SUMBER SUMBER HUKUM TATA NEGARA

SUMBER-SUMBER HUKUM TATA
NEGARA
Oleh: Mia Kurniasih
NIM: 02011381621443
PENDAHULUAN

Dalam kehidupan sehari-hari tentu semua orang sudah mengenal
sebuah aturan-aturan yang diberlakukan untuk mengatur cara hidup
masing-masing individu. Aturan tersebut bersifat memaksa, dan
mencegah. Aturan-aturan tersebut dikenal dengan istilah hukum. Hukum
sendiri memiliki sebuah materi yang nantinya akan diambil sebagai
pedoman pelaksanaan hukum itu sendiri. Materi tersebut sering dikenal
dengan sumber hukum. Sumber hukum merupakan sebuah materi yang
nantinya akan memperoleh kekuatan yang dijadikan sebuah pedoman.
Dalam bahasa Inggris sumber hukum disebut source of law. Pada
dasarnya sumber hukum berbeda dengan dasar hukum ataupun landasan
hukum. Dasar hukum atau landasan hukum merupakan norma hukum
yang mendasari suatu tindakan atau perbuatan hukum tertentu sehingga
dapat dianggap sah atau dibenarkan secara hukum sedangkan sumber
hukum lebih menunjuk pada pengertian tempat dari mana asal-muasal
suatu nilai atau norma tertentu berasal. Secara umum sumber hukum

merupakan segala sesuatu yang menimbulkan aturan-aturan yang
mempunyai kekuatan hukum yang bersifat memaksa, yaitu aturan-aturan
yang jika dilanggar akan menimbulkan sanksa yang tegas dan nyata.
Soedikno Mertokusumo memberikan pengertian mengenai sumber
hukum, yaitu:
1. Sebagai asas hukum, yaitu sesuatu yang merupakan permulaan
hukum, misalnya Kehendak Tuhan, Akal Manusia, Jiwa Bangsa, dsb.
2. Menunjukkan sumber hukum terdahulu yang memberi bahan-bahan
yang sekarang berlaku.
3. Sebagai sumber berlakunya yang memberi kekuatan berlaku secara
formal kepada peraturan hukum, misalnya penguasa dan
masyarakat.
4. Sebagai sumber darimana hukum itu dapat diketahui. Nisalnya
dokumen-dokumen, Undang-Undang, batu tertulis, dll.
5. Sebagai sumber terbentauknya hukum atau sumber yang
menimbulkan hukum.

Sumber hukum dapat dibedakan menjadi dua yaitu sumber hukum
yang bersifat formil dan materiil. Setiap negara memilki sistem hukum
yang berbeda-beda sehingga sumber hukum yang digunakan berbeda

pula. Namun, khusus dalam hukum tata negara pada umumnya
(verfassungsrechtslehre) yang bisa diakui sebagai sumber hukum ada
lima, yaitu:
1.
2.
3.
4.
5.

Undang-Undang Dasar dan peraturan perundang-undangan tertulis;
Yurisprudensi peradilan;
Konvensi ketatanegaraan;
Hukum internasional tertentu; dan
Doktin ilmu hukum tata negara.1

Didalam paper ini akan dijelaskan mengenai kelima sumber hukum tata
negara diatas.

1


Jimly Asshiddiqie, Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara, Rajawali Pers, Jakarta, 2015, hlm
128.

PEMBAHASAN
Sumber-Sumber Hukum Tata Negara

1. Undang-Undang Dasar dan peraturan perundang-undangan tertulis
Undang-Undang Dasar adalah hukum dasar yang berlaku di
suatu negara. Hukum ini tidak mengatur hal-hal yang terperinci
melainkan hanya menjabarkan prinsip-prinsip yang menjadi dasar
peraturan-peraturan lainnya. Undang-Undang Dasar merupakan
naskah konstitusi yang tertulis dalam satu kodifkasi.
Indonesia memiliki Undang-Undang Dasar 1945 sebagai
hukum dasar, yang mana sebelumnya pernah berubah-ubah.
Pertama naskahnya berupa UUD 1945 periode pertama dari tahun
1945 sampai 1949. Periode kedua konstitusi RIS tahun 1949. Ketiga,
UUDS 1950. Keempat, UUD 1945 periode kedua tahun 1959 sampai
1999. Kelima, UUD 1945 periode ketiga tahun 1999 sampai 2000.
Keenam, UUD 1945 periode keempat tahun 2000 sampai 2001.
Ketujuh, UUD 1945 periode kelima tahun 2001-2002 dan terakhir

UUD 1945 periode keenam tahun 2002 sampai sekarang.
Peraturan perundang-undangan adalah peraturan tertulis
yang dibentuk oleh lembaga negara atau pejabat yang berwenang
dan mengikat secara umum. Indonesia memiliki peraturan
perundang-undang yang diatur dalam UU No 12 tahun 2011 pasal 7.
Sebagaimana dijelaskan sebagai berikut:
a. Undang-Undang Dasar 1945]
Materi muatan undang-undang dasar meliputi :
- Jaminan terhadap hak-hak asasi manusia dari warga
negara
- Membebaskan kekuasaan dari kontrol mutlak penguasa,
serta menetapkan bagi para penguasa tersebut batasbatas kekuasaan mereka.
b. Ketetapan MPR
Dalam Pasal 3 UUD 1945 ditentukan bahwa Majelis
Permusyawaratan Rakyat menetapkan Undang-Undang
Dasar dan Garis-Garis Besar Haluan Negara. Dengan istilah
menetapkan tersebut maka orang berkesimpulan, bahwa

produk hukum yang dibentuk oleh MPR disebut Ketetapan
MPR.

Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik
Indonesia
nomor: I/MPR/2003 tentang Peninjauan
Terhadap Materi dan Status Hukum Ketetapan Majelis
Permusyawaratan Rakyat Sementara dan Ketetapan
Majelis Permusyawaratan Rakyat Tahun 1960 sampai
dengan Tahun 2002, tanggal 7 Agustus 2003”. Sampai saat
ini ada 8 ketetapan MPR yang masih berlaku mengikat
umum, yaitu:
- Ketetapan MPRS nomor XXV/MPRS/1996 tentang
pembubaran PKI, Pernyataan Sebagai Organisasi
Terlarang di Seluruh Wilayah Negara RI bagi PKI dan
Larangan Setiap Kegiatan untuk Menyebabkan atau
Mengembangkan
Faham
atau
Ajaran
Komunis/Marxisme-Leninisme dinyatakan tetap berlaku,
dengan ketentuan seluruh ketentuan dalam ketetpaan
MPRS-RI Nomor XXV/MPRS/1966 ini, ke depan

diberlakukan dengan berkeadilan dan menghormati
hukum, prinsip demokrasi, dan hak asasi manusia.
- Ketatapan MPR-RI Nomor XVI/MPR/1998 tentang Politik
Ekonomi dalam Rangka Demokrasi Ekonomi
- Ketetapan MPRS Nomor XXIV/MPRS/1996 Tentang
Pengangkatan Pahlawan Ampera yang tetap berlaku
dengan menghargai Pahlawan Ampera yang telah
ditetapkan hingga terbentuknya UU tentang pemberian
gelar, tanda jasa, dan lain-lain tanda kehormatan.
- Ketetapan
MPR
Nomor
XI/MPR/1998
Tentang
Penyelenggara Negara yang Bersih dan Bebas KKN
sampai terlaksananya seluruh ketentuan dalam
ketetapan tersebut.
- Ketetapan MPR Nomor VI/MPR/2001 tentang Etika dan
Kehidupan Berbangsa
- Ketetapan MPR Nomor VII/ MPR/2001 Tentang Visi

Indonesia Masa Depan
- Ketatapan MPR Nomor VIII/ MPR/2001 Tentang
Rekomendasi Arah Kebijakan Pemberantasan dan
Pencegahan KKN sampai Terlaksananya seluruh
ketentuan dalam ketetapan tersebut.
- Ketetapan MPR Nomor IX/MPR/2001 Tentang Pembaruan
Agraria dan Pengelolaan Sumber Daya Alam sampai
terlaksananya ketentuan dalam ketetapan tersebut
c. Undang-undang atau peraturan pemerintah pengganti
undang-undang

d.

e.

f.

g.

Undang-undang mengandung dua pengertian, yaitu :

- Undang-undang dalam arti materiel:
Peraturan yang berlaku umum dan dibuat oleh
penguasa, baik pemerintah pusat maupun pemerintah
daerah.
- Undang-undang dalam arti formal:
Keputusan tertulis yang dibentuk dalam arti formal
sebagai sumber hukum dapat dilihat pada Pasal 5 ayat
(1) dan pasal 20 ayat (1) UUD 1945.
Peraturan Pemerintah
UUD 1945 memberi kewenangan kepada presiden untuk
menetapkan Peraturan Pemerintah guna melaksanakan
undang-undang yang dibentuk presiden dengan DPR.
Dalam hal ini berarti tidak mungkin bagi presiden
menetapkan Peraturan Pemerintah sebelum ada undangundangnya, sebaliknya suatu undang-undang tidak berlaku
efektif tanpa adanya Peraturan Pemerintah. Contoh
Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang
Pembagian Urusan Pemerintahan antara Pemerintah,
Pemerintahan Daerah Provinsi dan Pemerintahan Daerah
Kabupaten/Kota.
Peraturan Presiden

Peraturan Presiden adalah peraturan perundang-undangan
yang dibuat oleh presiden. Materi muatannya adalah
materi yang diperintahkan oleh Undang-Undang atau
materi untuk melaksanakan peraturan pemerintah, sebagai
contoh:
Peraturan Presiden Nomor 47 Tahun 2009 Tentang
Pembentukan dan Organisasi Kementrian Negara.
Peraturan Presiden Nomor 24 Tahun 2010 Tentang
Kedudukan, Tugas, Dan Fungsi Kementerian Negara
Serta Susunan Organisasi, Tugas, dan Fungsi Eselon I
Kementerian Negara.
Peraturan Daerah Provinsi
Peraturan Daerah Provinsi adalah Peraturan Perundangundangan yang dibentuk oleh Dewan Perwakilan Rakyat
Daerah Provinsi dengan persetujuan bersama Gubernur.
Peraturan Daerah Kabupaten/Kota
Peraturan Daerah Kabupaten/Kota adalah Peraturan
Perundang-undangan
yang
dibentuk
oleh

Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten/Kota dengan
persetujuan bersama Bupati/Walikota.

2. Yurisprudensi peradilan

Istilah Yurisprudensi, berasal bahasa Latin, yaitu dari kata
“jurisprudentia”
yang
berarti
pengetahuan
hukum.
Kata
yurisprudensi sebagai istilah teknis peradilan sama artinya dengan
kata”
jurisprudentie”
dalam
bahasa
Belanda
dan

“jurisprudence”dalam bahasa Perancis, yaitu peradilan tetap atau
hukum peradilan. Sedangkan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia
kata yurisprudensi diartikan: ajaran hukum melalui peradilan;
himpunan putusan hakim.
Menurut istilah, terdapat berbagai defnisi yang dikemukakan
pada Ahli Hukum. Sebagai contoh berikut dikemukakan beberapa
variasi defnisi yurisprudensi :
a. Menurut Kansil yurisprudensi adalah keputusan hakim
terdahulu yang sering diikuti dan dijadikan dasar
keputusan oleh hakim kemudian mengenai masalah yang
sama.
b. Menurut Sudikno Mertokusumo yurisprudensi adalah
pelaksanaan hukum dalam hal konkrit terjadi tuntutan hak
yang dijalankan oleh suatu badan yang berdiri sendiri dan
diadakan oleh negara serta bebas dari pengaruh apa dan
siapapun dengan cara memberikan putusan yang bersifat
mengikat dan berwibawa. Secara ringkas singkat, menurut
Sudikno, yurisprudensi adalah putusan pengadilan.
c. Menurut, A. Ridwan Halim yang dimaksud yurisprudensi
adalah suatu putusan hakim atas suatu perkara yang
belum ada pengaturannya dalam undang-undang yang
untuk selanjutnya menjadi pedoman bagi hakim-hakim
lainnya yang mengadili kasus-kasus serupa.
d. Menurut Subekti yurisprudensi adalah putusan Hakim atau
Pengadilan yang tetap dan dibenarkan oleh Mahkamah
Agung sebagai Pengadilan Kasasi atau putusan Mahkamah
Agung sendiri yang sudah tetap.
3. Konvensi ketatanegaraan
Konvensi-konvensi ketatanegaraan (Conventions of the
Constitution) yang berlaku dan dihormati dalam kehidupan
ketatanegaraan, walaupun tak dapat dipaksakan oleh pengadilan
apabila terjadi pelanggaran terhadapnya.
Dari apa yang dikemukakan oleh AV Dicey tersebut jelaslah
bahwa konvensi ketatanegaraan harus memenuhi cirri-ciri sebagai
berikut :
a. Konvensi itu berkenaan dengan hal-hal dalam bidang
ketatanegaraan
b. Konvensi tumbuh, berlaku, diikuti dan dihormati dalam
praktik penyelenggaraan Negara

c. Konvensi sebagai bagian dari konstitusi, apabila ada
pelanggaran terhadapnya tak dapat diadili oleh badan
pengadilan
4. Hukum internasional tertentu
Hukum public internasional secara umum dianggap menjadi
sumber hukum tata negara. Meskipun sama-sama menjadikan
negara selaku subjek hukum sebagai obyek kajiannya, antara
hukum tata negara dengan hukum internasional public jelas dapat
dibedakan satu sama lainnya. Hukum tata negara dari segi
internalnya, sedangkan hukum internasional melihat negara dari
hubungan eksternalnya dengan subjek-subjek negara lain, sebagai
contoh:
a. Konvensi Wina 1961 Tentang Hubungan Diplomatic.
b. Konvensi Wina 1969 Tentang Hubungan Konsuler.
c. Konvensi New York 1969 Tentang Misi Khusus.
d. Konvensi Wina 1975 Tentang Perwakilan Negara Pada
Organisasi Internasional.
5. Doktin ilmu hukum tata negara
Doktrin ialah Pendapat seorang ahli yang diikuti dan diakui
kebenarannya oleh orang banyak karena kepakaran siahli itu.
Doktrin berbeda dengan sumber-sumber hokum tata Negara yang
lain sebab doktrin bukan norma hokum sedangkan sumber HTN
yang lain adalah norma hukum, namun doktrin juga mempunyai
sifat yang mengikat karena kepakaran orang yang berpendapat
tersebut. Doktrin ini berasal dari pendapat ahli yang dikenal luas,
diakui, dan diterima di kalangan umum dan bahkan ilmuwan yang
membahas sesuatu yang tidak ada peraturan tertulis. Doktrin lebih
mengikat apa bila diikuti oleh Hakim/DPR. Contohnya adalah doktrin
tentang teori pemisahan kekuasaan montesque (eksekutif, legislatif
dan yudikatif).

\
KESIMPULAN

Hukum tata negara adalah hukum yang mengatur tentang negara,
salah satunya adalah sumber hukum tata negara. Hukum tata negara
pada umumnya memiliki lima sumber hukum, yaitu: Undang-Undang
Dasar dan peraturan perundang-undangan tertulis, yurisprudensi
peradilan, konvensi ketatanegaraan, hukum internasional tertentu, dan
doktin ilmu hukum tata negara.

Daftar Pustaka
Asshiddiqie, Jimly. 2015. Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara. Jakarta:
Rajawali Pers.

Huda, Ni’matul.2010. Hukum Tata Negara Indonesia. Jakarta: PT Raja
Grafndo Persada.
Undang-Undang Dasar 1945.