Pengaruh Waktu Inkubasi Terhadap Kinerja Enzim Selulase Dari Tongkol Jagung Dengan Trichoderma reesei, Aspergillus niger dan Campuran Keduanya Chapter III V

BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1 LOKASI PENELITIAN
Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Penelitian, Departemen Teknik
Kimia, Fakultas Teknik dan Laboratorium Mikrobiologi Farmasi, Fakultas
Farmasi, Universitas Sumatera Utara, Medan.

3.2 BAHAN DAN PERALATAN
Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah oven, inkubator,
timbangan, kawat ose, autoclave, dan alat-alat gelas. Peralatan yang digunakan
untuk analisa adalah refluks kondensor, centrifuge, dan spektrofotometer visibel.
Bahan-bahan yang digunakan adalah tongkol jagung segar, aquadest, Mandels
medium (sukrosa, KH2PO4, dan amonium sulfat), Mandel Weber medium, reagen
DNS (Na-K-Tartrate; fenol; Na2SO4; NaOH; DNS), H2SO4, PDA, glukosa, alkohol
96%, dan larutan buffer sitrat fosfat. Mikroba yang digunakan dalam penelitian ini
adalah fungi penghasil selulase yaitu Trichoderma reesei dan Aspergillus niger.
Pada penelitian ini digunakan variable, diantaranya:
a. Waktu Inkubasi

= 3, 4, 5, dan 7 hari


b. Perbandingan volume Trichoderma reesei dan Aspergillus niger

= 1:0,

0:1, 1:1, 1:2 dan 2:1
Kondisi yang dipertahankan adalah:
a. Kadar air

= 75%

b. Suhu inkubasi

= 20 oC

c. pH inkubasi

=5

17
Universitas Sumatera Utara


18

3.3 PROSEDUR
Penelitian ini terdiri dari beberapa tahapan dimulai dari persiapan bahan baku
dan mikroba, produksi enzim selulase dengan metode fermentasi padat hingga
pengambilan enzim. Berikut ini adalah prosedur sistematis dari pengerjaan masing
- masing tahapan.
Mulai

Pembenihan Isolat

Praperlakuan Bahan
Baku

Penyiapan Inokulum Cair

Pembuatan Enzim Selulase

Pengambilan Enzim


Analisis Aktivitas Enzim

Selesai

Gambar 3.1 Diagram Alir Produksi Enzim Selulase

3.3.1 Prosedur Pembenihan Isolat
Prosedur pembenihan isolat adalah sebagai berikut:
1. Media PDA (Potato Dextrose Agar) disiapkan dalam cawan petri.
2. Kawat ose disterilkan dengan alkohol dan api.
3. Kawat dibiarkan mendingin.
4. Kawat dicolekkan ke isolat.

Universitas Sumatera Utara

19

5. Kawat dicolekkan ke media PDA secara zig-zag.
6. Mikroba diinkubasi dalam inkubator pada 20 oC selama 72 jam.


3.3.2 Prosedur Praperlakuan Tongkol Jagung
Prosedur praperlakuan tongkol jagung adalah sebagai berikut:
1. Tongkol jagung dicuci dengan air.
2. Tongkol jagung dipotong-potong dan dihaluskan dengan blender.
3. Tongkol jagung disaring, kemudian dianalisis kadar airnya.
4. Tongkol jagung dikeringkan kedalam oven, lalu dianalisis kadar selulosa
awal.
5. Tongkol jagung diautoklaf pada 120 oC selama 15 menit, lalu dikeringkan
dan dianalisis kadar selulosa akhir.

3.3.3 Penyiapan Inokulum Cair
Prosedur penyiapan inokulum cair mikroba adalah sebagai berikut:
1. 100 ml media cair (media cair ini terdiri dari sukrosa 22% (w/v),
(NH4)2SO4 1% (w/v), KH2PO4 1% (w/v)), api bunsen, dan kawat ose
disiapkan.
2. pH media cair diatur dengan HCl hingga pH=3.
3. Ujung kawat ose dicelupkan ke dalam alkohol 96%, lalu dipanaskan
pada api bunsen sampai berwarna merah.
4. Biakan Trichoderma reesei dan Aspergillus niger dari media PDA

diambil dengan menggunakan kawat ose lalu dicelupkan beberapa
saat pada media cair hingga tampak keruh.
5. Media cair ditutup dengan kapas dan diinkubasi pada suhu ± 20°C
selama 48 jam.
6. Pekerjaan ini dilakukan di ruang aseptik.

3.3.4 Prosedur Pembuatan Enzim Selulase
Prosedur pembuatan enzim adalah sebagai berikut:
1. Sebanyak 10 g tongkol jagung dimasukkan ke beaker glass 250 ml.
2. Aquades ditambahkan sebanyak 25 ml.

Universitas Sumatera Utara

20

3. Larutan Mendel Weber (Tabel 3.1) sebanyak 30 ml ditambahkan.
4. pH diatur hingga pH = 5, lalu media disterilkan diautoklaf pada 120 oC
selama 15 menit.
5. Biomassa dibiarkan mendingin.
6. Inokulum volume Trichoderma reesei atau Aspergilus niger disiapkan

dengan perbandingan 1:0, 0:1, 1:1, 2:1, 1:2.
7. Sebanyak 5,25 ml atau 15% v/w cairan inokulum ditambahkan.
8. Campuran diinkubasi pada suhu 20 oC dengan waktu inkubasi 3, 4, 5, dan
7 hari.
Tabel 3.1 Komposisi Larutan Mendel Weber [23]
Komponen
(NH4)2SO4
KH2PO4
CaCl2.2H2O
MgSO4.7 H2O
FeSO4.7H2O
MnSO4.H2O
ZnSO4.7H2O
CoCl2.6H2O
Peptone
Tween 80
Aquades

Kuantitas (g)
1,4

2,0
0,3
0,3
0,005
0,0016
0,0014
0,002
0,1
0,1
1L

3.3.5 Pengambilan Enzim
Prosedur pengambilan enzim dari hasil inkubasi adalah sebagai berikut:
1. Hasil inkubasi diekstrak dengan aquades sebanyak 50 ml.
2. Endapan dan cairan hasil inkubasi dipisahkan dengan menggunakan
centrifuge dengan kecepatan 2500 rpm selama 15 menit.
3. Cairan yang diperoleh kemudian diambil untuk diuji aktivitas enzimnya.

3.4 ANALISIS HASIL PENELITIAN
Keberhasilan suatu penelitian diukur melalui beberapa analisis yang dilakukan

terhadap hasil dari penelitian tersebut. Analisis yang dilakukan pada penelitian ini
ialah analisis kadar selulosa dan untuk mengetahui keberhasilan proses fermentasi
dalam menghasilkan enzim selulase adalah dengan pengujian aktivitas enzim
selulase.

Universitas Sumatera Utara

21

3.4.1 Prosedur Analisis Selulosa
Prosedur analisis kadar selulosa adalah sebagai berikut: [17]
1. Satu gram (a) sampel kering ditambahkan 150 ml aquades.
2. Sampel direfluks pada suhu 100 oC selama 1 jam.
3. Hasilnya disaring dengan kertas saring.
4. Residu dicuci dengan air panas sebanyak 300 ml.
5. Residu dikeringkan pada 105 oC sampai konstan dan ditimbang (b).
6. Residu ditambahkan 150 ml H2SO4 1 N.
7. Larutan direfluks pada suhu 100 oC selama 1 jam.
8. Hasilnya disaring dengan kertas saring.
9. Residu dicuci dengan air panas sampai netral (300 ml).

10. Residu dikeringkan pada 105 oC sampai konstan dan ditimbang (c).
11. Residu ditambahkan 10 ml H2SO4 72%.
12. Larutan direndam pada suhu kamar selama 4 jam.
13. Larutan ditambahkan 150 ml H2SO4 1 N.
14. Larutan direfluks pada suhu 100 oC selama 1 jam.
15. Hasilnya disaring dengan kertas saring.
16. Residu dicuci dengan air panas sampai netral 400 mL.
17. Residu dikeringkan pada 105 oC sampai konstan dan ditimbang (d).
18. Kadar selulosa dihitung dengan rumus:
% selulosa =




× 100%

(3.1)

3.4.2 Uji Aktivitas Enzim
Untuk mengetahui ada atau tidaknya enzim selulase maka perlu dilakukan

uji aktivitas dengan menentukan kadar glukosa sebagai hasil hidrolisa
berdasarkan acuan IUPAC [15] dengan tahapan analisis sebagai berikut:
3.4.2.1 Pembuatan Kurva Standar:
Berikut ini adalah tahapan pembuatan kurva standar:
a. 1 ml aquades dimasukkan ke dalam tabung reaksi kosong dan
8 tabung reaksi kosong lainnya diisi dengan 1 ml larutan
glukosa standart (0,05 - 0,4 mg/ml).

Universitas Sumatera Utara

22

b. 3 ml reagen DNS (Tabel 3.2) ditambahkan pada tiap tabung
reaksi menggunakan pipet.
c. Semua tabung reaksi dipanaskan di dalam water bath selama
5 menit agar terjadi reaksi antara glukosa dengan DNS.
d. Absorbansi tiap larutan diukur pada panjang gelombang 550
nm dengan spektrofotometer visibel.
e. Konsentrasi glukosa standar ditunjukkan oleh kurva standar.
Tabel 3.2 Komposisi Pereaksi DNS [35]

Komponen
DNS
NaOH
Aquades
Na-K-Tartarat
Fenol
Metabisulfit

Kuantitas
10,6 g
19,8 g
1416 ml
306 g
7,6 ml
8,3 g

3.4.2.2 Pembuatan Larutan CMC-Ase
Berikut ini adalah tahapan pembuatan larutan CMC-Ase yang akan
digunakan sebagai substrat pada analisis glukosa sebagai hasil aktivitas
enzim [35].
a. CMC sebanyak 10 g dilarutkan dalam 800 ml air panas sambil
diaduk secara kontinyu.
b. Ditambahkan 100 ml buffer sitrat 0,1 M dengan pH 4,8.
c. Kemudian ditambahkan aquades hingga volumenya 1 L.
d. Larutan disimpan dalam lemari pendingin.
e. Larutan dipanaskan hingga 50 oC sebelum digunakan.

3.4.2.3 Analisis Glukosa:
Berikut ini adalah tahapan analisis glukosa sebagai hasil aktivitas
enzim selulase:
a. Uji aktivitas enzim selulase menggunakan enzim aktif untuk
sampel, enzim inaktif sebagai kontrol dan buffer sitrat fosfat
pH 5 sebagai blanko.

Universitas Sumatera Utara

23

b. 0,5 ml sampel, enzim inaktif, dan buffer masing-masing
diambil kemudian ditambahkan 0,5 ml substrat. Kemudian
ketiga larutan tersebut divorteks.
c. Inkubasi ketiganya selama 30 menit pada suhu 30oC.
d. 3 ml reagen DNS ditambahkan pada tiap tabung reaksi
menggunakan pipet.
e. Tabung reaksi dipanaskan di dalam water bath selama 5 menit
agar terjadi reaksi antara glukosa dengan DNS.
f. Tabung reaksi didinginkan dan ditambah dengan aquadest
hingga volumenya menjadi 10 ml kemudian dikocok agar
bercampur.
g. Absorbansi tiap larutan diukur pada panjang gelombang 550
nm.
h. Harga absorbansi yang diperoleh diplotkan pada kurva standar
untuk mengetahui konsentrasi glukosa pada sampel.
i. Harga tiap konsentrasi dikonversi dalam satuan IU. Satu unit

aktivitas enzim didefinisikan sebagai 1 μmol glukosa/ml
enzim/menit [36, 37, 38].

Universitas Sumatera Utara

24

3.5 FLOWCHART PERCOBAAN
3.5.1 Flowchart Pembenihan Isolat
Prosedur pembenihan isolat dalam bentuk flowchart ditampilan dalam
Gambar 3.2.

Mulai

Media PDA (Potato Dextrose Agar) disiapkan dalam
cawan petri

Kawat ose disterilkan dengan alkohol dan api

Kawat dibiarkan mendingin

Kawat dicolekkan ke isolat

Kawat dicolekkan ke media PDA secara zig-zag

Mikroba diinkubasi dalam inkubator pada 20 oC
selama 3 hari

Selesai

Gambar 3.2 Flowchart Pembenihan Isolat

Universitas Sumatera Utara

25

3.5.2 Flowchart Praperlakuan Tongkol Jagung
Prosedur praperlakuan tongkol jagung dalam bentuk flowchart ditampilkan
dalam Gambar 3.3.
Mulai

Tongkol jagung dicuci dengan air

Tongkol jagung dipotong-potong dan dihaluskan
dengan blender
Tongkol jagung disaring, kemudian dianalisis kadar
airnya

Tongkol jagung dikeringkan kedalam oven, lalu
dianalisis kadar selulosa awal
Tongkol jagung diautoklaf pada 120oC selama 15 menit, lalu
dikeringkan dan dianalisis kadar selulosa akhir

Selesai

Gambar 3.3 Flowchart Praperlakuan Tongkol Jagung

Universitas Sumatera Utara

26

3.5.3 Flowchart Penyiapan Inokulum Cair
Prosedur persiapan inokulum dala bentuk flowchart ditampilkan dalam
Gambar 3.4.
Mulai

100 ml media cair (media cair ini terdiri dari sukrosa 22% (w/v),
(NH4)2SO4 1% (w/v), KH2PO4 1% (w/v)), api bunsen, dan kawat
ose disiapkan

pH media cair diatur dengan HCl hingga pH=3

Ujung kawat ose dicelupkan ke dalam alkohol 96%,
lalu dipanaskan pada api bunsen sampai berwarna
merah
Biakan Trichoderma reesei dan Aspergillus niger dari media
PDA diambil dengan menggunakan kawat ose lalu dicelupkan
beberapa saat pada media cair hingga tampak keruh

Media cair ditutup dengan kapas dan diinkubasi pada
suhu ± 20°C selama 48 jam.

Selesai
Gambar 3.4 Flowchart Penyiapan Inokulum Cair

Universitas Sumatera Utara

27

3.5.4 Flowchart Pembuatan Enzim Selulase
Prosedur pembuatan enzim selulase dalam bentuk flowchart
ditampilkan dalam Gambar 3.5.
Mulai

Sebanyak 10 g tongkol jagung dimasukkan ke beaker
glass 250 ml

Aquades ditambahkan sebanyak 25 ml

Larutan Mendel Weber sebanyak 30 ml ditambahkan

pH diatur hingga pH = 5, lalu media disterilkan diautoklaf pada
120 oC selama 15 menit
Biomassa dibiarkan mendingin

Inokulum Trichoderma reesei atau Aspergilus niger disiapkan
dengan perbandingan volume 1:0, 0:1, 1:1, 2:1, 1:2

Sebanyak 5,25 ml atau 15% v/w cairan inokulum ditambahkan

Campuran diinkubasi pada suhu 20 oC dengan variasi
3, 4, 5, dan 7 hari

Selesai
Gambar 3.5 Flowchart Pembuatan Enzim Selulase

Universitas Sumatera Utara

28

3.5.5 Flowchart Pengambilan Enzim
Prosedur pengambilan enzim dalam bentuk flowchart ditampilkan
dalam Gambar 3.6.
Mulai

Hasil inkubasi diekstrak dengan aquades sebanyak 50 ml

Endapan dan cairan hasil inkubasi dipisahkan dengan menggunakan
centrifuge dengan kecepatan 250 rpm selama 15 menit

Cairan yang diperoleh kemudian diambil untuk diuji
aktivitas enzimnya

Selesai
Gambar 3.6 Flowchart Pengambilan Enzim

Universitas Sumatera Utara

29

3.5.6 Flowchart Analisis Kadar Selulsa
Prsedur analisis kadar selulosa dalam bentuk flowchart ditampilkan
dalam Gambar 3.7.
Mulai

Satu gram (a) sampel kering ditambahkan 150 ml aquades

Sampel direfluks pada suhu 100 oC selama 1 jam

Hasilnya disaring dengan kertas saring

Residu dicuci dengan air panas sebanyak 300 ml

Residu dikeringkan dengan oven pada 105 oC

Tidak
Apakah
berat sudah
konstan?

Ya

Residu ditimbang (b)

Residu ditambahkan 150 ml H2SO4 1 N

Larutan direfluks pada suhu 100 oC selama 1 jam

Hasilnya disaring dengan kertas saring

A

Universitas Sumatera Utara

30

A

Residu dicuci dengan air panas

Residu dikeringkan dengan oven pada 105 oC

Tidak
Apakah berat
sudah
konstan?
Y
Residu ditimbang (c)

Residu ditambahkan 10 ml H2SO4 72%

Direndam pada suhu kamar selama 4 jam

Ditambahkan 150 ml H2SO4 1 N

Direfluks pada suhu 100 oC selama 1 jam

Disaring dengan kertas saring

Dicuci dengan air panas

Dikeringkan dengan oven pada 105 oC

C

B

Universitas Sumatera Utara

31

B

C

Tidak
Apakah berat
sudah
konstan?
Y
Residu ditimbang (d)

Kadar selulosa dihitung

Selesai

Gambar 3.7 Flowchart Analisis Kadar Selulosa

Universitas Sumatera Utara

BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 PERSIAPAN BAHAN BAKU BIOMASSA TONGKOL JAGUNG DAN
MIKROBA
Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari pengaruh variasi rasio volume
Trichoderma reesei dan Aspergillus niger dalam menghidrolisis selulosa dari
tongkol jagung dan mempelajari pengaruh variasi waktu inkubasi dalam
menghidrolisis selulosa dari tongkol jagung. Penelitian ini dimulai dengan
mempersiapkan bahan baku biomassa dan inokulum. Bahan baku biomassa yang
digunakan dalam penelitian ini adalah tongkol jagung dengan praperlakuan secara
fisik. Inokulum yang digunakan adalah Trichoderma reesei dan Aspergillus niger
yang dibiakan dalam media PDA (Potato Dextrose Agar).

Gambar 4.1 Bubuk Tongkol Jagung
Tongkol jagung diperoleh dari Pusat Penggilingan Jagung yang terdapat di
Simalingkar, Medan, Sumatera Utara. Tongkol jagung tersebut sudah dalam
kondisi kering, dimana kadar air awal tongkol jagung tersebut sebesar 9,6%.
Tongkol jagung ini kemudian dipotong kecil dan dihaluskan dengan blender hingga
menjadi bubuk. Metode pengecilan ukuran ini merupakan metode praperlakuan
biomassa secara fisik. Metode praperlakuan biomassa secara fisik ini dipilih karena
lebih efektif dibandingkan dengan praperlakuan lainnya dimana Amriani, et. al
(2016) memperoleh hasil terbaik produksi enzim selulase dari eceng gondok

32
Universitas Sumatera Utara

33

dengan menggunakan metode praperlakuan secara fisik. Praperlakuan fisik
menyebabkan penurunan kristalinitas selulosa, meningkatkan luas permukaan
substrat, meningkatkan proses perpindahan massa dan perpindahan panas,
meningkatkan aksesbilitas enzim ke permukaan biomassa, serta mempengaruhi
porositas partikel yang akan mempengaruhi efektivitas hidrolisis tongkol jagung.
Reaksi hidrolisis berlangsung lebih cepat dan menghasilkan gula lebih banyak pada
ukuran partikel kecil dibandingkan partikel yang lebih besar [39, 40, 41, 42].
Praperlakuan umumnya dilakukan untuk mengubah atau memindahkan
komposisi dan struktur yang menghalangi proses hidrolisis dan bertujuan untuk
meningkatkan laju aktivitas enzimatik dan fermentasi. Adanya lignin dalam jumlah
yang besar dapat menghalangi akses hidrolisis selulosa dan menghasilkan enzim
selulase [23]. Hasil analisis kadar selulosa, hemiselulosa dan lignin biomassa
tongkol jagung ditampilkan pada Tabel 4.1 dibawah ini.
Tabel 4.1 Kadar Selulosa, Hemiselulosa dan Lignin Tongkol Jagung
Komponen
Selulosa
Hemiselulosa
Lignin

Sebelum Praperlakuan (%)
40,26
28,74
21

Setelah Praperlakuan (%)
45,07
33
11,3

Praperlakuan secara fisik (dengan pengecilan ukuran) mampu mengurangi
kadar lignin yang terdapat dalam biomassa tongkol jagung. Hal ini ditunjukan dari
kadar lignin yang lebih rendah dari kadar lignin biomassa sebelum praperlakuan
seperti pada Tabel 4.1. Metode praperlakuan secara fisik menyebabkan beberapa
perubahan pada biomassa yang bertujuan untuk mengecilkan ukuran partikel,
meningkatkan luas permukaan kontak dan mengurangi kristalinitas selulosa.
Pengecilan ukuran menyebabkan terputusnya rantai polimer yang panjang menjadi
rantai polimer yang lebih pendek dan memisahkan bagian lignin dari selulosa [15,
43].
Karakteristik morfologi partikel dilihat dengan menggunakan SEM (Scanning
Electron

Microscopy).

SEM

dilakukan

untuk

mengevaluasi

perubahan

mikrostruktur dalam bahan baku setelah dilakukan pretreatment [44, 45]. Pada
Gambar 4.2 dapat dilihat hasil SEM pada bahan baku tongkol jagung yang
berukuran 50 mesh dengan perbesaran 500 kali dan 1000 kali. Pada gambar

Universitas Sumatera Utara

34

ditampilkan morfologi yang tidak teratur karena adanya hemiselulosa amorf pada
permukaan partikel. Terlihat bahwa pengangkatan sebagian lignin dan hemiselulosa
menghancurkan

jaringan lignin-hemiselulosa-selulosa. Perubahan-perubahan

struktural dari tongkol jagung memberikan peningkatan kerentanan terhadap
hidrolisis enzimatik. Luas permukaan yang tersedia lebih tinggi memungkinkan
enzim lebih mudah menghidrolisis selulosa [46].

10 µm
(a)

(b)

Gambar 4.2 Analisa SEM Tongkol Jagung Perbesaran (a) 500 kali (b) 1000 kali
Pada penelitian ini digunakana mikroba Trichoderma reesei dan Aspergillus
niger. Pembibitan kedua mikroorganisme dilakukan dalam media PDA (Potato
Dextrose Agar) yang telah disterilkan di dalam autoclave. Pertumbuhan mikroba
dilihat dari koloni yang menyebar dalam cawan petri dan diamati karakteristik dari
mikroba tersebut. Pertumbuhan Trichoderma reesei dilihat dari perubahan warna
pada cawan petri, dimana koloni berwarna kuning [47]. Sedangkan ciri
makroskopis dari Aspergillus niger adalah koloni yang berwarna hitam (dilihat dari
bawah cawan petri tampak berwarna hitam) dan pertumbuhannya menyebar [48,
49].
Pembenihan isolat dalam media PDA berlangsung selamat 3 hari (72 jam)
pada temperatur 20oC [50]. Spora tumbuh menyebar, tidak beraturan, dan tidak
terpola memenuhi cawan petri selama waktu tersebut. Kedua isolat yang telah
diremajakan masing-masing dipindahkan ke dalam media cair. Media cair ini
kemudian akan digunakan sebagai starter.

Universitas Sumatera Utara

35

(a)

(b)

Gambar 4.3 Inokulum Cair (a) Trichoderma reesei; (b) Aspergillus niger

4.2 PRODUKSI ENZIM SELULASE
Pada penelitian ini, tongkol jagung yang telah dilakukan praperlakuan secara
fisik yang digunakan sebagai media pertumbuhan mikroba Trichoderma reesei dan
Aspergillus niger dengan variasi rasio volume 1:0, 0:1, 1:1, 1:2, dan 2:1 dan variasi
waktu inkubasi 3, 4, 5, dan 7 hari untuk menghasilkan enzim selulase.
Inokulum cair dibuat dengan cara mengambil mikroba yang terdapat dalam
media PDA dengan menggunakan kawat ose yang diperkirakan mengandung 104 106 spora yang diinokulasikan dalam 100 ml medium Mandel’s [13]. Suspensi
spora ditambahkan dengan sebanyak 5,25 ml atau 15% (v/w) ke dalam media
fermentasi yang juga telah ditambahkan nutrisi dalam komposisi medium Mandel
Weber [23]. Pertumbuhan mikroba setiap harinya diawasi untuk mencegah
kontaminasi media.
Pengambilan enzim selulase dilakukan dengan sentrifugasi dengan kecepatan
2500 rpm selama 15 menit, kemudian supernatan diambil yang diperkirakan berisi
enzim selulase untuk kemudian dilakukan pengujian kadar gula pereduksi untuk
memperoleh aktivitas enzim selulase dengan metode DNS (Dinitrosalicylic Acid).
Pada penelitian ini, aktivitas enzim dilihat dari aktivitas CMC-ase. Enzim selulase
yang telah terbentuk diaplikasikan ke dalam Carboxymethyl cellulose (CMC) dan
dilihat kemampuan dari aktivitas enzim tersebut dalam memecah ikatan selulosa
menjadi glukosa. Aktivitas enzim selulase merupakan kemampuan enzim untuk
memecah ikatan selulosa menjadi glukosa, semakin tinggi nilai glukosa yang

Universitas Sumatera Utara

36

dihasilkan, maka semakin baik aktivitas enzim yang diperoleh [37, 38]. Nilai
konsentrasi glukosa hasil aktivitas sampel enzim selulase dihitung dari persamaan
kurva standar glukosa dengan panjang gelombang maksimum 550 nm.

4.3 PENGARUH VARIASI RASIO VOLUME MIKROBA
Pada penelitian ini terdapat dua mikroba yang digunakan, yaitu Trichoderma
reesei dan Aspergillus niger. Penelitian ini divariasikan penggunaan kultur mikroba
penghasil enzim selulase dengan perbandingan Trichoderma reesei : Aspergillus
niger yang telah ditentukan, yaitu 1:0, 0:1, 1:1, 1:2, dan 2:1.
4.3.1 Pengaruh Variasi Rasio Volume Mikroba Terhadap Kadar Glukosa
yang Dihasilkan
Pengaruh perbandingan mikroba dengan kadar glukosa yang dihasilkan

Kadar Glukosa (mg/ml)

pada proses hidrolisis tongkol jagung ditunjukan oleh Gambar 4.4 dibawah ini.
16
14

3 hari

12

4 hari

10

5 hari

8

7 hari

6
4
1:0

1:2
0:1
2:1
T. reesei : A. niger (v/v)

1:1

Gambar 4.4 Pengaruh Perbandingan Mikroba Dengan Kadar Glukosa yang
Dihasilkan
Pada gambar diatas dapat dilihat hasil perbandingan mikroba terhadap
kadar glukosa dengan berbagai waktu inkubasi menunjukan bahwa
penggunaan mix kultur mikroba memberikan hasil kadar glukosa yang lebih
tinggi dibandingkan penggunaan mono kultur mikroba. Diperoleh hasil kadar
glukosa terbaik dengan perbandingan 2 Trichoderma reesei : 1 Aspergillus
niger sebesar 14,69 mg/ml. Kodri, dkk (2013) dengan menggunakan mikroba
yang sama dengan bahan baku jerami padi memperoleh hasil terbaik dengan

Universitas Sumatera Utara

37

penggunaan mix kultur, yaitu pada perbandingan 2 Trichoderma reesei : 1
Aspergillus niger menghasilkan kadar glukosa sebesar 16,884%. Perbandingan
enzim selulase Trichoderma reesei : Aspergillus niger 2:1 menghasilkan
jumlah endo-1,4-β-glukanase dan ekso-1,4-β-glukanase yang lebih banyak
dibandingkan dengan perbandingan lainnya sehingga menghasilkan selobiosa
yang banyak pula. Penambahan Aspergillus niger yang cukup banyak akan
menurunkan konsentrasi dari glukosa dikarenakan selobiosa yang dihasilkan
sangat sedikit sehingga glukosa yang akan di hasilkan akan sedikit.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan, diperoleh bahwa penggunaan mix
kultur mikroba dalam proses hidrolisis enzimatik memberikan hasil terbaik
dibandingkan dengan penggunaan mono kultur.

Universitas Sumatera Utara

38

4.3.2 Pengaruh Variasi Rasio Volume Mikroba Terhadap Aktivitas Enzim
Selulase
Kedua mikroba yang digunakan dengan perbandingan yang telah
ditetapkan dalam proses inkubasi menghasilkan enzim selulase. Pengaruh
perbandingan mikroba dengan aktivitas enzim selulase ditunjukan oleh
Gambar 4.5 dibawah ini.

Aktivitas Enzim (IU)

Aktivitas Enzim (IU)

3
2
1
0
1:0

3
2
1
0
1:0 1:2 0:1 2:1 1:1
T. reesei : A. niger (v/v)

1:2 0:1 2:1 1:1
T. reesei : A. niger (v/v)

3

(b)

Aktivitas Enzim (IU)

Aktivitas Enzim (IU)

(a)

2
1
0
1:0

1:2 0:1 2:1 1:1
T. reesei : A. niger (v/v)
(c)

3
2
1
0
1:0

1:2 0:1 2:1 1:1
T. reesei : A. niger (v/v)
(d)

Gambar 4.5 Pengaruh Variasi Rasio Volume Mikroba terhadap Aktivitas Enzim
Selulase Dengan Waktu Inkubasi (a) 3 hari, (b) 4 hari, (c) 5 hari, (d) 7 hari
Pada gambar diatas dapat dilihat hasil perbandingan mikroba dalam proses
pembuatan enzim selulase dengan berbagai waktu inkubasi menunjukan bahwa
penggunaan mix kultur mikroba memberikan aktivitas enzim selulase yang lebih
tinggi dibandingkan penggunaan mono kultur mikroba. Pada waktu inkubasi 3 hari,
penggunaan mono kultur dengan Trichoderma reesei menghasilkan aktivitas enzim
sebesar 0,738 IU dan pada mix kultur mikroba dengan perbandingan 1 Trichoderma
reesei: 2 Aspergillus niger mengalami kenaikan sebesar 5,42%. Pada penggunaan
mono kultur dengan Aspergillus niger menghasilkan aktivitas enzim sebesar 0,945

Universitas Sumatera Utara

39

IU dan pada mix kultur mikroba dengan perbandingan 2 Trichoderma reesei: 1
Aspergillus niger mengalami kenaikan aktivitas enzim sebesar 32,69%. Sedangkan
pada penggunaan mix kultur mikroba dengan perbandingan 1 Trichoderma reesei:
1 Aspergillus niger menghasilkan nilai aktivitas enzim yang tinggi dibandingkan
dengan perbandingan yang lain, yaitu sebesar 2,157 IU. Pada waktu inkubasi 4 hari,
penggunaan mono kultur dengan Trichoderma reesei menghasilkan aktivitas enzim
sebesar 0,831 IU dan pada mix kultur mikroba dengan perbandingan 1 Trichoderma
reesei: 2 Aspergillus niger mengalami kenaikan sebesar 18,29%. Pada penggunaan
mono kultur dengan Aspergillus niger menghasilkan aktivitas enzim sebesar 0,957
IU dan pada mix kultur mikroba dengan perbandingan 2 Trichoderma reesei: 1
Aspergillus niger mengalami kenaikan aktivitas enzim sebesar 45,45%. Sedangkan
pada penggunaan mix kultur mikroba dengan perbandingan 1 Trichoderma reesei:
1 Aspergillus niger menghasilkan nilai aktivitas enzim yang tinggi dibandingkan
dengan perbandingan yang lain, yaitu sebesar 2,174 IU. Pada waktu inkubasi 5 hari,
penggunaan mono kultur dengan Trichoderma reesei menghasilkan aktivitas enzim
sebesar 1,164 IU dan pada mix kultur mikroba dengan perbandingan 1 Trichoderma
reesei: 2 Aspergillus niger mengalami kenaikan sebesar 5,33%. Berbeda dengan
waktu inkubasi sebelumnya, pada penggunaan mono kultur dengan Aspergillus
niger menghasilkan aktivitas enzim yang lebih rendah dibandingkan dengan
penggunaan mono kultur Trichoderma reesei yaitu sebesar 0,969 IU dan pada mix
kultur mikroba dengan perbandingan 2 Trichoderma reesei: 1 Aspergillus niger
mengalami kenaikan aktivitas enzim yang cukup tinggi yaitu dengan aktivitas
enzim sebesar 2,316 IU. Sedangkan pada penggunaan mix kultur mikroba dengan
perbandingan 1 Trichoderma reesei: 1 Aspergillus niger menghasilkan nilai
aktivitas enzim sebesar1,722 IU. Pada waktu inkubasi 7 hari, penggunaan mono
kultur dengan Trichoderma reesei menghasilkan aktivitas enzim sebesar 1,089 IU.
Berbeda dengan waktu inkubasi lainnya, pada mix kultur mikroba dengan
perbandingan 1 Trichoderma reesei: 2 Aspergillus niger mengalami penurunan
aktivitas sebesar 5,69%. Pada penggunaan mono kultur dengan Aspergillus niger
menghasilkan aktivitas enzim yang lebih rendah dibandingkan dengan penggunaan
mono kultur Trichoderma reesei yaitu sebesar 0,903 IU dan pada mix kultur
mikroba dengan perbandingan 2 Trichoderma reesei: 1 Aspergillus niger

Universitas Sumatera Utara

40

mengalami kenaikan aktivitas enzim yang cukup tinggi yaitu dengan aktivitas
enzim sebesar 2,054 IU. Sedangkan pada penggunaan mix kultur mikroba dengan
perbandingan 1 Trichoderma reesei: 1 Aspergillus niger menghasilkan nilai
aktivitas enzim sebesar1,745 IU.
Kodri, dkk (2013) dengan menggunakan mikroba yang sama dengan bahan
baku jerami padi memperoleh hasil terbaik dengan penggunaan mix kultur, yaitu
pada perbandingan 2 Trichoderma reesei : 1 Aspergillus niger menghasilkan kadar
glukosa sebesar 16,884%. Perbandingan enzim selulase Trichoderma reesei :
Aspergillus niger 2:1 menghasilkan jumlah endo-1,4-β-glukanase dan ekso-1,4-βglukanase yang lebih banyak dibandingkan dengan perbandingan lainnya sehingga
menghasilkan selobiosa yang banyak pula. Eva (1996) dalam Kodri, dkk (2013)
menyatakan pada perbandingan ini mampu menghasilkan endoglukanase dan
eksoglukanase yang akan merubah jerami padi menjadi selobiosa dengan sedikit

penambahan β-glukosidase dari Aspergillus niger yang kemudian selobiosa beraksi
dengan β-glukosidase untuk menghasilkan glukosa. Penambahan Aspergillus niger
yang cukup banyak akan menurunkan konsentrasi dari glukosa dikarenakan
selobiosa yang dihasilkan sangat sedikit sehingga glukosa yang akan di hasilkan
akan sedikit. Berdasarkan penelitian yang dilakukan, diperoleh bahwa penggunaan
mix kultur mikroba dalam proses pembuatan enzim selulase memberikan hasil
terbaik dibandingkan dengan penggunaan mono kultur dan pada penelitian ini
diperoleh hasil terbaik dengan perbandingan Trichoderma reesei:Aspergillus niger
2:1 sebesar 2,316 IU.

4.4 PENGARUH WAKTU INKUBASI
Waktu inkubasi merupakan salah satu aspek yang berpengaruh pada produksi
enzim oleh mikroba. Pada penelitian ini divariasikan waktu inkubasi mikroba yaitu
pada 3, 4, 5, dan 7 hari.
4.4.1 Pengaruh Waktu Inkubasi Terhadap Kadar Glukosa yang
Dihasilkan
Pengaruh waktu inkubasi dengan kadar glukosa yang dihasilkan pada
proses hidrolisis tongkol jagung ditunjukan oleh Gambar 4.6 dibawah ini.

Universitas Sumatera Utara

Kadar Glukosa (mg/ml)

41

16
14
12
10

8
6
4
3

4
5
Waktu (hari)

7

Rasio Volume
T.reesei : A.niger 1:0
Rasio Volume
T.reesei : A.niger 1:2
Rasio Volume
T.reesei : A.niger 0:1
Rasio Volume
T.reesei : A.niger 2:1
Rasio Volume
T.reesei : A.niger 1:1

Gambar 4.6 Pengaruh Waktu Inkubasi Terhadap Kadar Glukosa
Total gula pereduksi yang dihasilkan selama hidrolisis enzimatis dapat
dilihat

pada

Gambar

4.6

diatas

dengan

kisaran

4,56-

14,68 mg/ml. Hasil ini lebih rendah dibandingkan dengan hasil penelitian
Ahamed dan Patrick (2008) yaitu 76,6 g/L. Perbedaan hasil tersebut diduga
karena adanya perbedaan kadar selulosa dari bahan baku yang digunakan.
Bahan baku pada penelitian ini adalah limbah tongkol jagung yang
memiliki kadar selulosa sebesar 45,07%. Semakin banyak substrat selulosa
yang bisa dihidrolisis oleh selulase menjadi monomernya maka semakin
meningkat kadar glukosanya. Dengan penggunaan selulosa yang lebih sedikit,
total gula pereduksi yang dihasilkan pun akan lebih rendah [54].
Pada gambar di atas telihat kenaikan aktivitas enzim selulase dari hari
ketiga hingga hari kelima, tetapi pada hari ketujuh aktivitas enzim selulase
mengalami penurunan. Hal tersebut disebabkan adanya aktivitas enzim
selulase yang bekerja secara sinergis. Namun, tingginya kadar glukosa pada
hari ke-5 menyebabkan terhambatnya aktivitas selulase sehingga pembentukan
glukosa menjadi terhambat dan menyebabkan turunnya nilai kadar glukosa
[54]. Pada penggunaan mikroba mono kultur Aspergillus niger terlihat semakin
hari terjadi penurunan nilai kadar glukosa. Hal tersebut dikarenakan mikroba
Aspergillus niger hanya mengandung sedikit Endo-1,4-β-D-glukanase dan
Ekso-1,4-β-D-glukanase yang dapat mengubah selulosa menjadi selobiosa
[25]. Sehingga hanya sedikit glukosa yg dapat dibentuk oleh β-glukosidase.

Universitas Sumatera Utara

42

4.4.2 Pengaruh Waktu Inkubasi Terhadap Aktivitas Enzim Selulase
Gambar 4.7 menunjukan hubungan variasi waktu inkubasi terhadap

Aktivitas Enzim (IU)

Aktivitas Enzim (IU)

aktivitas enzim selulase.
3
2
1
0
3

4
5
Waktu (hari)

7

3
2
1
0
3

3
2
1
0
3

7

(b)

Aktivitas Enzim (IU)

Aktivitas Enzim (IU)

(a)

4
5
Waktu (hari)

4
5
Waktu (hari)

7

3
2
1
0
3

7

(d)

Aktivitas Enzim (IU)

(c)

4
5
Waktu (hari)

3
2
1
0
3

4
5
Waktu (hari)

7

(e)
Gambar 4.7 Pengaruh Waktu Inkubasi terhadap Aktvitas Enzim Selulase dengan
Perbandingan Trichoderma reesei: Aspergillus niger (v/v) (a) 1:0, (b) 1:2, (c) 0:1,
(d) 2:1, (e) 1:1

Universitas Sumatera Utara

43

Pada gambar di atas telihat kenaikan aktivitas enzim selulase dari hari
ketiga hingga hari kelima, tetapi pada hari ketujuh aktivitas enzim selulase
mengalami penurunan. Pada Penggunaan mono kultur dengan Trichoderma
reesei pada waktu 3 hari diperoleh nilai aktivitas enzim sebesar 0,738 IU. Pada
hari ke-4 nilai aktivitas enzim mengalami kenaikan sebesar 12,60% dan
mengalami kenaikan pula pada hari ke-5 sebesar 40,07%. Namun kenaikan
nilai aktivitas enzim tersebut tidak terjadi pada hari ke-7. Pada hari ke-7 nilai
aktivitas enzim mengalami penurunan sebesar 6,44%. Pada Penggunaan mix
kultur dengan perbandingan 1 Trichoderma reesei : 2 Aspergillus niger pada
waktu 3 hari diperoleh nilai aktivitas enzim sebesar 0,778 IU. Pada hari ke-4
nilai aktivitas enzim mengalami kenaikan sebesar 26,35% dan mengalami
kenaikan nilai aktivitas enzim pula pada hari ke-5 sebesar 24,72%. Namun
pada hari ke-7 nilai aktivitas enzim mengalami penurunan sebesar 16,23%.
Pada Penggunaan mono kultur dengan Aspergillus niger pada waktu 3 hari
diperoleh nilai aktivitas enzim sebesar 0,945 IU. Pada hari ke-4 nilai aktivitas
enzim mengalami kenaikan sebesar 1,27%.dan mengalami kenaikan pula pada
hari ke-5 sebesar 1,25%. Sedangkan pada hari ke-7 nilai aktivitas enzim
mengalami penurunan sebesar 6,91%. Pada Penggunaan mix kultur dengan
perbandingan 2 Trichoderma reesei : 1 Aspergillus niger pada waktu 3 hari
diperoleh nilai aktivitas enzim sebesar 1,254 IU. Pada hari ke-4 nilai aktivitas
enzim mengalami kenaikan sebesar 11% dan

mengalami kenaikan nilai

aktivitas enzim pula pada hari ke-5 sebesar 66,38%. Namun pada hari ke-7 nilai
aktivitas enzim mengalami penurunan sebesar 3,15%. Pada Penggunaan mix
kultur dengan perbandingan 1 Trichoderma reesei : 1 Aspergillus niger pada
waktu 3 hari diperoleh nilai aktivitas enzim sebesar 2,157 IU. Pada hari ke-4
nilai aktivitas enzim tidak mengalami kenaikan secara signifikan. Kenaikan
aktivitas enzim yaitu sebesar 0,79%. Berbeda dengan perbandingan lainnya,
pada perbandingan ini, pada hari ke-5 nilai aktivitas enzim mengalami
penurunan sebesar 20,79% dan mengalami kenaikan nilai aktivitas enzim pada
hari ke-7 sebesar 1,34%.
Okonkwo, et. al (2014) melaporkan bahwa waktu untuk produksi enzim
selulosa dengan menggunakan Mandel Weber medium memperoleh hasil

Universitas Sumatera Utara

44

optimum pada hari pertama hingga hari kelima dan menurun pada waktu
selanjutnya. Hal ini dikarenakan hilangnya kelembaban dan stabilitas enzim.
Hal yang sama juga dilaporkan oleh beberapa peneliti terdahulu. Sahin, et. al.
(2013) melaporkan bahwa waktu ideal dalam produksi enzim selulase dengan
Trichoderma ouroviride adalah 5 hari, setelah waktu itu maka akan mengalami
penurunan aktivitas enzim. Fatma, et. al. (2010) menggunakan Trichoderma
reesei pada hidolisis enzimatik juga mengalami penurunan pada hari ketujuh.
Singh, et. al. (2009) melaporkan bahwa penurunan aktivitas enzim karena efek
akumulatif dari selobiosa.
Pada perbandingan Trichoderma reesei:Aspergillus niger 1:1, terlihat
bahwa pada hari kelima aktivitas enzim mengalami penurunan. Kumar, et. al.
(2016) melakukan penelitian dengan menggunakan Aspergillus niger
mengalami penurunan setelah hari keempat, hal tersebut dikarenakan penipisan
nutrisi yang mengakibatkan penurunan pertumbuhan aktivitas enzim selulase.
Waktu inkubasi juga berhubungan dengan tahapan pertumbuhan mikroba.
Amriani, et. al (2016) menyebutkan bahwa pada fase stasioner mikroba berada
pada fase stag, dimana nutrisi sudah mulai habis dan memicu mikroba untuk
menghasilkan enzim selulase yang digunakan untuk memecah gugus selulosa
menjadi gugus sederhana yaitu glukosa. Mikroba tidak hanya menghasilkan
enzim selulase, tetapi juga enzim lainnya, dimana bagi mikroba lain yang
tumbuh bersama dapat menjadi anti biotik sehingga dapat melumpuhkan
mikroba lain. Sari, dkk. (2012) melaporkan bahwa menurunnya aktivitas enzim
setelah hari keempat karena kadar glukosa berlebih telah menghambat aktivitas
selulase, jika kadar glukosa berlebih, maka pembentukan glukosa juga akan
berkurang (feedback inhibition).

Universitas Sumatera Utara

BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 KESIMPULAN
Adapaun kesimpulan yang diperoleh dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Penurunan kadar lignin pada tongkol jagung terjadi dengan praperlakuan
secara fisik dimana kadar lignin sebelum praperlakuan sebesar 21% dan
setelah praperlakuan fisik menjadi 11,3%.
2. Berdasarkan nilai aktivitas enzim, pengaruh perbandingan rasio mikroba
dengan mix kultur lebih baik dibandingkan dengan mono kultur.
3. Nilai aktivitas enzim akan naik seiring dengan bertambahnya waktu
inkubasi, tetapi akan menurun setelah hari ke-5 inkubasi.
4. Aktivitas enzim selulase tertinggi diperoleh yaitu 2.316172 IU pada hari
ke-5 dengan perbandingan 2 Trichoderma reesei: 1 Aspergillus niger.

5.2 SARAN
Saran yang dapat diberikan untuk melengkapi penelitian ini adalah sebagai
berikut:
1. Melakukan variasi ukuran biomassa lignoselulosa untuk melihat enzim
selulase yang diperoleh.
2. Melihat kandungan lain didalam enzim selulase, seperti selobiosa.
3. Melihat kondisi selama proses inkubasi secara berkala agar isolat dan
inokulum tidak terkontaminasi.

45
Universitas Sumatera Utara