Pengaruh Waktu Inkubasi Terhadap Kinerja Enzim Selulase Dari Tongkol Jagung Dengan Trichoderma reesei, Aspergillus niger dan Campuran Keduanya

5

Penelitian ini akan memproduksi enzim selulase dari tongkol jagung
mengunakan Trichoderma reesei, Aspergillus niger dan campuran keduanya
dengan waktu fermentasi yang divariasikan. Proses yang dilakukan diawali dengan
pretreatment secara fisik dan inkubasi dengan proses Solid State Fermentation
(SSF).

1.3

TUJUAN PENELITIAN
Adapun yang menjadi tujuan dari penelitian ini adalah:

1.

Mempelajari pengaruh variasi rasio volume Trichoderma reesei dan
Aspergillus niger dalam menghidrolisis selulosa dari tongkol jagung.

2.

Mempelajari pengaruh variasi waktu inkubasi dalam menghidrolisis selulosa

dari tongkol jagung.

1.4

MANFAAT PENELITIAN
Adapun yang menjadi manfaat dari penelitian ini adalah:

1.

Memberikan informasi mengenai kinerja Trichoderma reseei, Aspergillus
niger dan campuran keduanya yang terbaik untuk menghidrolisis selulosa.

2.

Memberikan informasi bagi peneliti yang ingin melakukan penelitian sejenis
atau yang berhubungan.

1.5

RUANG LINGKUP PENELITIAN

Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Penelitian, Departemen Teknik

Kimia, Fakultas Teknik dan Laboratorium Mikrobiologi Farmasi, Fakultas
Farmasi, Universitas Sumatera Utara, Medan. Dalam penelitian ini, bahan baku
yang digunakan adalah tongkol jagung yang berasal dari proses limbah pertanian.
Mikroorganisme yang digunakan dalam penelitian ini adalah Trichoderma reseei
dan Aspergillus niger. Penelitian ini diawali dengan membuat kultur kedua mikroba
dalam PDA (Potato Dextrose Agar) untuk mendapatkan jumlah mikroba yang
cukup yang akan ditambahkan ke dalam percobaan yang dilakukan. Kemudian
terhadap substrat terlebih dahulu dilakukan pretreatment secara fisik lalu proses
fermentasi yang digunakan ialah Solid State Fermentation (SSF).

Universitas Sumatera Utara

6

Adapun variabel-variabel dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
1.

2.


Variabel tetap:
a. Berat sampel

: 100 gram

b. Temperatur inkubator

: 20 0C

c. pH

:4–5

d. Kadar air

: 75%

Variabel divariasikan:
a. Perbandingan volume Trichoderma reseei dan Aspergillus niger :


1:0,

0:1, 1:1, 1:2, 2:1
b. Waktu inkubasi

: 3, 4, 5, dan 7 hari

Analisis yang akan dilakukan didalam penelitian ini meliputi kadar selulosa,
kadar glukosa, kadar selubiosa dan kadar glukosa tersebut akan dikonversi ke dalam
aktivitas enzim.

Universitas Sumatera Utara

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1

TONGKOL JAGUNG
Produksi jagung di Indonesia mengalami fluktuasi dari tahun 2011 hingga


2015. Namun produksi jagung tersebut mengalami kenaikan pada tahun 2015 yaitu
sebesar 19.833.289 ton [6]. Produksi jagung pipilan yang melimpah di Indonesia
menyisakan tongkol jagung sebagai limbah pertanian. Komposisi dari tongkol
jagung tersebut didominasi oleh selulosa. Selulosa merupakan salah satu komponen
utama dalam tanaman dan merupakan bahan non beracun, biodegradable,
terbarukan dan dapat dimodifikasi dengan mudah. Oleh karena itu selulosa
memiliki potensi yang tinggi sebagai bahan industry [20]. Kandungan selulosa yang
cukup tinggi dari tongkol jagung yaitu 41%, hal ini memungkinkan untuk
dimanfaatkan sebagai substrat dalam produksi crude enzim selulase. Komponen
utama lainnya yang cukup tinggi dalam biomassa lignoselulosa adalah hemiselulosa
yang merupakan substrat dalam pembuatan xylanase [21]. Tabel berikut adalah data
komposisi dari tongkol jagung.
Tabel 2.1 Komposisi Tongkol Jagung [18]
Komponen
Air
Abu
Hemiselulosa
Selulosa
Lignin

Pektin
Pati

Komposisi (%)
9,6
1,5
36,0
41,0
6,0
3,0
0,014

Secara morfologi, tongkol jagung adalah tangkai utama yang termodifikasi.
Tongkol jagung merupakan salah satu limbah lignoselulosik yang banyak tersedia
di Indonesia. Limbah lignoselulosik adalah limbah pertanian yang mengandung
selulosa, hemiselulosa, dan lignin. Masing-masing merupakan senyawa-senyawa
yang potensial dapat dikonversi menjadi senyawa lain secara biologi. Selulose
merupakan sumber karbon yang dapat digunakan mikroorganisme sebagai substrat

7

Universitas Sumatera Utara

8

dalam proses fermentasi untuk menghasilkan produk yang mempunyai nilai
ekonomi tinggi [10].

2.2

MIKROBA PENGHASIL ENZIM SELULASE
Pada proses fermentasi melibatkan beberapa enzim yang dikeluarkan oleh

kapang, sehingga jumlah sel kapang yang hidup paling tinggi terdapat pada lama
fermentasi 3 hari dan semakin lama fermentasi aktivitas kapang semakin menurun
[22]. Selulase dapat dihasilkan dari mikroorganisme jamur, bakteri dan
actinomycetes, namun jamur digunakan secara komersial untuk produksi enzim dan
diantara jamur tersebut, Trichoderma dan Aspergillus telah dipelajari secara
ekstensif [23].
Perpaduan antara Trichoderma reesei dan Aspergillus niger menunjukan
keseimbangan terbaik dalam kegiatan selulosa dan hemiselulosa dan oleh karena

itu sangat efektif untuk sakarifikasi dan lebih disukai untuk enzimatik berbagai
biomassa selulosa [24]. Kodri (2013) melakukan penelitian dengan perpaduan
antara kedua mikroba tersebut dan mendapatkan hasil terbaik dengan perbandingan
1 Aspergilllus niger : 2 Trichoderma reesei demikian juga penelitian yang
dilakukan oleh Ahamed dan Patrick (2008). Namun, beberapa penelitian
menunjukan hasil yang berbeda, hasil terbaik yang diperoleh ialah dengan
menggunakan mono culture [15, 18, 19].
Mikroorganisme

penghasil

selulase

umumnya

merupakan

pengurai

karbohidrat dan tidak dapat memanfaatkan protein atau lipid sebagai sumber energi.

Mikroba penghasil selulase terutama bakteri Cellulomonas dan Cytophaga serta
kebanyakan fungi dapat menggunakan berbagai jenis karbohidrat lainnya selain
selulosa, sedangkan spesies mikroba selulolitik anaerobik terbatas pada selulosa
dan/atau produk hidrolisisnya. Tidak semua mikroorganisme yang dapat
menggunakan selulosa sebagai sumber energi menghasilkan kompleks enzim
selulase yang lengkap. Hanya beberapa strain yang dapat menghasilkan kompleks
enzim selulase yang terdiri dari tiga komponen utama yaitu endo-β-glukanase,
ekso-β-glukanase, dan β-glukosidase. Mikroba yang digunakan secara komersial
untuk produksi enzim selulase umumnya terbatas pada T. reesei, H. insolens, A.
niger, Thermomonospora fusca, dan Bacillus sp [15].

Universitas Sumatera Utara

9

2.2.1 Trichoderma reesei
Organisme selulolitik yang mampu mensekresi sejumlah besar enzim
selulolitik adalah jamur Trichoderma reesei berfilamen. Tiga jenis selulase
bertindak dalam hubungannya satu dengan yang lain secara efektif untuk
mengkonversi selulosa menjadi glukosa. Endo-β-1,4-glukonase secara acak

membelah ikatan dalam pada bagian amorf dari rantai selulosa dan memperlihatkan
akhir rantai untuk membuat target baru untuk set kedua enzim, yaitu
selobiohidrolase. Enzim ini, pada gilirannya, menghidrolisis baik kristal dan
selulosa amorf dari mengurangi dan tidak mengurangi hingga membebaskan
selobiosa yang kemudian dibelah menjadi glukosa oleh set ketiga enzim, yaitu βglukosidase [24].
Trichoderma

reesei

jamur

berfilamen

yang

dapat

menghasilkan

endoglukanase dan eksoglukanase sampai 80% tetapi β-glukosidasenya lebih

rendah sehingga produk utama hidrolisisnya bukan glukosa melainkan selobiosa
[25].
Sistem selulolitik ekstraseluler dari T. reesei terdiri dari 60-80%
cellobiohydrolases atau glucanases exo, 20-36% endoglukanase, dan 1% βglucosidases, dan ketiga enzim bertindak secara sinergis untuk mengkonversi
selulosa menjadi glukosa [26].
2.2.2 Aspergillus niger
Aspergillus niger merupakan sebuah jamur berfilamen yang telah digunakan
untuk memproduksi enzim komersial, bahan makanan, obat-obatan, dan asam
organik karena efisiensi sekresi yang luar biasa [27]. Aspergillus niger merupakan
salah satu spesies yang paling umum dan mudah diidentifikasi dari genus
Aspergillus, Aspergillus niger dapat tumbuh dengan cepat, dapat tumbuh pada suhu
35ºC-37ºC (optimum), 6ºC-8ºC (minimum), 45ºC-47ºC (maksimum) dan
memerlukan oksigen yang cukup. Aspergillus niger memiliki bulu dasar berwarna
putih atau kuning dengan lapisan konidiospora tebal berwarna coklat gelap sampai
hitam. Aspergillus niger merupakan salah satu jamur berfilamen yang dapat
memproduksi enzim selulase. Enzim selulase diperoleh dari campuran enzim

endoglukanase, eksoglukanase, dan β-glukosidase. Aspergillus niger menghasilkan

Universitas Sumatera Utara

10

β-glukosidase tinggi akan tetapi endo-β-1, 4-glukanase dan ekso-β-1,4glukanasenya rendah [25].

2.3

PRETREATMENT BAHAN BAKU
Teknologi pretreatment/praperlakuan yang dilakukan pada dasarnya adalah

untuk mengubah atau memindahkan komposisi dan struktur yang menghalangi
proses hidrolisis yang bertujuan untuk meningkatkan laju aktivitas enzimatis dan
hasil fermentasi yang menghasilkan glukosa dari selulosa atau hemiselulosa.
Praperlakuan biasanya dibutuhkan untuk membantu hidrolisis enzimatis dan
biasanya dilakukan pada substrat berbahan lignoselulosa. Lignin yang melindungi
selulosa sekaligus sebuah penghalang bagi mikroorganisme untuk memproduksi
enzim khususnya selulase sehingga praperlakuan perlu dilakukan. Pada dasarnya,
pada produksi enzim selulase yang menginduksi produksi adalah selulosa, dan
substrat lignoselulosa yang tidak hanya terdiri dari selulosa saja, tetapi juga terdapat
komponen lain membuat perolehan enzim selulase rendah dibandingkan dengan
substrat selulosa murni. [15]. Struktur dari lignoselulosa ditunjukan pada gambar
dibawah ini:

Gambar 2.1 Struktur Lignoselulosa [11]

Gambar 2.2 Struktur Selulosa [12]

Universitas Sumatera Utara

11

Gambar 2.3 Struktur Hemiselulosa [28]
Adanya lignin (terutama) dan hemiselulosa pada permukaan selulosa dalam
sebuah lignoselulosa merupakan salah satu faktor penghalang yang mencegah
selulase menghidrolisis selulosa [11]. Lignin berperan atas kekakuan struktur
sebuah lignoselulosa. Dengan demikian, aksesbilitas enzim terhadap selulosa
dibatasi oleh lignin tersebut, sehingga perlu dilakukan delignifikasi untuk
meningkatkan hidrolisis enzimatik. Hemiselulosa adalah penghalang fisik yang
mengelilingi serat selulosa dan dapat melindungi selulosa dari serangan enzimatik.
Tongkol jagung memiliki beberapa komposisi dan yang menjadi penghalang
dalam hidrolisis enzimatik ialah kandungan lignin yang terdapat pada tongkol
jagung, yakni ±6% [18]. Berbagai prosedur pretreatment telah dievaluasi untuk
efektivitas terhadap biodegradasi selulosa dan mungkin kesesuaian prosedur
pretreatment dapat bervariasi tergantung pada bahan baku yang dipilih. Metode
praperlakuan fisik seperti (ball mill) dapat digunakan sebagai pretreatment tongkol
jagung yang akan mengurangi ukuran partikel sehingga meningkatkan luas
permukaan yang tersedia saat hidrolisis enzimatik [28, 29].

Gambar 2.4 Efek dari Pretreatment Lignoselulosa [30]

Universitas Sumatera Utara

12

Pra perlakuan harus memenuhi beberapa persyaratan berikut ini:
1. Meningkatkan pembentukan gula atau kemampuan untuk selanjutnya
membentuk gula saat hidrolisis enzimatik.
2. Menghindari degradasi atau hilangnya karbohidrat.
3. Menghindari pembentukan produk samping yang menghambat pada saat
proses hidrolisis dan fermentasi selanjutnya.
4. Biaya yang efektif dan meminimalkan pemakaian energy.
[29, 14]

2.4

TEKNOLOGI PEMBUATAN ENZIM SELULASE
Saat ini, permintaan industri untuk selulase sedang dipenuhi oleh metode

produksi menggunakan proses fermentasi terendam (SMF), menggunakan strain
rekayasa genetika dari Trichoderma. Biaya produksi dalam sistem SMF meskipun
tinggi dan tidak ekonomis untuk menggunakannya dalam banyak proses seperti
produksi enzim yang memerlukan pengurangan biaya produksi dengan
mengerahkan metode alternatif seperti SSF. Solid State Fermentation (SSF) dapat
menjadi minat khusus dalam proses di mana produk fermentasi mentah dapat
digunakan secara langsung sebagai sumber enzim. Hal ini sebagian karena proses
yang melibatkan SSF memiliki kebutuhan energi yang lebih rendah, menghasilkan
lebih sedikit air limbah dan ramah lingkungan seperti menyelesaikan masalah
pembuangan limbah padat. Sistem enzim selulase terdiri dari 3 jenis, yaitu endo1,4-β-glukanase, selobiohidrolase atau eksoglukanase, dan β-glukosidase [23].
Solid State Fermentation didefinisikan sebagai proses fermentasi dimana
mikroorganisme tumbuh pada bahan padat tanpa kehadiran air bebas. Kelemahan
dari proses SSF ini ialah tidak dapat digunakan dalam fermentasi bakteri. SSF
menawarkan kemungkinan terbesar bila menggunakan jamur, tidak seperti
mikroorganisme lainnya, jamur biasanya tumbuh di alam pada substrat padat seperti
potongan kayu, biji, batang, dan akar [31]. SSF menawarkan banyak keuntungan
untuk produksi bahan kimia dan enzim, di Jepang, SSF digunakan secara komersial
untuk menghasilkan enzim dalam skala industri.

Universitas Sumatera Utara

13

SSF memiliki banyak keuntungan dibandingkan dengan SMF, diantaranya
ialah:
Tabel 2.2 Keuntungan dan Kerugian SSF dibanding SMF [32]
Keuntungan
Produktivitas yang lebih tinggi
Sirkulasi oksigen yang lebih baik
Media dengan biaya yang rendah
Proses produksi yang mudah

Kerugian
Kesulitan pada scale up
Efektifitas campuran rendah
Sulit mengontrol parameter (pH,
panas, kelembaban, kondisi nutrisi)
Produk pengotor yang lebih tinggi,
meningkatkan biaya pemulihan produk

Rendahnya energi yang dibutuhkan
Teknologi sederhana
Jarang mengalami masalah operasional
Menyerupai habitat alami bagi
beberapa mikroorganisme
Biaya utilitas hidrolisis enzimatik rendah dibandingkan dengan hidrolisis
asam atau basa karena hidrolisis enzimatik biasanya dilakukan pada kondisi ringan
(pH 4,8 dan suhu 45 - 50 oC) dan tidak memiliki masalah korosi [29].

2.5

ENZIM SELULASE
Selulase merupakan komponen yang terdiri dari campuran kompleks enzim

yang bertanggung jawab untuk menghidrolisis selulosa. Mikroorganisme tertentu
menghasilkan partikel yang dinamakan selulosom. Partikel inilah yang akan
terdisintegrasi menjadi enzim yang secara sinergis mendegradasi selulosa. Selulase
dapat dibagi menjadi tiga kelas aktivitas enzim utama [33], yaitu:
1. Endo-1,4-β-D-glucanase (endoselulase, carboxymethylcellulase atau
CMCase), yang mengurai polimer selulosa secara random pada ikatan

internal α-1,4-glikosida untuk menghasilkan oligodekstrin dengan panjang
rantai yang bervariasi.
2. Exo-1,4-β-D-glucanase (cellobiohydrolase), yang mengurai selulosa dari
ujung pereduksi dan non pereduksi untuk menghasilkan selobiosa.
3. β–glucosidase (cellobiase), yang mengurai selobiosa untuk menghasilkan
glukosa [15].

Universitas Sumatera Utara

14

Gambar 2.5 Mekanisme kerja selulase [21]
Selulase adalah enzim yang penting dalam industri yang diaplikasikan di
berbagai industri seperti tekstil, kertas dan pulp, dan industri makanan. Dalam
industri makanan, selulase dikombinasi dengan pectinase yang akan membantu
dalam ekstraksi yang lebih baik dan klarifikasi dari jus buah. Selulase dikenal baik
dalam industry dan sangat diperlukan terutama untuk produksi bioethanol dari
lignoselulosa [23]. Selulase diterapkan untuk menghasilkan gula pereduksi dari
lignoselulosa, yang dapat lebih dimanfaatkan untuk menghasilkan etanol. Dalam
kasus tersebut, sistem selulase digunakan untuk mendegradasi bahan lignoselulosa
seperti biomassa limbah pertanian. Selain aplikasi dalam produksi biofuel, selulase
juga digunakan dalam buah, sayur industri, tanaman minyak, teh, tekstil, dan pulp
[26]. Selulase terdiri dari enzim kompleks yang terlibat dalam degradasi alami dari
selulosa, polisakarida utama sel tumbuhan. Enzimatik kompleks dapat
mengkonversi selulosa untuk oligosakarida dan glukosa. Mikroorganisme seperti
jamur dan bakteri adalah produsen penting dari selulase. Perhitungan biaya substrat
untuk sebagian kecil utama dari biaya produksi selulase dan penggunaan sumber
daya yang murah biomassa sebagai substrat dapat membantu mengurangi harga
selulase [34].

2.6

FAKTOR-FAKTOR

YANG

MEMPENGARUHI

HIDROLISIS

ENZIMATIK
Modifikasi struktural yang terjadi pada saat pretreatment biomassa
lignoselulosa memiliki pengaruh yang signifikan dalam hidrolisis enzimatik.

Universitas Sumatera Utara

15

Komposisi biomassa berperan penting dalam menentukan hidrolisis enzimatik.
Selain pretreatment, keadaan proses terkait enzim juga memiliki pengaruh yang
besar dalam hidrolisis enzimatik. Faktor utama yang mempengaruhi hidrolisis
enzimatik dibagi menjadi dua kelompok, yaitu faktor yang berkaitan dengan enzim
dan substrat.
A. Faktor Terkait Enzim
a. Suhu Inkubasi
Suhu memiliki efek mendalam dalam konversi enzimatik biomassa
lignoselulosa. Suhu juga mempengaruhi adsorpsi selulase. suhu pada saat
inkubasi dan adsorpsi ialah 60 oC [21].
b. Pengaruh Surfaktan
Surfaktan adalah senyawa amfilik yang mengandung kepala hidrofilik dan
ekor hidrofobik. Beberapa surfaktan memiliki efek positif dalam hidrolisis
enzimatik, yakni dapat meningkatkan efisiensi hidrolisis enzimatik
sehingga hidrolisis lebih cepat. Asam lemak polietoksilat sorbitan (tween
80, tween 20) dan polietilen glikol (PEG) adalah salah satu surfaktan yang
paling efektif untuk meningkatkan hidrolisis enzimatik [21].
c. Inhibitor
Meskipun proses pretreatment membantu meningkatkan pembentukan
gula oleh hidrolisis enzimatik, pretreatment juga mengarah pada degradasi
karbohidrat yang mengarah kepada pembentukan produk samping yang
akan menghambat proses hidrolisis. Senyawa penghambat utama yang
terbentuk selama pretreatment ialah:
-

Asam organic: asam asetat, asam format dan asam levulinik.

-

Produk degradasi gula: furfural dan 5-Hidroksimetilfurfural (5-HMF)

-

Produk

degradasi

lignin:

vanillin,

siringaldehid,

dan

4-

hidroksibenzaldehid.
[21]

Universitas Sumatera Utara

16

B. Faktor Terkait Substrat
Laju hidrolisis enzimatik lginoselulosa dipengaruhi oleh struktural selulosa
yang meliputi kristalinitas selulosa, DP, luar permukaan, ukuran partikel,
serta kehadiran hemiselulosa dan lignin.
a. Kristalinitas Selulosa
Kristalinitas selulosa berpengaruh pada aksesibilitas dalam hidrolisis
enzimatik, penurunan tingkat kristalinitas selulosa diharapkan dapat
meningkatkan aksesibilitasnya dalam hidrolisis enzimatis [21].
b. Derajat Polimerisasi
Efek dari derajat polimerisasi terkait dengan karakteristik substrat lain,
seperti kristalinitas. Depolimerisasi berhubungan dengan kenaikan
rekalsitran dari residu selulosa [21].
c. Aksesbilitas substrat
Aksesbilitas sering diukur dengan metode BET (Bennet-Emmit-Teller)
yang mengukur luas permukaan yang tersedia untuk molekul nitrogen.
Luas permukaan berkaitan erat dengan ukuran dan bentuk partikel.
Sehingga pada pretreatment perlu dilakukan pengecilan ukuran dari
biomassa lignoselulosa. Penghilangan hemiselulosa dan lignin juga
meningkatkan luas permukaan dan aksesbilitas selulosa [21].
d. Konsentrasi substrat
Konsentrasi substrat merupakan salah satu faktor utama yang
mempengaruhi hasil dan tingkat awal hidrolisis enzimatik selulosa.
Konsentrasi substrat yang tinggi memungkinkan untuk produksi larutan
gula pekat yang berguna untuk fermentasi berikutnya. Kandungan air
dalam hidrolisis penting untuk interaksi antar enzim lignoselulosa [21].

Universitas Sumatera Utara