Implementasi Demokrasi dan Hak Asasi Man

IMPLEMENTASI DEMOKRASI DAN HAK ASASI MANUSIA DALAM
KONSEPSI NEGARA HUKUM DI INDONESIA
(Suatu Tinjauan Tentang Hukum Tata Negara)1
Oleh :
Ratna Sari Dewi2
Abstrak
Dalam demokrasi Indonesia keberadaan Hak Asasi Manusia dalam konsepsi
Negara hukum merupakan suatu hal yang paling mendasar. Pengaturan hak asasi
manusia oleh negara tersebut bukan berarti terjadinya pengekangan hak, namun
pengaturan oleh Negara. Dengan konsepsi berkedaulatan rakyat, maka dapat
dipastikan implementasi Hak Asasi Manusia merupakan suatu keharusan.
Implementasi demokrasi dan Hak asasi manusia yang berkedaulatan rakyat
dengan berdasarkan pada hukum merupakan cita-cita yang hendak dicapai.
Kata Kunci : Implementasi, Demokrasi, Hak Asasi Manusia, Negara Hukum

A. Pendahuluan
Gelombang aspirasi ke arah kebebasan dan kemerdekaan umat manusia
dari penindasan penjajahan meningkat tajam dan terbuka sekitar awal abad ke -20,
gelombang aspirasi ini menggunakan pisau demokrasi dan hak asasi manusia
sebagai instrumen yang efektif dan membebaskan. Hingga mencapai puncaknya
pada saat muncul gelombang dekolonisasi3 di seluruh dunia dan menghasilkan

berdiri dan terbentuknya negara-negara baru yang merdeka dan berdaulat di
berbagai belahan dunia mulai dari Maroko sampai Merauke.4 Setiap instrumen
dalam rangka pembebasan selalu sama, yakni demokrasi dan hak asasi manusia.
Semua peristiwa yang mendorong munculnya gerakan pembebasan selalu
dilatarbelakangi dengan kekuasaan yang menindas atau ketidakadilan, baik dalam

1

Diajukan Untuk Memenuhi Ujian Akhir Semester Pada Matakuliah Pembaharuan
Hukum Nasional
2
Mahasiswi Magister Hukum Universitas Pamulang
3
Dekolonisasi yaitu merujuk pada tercapainya kemerdekaan oleh berbagai koloni dan
protektorat Barat di Asia dan Afrika seusai Perang Dunia II. Hal ini timbul seiring dengan gerakan
intelektual yang dikenal dengan pasca-kolonialisme.
4
Jimly Asshiddiqie, Hukum Tata Negara dan Pilar-Pilar Demokrasi Serpihan Pemikiran
Hukum, Media dan HAM, Konstitusi Press, 2004, hal 209


1

struktur hubungan antara satu bangsa dengan bangsa lain maupun hubungan
antara satu pemerintahan dengan rakyatnya.
Pembahasan mengenai hak asasi manusia tentu tidak dapat dipisahkan
dengan konsep demokrasi dan negara hukum. Dalam suatu negara hukum dijamin
adanya perlindungan terhadap hak asasi manusia, ketentuan ini merupakan makna
dari Mukadimah Deklarasi Hak Asasi Manusia, yang menyatakan bahwa hak
asasi manusia harus dilindungi pemerintah yang berdasarkan hukum dan hal ini
merupakan sesuatu yang esensial agar orang tidak terpaksa mengambil jalan lain ,
sebagai upaya terakhir dengan berontak melawan tirani dan operasi.5
Pernyataan berdasarkan hukum merupakan bentuk pembatasan yuridisnormatif terhadap kebebasan dan kekuasaan. Munculnya keinginan untuk
melakukan pembatasan yuridis terhadap kekuasaan, pada dasarnya, dikarenakan
politik kekuasaan yang cenderung korup, seperti yang disampaikan Lord Acton,
power tends to corrupt, Absolute power corrupt absolutely. Disinilah konstitusi
memiliki peranan penting sehingga, pemerintahan berdasarkan hukum bukan
berdasarkan manusia.6
Disisi lain pentingnya perlindungan terhadap hak asasi manusia juga
dimaksudkan sebaliknya yaitu untuk mencegah timbulnya penpemberontakan atau
perlawanan oleh rakyat terhadap pemerintah yang sewenang-wenang terhadap

rakyatnya.
Hal ini senada dengan apa yang dikemukakan oleh Bahder Johan
Nasution, bahwa jika dilihat dari sudut pandang pengaturan hak asasi manusia,
pada satu sisi hak asasi memiliki sifat dasar yang membatasi kekuasaan
pemerintahan, namun sebaliknya pada sisi yang lain pemerintah diberi wewenang
untuk membatasi hak-hak dasar sesuai dengan fungsi pengendalian (sturing). Oleh
karenanya walaupun hak-hak dasar mengandung sifat membatasi kekuasaan
pemerintahan, namun pembatasan tersebut tidak berarti mematikan kekuasaan

5

Mukadimah Deklarasi Hak Asasi Manusia, 1948

6

Miriam Budihardjo, Dasar-Dasar Ilmu Politik, Gramedia, Jakarta, 1983, hal. 57.

2

pemerintahan tetapi justru pada dasarnya berisi wewenang untuk mengendalikan

kehidupan masyarakat.7
Negara, dalam hal ini pemerintah, memiliki freies ermessen atau pouvoir
discretionnare, yaitu kebebasan yang dimiliki pemerintah untuk turut serta dalam
kehidupan ekonomi, sosial dan budaya dan keleluasaan untuk membuat kebijakan
publik guna merealisasikan hak-hak ekosob.(Masda El-Muhtaj:2005:29)8
Dari perspektif rakyat salah satu esensi dari hak asasi manusia yaitu hak
demokrasi dan kebebasan atas penyelenggaraan, pemenuhan, dan penggunaan hak
demokrasi itu sendiri. Demokrasi awalnya merupakan gagasan yang memaknai
kekuasaan itu adalah dari, oleh dan untuk rakyat. Atau bahkan dalam pengertian
yang partisipatif demokrasi dikatakan sebagai konsep kekuasaan dari, oleh dan
untuk rakyat. Oleh karenanya, sejatinya rakyatlah yang yang memiliki kuasa
untuk memberi arah dalam menyelenggarakan kehidupan kenegaraan. Bahkan
secara ideal keseluruhan sistem penyelenggaraan negara melibatkan rakyat dalam
arti yang seluas-luasnya.
Oleh karena itu penulis melihat perwujudan demokrasi dalam negara
hukum tidak hanya diwujudkan dengan keterlibatan masyarakat dalam pemilihan
langsung baik lembaga eksekutif maupun legislatif, euforia pesta demokrasi.
Kedaulatan rakyat yang di bingkai oleh penegakan hak asasi manusia, sejatinya
lebih luas daripada itu, Oleh karenanya, bagaimana konsepsi demokrasi yang di
dalamnya terkandung prinsip-prinsip kedaulatan rakyat (democratie) dan konsepsi

negara hukum yang terkandung prinsip-prinsip negara hukum (nomocratie)
mampu beriringan dengan hak asasi manusia yang senantiasa menjadi framing
diantara keduanya. Artinya bagaimana berdemokrasi yang ideal sebagai salah satu
aktualisasi dari hak asasi dalam konsepsi Negara hukum, sehingga kondisi
demokrasi bukan hanya tentang kebebasan yang sebebas-bebasnya dengan
tameng kedaulatan rakyat. Maka, bersadarkan latar belakang tersebut, penulis
mencoba membahas permasalahan ini dalam tulisan dengan judul “Implementasi
7

Bahder Johan Nasution, Negara Hukum dan Hak Asasi Manusia, Mandar Maju,
Bandung, 2011, hal. 241
8
Dikutip dari, Retno Kusniati, Jurnal Hukum : Sejarah Perlindungan Hak Hak Asasi
Manusia, Konsepsi Negara Hukum, 2012, hal. 82

3

demokrasi dan hak asasi manusia dalam konsepsi negara hukum Indonesia (Suatu
Tinjauan Tentang Hukum Tata Negara).
Berdasarkan judul dan latar belakang masalah di atas, karena keterbatasan

penulis, maka penulis membatasi permasalahan tulisan ini, dengan hanya
memabahas bagaimana konsep ideal demokratisasi dan kebebasan warga negara
sebagai esensi dari hak asasi manusia dalam konsep negara hukum Indonesia
ditinjau dari aspek konseptual hukum tata negara kedepan?
B. Referensi Teoritis
Prof Mr. M.C Burkens, et al. dalam bunya berjudul “Beginselen van de
democratische rechtsstaat” menyatakan syarat minimum demokrasi sebagai
berikut :
1.
2.
3.
4.
5.
6.

setiap orangpada dasarnya memilki hak yang sama dalam pemilihan
yang bebas dan rahasia;
setiap orang memilikii hak untuk dipilih;
setiap orang memiliki hak-hak politik, yakni berupa hak atas
kebebasan berpendapat dan berkumpul;

Badan Perwakilan Rakyat mempengaruhi dalam pengambilan
keputusan melalui sarana “(mede)beslissings recht” (hak untuk ikut
memutuskan) dan atau melalui wewenangnya untuk mengawasi;
asas keterbukaan dalam pengambilan keputusan yang bersifat
terbuka;
menghormati hak-hak kaum minoritas9

Pengakuan atas hak individu tidak bisa dipisahkan dalam demokrasi,
diibaratkan satu koin mata uang, punya dua sisi yang berbeda tapi tidak dapat
dipisahkan. Pada Negara dengan asas Demokrasi kedudukan rakyat menjadi
penting, sebab rakyat yang memegang kedaulatan kepentingan sehingga hak asasi
rakyat diakui dan dilindungi oleh negara.
Kemudian kaitannya dengan Negara hukum, yakni dalam suatu negara
yang percaya terhadap hukum, akan menjadikan gagasan demokrasi sejalan
dengan gagasan hukum. Hal ini lazim diyakini reformasi kelembagaan dan
reformasi kebudayaan politik dapat dipercayakan pada hukum sebagai instrumen
pembaharuan yang efektif. Akan tetapi pengembangan dan penegakan hukum itu
9

Dikutip dari karya Imiah ;Agus Budi Setiyono, Pembentukan Peraturan Hukum Daerah

yang Demokratisoleh Pemerintah Daerah, 2008, dari buku Idenberg, Ph. A., red., De Nadagen van
de Verzorgingstaat Kansen en Prespectiven vor Morgen, Meulenhoff Informatief, Ámsterdam,
983, hal:27

4

sendiri pun harus benar-benar mengikuti norma-norma yang berlaku sehingga
menjamin terwujudnya demokratisasi yang sejati.
Karena itulah berkembang mengenai demokrasi yang berdasarkan atas
hukum, atau dikenal dengan istilah demokrasi konstitusional. Pada demokrasi ini
mencita-citakan pemerintahan yang terbatas kekuasannya, yaitu suatu negara
(rechtsstaat) yang tunduk pada aturan hukum yang berlaku.

Konsep Negara

Hukkum yang menurut Stahl disebut dengan istilah “rechtsstaat” mencakup
empat elemen penting, yaitu:
1.

Perlindungan terhadap hak asasi manusia


2.

Pembagian terhadap kekuasaan

3.

Pemerintahan yang berdasarkan pada undang-undang

4.

Adanya Peradilan tata usaha negara10

Pandangan mengenai rumusan hak asasi manusia merupakan pemikiran
yang lazim digunakan konsep demokrasi dan Negara hukum . Dengan demikian,
salah satu indikasi sebagai Negara hukum antara lain perlindungan hak asasi
manusia. Maka, demokrasi, hukum dan hak asasi manusia merupakan tiga
komponen yang senantiasa beriringan, bagaimana demokrasi dan hak asasi
manusia dalam konsepsi Negara hukum yang akan di gambarkan dalam tulisan
ini.

C. Metodologi Penelitian
Penelitaian ini merupakan penelitian normative, dengan pendekatan
deskriptifnkualitatif. Adapun data yang digunakan yaitu , data sekuner yang
mencakup :
1.

Bahan hukum primer yaitu, peraturan perundang-undangan

2.

Bahan hukum sekunder yang meliputi,

buku-buku, teks, jurnal,

makalah, majalah, surat kabar, dan artikel-artikel ilmiah.
Untuk menganalisis data yang diperoleh dalam penelitian ini dipergunakan
metode kualitatif, yaitu dengan menafsirkan dan mendeskripsikan data yang
dioeroleh dengan didasari teori – teori hukum, khusunya teori hukum tata Negara.
10


Jimly Asshiddiqie, Konstitusi dan Konstitusionalisme Indonesia, Cetakan Pertama,
Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia dan Pusat Studi Hukum Tata Negara Fakultas Hukum
Universitas Indonesia, Jakarta, 2004, hal. 122

5

Adapun pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan melalui studi
kepustakaan.
D. Pembahasan
1.

Negara Hukum, Hak Asasi Manusia, Demokratisasi dan Pembaharuan
Konsep Hukum
a.

Negara Hukum
Sebelum mengkaji lebih jauh mengenai konsep ideal sehubungan dengan

demokratisasi dan kebebasan warga negara, kita mulai dengan konsep tentang
Negara hukum.
Menurut Wiryono Projodikoro, Negara hukum dipahami sebagai negara
yang

pemerintahannya

dalam

melakukan

aktivitas

penyelenggaraan

negaranya berdasarkan pada aturan hukum yang berlaku ”. 11
Sedangkan menurut Muhammad Yamin. Negara hukum didefinisikan
sebagai: “Suatu Negara yang menjalankan pemerintahan yang tidak menurut
kemauan orang-orang yang memegang kekuasaan, melainkan menurut aturan
tertulis yang dibuat oleh badan-badan perwakilan rakyat secara sah sesuai
dengan asas hukum bukan atas perintah atau keuasaan”.12
Pada initinya esensi Negara hukum menitikberatkan pada tunduknya
pemegang kekuasaan Negara pada aturan hukum.

Oleh karenanya jelas

dalam Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945 menegaskan bahwa:”Indonesia adalah negara hukum.” bermakna
adanya pengakuan normatif dan empirik terhadap prinsip supremasi hukum
yang meletakan konstitusi sebagai pemimpin tertinggi.

11

Bahder Johan Nasution, Negara Hukum dan Hak Asasi Manusia, Mandar Maju,
Bandung, 2011, hal. 1
12
Ibid.

6

b.

Hak Asasi Manusia
Seperti yang penulis ungkapkan di atas pembahasan mengenai hak asasi

manusia yang tidak dapat dipisahkan dengan keberadaan Negara hukum yang
tentunya mengedepankan dan melindungi hak asasi manusia.
Hak asasi manusia adalah seperangkat hak yang melekat pada hakikat
dan keberadaan manusia sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa dan
merupakan anugerah-Nya yang wajib dihormati, dijunjung tinggi, dan
dilindungi oleh negara hukum, pemerintahan, dan setiap orang demi
kehormatan serta perlindungan harkat dan martabat manusia.13
Pengakuan dan perlindungan terhadap hak-hak asasi manusia, merupakan
bagian dari prinsip perlindungan hukum. Namun dengan pengertian tersebut
kita kadang memandang mutlak suatu hak asasi, sehingga sering salah kaprah
atau disalahgunakan. Penulis membedakannya sebagai berikut :
a.

Hak yang bersumber dari Tuhan yang keberadaannya tidak dapat
dibantah lagi seperti hak untuk hidup dan hak asasi lainnya yang
mengiringi kehidupan manusia.

b.

Hak asasi yang bersumber dari Negara, yang di wujudkan dengan
atau tanpa melalui undang-undang, seperti halnya hak atas
pendidikan, penghidupan yang layak, dan lain sebagainya.

c.

Demokratisasi dan Konsep Pembaharuan Hukum
Demokratisasi dalam suatu sistem memerlukan proses yang tidak mudah.

Dalam konteks demokratisasi, peran individu yang mampu menerima
perubahan itu sangat penting. Kita tidak bisa menampikan akibat modernisasi
dan globalisasi menuntut perubahan terus menerus. Oleh karenanya tuntutan
masyarakat akan semakin besar karena ekspektasi yang terus berkembang.
Demokratisasi terjadi ketika ekspektasi terhadap demokrasi di dalam negara
sendiri muncul setelah melihat sistem politik yang lebih baik berjalan
dinegara lain. Dengan kata lain, kita tidak bisa menampikan pengaruh
internasional datang sebagai sebuah inpirasi yang kuat bagi warga Negara
lain. Oleh karenanya konsep pembaharuan dan pembangunan hukum tidak
dapat dilepaskan dalam upaya demokratisasi dan kebebasan. Tuntutan akan
13

Pasal 1 ayat (1) Undang –undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia

7

hukum yang dicita-citakan (Ius Constituendum) dengan membandingkan
dengan hukum yang berlaku sekarang (Ius Constitutium) akan selalu melalui
proses pembaharuan hukum (Law Reform).
Oleh karena itu untuk menentukan konsep ideal sehubungan dengan
Demokratisasi dan kebebasan warga negara, perlu di dasarkan pada konsep
pembahanruan hukum tersebut.
2.

Konsep ideal demokratisasi dan kebebasan warga negara sebagai bagian dari
hak asasi manusia dalam konsep negara hukum Indonesia ditinjau dari aspek
konseptual hukum tata negara kedepan
a.

Permasalahan Demokratisasi dan Kebebasan Warga Negara di Indonesia
Berbicara mengenai konsep ideal tentunya harus diinventarisir dulu

permasalahan yang hendak dicarikan solusi melalui konsep ideal tersebut.
Oleh karena itu Penulis akan mencoba menginventarisir persoalan terkait
dengan demokratisasi tersebut.
Dewasa ini, pemahaman warga Negara terkait kebebasan yang
merupakan esensi dari HAM dirasa sangat “membabi buta”, dimana HAM
dipandang sebagai suatu kebebasan tanpa batas sehingga setiap individu
bebas bertindak apapun dengan tameng HAM yang melekat secara
konstitusional. Akibatnya banyak muncul perbuatan inkonstitusional dengan
berlindung dibalik HAM yang salah kaprah.
Pemahaman demokratisasi yang mengarah pada liberalisasi politik
merupakan hal dari aspek demokrasi yang perlu didemokratisasikan. Tidak
dapat dipungkiri bahwa sistem perwakilan di Indonesia justru telah
melupakan aspek kualitas perwakilan itu sendiri dengan berlindung dari
kebebasan berserikat.
Dampaknya tatanan demokrasi dan kenegaraan menjadi karena agenda
warga Negara sebagai kepentingan bangsa justru terkesampingkan oleh
kepentingan agenda politik golongan. Bermasalahnya representasi tersebut
tidak dapat di pandang sebelah mata dalam konsep keterwakilan, sekalipun
pasca reformasi telah terjadi beberapa perombakan sistem kelembagaan
Negara.

8

Keberadaan MPR Pasca amandemen UUD 1945 dimaknai sebagai
lembaga perwakilan rakyat atau hanya sebagai suatu majelis dengan konsep
persidangan belaka. Senada dengan pernyataan Jimly Asshiddiqie dalam
bukunya Konstitusi dan Konstitusionalisme kabupaten/kota : “Meskipun MPR
diharapkan menjadi penjelmaan seluruh rakyat, tetapi sering dipersoalkan dan
diperdebatkan sejauh mana hakikat eksistensinya merupakan lembaga
(institusi) atau sekedar forum majelis belaka”. 14
Apabila kita merujuk pada Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014
Tentang dan MPR, DPR, DPD dan DPRD pun tidak ditemukan kejelasan
mengenai posisi MPR, hanya saja undang-undang ini memberikan ketentuan
tentang keanggotaan MPR dan kedudukan MPR sebagai lembaga negara
sebagaimana diatur pada Pasal 2 dan Pasal 3 Undang-Undang ini:
Pasal 2:
MPR terdiri atas anggota DPR dan anggota DPD yang dipilih melalui
pemilihan umum.
Pasal 3:
MPR merupakan lembaga permusyawaratan rakyat yang berkedudukan
sebagai lembaga negara.
Adanya pemilihan tersebut yang juga menjadi pemilihan anggota MPR
secara tidak langsung tentunya diharapkan menjadi sarana demokrasi yang
berkualitas guna terciptanya konsep ketatanegaraan yang berkesinambungan.
Selain itu pasca reformasi, dampak amandemen terhadap UUD 1945
tidak hanya berpengaruh terhadap susunan dan kedudukan MPR saja, namun
juga terhadap DPR yaitu perpindahan fungsi legislasi dari Presiden ke DPR.
Menurut Titik Triwulan Tutik:
Setelah amandemen, DPR mengalam perubahan, fungsi legislasi yang
sebelumnya berada pada tangan Presiden, maka setelah amandemen
UUD 1945 fungsi legislasi berpindah ke DPR. Pergeseran pendulum itu
dapat dibaca dengan adanya perubahan secara substansial Pasal 5 Ayat
(1) UUD 1945 dari Presiden memegang kekuasaan membentuk undangundang dengan persetujuan DPR, menjadi Presiden berhak mengajukan
14

Jimly Asshiddiqie, Konstitusi dan Konstitusionalisme kabupaten/kota, Sinar Grafika,
Jakarta, 2010, hal. 140.

9

rancangan undang-undang kepada DPR. Akibat dari pergeseran itu,
hilangnya dominasi Presiden dalam proses pembentukan undang-undang.
Perubahan itu penting artinya karena undang-undang adalah produk
hukum yang paling dominan untuk menerjemahkan rumusan-rumusan
normatif yang terdapat dalam UUD 1945.15
b.

Konsep Ideal Demokratisasi dan Kebebasan Warga Negara Ditinjau Dari
Aspek Konseptual Hukum Tata Negara

Berbicara demokrasi tentunya tidak terlepas dari unsur yang paling
mendasar yaitu adalah rakyat. Demokrasi dalam konteks bernegara adalah
sebagai sistem pemerintahan dimana rakyatlah yang paling diprioritaskan.
Artinya bahwa segala kebijakan yang diterapkan oleh pemerintah itu berasal
dari rakyat, oleh rakyat, dan juga untuk kepentingan rakyat.
Dalam konteks demokrasi rakyat diposisikan sebagai subjek sekaligus
objek dari pelaksanaan sistem. Artinya dalam konsep negara demokrasi
segala bentuk sistem kebijkan yang diterapkan oleh pemerintah adalah
merupakan representasi dari aspirasi-aspirasi yang diusung oleh rakyat.
Dalam tataran teknis bentuk dari implementasi sistem demokrasi
kadang juga mengalami berbagai polemik. Seperti misalnya di Indonesia,
pelaksanaan dari sistem demokrasi tidak didasari dari konsep demokrasi itu
sendiri. Bentuk dari penerapan sistem demokrasi yang ada di Indonesia bisa
diartikan sebagai sistem demokrasi tidak langsung. Sejak tahun 2004
Indonesia telah melakukan pemlihan umum, artinya rakyat berhak memlilih
secara langsung pemimpin Negara yang dirasa tepat untuk memegang
pemeritahan. Pelaksanaan sistem pemilu tersebut memang merupakan
penerapan dari konsep demokrasi keterwakilan. Artinya rakyat memilih
pemimpin sebagai wakil dari pelaksana kebijakan.
Namun pada saat demokrasi hanya diartikan sebatas alat untuk
menciptakan sistem pemerintahan yang berasal dari rakyat, oleh rakyat, dan
untuk rakyat ini yang menjadi permasalahan. Hal ini lah yang perlu dikaji
ulang untuk menciptakan tatanan pemerintahan ideal. Karena nyatanya
15

Titik Triwulan Tutik, Konstruksi Hukum Tata Negara kabupaten/kota Pasca
Amandemen UUD 1945, Kencana, Jakarta, 2011, hal. 191

10

pemilihan umum di Indonesia merupakan arena pertarungan aktor-aktor yang
haus akan popularitas dan kekuasaan. Mulai dari janji palsu bahkan sampai
money politic. Kondisi ini benar adanya, demokrasi hanya dijadikan
momentum para actor politik untuk melakukan kontestasi semata. Demokrasi
ini tidak benar-benar untuk seluruh rakyat melainkan untuk sebagian kaum
elitis yang mengusung kepentingan kelompoknya. Maka tidak heran jika,
rakyat hari ini sudah skeptis, bahkan cenderung apatis terhadap wakil
rakyatnya. Bagaimana tidak setiap hari kita dipertontonkan alih – alih kinerja
yang baik justru dagelan ala elit politis, mulai dari terjerat kasus korupsi,
mangkir dari rapat, bahkan tidur pada saat rapat berlangsung padahal
sejatinya mereka adalah para wakil rakyat. Yang seharusnya bekerja demi
kepentingan rakyat. Tapi pada akhirnya hal itu mampu di legitimate karena
dipilih oleh rakyat.
Selanjutnya

demokrasi

dipandang

dari

segi

sistemnya

secara

keseluruhan, mencakup infrastruktur dan suprastruktur politik di Indonesia.
Infrastruktur politik merupakan mesin politik informal berasal dari kekuatan
riil masyarakat, seperti partai politik (political party), kelmpok kepentingan
(interest group), kelompok penekan (pressure group), media komunikasi
politik (political communication media), dan tokoh politik (political figure).
Infrastruktur politik ini terdiri dari mereka yang termasuk dalam pranata
sosial dan yang menjadi konsennya adalah kepentingan kelompok mereka
masing-masing. Sedangkan suprastruktur politik (elit pemerintah) merupakan
mesin politik formal di suatu negara sebagai penggerak politik formal. Dalam
pelaksanaan demokrasi, hubungan yang seimbang antar lembaga dalam
komponen infrastruktur maupun suprasruktur akan menghasilkan suatu
keteraturan kehidupan politik dalam sebuah negara. Sehingga chek and
balances tidak hanya terjadi di dalam komponen supratruktur tapi juga dari
infrastruktur.
Selain itu, seperti yang penulis uraikan diatas peluang yang hadir
dengan kedok hak asasi telah mendorong terjadinya liberisasi politik dengan
kedok kebebasan berserikat, yang pada akhirnya partai politik telah beralih

11

fungsi dari lembaga demokrasi menjadi lembaga yang komersil seperti halnya
perusahaan, dengan tujuan memperoleh keuntungan. Terbukti dengan
keterlibatan partai politik dalam berbagai kasus korupsi, transaksi-transaksi
politik dalam pemkilihan daerah, serta money politics. Partai politik juga
menjadi rumah bagi orang-orang tertentu yang mengejar kekuasaan, dan
bahkan untuk menguasai sumber daya alam tertentu.
Permasalahan-permasalahan demokrasi yang hadir saat ini harus segera
ditangani karena apabila dibiarkan tanpa ada upaya penyelesaian, demokrasi
di Indonesia hanya akan tinggal sejarah, dan justru mengarah pada negara
dengan pemerintahan yang otoriter. Kedaulatan rakyat tidak lagi berlaku,
aspirasi rakyat melalui kebebasan pers dibatasi.
Dalam mengimplementasikan demokrasi akan sangat ideal apabila di
kembalikan

kepada

tujuan

awalnya,

oleh

karenanya

demokratisasi

seyogyanya didasarkan pada tujuan demokrasi bukan sistem demokarsi.
Negara yang menerapkan sistem demokrasi dalam bentuk konseptual dapat
dipahami bahwa segala bentuk kebijakan itu disarkan oleh kepentingan dan
juga kebutuhan rakyat secara kolektif. Secara praktisnya Negara berfungsi
sebagai mediator dan pelaksana mandat dari rakyat. Aspirasi yang
disampaikan oleh rakyat direspon untuk kemudian juga diwujudkan, karena
aspirasi ini pada hakikatnya merupakan representasi dari kebutuhan dan
kegelisahan dari hati nurani rakyat.
Bentuk aspirasi ini yang kemudian nantinya diakomodir dengan
dibuatnya kebijakan. Dalam hal ini Negara harus bersifat netral, artinya tanpa
dimuati kepentingan-kepentingan tertentu kecuali hanyalah kepentingan
rakyat. Kemudian agar tercapai sebuah keseimbangan, rakyat juga harus
berpartisipasi dalam mengawal dan mengkontrol kebijakan yang diterapkan
oleh pemerintah, melalui komponen insfrastruktur yang dijelaskan diatas
misalnya.
Dewasa ini, kita melihat demokrasi masih belum terimplimentasi secara
kaffah. Hari ini di satu sisi, kita mungkin sudah berdemokrasi secara politik,
dengan adanya pemilihan langsung, bebas berserikat dan berkumpul dengan

12

membuat berbagai organisasi, tetapi

demokrasi pada tingkat sosial dan

ekonomi masih jalan ditempat. Oleh karena itu tidak heran karena pihak yang
berkepentingan akan mempolitisasi sisi dari bangsa ini yang demokrasinya
belum terimplementasi secara utuh.
Minimnya pendidikan politik kepada rakyat dan tingkat sosial ekonomi
masyarakat yang masih tidak memadai.Padahal konstitusi secara jelas telah
mencantumkan bahwa rakyat berhak mendapatkan pendidikan yang layak
( termasuk pendidikan politik di dalamny), hak beragama sesuai keyakinan,
hak untuk berpendapat, hak berpolitik, hak mendapatkan pekerjaan yang
layak, serta hak mendapatkan kesejahteraan yang dijamin negara. Ini
menunjukkan bahwa demokrasi di Indonesia belum berjalan secara kaffah,
karena sejatinya pemenuhan dan penegakan hak-hak warga negara
merupakan suatu yang tidak bisa dinampikan dalan negara demokrasi.
Pada akhirnya Demokrasi tidak selalu berarti kebebasan. Demokrasi
bisa juga merupakan jenis kediktatoran, yaitu kediktatoran kaum mayoritas
dan negara. Demokrasi juga tidak bisa diartikan sebagai keadilan, kesetaraan,
solidaritas, atau perdamaian. Sekitar 150 tahun lalu demokrasi sebagai suatu
diperkenalkan pada kebanyakan negara-negara barat karena berbagai alasan,
terutama untuk mencapai ide-ide sosialis dalam masyarakat liberal. Alasan
apapun yang melatarbelakangi munculnya gagasan demokrasu pada waktu
itu, sekarang tidak ada alasan yang baik untuk mempertahankan demokrasi
parlementer nasional. Demokrasi sudah tidak berfungsi. Saat ini waktunya
untuk menggagas sistem baru sesuai dengan cita-cita bangsa ini yakni
menciptakan keadilan dan kesejehteraan sosial, di mana produktivitas dan
solidaritas tidak diselenggarakan atas dasar kediktatoran demokratik, namun
adalah hasil dari hubungan sukarela dan kesadaran antara individu. Kami
berharap tulisan ini akan menggugah para pembaca, karena keterbatasan
penulis, maka tulisan ini semoga bisa menjadi stimulus untuk menuangkan,
meyakini dan mewujudkan gagasan pembaharuan yang lebis besar dan layak
untuk diupayakan.

13

E. Penutup.
1.

Kesimpulan
a.

Hak Asasi Manusia seringkali dipahami sebagai kebebasan tanpa batas,
hal ini juga dioengaruhi karena dalam peraturan perundang –undangan
kita definisi HAM masih sangat general, sehingga hal ini seringkali
dijadikan tameng dalam kebebasan berdemokrasi yang berujung pada
tidak berkualitasnya hasil demokrasi itu sendiri

b.

Demokratisasi dan kebebasan warga Negara sudah saatnya digulirkan,
hal ini untuk mendemokratiskan kembali esensi kebebasan menuju hasil
demokrasi yang berkualitas pula. Dalam tataran konseptual hukum tata
Negara, perlu penerjemahan kebebasan yang sesuai dengan ideologi dan
kultur bangsa Indonesia yang diwujudkan dalam hukum nasional yang
hidup di tengah masyarakat. Sehingga cita-cita akan keadilan dan
kesejahteraan sosial termasuk pemenuhan atas hak-hak didalamnya tidak
hanya menjadi angan.

2.

Saran
a.

Pengaturan negara atas hak asasi warga negara bisa menjadi salah satu
cara untuk mengontrol kebebasan dalam berdemokrasi sehingga
menghasilkan demokrasi yang tepat guna.

b.

Dalam

konsep

ketatanegaraan

hendaknya

Indonesia

konsisten

menetapkan hukum tata Negara nasional Indonesia yang sesuai dengan
kultur Indonesia tanpa poerlu mereduksi ataupun mengimplementasikan
Hukum Tata Negara dari Negara lain.

14

DAFTAR PUSTAKA
Bahder Johan Nasution, Negara Hukum dan Hak Asasi Manusia, Mandar
Maju, Bandung, 2011
Jimly Asshiddiqie, Hukum Tata Negara dan Pilar-Pilar
Demokrasi Serpihan Pemikiran Hukum, Media dan HAM, Konstitusi
Press, 2004
Jimly Asshiddiqie, Konstitusi dan Konstitusionalisme Indonesia,
Cetakan Pertama, Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia dan Pusat
Studi Hukum Tata Negara Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Jakarta,
2004
Miriam Budihardjo, Dasar-Dasar Ilmu Politik, Gramedia, Jakarta,
1983
Titik Triwulan Tutik, Konstruksi Hukum Tata Negara
kabupaten/kota Pasca Amandemen UUD 1945, Kencana, Jakarta, 2011,
hal. 191
JURNAL
Agus Budi Setiyono, Pembentukan Peraturan Hukum Daerah yang
Demokratisoleh Pemerintah Daerah, 2008, dari buku Idenberg, Ph. A.,
red., De Nadagen van de Verzorgingstaat Kansen en Prespectiven vor
Morgen, Meulenhoff Informatief, Ámsterdam
Retno Kusniati, Jurnal Hukum : Sejarah Perlindungan Hak Hak
Asasi Manusia, Konsepsi Negara Hukum, 2012
PERATURAN PERUNDANG _ UNDANGAN
UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945
UU Nomor 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia
UU Nomor 17 Tahun 2014 Tentang MPR, DPR, DPD dan DPRD

15