Allah. Cinta kasih Fransiskus tergambar dalam pujiannya yang tulus
dan sapaan yang akrab nan mesra. Cinta kasih itu juga tergambar dalam
pandangannya yang positif dan penuh kekaguman terhadap ciptaan lainnya.
Ketiga, Iman akan Tuhan. Frasa yang paling banyak diulang dalam
kidung di atas adalah ―Terpujilah Engkau, ya Tuhanku.‖ Kiranya inilah inti
Kidung Saudara Matahari: Allah dalam kemahakuasaan-Nya menjadikan segala
sesuatu baik adanya. Frasa ini pula menggambarkan iman St. Fransiskus Asisi.
Ia mengimani Allah yang mahakuasa yang menciptakan langit dan bumi.
Kebijaksanaan-Nya terungkap dalam anugerah yang diberikan kepada setiap
makhluk. Frasa inilah, dalam bahasa Italia, yang kemudian dipakai oleh Paus
Fransiskus sebagai judul ensikiknya: Laudato Si’, mi’ Signore. Iman akan Allah
yang membuat St. Fransiskus mampu menembus apresiasi intelektual, bahasa
matematika dan biologi. ―Ia membawa kita untuk melihat alam sebagai sebuah
kitab yang sangat indah. Di dalamnya Allah berbicara kepada kita dan memberi
kita sekilas pandang tentang keindahan dan kebaikan-Nya tanpa batas‖ (LS 12).


5

2. Keadaan Bumi, Rumah Kita Bersama
Kemunculan ensiklik Laudato Si’ tidak terlepas dari fakta kemerosotan
ekologis. Secara umum realitas yang diangkat Paus pada bagian awal ensiklik
Laudato Si’ dapat dibagi menjadi dua bagian, yakni kemerosotan lingkungan
alam dan lingkungan manusia. Keduanya saling terhubung satu dengan yang
lainnya.
Lingkungan manusia dan lingkungan alam merosot bersama-sama,
dan kita tidak dapat secara memadai

menangani kemerosotan

lingkungan alam jika kita tidak memperhatikan sebab-sebab yang
berkaitan dengan kemerosotan manusia dan masyarakat (LS. 48).
Mengenai kemerosotan lingkungan alam, Paus mengangkat beberapa
pokok yakni poulsi (LS 20-22), perubahan iklim (LS 23-26), masalah air (LS
27-31) dan hilangnya keankeragaman hayati (LS 32-42). Mengenai lingkungan
manusia, Paus mengangkat persoalan mengenai penurunan kualitas hidup
manusia dan kemerosotan kehidupan sosial (LS 43-47), serta ketimbangan

global (LS 48-52).

a. Kemerosotan Lingkungan Alam
Masalah polusi tidak lepas dari berkembangnya industrialisasi. Secara
lahiriah industrialisasi meninggalkan limbah-limbah padat, cair, maupun gas.
Limbah-limbah tersebut tidak dapat digunakan dan dibuang ke alam. Limbahlimbah tersebut mencemari lingkungan alam dan membahayakan kesehatan
manusia.

Namun

secara

batiniah

industrialisasi

mendorong

tumbuh-


kembangnya budaya membuang (throw away culture) (LS 22). Budaya
membuang tidak saja menyangkut barang, tetapi juga orang-orang yang
dikucilkan. Mereka yang dikucilkan umumnya adalah orang-orang kecil dan
lemah secara sosial.
6

Perubahan iklim merupakan tantangan besar pada zaman ini dan
seringkali menjadi pembicaraan dalam pertemuan internasional, baik oleh
pemerintah maupun oleh organisasi-organisasi yang peduli dengan alam. Secara
umum, perubahan iklim disebabkan oleh dua hal yakni aktivitas alam dan
aktivitas manusia (LS 23), yakni penggunaan bahan bakar fosil yang
menimbulkan konsentrasi gas rumah kaca, yang diperparah oleh perambahan
hutan (deforestasi). Korban dari perubahan iklim adalah masyarakat kecil yang
menggantungkan hidup pada pertanian, perikanan, dan kehutanan (LS 25), juga
tumbuhan dan hewan yang mati ataupun berimigrasi karena sudah tidak mampu
lagi beradaptasi.
Masalah air disebabkan oleh tiga faktor berikut: pencemaran limbah
industri, privatisasi air dan cara hidup boros. Limbah industri yang dipenui zat
kimia mencemari sungai dan air bawah tanah sehingga persediaan air kurang
higienis dan menimbulkan penyakit. Privatisasi air adalah penguasaan terhadap

air dan komersialiasi yang membatasi akses orang miskin pada air. Paus
menyatakan dengan tegas bahwa dunia kita memiliki utang sosial kepada orang
miskin yang tidak memiliki akses ke air minum (LS 30). Pemborosan jelas
berkaitan dengan cara hidup yang kurang berbudaya. Cara hidup seperti ini
disebabkan oleh tak adanya kesadaran terhadap perilaku sedemikian sebagai
sebuah ketidakadilan yang besar (LS 31).
Hilangnya keanekaragaman hayati diakibatkan oleh pengabaian terhadap
nilai intrinsik dari setiap mahkluk hidup. Setiap makhluk pada dirinya bernilai.
Kesadaran akan nilai ini hilang ketika manusia cenderung mengutamakan
kepentingan bisnis dan kemajuan teknologi. Manusia cenderung mencari
keuntungan secara instan, mudah dan cepat sehingga mereka tidak tertarik
untuk merawat ekosistem dan melestarikannya (LS 36). Alih fungsi hutan
menjadi perkebunan monokultur dan eksploitasi lautan mengakibatkan
hilangnya keanekaragaman hayati.
7

b. Kemerosotan Lingkungan Manusia
Kemerosotan sosial tampak dalam kualitas kehidupan di perkotaan, yakni
masalah transportasi, polusi visual, kebisingan, kepadatan, dan ruang hijau yang
kurang memadai. Paus menyebut ―penduduk bumi ini tidak dimaksudkan untuk
hidup terhimpit oleh beton, aspal, kaca dan logam, hingga kehilangan kontak
fisik dengan alam‖ (LS 44). Menurut Paus Fransiskus kemerosotan kehidupan
sosial dipengaruhi oleh dua faktor penting, yakni teknologi dan media massa –
dunia digital. Kemajuan teknologi mempengaruhi lapangan kerja, pengucilan
sosial, ketimpangan dalam distribusi dan konsumsi energi, fragmentasi sosial,
peningkatan kekerasan, kemunculan bentuk baru agresi sosial, dan perdagangan
narkoba serta penggunaannya di kalangan muda (LS 46). Sedangkan media
sosial dan dunia digital, menurut Paus, bisa menghalangi orang untuk hidup
dengan kebijaksanaan, untuk berpikir mendalam dan untuk mencintai dengan
murah hati (LS 47). Akumulasi data yang disajikan menimbulkan kejenuhan
dan kebingungan. Relasi dunia maya membuat banyak orang memilih atau
memutuskan hubungan semaunya.
Paus juga menyoroti tentang ketimpangan global, antara negara-negara
berkembang dan negara-negara maju. Di negara-negara berkembang, terdapat
cadangan biosfer yang besar. Cadangan biosfer tersebut menyediakan bahan
untuk pembangunan negara-negara kaya dengan mengorbankan masa sekarang
dan masa depan warga masayarakat di negara-negara berkembang. Akses
kepemilikan dihalangi oleh sistem perdagangan dan kepemilikan yang secara
struktural jahat. Utang luar negeri menjadi alat kontrol terhadap eksploitasi
cadangan biosfer tersebut. Namun tidak disadari bahwa negara-negara kaya itu
meninggalkan utang ekologis yang jauh lebih besar pada orang-orang miskin
karena merekalah yang menanggung efek paling parah dari semua perusakan
lingkungan (LS 48).

8

BAGIAN II: PENDASARAN BIBLIS ENSIKLIK LAUDATO SI’
(Oleh fr. Stefanus Ardi Watuseke MSC)
Ensiklik ini mau menyapa, serentak menegur setiap pribadi yang telah
mendiami bumi, namun merusaknya dengan ketidakadilan ekologis. Paus
paham bahwa manusia pada zaman ini terdiri dari aneka pribadi yang
membentuk aneka pemahaman dan keyakinan. Ada yang secara tegas menolak
kisah penciptaan dan Penciptanya. Namun adalah sebuah kearifan bila
menghadapi kerusakan alam dengan menghimpun dan mendengarkan pelbagai
kebijaksanaan, baik yang ditawarkan oleh agama maupun oleh ilmu
pengetahuan. Di sinilah relevansi aktual antara iman dan rasio: bersama-sama
mengembangkan ekologi yang mampu menanggulangi apa yang telah dirusak
oleh manusia. (LS 62-63). Dalam ensiklik yang ditujukan kepada seluruh
manusia ini, Paus Fransiskus menunjukkan komitmen iman Kristen yang peduli
terhadap masalah ekologis (LS 64).

1. Hikmat Cerita-cerita Alkitab
Ada pandangan yang keliru mengenai perspektif orang-orang Kristen
terhadap alam. Padahal dalam ajaran iman yang termaktub dalam Alkitab
dikatakan bahwa Allah menciptakan alam dan manusia sama baiknya (Kej.
1:31), dimana manusia mempunyai peran khusus (Kej. 1:26) yang
menyebabkan dia menjadi ‗seseorang‘ dan bukan ‗sesuatu‘. Manusia adalah
‗pribadi yang sudah ada di hati Allah‘ (LS 65) sebagaimana yang dikatakan
dalam Yer.1:5: ―Sebelum Aku membentuk engkau dalam rahim ibumu, Aku
telah mengenal engkau.‖ Kekhususan Allah yang menciptakan manusia, karena
Ia kehendaki dan cintai, menjadikan manusia sebagai pribadi dengan tugas
khusus, yang dalam sejarah keselamatan telah jatuh bangun melaksanakannya.

9

Dalam cerita Alkitab dikatakan bahwa manusia mempunyai tiga relasi
yang saling berkaitan, yakni dengan Allah, dengan sesama, dan dengan bumi.
Sejarah memperlihatkan

bahwa relasi ini hancur karena dosa, sehingga

memberikan pemahaman yang keliru untuk menaklukkan bumi (Kej. 1:28).
Padahal Allah juga berfirman bahwa manusia harus mengusahakan dan
memeliharanya (Kej.2:15). Hubungan yang dulu akrab berubah menjadi konflik
(Kej. 3:17-19).
Manusia bukanlah Allah. Bumi telah lebih dulu ada sebelum manusia.
Paham ini bisa dipakai untuk menjawab tuduhan terhadap pemahaman orang
Kristen dan Yahudi yang berdasar pada Kej. 1:28: untuk ―berkuasa atas seluruh
bumi‖ sehingga menyebabkan eksploitasi besar-besaran. Paus Fransiskus
mengajak kita untuk menafsirkan dan memahami dengan tepat (hermeneutika)
narasi dalam Kej. 2:15. Kata ―mengusahakan‖ berarti menggarap, membajak
dan mengerjakan. Sedangkan kata ―memelihara‖ berarti melindungi, menjaga,
melestarikan, merawat dan mengawasi. Artinya, ada tanggungjawab timbal
balik antara manusia dan alam (LS 67). Sebab bukan manusia yang empunya
bumi, melainkan Allah (Mzm. 24:1 dan Ul.10:14). Manusia hanyalah pendatang
yang menggarap tanah milik Allah (Im.25:23).
Tanggungjawab kepada milik Allah membuat manusia diberkati dan
dituntun dengan akal budi, hukum alam, dan keseimbangan dengan semua
makhluk. Norma yang diberikan Allah bukan hanya mengatur manusia dengan
Allah dan sesama, melainkan juga dengan alam ciptaan. Perintah Allah untuk
beristirahat kepada manusia juga dikenakan kepada makhluk ciptaan. Karena
itu, Alkitab tidak mengizinkan antroposentrisme diktatorial yang tak acuh
kepada makhluk lain. (LS 68)
Manusia bermartabat karena dibentuk secitra dengan Allah. Namun,
Allah juga menciptakan makhluk lain yang mempunyai nilai intrinsik, yang
keberadaannya juga memuji dan memuliakan Allah (Mzm.104:31). Katekismus
10

Gereja Katolik menegaskan, ―Setiap makhluk memiliki kebaikan dan
kesempurnaanya sendiri...yang memancarkan kebijaksanaan dan kebaikan Allah
yang tak terbatas‖ (KGK 2416).
Dalam cerita Kain dan Habel (Kej. 4:9-11) ditegaskan bahwa Allah
menghubungi Kain untuk mencari Habel. Bukan karena Allah tidak tahu
melainkan karena seluruh ciptaan berelasi dan berkaitan, termasuk antara alam
ciptaan dan manusia. Paham Sabat, baik secara mingguan (Kej.2:2-3; Kel.
16:23; 20:10), maupun tahunan (Im.25:14) menegaskan keterkaitan dan relasi
antara alam dan sesama manusia (Im.19:9-10) dengan mengedepankan nilai
keseimbangan dan keadilan. Sehingga yang memuji Allah bukan hanya manusia
(Mzm.136:6) melainkan juga alam (Mzm.148:3) (LS 70-72).
Manusia memilki krisis dalam hidup. Pengalaman sejarah bangsa Israel
yang dibuang ke Babel menjadi representasi manusia yang hidup dalam situasi
yang pelik. Namun Allah Sang Pencipta semesta selalu membebaskan dan
menyelamatkan (Yer.3:17-21). Ia pula yang memberi semangat dan kekuatan
(Yes. 40:28-29). Manusia mengalami ketidakadilan, begitu juga dengan alam.
Maka Allah yang sama pula akan bertindak di tengah dunia ini dan
mengalahkan segala jenis kejahatan dan ketidakadilan. Karena itu, jika ada
spiritualitas yang tidak mengakui Allah sebagai Pencipta maka pada saat yang
sama ia akan menempatkan manusia sebagai penguasa absolut yang
memaksakan aturan demi kepentingannya sendiri (LS 73-75).

2. Misteri Alam Semesta dan Persekutuan Universal (LS 76-83)
Alam diciptakan karena keputusan cinta dari Allah (Mzm.33:6). Allah
tidak mungkin membentuk sesuatu yang Ia benci (Kej.11:24). Karena itu kita
dapat memahami kebesaran dan rahmat Allah dari karya-karya ciptaan (Keb.
13:5). Di sisi lain, orang Yahudi dan Kristen melepaskan paham bahwa alam
11

adalah sosok yang ilahi dan mengharapkan komitmen kita yang lebih terhadap
perawatan alam ciptaan.
Alam semesta terdiri dari sistem yang saling berkomunikasi satu dengan
yang lain. Manusia dan alam saling berkomunikasi. Manusia yang
perkembangan intelektualnya berkembang secara positif ternyata memberikan
berkat sekaligus tantangan. Di satu sisi ada kebebasan, pertumbuhan,
keselamatan dan cinta, sedangkan di sisi lain ada pembusukan dan kehancuran.
Keduanya bergerak seiring. Walaupun kita melakukan yang ‗jahat‘ tetapi Allah
dapat menarik sesuatu yang ‗baik‘ daripadanya karena kuasa Roh yang mampu
memecahkan masalah yang paling rumit sekalipun.
Walaupun ada pengandaian tentang proses evolusi, tetapi manusia
memilki kebaruan yang tidak dapat dijelaskan oleh proses evolusi itu sendiri.
Contohnya, kemampuan berpikir, berargumentasi, berkreasi, menafsirkan,
mengembangkan seni, dan hal-hal kualitatif lainnya. Hal ini menegaskan apa
yang bisa kita tarik dari Alkitab: manusia itu subjek dan tidak pernah menjadi
objek. Hal ini juga berlaku untuk semua ciptaan. Ciptaan lainnya bukanlah
objek yang bisa disewenang-wenangkan.
Pantas diingat bahwa seluruh perjalanan alam semesta ditemukan dalam
kepenuhan Allah, yang telah dicapai oleh Kristus, ukuran kematangan segala
sesuatu. Manusia, yang dikaruniai akal budi, dipanggil untuk mengantar semua
makhluk kepada kepenuhan Pencipta mereka. Kita semua adalah milik Allah
(Keb.11:26) dan kembali kepada Allah.

3. Tatapan Yesus (LS. 96-100): Kepenuhan dalam Kristus
Yesus mau menegaskan iman kita kepada Bapa, Allah Sang Pencipta
(Mat.11:25). Ia mengajarkan kepada para murid bahwa seluruh alam ciptaan
adalah penting bagi Allah: burung pipit yang tak pernah dilupakan Allah
12

(Luk.12:6); burung di udara yang selalu dipelihara (Mat.6:26). Ketika Yesus
sedang berjalan-jalan menyusuri negeri-Nya Ia selalu mengajak para murid
untuk memiliki kesadaran akan alam ciptaan lain (Yoh.4:35) dan menggunakan
alam ini sebagai bahan pengajaran iman (Mat. 13:31-32). Hal ini menunjukkan
bahwa Yesus memilki harmoni dengan alam ciptaan. Ia tidak terpisah dari dunia
melainkan hidup dalam realitas dunia: makan-minum, bekerja, dan mempunyai
keluarga (Mat.11:9; Mrk. 6:3).
Dengan memahami realitas Yesus yang sungguh ‗membumi‘, maka
sekali lagi manusia diingatkan bahwa seluruh ciptaan diciptakan melalui Dia
dan untuk Dia (Kol. 1:16). Dia yang adalah awal (Yoh.1:1) kemudian menjadi
daging (Yoh.1:4), berjejak di bumi dan kemudian mati di salib. Dialah yang
memanggil semua ciptaan kepada kepenuhan.
Perjanjian Baru tidak hanya berbicara mengenai relasi Yesus dengan
manusia, bumi dan alam ciptaan. Tapi menegaskan juga bahwa Allah menjadi
semua dalam semua (1 Kor.15:28) sehingga semua yang ada di bumi ini bukan
melulu realitas alamiah, melainkan suatu realitas rohani karena kuasa
kebangkitan-Nya (Kol. 1:19-20).

4. Catatan-catatan Lain:
Allah menciptakan manusia di bumi dalam satu kebun yang perlu digarap
(Kej. 2:15). Para pekerja dan pengrajin adalah ‗penopang dunia‘ (Kej. 38:34)
dan dipuji oleh Allah (Sir. 38:4). Karena itu manusia harus bekerja dan
mengusahakan pemeliharaan alam ciptaan sebagai perwujudan dari potensi
yang telah Allah anugerahkan kepada manusia (LS. 124).

13

BAGIAN III: EKOLOGI DALAM ENSIKLIK LAUDATO SI’
(Oleh fr. Carol Johanes Sompotan MSC)
Paus Fransiskus dalam ensiklik Laudato Si’ tidak lagi berteori tentang apa
itu ekologi. Gejala-gejala alam yang ditandai antara lain dengan polusi dan
perubahan iklim ekstrim, masalah air, hilangnya keanekaragaman hayati,
penurunan dan pemerosotan kualitas hidup manusia dan masyarakat dunia
sudah secara kuat membangkitkan kesadaran publik bahwa bumi adalah rumah
bersama dari segenap makhluk yang harus dirawat secara bersama-sama.
Ekologi bukan lagi sekadar isu teoretis, tapi suatu gerakan praktis, suatu gaya
hidup yang harus dipahami dengan baik dan dipraktekkan secara konsisten agar
tidak terjadi bencana global yang lebih dahsyat.2

1. Akar Masalah Krisis Ekologis Global
Fakta dewasa ini yang didukung oleh hasil penelitian-penelitian ilmiah,
menunjukkan bahwa bumi sedang berada dalam situasi krisis. Polusi dan
perubahan iklim, masalah air, hilangnya keanekaragaman hayati, penurunan dan
pemerosotan kualitas hidup manusia secara global disebabkan tidak hanya oleh
kelangsungan proses alamiah dalam alam, tapi terutama disebabkan oleh
intervensi yang berlebihan dari manusia.
Paus Fransiskus dalam Laudato Si’ mengangkat dua persoalan pokok
sebagai akar atau penyebab dari krisis ekologis global dewasa ini. Sebab
pertama adalah dominasi paradigma teknokratis. Paus Fransiskus menegaskan
bahwa ilmu pengetahuan dan teknologi pada dasarnya adalah hasil yang indah
dari kreativitas manusia, yang tidak lain telah diberikan oleh Allah kepada
Paus Fransiskus mengingatkan, ―Ramalan-ramalan tentang malapeteka tidak boleh
lagi diremehkan atau ditanggapi secara ironis … Tingkat konsumsi, limbah, dan kerusakan
lingkungan telah melampaui kapasitas planet sedemikian rupa, sehingga gaya hidup kita saat
ini, karena tak mungkin berkelanjutan, hanya dapat menyebabkan bencana, seperti sudah
terjadi secara berkala di berbagai wilayah dunia‖ (LS 161).
2

14

setiap manusia. Dalam perkembangan sejarah, teknologi telah membantu
manusia dalam mengatasi hal-hal buruk yang membatasi manusia, terutama di
bidang kedokteran, teknik, dan komunikasi (LS 102). Hasil-hasil teknologi juga
membangkitkan suatu cita rasa akan keindahan, antara lain dalam ketakjuban
akan keindahan pesawat terbang, bangunan-bangunan pencakar langit, dan
sederetan karya seni dan musik (LS 103). Tapi, ternyata teknologi juga
memberikan kekuasaan yang luar biasa, terutama pada sebagian orang
yang memiliki pengetahuan dan kekuatan ekonomi untuk memahami dan
memiliki barang-barang teknologi. Persoalan terjadi ketika manusia yang
memiliki pengetahuan serta alat-alat teknologi menciptakan dan memanfaatkan
teknologi tanpa batasan-batasan moral yang kuat. Paradigma teknokratis
mempropagandakan bahwa manusia bisa hidup dengan mengandalkan teknologi
saja, tanpa memerlukan etika dalam penggunaannya. Bahkan persoalanpersoalan hidup manusia bisa diatasi hanya dengan mengandalkan kemajuan
teknologi (LS 110). Teknologi bukan lagi ditempatkan sebagai sarana penunjang
kualitas hidup manusia, tapi bergeser menjadi tujuan hidup manusia. Paus
Fransiskus menyadari bahwa, ―Paradigma teknologi sudah menjadi begitu
dominan sehingga akan sangat sulit untuk mengabaikan segala sumber dayanya,
dan lebih sulit lagi untuk menggunakannya tanpa dominasi oleh pola pikirnya‖
(LS 108).

Sebab kedua dari krisis ekologis global dewasa ini adalah penerimaan
paham antroposentrisme modern. 3 Paham antroposentisme modern yang
dimaksudkan oleh Paus Fransiskus ini bertolak belakang dengan paham
antropologi kristiani perihal relasi manusia dengan alam. Antroposentrisme
modern menaruh pola pikir teknis di atas realitas alam yang sebenarnya, dimana
manusia melihat alam sebagai objek kegunaan semata, sebagai ruang dan bahan
3

Antroposentrisme adalah teori ekologi yang memandang manusia sebagai pusat dari
alam semesta. Konsekuensinya, alam bisa dieksploitasi demi memenuhi kebutuhankebutuhan hidup umat manusia. Bdk. A. Sonny Keraf. Etika Lingkungan Hidup, (Jakarta:
Penerbit Buku Kompas, 2010), hlm. 47.
15

untuk dieksploitasi. Kodrat alam sebagai ciptaan tidak dihargai. Demikian alam
dipandang sebagai barang mati melulu, sementara yang hidup hanyalah manusia
yang berakal budi, yang mampu mengembangkan dan mengaplikasikan
teknologi (LS 115). Amat berbeda dengan pandangan sedemikian, antropologi
Kristen justru mewajibkan manusia untuk mengolah alam secara bertanggung
jawab. Allah menganugerahkan kualitas-kualitas manusia kepada diri manusia
sendiri. Sehingga dengan kualitas-kualitas manusiawinya, yakni akal budi,
kehendak bebas, dan hati nuraninya, manusia mestinya mengolah alam dengan
penuh hormat. Relasi manusia dengan alam mestinya menjadi relasi saling
menolong,

bukan

relasi

konfrontatif

yang

malah

membangkitkan

pemberontakan alam (LS 117).
Atas dasar iman dan keyakinan akan nilai luhur manusia, Paus Fransiskus
menegaskan bahwa paham antroposentrisme sesat tak perlu digantikan dengan
paham biosentrisme.4 Manusia perlu ditempatkan secara benar dalam
pemahaman akan ekologi yang lebih integral. Nilai luhur manusia mesti diakui.
Paus Fransiskus menegaskan bahwa,
Tidak ada ekologi tanpa antropologi yang memadai. Apabila pribadi
manusia dianggap sebagai salah satu makhluk dari antara yang lain
saja, hasil dari suatu permainan yang kebetulan atau dari
determinisme fisik, kesadaran akan tanggung jawabnya terancam
berkurang dalam diri manusia … Manusia tidak dapat diharapkan
4

Biosentrisme adalah teori ekologi yang mendasarkan moralitas pada keluhuran
kehidupan, entah pada manusia atau pada makhluk hidup lainnya. Dalam paham ini, peran
manusia tidak lebih istimewa dari peran makhluk-makhluk hidup lainnya. Pusat perubahan
bukan pertama-tama terletak pada manusia, tapi pada seluruh makhluk yang hidup. Bdk.
Ibid., hlm. 66-68. Paus Benediktus XVI dalam Ensiklik Caritas in Veritate mengingatkan
akan bahaya paham panteisme baru, yang mengagungkan alam di atas daya hidup manusia.
―Tetapi harus juga ditekankan bahwa adalah suatu yang bertentangan dengan perkembangan
otentik untuk melihat alam sebagai sesuatu yang lebih penting daripada manusia. Pandangan
ini mengarah kepada sikap neo-paganisme atau paganisme/pantheisme baru—keselamatan
manusia tidak dapat datang dari alam saja, yang dimengerti di dalam arti naturalistik yang
murni‖ (Caritas in Veritate, 48). Diunduh dari katolisitas.org (5 November 2015).
16

melibatkan diri penuh hormat ke dalam dunia, jika tidak serentak ada
pengakuan dan penghargaan terhadap kemampuannya yang unik
berupa pengetahuan, kehendak, kebebasan, dan tanggung jawab (LS
118).

Wujud dari penghayatan paham antroposentrisme sesat adalah apa yang
disebut Paus Fransiskus sebagai relativisme praktis. Relativisme praktis adalah
gaya hidup manusia individualis yang memberikan prioritas tertinggi pada
kepentingannya

yang

sesaat.

Kesombongan

gaya

hidup

macam

ini

dilatarbelakangi oleh suatu cara pandang yang merelatifkan segala sesuatu.
Allah sebagai yang absolut tidak lagi dihiraukan. Dosa atau perbuatan baik tidak
lagi dibatasi oleh norma-norma moral. Cara berpikir demikian mendukung gaya
hidup konsumtif, atas dasar logika ―pakai dan buang‖ yang menghasilkan begitu
banyak sampah. Amat mengerikan bahwa dengan gaya hidup sedemikian,
manusia pun diperlakukan sebagai sampah seperti yang dialami oleh anak-anak
korban eksploitasi seksual, orang-orang lanjut usia yang ditelantarkan anakanak mereka, atau embiro manusia yang dibunuh dalam tindakan aborsi (LS
120, 123).

2. Pendekatan Ekologi Integral
Paus Fransiskus memberi judul ekologi integral untuk bab keempat dari
ensiklik Laudato Si’. Ekologi integral yang dimaksudkan oleh Paus Fransikus
tidak jauh berbeda dari gerakan ekologis masa kini yang menekankan ekosistem
sebagai rumah bersama dari segenap makhluk yang ada dan hidup di dalam
bumi. Seorang filsuf dan aktivis gerakan ekosentrisme, Arne Naess (19122009), antara lain mengembangkan ekologi integral yang dinamakannya Deep
Ecology, untuk membedakan dari gerakan ekologi dangkal (shallow ecology
movement). Deep ecology memberi perhatian pada ekosistem atau pada sistem

17

kehidupan secara keseluruhan. Deep ecology tidak hanya memusatkan perhatian
pada kepentingan jangka pendek, tapi jangka panjang. Deep ecology tidak
bersifat fragmentaris, tapi holistik demi kepentingan seluruh komunitas
ekologis.5
Secara khusus, ekologi integral Paus Fransiskus memberi perhatian serius
pada tema kemiskinan, sebagai salah satu krisis ekologis global, sekaligus
sebagai salah satu pintu masuk untuk memulihkan krisis ekologis global dewasa
ini. Menurutnya,
Tidak ada dua krisis terpisah, yang satu menyangkut lingkungan dan
yang lain sosial, tetapi satu krisis sosial-lingkungan yang kompleks.
Solusi hanya mungkin melalui pendekatan komprehensif untuk
memerangi

kemiskinan,

memulihkan

martabat

orang

yang

dikucilkan, dan pada saat yang sama melestarikan alam (LS 139).
Oleh karena itu dibutuhkan suatu ekologi lingkungan, ekonomi, sosial,
budaya, dan kebiasaan hidup sehari-hari untuk memulihkan kemiskinan dan
krisis ekologis global dewasa ini. Perlu disadari bahwa setiap organisme adalah
makhluk ciptaan Allah yang baik dan mengagumkan dalam dirinya sendiri.
Semua itu berfungsi sebagai satu sistem yang saling terkait satu sama lain.
Manusia bisa hidup dan bertindak karena terlebih dahulu telah ada realitas
lingkungan yang telah disediakan Allah untuk didiami dan diolah oleh manusia.
Dalam kerangka pemahaman sedemikian, aktivitas ekonomi manusia mestinya
turut mempertimbangkan realitas alam secara keseluruhan. Perlindungan
lingkungan harus menjadi bagian integral dari proses pembangunan dan tidak
dapat dipandang lepas daripada itu. Kegiatan-kegiatan ekonomi dipraktekkan
bukan pertama-tama demi mencari keuntungan sebesar-besarnya (big money),
tapi untuk humanisasi atau peningkatan kualitas hidup manusia. Ekologi sosial
mesti pertama-tama dimulai dari dalam keluarga, kemudian melalui komunitas
5

Bdk. A. Sonny Keraf. Etika Lingkungan Hidup, hlm. 92-94.
18

lokal, bangsa, hingga ke masyarakat internasional. Ekologi budaya mesti
dikembangkan dengan memberi perhatian serius pada kehidupan masyarakat
adat dan budaya lokal mereka (LS 144). Masyarakat adat yang kaya akan tradisi
budaya mesti menjadi mitra dialog utama, terutama ketika dikembangkan
proyek-proyek besar yang mempengaruhi wilayah mereka. Sebab bukan orang
lain, melainkan mereka yang tinggal di wilayah mereka sendirilah yang
melestarikan alam mereka dengan paling baik (LS 146). Pada akhirnya, semua
kembali pada gaya hidup masing-masing individu. Manusia membutuhkan
ekologi hidup sehari-hari yang menekankan kearifan, kesederhanaan, dan
keramahan dalam berelasi dengan diri sendiri, sesama manusia, Allah Pencipta,
dan lingkungan sekitar (LS 147).
Paus Fransiskus mengundang setiap manusia agar bersikap positif dan
murah hati terhadap tetangga sekitarnya, agar sekalipun hidup dalam
lingkungan yang bisa jadi tidak menguntungkan, mereka dapat saling
membangun kebersamaan dalam komunitas di mana anggota-anggotanya saling
menghargai, saling mengakui, dan saling mengasihi satu sama lain (LS 148).
Kota mestinya menjadi suatu ruang publik yang ramah, di mana setiap orang
dapat merasa at home dan berarti. ―Di lingkungan perkotaan maupun pedesaan
patutlah dilestarikan beberapa tempat yang dikecualikan dari campur tangan
manusia yang terus mengubahnya,‖ usul Paus Fransiskus (LS 151).
Kepemilikan rumah amat sentral dalam usaha penegasan martabat manusia dan
pembangunan keluarga. Paus Fransiskus tidak merekomendasikan pengusiran
terhadap para penduduk miskin. Memfasilitasi orang-orang miskin untuk
memiliki rumah hunian sendiri membantu memelihara kehidupan keluarga, dan
lebih berkontribusi bagi pemeliharaan lingkungan dalam arti yang lebih luas.
Diperlukan kreatifitas untuk mengintegrasikan lingkungan kumuh ke dalam
kota yang ramah, yang menciptakan relasi persaudaraan yang saling mendukung
satu sama lain (LS 152). Mobil mesti dipakai dengan seefisien mungkin.

19

Angkutan umum mesti lebih diprioritaskan daripada mobil-mobil pribadi.
Konsekuensinya pemerintah dan pengusaha mesti memberi perhatian serius
bagi perbaikan sistem transportasi yang lebih layak dan ramah lingkungan (LS
153). Penduduk daerah pedesaan yang sulit mendapatkan akses pelayanan dasar,

mesti diperhatikan. Perkembangan kota mesti tidak mengabaikan hak dan
martabat penduduk miskin di daerah pedesaan (LS 154). Tubuh manusia,
sebagai laki-laki dan sebagai perempuan mesti dirawat dan dihormati.
Kekuasaan mutlak atas tubuh sendiri maupun atas tubuh orang lain merupakan
penghinaan dan penolakan terhadap kodrat manusia sendiri. Sehingga, dengan
belajar menerima tubuh sendiri, merawat dan menghormati seluruh maknanya,
manusia memberi kontribusi yang amat berarti bagi ekologi manusia sejati.
Sekali lagi proses humanisasi amat menentukan bagi proses pelestarian alam
semesta (LS 155).
Penghayatan ekologi dalam seluruh aspek kehidupan manusia, diarahkan
demi pemenuhan kesejahteraan umum (bonum communae). Hidup manusia
menjadi lebih bermakna ketika perbuatan-perbuatannya diarahkan pada
kesejahteraan bersama, bukan pertama-tama untuk melayani ego dan
kepentingannya sendiri. Demikian menurut kerangka ekologi integral, gaya
hidup individualistis, konsumeristis, hedonistis, dan egoistis tidak lagi relevan
(LS 162). Krisis ekologis global menuntut suatu solidaritas antar generasi yang

didasarkan atas prinsip keadilan. Lingkungan harus dipandang sebagai pinjaman
atau utang yang diterima setiap generasi dan harus diteruskan kepada generasi
berikut (LS 159). Paus Fransiskus mengingatkan bahwa demi tuntutan solidaritas
antar generasi, sekarang ini mendesak bagi kita semua untuk membaharui
solidaritas intra-gerenasi, yakni membaharui relasi ekologis kita dengan diri
sendiri, sesama, Allah, dan lingkungan kita pada masa sekarang ini LS (162).

20

BAGIAN IV: DIALOG, PENDIDIKAN, DAN SPIRITUALITAS EKOLOGIS
SEBAGAI SOLUSI PENANGANAN KRISIS EKOLOGIS GLOBAL

(Oleh fr. Ferdinandus Taran MSC)
Perbaikan lingkungan membutuhkan perubahan baik dari pikiran,
perasaan dan tindakan yang konkret. Paus Fransiskus dalam Laudato Si’
menggariskan beberapa jalur utama dialog untuk keluar dari spiral
penghancuran rumah kita. Paus Fransiskus juga mengemukakan poin-poin
penting mengenai pendidikan dan spiritualitas ekologis.

1. Dialog tentang Lingkungan dalam Politik Internasional
Pandangan bahwa dunia kita interdependen (saling-berelasi/salingtergantung) menyadarkan manusia untuk mengusulkan solusi-solusi yang
bersifat global. Solusi-solusi yang ditawarkan bukan untuk melindungi daerah
atau negara masing-masing dari bahaya kerusakan lingkungan, melainkan untuk
menjaga keutuhan bumi. Untuk itu, bumi membutuhkan suatu konsensus global.
Misalnya, perlu dirancang suatu program pertanian yang berkelanjutan untuk
mengembangkan

bentuk-bentuk

energi

yang

terbarukan

dan

kurang

mencemarkan lingkungan, mendorong penggunaan energi yang lebih efisien,
dan manajemen sumber daya alam dan laut (LS 164).
Pertemuan-pertemuan

tingkat

dunia

tentang

lingkungan

hidup

memerlukan:
 Kemauan politik agar prinsip-prinsip yang ditetapkan dapat
dilaksanakan dengan efektif dan fleksibel (LS 167).
 Perjanjian-perjanjian

internasional

yang

ditegakkan,

karena

pemerintah-pemerintah lokal terlalu lemah untuk mengadakan
intervensi secara efektif (LS 173).

21

 Hubungan antar negara yang menjaga kedaulatan masing-masing,
tetapi juga membangun jalur-jalur kesepakatan untuk mencegah
bencana lokal yang akhirnya menimpa semua orang (LS 173).
 Kerangka peraturan global untuk memaksakan kewajiban dan
mencegah tindakan yang tidak dapat diterima. Misalnya, limbah
industri yang sangat mencemari negara-negara lain (LS 173).
 Perbaikan sistem manajemen laut, terutama problem sampah laut dan
perlindungan wilayah laut (LS 174).

2. Dialog untuk Kebijakan Baru Nasional dan Lokal
Cinta akan lingkungan tidak terlepas dari kebijakan-kebijakan nasional
maupun lokal. Diperlukan dialog antara kebijakan nasional dan lokal, karena
pemerintah lokal kadang terpengaruh oleh kuasa dari tingkat yang lebih tinggi.
Maksud dari dialog ini adalah
 Adanya suatu hukum yang menetapkan aturan-aturan perilaku yang
dapat diterima dalam perspektif kesejahteraan umum (LS 177).
 Memasukkan agenda lingkungan hidup dalam agenda publik
pemerintahan (LS 178).
 Mengembangkan hukum-hukum lokal dalam masyarakat adat (LS
179).
 Mendorong

bentuk

penghematan

energi

dengan

manajemen

transportasi, daur ulang sampah, perlindungan spesies, pengembangan
teknik pertanian ramah lingkungan, dll. (LS 180).
 Memberikan prioritas pada politik yang sehat, yang mampu
mengadakan reformasi dan koordinasi dengan lembaga-lembaga (LS
181).

22

3. Dialog dan Transparansi dalam Pengambilan Keputusan
Penilaian dampak aneka usaha dan proyek terhadap lingkungan menuntut
suatu proses politik yang transparan dan berupa dialog. Dialog yang mesti
ditempuh adalah
 Dialog secara interdisipliner, transparan dan independen dari segala
tekanan politik dan ekonomi (LS 183).
 Dialog yang memberi tempat khusus bagi penduduk setempat di meja
diskusi (LS 183).
 Dialog dan diskusi ilmiah-politis yang jujur, tanpa membatasi diri
pada pertimbangan apa yang diizinkan atau tidak oleh undang-undang
(LS 183).
 Dialog yang mendasarkan keputusan pada perbandingan antara resiko
dan manfaat (LS 184).

4. Dialog Politik dan Ekonomi untuk Pemenuhan Manusia
Politik tidak harus tunduk pada ekonomi, begitu juga sebaliknya. Dialog
menjadi sangat penting demi kesejahteraan umum. Langkah-langkah yang perlu
ditempuh:
 Memungkinkan usaha-usaha kecil dan menengah untuk berkembang
dan menciptakan lapangan kerja (LS 189).
 Memilih gaya hidup yang ugahari (LS 193).
 Menciptakan sistem politik yang berpandangan luas dan yang dapat
mengajukan pendekatan kompherensif; mampu mengintegarasikan
berbagai aspek dari krisis ke dalam suatu dialog interdisipliner (LS
197).
 Negara memainkan peranan penting dengan kebijakan publik yang
baik agar tidak dikuasai oleh kelompok-kelompok ekonomi (LS 197).

23

5. Dialog Agama-Agama dengan Ilmu Pengetahuan
Seluruh solusi teknis yang diklaim oleh ilmu-ilmu tidak cukup untuk
perbaikan lingkungan dan kesejahteraan bersama. Perlu ada kompas yang
mengarahkan dan kompas itu adalah agama (LS 199). Pada dasarnya, motivasi
manusia adalah untuk hidup bersama, berkorban, dan berbuat baik (LS 200).
Kesadaran akan motivasi dasar hidup umat manusia disampaikan melalui
bahasa agama. Untuk itu, perlu dialog terbuka antara ilmu-ilmu dan mendorong
agama untuk memperjuangkan kesejahteraan umum (LS 201).

6. Pendidikan dan Spiritualitas Ekologis
Banyak hal harus diarahkan kembali tetapi yang paling utama dari semua
itu adalah manusia harus berubah. Kesadaran manusia mesti terarah pada asal
kita bersama, pada rasa saling memiliki, dan pada masa depan yang harus dibagi
dengan semua makhluk (LS 202).

a. Menuju Gaya Hidup Baru
Pasar menjual produk yang membangkitkan dorongan untuk menerima
dan

menuju

ke

konsumerisme.

Perlu

perubahan

gaya

hidup

yang

memperhatikan hal-hal berikut:
 Perubahan dari paradigma lama yang memandang manusia bebas
selama mempunyai kebebasan untuk mengkonsumsi (LS 203).
 Melepaskan egoisme karena ketika terpusat pada diri sendiri,
keserakahan akan meningkat (LS 204).
 Kesadaran akan martabat sebagai manusia (LS 205).
 Memberikan tekanan yang sehat pada mereka yang memegang
kekuasaan politis, ekonomis dan sosial (LS 206).

24

 Mengatasi individualisme agar gaya hidup alternatif dapat benarbenar dikembangkan dan perubahan besar menjadi mungkin dalam
masyarakat (LS 208).

b. Pendidikan untuk Perjanjian antara Manusia dan Lingkungan
Kesadaran terhadap krisis budaya dan ekologis yang serius harus
diterjemahkan ke dalam kebiasaan baru. Banyak kalangan muda yang bergerak
untuk membela lingkungan teapi mereka hidup dalam lingkungan konsumtif
sehingga sulit untuk mengembangkan kebiasaan lain untuk menjaga keutuhan
ekologis (LS 209). Yang perlu diperhatikan:
 Pendidikan tidak hanya terfokus pada pemberian informasi ilmiah,
penigkatan kesadaran, dan pencegahan resiko, tetapi lebih lagi pada
kritik terhadap mitos modernitas (individualisme, konsumerisme, dll)
(LS 210).
 Meningkatkan

pendidikan

lingkungan

dengan

memperhatikan

keseimbangan ekologis: internal dengan diri sendiri, sosial dengan
orang lain, alami dengan semua makhluk, dan spiritual dengan Allah
(LS 210).
 Menumbuhkan kebajikan kukuh dan pemberian diri dalam komitmen
ekologis (a.l. menggunakan pakaian hangat dibanding menghidupkan
pemanas), serta menjadikannya sebagai suatu gaya hidup (LS 211).
 Pendidikan ekologis dapat terjadi di berbagai konteks. Keluarga
mempunyai peran sentral. Pengalaman hidup sebagai karunia Allah
mendapat

perlindungan

dari

berbagai

serangan.

Keluarga

mengembangkan kebiasaan awal untuk mencintai dan melestarikan
lingkungan (LS 213).

25

 Belajar

untuk

mengatakan

terima

kasih

sebagai

ungkapan

penghargaan dan meminta maaf ketika telah menyebabkan kerugian
(LS 213).
 Menghargai, memperhatikan, dan mencintai, membantu kita keluar
dari sikap mencari kegunaan praktis (LS 215).

c. Pertobatan Ekologis
Krisis ekologis merupakan panggilan untuk pertobatan batin yang
mendalam. Pertobatan ekologis diperlukan agar kita,
 tidak hanya berbicara melalui ide-ide saja tanpa melibatkan motivasi
yang lahir dari spiritualitas (LS 216).
 Tidak hanya berdoa tanpa ada kepeduliaan terhadap lingkungan.
Artinya, membiarkan hubungan atau pertemuan dengan Allah
berkembang dalam hubungan dengan dunia sekitar (LS 217).
 Seperti St. Fransiskus, menjalin hubungan yang sehat dengan dunia
ciptaan, sebagai salah satu dimensi pertobatan manusia yang utuh (LS
218).
 Seperti pesan para Uskup Australia, memeriksa hidup dan mengakui
bagaimana kita telah membawa kerugiaan kepada ciptaan Allah
dengan tindakan kita dan kegagalan kita untuk bertindak. Kita perlu
mengalami suatu pertobatan, perubahan hati (LS 218).
 Tidak menganggap kelebihan sebagai alasan untuk memegahkan diri
atau mendominasi secara tak bertanggungjawab tetapi sebagai
kemampuan berbeda yang pada gilirannya meletakkan pada kita
tanggung jawab besar yang lahir dari iman (LS 220).

26

d. Sukacita dan Damai
Spiritualitas Kristen mewawarkan suatu cara lain untuk memahami
kualitas hidup dan mendorong sebuah gaya hidup kenabian dan kontemplatif.
Langkah-langkahnya:
 Menempuh jalan kembali ke kesederhanaan yang memungkinkan kita
untuk berhenti dan menghargai hal-hal kecil, berterima kasih atas
kesempatan yang ditawarkan oleh kehidupan, tanpa menjadi terikat
pada apa yang kita miliki, atau sedih atas apa yang kita miliki (LS
222).
 Perlu kesahajaan dan kerendahan hati dengan menempatkan Allah
dalam hidup kita untuk menggantikan ego kita (LS 224) dan berdamai
dengan diri sendiri (LS 225).
 Meluangkan waktu untuk menemukan kembali suatu keselarasan
yang jernih dengan dunia ciptaan, untuk merenungkan gaya hidup
kita, dan cita-cita kita, untuk menatap Pencipta yang hidup di tengah
kita dan dalam lingkungan kita. Kehadiran-Nya ―tidak boleh dibuatbuat melainkan ditemukan dan disingkapkan‖ (LS 225).
 Contoh: sejenak berhenti untuk bersyukur kepada Allah sebelum dan
sesudah makan (LS 227).

e. Cinta dalam Bidang Sipil dan Politik
Pelestarian alam adalah bagian dari suatu gaya hidup yang meliputi
kemampuan untuk hidup bersama dan dalam persekutuan (LS 228). Untuk
mewujudkannya diperlukan,
 Kesadaran bahwa kita saling membutuhkan, memiliki tanggungjawab
terhadap orang lain dan dunia (LS 229).
 Cinta akan masyarakat dan komitmen terhadap kesejahteraan umum,
yang merupakan ungkapan luar biasa dari belas kasih (LS 231).

27

 Cinta sosial yang mendorong kita untuk merancang strategi besar
yang secara efektif dapat menghentikan perusakan lingkungan dan
mendorong budaya perlindungan yang meresapi seluruh masyarakat
(LS 231).
 Tindakan komunal untuk memajukan kesejahteraan umum dengan
menjaga lingkungan alam dan perkotaan (LS 232).

f. Tanda-Tanda Sakramental dan Istirahat yang Dirayakan
Allah dapat ditemukan dalam segalah makhluk hidup di luar kita. Allah
dapat ditemukan dalam sehelai daun, setitik embuk, dalam wajah orang miskin
dan lainnya (LS 233). Tanda-tanda ini dirayakan secara mulia dalam ekaristi.
Dalam ekaristi: dunia ciptaan menemukan keagungan terbesar, langit dan bumi
dipersatukan, Tuhan merangkul dan meresapi seluruh ciptaan, menjadi sumber
terang, serta mendorong kepedulian kita terhadap lingkungan, dan mengajak
kita untuk menjadi penjaga seluruh ciptaan (LS 236).
Istirahat pada hari Minggu membuka mata kita untuk dunia yang lebih
luas dan memungkinkan kita untuk mengakui hak-hak dari yang lain. Hari
istirahat yang dirayakan dengan berpusat pada ekaristi, memancarkan
cahayanya bagi seluruh minggu dan mendorong kita untuk lebih memperhatikan
perlindungan alam dan kaum miskin (LS 237).

g. Allah Tritunggal dan Hubungan Antara Makhluk
Pribadi manusia bertumbuh dan berkembang, makin matang dan makin
dikuduskan, ketika ia masuk ke dalam relasi, keluar dari dirinya sendiri untuk
hidup dalam persekutuan dengan Allah, dengan orang lain, dan dengan semua
makhluk (LS 240). Dengan demikian, manusia menyambut dalam hidupnya
sendiri suatu dinamisme Allah Tritunggal yang telah dicantumkan dalam
dirinya sejak penciptaannya (LS 240).
28

h. Ratu Seluruh Dunia Ciptaan
Maria, bunda yang merawat Yesus, sekarang merawat dunia yang terluka
ini dengan kasih sayang dan rasa sakit seorang ibu (LS 241). Berdoa kepada
Maria turut membantu kita untuk memandang dunia ini dengan mata yang lebih
besar (LS 241). St. Yusuf mengajarkan kita untuk melindungi. Ia memotivasi
kita untuk bekerja dengan murah hati dan lembut untuk melindungi dunia yang
dipercayakan Allah kepada kita (LS 242).

i. Melampaui Matahari
Di akhirat nanti kita akan menemukan diri kita berhadapan muka dengan
keindahan Allah yang tak terbatas. Perjumpaan ini memberikan rasa kagum
akan segala rahasia alam semesta. Sementara ini, kita bersatu padu untuk
menanggung rumah yang dipercayakan kepada kita untuk kemudian diangkat ke
pesta surgawi. Bersama dengan semua makhluk, kita berjalan di bumi ini untuk
mencari Allah. Mari kita berjalan sambil bernyanyi! Semoga perjuangan dan
kepedulian kita untuk planet ini tidak mengambil sukacita pengharapan dari
kita. Terpujilah Dia!

BAGIAN V: REKOMENDASI BAGI PRAKSIS PASTORAL EKOLOGIS
(Oleh Tim Studi KSM)
Ensiklik Laudato Si’ mengemukakan gagasan umum dan sesekali
memberi petunjuk praktis tentang apa yang semestinya kita buat untuk merawat
bumi sebagai rumah bersama kita. Untuk menindaklanjuti solusi-solusi yang
ditawarkan oleh Paus Fransiskus dalam ensiklik Laudato Si’, kami menawarkan
poin-poin aksi nyata yang patut dibuat sebagai tindakan pastoral ekologis
konkret dalam kehidupan kita masing-masing.

29

1. Bagi Paroki-paroki
 Menciptakan lingkungan gereja dan pastoran yang bersih dan hijau, baik
di dalam gereja, pastoran, maupun di halaman sekitar gereja dan pastoran.
 Memasukkan kegiatan-kegiatan cinta lingkungan dalam program kerja
Dewan Pastoral Paroki (DPP).
 Mengurangi penggunaan energi yang berlebihan dalam gereja dan
pastoran, antara lain dengan meminimalisasi penggunaan AC dan listrik.

2. Bagi Sekolah-sekolah
 Memasukkan materi pendidikan ekologis dalam kurikulum dan kegiatan
rutin sekolah.
 Menciptakan lingkungan dan suasana sekolah yang bersih dan hijau.
 Menyediakan hari khusus untuk kegiatan cinta lingkungan, antara lain
dengan menanam pohon bersama, menanam tanaman dalam kebun
sekolah, mengadakan live in, rekoleksi, dan retret dengan tema cinta
lingkungan hidup.

3. Bagi Para Pengusaha
 Memegang teguh sikap jujur dan adil dalam membangun usaha, antara
lain dalam pengajuan analisis mengenai dampak lingkungan (AMDAL),
penyejahteraan karyawan, dan penghargaan