Peran Norma dan Nilai Dalam Memelihara S
Peran Norma dan Nilai Dalam Memelihara
Sistem Sosial Masyarakat Sampah di
Indonesia
Nama : Arista Ayu Nanda
NIM : 352013030
Abstrak
Masyarakat sampah menjadi salah satu fenomena yang tidak lepas dalam kehidupan
bermasyarakat di Indonesia, banyak orang memandang rendah mereka yang berkecimpung
dalam dunia sampah. Sistem sosial yang sudah terbangun dalam komoditi masyarakat
sampah sangat terintegrasi dengan baik, salah satu pemelihara sistem sosial adalah norma
dan nilai yang di internalisasikan sejak seseorang hidup dalam keluarga. Tindakan kolektif
sekelompok masyarakat tidak lepas norma dan nilai yang di bawa setiap aktor dalam
masyarakat. Sejauh mana nilai dan norma itu dapat mempertahankan bahkan memperkuat
suatu pola tindakan sosial? Seberapa penting keberadaan nilai dan norma tersebut dalam
memelihara sistem sosial ?. Teori yang digunakan dalam melihat pola tindakan dalam
sistem sosial masyarakat sampah adalah teori AGIL dalam fungsionalisme struktural Talcot
Parsons, metode yang digunakan melalui pengambilan data sekunder dari berbagai sumber
yaitu koran, internet, dan buku.
Hasil penelitian menunjukkan nilai dan norma dalam masyarakat sampah yaitu
pemulung, pengepul, dan tengkulak memperkuat sistem sosial yang ada tetap dalam
keteraturan. Tanpa adanya nilai dan norma dalam pengintegrasian sebuah sistem
masyarakat sistem itu akan mengalami goncangan yang mengancam keteraturan yang sudah
ada sejak lama.
Key word : masyarakat sampah, norma dan nilai
Pendahuluan
Perekonomi merupakan salah satu subsistem yang mengerakkan individu untuk
bertindak, dalam memenuhi tuntutan tersebut setiap orang melakukan berbagai macam cara
dalam pemenuhannya walaupun cara-cara yang dilakukan salah sekalipun itu disahkan dalam
memenuhi kebutuhan ekonomi. Banyak faktor yang mempengaruhi tindakan-tindakan negatif
dalam bekerjaSalah satu kondisi yang memprihatinkan dari Negara Indonesia adalah
tingginya tingkat kepadatan penduduk tetapi tidak diimbangi oleh tingkat pertumbuhan
ekonomi kota, tingginya pertumbuhan penduduk di kota disebabkan oleh adanya migrasi
penduduk desa ke kota yang disebut urbanisasi, urbanisasi di negara yang sedang
berkembang dapat meningkatkkan jumlah penduduk kota menjadi sangat besar, namun
kualitas yang dimiliki sangat rendah (Wurdjinem 2001). Jadi tingkat kepadatan penduduk
memaksa mereka untuk bersaing dalam mendapatkan pekerjaan, dengan adanya persaingan
itu banyak orang-orang yang kalah bersaing akhirnya memutuskan untuk mencari alternatif
pekerjaan yang tidak memerlukan keahlian dalam bidang intelektual dan skill yang memadai.
Alternatif pekerjaan tersebut adalah menjadi pemulung, pemulung merupakan salah contoh
kegiatan sektor informal, pemulung melakukan pengumpulan barang bekas karena
adanya permintaan dari industri-industri pendaur ulang bahan-bahan bekas (gunawan
2012).
Pemulung adalah pekerjaan yang sangat membantu masyarakat terutama para ibu
rumah tangga dalam pengolalan dan daur ulang sampah yang banyak dihasilkan oleh
produksi rumah tangga. Namun keberadaan pemulung banyak sekali meresahkan para ibu
karena banyak tindakan yang dilakukan pemulung yang akhirnya merugikan masyarakat
seperti banyaknya barang-barang rumah tangga yang hilang, sampah yang tidak dibutuhkan
oleh pemulung di biarkan berserakan tanpa dikembalikan lagi, dan pola pikir yang stagnasi
tidak mau berkembang kecenderungan kehidupan hanya tentang pengejaran akan uang. Bisa
dilihat pemulung tidak dapat berdiri sendiri perlu adanya pengepul yang membeli hasil dari
memulung sampah-sampah tersebut dan pengepul sendiri perlu adanya pemasaran untuk
produksi hasil sampah-sampah melalui tengkulak dan tengkulak menjadi sarana untuk
menjual hasil pengolahan tersebut.
Keteraturan dalam sistem sosial masyarakat sampah dalam membentuk pola perilaku
yang di pelihara melalui internalisasi dan sosialisasi. Dalam proses sosialisasi yang berhasil
norma dan nilai itu diinternalisasikan artinya nilai dan norma tersebut menjadi bagian dari
kesadaran aktor. (parsons) jadi dalam tindakan pemulung tidak lepas dari sistem interaksi
sosial yang ada didalam masyarakat sampah tersebut dimana nilai-nilai dan norma-norma
yang ada membentuk suatu tindakan kolektif dan semua orang yang berada dalam komoditi
pemulung itu tunduk pada sistem yang ada tanpa disadarinya. Sehingga keberadaan norma
dan nilai yang terbentuk dalam masyarakat sampah memperkuat sistem sosial yang sudah
dibangun.
Tujuan
Sebuah sistem sosial dibangun bedasarkan hubungan antar aktor dan struktur sosial,
perlu dilihat cara untuk mempertahankan sistem tetap pada keteraturannya dan bagian-bagian
yang saling tergantung (asumsi parsons 1937). Dengan adanya norma dan nilai yang ada
dalam suatu sistem sosial menjadi pemelihara keberadaan sistem sosial dalam masyarakat
sampah, seberapa jauh norma dan nilai dapat mempertahankan sistem yang ada, seberapa
penting keberadaan nilai dan norma dalam suatu sistem sosial, dan norma dan nilai seperti
apa yang membentuk cara bertindak masyarakat sampah.
Teori dan metode
I.
Teori
Menggunakan teori Talcot Parsons fungsionalisme stuktural dalam analisis
teori AGIL. Parson yakin ada empat fungsi penting diperlukan semua sistem untuk
mempertahan sistem tersebut yaitu adaptation (A)-adaptasi : sebuah sistem harus
menanggulangi situasi ekternal yang gawat, jadi sistem harus menyesuaikan diri
dengan lingkungan dan menyesuaikan lingkungan dengan kebutuhannya. Goal
attainment (G)- pencapaian tujuan : sebuah sistem harus mendefiniskan dan
mencapai tujuan utamanya. Integration (I)- integrasi : sebuah sistem harus
mengatur antar hubungan bagian-bagian yang menjadi komponennya. Latency
(L)- latensi pemeliharaan pola : sebuah sistem harus memperlengkapi, memelihara
dan memperbaiki, baik motivasi individual maupun pola-pola kultural yang
menciptakan dan menopang motivasi.
Dalam sebuah sistem sosial struktur keteraturan masyarakat menjadi hal yang
utama, namun dalam kenyataan masyarakat banyak terjadi dinamika-dinamika
masyarakat maka parsons mengasumsikan fungsionalisme structural :
1. Sistem memiliki porperti keteraturan dan bagian-bagian yang saling
tergantung.
2. Sistem cenderung bergerak ke arah mempertahankan sistem keteraturan diri
atau keseimbangan.
3. Sistem mungkin statis atau bergerak dalam proses perubahan yang teratur.
4. Sifat dasar dari bagian suatu sistem berpengaruh terhadap bentuk bagianbagian lain.
5. Sistem memelihara batas dengan lingkungannya.
6. Alokasi dan integrasi merupakan dua proses fundamental yang diperlukan
untuk memelihara sistem.
7. Sistem cenderung menuju kearah pemeliharaan keseimbangan diri.
Jadi sistem hanya bentuk kaku dari bentuk interaksi sosial yang ada didalam
masyarakat.
II.
Metode
Metode yang dilakukan menggunakan data sekunder dari berbagai sumber yaitu
buku, internet, koran, dan majalah.
Hasil dan pembahasan
Pemulung adalah bentuk aktivitas dalam mengumpulkan bahan-bahan bekas dari
berbagai lokasi pembuangan sampah yang masih bisa dimanfaatkan untuk mengawali proses
penyalurannya ke tempat-tempat produksi (daur ulang). Aktivitas tersebut terbagi ke dalam
tiga klasifikasi diantaranya, agen, pengepul, dan pemulung dimana mereka mendapatkan
keuntungan dalam hasil penjualan dan pembelian sampah-sampah rumah tangga (Wurdjinem,
2001). Dalam konsep sistem masyarakat sampah terbentuk berawal dari interaksi tingkat
mikro antara ego dan aler-ego yang didefinisikan membentuk sistem sosial yang paling
mendasar, peran yang dimiliki setiap subsistem sangat dibutuhkan dalam membetuk satu
keutuhan sistem.
Masyarakat pada umumnya mempunyai padangan negatif terhadap masyarakat
sampah dalam penelitian yang dilakukan Indra Taufik dalam melihat persepsi masyarakat
terhadap pemulung bisa ditarik kesimpulan bahwa pandangan negatif itu muncul dikarenakan
Jika dilihat tempat pemulung bekerja sangat tidak memenuhi standar kesehatan dan
lingkungan terkesan kumuh, Dimana menurut mereka pekerjaan pemulung itu kurang baik
karena kesehariannya yang berbaur dengan sampah dan bau busuk yang dapat berdampak
pada kesehatan, apalgi disaat turun hujan bau yang ditimbulkan cukup menyengat sehingga
dapat mengganggu pernapasan.
Namun walaupun padangan masyarakat kebanyakan negatif pekerjaan menjadi
pemulung, pengepul, maupun tengkulak tetaplah dilakoni oleh banyak orang. Padahal resiko
kesehatan sangatlah besar dalam penelitian yang dilakukan Abdul Gohfur kajian mengenai
taktik-taktik Jatinegara di tengah kemiskinan kota dia mengtakan beberapa alasan kenapa
banyak orang memilih bekerja sebagai pemulung, tengkulak, dan pengepul yaitu
Meningkatnya pasar barang bekas, Konsumsi masyarakat perkotaan yang tinggi, Modal kecil
dan resiko kecil.
tengkulak
pengepul
pemulung
Gambar 1
Dalam proses interaksi yang terjadi dalam struktur sosial tersebut menunjukkan
adanya peran masing-masing aktor dalam sebuah sistem sosial, dalam fungsionalisme
stuktural fungsi atau peran yang ada dimiliki merupakan sebuah tugas sosial yang harus
dilaksanakan sesuai dengan peran yang ada.seperti pada gambar 1 Pemulung mempunyai
peran dalam pengambilan barang-barang bekas dari rumah tangga, hasil libah, pasar, dll
untukdibawa ke pengepul sehingga pemulung mendapatkan hasil dari pekerjaannya dan
ditangan pengepul sampah-sampah dipisahkan ataupun diolah menjadi barang jadi atau
barang mentah yang siap dijual ketengkulak untuk dipasarkan atau diproduksi lebih baik lagi
tentu saja keuntungan pengepul lebih banyak dari pada hasil yang didapat oleh pemulung dan
keuntungan tengkulak tentu saja semakin besar lagi.
Talcot Parsons teori fungsionalisme struktural dalam analisis AGIL (adapatation, goal
attainment, integration, dan lantency) dapat dilihat bagaimana hubungan antara satu
subsistem dengan subsistem yang lain memiliki keterkaitan yang kuat dalam satu sistem yang
besar. Stuktrur sosial memantapkan kemiskinan Tekanan-tekanan struktural seperti tekanan
politik dan ekonomi mengakibatkan sejumlah orang dalam populasi terdorong ke posisi yang
tidak menguntungkan. Sebagai bagian dari struktur, mereka tidak atau kurang mampu
menghadapi struktur yang demikian kuat sehingga secara relatif mereka tetap lemah dalam
posisi itu. (Valentine, 1968) jadi ekonomi merupakan tuntutan besar dari kehidupan aktor
sehingga sistem sosial harus mampu beradaptasi dengan tuntutan tersebut dan sistem harus
mampu memenuhi kebutuhan sehingga pemulung, pengepul dan tengkulak memiliki satu
ketergantungan untuk saling memenuhi tuntutan ekonomi tersebut sehingga berbagai cara
dilakukan untuk menjaga sistem itu tidak mengalami kerusakan. (adaptation)
Sistem pemerintahan mempunyai peran melaksanakan fungsi pencapaian tujuan
dengan mengejar tujuan-tujuan kemasyarakatan dan memobilisasi aktor dan sumber daya
untuk mencapai tujuan. Sehingga sistem pemerintahan sendiri memiliki suatu perlindungan
kesehatan sehingga tujuan kesejahteraan masyarakat tercapai (goal attainment)
Sistem feduciary (sekolah, keluarga) menangani fungsi pemeliharan pola (latency).
Dengan cara menyebarkan kultur kepada aktor sehingga aktor menginternalisasikan kultur
tersebut sehingga pola yang ada tidak mengalami dinamika yang menghancurkan sistem yang
ada.
Komunitas kemasyarakatan memiliki fungsi integrasi yang mengkoordinasikan
berbagai komponen masyarakat (parsons dan platt 1923). Sehingga adanya koordinasi dari
pemulung, pengepul, dan tengkulak dalam hal penjualan dan pembelian yang sudah
disepakati bersama. Sehingga dari aktor tersebut tidak bisa berjalan diluar kesepakatan yang
sudah disetujui sebelumnya.
L
I
A
Sistem feduciary
Komunitas
kemasyarakatan
Sistem ekonomi
Sistem
pemerintahan
G
Gambar 2
Saat sistem sudah tidak fungsional bagi sistem yang lain maka sistem tersebut akan
hilang dengan sendirinya karena itulah dalam suatu sistem perlu adanya pemeliharaan pola
atau latensi menlalui nilai dan norma yang di internalisasikan dalam diri individu sehingga
pola terpelihara dan tetap fungsional bagi masyarakat yang lain. masyarakat belajar untuk
memainkan peran-peran sosial yang telah ditentukan oleh sistem sosialnya yang pada
gilirannya akan menghasilkan satu struktur kepribadian dasar yang pola orientasinya akan
sulit diubah lagi sepanjang umurnya (Parsons dalam Wiroutomo, 1994: 11). Jadi nilai dan
norma yang di internalisasikan akan sulit untuk diubah sehingga teori fungsionalisme
struktural dinyatakan berhasil. Sehingga setelah menginternalisasi nilai yang diperoleh dari
sosialisasi keluarga, ada agen-agen lain yang juga melakukan sosialisasi, yaitu dunia
objektif masyarakat. Implikasinya, seorang individu atas inisiatifnya sendiri akan mampu
mengambil peran tertentu, tidak sekadar menjalankan peran yang disediakan, bahkan dengan
dialektika semacam ini, seorang individu mampu menciptakan perannya sendiri ( Berger dan
Luckmann (1990)). jadi internalisasi nilai membuat aktor mampu menempati posisinya dalam
sistem sosial masyarakat sampah.
nilai dan norma yang ditanamkan dalam proses interaksi keluarga sehingga seperti
nilai hidup, norma masyarakat sampah, pandangan hidup, cara bertindak, dan cara berfikir
karena kecenderungan keluarga pemulung akan menurun ke anak-anaknya contoh keluarga
pemulung yang rata-rata pendidikan Sekolah Menegah Pertama (SMP) bahkan ada sama
sekali yang tidak lulus SD, kondisi ini disebabkan karena mereka sejak duduk dibangku SD
telah mengikuti peran dari orang tuanya sebagai pemulung atau kegiatan memulung ini
menjadi salah satu kegiatan yang dilakukan dalam satu keluarga secara bersama-sama (Indra
Taufik). Keluarga adalah tempat individu tumbuh dan berkembang sehingga tempat dimana
orang itu dibesarkan bisa dilihat bagaimana kehidupan orang itu didepan. Sehingga pengaruh
dari norma dan nilai sangat kuat dalam menjaga sistem masyarakat sampah karena struktur
dominan selalu menjaga perangkat sosial yang ada agar nilai-nilai miliknya menjadi mapan
dan tidak tergoyahkan oleh kekuatan lain. Struktur dominan akan menggunakan
berbagai saluran sosialisasi yang dikuasainya, baik secara langsung maupun tidak langsung,
untuk memberikan pengesahan dan pembenaran serta untuk menanamkan nilai-nilai yang
menguntungkan pihak yang berkuasa.
Kesimpulan
Masyarakat memang mempunyai pandangan yang negarif pada masyarakat sampah
namun tidak menjadi satu penghalang sekelompok masyarakat untuk menggeluti dunia
persampahan karena tuntutan ekonomi yang menuntut aktor untuk memenuhi kebutuhan
tersebut di tambah tingkat pendidikan aktor yang rendah sehingga tergeser saar bersaing
dengan mereka yang berpendidikan lebih tinggi dan menjadi masyarakat pengelola sampah
tidak diperlukan tingkat kemampuan yang tinggi.
Masyarakat sampah mempunyai sistem yang kuat karena nilai dan norma yang
diinternalisasikan sejak aktor hidup didalam keluarga sehingga nilai dan norma menjadi
penting dalam penguatan sebuah sistem karena dari situ sekelompak masyarakat secara
kolektif dengan pemikiran yang sama terbentuk. Nilai kehidupan, norma masyarakat sampah,
pandangan hidup, cara bertindak, dan cara berfikir sekelompok masyarakat sama sehingga
dinamika sistem tidak terlalu mengannggu sistem yang sudah terbentuk secara luas.
Daftar pustaka
Wurdjinem (2001) Interaksi Sosial dan Strategi Survival Para Pekerja Sektor Informal.
Jurnal Penelitian UNIB Vol VII, No. 3, Desember. Bengkulu.
Ritzher, Goerge dan Barry Smart (2012). Handbook Teori Sosial. Bandung : Diadit Media
Gohfur, Abdul (2009) Kajian mengenai Taktik-Taktik Pemulung Jatinegara di Tengah
Kemiskinan Kota. Lembaga penelitian Smeru reasech institut.
Taufik, Indra (2013) Persepsi Masyarakat Terhadap Pemulung di Pemukiman TPA
Kelurahan Bukit Pinang Kecamatan Samarinda Ulu. e-Jurnal Sosiologi Kosentrasi.
Volume 1, Nomer 4, 2013 : 85-95.
Internet : http://www. google.com//
Lampiran
Matrik data
No
1.
Item
Pemulung
2.
keberadaan pemulung dapat
dilihat dari dua sisi yang
berbeda.
3.
Tingkat pendidikanpemulung
dekripsi
Pemulung adalah bentuk aktivitas
dalam mengumpulkan bahan-bahan
bekas
dari
berbagai
lokasi
pembuangan sampah yang masih bisa
dimanfaatkan untuk mengawali proses
penyalurannya ke tempat-tempat
produksi (daur ulang). Aktivitas
tersebut terbagi ke dalam tiga
klasifikasi
diantaranya,
agen,
pengepul, dan pemulung .
Jika dilihat tempat pemulung bekerja
sangat tidak memenuhi standar
kesehatan dan lingkungan terkesan
kumuh, Dimana menurut mereka
pekerjaan pemulung itu kurang baik
karena kesehariannya yang berbaur
dengan sampah dan bau busuk yang
dapat berdampak pada kesehatan,
apalgi disaat turun hujan bau yang
ditimbulkan
cukup
menyengat
sehingga
dapat
mengganggu
pernapasan
Pandangan masyarakat terhadap
pendidikan pemulung masyarakat
melihat bahwa pemulung atau lebih
tepatnya
keluarga
pemulung
sebenarnya memiliki kemampuan dan
visi pendidikan yang relatif cukup baik
sumber
(Wurdjinem, 2001)
PERSEPSI
MASYARAKAT
TERHADAP PEMULUNG DI
PEMUKIMAN
TPA
KELURAHAN BUKIT PINANG
KECAMATAN
SAMARINDA
ULU
analisis
Pemulung kerap kali mendapat
pandangan
negatif
dari
masyarakat sekitar
Indra Taufik ,
PERSEPSI
MASYARAKAT
TERHADAP PEMULUNG DI
PEMUKIMAN
TPA
KELURAHAN BUKIT PINANG
KECAMATAN
SAMARINDA
ULU
Jadi seorang menjadi pemulung
dikarenakan tingkat pendidikan
yang rendah dan cenderung
turun temurun.
4.
struktur sosial memantapkan
kemiskinan.
5.
Struktur-fungsionalis
memandang bahwa fungsi
adalah tugas
sosial, suatu kegiatan yang
harus dilaksanakan dengan
tingkat ketepatan tertentu
namun di lapangan ternyata tingkat
pendidikan mereka masih cukup
rendah, sebab pendidikan pemulung
atau keluarga pemulung hanya sampai
jenjang Sekolah Dasar (SD) dan
Sekolah Menegah Pertama (SMP)
bahkan ada sama sekali yang tidak
lulus SD, kondisi ini disebabkan karena
mereka sejak duduk dibangku SD telah
mengikuti peran dari orang tuanya
sebagai pemulung atau kegiatan
memulung ini menjadi salah satu
kegiatan yang dilakukan dalam satu
keluarga secara bersama-sama.
Tekanan-tekanan struktural seperti
tekanan
politik
dan
ekonomi
mengakibatkan sejumlah
orang dalam populasi terdorong ke
posisi yang tidak menguntungkan.
Sebagai bagian dari
struktur, mereka tidak atau kurang
mampu menghadapi struktur yang
demikian kuat sehingga
secara relatif mereka tetap lemah
dalam posisi itu
Setiap individu menempati posisi yang
sesuai dengan statusnya; oleh
karenanya,
kemiskinan merupakan tugas yang
harus diemban karena strukturstruktur yang ada adalah
baik dan ideal. Walaupun setiap
individu dapat merespons, mereka
Indra Taufik ,
(Valentine, 1968)
Struktur sosial mempunyai
peran sesorang memiliki tingkat
pendidikan yang rendah dan
memunculkan
kemungkinan
seseornag memilih menjadi
pemulung.
(Saifuddin,
2005: 159)
Jadi tidak adanya kekuatan bagi
individu
untuk
melawan
struktur sosial yang ada
sehingga pekerjaan pemulung
tidak dapat dihindarkan.
6.
alasan manusia gerobak lebih
memilih memulung daripada
bekerja di sektor informal lain.
7.
kebudayaan
merupakan
implikasi
dari
praktik
sosialisasi
bagaikan robot yang
menghadapi tekanan struktural
a) Meningkatnya pasar barang
bekas
b)
Konsumsi
masyarakat
perkotaan yang tinggi
c) Modal kecil.
d) Resiko kecil
manusia gerobak belajar untuk
memainkan peran-peran sosial
yang telah ditentukan oleh sistem
sosialnya yang pada gilirannya akan
menghasilkan satu struktur
kepribadian
dasar
yang
pola
orientasinya akan sulit diubah lagi
sepanjang umurnya
setelah menginternalisasi nilai yang
diperoleh dari
sosialisasi keluarga, ada agen-agen
lain yang juga melakukan sosialisasi,
yaitu dunia objektif
masyarakat. Implikasinya, seorang
individu atas inisiatifnya sendiri akan
mampu mengambil peran
tertentu, tidak sekadar menjalankan
peran yang disediakan, bahkan dengan
dialektika semacam
ini,
seorang
individu
mampu
menciptakan perannya sendiri
Jadi salah satu alasan orangorang memilih untuk bekerja
sebagai masyarakat sampah
yang sering di pandang negatif.
Parsons (dalam Wiroutomo,
1994: 11)
Melalui contoh manusia grobak
yang juga bergelut dalam dunia
sampah mempunyai sistem
kuat yang dibangun tanpa
disadari
oleh
aktor-aktor
didalamnya.
Berger dan Luckmann (1990):
Internalisasi nilai yang ada
didalam keluarga sehingga
membentuk suatu penguatan
pola.
Sistem Sosial Masyarakat Sampah di
Indonesia
Nama : Arista Ayu Nanda
NIM : 352013030
Abstrak
Masyarakat sampah menjadi salah satu fenomena yang tidak lepas dalam kehidupan
bermasyarakat di Indonesia, banyak orang memandang rendah mereka yang berkecimpung
dalam dunia sampah. Sistem sosial yang sudah terbangun dalam komoditi masyarakat
sampah sangat terintegrasi dengan baik, salah satu pemelihara sistem sosial adalah norma
dan nilai yang di internalisasikan sejak seseorang hidup dalam keluarga. Tindakan kolektif
sekelompok masyarakat tidak lepas norma dan nilai yang di bawa setiap aktor dalam
masyarakat. Sejauh mana nilai dan norma itu dapat mempertahankan bahkan memperkuat
suatu pola tindakan sosial? Seberapa penting keberadaan nilai dan norma tersebut dalam
memelihara sistem sosial ?. Teori yang digunakan dalam melihat pola tindakan dalam
sistem sosial masyarakat sampah adalah teori AGIL dalam fungsionalisme struktural Talcot
Parsons, metode yang digunakan melalui pengambilan data sekunder dari berbagai sumber
yaitu koran, internet, dan buku.
Hasil penelitian menunjukkan nilai dan norma dalam masyarakat sampah yaitu
pemulung, pengepul, dan tengkulak memperkuat sistem sosial yang ada tetap dalam
keteraturan. Tanpa adanya nilai dan norma dalam pengintegrasian sebuah sistem
masyarakat sistem itu akan mengalami goncangan yang mengancam keteraturan yang sudah
ada sejak lama.
Key word : masyarakat sampah, norma dan nilai
Pendahuluan
Perekonomi merupakan salah satu subsistem yang mengerakkan individu untuk
bertindak, dalam memenuhi tuntutan tersebut setiap orang melakukan berbagai macam cara
dalam pemenuhannya walaupun cara-cara yang dilakukan salah sekalipun itu disahkan dalam
memenuhi kebutuhan ekonomi. Banyak faktor yang mempengaruhi tindakan-tindakan negatif
dalam bekerjaSalah satu kondisi yang memprihatinkan dari Negara Indonesia adalah
tingginya tingkat kepadatan penduduk tetapi tidak diimbangi oleh tingkat pertumbuhan
ekonomi kota, tingginya pertumbuhan penduduk di kota disebabkan oleh adanya migrasi
penduduk desa ke kota yang disebut urbanisasi, urbanisasi di negara yang sedang
berkembang dapat meningkatkkan jumlah penduduk kota menjadi sangat besar, namun
kualitas yang dimiliki sangat rendah (Wurdjinem 2001). Jadi tingkat kepadatan penduduk
memaksa mereka untuk bersaing dalam mendapatkan pekerjaan, dengan adanya persaingan
itu banyak orang-orang yang kalah bersaing akhirnya memutuskan untuk mencari alternatif
pekerjaan yang tidak memerlukan keahlian dalam bidang intelektual dan skill yang memadai.
Alternatif pekerjaan tersebut adalah menjadi pemulung, pemulung merupakan salah contoh
kegiatan sektor informal, pemulung melakukan pengumpulan barang bekas karena
adanya permintaan dari industri-industri pendaur ulang bahan-bahan bekas (gunawan
2012).
Pemulung adalah pekerjaan yang sangat membantu masyarakat terutama para ibu
rumah tangga dalam pengolalan dan daur ulang sampah yang banyak dihasilkan oleh
produksi rumah tangga. Namun keberadaan pemulung banyak sekali meresahkan para ibu
karena banyak tindakan yang dilakukan pemulung yang akhirnya merugikan masyarakat
seperti banyaknya barang-barang rumah tangga yang hilang, sampah yang tidak dibutuhkan
oleh pemulung di biarkan berserakan tanpa dikembalikan lagi, dan pola pikir yang stagnasi
tidak mau berkembang kecenderungan kehidupan hanya tentang pengejaran akan uang. Bisa
dilihat pemulung tidak dapat berdiri sendiri perlu adanya pengepul yang membeli hasil dari
memulung sampah-sampah tersebut dan pengepul sendiri perlu adanya pemasaran untuk
produksi hasil sampah-sampah melalui tengkulak dan tengkulak menjadi sarana untuk
menjual hasil pengolahan tersebut.
Keteraturan dalam sistem sosial masyarakat sampah dalam membentuk pola perilaku
yang di pelihara melalui internalisasi dan sosialisasi. Dalam proses sosialisasi yang berhasil
norma dan nilai itu diinternalisasikan artinya nilai dan norma tersebut menjadi bagian dari
kesadaran aktor. (parsons) jadi dalam tindakan pemulung tidak lepas dari sistem interaksi
sosial yang ada didalam masyarakat sampah tersebut dimana nilai-nilai dan norma-norma
yang ada membentuk suatu tindakan kolektif dan semua orang yang berada dalam komoditi
pemulung itu tunduk pada sistem yang ada tanpa disadarinya. Sehingga keberadaan norma
dan nilai yang terbentuk dalam masyarakat sampah memperkuat sistem sosial yang sudah
dibangun.
Tujuan
Sebuah sistem sosial dibangun bedasarkan hubungan antar aktor dan struktur sosial,
perlu dilihat cara untuk mempertahankan sistem tetap pada keteraturannya dan bagian-bagian
yang saling tergantung (asumsi parsons 1937). Dengan adanya norma dan nilai yang ada
dalam suatu sistem sosial menjadi pemelihara keberadaan sistem sosial dalam masyarakat
sampah, seberapa jauh norma dan nilai dapat mempertahankan sistem yang ada, seberapa
penting keberadaan nilai dan norma dalam suatu sistem sosial, dan norma dan nilai seperti
apa yang membentuk cara bertindak masyarakat sampah.
Teori dan metode
I.
Teori
Menggunakan teori Talcot Parsons fungsionalisme stuktural dalam analisis
teori AGIL. Parson yakin ada empat fungsi penting diperlukan semua sistem untuk
mempertahan sistem tersebut yaitu adaptation (A)-adaptasi : sebuah sistem harus
menanggulangi situasi ekternal yang gawat, jadi sistem harus menyesuaikan diri
dengan lingkungan dan menyesuaikan lingkungan dengan kebutuhannya. Goal
attainment (G)- pencapaian tujuan : sebuah sistem harus mendefiniskan dan
mencapai tujuan utamanya. Integration (I)- integrasi : sebuah sistem harus
mengatur antar hubungan bagian-bagian yang menjadi komponennya. Latency
(L)- latensi pemeliharaan pola : sebuah sistem harus memperlengkapi, memelihara
dan memperbaiki, baik motivasi individual maupun pola-pola kultural yang
menciptakan dan menopang motivasi.
Dalam sebuah sistem sosial struktur keteraturan masyarakat menjadi hal yang
utama, namun dalam kenyataan masyarakat banyak terjadi dinamika-dinamika
masyarakat maka parsons mengasumsikan fungsionalisme structural :
1. Sistem memiliki porperti keteraturan dan bagian-bagian yang saling
tergantung.
2. Sistem cenderung bergerak ke arah mempertahankan sistem keteraturan diri
atau keseimbangan.
3. Sistem mungkin statis atau bergerak dalam proses perubahan yang teratur.
4. Sifat dasar dari bagian suatu sistem berpengaruh terhadap bentuk bagianbagian lain.
5. Sistem memelihara batas dengan lingkungannya.
6. Alokasi dan integrasi merupakan dua proses fundamental yang diperlukan
untuk memelihara sistem.
7. Sistem cenderung menuju kearah pemeliharaan keseimbangan diri.
Jadi sistem hanya bentuk kaku dari bentuk interaksi sosial yang ada didalam
masyarakat.
II.
Metode
Metode yang dilakukan menggunakan data sekunder dari berbagai sumber yaitu
buku, internet, koran, dan majalah.
Hasil dan pembahasan
Pemulung adalah bentuk aktivitas dalam mengumpulkan bahan-bahan bekas dari
berbagai lokasi pembuangan sampah yang masih bisa dimanfaatkan untuk mengawali proses
penyalurannya ke tempat-tempat produksi (daur ulang). Aktivitas tersebut terbagi ke dalam
tiga klasifikasi diantaranya, agen, pengepul, dan pemulung dimana mereka mendapatkan
keuntungan dalam hasil penjualan dan pembelian sampah-sampah rumah tangga (Wurdjinem,
2001). Dalam konsep sistem masyarakat sampah terbentuk berawal dari interaksi tingkat
mikro antara ego dan aler-ego yang didefinisikan membentuk sistem sosial yang paling
mendasar, peran yang dimiliki setiap subsistem sangat dibutuhkan dalam membetuk satu
keutuhan sistem.
Masyarakat pada umumnya mempunyai padangan negatif terhadap masyarakat
sampah dalam penelitian yang dilakukan Indra Taufik dalam melihat persepsi masyarakat
terhadap pemulung bisa ditarik kesimpulan bahwa pandangan negatif itu muncul dikarenakan
Jika dilihat tempat pemulung bekerja sangat tidak memenuhi standar kesehatan dan
lingkungan terkesan kumuh, Dimana menurut mereka pekerjaan pemulung itu kurang baik
karena kesehariannya yang berbaur dengan sampah dan bau busuk yang dapat berdampak
pada kesehatan, apalgi disaat turun hujan bau yang ditimbulkan cukup menyengat sehingga
dapat mengganggu pernapasan.
Namun walaupun padangan masyarakat kebanyakan negatif pekerjaan menjadi
pemulung, pengepul, maupun tengkulak tetaplah dilakoni oleh banyak orang. Padahal resiko
kesehatan sangatlah besar dalam penelitian yang dilakukan Abdul Gohfur kajian mengenai
taktik-taktik Jatinegara di tengah kemiskinan kota dia mengtakan beberapa alasan kenapa
banyak orang memilih bekerja sebagai pemulung, tengkulak, dan pengepul yaitu
Meningkatnya pasar barang bekas, Konsumsi masyarakat perkotaan yang tinggi, Modal kecil
dan resiko kecil.
tengkulak
pengepul
pemulung
Gambar 1
Dalam proses interaksi yang terjadi dalam struktur sosial tersebut menunjukkan
adanya peran masing-masing aktor dalam sebuah sistem sosial, dalam fungsionalisme
stuktural fungsi atau peran yang ada dimiliki merupakan sebuah tugas sosial yang harus
dilaksanakan sesuai dengan peran yang ada.seperti pada gambar 1 Pemulung mempunyai
peran dalam pengambilan barang-barang bekas dari rumah tangga, hasil libah, pasar, dll
untukdibawa ke pengepul sehingga pemulung mendapatkan hasil dari pekerjaannya dan
ditangan pengepul sampah-sampah dipisahkan ataupun diolah menjadi barang jadi atau
barang mentah yang siap dijual ketengkulak untuk dipasarkan atau diproduksi lebih baik lagi
tentu saja keuntungan pengepul lebih banyak dari pada hasil yang didapat oleh pemulung dan
keuntungan tengkulak tentu saja semakin besar lagi.
Talcot Parsons teori fungsionalisme struktural dalam analisis AGIL (adapatation, goal
attainment, integration, dan lantency) dapat dilihat bagaimana hubungan antara satu
subsistem dengan subsistem yang lain memiliki keterkaitan yang kuat dalam satu sistem yang
besar. Stuktrur sosial memantapkan kemiskinan Tekanan-tekanan struktural seperti tekanan
politik dan ekonomi mengakibatkan sejumlah orang dalam populasi terdorong ke posisi yang
tidak menguntungkan. Sebagai bagian dari struktur, mereka tidak atau kurang mampu
menghadapi struktur yang demikian kuat sehingga secara relatif mereka tetap lemah dalam
posisi itu. (Valentine, 1968) jadi ekonomi merupakan tuntutan besar dari kehidupan aktor
sehingga sistem sosial harus mampu beradaptasi dengan tuntutan tersebut dan sistem harus
mampu memenuhi kebutuhan sehingga pemulung, pengepul dan tengkulak memiliki satu
ketergantungan untuk saling memenuhi tuntutan ekonomi tersebut sehingga berbagai cara
dilakukan untuk menjaga sistem itu tidak mengalami kerusakan. (adaptation)
Sistem pemerintahan mempunyai peran melaksanakan fungsi pencapaian tujuan
dengan mengejar tujuan-tujuan kemasyarakatan dan memobilisasi aktor dan sumber daya
untuk mencapai tujuan. Sehingga sistem pemerintahan sendiri memiliki suatu perlindungan
kesehatan sehingga tujuan kesejahteraan masyarakat tercapai (goal attainment)
Sistem feduciary (sekolah, keluarga) menangani fungsi pemeliharan pola (latency).
Dengan cara menyebarkan kultur kepada aktor sehingga aktor menginternalisasikan kultur
tersebut sehingga pola yang ada tidak mengalami dinamika yang menghancurkan sistem yang
ada.
Komunitas kemasyarakatan memiliki fungsi integrasi yang mengkoordinasikan
berbagai komponen masyarakat (parsons dan platt 1923). Sehingga adanya koordinasi dari
pemulung, pengepul, dan tengkulak dalam hal penjualan dan pembelian yang sudah
disepakati bersama. Sehingga dari aktor tersebut tidak bisa berjalan diluar kesepakatan yang
sudah disetujui sebelumnya.
L
I
A
Sistem feduciary
Komunitas
kemasyarakatan
Sistem ekonomi
Sistem
pemerintahan
G
Gambar 2
Saat sistem sudah tidak fungsional bagi sistem yang lain maka sistem tersebut akan
hilang dengan sendirinya karena itulah dalam suatu sistem perlu adanya pemeliharaan pola
atau latensi menlalui nilai dan norma yang di internalisasikan dalam diri individu sehingga
pola terpelihara dan tetap fungsional bagi masyarakat yang lain. masyarakat belajar untuk
memainkan peran-peran sosial yang telah ditentukan oleh sistem sosialnya yang pada
gilirannya akan menghasilkan satu struktur kepribadian dasar yang pola orientasinya akan
sulit diubah lagi sepanjang umurnya (Parsons dalam Wiroutomo, 1994: 11). Jadi nilai dan
norma yang di internalisasikan akan sulit untuk diubah sehingga teori fungsionalisme
struktural dinyatakan berhasil. Sehingga setelah menginternalisasi nilai yang diperoleh dari
sosialisasi keluarga, ada agen-agen lain yang juga melakukan sosialisasi, yaitu dunia
objektif masyarakat. Implikasinya, seorang individu atas inisiatifnya sendiri akan mampu
mengambil peran tertentu, tidak sekadar menjalankan peran yang disediakan, bahkan dengan
dialektika semacam ini, seorang individu mampu menciptakan perannya sendiri ( Berger dan
Luckmann (1990)). jadi internalisasi nilai membuat aktor mampu menempati posisinya dalam
sistem sosial masyarakat sampah.
nilai dan norma yang ditanamkan dalam proses interaksi keluarga sehingga seperti
nilai hidup, norma masyarakat sampah, pandangan hidup, cara bertindak, dan cara berfikir
karena kecenderungan keluarga pemulung akan menurun ke anak-anaknya contoh keluarga
pemulung yang rata-rata pendidikan Sekolah Menegah Pertama (SMP) bahkan ada sama
sekali yang tidak lulus SD, kondisi ini disebabkan karena mereka sejak duduk dibangku SD
telah mengikuti peran dari orang tuanya sebagai pemulung atau kegiatan memulung ini
menjadi salah satu kegiatan yang dilakukan dalam satu keluarga secara bersama-sama (Indra
Taufik). Keluarga adalah tempat individu tumbuh dan berkembang sehingga tempat dimana
orang itu dibesarkan bisa dilihat bagaimana kehidupan orang itu didepan. Sehingga pengaruh
dari norma dan nilai sangat kuat dalam menjaga sistem masyarakat sampah karena struktur
dominan selalu menjaga perangkat sosial yang ada agar nilai-nilai miliknya menjadi mapan
dan tidak tergoyahkan oleh kekuatan lain. Struktur dominan akan menggunakan
berbagai saluran sosialisasi yang dikuasainya, baik secara langsung maupun tidak langsung,
untuk memberikan pengesahan dan pembenaran serta untuk menanamkan nilai-nilai yang
menguntungkan pihak yang berkuasa.
Kesimpulan
Masyarakat memang mempunyai pandangan yang negarif pada masyarakat sampah
namun tidak menjadi satu penghalang sekelompok masyarakat untuk menggeluti dunia
persampahan karena tuntutan ekonomi yang menuntut aktor untuk memenuhi kebutuhan
tersebut di tambah tingkat pendidikan aktor yang rendah sehingga tergeser saar bersaing
dengan mereka yang berpendidikan lebih tinggi dan menjadi masyarakat pengelola sampah
tidak diperlukan tingkat kemampuan yang tinggi.
Masyarakat sampah mempunyai sistem yang kuat karena nilai dan norma yang
diinternalisasikan sejak aktor hidup didalam keluarga sehingga nilai dan norma menjadi
penting dalam penguatan sebuah sistem karena dari situ sekelompak masyarakat secara
kolektif dengan pemikiran yang sama terbentuk. Nilai kehidupan, norma masyarakat sampah,
pandangan hidup, cara bertindak, dan cara berfikir sekelompok masyarakat sama sehingga
dinamika sistem tidak terlalu mengannggu sistem yang sudah terbentuk secara luas.
Daftar pustaka
Wurdjinem (2001) Interaksi Sosial dan Strategi Survival Para Pekerja Sektor Informal.
Jurnal Penelitian UNIB Vol VII, No. 3, Desember. Bengkulu.
Ritzher, Goerge dan Barry Smart (2012). Handbook Teori Sosial. Bandung : Diadit Media
Gohfur, Abdul (2009) Kajian mengenai Taktik-Taktik Pemulung Jatinegara di Tengah
Kemiskinan Kota. Lembaga penelitian Smeru reasech institut.
Taufik, Indra (2013) Persepsi Masyarakat Terhadap Pemulung di Pemukiman TPA
Kelurahan Bukit Pinang Kecamatan Samarinda Ulu. e-Jurnal Sosiologi Kosentrasi.
Volume 1, Nomer 4, 2013 : 85-95.
Internet : http://www. google.com//
Lampiran
Matrik data
No
1.
Item
Pemulung
2.
keberadaan pemulung dapat
dilihat dari dua sisi yang
berbeda.
3.
Tingkat pendidikanpemulung
dekripsi
Pemulung adalah bentuk aktivitas
dalam mengumpulkan bahan-bahan
bekas
dari
berbagai
lokasi
pembuangan sampah yang masih bisa
dimanfaatkan untuk mengawali proses
penyalurannya ke tempat-tempat
produksi (daur ulang). Aktivitas
tersebut terbagi ke dalam tiga
klasifikasi
diantaranya,
agen,
pengepul, dan pemulung .
Jika dilihat tempat pemulung bekerja
sangat tidak memenuhi standar
kesehatan dan lingkungan terkesan
kumuh, Dimana menurut mereka
pekerjaan pemulung itu kurang baik
karena kesehariannya yang berbaur
dengan sampah dan bau busuk yang
dapat berdampak pada kesehatan,
apalgi disaat turun hujan bau yang
ditimbulkan
cukup
menyengat
sehingga
dapat
mengganggu
pernapasan
Pandangan masyarakat terhadap
pendidikan pemulung masyarakat
melihat bahwa pemulung atau lebih
tepatnya
keluarga
pemulung
sebenarnya memiliki kemampuan dan
visi pendidikan yang relatif cukup baik
sumber
(Wurdjinem, 2001)
PERSEPSI
MASYARAKAT
TERHADAP PEMULUNG DI
PEMUKIMAN
TPA
KELURAHAN BUKIT PINANG
KECAMATAN
SAMARINDA
ULU
analisis
Pemulung kerap kali mendapat
pandangan
negatif
dari
masyarakat sekitar
Indra Taufik ,
PERSEPSI
MASYARAKAT
TERHADAP PEMULUNG DI
PEMUKIMAN
TPA
KELURAHAN BUKIT PINANG
KECAMATAN
SAMARINDA
ULU
Jadi seorang menjadi pemulung
dikarenakan tingkat pendidikan
yang rendah dan cenderung
turun temurun.
4.
struktur sosial memantapkan
kemiskinan.
5.
Struktur-fungsionalis
memandang bahwa fungsi
adalah tugas
sosial, suatu kegiatan yang
harus dilaksanakan dengan
tingkat ketepatan tertentu
namun di lapangan ternyata tingkat
pendidikan mereka masih cukup
rendah, sebab pendidikan pemulung
atau keluarga pemulung hanya sampai
jenjang Sekolah Dasar (SD) dan
Sekolah Menegah Pertama (SMP)
bahkan ada sama sekali yang tidak
lulus SD, kondisi ini disebabkan karena
mereka sejak duduk dibangku SD telah
mengikuti peran dari orang tuanya
sebagai pemulung atau kegiatan
memulung ini menjadi salah satu
kegiatan yang dilakukan dalam satu
keluarga secara bersama-sama.
Tekanan-tekanan struktural seperti
tekanan
politik
dan
ekonomi
mengakibatkan sejumlah
orang dalam populasi terdorong ke
posisi yang tidak menguntungkan.
Sebagai bagian dari
struktur, mereka tidak atau kurang
mampu menghadapi struktur yang
demikian kuat sehingga
secara relatif mereka tetap lemah
dalam posisi itu
Setiap individu menempati posisi yang
sesuai dengan statusnya; oleh
karenanya,
kemiskinan merupakan tugas yang
harus diemban karena strukturstruktur yang ada adalah
baik dan ideal. Walaupun setiap
individu dapat merespons, mereka
Indra Taufik ,
(Valentine, 1968)
Struktur sosial mempunyai
peran sesorang memiliki tingkat
pendidikan yang rendah dan
memunculkan
kemungkinan
seseornag memilih menjadi
pemulung.
(Saifuddin,
2005: 159)
Jadi tidak adanya kekuatan bagi
individu
untuk
melawan
struktur sosial yang ada
sehingga pekerjaan pemulung
tidak dapat dihindarkan.
6.
alasan manusia gerobak lebih
memilih memulung daripada
bekerja di sektor informal lain.
7.
kebudayaan
merupakan
implikasi
dari
praktik
sosialisasi
bagaikan robot yang
menghadapi tekanan struktural
a) Meningkatnya pasar barang
bekas
b)
Konsumsi
masyarakat
perkotaan yang tinggi
c) Modal kecil.
d) Resiko kecil
manusia gerobak belajar untuk
memainkan peran-peran sosial
yang telah ditentukan oleh sistem
sosialnya yang pada gilirannya akan
menghasilkan satu struktur
kepribadian
dasar
yang
pola
orientasinya akan sulit diubah lagi
sepanjang umurnya
setelah menginternalisasi nilai yang
diperoleh dari
sosialisasi keluarga, ada agen-agen
lain yang juga melakukan sosialisasi,
yaitu dunia objektif
masyarakat. Implikasinya, seorang
individu atas inisiatifnya sendiri akan
mampu mengambil peran
tertentu, tidak sekadar menjalankan
peran yang disediakan, bahkan dengan
dialektika semacam
ini,
seorang
individu
mampu
menciptakan perannya sendiri
Jadi salah satu alasan orangorang memilih untuk bekerja
sebagai masyarakat sampah
yang sering di pandang negatif.
Parsons (dalam Wiroutomo,
1994: 11)
Melalui contoh manusia grobak
yang juga bergelut dalam dunia
sampah mempunyai sistem
kuat yang dibangun tanpa
disadari
oleh
aktor-aktor
didalamnya.
Berger dan Luckmann (1990):
Internalisasi nilai yang ada
didalam keluarga sehingga
membentuk suatu penguatan
pola.