Pengaruh Sodium Hipoklorit 0,5% terhadap Pertumbuhan Klebsiella pneumoniae dan Surface Detail Cetakan Alginat Pasien Pasca Hemimaksilektomi Chapter III V

34

BAB 3
METODE PENELITIAN

3.1 Jenis dan Desain Penelitian
Jenis penelitian adalah eksperimental laboratoris dengan desain penelitian
pre-post test only control group design. Eksperimental laboratoris yaitu kegiatan
percobaan yang bertujuan mengungkapkan suatu gejala atau pengaruh yang timbul
akibat adanya perlakuan tertentu. Desain penelitian pre-post test only control group
design, terdapat 1 kelompok sebelum diberi perlakuan, 1 kelompok sesudah diberi
perlakuan, yang dipilih berdasarkan kriteria inklusi dan ekslusi kemudian dilakukan
uji pada kelompok kelompok kontrol dan perlakuan (Budiharto, 2008; Setiawan,
2009).
3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian
3.2.1 Lokasi Penelitian
a. Pengambilan sampel dilakukan di Instalasi Ortodonsia Rumah Sakit Gigi
dan Mulut Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara.
b. Pengujian sampel dilakukan di Laboratorium Mikrobiologi Fakultas
Kedokteran Universitas Sumatera Utara dan Balai Besar Perbenihan dan Proteksi
Tanaman Perkebunan Medan.

3.2.2 Waktu Penelitian
Penelitian dilaksanakan pada bulan Februari 2016 sampai dengan April 2017.
3.3 Populasi dan Sampel Penelitian
3.3.1 Populasi Penelitian
Populasi penelitian ini adalah pasien yang datang ke Instalasi Prostodonsia
Rumah Sakit Gigi dan Mulut Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara.

Universitas Sumatera Utara

35

3.3.2 Sampel Penelitian
Pemilihan sampel menggunakan Purposive sampling berdasarkan kriteria
eksklusi dan inklusi terhadap cetakan alginat yang diperoleh dengan melakukan
pencetakan pasien yang datang ke Instalasi Prostodonsia Rumah Sakit Gigi dan Mulut
Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara.
Penentuan besar sampel minimal adalah berdasarkan rumus berikut: (Hanafia,
2003)
(t-1) (n-1) ≥ 15
Keterangan: t = banyaknya kelompok perlakuan

n = jumlah sampel
Dalam penelitian ini akan digunakan t=6 karena jumlah perlakuan sebanyak 6
perlakuan yaitu cetakan alginat direndam sodium hipoklorit 0,5% selama 1, 3, 5 menit
dengan pengujian pertumbuhan bakteri dan surface detail. Jumlah sampel (n) tiap
kelompok sampel dapat ditentukan sebagai berikut:
(t-1) (n-1) ≥ 15
(6-1) (n-1) ≥ 15
5 (n-1) ≥ 15
n≥

n=5

Jumlah sampel minimal untuk masing-masing kelompok pada penelitian ini
adalah 5 maka jumlah sampel untuk 6 kelompok adalah 30 sampel. Sampel dipilih
berdasarkan kriteria inklusi dan eksklusi dengan pembagian sebagai berikut:
Kriteria inklusi:
a.

Pasca hemimaksilektomi dengan pertumbuhan Klebsiella pneumoniae


b.

Terdapat defek pada rahang atas

c.

Kesehatan umum baik

d.

Bersedia menandatangani informed consent

Kriteria eksklusi:
a.

Terdapat tanda-tanda inflamasi pada rongga mulut

b.

Sedang mendapat pengobatan antibiotik


c.

Sedang menjalani terapi radiasi

Universitas Sumatera Utara

36

3.4 Variabel dan Defenisi Operasional
Variabel bebas
Perendaman cetakan alginat dengan
sodium hipoklorit 0,5%

Variabel terikat
1. Pertumbuhan Klebsiella
pneumoniae pada cetakan alginat
2. Surface detail cetakan alginat

Variabel terkendali

1. Merek alginat yang digunakan
2. Perbandingan bubuk alginat dengan air
3. Teknik pencampuran alginat
4. Suhu aquabidestilata
5. Konsentrasi sodium hipoklorit
6. Waktu perendaman sodium hipoklorit 0,5%
7. Suhu sodium hipoklorit 0,5%
8. Suhu inkubator
9. Lama pengkulturan bakteri 24 jam
10. Suhu water bath
11. Stereomikroskop
Tabel 3.1 Variabel bebas
Variabel bebas
Definisi operasional
Perendaman
Merendam
cetakan
cetakan alginat alginat hingga seluruh
dengan sodium bagian
permukaan

hipoklorit 0,5%
alginat terendam dalam
larutan
sodium
hipoklorit 0,5%
Tabel 3.2 Variabel terikat
Variabel terikat
Definisi operasional
Pertumbuhan
Bakteri Gram negatif,
Klebsiella
mukoid, bentuk batang,
pneumoniae
dan non motil yang
terdapat pada cetakan
alginat
Surface detail
Garis dan detail pada
permukaan
cetakan

alginat yang dapat
dinilai dengan skor 1-4

Skala ukur
-

Alat ukur
-

Satuan ukur
-

Skala ukur
Ratio

Alat ukur
Manual

Satuan ukur
Colony

Forming
Unit (CFU)

Ordinal

Stereomikroskop

-

Universitas Sumatera Utara

37

3.5 Metode Pengumpulan Data
Data penelitian diperoleh melalui beberapa metode dalam penelitian ini, yaitu:
a. Subjek yang sesuai dengan kriteria inklusi, diberikan informasi mengenai
penjelasan tujuan penelitian. Subjek yang setuju untuk menjadi subjek penelitian,
diminta menandatangani lembar persetujuan menjadi subjek penelitian.
b. Perhitungan jumlah koloni Klebsiella pneumoniae pada MacConkey agar
secara manual.

c. Pengujian

surface

detail

cetakan

alginat

dengan

menggunakan

stereomikroskop.
3.6 Alat dan Bahan Penelitian
3.6.1 Alat Penelitian
Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah
a. Sendok cetak rahang atas (Smic, China) (Gambar 3.1)


Gambar 3.1 Sendok cetak rahang atas (Smic, China)

b. Cotton swab steril (Citotest, Indonesia) (Gambar 3.2)

Gambar 3.2 Cotton swab steril (Citotest, Indonesia)

Universitas Sumatera Utara

38

c. Biosafety cabinet (Class II BSC merk ESCO) (Gambar 3.3)

Gambar 3.3 Biosafety cabinet (Class II BSC merk ESCO, USA)

d. Inkubator (Binder, USA) (Gambar 3.4)

Gambar 3.4 Inkubator (Binder, USA)

e. Stereomikroskop (Olympus SZX16, Japan) (Gambar 3.5)


Gambar 3.5 Stereomikroskop (Olympus SZX16, Japan)

f. Automatic alginate mixer (Blendex, USA) (Gambar 3.6)

Gambar 3.6. Automatic alginate mixer (Blendex, USA)

Universitas Sumatera Utara

39

g. Kaca mulut (SMIC, China)
h. Timbangan digital (Mettler Toledo Carat Scale, USA)
i. Gelas ukur (Pyrex, USA)
j. Wadah 600 ml (Lionstar, Indonesia)
k. Water bath (Clifton, Hongkong)
l. Stopwatch (Casio, Japan)
3.6.2 Bahan Penelitian
Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah
a. Aquabidestilata steril (Kimia Farma, Indonesia)
b. Larutan sodium hipoklorit 0,5%
c. Alginat (Alginoplast, Germany)
d. Blood Agar
e. MacConkey Agar
3.7 Prosedur Penelitian
Prosedur pada penelitian ini terdiri dari beberapa tahap yaitu sterilisasi alat,
persiapan pengambilan cetakan alginat, pengambilan cetakan alginat, pengkulturan
sampel, penghitungan jumlah koloni Klebsiella pneumoniae dan pengujian surface
detail cetakan alginat.
3.7.1 Sterilisasi Alat
Alat-alat yang disterilisasi adalah tabung reaksi, gelas ukur, kaca mulut, dan
sendok cetak. Semua alat tersebut dicuci dan dikeringkan terlebih dahulu. Kemudian,
dibungkus dengan aluminium foil dan disterilisasi dalam autoklaf pada suhu 121ºC
dengan tekanan 2 atm selama 15 menit.
3.7.2 Persiapan Pengambilan Cetakan Alginat
Cetakan alginat pada rahang atas diperoleh dengan melakukan pencetakan
pada pasien pasca hemimaksilektomi setelah melalui seleksi inklusi dan ekslusi,
subjek penelitian membaca dan mengisi informed consent sebelum diikutsertakan

Universitas Sumatera Utara

40

menjadi subjek penelitian kemudian dilakukan pengambilan cetakan alginat (Egusa,
2008).
3.7.3 Pengambilan Cetakan Alginat
a. Satu subjek penelitian dilakukan tiga kali pencetakan pada rahang atas
dengan interval waktu 1 minggu (Gambar 3.7).

Gambar 3.7 Rahang atas pasien pasca
hemimaksilektomi
(Dok)

b. Subjek penelitian duduk tegak dan dilatih untuk bernafas dari hidung.
c. Pemilihan dan penyesuaian sendok cetak rahang atas.
d. Bubuk alginat 23 g dan aquabidestilata 23ºC 50 ml (sesuai petunjuk pabrik)
dicampurkan dalam Automatic alginate mixer (Blendex, USA) selama 10 detik.
e. Selanjutnya keluarkan adonan dan aplikasikan pada sendok cetak rahang
atas (Gambar 3.8).

Gambar 3.8 Adonan Alginat (Dok)

Universitas Sumatera Utara

41

f. Masukkan sendok cetak rahang atas ke dalam rongga mulut subjek
penelitian.
g. Dengan menggunakan jari telunjuk dan jari manis tangan kanan operator
menekan sendok cetak ke atas, dimulai bagian posterior lalu anterior.
h. Waktu mengeras bahan cetak 60 detik (sesuai petunjuk pabrik).
i. Lepaskan sendok cetak dari rahang atas.
j. Keluarkan sendok cetak dari dalam rongga mulut (Gambar 3.8).

Gambar 3.9 Cetakan alginat pasien
pasca hemimaksilektomi
(Dok)

3.7.3.1 Pembilasan Cetakan Alginat dengan Aquabidestilata
a. Cetakan alginat dibilas dengan aquabidestilata selama 15 detik untuk
mensimulasi pembilasan yang dilakukan oleh dokter gigi dan digoyang-goyangkan
untuk menghilangkan air yang melekat.
b. Cotton swab steril diusapkan secara menggulung (untuk memastikan
pemerataan koloni di cotton swab) pada daerah defek cetakan alginat dengan luas 1
cm×1 cm, ditransfer perlahan dan hati-hati ke blood agar dan MacConkey agar,
diberi label, dan diinkubasi selama 24 jam dengan suhu 37ºC (Gambar 3.10).
c. Pembilasan juga dilakukan untuk perlakuan 3 dan 5 menit.

Universitas Sumatera Utara

42

a

b

Gambar 3.10 (a) Cotton swab diusapkan pada daerah defek cetakan; (b) Hasil swab
langsung dikultur pada MacConkey agar (Dok)

3.7.3.2 Perendaman Cetakan Alginat Dengan Sodium Hipoklorit 0,5%
a. Masukkan cetakan alginat ke dalam wadah yang sudah berisi sodium
hipoklorit 0,5 % selama 1 menit (Gambar 3.11).

Gambar 3.11 Cetakan direndam dalam
wadah yang sudah berisi
sodium hipoklorit 0,5%
(Dok)

b. Bilas dengan aquabidestilata selama 15 detik dan digoyang-goyangkan
untuk menghilangkan air yang melekat.
c. Cotton swab steril diusapkan pada sisi defek secara menggulung (untuk
memastikan pemerataan koloni Klebsiella pneumoniae di cotton swab) pada daerah
defek cetakan alginat dengan luas 1 cm×1 cm, ditransfer perlahan dan hati-hati ke

Universitas Sumatera Utara

43

blood agar dan MacConkey agar, diberi label, disimpan dalam cool box untuk
dibawa ke laboratorium dan diinkubasi selama 24 jam dengan suhu 37ºC.
d. Perendaman cetakan alginat dalam sodium hipoklorit juga dilakukan untuk
perlakuan 3 dan 5 menit
3.7.4 Identifikasi Pertumbuhan Koloni pada Blood Agar dan MacConkey
Agar
a. Semua cawan petri yang telah diinkubasi dalam inkubator pada suhu 37ºC
selama 24 jam dikeluarkan dari inkubator. Dilihat keadaan koloni yang tumbuh, dan
diambil dengan ose steril untuk selanjutnya dilakukan pewarnaan Gram untuk melihat
warna, bentuk, dan ciri-cirinya di bawah mikroskop.
b. Pewarnaan gram dilakukan dengan cara mengambil koloni bakteri
menggunakan ose, lalu dioleskan pada kaca preparat dan difiksir di atas api (lampu
spiritus). Kemudian kaca preparat ditetesi zat warna kristal violet dan dibiarkan
selama 3-5 menit lalu dibilas dengan air. Selanjutnya kaca preparat ditetesi lagi
dengan larutan lugol, biarkan selama 1 menit lalu bilas dengan air. Setelah dibilas
dengan air, tetesi alkohol 96% selama 10 detik hingga zat warna tidak terlihat di atas
kaca preparat dan bilas kembali dengan air. Kemudian kaca preparat ditetesi lagi
safranin, diamkan selama 1-2 menit lalu bilas dengan air hingga mengering. Preparat
yang telah kering diamati di bawah mikroskop cahaya untuk mengamati warna dan
bentuk bakteri. Bakteri Gram positif akan tampak berwarna ungu sedangkan bakteri
Gram negatif akan berwarna merah.
c. Reaksi biokimia diperlukan untuk mengidentifikasi koloni Klebsiella
pneumoniae.

Reaksi biokimia terdiri dari uji indol, uji

methyl red, uji

Voges Proskauer, uji Simmon’s citrate, uji urease, uji motilitas, uji TSI, dan
fermentasi gula-gula (glukosa, laktosa, maltosa, manitol, sukrosa).

Universitas Sumatera Utara

44

Tabel 3.3 Reaksi biokimia Klebsiella pneumoniae pada uji identifikasi primer (Kumar, 2013)
Reaksi

Uji

Uji TSI

Fermentasi

pneumoniae

Maltosa

Manitol

Sukrosa

-

Laktosa

+

Glukosa

Motilitas

+

H2S

Urease

+

Gas

Simmon’s citrate

-

Slant/butt

Voges Proskauer

-

asam

Methyl red

Klebsiella

Produksi Indol

biokimia

+

-

+

+

+

+

+

d. Identifikasi secara otomatis dilakukan dengan Vitek untuk mengidentifikasi
jenis bakteri Klebsiella pneumoniae dari koloni yang sudah murni. Sistem Vitek
merupakan sistem otomatis yang melakukan identifikasi bakteri dengan analisis
biokimia menggunakan kolorimetri.
3.7.5 Penghitungan Jumlah Koloni Klebsiella pneumoniae
a. Jumlah koloni Klebsiella pneumoniae pada MacConkey agar dihitung
secara manual dan diperoleh data dalam satuan Colony Forming Unit (CFU).
b. Jumlah koloni Klebsiella pneumoniae setiap sampel digunakan untuk
menentukan persentase selisih jumlah koloni Klebsiella pneumoniae.
c. Rumus persentase penurunan jumlah koloni Klebsiella pneumoniae
umla koloni setela perlakuan
umla koloni se elum perlakuan)
1
umla koloni se elum perlakuan)

3.7.6 Pengujian Surface Detail Cetakan Alginat
3.7.6.1 Pembuatan Cetakan Alginat
a. Untuk

menyamakan

keadaan

klinis,

pembuatan

cetakan

dengan

menggunakan Stainless steel test die, impression mould berdasarkan ANSI/ADA
Specification No. 18 yang telah dibersihkan dan dikeringkan.

Universitas Sumatera Utara

45

a

50µm

20µm

75µm

b

Gambar 3.12 (a) Stainless steel test die dan impression mould berdasarkan ANSI/ADA
Specification No. 18 (Culhaoglu, 2014); (b) Pandangan secara cross sectional
garis-garis horizontal pada Stainless steel test die (Suprono, 2012)

b. Bubuk alginat 23 gram dan aquabidestilata 23ºC 50 ml (sesuai petunjuk
pabrik) dicampurkan dalam alginate mixing machine selama 10 detik.
c. Selanjutnya adonan dikeluarkan dan diaplikasikan pada impression mould
yang sudah dipasang pada Stainless steel test die.
d. Glass plate dan beban 1 kilogram diletakkan di atas impression mould
sebagai simulasi tekanan jari operator.
e. Stainless steel test die, impression mould, glass plate dan beban 1 kg
diletakkan dalam water bath 35±1°C sebagai simulasi temperatur rongga mulut
selama 90 detik (Gambar 3.13.a).
f. Stainless steel test die, impression mould, glass plate dan beban 1 kg
dikeluarkan dari water bath, impression mould dilepaskan dari die.
g. Permukaan cetakan alginat diamati secara manual apakah telah
mereproduksi garis 20, 50, 75 µm dengan panjang 25 mm, bila belum maka
dilakukan pengulangan (Gambar 3.13.b).

Universitas Sumatera Utara

46

b

a

Gambar 3.13 (a) Cetakan berada dalam water bath; (b) Permukaan cetakan alginat
diamati secara manual apakah telah mereproduksi garis 20, 50, 75
µm dengan panjang 25 mm (Dok)

3.7.6.2 Pembilasan Cetakan Alginat dengan Aquabidestilata
a. Cetakan alginat dibilas dengan aquabidestilata selama 15 detik untuk
mensimulasi pembilasan yang dilakukan oleh dokter gigi dan digoyang-goyangkan
untuk menghilangkan air yang melekat.
b. Pengamatan dilakukan secara visual dan dengan mempergunakan
stereomikroskop (Gambar 3.14) dan diberi skor 1-4 dengan memodifikasi scoring
menurut Culhaoglu (2014)
Skor 1: garis dan detail tidak tampak sama sekali
Skor 2: garis terputus, detail buruk
Skor 3: garis tidak terputus, detail kurang jelas
Skor 4: garis tidak terputus, detail jelas

Universitas Sumatera Utara

47

Gambar 3.14 Cetakan alginat diuji dengan
stereomikroskop dan diberi skor
1-4 (Dok)

3.7.6.3 Perendaman Cetakan Alginat dengan Sodium Hipoklorit 0,5%
a. Masukkan cetakan alginat ke dalam wadah yang sudah berisi sodium
hipoklorit 0,5 % selama 1 menit (Gambar 3.15).

Gambar 3.15 Cetakan alginat direndam
dalam sodium hipoklorit
0,5% (Dok)

b. Bilas dengan aquabidestilata selama 15 detik dan digoyang-goyangkan
untuk menghilangkan air yang melekat.
c. Cetakan diuji dengan stereomikroskop dan diberi skor 1-4.
d. Pengujian juga dilakukan untuk cetakan alginat yang direndam sodium
hipoklorit 0,5% selama 3 dan 5 menit.

Universitas Sumatera Utara

48

3.8 Analisis Data
Pada penelitian ini analisis data menggunakan SPSS 24.
a. Analisis Univarian untuk mengetahui nilai rata-rata dan standar deviasi
masing-masing kelompok.
b. Data yang diperoleh dilakukan uji Kruskal-Wallis dengan tingkat
kemaknaan (=0,05) untuk melihat pengaruh perendaman cetakan alginat dengan
sodium hipoklorit 0,5% selama 1, 3, 5 menit terhadap jumlah Klebsiella pneumoniae
dan surface detail cetakan alginat.

Universitas Sumatera Utara

49

BAB 4
HASIL PENELITIAN

4.1 Bakteri Klebsiella pneumoniae Sebagai Bakteri Dominan Pada Pasien
Pasca Hemimaksilektomi di Rumah Sakit Gigi dan Mulut Fakultas Kedokteran
Gigi Universitas Sumatera Utara
Penelitian ini menggunakan sampel cetakan alginat yang berasal dari pasien
pasca hemimaksilektomi yang memenuhi kriteria inklusi dan ekslusi sebanyak 6
orang. Usapan dilakukan pada daerah defek cetakan alginat. Hasil usapan dikultur
pada blood agar, MacConkey agar dan diinkubasi dalam suasana aerob pada suhu
37ºC selama 24 jam. Hasil kultur menunjukkan pertumbuhan koloni yang beragam
warna, ukuran dan bentuk, yang mengindikasi
mikroorganisme

yang

terdapat

pada

permukaan

terdapat
alginat

perbedaan jenis
pasien

pasca

hemimaksilektomi. Tidak ditemukan pertumbuhan koloni pada blood agar dan
MacConkey dari kontrol negatif pada typodont steril, yang mengindikasikan prosedur
sterilisasi yang adekuat.
Koloni Staphylococcus aureus tumbuh dengan morfologi koloni bulat,
cembung, dan dikelilingi zona bening  hemolysis pada blood agar. Hasil pewarnaan
Gram di bawah mikroskop menunjukkan bahwa morfologi sel berwarna ungu,
berbentuk kokus dan susunan seperti buah anggur (berkelompok). Koloni
Staphylococcus aureus dikultur pada Mannitol Salt Agar (MSA) dalam cawan petri
dan diinkubasi dalam suasana aerob pada suhu 37ºC selama 24 jam. Hasil kultur
menunjukkan terdapat koloni Staphylococcus aureus berwarna kuning dengan yellow
zone. Identifikasi Staphylococcus aureus menggunakan latex slide agglutination yang
menunjukkan hasil positif ditandai dengan aglutinasi atau penggumpalan dari
kombinasi Latex Reagent dengan koloni bakteri yang diamati selama 20 detik.
Koloni Pseudomonas aeruginosa tumbuh sebagai koloni tidak berwarna, tidak
fermentasi laktosa pada MacConkey agar. Hasil pewarnaan gram di bawah
mikroskop menunjukkan bahwa morfologi sel Pseudomonas aeruginosa terlihat
berwarna merah dan berbentuk batang lurus secara mikroskopik. Koloni

Universitas Sumatera Utara

50

Pseudomonas aeruginosa dikultur pada media Eosin Methylene Blue (EMB) dalam
cawan petri dan diinkubasi dalam suasana aerob pada suhu 37ºC selama 24 jam. Hasil
kultur menunjukkan terdapat koloni Pseudomonas aeruginosa yang tumbuh sebagai
koloni yang berwarna pink pada media Eosin Methylene Blue (EMB). Hasil
identifikasi dengan mesin Vitek menunjukkan bahwa terdapat koloni Pseudomonas
aeruginosa.
Koloni Escherichia coli tumbuh sebagai koloni bulat, sedang-besar, bright
pink halo, dan pertumbuhan koloni berwarna merah pink. Hasil pewarnaan gram di
bawah mikroskop menunjukkan bahwa morfologi sel Escherichia coli terlihat
berwarna merah, berbentuk batang lurus berpasangan atau tunggal. Kultur koloni
Escherichia coli pada media Eosin Methylene Blue (EMB) dalam cawan petri dan
diinkubasi dalam suasana aerob pada suhu 37ºC selama 24 jam. Hasil kultur
menunjukkan terdapat koloni Escherichia coli tumbuh sebagai koloni yang besar
dengan metallic green sheen pada media Eosin Methylene Blue (EMB).
Koloni Klebsiella pneumoniae tumbuh sebagai koloni yang mukoid,
cembung, berwarna merah muda-merah bata dan koloni memfermentasikan laktosa
pada MacConkey agar. Hasil pewarnaan gram di bawah mikroskop menunjukkan
bahwa morfologi sel Klebsiella pneumoniae terlihat berwarna merah, berbentuk
batang lurus berpasangan atau tunggal, pendek, dan memiliki kapsul secara
mikroskopik (Gambar 4.1 a). Kultur koloni Klebsiella pneumoniae pada media Eosin
Methylene Blue (EMB). Koloni Klebsiella pneumoniae akan tumbuh sebagai koloni
yang besar, mukoid, koloni berwarna pink keunguan tanpa metallic green sheen pada
media Eosin Methylene Blue (EMB) (Gambar 4.1 b).

a
Gambar 4.1

b

(a) Hasil pewarnaan Gram Klebsiella pneumoniae; (b) Koloni Klebsiella
pneumoniae pada media Eosin Methylene Blue (EMB) (Dok).

Universitas Sumatera Utara

51

Hasil reaksi biokomia sel tersebut memfermentasi glukosa, laktosa, maltosa,
manitol, sukrosa. Pada uji indol tidak terbentuk cincin merah. Pada uji methyl red
media tidak berubah warna menjadi merah. Pada uji Voges Proskauer media berubah
menjadi warna merah. Pada uji citrate media berubah menjadi warna biru. Pada uji
urease media berubah menjadi warna merah. Pada uji motilitas terlihat pertumbuhan
bakteri hanya terbatas pada tempat tusukan, uji Triple Sugar Iron (TSI) terlihat warna
kuning pada dasar tabung dan bagian yang miring terdapat gelembung gas (Gambar
4.2). Identifikasi dengan Vitek menunjukkan bahwa terdapat koloni tersebut adalah
Klebsiella pneumoniae. Klebsiella pneumoniae yang didapat merupakan bakteri
patogen biasa yang belum banyak resisten terhadap antibiotik.

G

L

M

M

S

I

MR VP

C

U Motilitas TSI

Gambar 4.2 Hasil reaksi biokimia Klebsiella pneumoniae (G: Glukosa, L: Laktosa, M:
Maltosa, M: Manitol, S: Sukrosa, I: Indol, MR: Methyl Red, VP: Voges
Proskauer, C: Citrate, U: Urease, Motilitas, TSI: Triple Sugar Iron) (Dok).

Sampel cetakan alginat yang didapat dari 6 pasien pasca hemimaksilektomi
yang tidak didisinfeksi ditemukan koloni Staphylococcus aureus pada 5 pasien
(83,33%), Escherichia coli pada 1 pasien (16,67%), Pseudomonas aeruginosa 1
pasien (16,67%) dan Klebsiella pneumoniae pada 5 pasien (83,3%) yang tumbuh
pada blood agar dan MacConkey agar (Tabel 4.1).

Universitas Sumatera Utara

52

Tabel 4.1 Pertumbuhan koloni bakteri di blood agar dan MacConkey agar dari hasil usapan
pada daerah defek cetakan alginat pasien pasca hemimaksilektomi
Nama
Jenis lesi
Pertumbuhan koloni bakteri
Sampel 1

Fibrous dysplasia

1. Klebsiella pneumoniae
2. Escherichia coli
3. Staphylococcus aureus

Sampel 2

Squamous cell carcinoma

1. Klebsiella pneumoniae
2. Staphylococcus aureus

Sampel 3

Squamous cell carcinoma

1. Klebsiella pneumoniae

Sampel 4

Melanoma

1. Klebsiella pneumoniae
2. Staphylococcus aureus

Sampel 5

Fibrous dysplasia

1. Klebsiella pneumoniae
2. Staphylococcus aureus

Sampel 6

Squamous cell carcinoma

1. Pseudomonas aeruginosa
2. Staphylococcus aureus

Penelitian ini menggunakan sampel hasil usapan daerah defek pada cetakan
alginat yang berasal dari 6 orang pasien pasca hemimaksilektomi. Pasien pasca
hemimaksiletomi yang datang ke Rumah Sakit Gigi dan Mulut Fakultas Kedokteran
Gigi Universitas Sumatera Utara yang dijadikan sampel sesuai dengan kriteria inklusi
dan ekslusi. Squamous cell carcinoma merupakan jenis lesi yang banyak menjadi
indikasi dilakukan hemimaksilektomi.
Pertumbuhan koloni bakteri pada blood agar dan MacConkey agar dari hasil
usapan pada daerah defek enam cetakan alginat pasien pasca hemimaksilektomi yang
tidak didisinfeksi paling banyak diisolasi adalah koloni Klebsiella pneumoniae
sebanyak 5 (lima) sampel (83,3%). Koloni lain yang dapat diisolasi adalah
Staphylococcus aureus sebanyak 5 sampel (83,33%), Escherichia coli sebanyak 1
sampel (16,67%) dan Pseudomonas aeruginosa sebanyak 1 sampel (16,67%) yang
tumbuh pada blood agar dan MacConkey agar (Tabel 4.2).

Universitas Sumatera Utara

53

Tabel 4.2 Pertumbuhan koloni bakteri pada blood agar dan MacConkey agar dari hasil
usapan pada daerah defek 6 (enam) cetakan alginat pasien pasca
hemimaksilektomi tanpa disinfeksi
Koloni
n
Persentase
Klebsiella pneumoniae
5
83,33
Staphylococcus aureus
5
83,33
Escherichia coli
1
16,67
Pseudomonas aeruginosa
1
16,67

4.2 Pengaruh

perendaman

cetakan

alginat

pasien

pasca

hemimaksilektomi dengan larutan sodium hipoklorit 0,5% selama 1, 3, dan 5
menit terhadap pertumbuhan bakteri Klebsiella pneumoniae
Penelitian ini menggunakan sampel cetakan alginat yang berasal dari lima
pasien pasca hemimaksilektomi yang terdapat bakteri Klebsiella pneumoniae
sebanyak. Pencetakan setiap pasien dilakukan tiga kali dengan rentang waktu satu
minggu sehingga jumlah sampel yang didapat sebanyak 15 sampel dengan perincian
5 sampel yang akan didisinfeksi dengan sodium hipoklorit 0,5% selama 1 menit, 5
sampel yang akan didisinfeksi dengan sodium hipoklorit 0,5% selama 3 menit dan 5
sampel yang akan didisinfeksi dengan sodium hipoklorit 0,5% selama 5 menit.
Cetakan alginat pasien pasca hemimaksilektomi dilakukan usapan pada daerah defek
cetakan alginat sebelum dan sesudah disinfeksi dengan larutan sodium hipoklorit
0,5% selama 1 menit. Hasil usapan dikultur pada MacConkey agar pada cawan petri
dan diinkubasi dalam inkubator selama 24 jam. Setelah 24 jam dilakukan
penghitungan jumlah Klebsiella pneumoniae pada cawan petri MacConkey agar
dengan satuan Colony Forming Unit (CFU) (Gambar 4.3).

a

b

Gambar 4.3 Koloni Klebsiella pneumoniae pada MacConkey agar (a) sebelum didisinfeksi
sodium hipoklorit 0,5%; (b) sesudah disinfeksi sodium hipoklorit 0,5% selama 1
menit (Dok).

Universitas Sumatera Utara

54

Pencetakan kedua dilakukan 1 minggu kemudian, dilakukan usapan pada
daerah defek cetakan alginat pasien pasca hemimaksilektomi sebelum dan sesudah
disinfeksi dengan larutan sodium hipoklorit 0,5% selama 3 menit. Hasil usapan
dikultur pada MacConkey agar pada cawan petri dan diinkubasi dalam inkubator
selama 24 jam. Setelah 24 jam dilakukan penghitungan jumlah Klebsiella
pneumoniae dengan satuan Colony Forming Unit (CFU) (Gambar 4.4).

b

a

Gambar 4.4 Koloni Klebsiella pneumoniae pada MacConkey agar (a) sebelum didisinfeksi
sodium hipoklorit 0,5%; (b) sesudah didisinfeksi sodium hipoklorit 0,5% selama
3 menit (Dok).

Pencetakan ketiga dilakukan satu minggu kemudian, dilakukan usapan pada
daerah defek cetakan alginat pasien pasca hemimaksilektomi sebelum dan sesudah
disinfeksi dengan larutan sodium hipoklorit 0,5% selama 5 menit. Hasil usapan
dikultur pada MacConkey agar dan diinkubasi dalam inkubator selama 24 jam.
Setelah 24 jam dilakukan penghitungan jumlah Klebsiella pneumoniae satuan Colony
Forming Unit (CFU) (Gambar 4.5).

\\

a

b

Gambar 4.5 Koloni Klebsiella pneumoniae pada MacConkey agar (a) sebelum didisinfeksi
sodium hipoklorit 0,5%; (b) sesudah didisinfeksi selama 5 menit (Dok).

Universitas Sumatera Utara

55

Jumlah koloni Klebsiella pneumoniae yang dihitung setelah cetakan
didisinfeksi sodium hipoklorit 0,5% 1, 3, 5 menit dibandingkan dengan jumlah koloni
pada cetakan sebelum didisinfeksi (hanya dibilas dengan air). Hasil penurunan jumlah
koloni Klebsiella pneumoniae berupa persentase. Penurunan jumlah koloni Klebsiella
pneumoniae pada kelompok sampel disinfeksi 1 menit dengan nilai rerata 34,01%
dan standar deviasi 21,46%. Penurunan jumlah koloni Klebsiella pneumoniae pada
kelompok disinfeksi 3 menit dengan nilai rerata 86,11% dan standar deviasi 3,25%.
Penurunan jumlah koloni Klebsiella pneumoniae pada kelompok disinfeksi 5 menit
dengan rerata 100% dan standar deviasi 0 (Tabel 4.3).
Tabel 4.3 Jumlah koloni Klebsiella pneumoniae sebelum dan sesudah perendaman cetakan
alginat pasien pasca hemimaksilektomi dengan larutan sodium hipoklorit 0,5%
selama 1, 3, 5 menit
Perlakuan
Sampel Sebelum Sesudah
Persentase penurunan
± SD
(CFU)
(CFU)
jumlah Klebsiella
pneumoniae (%)
1
184
78
57,60
34,01 ± 21,46
 Disinfeksi
2
>300
244
18,66
sodium
3
>300
264
12,00
hipoklorit
4
16
7
56,25
0,5%
5
180
134
25,56
1 menit
1
42
6
85,71
86,11 ± 3,25
 Disinfeksi
2
>300
52
82,67
sodium
3
>300
50
83,33
hipoklorit
4
260
29
88,84
0,5%
5
10
1
90,00
3 menit
1
34
0
100
100 ± 0
 Disinfeksi
2
250
0
100
sodium
3
>300
0
100
hipoklorit
4
290
0
100
0,5%
5
58
0
100
5 menit

Hasil uji Kruskal-Wallis menunjukkan terdapat pengaruh perendaman cetakan
alginat pasien pasca hemimaksilektomi dengan sodium hipoklorit 0,5% selama 1, 3, 5
menit terhadap penurunan jumlah Klebsiella pneumoniae pada cetakan p=0,009
(p0,05) (Tabel 4.6).
Tabel 4.5 Reproduksi surface detail garis 20, 50, 75 µm cetakan alginat yang direndam
larutan sodium hipoklorit 0,5% selama 1, 3, 5 menit dengan stereomikroskop
pembesaran 7x.
Perlakuan
 Disinfeksi
sodium
hipoklorit
0,5% 1
menit
 Disinfeksi
sodium
hipoklorit
0,5% 3
menit
 Disinfeksi
sodium
hipoklorit
0,5% 5
menit

Sampel

1
2
3
4
5
1
2
3
4
5
1
2
3
4
5

Skor untuk surface detail cetakan alginat
Garis 20 µm
Garis 50 µm
Garis 75 µm
Sebelum
Sesudah
Sebelum
Sesudah
Sebelum
Sesudah
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4

Keterangan: Skor 1: garis dan detail tidak tampak sama sekali, Skor 2: garis putus-putus, detail buruk,
Skor 3: garis tidak putus, detail kurang jelas, Skor 4: garis tidak putus, detail jelas

Universitas Sumatera Utara

59

Tabel 4.6 Pengaruh perendaman cetakan alginat dengan larutan sodium hipoklorit 0,5%
selama 1, 3, 5 menit terhadap surface detail cetakan alginat
Perlakuan
n
Median untuk surface detail cetakan alginat
p
Garis 20 µm
Garis 50 µm
Garis 75 µm
Sebelum Sesudah Sebelum Sesudah Sebelum Sesudah
4
4
4
4
4
4
1
 Disinfeksi 5
sodium
hipoklorit
0,5% 1
menit
4
4
4
4
4
4
 Disinfeksi 5
sodium
hipoklorit
0,5% 3
menit
4
4
4
4
4
4
 Disinfeksi 5
sodium
hipoklorit
0,5% 5
menit
Keterangan: Signifikan (p < 0,05)

Universitas Sumatera Utara

60

BAB 5
PEMBAHASAN

5.1 Bakteri Klebsiella pneumoniae sebagai Bakteri Dominan pada Pasien
Pasca Hemimaksilektomi di Rumah Sakit Gigi dan Mulut Fakultas Kedokteran
Gigi Universitas Sumatera Utara
Bahan cetak alginat mudah terkontaminasi bakteri karena komposisi, struktur,
dan mekanisme hidrofilik setting, sehingga mudah terjadi perlekatan mikroorganisme
ke permukaan cetakan (Anusavice, 2013). Pada pasien pasca hemimaksilektomi
terjadi hubungan antara rongga hidung ke antrum dan nasofaring menjadi terbuka.
Pasien pasca hemimaksilektomi terdapat kerusakan mukosa rongga mulut sehingga
saliva dapat bercampur dengan darah. Selama pembuatan cetakan, saliva dan darah
masuk ke bahan cetak saat bahan cetak setting. Bahan cetak alginat yang berkontak
dengan saliva dan darah berpotensi terkontaminasi berbagai macam mikroorganisme
dari rongga mulut (Alwahab, 2012). Cetakan dan model yang diperoleh dengan
mencetak rahang atas pasien terkontaminasi sejumlah mikroorganisme, termasuk
Candida, MRSA, dan Pseudomonas aeruginosa, yang diketahui merupakan patogen
oportunistik yang berperan pada infeksi nosokomial dan/atau membahayakan nyawa
pasien dengan imunitas yang rendah (Egusa, 2008). Pada penelitian ini, cetakan
pasien hemimaksilektomi terkontaminasi dengan sejumlah mikroorganisme yaitu
Staphylococcus aureus, Escherichia coli, Pseudomonas aeruginosa, dan Klebsiella
pneumoniae. Hasil ini menunjukkan bahwa cetakan yang didapat dari pasien mampu
mempertahankan mikroorganisme patogen. Organisme yang terdeteksi pada dasarnya
patogen oportunistik, yang bersifat sementara yang ditemukan di rongga mulut.
Staphylococcus aureus adalah bakteri yang habitatnya di kulit manusia, secara
khusus dapat ditemukan di nares anterior atau pada rongga hidung manusia
(Samaranayake, 2012). Staphylococcus aureus merupakan bakteri yang banyak
terdapat pada saliva, plak, dan rongga hidung. Staphylococcus aureus yang
ditemukan di rongga mulut mampu bertahan sebagai flora mulut, yang terus menerus
didistribusikan dari rongga hidung. Genotip isolat Staphylococcus aureus yang

Universitas Sumatera Utara

61

ditemukan pada rongga mulut dan hidung menunjukkan klon identik atau kerabat
dekat (Ohara-Nemoto, 2008).
Staphylococcus aureus tersebar melalui udara dan debu, dan selalu ada di
lingkungan rumah sakit. Jalur transmisi biasanya melalui tangan dan ujung jari
dengan tingkat pembawa paling tinggi pada pasien dan staf rumah sakit.
Staphylococcus aureus merupakan patogen umum menyebabkan angular cheilitis
(bersama dengan jamur Candida) pada sudut mulut dan infeksi sistemik yang
fatal/berat. Staphylococcus aureus memproduksi sejumlah toksin dan enzim sebagai
virulence factor. Resistensi antibiotik terhadap Staphylococcus merupakan masalah di
seluruh

dunia

yang

telah

menyebabkan

munculnya

Methicillin-resistant

Staphylococcus aureus (MRSA), Vancomycin-resistant Staphylococcus aureus
(VRSA), dan antibiotic-‘tolerant’ isolates (Samaranayake, 2012). Staphylococcus
aureus mempunyai membran sel yang tersusun dari lapisan peptidoglikan yang tebal,
sebuah mikrokapsul (lapisan mukus yang tipis pada membran sel), dan ketahanan
tinggi terhadap faktor lingkungan (tahan terhadap suhu tinggi sampai 70°C,
disinfektan, dan larutan antiseptik) sehingga dapat bertahan selama 3 hari pada model
gips (Zilinskas, 2014).
Escherichia coli adalah bagian dari mikroflora normal pada usus besar
(Samaranayake, 2012). Namun, akibat kebersihan yang buruk Escherichia coli dapat
memasuki rongga mulut dan dapat menyebabkan proses inflamasi supuratif.
Escherichia coli merupakan bakteri yang tidak mempunyai kapsul menyebabkannya
lebih rentan terhadap kondisi lingkungan yang tidak menguntungkan sehingga hanya
dapat bertahan selama 2 hari pada model gips (Zilinskas, 2014).
Pseudomonas aeruginosa merupakan kontaminan nosokomial dan epidemi
dapat ditemukan pada instrumen di lingkungan rumah sakit. Pseudomonas
aeruginosa merupakan bakteri yang dapat tumbuh pada suhu ruangan. Pseudomonas
aeruginosa resisten terhadap banyak antimikroba, sensitif terhadap aminoglycosides
dan -lactams (misalnya acylureidopenicillins), cephalosporins, dan polymixin.
Pencegahan dapat dilakukan dengan asepsis yang baik di rumah sakit dan terapi

Universitas Sumatera Utara

62

antibiotik yang rasional (untuk mencegah bahaya dari isolat-isolat resisten)
(Samaranayake, 2012).
Pada penelitian ini bakteri Klebsiella pneumoniae merupakan bakteri yang
paling banyak ditemukan pada pasien pasca hemimaksilektomi di Rumah Sakit Gigi
dan Mulut Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara. Klebsiella
pneumoniae merupakan bakteri yang diisolasi dari orofaring pada 5% orang sehat dan
isolasi yang lebih tinggi pada orang yang dirawat di rumah sakit. Klebsiella
pneumoniae dapat menyebabkan infeksi pada beberapa bagian tubuh manusia, seperti
paru-paru, kandung kemih, hati, otak, dan aliran darah. Klebsiella pneumoniae
menyebabkan infeksi yang luas, termasuk pneumonia, infeksi saluran kemih, abses
hati, meningitis, dan bakteremia. Bila Klebsiella pneumoniae masuk ke saluran
pernapasan bagian bawah dapat menyebabkan pneumonia. Klebsiella pneumoniae
dapat menyebabkan penyakit berat pada pasien dengan daya tahan tubuh yang lemah,
khususnya yang dirawat di rumah sakit (infeksi nosokomial) (Paczosa, 2016).
Klebsiella pneumoniae mempunyai lapisan mukus yang tebal berasal dari
polisakarida membentuk kapsul yang menjamin untuk bertahan hidup 5 hari pada
model gips (Zilinskas, 2014).
Penggunaan antibiotik spektrum luas yang sering pada pasien yang dirawat di
rumah sakit telah menyebabkan peningkatan pengangkutan Klebsiella pneumoniae
dan, selanjutnya, pengembangan strain multidrug resistant yang menghasilkan betalaktamase spektrum luas (extended-spectrum beta-lactamase/ ESBL). Infeksi dari
Klebsiella pneumoniae menyebabkan bakteremia dan peningkatan mortalitas yang
signifikan. Selain penggunaan antibiotik sebelumnya, faktor risiko infeksi meliputi
adanya kateter, feeding tube, atau kateter vena sentral; status kesehatan yang buruk;
dan perawatan di unit perawatan intensif (intensive care unit) (Samaranayake, 2012).
Keberadaan patogen yang bertahan pada cetakan ini membuat risiko
penularan ke dokter gigi, asisten, perawat, dan tekniker gigi. Kemungkinan adanya
kolonisasi lebih lanjut dapat terjadi dan dapat menyebabkan infeksi serius (Egusa,
2008). Oleh karena itu penting agar semua cetakan didisinfeksi sebelum dicor untuk
menghasilkan model. Berdasarkan data di atas, cetakan yang didapat dari pasien

Universitas Sumatera Utara

63

pasca hemimaksilektomi dengan pencetakan rahang atas terdapat Klebsiella
pneumoniae dan perlu didisinfeksi secara tepat untuk mencegah infeksi silang dari
pasien ke dokter gigi, asisten, perawat, dan tekniker gigi. Membilas cetakan dengan
air akan membantu untuk menyingkirkan saliva, darah, dan debris tetapi tidak efektif
menyingkirkan bakteri patogen dan sejumlah bakteri akan tetap bertahan pada
permukaan cetakan. Oleh karena itu tidak adekuat hanya membilas cetakan tanpa
penggunaan disinfektan (Egusa, 2008). Penelitian Haralur (2012) yang hanya
melakukan pembilasan cetakan alginat menunjukkan penurunan rerata jumlah bakteri
aerob menjadi 74,82 CFU bila dibandingkan dengan tanpa dibilas dengan air terdapat
rerata jumlah bakteri aerob 105,64 CFU, pembilasan dengan air merupakan tindakan
yang masih dilakukan oleh kebanyakan klinisi. Centers for Disease Control and
Prevention (CDC) (2003) dan British Dental Association (BDA) (2009)
mempublikasikan bahwa cetakan harus dibersihkan dan disinfeksi.
5.2

Pengaruh

Perendaman

Cetakan

Alginat

Pasien

Pasca

Hemimaksilektomi dengan Larutan Sodium Hipoklorit 0,5% Selama 1, 3, dan 5
Menit terhadap Pertumbuhan Jumlah Klebsiella pneumoniae pada Cetakan
Alginat
Pada tabel 4.3 persentase penurunan jumlah koloni Klebsiella pneumoniae
pada kelompok sampel disinfeksi 1 menit dengan nilai rerata 34,01%. Penurunan
jumlah koloni Klebsiella pneumoniae pada kelompok sampel disinfeksi 3 menit
dengan nilai rerata 86,11%. Cetakan alginat pasien pasca hemimaksilektomi yang
didisinfeksi dengan sodium hipoklorit 0,5% selama 1 dan 3 menit menunjukkan
penurunan jumlah Klebsiella pneumoniae tetapi belum cukup untuk membunuh
bakteri Klebsiella pneumoniae sehingga masih terdapat Klebsiella pneumoniae pada
cetakan alginat. Penurunan jumlah koloni Klebsiella pneumoniae pada kelompok
disinfeksi 5 menit dengan nilai rerata 100%. Sodium hipoklorit 0,525% mempunyai
efek antimikroba yang kuat dan cepat, harga relatif murah, dan mudah didapat.
Perendaman lebih aman daripada penyemprotan karena semua bagian terpapar larutan
disinfektan (Kotsiomiti, 2008). Waktu perendaman 5 menit mampu membunuh

Universitas Sumatera Utara

64

semua bakteri yang terdapat pada cetakan alginat sehingga tidak terdapat lagi
Klebsiella pneumoniae pada cetakan alginat. Mekanisme kerja sodium hipoklorit
terhadap mikroorganisme adalah berdasarkan kemampuan penetrasi ke dalam sel
mikroorganisme melalui dinding sel dan membran plasma dengan menghambat
aktivitas enzim yang penting untuk pertumbuhan mikroorganisme dan merusak
membran plasma dan DNA mikroorganisme (Fukuzaki, 2006). Lama waktu
perendaman merupakan salah satu faktor yang memengaruhi efektivitas bakteri
Klebsiella pneumoniae. Bahan cetak alginat harus ditangani dengan hati-hati untuk
mencegah distorsi selama prosedur disinfeksi. Cetakan alginat dengan waktu kontak
paling singkat akan menyebabkan distorsi lebih sedikit selama proses disinfeksi
(Haralur, 2012).
Pada tabel 4.4 uji Kruskal-Wallis terdapat pengaruh perendaman cetakan
alginat pasien pasca hemimaksilektomi dengan sodium hipoklorit 0,5% selama 1,3,5
menit terhadap jumlah Klebsiella pneumoniae p=0,009 (p

Dokumen yang terkait

Pengaruh Perendaman Cetakan Alginat Pasien Pasca Hemimaksilektomi Dengan Sodium Hipoklorit 0,5% Terhadap Jumlah Klebsiella pneumoniae dan Perubahan Dimensi Model

0 1 28

Pengaruh Perendaman Cetakan Alginat Pasien Pasca Hemimaksilektomi Dengan Sodium Hipoklorit 0,5% Terhadap Jumlah Klebsiella pneumoniae dan Perubahan Dimensi Model

0 0 2

Pengaruh Perendaman Cetakan Alginat Pasien Pasca Hemimaksilektomi Dengan Sodium Hipoklorit 0,5% Terhadap Jumlah Klebsiella pneumoniae dan Perubahan Dimensi Model

0 1 9

Pengaruh Perendaman Cetakan Alginat Pasien Pasca Hemimaksilektomi Dengan Sodium Hipoklorit 0,5% Terhadap Jumlah Klebsiella pneumoniae dan Perubahan Dimensi Model Chapter III V

0 0 43

Pengaruh Perendaman Cetakan Alginat Pasien Pasca Hemimaksilektomi Dengan Sodium Hipoklorit 0,5% Terhadap Jumlah Klebsiella pneumoniae dan Perubahan Dimensi Model

0 0 2

Pengaruh Sodium Hipoklorit 0,5% terhadap Pertumbuhan Klebsiella pneumoniae dan Surface Detail Cetakan Alginat Pasien Pasca Hemimaksilektomi

1 4 20

Pengaruh Sodium Hipoklorit 0,5% terhadap Pertumbuhan Klebsiella pneumoniae dan Surface Detail Cetakan Alginat Pasien Pasca Hemimaksilektomi

0 0 2

Pengaruh Sodium Hipoklorit 0,5% terhadap Pertumbuhan Klebsiella pneumoniae dan Surface Detail Cetakan Alginat Pasien Pasca Hemimaksilektomi

0 0 7

Pengaruh Sodium Hipoklorit 0,5% terhadap Pertumbuhan Klebsiella pneumoniae dan Surface Detail Cetakan Alginat Pasien Pasca Hemimaksilektomi

0 3 26

Pengaruh Sodium Hipoklorit 0,5% terhadap Pertumbuhan Klebsiella pneumoniae dan Surface Detail Cetakan Alginat Pasien Pasca Hemimaksilektomi

0 0 5