Hubungan kadar HbA1C dengan morfologi katarak pada pasien diabetes melitus tipe 2 Chapter III VI

BAB III
METODOLOGI PENELITIAN

3.1. Rancangan penelitian
Penelitian ini adalah suatu penelitian observasional dengan
pengumpulan data secara cross sectional.
3.2 Tempat dan Waktu penelitian
Penelitian dilakukan di Poli Mata RSUP. H. Adam Malik Medan dan
jejaringnya. Penelitian dilakukan selama periode Februari 2017 sampai
sampel terpenuhi.
3.3 Populasi Penelitian
Populasi penelitian adalah semua pasien DM tipe 2 yang datang
berobat ke poli mata dan poli endokrin RSUP. H. Adam Malik Medan dan
jejaringnya.
3.4. Sampel penelitian
Sampel penelitian ditentukan sesuai rumus untuk penelitian
ini.

Z
n


(1 / 2 )

Po (1  Po )  Z (1  ) ) Pa (1  Pa )

Po  Pa 2



2

Dimana :
Z (1 / 2) = deviat baku alpha. utk  = 0,05 maka nilai baku normalnya

1,96
Z (1  ) = deviat baku betha. utk  = 0,10 maka nilai baku normalnya

1,282

Universitas Sumatera Utara


P0 = proporsi penderita katarak dengan DM = 0,314 (31,4%).
Pa = perkiraan proporsi penderita katarak dengan DM yang diteliti
sebesar = 0,664 (6,64%)

P0  Pa = beda proporsi yang bermakna ditetapkan sebesar = 0,35
Maka sampel minimal untuk penelitian ini sebanyak 41 mata penderita
katarak dengan DM.

3.5

KRITERIA INKLUSI DAN KRITERIA EKSKLUSI
Kriteria inklusi :
1. Penderita DM tipe 2 dengan katarak senilis satu mata atau
kedua mata yang memiliki hasil pemeriksaan laboratorium
HbA1c dalam 3 bulan terakhir.
2. Bersedia ikut dalam penelitian
Kriteria eksklusi :
1. Katarak kongenital
2. Katarak juvenile
3. Katarak traumatika

4. Pasien dengan riwayat penggunaan steroid jangka panjang
5. Pasien katarak dengan peningkatan tekanan intra okuli atau
glaukoma

3.6

IDENTIFIKASI VARIABEL
Penelitian ini memiliki 2 variabel penelitian :
1.

Variabel bebas : Kadar HbA1c

2.

Variabel terikat : Morfologi katarak

Universitas Sumatera Utara

3.7.


BAHAN DAN ALAT
Bahan dan alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah :
1. Snellen Chart
2. Slit Lamp Camera Carl Zeiss®
3. Oftalmoskopi direk Neitz®
4. Tetes mata tropikamid 1% merk C.mydriatyl 1%®
5. Tonometri non kontak Topcon® tipe CT-80
6. Alat tulis

Universitas Sumatera Utara

3.8. ALUR PENELITIAN DAN CARA KERJA
Pasien DM tipe 2 yang
mengalami katarak
Kriteria inklusi

Kriteria eksklusi

Sampel penelitian :



Visus dengan snellen chart



Diukur tekanan intra okuli dengan tonometri non kontak



Dilatasi pupil maksimal dengan tropikamid 1% tetes mata



Slit Lamp untuk menentukan morfologi katarak

Dokumentasi klinis lensa pasien diberi
skor berdasarkan foto klasifikasi LOCS III

Skoring morfologi katarak :
NO ≥ 2


C≥2

NC ≥ 2

P≥ 2

Katarak Kortikal
Katarak Nuklear
Katarak Subkapsular Posterior
Katarak Campuran

Analisa Data

Universitas Sumatera Utara

3.9 ANALISIS DATA
Analisis data dilakukan dengan menggunakan program SPSS 17.0
for windows. Dilakukan pengujian normalitas distribusi data serta
homogenitas varian terlebih dahulu, untuk mengetahui apakah sebaran

data memang cukup normal. Jika sebaran data normal, data numerik
dinyatakan dalam rata-rata ± simpang baku (standar deviasi). Data
kategorik disajikan dalam bentuk angka.
Untuk menilai hubungan antara kadar HbA1c dengan morfologi
katarak digunakan uji korelasi ETA.
Interpretasi hasil uji koefisien korelasi didasarkan nilai r (kekuatan
korelasi) apakah besar atau kecil, yaitu terdiri dari r=0,00-0,199 adalah
sangat lemah, r=0,20-0,399 adalah lemah, r=0.40-0,599 adalah sedang,
r=0.60-0,799 adalah kuat, r=0,80-1,000 adalah sangat kuat.
3.10

PERTIMBANGAN ETIKA
Usulan

penelitian

ini

terlebih


dahulu

disetujui

oleh

rapat

Departemen Ilmu Kesehatan Mata FK-USU/ RSUP H. Adam Malik Medan.
Penelitian telah mendapat persetujuan dari rapat komite etika PPKRM
Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.
3.11 PERSONAL PENELITIAN
Peneliti : Dian Wikaningtyas
3.12

BIAYA PENELITIAN
Biaya penelitian ditanggung peneliti sendiri.

Universitas Sumatera Utara


BAB IV
HASIL PENELITIAN
Penelitian ini dilakukan selama bulan Februari-April 2017, sampel
penelitian diperoleh dari 26 subjek penelitian sebanyak 41 mata yang
memenuhi kriteria penelitian.
Tabel 4.1 Karakteristik subyek penelitian
Variabel

n = 41
x±SD

Jenis Kelamin, L/P (%)

8/18(30,7/69,3)

Usia (tahun), x±SD

63,2 ± 7,8

Lama DM (tahun), x±SD


10,9 ± 6,1

Kadar Gula Darah Puasa (mg/dl), x±SD
Kadar HbA1c (%), x±SD

187,7 ± 99,0
9,1 ± 2,2

Dari tabel 4.1 di atas dapat dilihat karakteristik dari 26 subjek
penelitian jenis kelamin terbanyak penderita katarak dengan DM adalah
perempuan sebesar 18 orang, sedangkan jenis kelamin laki-laki sebesar 8
orang.
Rerata usia pasien pada penelitian adalah 63,2 ± 7,8 tahun. Rerata
lamanya pasien menderita DM adalah 10,9 ± 6,1 tahun.
Rerata kadar gula darah puasa pasien pada penelitian ini adalah
187,7 ± 99,0 mg/dl. Sedangkan rerata kadar HbA1c pasien penelitian ini
adalah 9,1 ± 2,2%.

Universitas Sumatera Utara


Tabel 4.2 Morfologi katarak berdasarkan status mata pasien DM
Morfologi katarak

Mata kanan
n
8
0
4
10
22

Kortikal
Nuklear
Subkapsular posterior
Campuran
Total

Mata kiri
n
9
1
2
7
19

Total
n
17
1
6
17
41

Dari tabel 4.2 di atas menunjukkan mata kanan sebanyak 22 mata
dan mata kiri sebanyak 19 mata. Morfologi katarak pasien pada penelitian
ini dibagi menjadi 4 tipe, dimana morfologi yang terbanyak adalah katarak
kortikal sebanyak 17 mata dan katarak campuran sebanyak 17 mata.
Kemudian diikuti dengan katarak subkapsular posterior sebanyak 6 mata
dan katarak nuklear sebanyak 1 mata.
Gambaran morfologi katarak pada mata kanan yang terbanyak
adalah tipe campuran sebanyak 10 mata dan mata kiri adalah tipe kortikal
sebanyak 9 mata.
Tabel 4.3 Hubungan morfologi katarak dengan usia
Koef. Korelasi
ETA

Kortikal

n
17

Usia
(tahun)
X ± SD
64,4 ± 7,5

Nuklear

1

60,5 ± -

0,712

Subkapsular posterior

6

59,5 ± 12,9

Campuran

17

63,5 ± 6,0

Morfologi Katarak

(r)

Dari tabel 4.3 di atas menunjukkan jenis morfologi katarak
berdasarkan usia terbanyak adalah katarak kortikal dan campuran
sebanyak 17 mata dengan rerata usia 64,4 ± 7,5 tahun untuk katarak
kortikal dan 63,5 ± 6,0 tahun untuk katarak campuran. Dari hasil uji
korelasi ETA didapatkan nilai r =0.712, hal ini menunjukkan bahwa

Universitas Sumatera Utara

terdapat hubungan dengan kekuatan korelasi yang kuat antara usia
dengan morfologi katarak dimana yang terbanyak adalah katarak tipe
kortikal dan campuran
Tabel 4.4 Hubungan morfologi katarak dengan Lama DM
Morfologi Katarak

Lama DM
n

X

Koef. Korelasi
ETA
(r)

± SD

Kortikal

17

10,5 ± 5,3

Nuklear

1

14,0 ± -

Subkapsular posterior

6

8,1 ± 7,0

Campuran

17

12,1 ± 6,6

0,727

Dari tabel 4.4 di atas menunjukkan jenis morfologi katarak
berdasarkan lamanya menderita DM terbanyak adalah katarak kortikal
dan campuran sebanyak 17 mata dengan rerata lamanya menderita DM
adalah 10,5 ± 5,3 tahun untuk katarak kortikal dan 12,1 ± 6,6 tahun untuk
katarak campuran. Dari hasil uji korelasi ETA didapatkan nilai r =0.727, hal
ini menunjukkan bahwa terdapat hubungan dengan kekuatan korelasi
yang kuat antara lama DM dengan morfologi katarak dimana yang
terbanyak adalah katarak tipe kortikal dan campuran.

Universitas Sumatera Utara

Tabel 4.5 Hubungan morfologi katarak dengan Kadar GDP
Morfologi Katarak
n

Kadar Gula Darah
Puasa (mg/dl)
X ± SD

Kortikal

17

179,8 ± 64,3

Nuklear

1

111,0 ± -

Subkapsular posterior

6

200,8 ± 74,7

Campuran

17

195,4 ± 134,4

Koef. Korelasi
ETA
(r)

0,912

Dari tabel 4.5 di atas menunjukkan jenis morfologi katarak
berdasarkan kadar GDP terbanyak adalah katarak kortikal dan campuran
sebanyak 17 mata dengan rerata kadar GDP adalah 179,8 ± 64,3 mg/dl
untuk katarak kortikal dan 195,4± 134,4 mg/dl untuk katarak campuran.
Dari hasil uji korelasi ETA didapatkan nilai r =0.912, hal ini menunjukkan
bahwa terdapat hubungan dengan kekuatan korelasi sangat kuat antara
kadar gula darah puasa dengan morfologi katarak dimana yang terbanyak
adalah katarak tipe kortikal dan campuran.

Tabel 4.6 Hubungan morfologi katarak dengan kadar HbA1c
Morfologi Katarak

Kadar HbA1c (%)
n

X

± SD

Kortikal

17

9,5 ± 2,0

Nuklear

1

6,3 ± -

Subkapsular posterior

6

8,8 ± 2,4

Campuran

17

9,1 ± 2,4

Koef. Korelasi
ETA
(r)

0,916

Dari tabel 4.6 di atas menunjukkan jenis morfologi katarak
berdasarkan kadar HbA1c terbanyak adalah katarak kortikal dan
campuran sebanyak 17 mata dengan rerata kadar HbA1c adalah 9,5± 2%

Universitas Sumatera Utara

untuk katarak kortikal dan 9,10 ± 2,4% untuk katarak campuran. Dari hasil
uji korelasi ETA didapatkan nilai r =0.912, hal ini menunjukkan bahwa
terdapat hubungan dengan kekuatan korelasi sangat kuat antara kadar
HbA1c dengan morfologi katarak dimana yang terbanyak adalah katarak
tipe kortikal dan campuran.

Universitas Sumatera Utara

BAB V
PEMBAHASAN

Dari tabel 4.1 dapat dilihat gambaran karakteristik subjek penelitian
menunjukkan jumlah sampel terbanyak adalah perempuan yaitu 69,3%.
Hal ini sesuai dengan penelitian oleh Seong II Kim dan Sung Jin Kim dari
Korea menyatakan bahwa insiden dan prevalensi katarak diabetik lebih
tinggi pada pasien perempuan dibanding pasien laki-laki. (Kim SI, 2006)
Sama halnya juga dengan penelitian Pradevi Lukita di Surabaya
menunjukkan bahwa penderita katarak diabetika lebih banyak pada
perempuan sebesar 60.42% bila dibandingkan dengan laki-laki 39.58%.
Hal ini didasari pada penelitian sebelumnya yang menjelaskan bahwa DM
lebih banyak diderita oleh perempuan. Juga dikatakan dalam Riset
Kesehatan Dasar tahun 2007 bahwa pasien DM lebih banyak pada
perempuan

dibandingkan

dengan

laki-laki.

(Pradhevi

Lukita,2012,

Riskesdas,2007)
Dari beberapa penelitian diperoleh hasil yang berbeda-beda pada
distribusi jenis kelamin penderita katarak, bahkan beberapa penelitian
menunjukkan hasil berupa tidak ada hubungan bermakna antara kejadian
katarak dan jenis kelamin. (Kaur S,2016)
Dari karakteristik usia rerata usia pasien pada penelitian adalah
63,2 ± 7,8 tahun.
Hasil penelitian oleh Moemen dkk penderita katarak diabetika ratarata berusia 58 tahun. (Moemon A, Leeqa et al, 2014). Menurut penelitian
Manjunatha Goud dkk penderita katarak diabetika rata-rata berusia 56
tahun. (Goud M et al, 2011).
Penelitian oleh

The Framingham Eye Study and the Health and

Nutrition Examination Survey menunjukkan bahwa pengidap DM dibawah
65 tahun cenderung lebih mudah 3-4 kali menderita katarak dan 2 kali
lebih mudah pada usia diatas 65 tahun. (Swann;1999, Zhang et al 2008)

Universitas Sumatera Utara

Usia pasien dalam penelitian ini lebih tua disebabkan oleh karena
pada pasien DM tipe 2 onset penyakitnya timbul pada usia yang lebih tua
jika dibandingkan dengan DM tipe 1.
Dari karakteristik lama menderita DM didapatkan rerata lamanya
pasien menderita DM adalah 10,9 ± 6,1 tahun. Hal ini membuktikan bahwa
semakin lama seseorang menderita DM maka semakin cepat pula terjadi
katarak. Katarak merupakan salah satu komplikasi kronik dari diabetes
melitus yang umumnya timbul setelah penyakit berjalan sekitar 10-15
tahun sebagai hasil efek akumulasi dari keadaan hiperglikemi.

Hal ini

hampir sesuai dengan penelitian oleh Seong II Kim dan Sung Jin Kim dari
Korea menyatakan bahwa lama menderita diabetes merupakan faktor
resiko paling signifikan dalam menimbulkan katarak yaitu sekitar 6-20
tahun dengan rata-rata penderita diabetes dengan katarak adalah 13.03
tahun. (Kim SI, 2006)
Penelitian oleh Wiemer dalam penelitiannya mendapatkan dari
subjek penelitiannya rerata durasi dalam tahun untuk DM tipe 2 adalah
7,4-9 tahun. (Wiemer, 2008)
Kemudian penelitian sebelumnya menunjukkan rerata lamanya
menderita DM yang lebih singkat bahwa penderita katarak diabetika
dengan minimum durasi 2-312 bulan (26 tahun), dengan rata-rata 6.7
tahun. (Pradhevi Lukita, 2012).
Morfologi katarak yang terbanyak pada penelitian ini adalah katarak
kortikal sebanyak 17 mata dan katarak campuran sebanyak 17 mata.
Kemudiaan diikuti dengan katarak subkapsular posterior sebanyak 6 mata
dan katarak nuklear sebanyak 1 orang. Hal ini sesuai dengan penelitian
oleh Delcourt dkk menyebutkan bahwa DM tipe 2 berkaitan dengan
semua morfologi katarak kecuali katarak nuklear dimana pada penelitian
ini katarak nuklear adalah morfologi yang paling sedikit. (Delcourt dkk,
2000)
Demikian

halnya

menurut

The

Framingham

Study

yang

menyatakan bahwa katarak kortikal lebih banyak diderita oleh orang DM.
Kemudian menurut Lens Opacities Case-Control Study mengobservasi

Universitas Sumatera Utara

bahwa rendahnya jumlah katarak nuklear pada pasien dengan DM tipe 2.
(Neena J, 2008)
Morfologi katarak berdasarkan usia terbanyak adalah katarak
kortikal dan campuran sebanyak 17 mata dengan rerata usia 64,4 ± 7,5
tahun untuk katarak kortikal dan 63,5 ± 6,0 tahun untuk katarak campuran.
Dari hasil uji korelasi menunjukkan bahwa terdapat hubungan dengan
kekuatan korelasi yang kuat antara usia dengan morfologi katarak dimana
yang terbanyak adalah katarak tipe kortikal dan campuran
Hal ini berbeda dengan penelitian dari The Los Angeles Latino Eye
Study yang menyimpulkan bahwa semakin tua usia maka akan semakin
berisiko untuk menderita semua tipe katarak terutama tipe nuklear.
(Richter Grace, 2012
Kemudian sama halnya dengan penelitian oleh Jessica Chang et al
yang menyatakan bahwa semakin tua usia seseorang maka semakin
beresiko untuk menderita semua jenis morfologi katarak. (Jessica C et al,
2011)
Morfologi katarak berdasarkan lamanya menderita DM terbanyak
adalah katarak kortikal dan campuran sebanyak 17 mata dengan rerata
lamanya menderita DM adalah 10,5 ± 5,3 tahun untuk katarak kortikal dan
12,1 ± 6,6 tahun untuk katarak campuran. Dari hasil uji korelasi
menunjukkan bahwa terdapat hubungan dengan kekuatan korelasi yang
kuat antara lama DM dengan morfologi katarak dimana yang terbanyak
adalah katarak tipe kortikal dan campuran.
Hal ini sesuai dengan penelitian oleh Saxena et al yang
menyatakan bahwa insiden katarak kortikal 2 kali lipat lebih besar pada
seseorang yang menderita diabetes melitus >5 tahun. (Saxena,2004)
Penelitian lebih jauh dari Beaver Dam Eye Study menunjukkan
bahwa semakin lama seseorang menderita diabetes melitus maka
semakin tinggi resikonya untuk mengalami katarak kortikal yang diikuti
semakin tingginya resiko orang tersebut untuk menjalani operasi katarak.
(Pollreisz A, 2010)

Universitas Sumatera Utara

Morfologi katarak berdasarkan kadar GDP

terbanyak adalah

katarak kortikal dan campuran sebanyak 17 mata dengan rerata kadar
GDP adalah 179,8 ± 64,3 mg/dl untuk katarak kortikal dan 195,4 ± 134,4
mg/dl untuk katarak campuran. Dari hasil uji korelasi menunjukkan bahwa
terdapat hubungan dengan kekuatan korelasi yang sangat kuat antara
kadar gula darah puasa dengan morfologi katarak dimana yang terbanyak
adalah katarak tipe kortikal dan campuran.
Hal ini hampir sesuai dengan penelitian oleh Saxena yang
menyatakan bahwa seseorang dengan kadar gula darah puasa yang
terganggu berhubungan dengan resiko terjadinya katarak kortikal.
(Saxena, 2004)
Demikian juga penelitian yang dilakukan oleh Blue Mountains Eye
Study yang menyimpulkan bahwa gula darah puasa berhubungan dengan
katarak kortikal dan campuran, tidak dengan nuklear dan subkapsular
posterior. (Kanthan G, 2011)
Penelitian kohort oleh Rotimi C dkk menemukan bahwa terdapat
korelasi positif antara kadar gula darah puasa dan resiko terjadinya
katarak. (Rotimi C et al, 2005).
Morfologi katarak berdasarkan kadar HbA1c terbanyak adalah
katarak kortikal dan campuran sebanyak 17 mata dengan rerata kadar
HbA1c adalah 9,5 ± 2,0% untuk katarak kortikal dan 9,1 ± 2,4% untuk
katarak campuran. Dari hasil uji korelasi menunjukkan bahwa terdapat
hubungan dengan kekuatan korelasi sangat kuat antara kadar HbA1c
dengan morfologi katarak dimana yang terbanyak adalah katarak tipe
kortikal dan campuran.
Penelitian ini sesuai dengan penelitian Rajiv Raman dkk (2010)
menemukan bahwa kadar HbA1c yang tinggi berhubungan dengan resiko
terjadinya katarak tipe kortikal dan campuran (Rajiv R, 2010)
Menurut Beaver Dam Eye Study menunjukkan adanya hubungan
antara diabetes melitus dengan katarak. Studi ini menyatakan bahwa
insiden dan perjalanan penyakit katarak subkapsular posterior dan kortikal
berhubungan

dengan

diabetes.

Berbeda

dengan

studi

ini

yang

Universitas Sumatera Utara

menyatakan bahwa peningkatan kadar HbA1c berhubungan dengan
meningkatnya resiko untuk mengalami katarak kortikal dan nuklear.
(Pollreisz A, 2010)
Klein et al dalam penelitiannya menemukan katarak terjadi pada
stadium awal dan akhir diabetes dengan hubungan yang signifikan
terhadap usia, durasi lamanya menderita diabetes dan tingkat hemoglobin
terglikasi,

dilaporkan

juga

katarak

sebagai

penyebab

kehilangan

penglihatan pada DM. (Bron AJ, 1993)
Richter dalam penelitiannya juga menyebutkan bahwa tingginya
kadar HbA1c hanya memiliki hubungan dengan terjadinya katarak kortikal.
(Richter, 2012)
Dari penelitian ini didapatkan nilai r secara berurutan untuk usia,
lamanya menderita DM, kadar GDP dan kadar HbA1c adalah 0.712,
0.727, 0.912, 0.916. Maka kadar HbA1c merupakan variabel dengan
kekuatan korelasi yang paling kuat diantara variabel yang lain.

Universitas Sumatera Utara

BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN
6.1 KESIMPULAN
1. Kadar HbA1c memiliki hubungan dengan kekuatan korelasi sangat
kuat dengan morfologi katarak dimana didominasi morfologi katarak
tipe kortikal dan campuran
2. Kadar HbA1c merupakan variabel dengan kekuatan korelasi yang
paling kuat diantara variabel usia, lama DM dan kadar GDP.

6.2 SARAN
Perlu adanya penelitian lebih lanjut untuk mengetahui morfologi
katarak pada pasien diabetes mellitus dengan sampel yang lebih besar
sehingga dapat memberikan gambaran yang lebih jelas tentang morfologi
katarak pada pasien diabetes melitus.

Universitas Sumatera Utara