ruang terbuka hijau tugas kampus (3)

1. Pengertian dan Fungsi Ruang Terbuka Hijau
Ruang terbuka (Open Space) merupakan ruang terbuka yang selalu terletak di luar
massa bangunan yang dapat dimanfaatkan dan dipergunakan oleh setiap orang serta
memberikan kesempatan untuk melakukan bermacam-macam kegiatan. Yang dimaksud
dengan ruang terbuka antara lain jalan, pedestrian, taman lingkungan, plaza, lapangan
olahraga, taman kota dan taman rekreasi (Hakim, 2003 : 50).
Dilihat dari sifatnya ruang terbuka bisa dibedakan menjadi ruang terbuka “privat”
(memiliki batas waktu tertentu untuk mengaksesnya dan kepemilikannya bersifat pribadi,
contoh halaman rumah tinggal), ruang terbuka “semi privat” (ruang publik yang
kepemilikannya pribadi namun bisa diakses langsung oleh masyarakat, contoh Senayan,
Ancol) dan ruang terbuka “umum” (kepemilikannya oleh pemerintah dan bisa diakses
langsung oleh masyarakat tanpa batas waktu tertentu, contoh alun-alun, trotoar).
Ruang terbuka tidak selalu harus memiliki bentuk fisik (baca: lahan dan lokasi)
definitif. Dalam bahasa arsitektur, ruang terbuka yang telah berwujud fisik ini sering juga
disebut sebagai ruang publik, sebutan yang sekali lagi menekankan aspek aksesibilitasnya.
Ruang terbuka atau ruang publik ditinjau dari bentuk fisiknya dapat rupa Ruang Terbuka
Hijau dan Ruang Terbuka Binaan atau Publik dan Privat. (Hakim, 2003).
1.1. Pengertian Ruang Terbuka Hijau (Green Openspaces)
Ruang Terbuka Hijau (Green Openspaces) adalah kawasan atau areal permukaan
tanah yang didominasi oleh tumbuhan yang dibina untuk fungsi perlindungan habitat
tertentu, dan atau sarana lingkungan/kota, dan atau pengamanan jaringan prasarana,

dan atau budidaya

pertanian. Selain untuk meningkatkan kualitas atmosfer,

menunjang kelestarian air dan tanah, Ruang Terbuka Hijau (Green Openspaces) di
tengah-tengah ekosistem perkotaan juga berfungsi untuk meningkatkan kualitas
lansekap kota.
Ruang terbuka hijau yang ideal adalah 30 % dari luas wilayah. Hampir disemua
kota besar di Indonesia, Ruang terbuka hijau saat ini baru mencapai 10% dari luas
kota. Padahal ruang terbuka hijau diperlukan untuk kesehatan, arena bermain, olah
raga dan komunikasi publik. Pembinaan ruang terbuka hijau harus mengikuti struktur
nasional atau daerah dengan standar-standar yang ada.
Kebijaksanaan pertanahan di perkotaan yang sejalan dengan aspek lingkungan
hidup adalah jaminan terhadap kelangsungan ruang terbuka hijau. Ruang terbuka
hijau ini mempunyai fungsi “hidro-orologis”, nilai estetika dan seyogyanya sekaligus
sebagai wahana interaksi sosial bagi penduduk di perkotaan. Taman-taman di kota
menjadi wahana bagi kegiatan masyarakat untuk acara keluarga, bersantai, olah raga

ringan dan lainnya. Demikian pentingnya ruang terbuka hijau ini, maka hendaknya
semua pihak yang terkait harus mempertahankan keberadaannya dari keinginan untuk

merobahnya. Ruang Terbuka Hijau (Green Openspaces) terdiri dari Ruang Terbuka
Hijau Binaan (RTH Binaan) dan Ruang Terbuka Hijau Lindung (RTHL).
Ruang Terbuka Hijau Binaan (RTHB) adalah ruang atau kawasan yang lebih luas,
baik dalam bentuk areal memanjang/jalur atau mengelompok, dimana penggunaannya
lebih bersifat terbuka/ umum, dengan permukaan tanah di dominasi oleh perkerasan
buatan dan sebagian kecil tanaman.Kawasan/ruang hijau terbuka binaan sebagai
upaya menciptakan keseimbangan antara ruang terbangun dan ruang terbuka hijau
yang berfungsi sebagai paru-paru kota, peresapan air, pencegahan polusi udara dan
perlindungan terhadap flora
Ruang Terbuka Hijau Lindung (RTHL) adalah ruang atau kawasan yang lebih
luas, baik dalam bentuk areal memanjang/jalur atau mengelompok, dimana
penggunaannya lebih bersifat terbuka/ umum, di dominasi oleh tanaman yang tumbuh
secara alami atau tanaman budi daya. Kawasan hijau lindung terdiri dari cagar alam di
daratan dan kepulauan, hutan lindung, hutan wisata, daerah pertanian, persawahan,
hutan bakau, dsbnya.
1.2. Ruang Terbuka Binaan (Built Openspaces)
Ruang Terbuka Binaan atau Built Openspaces, terdiri dari Ruang Terbuka Binaan
Publik (RTBPU) Dan Ruang Terbuka Binaan Privat (RTBPV).
Ruang Terbuka Binaan Publik (RTBP) adalah ruang atau kawasan yang lebih luas,
baik dalam bentuk areal memanjang/jalur atau mengelompok, dimana penggunaannya

lebih bersifat terbuka/ umum, dengan permukaan tanah di dominasi keseluruhan oleh
perkerasan. Ruang Terbuka Binaan Publik makro antara lain: ruang jalan, kawasan
bandar udara, kawasan pelabuhan laut, daerah rekreasi, dan Ruang Terbuka Binaan
Publik mikro seperti mall di lingkungan terbatas, halaman mesjid, halaman gereja,
plaza di antara gedung perkantoran dan kantin.
Ruang Terbuka Binaan Privat (RTBPV) adalah ruang atau kawasan yang lebih
luas, baik dalam bentuk areal memanjang/jalur atau mengelompok, dimana
penggunaannya lebih bersifat terbatas/ pribadi. Ruang Terbuka Binaan Privat antara
lain: halaman rumah tinggal dengan berbagai luasan persil
1.3. Fungsi Ruang Terbuka Hijau
Kesadaran menjaga kelestarian lingkungan hijau pasti akan lebih baik jika setiap
orang mengetahui fungsi RTH bagi lingkungan perkotaan. fungsi dari RTH bagi kota
yaitu: untuk meningkatkan kualitas kehidupan dan lingkungan dalam kota dengan
sasaran

untuk

memaksimumkan

tingkat


kesejahteraan

warga

kota

dengan

menciptakan lingkungan yang lebih baik dan sehat. RTH memiliki fungsi sebagai
berikut:
 Fungsi utama (intrinsik) yaitu fungsi ekologis:
 memberi jaminan pengadaan RTH menjadi bagian dari sistem sirkulasi udara
(paru-paru kota);
 pengatur iklim mikro agar sistem sirkulasi udara dan air secara alami dapat








berlangsung lancar;
sebagai peneduh;
produsen oksigen;
penyerap air hujan;
penyedia habitat satwa;
penyerap polutan media udara, air dan tanah, serta;
penahan angin.

 Fungsi tambahan (ekstrinsik) yaitu:
1. Fungsi sosial dan budaya:
 menggambarkan ekspresi budaya lokal;
 merupakan media komunikasi warga kota;
 tempat rekreasi; wadah dan objek pendidikan, penelitian, dan pelatihan
dalam mempelajari alam.
2. Fungsi ekonomi:
 sumber produk yang bisa dijual, seperti tanaman bunga, buah, daun, sayur
mayur;
 bisa menjadi bagian dari usaha pertanian, perkebunan, kehutanan dan lainlain.

3. Fungsi estetika:
 meningkatkan kenyamanan, memperindah lingkungan kota baik dari skala
mikro: halaman rumah, lingkungan permukimam, maupun makro: lansekap
kota secara keseluruhan;
 menstimulasi kreativitas dan produktivitas warga kota;
 pembentuk faktor keindahan arsitektural;
 menciptakan suasana serasi dan seimbang antara area terbangun dan tidak
terbangun.
1.4. Manfaat Ruang Terbuka Hijau
Manfaat RTH berdasarkan fungsinya dibagi atas:

1. Manfaat

langsung (dalam

pengertian

cepat

dan


bersifat tangible), yaitu

membentuk keindahan dan kenyamanan (teduh, segar, sejuk) dan mendapatkan
bahan-bahan untuk dijual (kayu, daun, bunga, buah);
2. Manfaat tidak langsung (berjangka panjang dan bersifat intangible), yaitu
pembersih udara yang sangat efektif, pemeliharaan akan kelangsungan persediaan
air tanah, pelestarian fungsi lingkungan beserta segala isi flora dan fauna yang
ada (konservasi hayati atau keanekaragaman hayati).
2. UU No.26 Tahun 2007 Tentang Penataan Ruang
2.1. Rangkuman undang-undang nomor 26 tahun 2007 tentang penataan
RUANG BAB I Definisi (Ketentuan Umum)
 Ruang adalah wadah yang meliputi ruang darat, ruang laut, dan ruang udara,
termasuk ruang di dalam bumi sebagai satu kesatuan wilayah, tempat manusia
dan makhluk lain hidup, melakukan kegiatan, dan memelihara kelangsungan
hidupnya.
 Tata ruang adalah wujud struktur ruang dan pola ruang.
 Struktur ruang adalah susunan pusat-pusat permukiman dan sistem jaringan
prasarana dan sarana yang berfungsi sebagai pendukung kegiatan sosial ekonomi
masyarakat yang secara hierarkis memiliki hubungan fungsional.

 Pola ruang adalah distribusi peruntukan ruang dalam suatu wilayah yang meliputi
peruntukan ruang untuk fungsi lindung dan peruntukan ruang untuk fungsi budi
daya.
 Penataan ruang adalah suatu sistem proses perencanaan tata ruang, pemanfaatan
ruang, dan pengendalian pemanfaatan ruang.
 Perencanaan tata ruang adalah suatu proses untuk menentukan struktur ruang dan
pola ruang yang meliputi penyusunan dan penetapan rencana tata ruang.
 Wilayah adalah ruang yang merupakan kesatuan geografis beserta segenap unsur
terkait yang batas dan sistemnya ditentukan berdasarkan aspek administratif
dan/atau aspek fungsional.
 Sistem wilayah adalah struktur ruang dan pola ruang yang mempunyai jangkauan
pelayanan pada tingkat wilayah.
 Sistem internal perkotaan adalah struktur ruang dan pola ruang yang mempunyai
jangkauan pelayanan pada tingkat internal perkotaan.
 Kawasan adalah wilayah yang memiliki fungsi utama lindung atau budi daya.
BAB II Asas dan Tujuan

Dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia, penataan ruang
diselenggarakan berdasarkan asas:
a. keterpaduan;

b. keserasian, keselarasan, dan keseimbangan;
c. keberlanjutan;
d. keberdayagunaan dan keberhasilgunaan;
e. keterbukaan;
f. kebersamaan dan kemitraan;
g. pelindungan kepentingan umum;
h. kepastian hokum
Penyelenggaraan penataan ruang bertujuan untuk mewujudkan ruang wilayah
nasional yang aman, nyaman, produktif, dan berkelanjutan berlandaskan Wawasan
Nusantara dan Ketahanan Nasional dengan:
 Terwujudnya keharmonisan antara lingkungan alam dan lingkungan buatan
 Terwujudnya keterpaduan dalam penggunaan sumber daya alam dan sumber
daya buatan dengan memperhatikan sumber daya manusia; dan
 Terwujudnya pelindungan fungsi ruang dan pencegahan dampak negatif
terhadap lingkungan akibat pemanfaatan ruang.

BAB III Klasifikasi Penataan Ruang
Penataan ruang diklasifikasikan berdasarkan sistem, fungsi utama kawasan,
wilayah administratif, kegiatan kawasan, dan nilai strategis kawasan.
 Penataan ruang berdasarkan sistem terdiri atas sistem wilayah dan sistem

internal perkotaan.
 Penataan ruang berdasarkan fungsi utama kawasan terdiri atas kawasan
lindung dan kawasanbudi daya.
 Penataan ruang berdasarkan wilayah administratifterdiri atas penataan ruang
BAB IV Tugas dan wewenang
Tugas Pemerintah:

a. Negara menyelenggarakan penataan ruang untuk sebesar-besar kemakmuran
rakyat.
b. Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud pada ayat (1), negara
memberikan kewenangan penyelenggaraan penataan ruang kepada Pemerintah
dan pemerintah daerah.
c. Penyelenggaraan penataan ruang sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
dilakukan dengan tetapmenghormati hak yang dimiliki orang sesuai dengan
Wewenang Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota
a. Wewenang pemerintah daerah kabupaten/kota dalam penyelenggaraan penataan
ruang meliputi:
 pengaturan, pembinaan, dan pengawasan terhadap pelaksanaan penataan
ruang wilayah kabupaten/kota dan kawasan strategis kabupaten/kota;
 pelaksanaan penataan ruang wilayah kabupaten/kota;

 pelaksanaan penataan ruang kawasan strategis kabupaten/kota; dan
 kerja sama penataan ruang antarkabupaten/ kota.
b. Wewenang pemerintah daerah kabupaten/kota dalam pelaksanaan penataan
ruang wilayah kabupaten/kota yang meliputi:
 perencanaan tata ruang wilayah kabupaten/ kota
 pemanfaatan ruang wilayah kabupaten/kota; dan
 pengendalian pemanfaatan ruang wilayah kabupaten/kota.
c. Dalam pelaksanaan penataan ruang kawasan strategis kabupaten/kota
 penetapan kawasan strategis kabupaten/kota;
 perencanaan tata ruang kawasan strategis kabupaten/kota;
 pemanfaatan ruang kawasan strategis kabupaten/kota; dan
 pengendalian pemanfaatan ruang kawasan strategis kabupaten/kota.
BAB V Pengaturan dan Pembinaan Penataan Ruang
Pengaturan penataan ruang dilakukan melalui penetapan ketentuan peraturan
perundang-undangan bidang penataan ruang termasuk pedoman bidang penataan
ruang
BAB VI Pelaksanaan Penataan Ruang
Perencanaan tata ruang dilakukan untuk menghasilkan rencana umum tata ruang
dan. rencana rinci tata ruang.dengan hierarki:
a. Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional;
b. rencana tata ruang wilayah provinsi; dan
c. rencana tata ruang wilayah kabupaten dan rencana tata ruang wilayah kota.

Perencanaan Tata Ruang Wilayah Kota & Kabupaten:
Penyusunan rencana tata ruang wilayah kabupaten mengacu pada:
a. Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional dan rencana tata ruang wilayah provinsi;
b. pedoman dan petunjuk pelaksanaan bidang penataan ruang; dan
c. rencana pembangunan jangka panjang daerah.
Penyusunan rencana tata ruang wilayah kabupaten harus memperhatikan:
a. perkembangan permasalahan provinsi dan hasil pengkajian implikasi penataan
b.
c.
d.
e.
f.
g.

ruang kabupaten;
upaya pemerataan pembangunan dan pertumbuhan ekonomi kabupaten;
keselarasan aspirasi pembangunan kabupaten
daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup;
rencana pembangunan jangka panjang daerah;
rencana tata ruang wilayah kabupaten yang berbatasan; dan
rencana tata ruang kawasan strategis kabupaten

Rencana tata ruang wilayah kabupaten memuat:
a. tujuan, kebijakan, dan strategi penataan ruang wilayah kabupaten;
b. rencana struktur ruang wilayah kabupaten yang meliputi sistem perkotaan di
wilayahnya yang terkait dengan kawasan perdesaan dan system jaringan
prasarana wilayah kabupaten;
c. rencana pola ruang wilayah kabupaten yang meliputi kawasan lindung
kabupaten dan kawasan budi daya kabupaten;
d. penetapan kawasan strategis kabupaten;
e. arahan pemanfaatan ruang wilayah kabupaten yang berisi indikasi program
utama jangka menengah lima tahunan; dan
f. ketentuan pengendalian pemanfaatan ruang wilayah kabupaten yang berisi
ketentuan umum peraturan zonasi, ketentuan perizinan, ketentuan insentif dan
disinsentif, serta arahan sanksi.
g. rencana tata ruang wilayah kabupaten menjadi pedoman untuk:
 penyusunan rencana pembangunan jangka panjang daerah;
 penyusunan rencana pembangunan jangka menengah daerah;
 pemanfaatan ruang dan pengendalian pemanfaatan ruang di wilayah
kabupaten;
 mewujudkan keterpaduan, keterkaitan, dan keseimbangan antarsektor;
 penetapan lokasi dan fungsi ruang untuk investasi; dan
 penataan ruang kawasan strategis kabupaten.
h. rencana penyediaan dan pemanfaatan ruang terbuka hijau:
 rencana penyediaan dan pemanfaatan ruang terbuka nonhijau; dan
 rencana penyediaan dan pemanfaatan prasarana dan sarana jaringan pejalan
kaki, angkutan umum, kegiatan sektor informal, dan ruang evakuasi

bencana, yang dibutuhkan untuk menjalankan fungsi wilayah kota sebagai
pusat pelayanan sosial ekonomi dan pusat pertumbuhan wilayah.
Rencana tata ruang wilayah kabupaten menjadi dasar untuk penerbitan perizinan
lokasi pembangunan dan administrasi pertanahan. Jangka waktu rencana tata ruang
wilayah kabupaten adalah 20 (dua puluh) tahun. Rencana tata ruang wilayah
kabupaten ditinjau kembali 1 (satu) kali dalam 5 (lima) tahun .Dalam kondisi
lingkungan strategis tertentu yang berkaitan dengan bencana alam skala besar yang
ditetapkan dengan peraturan perundang-undangan dan/atau perubahan batas teritorial
negara, wilayah provinsi, dan/atau wilayah kabupaten yang ditetapkan dengan
Undang-Undang, rencana tata ruang wilayah kabupaten ditinjau kembali lebih dari 1
(satu) kali dalam 5 (lima) tahun Rencana tata ruang wilayah kabupaten
ditetapkandengan peraturan daerah kabupaten.
Pemanfaatan Ruang
Pemanfaatan ruang dilakukan melalui pelaksanaan program pemanfaatan ruang
beserta pembiayaannya. Pemanfaatan ruang mengacu pada fungsi ruang yang
ditetapkan dalam rencana tata ruang dilaksanakan dengan mengembangkan
penatagunaan tanah, penatagunaan air, penatagunaan udara, dan penatagunaan sumber
daya alam lain. provinsi, dan kabupaten/kota dilakukan:
a. perumusan kebijakan strategis operasionalisasi rencana tata ruang wilayah dan
rencana tata ruang kawasan strategis;
b. perumusan program sektoral dalam rangka perwujudan struktur ruang dan pola
ruang wilayah dan kawasan strategis; dan
c. pelaksanaan pembangunan sesuai dengan program pemanfaatan ruang wilayah
dan kawasan strategis
Pengendalian Pemanfaatan Ruang
Pengendalian pemanfaatan ruang dilakukan melalui penetapan peraturan zonasi,
perizinan, pemberian insentif dan disinsentif, serta pengenaan sanksi.
Penataan Ruang Kawasan Perkotaan
Penataan ruang kawasan perkotaan diselenggarakan pada: a. kawasan perkotaan
yang merupakan bagian wilayah kabupaten; atau b. kawasan yang secara fungsional

berciri perkotaan yang mencakup 2 (dua) atau lebih wilayah kabupaten/kota pada satu
atau lebih wilayah provinsi.
Perencanaan Tata Ruang Kawasan Perkotaan
Rencana tata ruang kawasan perkotaan yang merupakan bagian wilayah
kabupaten adalah rencana rinci tata ruang wilayah kabupaten. Rencana tata ruang
kawasan perkotaan yang mencakup 2 (dua) atau lebih wilayah kabupaten/kota pada
satu atau lebih wilayah provinsi merupakan alat koordinasi dalam pelaksanaan
pembangunan yang bersifat lintas wilayah.
Pemanfaatan Ruang Kawasan Perkotaan
a. Pemanfaatan ruang kawasan perkotaan yang merupakan bagian wilayah
kabupaten merupakan bagian pemanfaatan ruang wilayah kabupaten.
b. Pemanfaatan ruang kawasan perkotaan yang merupakan bagian dari 2 (dua) atau
lebih wilayah kabupaten/kota pada satu atau lebih wilayah provinsi
dilaksanakan

melalui

penyusunan

program

pembangunan

beserta

pembiayaannya secara terkoordinasi antarwilayah kabupaten/kota terkait.
Pengendalian Pemanfaatan Ruang Kawasan Perkotaan
a. Pengendalian pemanfaatan ruang kawasan perkotaan yang merupakan bagian
wilayah kabupaten merupakan bagian pengendalian pemanfaatan ruang wilayah
kabupaten.
b. Pengendalian pemanfaatan ruang kawasan perkotaan yang mencakup 2 (dua)
atau lebih wilayah kabupaten/kota pada satu atau lebih wilayah provinsi
dilaksanakan oleh setiap kabupaten/kota.
c. Untuk kawasan perkotaan yang mencakup 2 (dua) atau lebih wilayah
kabupaten/kota

yang

mempunyai

lembaga

pengelolaan

tersendiri,

pengendaliannya dapat dilaksanakan oleh lembaga dimaksud.
Kerja Sama Penataan Ruang Kawasan Perkotaan
a. Penataan ruang kawasan perkotaan yang mencakup 2 (dua) atau lebih wilayah
kabupaten/kota dilaksanakan melalui kerja sama antardaerah.
b. Ketentuan lebih lanjut mengenai penataan ruang kawasan perkotaan diatur
dengan peraturan pemerintah.

BAB VII Pengawasan Penataan Ruang
Untuk

menjamin

tercapainya

tujuan

penyelenggaraan

penataan

ruang

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3, dilakukan pengawasan terhadap kinerja
pengaturan, pembinaan, dan pelaksanaan penataan ruang.

BAB VIII Hak, Kewajiban dan Peran Masyarakat
Dalam penataan ruang, setiap orang berhak untuk:
a. mengetahui rencana tata ruang;
b. menikmati pertambahan nilai ruang sebagai akibat penataan ruang;
c. memperoleh penggantian yang layak atas kerugian yang timbul akibat
pelaksanaan kegiatan pembangunan yang sesuai dengan rencana tata ruang;
d. mengajukan keberatan kepada pejabat berwenang terhadap pembangunan yang
tidak sesuai dengan rencana tata ruang di wilayahnya;
e. mengajukan tuntutan pembatalan izin dan penghentian pembangunan yang tidak
sesuai dengan rencana tata ruang kepada pejabat berwenang; dan
f. mengajukan gugatan ganti kerugian kepada pemerintah dan/atau pemegang izin
apabila kegiatan pembangunan yang tidak sesuai dengan rencana tata ruang
menimbulkan kerugian.
Dalam pemanfaatan ruang, setiap orang wajib:
a. menaati rencana tata ruang yang telah ditetapkan;
b. memanfaatkan ruang sesuai dengan izin pemanfaatan ruang dari pejabat yang
berwenang;
c. mematuhi ketentuan yang ditetapkan dalam persyaratan izin pemanfaatan ruang;
dan
d. memberikan akses terhadap kawasan yang oleh ketentuan peraturan perundangundangan dinyatakan sebagai milik umum.
3. Kondisi Perkembangan Ruang Terbuka Diperkotaan
James Siahaan (2010) menyatakan bahwa kecenderungan terjadinya penurunan
kuantitas ruang publik, terutama RTH pada 30 tahun terakhir sangat signifikan. Di kota
besar seperti Jakarta, Surabaya, Medan, dan Bandung, luasan RTH telah berkurang dari

35% pada awal tahun 1970-an menjadi 10% pada saat ini. Ruang terbuka hijau yang ada
sebagian besar telah dikonversi menjadi infrastruktur perkotaan dan kawasan permukiman
baru.
Sejumlah areal di perkotaan, dalam beberapa dasawarsa terakhir ini, ruang publik,
telah

tersingkir

akibat

“kontainer”(container

pembangunan

gedung-gedung

yang

cenderung

berpola

development) yakni bangunan yang secara sekaligus dapat

menampung berbagai aktivitas sosial ekonomi, seperti Mall, Perkantoran, Hotel, dan lain
lain yang berpeluang menciptakan kesenjangan antar lapisan masyarakat. Ruang terbuka
hijau yang ideal adalah 30 % dari luas wilayah. Hampir disemua kota besar di
Indonesia, Ruang terbuka hijau saat ini baru mencapai 10% dari luas kota. Padahal ruang
terbuka hijau diperlukan untuk kesehatan, arena bermain, olah raga dan komunikasi
publik. Pembinaan ruang terbuka hijau harus mengikuti struktur nasional atau daerah
dengan standar-standar yang ada.
4. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Ruang Terbuka
Faktor-faktor yang mempengaruhi kondisi perkembangan ruang terbuka di perkotaan
yaitu:










Faktor Urbanisasi
Faktor Peningkatan Jumlah Penduduk
Faktor Sosial Ekonomi
Faktor Sosial Budaya
Faktor Alokasi Ruang Terbuka Hijau Dalam RTRW
Faktor Fasilitas Kesehatan
Faktor Jumlah Pendatang
Faktor Kepadatan Penduduk
Faktor Fasilitas Pendidikan

5. Aktivitas yang Ditimbulkan Dalam Ruang Terbuka
 Faktor Urbanisasi
Perkembangan urbanisasi di Indonesia dapat diamati dari 3 (tiga) aspek : pertama,
jumlah penduduk yang tinggal di kawasan perkotaan (kini mencapai 120 juta dari
total 230 juta jiwa); kedua, sebaran penduduk yang tidak merata (hampir 70% di Jawa
dengan 125 juta jiwa dan di Sumatera dengan 45 juta jiwa); serta, ketiga, laju
urbanisasi yang tinggi, dimana kota-kota metropolitan, seperti: Jakarta, Surabaya,
Medan, Palembang, dan Makassar. Pertambahan jumlah penduduk tersebut
mengakibatkan terjadinya densifikasi penduduk dan permukiman yang cepat dan
tidak terkendali di bagian kota. Hal tersebut menyebabkan kebutuhan ruang
meningkat

untuk

mengakomodasi

kepentingannya.

Semakin

meningkatnya

permintaan akan ruang khususnya untuk permukiman dan lahan terbangun berdampak
kepada semakin merosotnya kualitas lingkungan. Rencana Tata Ruang yang telah
dibuat tidak mampu mencegah alih fungsi lahan di perkotaan sehingga keberadaan
Ruang Terbuka Hijau (RTH) semakin terancam dan kota semakin tidak nyaman untuk
beraktivitas.
 Faktor Peningkatan Jumlah Penduduk
Adanya peningkatan jumlah penduduk ditiap tahunnya di suatu wilayah perkotaan
namun tidak diiringi dengan pertambahan lahan menyebabkan lahan untuk RTH
dialihfungsikan untuk pembangunan hunian dan kebutuhan prasarana kota. Selain itu,
cepatnya peningkatan harga lahan di kawasan perkotaan menyebabkan lahan menjadi
suatu komoditas yang menguntungkan sehingga banyak orang berlomba-lomba untuk
membangun lahan tersebut menjadi perumahan atau kawasan perdagangan yang dapat
memberikan keuntungan daripada membangun taman. Akibatnya luasan RTH
semakin berkurang dari waktu ke waktu.
 Faktor sosial ekonomi
Perkembangan suatu wilayah tidak terlepas dari berkembangnya saranaprasarana
dan kegiatan usaha masyarakat di wilayah tersebut. Sarana-prasarana tersebut
dikelompokkan menjadi fasilitas pendidikan, fasilitas kesehatan, dan fasilitas
perekonomian.
 Faktor sosial budaya
Adanya perubahan pola kehidupan dan tata cara masyarakat akibat pengaruh luar,
komunikasi dan sistem informasi.
 Faktor Alokasi Ruang Terbuka Hijau dalam RTRW
Bila alokasi Ruang Terbuka Hijau dalam RTRW berkurang, maka terjadi 2
perubahan yaitu perubahan luas Ruang Terbuka Hijau yang terjadi besar atau luas
Ruang Terbuka Hijau berkurang.
 Faktor Fasilitas Kesehatan
Semakin banyak pertumbuhan fasilitas kesehatan yang dibangun maka perubahan
luas Ruang Terbuka Hijau juga akan semakin besar. Hal ini dapat dilihat dari hasil
regresi pada variabel fasilitas kesehatan yang memiliki nilai positif. Pembangunan
fasilitas kesehatan yang tinggi mencerminkan kebutuhan kesejahteraan yang besar
sehingga dalam pembangunannya memerlukan lahan yang tidak sedikit. Contoh
fasilitas kesehatan yang memerlukan lahan yang cukup besar adalah rumah sakit.

 Faktor Jumlah Pendatang
Semakin tinggi pertumbuhan jumlah pendatang maka perubahan luas Ruang
Terbuka Hijau semakin besar. Pertumbuhan jumlah pendatang yang semakin banyak
akan meningkatkan kebutuhan akan ruang, namun luas lahan di suatu wilayah
perkotaan tidak bertambah maka terjadi alih fungsi lahan Ruang Terbuka Hijau untuk
memenuhi kebutuhan ruang tersebut, sehingga luas Ruang Terbuka Hijau akan
semakin kecil.
 Faktor Kepadatan Penduduk
Hasil analisis menunjukkan variabel pertumbuhan kepadatan penduduk
berpengaruh secara positif terhadap perubahan luas Ruang Terbuka Hijau. Interpretasi
atas hal ini adalah semakin meningkatnya kepadatan penduduk, cenderung akan
berdampak pada meningkatnya perubahan luas Ruang Terbuka Hijau. Tingkat
pertumbuhan kepadatan penduduk yang tinggi tentu akan meningkatkan kebutuhan
penduduk akan ruang terbangun seperti pemukiman dan berbagai fasilitas. Populasi
manusia akan terus bertambah, sedangkan luasan laha/ketersediaan ruang tidak pernah
bertambah, sehingga permintaan akan kebutuhan untuk ketersediaan ruang semakin
bertambah. Alih fungsi lahan merupakan cara yang paling banyak ditempuh dalam
memenuhi kebutuhan tersebut, sehingga banyak Ruang Terbuka Hijau yang berkurang
luasannya akibat diubah menjadi ruang terbangun.
 Faktor Fasilitas Pendidikan
Pertumbuhan fasilitas pendidikan berperan negatif. Hal ini menunjukkan
bahwa semakin tinggi pertumbuhan jumlah fasilitas pendidikan yang dibangun maka
perubahan luas Ruang Terbuka Hijau rendah. Hal tersebut bisa terjadi karena
kemungkinan pertumbuhan fasilitas pendidikan seperti lembaga-lembaga kursus
dibangun di area yang memang bukan lahan Ruang Terbuka Hijau atau dengan kata
lain fasilitas tersebut dibangun di area lahan terbangun, misalnya di kawasan
pertokoan.
6. Usaha Penanggulangan Masalah
Beberapa usaha penanggulangan yang dapat dilakukan antara lain :
 Membuat peraturan tentang standar penataan ruang berkaitan dengan penyediaan
ruang terbuka hijau.
 Upaya-upaya dalam skala kecil yang dapat dilakukan oleh masyarakat secara mandiri
seperti menanam pohon atau tanaman perdu, selain udara menjadi lebih sejuk, polusi
udara juga bisa dikurangi.

 Untuk menutupi kekurangan tempat menyimpan cadangan air tanah, setiap keluarga
bisa melengkapi rumahnya, yang masih memiliki sedikit halaman, dengan sumur
resapan.
Beberapa upaya yang harus dilakukan oleh Pemerintah antara lain adalah:
 Melakukan revisi UU 26/2007 tentang penataan ruang untuk dapat lebih
mengakomodasikan kebutuhan pengembangan RTH.
 Menyusun pedoman-pedoman pelaksanaan (NSPM) untuk peyelenggaraan dan
pengelolaan RTH.
 Menetapkan kebutuhan luas minimum RTH sesuai dengan karakteristik kota, dan
indikator keberhasilan pengembangan RTH suatu kota.
 Meningkatkan kampanye dan sosialisasi tentangnya pentingnya RTH melalui gerakan
kota hijau (green cities).
 Mengembangkan mekanisme insentif dan disinsentif yang dapat lebih meningkatkan
peran swasta dan masyarakat melalui bentuk-bentuk kerjasama yang saling
menguntungkan.
 Mengembangkan proyek-proyek percontohan RTH untuk berbagai jenis dan bentuk
yang ada di beberapa wilayah kota.
7. Peran Arsitektur Pertamanan
Arsitektur Pertanaman adalah bidang ilmu dan seni yang mempelajari pengaturan
ruang dan massa di alam terbuka, dengan mengkomposisikan elemen-elemen lanskap baik
alami maupun buatan. Tujuannya agar tercipta sebuah keteraturan, terciptanya suatu karya
lingkungan yang fungsional serta berestetika, sehingga tercapai kepuasan manusia, namun
tetap selaras dengan alam. Ilmu dan seni arsitektur pertamanan yaitu aktif dalam kegiatan
perancangan tanaman (landscape planning), perencanaan tapak (site planning), serta
perencanaan detail taman (detail landscape design). Peran arsitektur pertamanan dalam
perkembangan ruang terbuka hijau di wilayah perkotaan sangat penting, dalam
mewujudkan suatu ruang terbuka hijau yang indah tak hanya cukup dengan sekedar indah
namun harus juga bagaimana fungsionalitasnya, selain itu kesesuaian antara komponen
(contoh, tanaman) dengan habitatnya juga harus dipertimbangkan karena tidak semua
tanaman bisa hidup baik dalam semua kondisi lahan. Arsitektur pertamanan merupakan
bidang ilmu yang paling paham dalam mengkombinasikan beberapa hal tersebut demi
terciptanya sebuah ruang terbuka hijau yang fungsional serta bernilai estetika tinggi.