PENGENDALIAN HAMA PENGGEREK POLONG PADA PERTANAMAN KACANG HIJAU

  ISSN 1410-0029 Jurnal Penelitian dan Informasi Pertanian “Agrin” Vol. 11 No. 2, Oktober 2007

PENGENDALIAN HAMA PENGGEREK POLONG PADA PERTANAMAN

KACANG HIJAU

  

Pod Borer Management in Mungbean Field

Oleh:

  S. W. Indiati Balai Penelitian Tanaman Kacang-kacangan dan Umbi-umbian, Malang

  Jl. Raya Kendalpayak Km 8, Pakisaji, Malang. P.O. Box 66 Malang

  ABSTRAK Penggerek polong Maruca testulalis (Lepidoptera: Pyralidae) merupakan hama utama kacang hijau di

daerah Banjarnegara. Pada MK 2006 di lahan tegal dan sawah dilakukan penelitian yang bertujuan untuk

mengkaji penggunaan insektisida sintetik, ekstrak biji mimba dan Bt komersial untuk menekan tingkat

serangan hama polong M. testulalis pada tanaman kacang hijau. Di lahan tegal, penelitian dilaksanakan di

Desa Parakan, Kecamatan Purwanegara, sedang di lahan sawah dilakukan di Desa Joho, Kecamatan Bawang,

Banjarnegara. Penelitian disusun menggunakan rancangan acak kelompok 7 perlakuan dan masing-masing

diulang empat kali. Kacang hijau varietas Sriti ditanam pada petak seluas 5 m x 8 m dengan jarak tanam 40

cm x 15 cm. Hasil penelitian menunjukkan bahwa insektisida lamda sihalotrin – 2 ml/l yang diaplikasikan

seminggu sekali berawal pada saat pembungaan paling efektif menekan serangan hama penggerek polong,

dan mencegah kehilangan hasil biji kacang hijau hingga 59%. Penggunaan Bt komersial (Turicide) 2 mg/l,

dan Azadiractin (ekstrak dari biji mimba) 4 ml/l dapat dianjurkan walaupun efektifitasnya sedikit lebih

rendah, namun tidak berbeda nyata dengan lamda sihalotrin tapi berbeda nyata dengan kontrol.

  Kata kunci : Pengendalian, Maruca testulalis, kacang hijau.

  ABSTRACT The pod borer, Maruca testulalis (Lepidoptera: Pyralidae) was the main pest that always attacked

mungbean plant in Banjarnegara. In the 2006 dry season, field trials were conducted to study the use of

synthetic insecticide, the seed neem extract, and commercial Bt to suppress the level of the M. testulalis

intensity on mungbean. The research was carried out in two locations, respectively in Parakan Village,

Purwanegara Sub district for up land, and in Joho Village, Bawang Sub district for wet land. The research

was designed in randomize block, seven treatments and four replications. Mungbean Sriti variety was planted

in 5 m x 8 m plot size, with plant spacing 40 cm x 15 cm. The damage of pod borer was sample randomly

from five plants. The result indicated that the use of synthetic insecticide lamda sihalotren – 2 cc/l weekly

started at flowering stage was the most effective suppressed pod borer damage, and reduced yield loss up to

59%. The use of commercial Bt (Turicide HP), and Azadiractin (neem seed extract solution) could be

recomended because of safety in the enviroment although their effectiveness lower than lamda sihalotren Keyword: Control technique, Maruca testulalis, mungbean.

  PENDAHULUAN

  tambahan, karena pada umumnya ditanam bila air tidak cukup untuk usaha Dalam sistem usaha tani, tanaman tani padi, jagung atau kedelai. Penelitian kacang hijau merupakan tanaman kacang hijau di tanah Ultisol palawija yang ditanam sebagai tanaman

  ISSN 1410-0029 Jurnal Penelitian dan Informasi Pertanian “Agrin” Vol. 11 No. 2, Oktober 2007

  Banjarnegara.sudah dimulai sejak tahun 2005. Berdasarkan hasil penelitian awal tersebut, telah diidentifikasi bahwa yang muncul di pertanaman kacang hijau adalah serangan hama penggerek polong yang disebabkan oleh Maruca testulalis (Lepidoptera: Pyralidae). Selain menyerang kacang hijau, hama ini juga menyerang tanaman kacang- kacangan.lain seperti kacang tunggak, kacang gude, dan kacang panjang yang ditanam dari daerah tropis sampai daerah sub tropis (Jackai 1995; Abate and Ampofo 1996; Shanower et al. 1999).

  Larva M. testulalis pada umumnya menyerang kuncup bunga, bunga, dan polong. Singh et al. (1990) melaporkan bahwa kehilangan hasil biji kacang tunggak akibat serangan M. testulalis berkisar antara 20-80%.

  Beberapa cara pengendalian telah dilaporkan dapat menekan populasi dan tingkat serangan M. testulalis antara lain dengan teknik pemantauan imago menggunakan lampu perangkap dan feromon perangkap yang telah dikembangkan oleh Bottenberg et al. 1997 dan Downham et al. 2002. Dengan teknik ini dapat memperkirakan waktu terjadinya serangan penggerek polong dan menurunkan kepadatan populasi awal di areal pertanaman. Menurut Liao dan Lin (2000) deltametrin, carbaril dan thiodicarb dengan dosis rekomendasi yang diaplikasikan seminggu sekali sejak tanaman berbunga efektif menekan serangan penggerek polong dan meningkatkan hasil kacang tunggak. Emosairue and Ubana (1998 Dalam CAB International 2004) melaporkan bahwa penggunaan insektisida sintetik lambda-

  cyhalothrin

  efektif dan berbeda nyata dengan kontrol untuk mengendalikan penggerek polong Maruca. Disamping insektisida sintetik, Taylor (1968 Dalam

  CAB International 2004) juga melaporkan bahwa Basillus turingiensis terbukti dapat digunakan untuk menekan serangan M. vitrata di Nigeria. Menurut Tanzubil (2000) ekstrak biji mimba yang diaplikasikan dengan konsentrasi 5 dan 10% efektif terhadap penggerek polong (Maruca

  testulalis

  ), hama Thrips (Megalurothrips sjostedti), dan penghisap polong (Clavigralla

  spp., Aspavia armigera

  dan Riptortus dentipes). Berhubung komponen pengendalian hama penggerek polong yang efektif belum tersedia, maka dikaji penggunaan insektisida sintetik, ekstrak biji mimba dan Bt komersial untuk menekan populasi dan tingkat serangan hama polong M. testulalis pada tanaman kacang hijau.

METODE PENELITIAN

  Penelitian lapangan dilaksanakan di lahan tegal dan sawah petani Banjarnegara pada MK 2006, masing- masing di Desa Parakan, Kecamatan Purwanegara, untuk lahan tegal dan di Desa Joho, Kecamatan Bawang, Banjarnegara untuk lahan sawah. Penelitian menggunakan rancangan acak kelompok 7 perlakuan (Tabel 1) dan masing-masing diulang empat kali. Kacang hijau varietas Sriti ditanam pada petak seluas 5 m x 8 m, jarak tanam 40 cm x 15 cm, dua tanaman per lubang setelah dijarangi. Pemupukan, pengairan dan penjarangan dilakukan sesuai dengan rekomendasi setempat. Untuk mencegah serangan jamur tular tanah, sebelum ditanam benih (termasuk kontrol) diberi perlakuan benih (seed treatment) dengan kaptan 50 WP-20g/kg benih. Keterangan : - Aplikasi insektisida dan bahan nabati uji dilakukan sesuai perlakuan.

  7. T7 Pengendalian dengan Bt komersiel 2 g/l untuk lepidoptera (pada 35 s/d 56 hst) + deltametrin 2 ml/l untuk penghisap polong (bila ada, pada 49 dan 56 hst)

  ISSN 1410-0029 Jurnal Penelitian dan Informasi Pertanian “Agrin” Vol. 11 No. 2, Oktober 2007

  Tabel 1. Perlakuan pengendalian yang diuji untuk menekan serangan hama kacang hijau di lahan kering.

  No. Perlakuan Uraian

  1. T1 Tanpa pengendalian

  2. T2 Pengendalian kimiawi-1 (lamda sihalotrin 2 ml/l) seminggu sekali (pada 35 s/d 56 hst)

  3. T3 Pengendalian kimiawi-1 (lamda sihalotrin 2 ml/l) minimal (dua kali aplikasi, pada 35 & 49 hst)

  4. T4 Pengendalian kimiawi-2 (betasiflutrin 2 ml/l) seminggu sekali (35 s/d 56 hst)

  5. T5 Pengendalian kimiawi-2 (betasiflutrin 2 ml/l) minimal (dua kali aplikasi, pada 35 & 49 hst)

  6. T6 Pengendalian dengan Azadiractin (diekstrak dengan pelarut etanol) dari biji mimba 4 ml/l seminggu sekali (pada 35 s/d 56 hst)

  • - Sesaat sebelum tanam benih diperlakukan (seedtreatment) dengan kaptan untuk mencegah

    penyakit layu;
  • - Pada 7 dan 21 hst semua perlakuan termasuk kontrol/tanpa pengendalian dilakukan

    penyemprotan fipronil 2 ml/l untuk menghindari serangan hama Thrips.

  Pengamatan dilakukan terhadap: populasi hama dominan pada 3 mst, intensitas serangan penggerek polong, dan hasil biji kering per plot Intensitas serangan diamati saat panen pada 5 tanaman contoh yang dihitung dengan rumus :

  I = % 100

  x b a

  I = intensitas serangan a = jumlah polong terserang b = jumlah polong total

  Penanaman kacang hijau Sriti di lahan tegal dilakukan pada awal bulan Februari 2006. Pertumbuhan tanaman cukup baik. Gangguan hama pada awal pertumbuhan tanaman relatif rendah. Jenis dan populasi hama yang muncul pada awal pertumbuhan adalah perusak daun dari jenis lepidoptera dengan populasi yang sangat rendah. Pada Tabel 2 dapat dilihat bahwa ulat yang muncul adalah ulat keket dari spesies Agrius

  concolvuli

  , ulat grayak Spodoptera litura dan ulat penggulung daun dari famili Torticidae. Populasi A. concolvuli rata- rata tertinggi hanya mencapai

  1 ekor/petak, S. litura < 1 ekor/petak, sedang ulat penggulung daun Torticidae 2 ekor/petak. Karena kepadatan populasi hama daun sangat rendah dan hanya terjadi sesaat, maka intensitas serangannya juga rendah, kurang dari 5% pada semua perlakuan.

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Lahan tegal

  T4 (betasiflutren maksimum) namun berdasarkan analisis sidik ragam antar perlakuan yang diuji juga tidak menunjukkan perbedaan yang nyata (Tabel 2). Tidak munculnya perbedaan diantara perlakuan ini diduga karena terjadi kesalahan teknis pada awal aplikasi insektisida yang disebabkan karena jarak antar petak (40 cm) dan ukuran petak (3m x 5m) terlalu sempit, dan saat aplikasi insektisida tidak menggunakan plastik penghalang. sehingga menyebabkan terjadinya tumpang tindih perlakuan bahan aktif insektisida dalam satu petak perlakuan, terutama pada petak kontrol (tanpa pengendalian) yang seharusnya bebas perlakuan insektisida kemungkinan besar terkontaminasi dengan bahan aktif insektisida dari perlakuan yang ada disamping kiri atau kanannya. Kejadian yang sama juga menimpa petak perlakuan yang lain. Walaupun berdasarkan data di atas hasil yang dicapai kurang sesuai dengan apa yang diharapkan, namun kendala hama yang ada di tanaman

  TN

  berkisar antara 22-32 % pada umur 7 MST, dan 55-80 % pada umur 8 MST (Tabel 1). Intensitas serangan terendah terdapat pada perlakuan serbuk biji mimba (SBM 0,25 %), namun berdasarkan analisis sidik ragam antar perlakuan tidak berbeda nyata. Pada pengamatan jumlah polong terserang pada 5 tanaman contoh saat panen menunjukkan bahwa serangan polong terendah 26 % terdapat pada perlakuan

  testulalis

  Jumlah tanaman terserang M.

  merupakan hama penting pada tanaman kacang tunggak, gude, kacang panjang, dan kacang hijau di daerah tropis dan sub tropis (Jackai, 1995; Abateand Ampofo, 1996; Shanower et al., 1999). Pada tanaman kacang tunggak, larva menyerang kuncup bunga, bunga, dan polong muda. Kehilangan hasil biji yang ditimbulkan berkisar antara 20-80% (Singh et al., 1990).

  testulalis

  . Beberapa penulis melaporkan bahwa penggerek polong, M.

  Maruca tetulalis

  Keterangan: -TN = tidak nyata Setelah tanaman menjelang berbunga hama yang muncul adalah

  TN 27,3

  67,7 74,8 72,3 62,8 80,7 55,1 70,0

  TN 26,3

  22,7 24,6

  TN

  1,25 1,75

  0,25 0,00

  ISSN 1410-0029 Jurnal Penelitian dan Informasi Pertanian “Agrin” Vol. 11 No. 2, Oktober 2007

  TN

  0,25 0,25 0,25 0,75 0,75 1,25 0,75

  7. T7 BNT 5% KK (%)

  6. T6

  5. T5

  4. T4

  3. T3

  2. T2

  8 MST 1, T1

  7 MST

  A,convovuli S. litura Torticidae

  ∑ Tanaman dng bunga terserang, M. testulalis (%)

  Banjarnegara, MK 2006 Perlakuan Populasi & jenis hama pada 3 MST

  Tabel 2. Populasi dan jenis hama pada tanaman kacang hijau di lahan kering.

  • 0,50 0,00 0,00 0,50 0,50
  • 2,25 1,00 2,25 1,50 0,50
  • 27,7 30,2 27,7 27,1 32,5

  ISSN 1410-0029 Jurnal Penelitian dan Informasi Pertanian “Agrin” Vol. 11 No. 2, Oktober 2007

  661,25 ab 660,00 ab 566,25 bc

  Pertumbuhan tanaman cukup baik, sehingga membuat petani sangat berminat untuk menanam tanaman kacang hijau yang relatif baru dikenal. Bila dibanding dengan pertanaman di lahan tegal, pertanaman kacang hijau di lahan sawah cenderung berbunga lebih lambat. Rata-rata umur berbunga dicapai pada umur 35 hari, sedang di lahan tegal pada umur 30 hari tanaman sudah berbunga. Serangan hama pada awal pertumbuhan tanaman hampir tidak ada. Hama penggerek polong, M. testulalis mulai muncul pada saat tanaman mulai berbunga. Serangan awal dimulai umur 6 MST dengan intensitas serangan rendah sekitar 3 %. Pada pengamatan 7 MST serangannya masih sekitar 3%, namun berdasarkan analisis sidik ragam terdapat

  13 Juli 2006. Pemberian captan pada saat tanam dengan cara seed treatment dilakukan untuk mencegah serangan jamur tular tanah yang biasa muncul dan menyerang pada awal pertumbuhan tanaman.

  Penanaman kacang hijau Sriti di lahan sawah dilakukan di Desa Joho- Kecamatan Bawang, Banjarnegara pada

  muncul adalah patogen tular tanah yang dapat diatasi dengan perlakuan benih dengan fungisida yang berbahan aktif kaptan.

  M. testulalis sedang penyakit yang pasti

  Hasil biji kering total dari dua kali panen antara 1,3-1,7 t/ha, hasil tertinggi terdapat pada perlakuan SBM 0,25 % dan berdasarkan analisis sidik ragam perlakuan tersebut tidak berbeda nyata dengan kontrol (tanpa perlakuan). Berdasarkan data penelitian di atas dapat dikatakan bahwa ancaman hama tanaman kacang hijau di lahan kering Banjarnegara untuk sementara ini belum serius sehingga berpeluang untuk dikembangkan Hama yang sering muncul hanya perusak polong

  1,65 1,65 1,42 1,32 1,57 1,77 1,39 Keterangan: *) pada 5 tanaman contoh. kacang hijau dapat diketahui dengan pasti, dan teknik pengendalian penggerek polong di atas dapat dikaji kembali di lahan sawah untuk mendapatkan hasil yang lebih baik.

  109,7 11,9

  708,75 a 557,50 bc

  530,00 c 627,50 abc

  TN 39,7

  Tabel 3. Rata-rata persentase polong tergerek M. tetulalis dan hasil biji kering kacang hijau di lahan kering masam Banjarnegara, MK. 2006. Perlakuan

  35,8 36,5 35,8 26,5 44,1 28,3 35,3

  7. T7 BNT 5% KK(%)

  6. T6

  5. T5

  4. T4

  3. T3

  2. T2

  t/ha 1, T1

  2

  Hasil biji kering g/4m

  Polong terserang*) (%)

B. Lahan Sawah

  ISSN 1410-0029 Jurnal Penelitian dan Informasi Pertanian “Agrin” Vol. 11 No. 2, Oktober 2007

  4. T4

  22,1 a 20,64 ab

  20,06 ab 15 b 19,01 ab

  23,49 a 18,3 ab

  3,5 a 2,87 ab

  2,36 b 2,72 ab

  2,68 ab 2,8 ab 2,7 ab

  7. T7 2,83 a 2,80 a 3,08 a 2,83 a 3,18 a 3,39 a 2,73 a

  6. T6

  5. T5

  3. T3

  berbedaan yang nyata antara antara perlakuan. Pada saat panen jumlah tanaman terserang penggerek meningkat, pada perlakuan T1 (kontrol) intensitas serangan mencapai 23% dan berdasarkan hasil analisis sidik ragam terdapat perbedaan dengan perlakuan T4, serangan terendah (15%) terdapat pada perlakuan T4, dan perlakuan ini tidak berbeda nyata dengan perlakuan T2, T3, T5 dan T7 (Tabel 4).

  2. T2

  1. T1

  7 MST Panen

  6 MST

  Perlakuan Persentase tanaman terserang M. tetulalis/plot

  Tabel 4. Rata-rata persentase tanaman kacang hijau terserang M. tetulalis di lahan sawah Banjarnegara, MK. 2006.

  . Disamping serangan penggerek, penghisap juga menyerang polong tapi serangannya sangat rendah yaitu antara 2-4 %, dan dari hasil analisis sidik ragam diantara perlakuan tidak menunjukkan perbedaan yang nyata. Rendahnya kerusakan polong pada perlakuan T2 disebabkan karena jenis bahan aktif dan frekuensi aplikasi yang diberikan. Lamda sihalotrin adalah bahan aktif dari insektisida yang mempunyai cara kerja racun kontak dan lambung, sehingga bila insektisida tersebut tidak dapat kontak langsung dengan larva atau telur penggerek,

  indica

  Hasil pengamatan jumlah polong terserang penggerek pada 5 tanaman contoh menunjukkan bahwa intensitas serangan penggerek pada polong berkisar antara 6-25%, serangan tertinggi terdapat pada perlakuan kontrol dan terendah pada perlakuan T2 (lamda sihalotrin seminggu sekali). Berdasarkan hasil analisis sidik ragam serangan terendah yang terdapat pada perlakuan T2 tidak berbeda nyata dengan perlakuan T4 (betasiflutrin seminggu sekali), Bt komersial yang diaplikasikan sebanyak 4 kali dan Azadiractin ekstrak dari biji mimba yang diaplikasikan sebanyak 4 kali (Tabel 4). Berdasarkan hasil penelitian ini dapat dikatakan bahwa Bt dan Azadiractin dari biji mimba juga dapat digunakan sebagai agensia untuk mengendalikan ulat penggerek polong walaupun efektivitasnya dibawah lamda sihalotrin, namun lebih ramah terhadap lingkungan bila disbanding insektisida sintetik. Rahayu (1990) melaporkan bahwa dari hasil penelitian nilai LC50 menunjukkan bahwa insektisida Matador 25 EC jauh lebih toksik dibandingkan dengan ekstrak etanol daun mimba, Azadiractin

  LSD 5% 0,856 1,064 6,592 KK (%) 19,35 25,52 22,41

  ISSN 1410-0029 Jurnal Penelitian dan Informasi Pertanian “Agrin” Vol. 11 No. 2, Oktober 2007

  65.0

  6.04 d 24.73 ab

  14.00 cd 23.90 abc 15.15 bcd 14.58 bcd

  57.1

  76.1

  63.0

  70.2

  62.7

  71.7

  35.38

  2.1

  48.45

  40.15

  46.75

  41.97

  50.25

  42.10 LSD 5% TN 10,19 TN TN KK (%)

  38.1

  39.49

  23.9

  4.1 25.67 a

  2.9

  diharapkan insektisida tersebut masih menempel pada kulit polong dan bunga dan apaliba kedua benda tersebut termakan oleh larva masih berpeluang untuk meracuninya melalui makanan yang telah masuk ke dalam lambung. Insektisida tersebut berdasarkan susunan kimianya termasuk dalam golongan piretroid. Insektisida golongan ini memiliki keunggulan dalam mematikan serangga secara cepat dan toksisitas terhadap manusia rendah, sehingga lebih aman dalam pemakaiannya (Untung, 1991).

  Ins.penggerek plg/ 5 tan. contoh (%) Jumlah polong /5 tan. contoh

  Hasil biji kering kacang hijau relatif tinggi, yaitu antara 0,6 kg sampai 1,5 kg biji kering/4 m

  2

  atau sekitar 1,5 – 3,7 t/ha yang diperoleh dari dua kali panen. Dengan hasil yang tinggi tersebut petani merasa puas sehingga tidak ada ganti rugi yang harus dibayar. Hasil tertinggi dicapai pada perlakuan T2 dan berbeda nyata dengan semua perlakuan uji yang lain, kemudian disusul dengan perlakuan

  T4 pada peringkat kedua dan berdasarkan uji statistik berbeda nyata dengan lima perlakuan lainnya, sedang hasil terendah terdapat pada petak kontrol (Tabel 5). Bila hasil antara petak dengan pengendalian (T2 sampai T7) dan tanpa pengendalian (T1) dibandingkan akan diperoleh selisih hasil antara 13-59%, yang merupakan nilai estimasi kehilangan hasil kacang hijau akibat serangan ulat penggerek polong M.

  testulalis .

  Tingginya perolehan hasil biji kacang hijau pada perlakuan T2 disebabkan oleh pertumbuhan tanaman cukup baik, jumlah polong yang diamati pada 5 tanaman contoh paling banyak, dan serangan hama polong relatif rendah (6%) (Tabel 4). Rendahnya serangan hama polong secara langsung menyebabkan perolehan hasil biji lebih tinggi.

  Tabel 5. Rata-rata intensitas serangan penghisap polong, penggerek polong, jumlah polong dan hasil biji kering dari 5 tanaman contoh kacang hijau di lahan sawah Banjarnegara, MK. 2006.

  Perlakuan Ins penghisap plg / 5 tan (%)

  Brt biji krg (g/5 tan. contoh)

  3.1 3,7

  1. T1

  2. T2

  3. T3

  4. T4

  5. T5

  6. T6

  7. T7

  4.7

  4.3

  23.03

  ISSN 1410-0029 Jurnal Penelitian dan Informasi Pertanian “Agrin” Vol. 11 No. 2, Oktober 2007

  Tabel 6. Rata-rata hasil biji kering dan perkiraan hasil yang dapat diselamatkan.

  Banjarnegara, lahan sawah, MK. 2006.

  Hasil biji kering Hasil yang dapat

  Perlakuan (kg/4 m2) t/ha diselamatkan (%)*)

  1. T1 0,6175 c 1,544

  2. T2 1,508 a 3,770

  59

  3. T3 0,7963 c 1,991

  22

  4. T4 1,214 b 3,035

  49

  5. T5 0,7538 c 1,885

  18

  6. T6 0,7138 c 1,785

  13

  7. T7 0,875 c 2,188

  29 LSD 5% 281,2 - -

  • KK (%) 20,45

  

TnT

  1 x 100 %

  • ) Dihitung berdasarkan rumus :

  

T

  

1

4,0 3,5

  ) a 3,0

  /h T y = -1,3857Ln(x) + 6,1668 (

  2,5 2 u

  R = 0,7809 a ij

  2,0 .h c a

  1,5 k il s a 1,0 H

  0,5 0,0

  5

  10

  15

  20

  25

  30 Intensitas serangan polong (%)

  Gambar 1. Bentuk hubungan antara intensitas serangan hama polong M. Testulalis dengan hasil biji kering kacang hijau. Banjarnegara - lahan sawah, MK. 2006 Berdasarkan sidik ragam regresi 1.3857 Ln(X) + 6.1668; R2 = 0.7809; r = apabila intensitas serangan polong 0.8836 (Gambar 1). Kecuali faktor hama,

  (sebagai variabel x dalam bentuk Ln) dan insektisida secara tidak langsung juga hasil biji kering (sebagai variabel y) berpengaruh terhadap pertumbuhan dan dihubungkan, akan diperoleh suatu hasil tanaman. Hasil penelitian bentuk hubungan logaritmis yang membuktikan bahwa tanaman kedelai dilukiskan dengan persamaan : Y = - pada kondisi tanpa serangan hama yang

  ISSN 1410-0029 Jurnal Penelitian dan Informasi Pertanian “Agrin” Vol. 11 No. 2, Oktober 2007

  diaplikasi insektisida memberikan integrated pest management. In

  Advances in Cowpea Research

  pertumbuhan vegetatif dan generatif yang (B. cenderung lebih baik bila dibanding B. Singh, D. R. Mohan Raj, K. E. tanaman kedelai yang tidak mendapat Dashiell and L. E. N. Jackai eds). aplikasi insektisida (Indiati, 2006). International Institute of Tropical

  Agriculture, Ibadan and Japan International Research Center for

  KESIMPULAN Agricultural Sciences, Tsukuba, pp.

  271–284.

  1. Pertumbuhan kacang hijau baik di Rahayu, B. 1990. Pengaruh Insektisida lahan kering maupun di lahan sawah

  Piretroid Sintetis, Matador 25 EC relatif baik, serangan hama yang dan Ekstrak Etanol Daun perlu dipantau adalah penggerek

  Azadirachta indica

  A. Juss terhadap polong M. testulalis, karena di lahan

  Aeolosoma

  Perkembangbiakan sawah akibat serangannya dapat

  hembrichi

  Ehr. (Annelida). Abstrak menyebabkan kehilangan hasil antara

  Tesis S2 - Biologi. ITB. Bandung.

  13-59 %.

  CAB International, 2004. Crop 2.

   Penggunaan

  insektisida lamda Protection Compendium.

  CAB sihalotrin 2 ml/l seminggu sekali International. Wallingford, UK. sejak saat pembungaan paling efektif menekan serangan hama penggerek

  Downham, M. C. A., M. Tamò, D. R. polong.

  Hall, B. Datinon, D. Dahounto and 3.

   Penggunaan Bt komersial (Turicide

  J. Adetonah, 2002. Development of HP) 2 g/l, dan Azadiractin (ekstrak

  Sex Pheromone Traps for kasar dari biji mimba) 4 ml/l dapat Monitoring the Legume Pod Borer, dianjurkan karena efektivitasnya lebih

  Maruca vitrata

  (F.) (Lepidoptera: tinggi dan berbeda nyata dengan Pyralidae). Pp. 124–135. In: C. A. kontrol, lebih ramah terhadap Fatokun, S. A. Tarawali, B. B. lingkungan walaupun efektifitasnya Singh, P. M. Kormawa and M. lebih rendah dibandingkan lamda

  Challenges and

  Tamò (Eds): sihalotrin.

  Opportunities for Enhancing Sustainable Cowpea Production

  . International Institute of Tropical

  PUSTAKA Agriculture, Ibadan.

  Indiati. 2006. Pengaruh aplikasi beberapa Abate, T. and J. K. O. Ampofo. 1996. insektisida kimia dan bahan nabati

  Insect pests of beans in Africa: their ecology and management. Annu. terhadap pertumbuhan dan hasil

  Rev. Entomol. kedelai. Laporan Teknis Balitkabi 41: 45–73. tahun 2006 . Balitkabi, Malang.

  Bottenberg, H., M. Tamò, D. Arodokoun, L. E. N. Jackai, B. B.Singh and O.

  Jackai, L.E.N. (1995). Integrated pest Youm. 1997. Population dynamics management of borers of cowpea and migration of cowpea pests in and beans. Insect Sci. Applic. (16): northern Nigeria: implications for 237–250.

  ISSN 1410-0029 Jurnal Penelitian dan Informasi Pertanian “Agrin” Vol. 11 No. 2, Oktober 2007

  Liao C. T. and Lin C. S. 2000.

  Occurrence of the legume pod borer, Maruca testulalis Geyer (Lepidoptera: Pyralidae) on cowpea (Vigna anguiculata Walp) and its insecticides application Trial. Plant

  Prot. Bull

  . (42): 213-222 Shanower, T. G., J. Romeis and E. M. Minja. 1999. Insect pests of pigeonpea and their management.

  Annu. Rev.Entomol.

  (44): 77–96. Singh, S. R., L. E. N. Jackai, J. H. R. dos Santos and C. B. Adalla. 1990.

  Insect Pests of Cowpea. In: S.R. Singh (Ed): Insect Pests of Tropical

  Food Legumes

  . John Wiley & Sons, Chichester. Tanzubil, P.B. 2000. Field evaluation of neem (Azadirachta indica) extracts for control of insect pests of cowpea in Northern Ghana J. Trop.

  Forest Products

  6(2): 165-172 Untung 1991. Dasar-dasar Pengelolaan

  Hama Terpadu

  . Fakultas Pertanian Universitas Gadjah Mada.