pake 1 pembelajaran berbasis web

I Made Candiasa

Program Studi Teknologi Pembelajaran
Program Pascasarjana
Undiksha
2012

1

PRAKATA
Pembelajaran Berbasis Komputer merupakan mata kuliah terapan pada
mahasiswa S2 Teknologi Pembelajaran yang akan berlanjut pada mata kuliah
Multimedia dan Hipermedia. Buku ini disusun dengan tujuan membantu
mahasiswa untuk mempelajari pembelajaran berbasis komputer, agar dapat
mengimplementasikan untuk berbagai topik dalam mata pelajaran yang diampu di
sekolah. Mahasiswa atau pembaca lainnya yang ingin memperdalam diri di
bidang pendidikan dipersilakan membaca buku sumber yang tercantum dalam
daftar pustaka.
Pembahasan dalam buku ini lebih mengutamakan pada pengalaman
praktis, sehingga lebih banyak membahas contoh penerapan daripada membahas
teori. Pembahasan didahului dengan beberapa teori yang dapat diterapkan dalam

mengembangkan hipermedia, dengan harapan para mahasiswa memahami
mekanisme penerapan konsep yang sedang dipelajari. Selanjutnya, mahasiswa
dibimbing untuk menerapkan konsep tersebut dalam wujud hipermedia. Melalui
pendekatan seperti ini diharapkan mahasiswa memiliki pemahaman yang lebih
terintegrasi.
Akhirnya, dengan terlebih dahulu memanjatkan puji sukur ke hadapan
Tuhan Yang Maha Esa, buku ini dipersembahkan kepada pembaca yang budiman,
semoga bermanfaat bagi dunia pendidikan.
Singaraja, Desember 2012
Penulis

2

DAFTAR ISI

PRAKATA

ii

DAFTAR ISI


iii

BAB I

DEFINISI, RUANG LINGKUP DAN PERKEMBANGAN
PEMBELAJARAN BERBASIS KOMPUTER

1

BAB II HIPERMEDIA DAN PEMBERAGAMAN PEMBELAJARAN

15

BAB III HIPERMEDIA UNTUK HIRARKI PEMBELAJARAN

36

BAB IV HIPERMEDIA SEBAGAI PEMBANGUN KOMUNITAS
BELAJAR ONLINE


61

BAB V MEMBUAT ANIMASI DENGAN MACROMEDIA FLASH

82

BAB VI MENDESAIN WEB DENGAN MACROMEDIA
DREAMWEAVER

106

DAFTAR PUSTAKA

124

3

BAB I
DEFINISI, RUANG LINGKUP DAN PERKEMBANGAN

PEMBELAJARAN BERBASIS KOMPUTER

Standar Kompetensi
Mahasiswa memiliki pengetahuan, pemahaman, wawasan, dan ketrampilan di
bidang pembelajaran berbasis komputer

Kompetensi Dasar
Mahasiswa memiliki pengetahuan dan pemahaman tentang perkembangan
pembelajaran berbasis komputer

Indikator
1) Mendeskripsikan pengertian pembelajaran berbasis komputer
2) Mendeskripsikan perkembangan pembelajaran berbasis komputer
3) Mendeskripsikan kawasan pembelajaran berbasis komputer

Tujuan
1) Melalui kolaborasi mahasiswa dapat mendeskripsikan pengertian
pembelajaran berbasis komputer
2) Melalui kolaborasi mahasiswa dapat mendeskripsikan perkembangan
pembelajaran berbasis komputer

3) Melalui kolaborasi mahasiswa dapat mendeskripsikan kawasan
pembelajaran berbasis komputer
4)
Materi
A. Definisi
Taksonomi penggunaan komputer dalam bidang pendidikan yang paling
banyak

digunakan

adalah

yang

diusulkan

oleh

Taylor


(1980),

yang

mengklasifikasikan penggunaan komputer dalam pendidikan menjadi tiga
kelompok, yaitu komputer sebagai tutor, komputer sebagai tool, dan komputer

4

sebagai tutee. Komputer sebagai tutor dimaksudkan untuk menjelaskan peran
komputer sebagai alat untuk menyajikan materi pembelajaran yang diprogram
secara elektronik. Komputer sebagai tool menjelaskan fungsi komputer yang amat
luas sebagai alat bantu atau dalam terminologi McLuhan disebut perpanjangan
tangan manusia, agar pekerjaan menjadi lebih cepat dan lebih efisien, misalnya,
administrasi biaya pendidikan, administrasi nilai, administrasi perpustakaan, dan
administrasi lainnya. Pada pihak lain, klasifikasi komputer sebagai tutee berarti
komputer sebagai obyek untuk dikontrol melalui pemrograman, agar mampu
memecahkan masalah.
Pembelajaran berbasis komputer adalah cara untuk memproduksi atau
menyajikan materi dengan menggunakan sumber berbasis mikroprosesor

(komputer).

Apabila diperhatikan klasifikasi penggunaan komputer dalam

pendidikan dari Taylor maka pembelajaran berbasis komputer termasuk dalam
klasifikasi komputer sebagai tutor. Akan tetapi perkembangan aplikasi komputer
dalam pendidikan menunjukkan bahwa pembelajaran berbasis komputer sudah
menambahkan tool kedalam paket aplikasinya, sehingga perbedaan penggunaan
komputer dalam pendidikan sebagai tutor dan penggunaan komputer dalam
pendidikan sebagai tool menjadi semakin kabur.
Pada awal perkembangannya, ada beberapa terminologi yang digunakan
sehubungan dengan pembelajaran berbasis komputer, antara lain Computer
Assisted Instruction (CAI), Computer Aided Learning (CAL), Computer Managed
Instruction (CMI), Computer Based Instruction (CBI), Computer Based Training
(CBI), dan Tutoring System (TS). Sejalan dengan perkembangan inteligensia
buatan (artificial intelligence), para ahli teknologi pendidikan mencoba
mengadopsi konsep tersebut untuk mengembangkan teknologi pembelajaran
berbasis

komputer.


Selanjutnya

dikenal

Intelligence

Computer

Assisted

Instruction (ICAI), Extended Computer Aided Learning (ECAL), Intelligence
Computer Based Instruction (ICBI), dan Intelligence Tutoring System (ITS).
Dalam CAI materi pembelajaran, pertanyaan, dan umpan balik
terprogram menjadi satu paket program secara terpadu. Instruksi pembelajaran,
pertanyaan, dan umpan balik disajikan oleh komputer melalui monitor. Siswa
umumnya memberikan respon melalui keyboard atau alat input lainnya. Beberapa

5


contoh CAI adalah EDUWARE dan TICCIT, yang sama-sama merupakan
penerapan Componen Display Theory (CDT) dari Merril (1994).
CAL memiliki cakupan yang lebih luas dari CAI karena juga mencakup
penggunaan komputer sebagai alat bantu dalam pembelajaran. Di sini komputer
selain dimanfaatkan untuk menyajikan informasi juga dimanfaatkan sebagai alat
bantu siswa dalam pembelajaran. Salah satu contoh CAL adalah ACCOLADE,
yang digunakan untuk mengajarkan literasi komputer dengan memanfaatkan
jaringan semantik. CMI agak berbeda dengan CAI dan CAL karena pembelajar-an
tetap dilakukan oleh guru, melalui modul, atau media lain, komputer hanya
digunakan untuk merekam perkembangan siswa, merekam nilai, atau merekam
kejadian-kejadian lainnya. Salah satu contoh CMI adalah Minnesota Adaptive
Instructional Systems (MAIS).
Berbeda dengan CAI, CAL, maupun CMI, dalam CBI siswa diberikan
tugas, kemudian untuk menjawab tugas tersebut siswa dipersilakan untuk
mengakses informasi yang diperlukan dari komputer. Salah satu contoh CBI
adalah Navigation Videodisc Project, yang digunakan dalam pembelajaran
penentuan arah. Basisdata yang dimuat bisa sederhana dan bisa sangat kompleks,
tergantung permasalahan yang ingin dipecahkan.
Tutoring Sistem (TS) berada diantara CAI dan CBI, di sini siswa tidak
menerima penyajian materi dan sebaliknya tidak juga mengakses informasi,

melainkan melakukan dialog dengan komputer untuk menyelesaikan permasalahan yang diberikan.

Salah satu contoh TS adalah SOPHIE (Sophisticated

Instruction Environment) untuk mengajarkan elektronika.
Computer Based Training (CBT) biasanya dikembangkan untuk
memberikan pelatihan ketrampilan tertentu, misalnya pengoperasian alat.
Umumnya berisi tentang panduan, dilengkapi dengan fasilitas dialog. Beberapa
contoh CBT adalah: 1) paket program untuk pelatihan pembuatan rangkaian radio
dan paket program pelatihan pengoperasian radio amatir; 2) paket program untuk
pelatihan perakitan komputer; 3) paket program untuk pelatihan perawatan
komputer; serta 4) paket program untuk pelatihan pengoperasian mesin bubut.
Di Indonesia, pembelajaran dengan memanfaatkan komputer sudah
dikenal sejak akhir tahun seribu sembilan ratus delapan puluhan. Awalnya,

6

dikenal satu istilah untuk penggunaan komputer dalam bidang pembelajaran, yaitu
Pembelajaran Berbantuan Komputer disingkat PBK. Perkembangan PBK pada
awalnya belum begitu pesat, hal ini tampak dari sedikitnya publikasi tentang itu.

Pihak swasta justru sudah banyak melakukan pengembangan PBK. Sampai
pertengahan tahun seribu sembilan ratus sembilan puluhan, berbagai produk PBK
yang tersimpan dalam disket beredar di pasaran. Pembelajaran berhitung
permulaan untuk anak sekolah dasar, pembelajaran mengenal huruf dan angka,
pembelajaran

pengenalan

binatang dan

tumbuhan,

serta

banyak

paket

pembelajaran lain yang diproduksi untuk umum saat itu. PBK saat itu masih
didominasi tampilan teks dan gambar, sehingga tampak masih sederhana.
Perkembangan teknologi multimedia (multymedia), yang merupakan
kombinasi teknologi komputer, teknologi video, teknologi audio serta teknologi
komunikasi telah memacu perkembangan pemanfaatan komputer dalam
pembalajaran. Berbagai perangkat lunak pengolah video, pengolah gambar, serta
pembuat animasi sudah dikembangkan. Perangkat lunak dimaksud antara lain
Photoshop, Corel Draw, dan Paint Brush untuk mengolah gambar atau foto,
Adobe Flash atau sebelumnya dikenal dengan Macromedia Flash untuk membuat
animasi, Adobe Premiere, Adobe After Effect, Ulead Video Studio, dan Sony
Video untuk mengolah video, serta Sound Forge, FL Studio, Nuendo Steinberg,
Camtasia Studio, dan Audacity untuk mengolah suara atau audio. Teknologi
multimedia telah menjadikan paket pembelajaran berbasis komputer menjadi lebih
menarik dan informasi yang ditampilkan lebih lengkap karena disajikan dalam
wujud kombinasi teks, gambar, video, audio, dan bahkan disertai animasi.
Tidak lama berselang dari perkembangan multimedia, teknologi hiperteks
(hypertext) sudah mulai dimanfaatkan dalam pembelajaran, sehingga dikenal
istilah hypermedia yang diterjemahkan menjadi hipermedia. Hipermedia adalah
kombinasi teknologi multimedia dengan hiperteks. Hiperteks sendiri adalah
adalah teks yang disusun dalam potongan-potongan teks sebagai titik (node),
disertai hubungan-hubungan antar potongan-potongan teks tersebut. Hiperteks
sekarang sudah tidak lagi hanya terdiri dari teks, melainkan sudah dapat
dikombinasikan dengan gambar, animasi, video, atau audio. Hiperteks sudah
menjadi fasilitas komputer yang memungkinkan teks dan grafik dapat diakses

7

dengan urutan yang sepenuhnya diatur oleh pemakai. Hiperteks berkembang pesat
di lingkungan teknologi informasi dan komunikasi sebagai media pembangun web
di internet atau intranet yang dikenal sebagai Hypertext Markup Language
(HTML). HTML sudah menjadikan teknologi web atau world wide web (WWW)
dengan protokolnya hypertext transfer protocol (http) sebagai media informasi
yang sangat handal di internet.
Sejak diperkenalkan hipermedia, dikenal istilah baru dalam pembelajaran,
yakni pembelajaran berbasis web. Modul berbasis web yang disusun dengan
hiperteks dipasang pada server jaringan komputer. Para siswa mengakses modul
tersebut

melalui

workstation

masing-masing.

Komunikasi

pembelajaran

berlangsung dengan media jaringan komputer. Istilah pembelajaran berbasis web
melengkapi istilah pembelajaran jarak jauh yang sudah ada sebelumnya, seperti
pembelajaran jarak jauh melalui modul, pembelajaran jarak jauh melalui radio,
pembelajaran jarak jauh melalui telepon atau pembelajaran jarak jauh melalui
satelit.
Belakangan ini, pembelajaran jarak jauh berbasis komputer umumnya
disebut e-learning atau diterjemahkan ke dalam Bahasa Indonesia menjadi epembelajaran. Ada dua istilah yang berkembang terkait dengan pembelajaran
jarak jauh berbasis komputer (e-learning), yaitu pembelajaran berbasis komputer
(computer based learning) dan pembelajaran langsung jarak jauh (on-line
learning) melalui video conferencing. Pembelajaran langsung jarak jauh melalui
video conferencing umumnya dilakukan untuk kelompok besar. Akan tetapi,
mengingat biaya yang diperlukan sangat besar, pembelajaran langsung jarak jauh
masih belum banyak dilakukan. Pembelajaran jarak jauh yang lebih banyak
digunakan adalah pembelajaran berbasis komputer atau dikenal dengan
pembelajaran berbasis web atau berbasis internet. Pembelajaran jenis ini bisa
dilakukan melalui chatting, e-mail atau web-base.

B. Karakteristik
Ada beberapa karakteristik dari teknologi berbasis komputer, baik
perangkat keras maupun perangkat lunak,

8

yang membuat teknologi tersebut

dipilih untuk memproduksi dan menyajikan materi pembelajaran. Karakteristik
dimaksud adalah sebagai berikut.
a. Ide abstrak bisa disajikan dalam model dengan menggunakan kata-kata,
simbol, grafik, dan animasi sehingga lebih mudah difahami siswa.
b. Perpaduan animasi teks dan gambar dengan berbagai animasi tampilan juga
dapat menarik minat siswa. Bahkan penggunaan multimedia dan hypermedia
yang mampu memadukan teks, grafik, dan suara akan lebih menarik perhatian
siswa, khususnya siswa yang lebih muda.
c. Dapat

mengakomodasi

perbedaan

siswa

secara

individu,

menurut

kemampuan, latar belakang kehidupan, pengalaman, atau hobi. Suatu hal
yang amat sulit untuk dikerjakan oleh seorang guru sendiri di kelas.
d. Dapat digunakan secara random sehingga lebih mendukung pelaksanaan
control learner.
e. Pembelajaran bisa dibuat beroientasi pada siswa dengan teknik interaktif
tingkat tinggi. Dialog bisa dibuat lebih lengkap dengan memanfaatkan basisdata informasi atau bahkan basis pengetahuan.
f. Faktor-faktor personal guru, seperti sikap, emosi, atau persepsi yang dapat
mempengaruhi proses pembelajaran dieleminir secara maksimal. Komputer
tidak pernah marah atau kesal sehingga penampilannya konstan dan
memandang siswa sama. Faktor subyektifitas juga bisa dihilangkan secara
maksimal karena komputer tidak punya perasaan untuk mengenali siswa
cantik, nakal, kaya, dan sebagainya, melainkan hanya bertindak sesuai dengan
logika program.

Di balik karakteristik yang menguntungkan, pembelajaran bebantuan
komputer masih memiliki keterbatasan dibandingkan dengan pembelajaran yang
dilakukan oleh guru. Keterbatasan dimaksud antara lain adalah sebagai berikut.
a. Komputer tidak mampu mengenali situasi siswa, apakah siswa sudah lelah,
merasa kesal, atau menemui kesulitan. Apabila ini dibiarkan akan bisa
menimbulkan frustrasi.
b. Di tingkat awal, selain sebagai pengajar guru juga bertindak sebagai pendidik
dengan melakukan komunikasi interpersonal dengan siswa. Kemampuan

9

mendidik ini tidak dimiliki komputer karena komputer tidak mampu
melakukan komunikasi interpersonal dengan siswa.

C. Pengembangan PBK
Bila diperhatikan proses pengembangan desain pembelajaran berbantuan
komputer, dapat dibedakan dua jenis pembelajaran berbantuan komputer, yaitu
desain program pembelajaran berbantuan komputer yang dikembangkan menjadi
satu paket program dan desain pembelajaran berbantuan komputer yang
menggunakan komputer sebagai alat bantu, yang oleh Jonassen disebut sebagai
alat kognitif (cognitive tools). Pada Kesempatan ini hanya dibahas program
pembelajaran berbantuan komputer yang dikembangkan menjadi satu paket
program. CAI, CBI, CBT, dan TS tergolong paket pembelajaran berbantuan
komputer (paket PBK).
Proses penyusunan penyusunan paket PBK setidaknya melibatkan tiga
bidang keahlian, yaitu materi pembelajaran, desain pembelajaran (teknologi
pendidikan), dan pemrograman komputer.

Materi
Pembelajaran

Teknologi Pendidikan

Pemrograman Komputer

10

Paket PBK pada mulanya disusun menjadi paket program utuh, di mana
materi pembelajaran dan instruksi pembelajaran diintegrasikan dalam satu file
program. Bentuk PBK seperti ini dinilai kurang baik karena sangat kaku. Dialog
antara sistem dengan siswa terbatas. Apabila materi sudah dikuasai siswa atau
materi pembelajaran ingin disesuaikan dengan keadaan siswa maka penggantian
materi pembelajaran amat sulit, dan harus dikerjakan oleh programmer.
Sejalan dengan perkembangan teknologi komputer, khususnya teknik
basis-data, muncul ide untuk memanfaatkan basis-data informasi dalam PBK.
Pada desain jenis ini paket PBK menjadi lebih fleksibel karena materi
pembelajaran dan instruksi pembelajaran disimpan secara terpisah. Dialog antara
sistem dengan siswa bisa dibuat lebih kaya dengan mengatur basis-data.
Penggantian materi pembelajaran juga menjadi lebih mudah karena hanya
mengganti file basis-data, sehingga tidak mesti dikerjakan oleh pemrogram.
Rupanya inovasi di bidang PBK berkembang dengan cepat menyertai
perkembangan teknologi komputer. Perkembangan konsep intelegensia buatan
pada beberapa bidang telah memberi ilham para ahli teknologi pendidikan untuk
mengadopsi konsep tersebut untuk mengembangkan paket PBK. Gambar berikut
menunjukkan struktur ketiga PBK tersebut, gambar a PBK terpadu, gambar b
menggunakan basis data, dan gambar c menggunakan inteligensia buatan.

Gambar a:

Instruksi + Materi

Gambar b:

Instruksi

Gambar c:

Instruksi

Materi

Aturan

Materi

Beberapa fokus bidang garapan dalam pengembangan paket PBK antara
lain adalah model desain pembelajaran, interaksi pembelajaran, adaptasi
pembelajaran terhadap individu siswa atau materi pembelajaran, aspek motivasi
dalam paket PBK, dan tingkat inteligensi yang ditunjukkan oleh paket PBK.
Proses penyusunan paket PBK umumnya melalui tiga fase, yaitu fase
analisis, fase pengembangan, dan fase evaluasi. Fase analisis adalah penyiapan

11

desain

pembelajaran,

meliputi

analisis

pembelajaran,

perumusan

tujuan

pembelajaran, penyusunan alat evaluasi, dan pemilihan strategi pembelajaran
yang tepat.

Desain pembelajaran yang telah disusun kemudian diprogram

menjadi prototip program dalam fase pengembangan. Prototip program kemudian
dievaluasi dalam fase evaluasi untuk mengetahui apakah prototip program sudah
memenuhi kriteria pembelajaran yang diinginkan. Apabila kriteria sudah
terpenuhi maka prototip dikembangkan menjadi paket PBK, sedangkan apabila
kriteria belum tercapai maka dilakukan revisi. Bila terjadi kesalahan semantik
(logika) maka revisi dilakukan mulai dari fase analisis, sedangkan bila terjadi
kesalahan sintkas (kode) maka revisi hanya dilakukan pada fase pengembangan.
Hasil revisi kemudian dievaluasi lagi, dan begitu seterusnya sampai menjadi PBK
yang siap dipakai.

Proses pembuatan PBK dapat digambarkan seperti diagram alur
berikut.
MULAI
FASE
ANALISIS

FASE
PENGEMBANGAN

FASE
EVALUASI

PROTOTIPE
TIDAK
COCOK?
(SALAH SEMANTIK)
Y
A
SELESAI

12

TIDAK
(SALAH SINTAK)

a. Bentuk Pembelajaran
Bentuk pembelajaran yang bisa dikembangkan adalah model tutorial, drill,
permainan, dan simulasi. Tutorial merupakan bentuk pembelajaran yang paling
lengkap, yang umumnya digunakan untuk mengajarkan materi baru. Kegiatan
yang mesti tercakup dalam tutorial antara lain memotivasi siswa, mengenali
materi prasyarat, menyampaikan tujuan, penyajian materi disertai tanya jawab dan
remidi, dan diakhiri dengan latihan. Sementara itu drill hanya meliputi kegiatan
bertanya dan memberikan umpan balik, yang digunakan untuk meningkatkan
retensi dan transfer. Simulasi berarti merepresentasikan keadaan nyata.
Berdasarkan simulasi itu siswa diminta menyusun hipotesis tentang hubungan
antar fakta dari kejadian yang diamati.
Bentuk pembelajaran sangat erat kaitannya dengan domain hasil belajar.
Klasifikasi domain hasil belajar yang banyak digunakan dalam pengembangan
paket PBK adalah domain hasil belajar yang diusulkan oleh Gagne. Gagne
menyebutkan adanya lima domain hasil belajar, yaitu intellectual skill, cognitive
strategy, verbal information, motor skill, dan attitude.
Selain terkait dengan domain hasil belajar, bentuk pembelajaran juga
sangat terkait dengan bentuk tampilan. Komponen bentuk tampilan yang paling
banyak digunakan dalam pengembangan paket PBK adalah componen display
theory (CDT), yang diusulkan oleh Merril. Merril merekomendasikan componen
display theory yang terdiri dari beberapa komponen sebagai berikut.
a. Bentuk Presentasi Primer, yang terdiri dari:
-

sequence rule, yang menyatakan bahwa penyajian harus memuat expository
generality dan expository instances,

-

content rule, yang menyatakan bahwa penyajian harus memuat konsep,
prinsip, dan prosedur.

b. Bentuk Presentasi Sekunder, yang terdiri dari:
-

help rule, yang menyatakan bahwa penyajian berupa generalisasi dan contoh
harus memuat informasi yang bisa memfokuskan perhatian siswa,

-

feed back rule, yang menyatakan bahwa respon siswa harus diikuti dengan
umpan balik (feed back),

13

-

prerequisite rule, yang menyatakan bahwa penyajian materi harus mampu juga
menggali pengetahuan sebelumnya, dan

-

difficulty rule, yang menyatakan bahwa materi pembelajaran harus mencakup
rentangan tingkat kesulitan tertentu.

Setiap domain hasil belajar memiliki struktur materi yang berbeda,
sehingga bentuk pembelajaran yang tepat untuk masing-masing domain hasil
belajar juga berbeda-beda. Beberapa penelitian yang sudah dilakukan pada bidang
ini antara lain Drill untuk Intelectual Skill dan Strategi Pembelajaran Terpadu.
Kajian lainnya yang diperlukan antara lain adalah struktur materi untuk masingmasing domain hasil belajar dan bentuk pembelajaran yang tepat untuk masingmasing domain hasil belajar. Bentuk tampilan yang diperlukan untuk masingmasing bentuk pembelajaran juga tidak sama. Contoh paket PBK yang
menerapkan CDT dari Merrill adalah TICCIT dan EDUWARE.

b. Interaksi Pembelajaran
Interaksi pembelajaran dalam PBK terjadi antara sistem dengan siswa.
Siswa memberikan respon dan sebaliknya sistem memberikan umpan balik. Fokus
pengkajian dalam hal ini antara lain bisa diarahkan ke penyempurnaan umpan
balik sehingga dialog antara sistem dengan siswa bisa lebih bermakna. Apakah
umpan balik langsung disertai reinforcement, atau reinforcement diberikan setelah
umpan balik tertentu merupakan kajian utama bidang ini. Beberapa penelitian
tentang umpan balik yang sudah dilakukan antara lain umpan balik berupa
komentar pendorong dan umpan balik korektif.
Agar interaksi pembelajaran menjadi lebih kaya, bidang yang juga perlu
dikaji adalah strategi belajar generatif. Daripada membiarkan siswa secara pasif
menunggu kesempatan untuk memberikan respon kepada sistem, akan jauh lebih
bermakna bila siswa juga secara aktif diberikan kesempatan untuk mengajukan
pertanyaan, membuat ringkasan, atau mengajukan permasalahan.

14

c. Adaptasi Pembelajaran
Ciri utama dari PBK adalah menerapkan pendekatan

pembelajaran

individual. Fleksibiltas sistem pengaksesan informasi bisa dimanfaatkan untuk
mengadaptasikan pembelajaran agar bisa mengakomodasi perbedaan siswa secara
individual. Adaptasi bisa dilakukan menurut struktur materi, kemampuan siswa
maupun karakteristik individu lainnya, seperti latar belakang keluarga, minat, atau
hobby. Adaptasi terhadap kemampuan siswa dimaksudkan agar PBK mampu
menyajikan materi sesuai dengan tingkat kemampuan siswa yang dideteksi
sebelumnya. Pada sisi lain, adaptasi terhadap latar belakang keluarga, minat, atau
hobby dimaksudkan agar PBK mampu menyajikan materi pembelajaran dalam
konteks yang sesuai dengan latar belakang keluarga, minat, atau hobby yang
dideteksi sebelumnya. Pendekatan ini diharapkan mampu lebih memotivasi siswa
untuk belajar karena apa yang dipelajari dirasakan sesuai dengan kebutuhan,
kemampuannya, dan pengalamannya.
Individu yang satu berbeda dengan individu yang lainnya, baik dalam hal
fisik (raga) maupun psikis (jiwa).Akibatnya, dalam proses pembelajaran setiap
individu memiliki gaya belajar, sikap, minat, hobi atau kepentingan yang berbedabeda. Pribam (dalam Semiawan) menyatakan bahwa otak ibarat suatu pencatat
berbagai informasi optis yang dapat ditemukan melalui berbagai titik terang di
layar permukaan hologram. Otak menyimpan informasi dalam berbagai bentuk
melalui modus linier atau spatial, serta proyeksi ruang dan waktu sesuai dengan
yang dihayati oleh masing-masing individu. Atas dasar premis itu Pribam
berpendapat bahwa layanan belajar seyogyanya sesuai dengan kebutuhan individu
masing-masing, yang lebih dikenal dengan proses pembelajaran individu. Apabila
ingin dilakukan pengelompokan maka pengelompokan harus didasarkan pada
kesamaan karakteristik pada individu dalam kelompok. Pada bagian lain Carl
Rogers (dalam Hjele) dengan teori fenomenologis berpendapat bahwa individu
memiliki kapasitas untuk menemukan arah hidupnya. Akibatnya, individu bebas
untuk memutuskan abgaimana kehidupan yang mesti dilakoni dalam konteks
kemampuan dan keterbatasan.
Memperhatikan teori Pribam dan Rogers, semestinya materi pembelajaran
di sekolah diadaptasikan dengan kebutuhan siswa masing-masing. Apabila terjadi

15

kesulitan dalam mengakomodasi keperluan siswa Dalam proses pembelajaran
konvensional agak sulit kiranya bagi guru untuk menyiapkan dan menyajikan
beberapa materi yang berbeda dalam satu kelas. Selain itu, sangat sulit bagi guru
untuk menyajikan materi yang berbeda-beda pada saat yang bersamaan.
Munculnya PBK rupanya memberikan harapan baru terhadap terwujudnya
adaptasi materi pembelajaran terhadap individu siswa. Hal ini bisa terjadi karena
komputer mampu menampilkan informasi yang berbeda kepada setiap individu.
Istilah pembelajaran individual, personal dan adaptif dalam literatur
pendidikan dan psikologi mengasumsikan bahwa sebagian besar pendidik setuju
dengan premis bahwa individu memiliki cara belajar yang berbeda. Bila dan
bagaimana guru harus merespon memang belum ada batasan yang jelas. Satusatunya prinsip yang dipegang sampai saat ini adalah mengarahkan usaha
pembelajaran individual atau mengakomodasi perbedaan individu dengan
membiarkan para siswa bekerja di jalan mereka sendiri-sendiri.
Para perancang program pembelajaran mengakui betapa pentingnya
karakteristik siswa untuk dipertimbangkan. Meluasnya penggunaan komputer
mikro dan teknologi baru lainnya telah menarik perhatian para perancang
pembelajaran akan terbukanya peluang untuk mendesain pembelajaran individual.
Komputer memiliki karakteristik khusus yang dapat diaplikasikan dalam
pembelajaran individu, dengan mempertimbangkan perbedaan siswa secara
individu. Karakteristik dimaksud antara lain:
1) Komputer ditujukan bagi individu, meskipun dapat digunakan untuk
kelompok besar atau kecil, namun kegunaan utamanya adalah untuk kegiatan
individu.
2) Komputer sagat fleksibel, baik dari segi kualitas maupun kuantitas materi
yang mesti disajikan, dan bahkan juga dari segi cara penyajian.
3) Komputer dapat difungsikan menjadi peralatan multimedia atau hipermedia,
yang merupakan perpaduan fasilitas audio, video, dan peralatan komunikasi,
serta hiperteks.
4) Komputer dapat dilengkapi dengan sistem manajemen yang secara otomatis
dapat memantau kemajuan siswa.

16

Evaluasi
1) Jelaskan beda konsep CAI dan CAL
2) Apa keuntungan pemanfaatan basis-data dalam PBK
3) Jelaskan evolusi PBK dari awal sampai saat ini

17

BAB II
HIPERMEDIA DAN PEMBERAGAMAN PEMBELAJARAN

Standar Kompetensi
Memiliki pemahaman tentang hiperteks serta kaitannya dengan hipermedia
Kompetensi Dasar
1) Memahami hiperteks
2) Menyusun hiperteks
3) Memahami hipermedia
4) Menyusun bahan dasar hipermedia
5) Mengembangkan hipermedia
Indikator
1) Mendeskripsikan hiperteks
2) Menyusun hiperteks
3) Mendeskripsikan hipermedia
4) Menyusun bahan dasar hipermedia
5) Mengembangkan hipermedia
Tujuan
Melalui kolaborasi mahasiswa mampu:
1) Mendeskripsikan hiperteks
2) Menyusun hiperteks
3) Mendeskripsikan hipermedia
4) Menyusun bahan dasar hipermedia
5) Mengembangkan hipermedia

Materi
1. Website, Hiperteks, dan Hipermedia
World Wide Web (WWW) merupakan aplikasi di internet yang paling
banyak digunakan. WWW dapat menghasilkan tampilan yang sangat indah karena
didukung oleh antar muka berbasis grafik (Graphical User Interface) yang cukup
baik dan bersifat multimedia. Adanya WWW menjadikan banyak sekali sistem
basis-data tersebar berbentuk situs web (web-site atau home page) yang dapat
diakses di internet. Informasi perusahaan, informasi sekolah, informasi perguruan

18

tinggi, informasi LSM, jurnal-jurnal, surat kabar, majalah, dan banyak informasi
lainnya disajikan dalam bentuk basis data (situs) di internet, dan dapat diakses
melalui WWW. Saat ini sangat banyak institusi dan bahkan perorangan telah
menempatkan home page-nya di internet.
Mencari informasi di internet dengan fasilitas WWW bukanlah pekerjaan
yang rumit, dengan sekali diberitahu orang akan bisa mengerjakannya. Di lain
pihak untuk bisa menyajikan informasi di internet dengan fasilitas WWW,
pengguna internet harus mengetahui tata cara penulisan khusus yang disebut
HTML. Persiapan penyajian informasi di internet dimulai dari merancang
informasi. Informasi-informasi yang akan ditampilkan dirancang sedemikian
rupa dalam bentuk basisdata. Basisdata yang diimplementasikan dalam bentuk
file bisa ditempatkan

pada

satu server

atau

pada beberapa server yang

berlainan. File-file di dalam server yang sama dapat disusun dalam bentuk
diagram pohon, sedangkan file-file yang berada pada server yang lain dapat
dihubungkan dengan menunjuk alamat. Tatacara hubungan antara file yang satu
dengan file yang lain, baik pada server yang sama maupun pada server yang
berbeda dilakukan dengan hyperlink. Hyperlink akan menghubungkan kata
pada suatu file ke informasi di suatu WWW server. File teks yang memuat
hyperlink dinamakan hiperteks (hypertext).
Website dibangun memanfaatkan teknologi hiperteks. Secara konseptual,
hiperteks adalah teks yang disusun dalam potongan-potongan teks sebagai titik
(node), serta hubungan-hubungan antar potongan-potongan teks tersebut
(McKnight dkk., 1988). Jonassen (1988) menambahkan bahwa hiperteks adalah
fasilitas komputer yang memungkinkan teks dan grafik dapat diakses dengan
urutan yang sepenuhnya diatur oleh pemakai.

Hiperteks dapat menciptakan

banyak alternatif pencabangan, sehingga pemakai dapat secara leluasa berpindah
dari satu titik ke titik lainnya. Pemakai juga dapat merangkai teks agar lebih
bermakna. Selain teks, hiperteks juga mampu merangkai gambar, grafik, animasi,
dan video. Oleh karena itu, website yang tampil sekarang di internet sudah
menampilkan kombinasi dari semua bentuk informasi di atas. Hubungan
antarteks, antara teks dengan grafik, antara teks dengan animasi, antara teks
dengan video, antara gambar dengan video, atau hubungan yang lain dibangun
dengan hyperlink. Jadi hiperteks dan hyperlink merupakan satu kesatuan dalam
membangun website.
19

Teknologi hiperteks sudah diadopsi dalam dunia pembelajaran. McKnight
dkk (1988) menyatakan bahwa media yang mampu menampilkan multimedia dan
hiperteks secara terintegrasi dinamakan hypermedia. Jadi hipermedia mampu
mengintegrasikan informasi berupa hiperteks, video dan audio. Hipermedia
merupakan

media dinamis dan tidak linier, di mana konsep-konsep yang

berkaitan saling dihubungkan dengan penuh makna. Konsep-konsep atau ide-ide
terkait saling terhubung dalam berbagai bentuk hubungan. Materi pembelajaran
yang tersusun dengan komposisi seperti itu akan mampu memberi peluang kepada
siswa untuk belajar mengikuti gaya belajar yang mereka miliki masing-masing.
Menurut teori belajar kognitif, siswa belajar berarti membuat peta antara
informasi yang sudah diketahui dengan
Teknologi

hipermedia

mampu

informasi yang sedang dipelajari.

memfasilitasi

pemetaan

tersebut,

karena

hipermedia mampu mengilustrasikan ikatan antar konsep. Oleh karena itu
hipermedia akan mampu meningkatkan hasil belajar karena hipermedia
memfokuskan diri pada keterkaitan antara konsep-konsep atau ide-ide, bukan
mengisolasi konsep. Pemahaman siswa terhadap keterkaitan antara konsep-konsep
atau antara ide-ide akan meningkatkan motivasi siswa karena mereka paham
mengapa materi tersebut harus dipelajari.
Sistem informasi berbasis hipermedia memiliki dua fungsi, yaitu: (1)
mengintergrasikan basis-data dan manajemen informasi ke dalam satu model dan
(2) menerapkan hipermedia sebagai antar-muka presentasi informasi (Walster,
1988). Dalam hipermedia, basis-data yang memuat materi pembelajaran
diitegrasikan dengan manajemen informasi. Keterkaitan antar materi diatur
dengan hubungan-hubungan (hyperlink) yang sengaja diciptakan, dengan
memperhatikan makna hubungan antar konsep. Selain itu, hipermedia juga
sekaligus merupakan antar muka dari pesentasi materi.
Hiperteks mampu menampilkan teks dengan berbagai koneksi. Basis-data
mampu menyimpan dan menyajikan informasi dengan berbagai komposisi.
Perpaduan antara teknologi hiperteks dan teknologi basis-data menjadikan
komputer mampu menampilkan informasi dengan tampilan yang beragam, baik
dari segi komposisi, kepadatan, atau konteksnya. Oleh karena itu, teknologi

20

hiperteks dan teknologi basis-data mampu menciptakan materi pembelajaran yang
dapat mengakomodasi perbedaan karakteristik siswa, baik dari segi kecerdasan,
minat, hobi atau karakteristik lainnya. Hal ini sudah banyak dikaji melalui
penelitian antara lain oleh Mackay (1984) dan Jonassen (1988).
Hiperteks merupakan teks yang tidak berurutan dalam rangkaian titiktitik, yang memberi peluang kepada pemakai untuk mengeksplorasi teks dengan
urutan yang sesuai dengan pengetahuan awal yang dimiliki siswa dan tujuan akhir
yang ingin dicapai. Landow (dalam Duffy dan Cunningham, 1988) menyebutkan
bahwa hyperteks dapat digunakan untuk memotivasi siswa untuk memandang teks
dari sudut yang baru, dalam upaya meningkatkan cara berpikir multi-arah.
Selanjutnya, Landow dalam Kibby (1996) menetapkan beberapa ketentuan yang
wajib dipenuhi dalam penyusunan hiperteks, yaitu sebagai berikut.
1)

Terdapat hubungan yang signifikan
antara materi-materi yang terkoneksi, sehingga memenuhi harapan siswa.

2)

Penekanan pada koneksi antar materi
mendorong kebiasaan berpikir siswa.

3)

Koneksi

yang

gagal

diusahakan

sekecil mungkin.
4)

Bila ada koneksi ke grafik, maka
diusahakan agar disertai teks, sehingga tampak keterkaitan antara kondisi
awal dengan kondisi akhir siswa.

2. Portal Web (Web Portal)
Internet dengan layanan WWW (World Wide Web) mengalami
banyak pengembangan dari isi dan teknologinya, diantaranya adalah web
portal. Seperti sebuah web, portal tak ubahnya sebuah web biasa tetapi
memiliki kelebihan pada isinya. Dalam suatu portal web akan banyak
dijumpai fasilitas yang jarang kita jumpai pada web pribadi atau web
sekelasnya. Portal web mulai populer sejak tahun 1999 dan menjadi
aplikasi internet yang hangat untuk diperbincangkan pada tahun 2000.
Saat mulai dirintis, komunitas IT sudah kenal dengan portal kecil atau
"micro portal" seperti slashdot (www.slashdot.org) dan proyek weblog,

21

yang didalamnya menyajikan berbagai informasi dan link yang terkait yang
dibuat dengan struktur dan anatomi web yang khas. Micro portal itulah
yang kemudian menjadi cikal bakal tumbuhnya portal sekarang ini dengan
dukungan teknologi yang besar dan content yang melimpah serta
maraknya gerakan open source di dunia.
Secara fisik portal dapat diasumsikan sebuah gerbang atau pintu masuk untuk
menuju ke suatu tempat. Adapun berbagai definisi yang ada, portal secara umum
dapat diartikan sebuah website yang menjadi pintu masuk untuk menuju ke
sebuah situs lain di internet. Berdasarkan fungsionalnya, portal dibagi menjadi
beberapa jenis yaitu:
1. Portal Informasi (news, weblogs, customer support)
2. Portal Transaksi (sales)
3. Portal Kolaborasi (weblogs, news) + discussion
Sebuah portal mempunyai kelebihan-kelebihan, yang mana kelebihan ini
merupakan perbedaan utama dari web biasa, kelebihan tersebut adalah sebagai
berikut.
1. Mudah, administrasi portal berbasis web hanya membutuhkan pengalaman
menggunakan komputer yang minimal untuk mengelola isi sebuah portal web.
2. Pengaturan layout yang fleksibel, perubahan layout (tampilan, ukuran) web
tanpa harus mengubah keseluruhan halaman yang ada.
3. Isi yang interaktif, pengunjung portal web dapat mengirimkan komentar,
artikel, pengumuman dan weblink.
4. Halaman yang bisa mengimpor atau ekspor headline berita dari web portal
yang lain (via RSS/RDF imports).
5. Halaman tambahan untuk informasi, pada halaman utama pengunjung hanya
dapat melihat bagian (sinopsis) dari berita atau informasi tersebut. Untuk
melihat lebih lanjut, pengunjung cukup mengklik link, misal link "more
details".
6. Adanya survey atau jajak pendapat yang menyediakan quick view, dimana kita
dapat langsung melihat hasil survey atau polling tersebut.
7. Fasilitas untuk upload atau download file
8. Adanya

fasilitas

multibahasa

sehingga

22

memungkinkan

pengunjung

menyesuaikan dengan bahasa negara mereka.

3. E-pembelajaran
E-pembelajaran

merupakan

terjemahan

dari

istilah

e-learning.

Kementerian Pendidikan Nasional sudah menggunakan istilah e-pembelajaran,
antara lain dalam rencana strategisnya. Ada beberapa istilah lain yang umum
digunakan untuk mengganti istilah e-pembelajaran, seperti pembelajaran berbasis
komputer atau pembelajaran berbasis TIK. Ada pula pihak yang memaknai epembelajaran sebagai pembelajaran berbasis web karena materi pembelajaran
didesain dalam wujud situs web dan ditempatkan di internet atau intranet. Onno
W. Purbo (2002) menjelaskan bahwa istilah ā€œeā€ atau singkatan dari elektronik
dalam e-pembelajaran digunakan sebagai istilah untuk segala teknologi yang
digunakan untuk mendukung usaha-usaha pengajaran lewat teknologi elektronik
internet. Namun di lapangan, materi pembelajaran yang disebarkan melalui CD,
DVD atau flash disk juga dikategorikan e-pembelajaran. Dalam penelitian ini, epembelajaran dimaknai sebagai pembelajaran yang memanfaatkan media internet.
Materi pembelajaran disajikan dalam wujud web pembelajaran dinamik dan
komunikasi pembelajaran dilakukan melalui surat elektronik (e-mail) dan
chatting.
Web pembelajaran yang sering disebut modul berbasis web dikategoirikan
sebagai model e-pembelajaran buatan guru karena memberi peluang kepada guru
untuk mengembangkan sendiri bahan ajar dan menempatkannya pada portal.
Bahan ajar yang dikembangkan guru menjadi kecenderungan e-pembelajaran saat
ini karena bahan ajar yang dikembangkan guru lebih akurat dan lebih menarik
daripada bahan ajar yang dikembangkan secara klinis oleh para ahli (Auvinen,
2009). Guru dan siswa tidak hanya menjadi pemakai e-pembelajaran, namun
sekaligus sebagai pencipta dan pengembang bahan e-pembelajaran. Web
pembelajaran dapat digunakan ulang (reusable), sehingga amat menguntungkan
karena proses pembuatan desain pembelajaran pada beberapa bagian hanya
terjadi sekali saja. Penggunaan ulang desain pembelajaran dapat diartikan
sebagai penggunaan secara keseluruhan atau penggantian dokumen, baik
lingkungan belajar, aktivitas, peran atau metode (Diana & Mohan, 2009).

23

Web pembelajaran disusun dari hiperteks, yaitu teks yang disusun
dalam potongan-potongan teks sebagai titik (node), serta hubunganhubungan antar potongan-potongan teks tersebut (McKnight dkk., 1988).
Jonassen (1988) menambahkan bahwa hiperteks adalah fasilitas
komputer yang memungkinkan teks dan grafik dapat diakses dengan
urutan yang sepenuhnya diatur oleh pemakai. Hiperteks merupakan teks
yang tidak berurutan dalam rangkaian titik-titik, yang memberi peluang
kepada pemakai untuk mengeksplorasi teks dengan urutan yang sesuai
dengan kepentingannya.

Sejalan dengan perkembangan teknologi

browser, hiperteks saat ini sudah mampu mengkoneksikan teks, gambar,
diagram, grafik, animasi, atau video. Oleh karena itu, modul hiperteks
sudah mampu mengkoneksikan informasi yang tersusun dengan teks
disertai ilustrasi gambar, diagram, grafik, animasi atau bahkan video.
Akibatnya, modul hiperteks mampu meningkatkan pemahaman peserta
didik akan materi pembelajaran.
Agar mampu mengasimilasikan bahan ajar dalam e-pembelajaran, siswa
mengembangkan serangkaian proses psikologis, seperti persepsi, perhatian,
pemahaman, motivasi, memori, dan pikiran. Oleh karena itu, dalam epembelajaran perlu dikembangkan situasi

belajar

yang efektif

dengan

mengembangkan desain pembelajaran yang efektif mulai dari merumuskan tujuan
pembelajaran sampai dengan menyusun assesmen pembelajaran untuk membantu
kenyamanan belajar siswa. Sebagai desain pembelajaran digital, ada beberapa
elemen disain yang harus dipenuhi oleh e-pembelajaran, baik disain visual
maupun disain pedagogis, seperti pengaturan halaman, sistematika materi,
ilustrasi, dan pewarnaan. Secara pedagogis, beberapa persyaratan yang harus
dipenuhi dalam desain pembelajaran digital adalah sebagai berikut. 1) Secara
simultan diikuti dengan pengembangankompetensi dan transmisi pengetahuan. 2)
Mampu memfasilitasi struktur materi yang independen, baik untuk pembelajaran
terstruktur maupun pembelejaran tidak terstruktur. 3) Mampu mengantisipasi
perkembangan strategi berpikir yang efektif. 4) Mampu mengantisipasi tingkat
perkembangan mental yang bervariasi (Istrate, 2009).

24

Kesinambungan materi dalam wujud teks, grafik, namimasi, atau video
membantu terbentuknya koneksi antarkonsep untuk membentuk konsep baru.
Dalam pembelajaran kontruktivis, kemampuan untuk membuat pengetahuan baru
yang dapat diakses dan diperbaharui menjadi komponen yang amat penting.
Selanjutnya, kemampuan untuk membuat sintesa dan membangun koneksi
merupakan kemampuan yang amat diperlukan dalam zaman teknologi informasi.
Proses belajar seperti itu disebut connect learning (Steiner & Ehlers, 2010). Salah
satu media yang efektif digunakan untuk memfasilitasi connet learning adalah
web pembelajaran. Steiner & Ehlers (2010) menjelaskan bahwa, connect learning
berbasis konektivisme, konstruktivisme, dan pendekatan pembelajaran situasional
lebih pada mengkonsolidasikan konsep yang dapat membantu memenuhi
kebutuhan belajar pada skenario pembelajaran baru terorganisir, berorientasi pada
pebelajar, komunikatif, serta bersifat sosial, emosional, dan situasional.
Koneksi hiperteks dengan video lebih menggairahkan perkembangan epembelajaran. Ilustrasi melalui animasi sangat membantu mengkonkritkan
konsep-konsep yang abstrak. Video mampu menampilkan kejadian yang
sebenarnya, sehingga sangat membantu menciptakan proses pembelajaran
kontekstual dan situasional. Visualisasi, kontekstualisasi, dan situasionalisasi
dalam pembelajaran sangat membantu meningkatkan hasil belajar. Kurz, Batarelo
& Middleton (2009) menemukan bahwa pembelajaran lewat video dapat
membantu calon mahasiswa keguruan untuk memperoleh gambaran tentang
kebutuhan belajar sebagai calon guru saat mereka belajar di perguruan tinggi.
Pengalaman pembelajaran melalui video menjadikan calon mahasiswa keguruan
memiliki solusi pragmatik untuk mengelola pembelejaran. Mereka
pemahaman

tentang

membuat

persiapan

pembelajaran,

memiliki

mengakomodasi

karakteristik siswa yang sangat beragam, dan membimbing siswa.
Ada beberapa keuntungan lain yang dapat diperoleh dari e-pembelajaran,
apalagi modul tersebut diproduksi oleh guru. 1) Pembelajaran dapat terjadi setiap
waktu dan di mana saja, tidak mesti di dalam kelas dan tidak tergantung pada
konteks. 2) Pebelajar turut serta dalam pengorganisasian pembelajaran. 3) Belajar
menjadi aktivitas sepanjang hayat dalam beberapa episode dan tidak hanya terkait
dengan institusi pendidikan. 4) Pembelajaran terjadi dalam komunitas belajar,

25

yang mana pebelajar belajar secara formal namun identik dengan belajar secara
informal. 5) Belajar dapat terjadi secara informal dan non-formal, di rumah, di
tempat kerja, di tempat liburan, dan tidak lagi terikat pada guru atau institusi
pendidikan. Ada beberapa paket yang dapat digunakan sebagai alat bantu untuk
mengembangkan bahan ajar e-pembelajaran, antara lain blogs. Kondisi di atas
membuka peluang kepada siswa untuk belajar dari berbagai sumber. Aaron &
Chigubu (2006) menyarankan bahwa siswa harus dibelajarkan dalam situasi yang
aktif dan menyenangkan untuk mendapatkan ketrampilan untuk unggul dengan
cara menyiapkan mereka sumber-sumber belajar yang tepat.
E-pembelajaran juga membuka peluang kepada siswa maupun guru untuk
belajar atau bahkan hidup dalam komunitas on-line. Komunitas belajar on-line
adalah kelompok belajar yang didasari oleh komitmen dan kepentingan bersama
untuk belajar secara kolaboratif dengan difasilitasi lingkungan belajar maya (Ke
& Hoadley, 2009). Pembelajaran on-line terjadi pada lingkungan maya (virtual),
sehingga terlepas dari komunikasi tatap muka. Sofos & Kostas

(2009)

menemukan bahwa proses keterlibatan dalam komunitas on-line secara praktis
telah

mampu

pembelajaran,

meningkatkan
sehingga

kemampuan

memenuhi

Sebelumnya, Sofos & Kostas

kriteria

guru
web

dalam

mengelola

pembelajaran

web

standar.

(2009) menemukan sangat sedikit web

pembelajaran yang dapat memenuhi kriteria fungsional, edukasional, dan
didaktikal. Hal ini terjadi karena guru hanya memahami web sebagai media
pembelajaran, sehingga guru belum mengintegrasikan web pada pembelajaran di
kelas, melainkan memanfaatkannya secara sporadis.

Selain itu, guru lebih

menekankan pada isi bahan ajar dan relevansinya dengan program pembelajaran,
sehingga kurang memperhatikan aspek lain seperti fleksibilitas penampilan,
ergonomi, atau variabilitas modus pembelajaran.
Siswa dapat mengakses materi dari berbagai situs secara simultan, baik
berupa teks, audio, atau video. Siswa dapat berinetraksi dengan guru dan siswa
dari berbagai cara. Siswa dapat secara mandiri mengatur pembelajarannya dan
guru dapat meningkatkan kemampuannya untuk mengelola pembelajaran melalui
kolaborasi dengan koleganya. Beberapa siswa berpengalaman mengungkapkan
kesulitan belajarnya dan bahkan mengajukan pertanyaan kepada kolega dari

26

sekolah lain yang belum pernah mereka kenal. Jadi siswa memiliki kesempatan
untuk mengakses materi dari lingkungan yang lain, bukan hanya dari lingkungan
lokal mereka untuk memperluas wawasan. Penelitian Anderson (2006) tentang epembelajaran menemukan bahwa siswa belajar dengan nyaman dengan
berkomunikasi satu sama lain secara on-line.

4. Hipermedia untuk Pemberagaman Pembelajaran
Kontekstualisasi atau individualisasi pembelajaran adalah terminologi
yang digunakan dalam upaya pemberagaman pendidikan agar dapat diadaptasikan
dengan karakteristik peserta didik yang beragam. Ide tersebut muncul setelah
adanya kesadaran bahwa peserta didik memiliki karakteristik yang berbeda-beda
dan harus diakomodasi dalam pembelajaran, agar diperoleh hasil belajar yang
optimal. Psikologi dengan berbagai cabangnya telah mengidentifikasi sangat
banyak variabel yang mengindikasikan perbedaan individu dan mempengaruhi
proses belajar, seperti kecerdasan, keberbakatan, gaya kognitif, gaya berpikir,
daya adopsi, ketahanmalangan, dan kemampuan awal.
Kecerdasan sudah sejak lama menjadi bahan pertimbangan dalam
pembelajaran. Teori faktor tunggal dari Binet-Simon mendeskripsikan kecerdasan
dalam satu skor umum tunggal (overall single score) yang disebut intelligence
quotient (IQ), sedangkan Spearman dengan teori dua faktor mendeskripsikan
kecerdasan menjadi dua faktor kemampuan yang berdiri sendiri, yaitu faktor
umum (general) dan faktor khusus (spesific) (Aiken, 1997). Sekalipun teori faktor
tunggal dan teori dua faktor memungkinkan penyeragaman proses pembelajaran,
namun akan lebih baik jika individu dengan IQ yang berbeda mendapatkan
layanan pembelajaran yang berbeda.
Pemberagaman pembelajaran akibat perbedaan kecerdasan menguat
setelah Thurstone mendeskripsikan kecerdasan dan keberbakatan (aptitude)
menjadi beberapa faktor kemampuan yang dikenal dengan faktor ganda (multiple
factors), yaitu kemampuan verbal (verbal comprehension), kemampuan berhitung
(number), kemampuan geometris (spatial relation), kelancaran kata (word
fluency), ingatan (memory), dan penalaran (reasoning) (Anastasi, 1997).
Selanjutnya, tuntutan keberagaman pembelajaran lebih tampak lagi pada teori

27

kecerdasan ganda (multiple intelligence) dari Gardner (1993). Teori kecerdasan
ganda menyatakan bahwa kecerdasan dan keberbakatan manusia terdiri dari tujuh
komponen yang semi otonom, yaitu kecerdasan musik (musical intelligence),
kecerdasasan bodi-kinestetik (bodily-kinesthetic intelligence), kecerdasan logikamatematika (logical-mathematical intelligence), kecerdasan ruang (spatial
intelligence),

kecerdasan

interpersonal

(interpersonal

intelligence),

dan

kecerdasan intrapersonal (intrapersonal intelligence). Agar diperoleh hasil belajar
yang optimal, kecerdasan yang berbeda harus mendapatkan layanan pembelajaran
yang berbeda pula.
Selain kecerdasan, gaya kognitif juga cukup kuat pengaruhnya terhadap
proses pembelajaran. Witkin (1977) membedakan individu berdasarkan gaya
kognitifnya menjadi individu field independent dan individu field dependent.
Individu field independent cenderung berpikir analisis, mereorganisasir materi
pembelajaran

menurut

kepentingan

sendiri,

merumuskan

sendiri

tujuan

pembelajaran secara internal dan lebih mengutamakan motivasi internal. Di lain
pihak, individu field dependent cenderung berpikir global, mengikuti struktur
materi pembelajaran apa adanya, mengikuti tujuan pembelajaran yang ada dan
lebih mengutamakan motivasi eksternal.
Gejala psikologis lain yang dapat membedakan individu dalam proses
belajarnya adalah gaya berpikir. Gaya berpikir erat kaitannya dengan fungsi
belahan otak. Koestler sependapat dengan Clark (dalam Semiawan, 1997) bahwa
belahan otak kanan lebih bersifat lateral dan divergen, sedangkan belahan otak
kiri lebih bersifat vertikal dan konvergen. Masing-masing belahan otak
bertanggung jawab terhadap cara berpikir, dan masing-masing mempunyai
spesialisasi dalam kemampuan-kemampuan tertentu, walaupun ada beberapa
persilangan dan interaksi tertentu (DePorter & Hernacki, 1992). Proses berpikir
otak kiri bersifat logis, sekuensial, linier, dan rasional, sedangkan proses berpikir
otak kanan bersifat acak, tidak teratur, intuitif, divergen, dan holistik.
Daya adopsi individu juga berbeda dan juga berpengaruh terhadap proses
pembelajaran. Rogers (1997) membedakan individu berdasarkan daya
adopsinya menjadi empat kelompok, yaitu adopter, mayoritas awal (early

28

majority), mayoritas akhir (late majority), dan pembelot (laggard). Individu
yang masuk kelompok adopter selalu mempelopori penerimaan inovasi.
Kelompok mayoritas awal memerima inovasi apabila sudah sekitar 30 persen
individu lainnya menerima. Kelompok individu mayoritas akhir bersedia
menerima inovasi setelah 60 persen individu lainnya. Kelompok individu
pembelot adalah kelompok individu yang paling sukar menerima inovasi.
Berawal dari kegagalan individu cerdas dan berbakat dalam usahanya,
ditemukan variabel ketahanmalangan (adversity) yang dapat mempengaruhi
aktivitas individu, termasuk belajar. Ketahanmalangan adalah daya tahan
individu untuk menghadapi tantangan. Stoltz (1997) membedakan individu
berdasarkan ketahanmalangan yang dimiliki menjadi tiga kelompok, yaitu
penjelajah (climber), penunggu (camper), dan penyerah (quitter). Individu
penjelaj