Hubungan kadar HbA1C dengan morfologi katarak pada pasien diabetes melitus tipe 2
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Diabetes mellitus (DM) adalah suatu gangguan metabolik kronik
yang ditandai dengan kondisi hiperglikemia yang terjadi karena kelainan
sekresi insulin dan kerja insulin atau keduanya (American Diabetes
Association,2010)
World Health Organization (WHO) memperkirakan jumlah penderita
DM di Indonesia akan meningkat dari 8,4 juta pada tahun 2000 menjadi
sekitar 21,3 juta pada tahun 2030. International Diabetes Federation (IDF)
memperkirakan adanya peningkatan jumlah penderita DM dari 7 juta pada
tahun 2009 menjadi 12 juta pada tahun 2030.(IDF,2005;Perkumpulan
Endokrinologi Indonesia,2011)
Katarak adalah kekeruhan pada lensa atau hilang transparansinya
dimana dalam keadaan normal jernih. Penuaan merupakan penyebab
katarak yang terbanyak, tetapi banyak juga faktor lain yang mungkin
terlibat antara lain trauma, toksin, penyakit sistemik (diabetes), merokok,
dan herediter. Diabetes melitus dilaporkan sebagai faktor tersering yang
menyebabkan gangguan penglihatan. Penurunan tajam penglihatan 11%
lebih sering pada penderita diabetika dibanding non diabetik, serta
bergantung pada lamanya menderita diabetes dan status glikemiknya.
Penelitian oleh The Framingham Eye Study and the Health and Nutrition
Examination Survey menunjukkan bahwa pengidap DM dibawah 65 tahun
cenderung lebih mudah 3-4 kali menderita katarak dan 2 kali lebih mudah
pada usia diatas 65 tahun dibanding non DM. (Swann;1999, Zhang et al
2008)
Usia ≥ 50 tahun merupakan faktor resiko terjadinya katarak pada
DM. Hal ini terjadi karena pada usia lanjut, secara fisiologis fungsi tubuh
akan
menurun.
Kecepatan
pembentukan
HbA1c
sejalan
dengan
konsentrasi glukosa darah. Pemeriksaan HbA1c menunjukkan rata-rata
konsentrasi glukosa darah dalam waktu 1-3 bulan sebelumnya. HbA1c
Universitas Sumatera Utara
bukanlah reaksi enzimatik, sehingga HbA1c terbentuk secara perlahan di
dalam pembuluh darah pasien diabetes, selama kadar glukosa darah lebih
tinggi
dari
normal. Glukosa
dimetabolisme
didalam
darah
untuk
memproduksi energi, dimana HbA1c tidak dapat dimetabolisme. Sehingga
HbA1c dapat dijadikan sebagai pemicu dari perubahan transparansi lensa
dan pembentukan katarak. (Fakhrualdeen;2004, Tana L;2007)
Pada kondisi hiperglikemi pasien DM tipe 2 akan mengaktifkan jalur
sorbitol daripada glikolisis. Enzim aldose reduktase akan mengkonversi
glukosa menjadi sorbitol, sehingga terjadi penumpukan sorbitol di dalam
lensa. Kondisi ini akan meningkatkan tekanan osmotik di dalam lensa
yang akan menarik air ke dalam lensa sehingga lensa menjadi menebal.
Apabila kondisi ini menetap dan terjadi dalam waktu yang lama maka
akan terjadi apoptosis dari epitel lensa yang akan meyebabkan kekeruhan
pada lensa. Paparan glukosa yang tinggi ini tercermin dari tingginya
konsentrasi hemoglobin terglikasi yaitu HbA1C sebagai kontrol glikemik.
(Durrani YK,2016)
Menurut Durrani di dalam penelitiannya bahwa terdapat hubungan
yang positif antara serum hemoglobin A1c dengan konsentrasi sorbitol di
dalam lensa pasien diabetes. Sehingga semakin tinggi kadar HbA1C
semakin tinggi pula sorbitol di dalam lensa yang akan menyebabkan
katarak. (Durrani YK,2016)
Di Indonesia, penelitian yang dilakukan oleh Harjuna Duta (2014) di
RS Haji Surabaya mengemukakan bahwa kadar HbA1c pada pasien DM
tipe 2 memiliki hubungan yang bermakna dengan angka kejadian katarak
dengan nilai p value yang signifikan. Kemudian menurut penelitian oleh
Indraswati (2010) bahwa terdapat hubungan yang signifikan terhadap
kadar HbA1c terhadap ketebalan lensa pada pasien DM tipe 2, tapi tidak
signifikan terhadap kadar gula darah sewaktu. (Harjuna D, 2004,
Indraswati, 2010)
Pada penelitian sebelumnya disebutkan bahwa tidak semua tipe
katarak, tetapi lebih cenderung pada katarak tipe nuklear, kortikal, dan
Universitas Sumatera Utara
subkapsular posterior lebih banyak terjadi pada pasien dengan DM tipe 2.
(Machan CM, 2012)
Menurut penelitian Rajiv Raman dkk (2010) menemukan bahwa
kadar HbA1c yang tinggi memiliki faktor resiko untuk terjadinya katarak
tipe kortikal dan katarak campuran. Kemudian didukung oleh penelitian
yang dilakukan oleh Fakhrualdeen (2004) dan Eydis (2012) bahwa
pembentukan katarak secara signifikan dipengaruhi oleh kadar HbA1c
bukan kadar glukosa dalam darah dan menurut Beaver Dam Eye Study
kadar HbA1c berkaitan dengan peningkatan resiko pembentukan katarak
nuklear dan kortikal (Rajiv Raman et al; 2010, Fakhrualdeen;2004).
Perbedaan penelitian ini terhadap penelitiaan diatas adalah bahwa
penelitian oleh Harjuna Duta hanya meneliti hubungan kadar HbA1c
dengan kejadian katarak, tidak dengan morfologi katarak. (Harjuna D,
2004)
Dengan
pertimbangan tersebut pada penelitian ini peneliti ingin
mengetahui faktor resiko kadar HbA1c terhadap morfologi katarak.
Sebagaimana dikatakan bahwa pada pasien DM tipe 2 sering terjadi
katarak kortikal dan katarak subkapsularis posterior.
Universitas Sumatera Utara
1.2
RUMUSAN MASALAH
Apakah ada hubungan kadar HbA1C terhadap morfologi katarak pada
penderita diabetes melitus tipe 2.
1.3 TUJUAN PENELITIAN
1.3.1. Tujuan Umum
Mengetahui hubungan kadar HbA1C terhadap morfologi katarak
pada penderita diabetes melitus tipe 2
1.3.2. Tujuan Khusus
Mengetahui distribusi morfologi katarak pada pasien DM tipe 2
Mengetahui
morfologi
katarak pada
pasien
DM
tipe
2
berdasarkan usia, jenis kelamin, lamanya DM, dan Kadar Gula
Darah Puasa
1.4 MANFAAT PENELITIAN
1. Bidang
Akademi:
Penelitian
akan
memberikan
pemahaman
gambaran morfologi katarak berdasarkan kadar HbA1c pada
pasien DM tipe 2
2. Bidang Klinis: Penelitian akan memberikan kontribusi bermakna
dalam memprediksi morfologi katarak berdasarkan kadar HbA1c
pada pasien DM tipe 2.
3. Bidang Masyarakat: Dengan penelitian ini diharapkan katarak dapat
didiagnosa secara dini pada pasien dengan diabetes melitus tipe 2.
Universitas Sumatera Utara
PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Diabetes mellitus (DM) adalah suatu gangguan metabolik kronik
yang ditandai dengan kondisi hiperglikemia yang terjadi karena kelainan
sekresi insulin dan kerja insulin atau keduanya (American Diabetes
Association,2010)
World Health Organization (WHO) memperkirakan jumlah penderita
DM di Indonesia akan meningkat dari 8,4 juta pada tahun 2000 menjadi
sekitar 21,3 juta pada tahun 2030. International Diabetes Federation (IDF)
memperkirakan adanya peningkatan jumlah penderita DM dari 7 juta pada
tahun 2009 menjadi 12 juta pada tahun 2030.(IDF,2005;Perkumpulan
Endokrinologi Indonesia,2011)
Katarak adalah kekeruhan pada lensa atau hilang transparansinya
dimana dalam keadaan normal jernih. Penuaan merupakan penyebab
katarak yang terbanyak, tetapi banyak juga faktor lain yang mungkin
terlibat antara lain trauma, toksin, penyakit sistemik (diabetes), merokok,
dan herediter. Diabetes melitus dilaporkan sebagai faktor tersering yang
menyebabkan gangguan penglihatan. Penurunan tajam penglihatan 11%
lebih sering pada penderita diabetika dibanding non diabetik, serta
bergantung pada lamanya menderita diabetes dan status glikemiknya.
Penelitian oleh The Framingham Eye Study and the Health and Nutrition
Examination Survey menunjukkan bahwa pengidap DM dibawah 65 tahun
cenderung lebih mudah 3-4 kali menderita katarak dan 2 kali lebih mudah
pada usia diatas 65 tahun dibanding non DM. (Swann;1999, Zhang et al
2008)
Usia ≥ 50 tahun merupakan faktor resiko terjadinya katarak pada
DM. Hal ini terjadi karena pada usia lanjut, secara fisiologis fungsi tubuh
akan
menurun.
Kecepatan
pembentukan
HbA1c
sejalan
dengan
konsentrasi glukosa darah. Pemeriksaan HbA1c menunjukkan rata-rata
konsentrasi glukosa darah dalam waktu 1-3 bulan sebelumnya. HbA1c
Universitas Sumatera Utara
bukanlah reaksi enzimatik, sehingga HbA1c terbentuk secara perlahan di
dalam pembuluh darah pasien diabetes, selama kadar glukosa darah lebih
tinggi
dari
normal. Glukosa
dimetabolisme
didalam
darah
untuk
memproduksi energi, dimana HbA1c tidak dapat dimetabolisme. Sehingga
HbA1c dapat dijadikan sebagai pemicu dari perubahan transparansi lensa
dan pembentukan katarak. (Fakhrualdeen;2004, Tana L;2007)
Pada kondisi hiperglikemi pasien DM tipe 2 akan mengaktifkan jalur
sorbitol daripada glikolisis. Enzim aldose reduktase akan mengkonversi
glukosa menjadi sorbitol, sehingga terjadi penumpukan sorbitol di dalam
lensa. Kondisi ini akan meningkatkan tekanan osmotik di dalam lensa
yang akan menarik air ke dalam lensa sehingga lensa menjadi menebal.
Apabila kondisi ini menetap dan terjadi dalam waktu yang lama maka
akan terjadi apoptosis dari epitel lensa yang akan meyebabkan kekeruhan
pada lensa. Paparan glukosa yang tinggi ini tercermin dari tingginya
konsentrasi hemoglobin terglikasi yaitu HbA1C sebagai kontrol glikemik.
(Durrani YK,2016)
Menurut Durrani di dalam penelitiannya bahwa terdapat hubungan
yang positif antara serum hemoglobin A1c dengan konsentrasi sorbitol di
dalam lensa pasien diabetes. Sehingga semakin tinggi kadar HbA1C
semakin tinggi pula sorbitol di dalam lensa yang akan menyebabkan
katarak. (Durrani YK,2016)
Di Indonesia, penelitian yang dilakukan oleh Harjuna Duta (2014) di
RS Haji Surabaya mengemukakan bahwa kadar HbA1c pada pasien DM
tipe 2 memiliki hubungan yang bermakna dengan angka kejadian katarak
dengan nilai p value yang signifikan. Kemudian menurut penelitian oleh
Indraswati (2010) bahwa terdapat hubungan yang signifikan terhadap
kadar HbA1c terhadap ketebalan lensa pada pasien DM tipe 2, tapi tidak
signifikan terhadap kadar gula darah sewaktu. (Harjuna D, 2004,
Indraswati, 2010)
Pada penelitian sebelumnya disebutkan bahwa tidak semua tipe
katarak, tetapi lebih cenderung pada katarak tipe nuklear, kortikal, dan
Universitas Sumatera Utara
subkapsular posterior lebih banyak terjadi pada pasien dengan DM tipe 2.
(Machan CM, 2012)
Menurut penelitian Rajiv Raman dkk (2010) menemukan bahwa
kadar HbA1c yang tinggi memiliki faktor resiko untuk terjadinya katarak
tipe kortikal dan katarak campuran. Kemudian didukung oleh penelitian
yang dilakukan oleh Fakhrualdeen (2004) dan Eydis (2012) bahwa
pembentukan katarak secara signifikan dipengaruhi oleh kadar HbA1c
bukan kadar glukosa dalam darah dan menurut Beaver Dam Eye Study
kadar HbA1c berkaitan dengan peningkatan resiko pembentukan katarak
nuklear dan kortikal (Rajiv Raman et al; 2010, Fakhrualdeen;2004).
Perbedaan penelitian ini terhadap penelitiaan diatas adalah bahwa
penelitian oleh Harjuna Duta hanya meneliti hubungan kadar HbA1c
dengan kejadian katarak, tidak dengan morfologi katarak. (Harjuna D,
2004)
Dengan
pertimbangan tersebut pada penelitian ini peneliti ingin
mengetahui faktor resiko kadar HbA1c terhadap morfologi katarak.
Sebagaimana dikatakan bahwa pada pasien DM tipe 2 sering terjadi
katarak kortikal dan katarak subkapsularis posterior.
Universitas Sumatera Utara
1.2
RUMUSAN MASALAH
Apakah ada hubungan kadar HbA1C terhadap morfologi katarak pada
penderita diabetes melitus tipe 2.
1.3 TUJUAN PENELITIAN
1.3.1. Tujuan Umum
Mengetahui hubungan kadar HbA1C terhadap morfologi katarak
pada penderita diabetes melitus tipe 2
1.3.2. Tujuan Khusus
Mengetahui distribusi morfologi katarak pada pasien DM tipe 2
Mengetahui
morfologi
katarak pada
pasien
DM
tipe
2
berdasarkan usia, jenis kelamin, lamanya DM, dan Kadar Gula
Darah Puasa
1.4 MANFAAT PENELITIAN
1. Bidang
Akademi:
Penelitian
akan
memberikan
pemahaman
gambaran morfologi katarak berdasarkan kadar HbA1c pada
pasien DM tipe 2
2. Bidang Klinis: Penelitian akan memberikan kontribusi bermakna
dalam memprediksi morfologi katarak berdasarkan kadar HbA1c
pada pasien DM tipe 2.
3. Bidang Masyarakat: Dengan penelitian ini diharapkan katarak dapat
didiagnosa secara dini pada pasien dengan diabetes melitus tipe 2.
Universitas Sumatera Utara