Identifikasi Fungi pada Mol Sebagai Dekomposisi Bahan Organik yang Digunakan untuk Meningkatkan Pertumbuhan Tanaman Reboisasi Bibit Chapter III V

III. METODE PENELITIAN

3.1 Waktu dan Tempat
Penelitian ini dilaksanakan selama tiga bulan, dimulai dari bulan
September sampai bulan November 2016. Tempat mengidentifikasi fungi
dilakukan di Laboratorium Biologi Tanah, Fakultas Pertanian, Universitas
Sumatera Utara, Medan.

3.2 Alat dan Bahan
Alat yang digunakan adalah pisau, talenan, sendok, jerigen ukuran 5 liter,
timbangan, literan air, corong, plastik, kompor gas, panci, erlenmeyer, tabung
reaksi, pipet tetes, cawan petri, kaca preparat, cling wrap, kapas, tissue, karet
gelang, dan mikroskop binokuler.
Bahan yang dipakai adalah limbah sayur, limbah buah, air kelapa, gula
merah, tape, tempe, yoghurt, air bersih, alkohol, danPotato Dextrose Agar (PDA).

3.3 Prosedur kerja
3.3.1 Pembuatan MOL
Membuat MOL dari campuran Buah Sayur,pertama sekalidiiris sayur dan
buah menjadi bagian - bagian kecil kemudian masukkan ke dalam jerigen
plastik.Kemudiandiiris gula merah lalu dilarutkan dengan air bersih kemudian

dimasukkan

kedalam

jerigen

dan

masukkan

air

kelapa

kedalam

jerigen.Selanjutnyadikocok - kocok jerigen hingga semua bahan tercampur
kemudian tutup jerigen dengan plastik.Setelah itu difermentasikan selama 14 hari,
buka tutup jerigen selama ± 5 menit setiap harinya untuk membuang gas yang
terbentuk agar tidak meledak.


Universitas Sumatera Utara

Membuat MOL dari campuran Tape, Tempe, dan Yoghurt, pertama sekali
diiris tape dan tempe menjadi bagian - bagian kecil. Kemudian dimasukan hasil
potongan tempe dan tape ke dalam jerigen plastik bersama yoghurt.Selanjutnya
diiris gula merah lalu dilarutkan dengan air bersih kemudian dimasukkan kedalam
jerigen dan ditambahkan lagi air bersih.Kemudian dikocok-kocok jerigen hingga
semua bahan tercampur kemudian tutup jerigen dengan plastik.Setelah itu
difermentasikan selama 14 hari, buka selama ± 5 menit setiap harinya untuk
membuang gas yang terbentuk agar tidak meledak. Proses pembuatan biakan
MOL berbahan campuran tape, tempe dan yoghurt dapat dilihat pada Gambar 1.

A

B

Gambar 1.Biakan MOL berbahan campuran tape, tempe dan yoghurt (A), dan biakan
MOL berbahan campuran buah sayur (B).


3.3.2 Pembuatan Media Potato Dextrose Agar (PDA)
Isolasi fungi menggunakan medium Potato Dextrose Agar (PDA) yang
sudah ada atau instan. PDA instan yang telah membeku pada tabung erlenmeyer
kemudian dipanaskan didalam panci berisi air yang kemudian dipanaskan diatas
kompor gas sampe seluruh isi PDA dalam erlemeyer mencair. Setelah itu PDA

Universitas Sumatera Utara

yang telah mencair siap untuk dituang pada cawan petri. Proses pembuatan PDA
dapat dilihat pada Gambar 2.

A

B

Gambar2. Proses pencairan PDA instan padat pada panci berisi air yang dipanaskan (A),
PDA instan yang telah mencair atau siap pakai (B).

3.3.3 Isolasi Fungi dari MOL
Penentuan populasi fungi dilakukan dengan menggunakan metode

pengenceran dengan membuat suatu seri pengenceran (dilution series) suspensi
contoh. Pengenceran MOL dan isolasi fungi pada media dalam cawan petri
dilakukan melalui tahapan kerja sebagai berikut:Sebanyak 0.1 ml MOL diambil
selanjutnya dibiakkan dalam media cawan petri dengan media PDA yang telah
diberi antibiotik Kemicetine dengan takaran 0.1 gr/l dan ditempatkan pada suhu
ruang. Setelah itu pengamatan terhadap koloni yang muncul dilakukan 1-14 hari
setelah masa inkubasi. Proses pembuatan media isolasi Fungi dari MOL dapat
dilihat pada Gambar 3.

Universitas Sumatera Utara

A

B

Gambar 3.Isolasi Fungi dari Mikroorganisme Lokal (MOL) dengan bahan campuran buah
sayur (A), bahan campuran tape, tempe, dan yoghurt (B).

3.3.4 Identifikasi Fungi
Biakan murni fungi diremajakan pada media PDA dan diinkubasi selama

5-7 hari pada suhu ruang. Isolat fungi yang telah tumbuh pada media, diamati ciriciri makroskopiknya yaitu ciri koloni seperti sifat tumbuh hifa, warna dan
diameter koloni dan warna massa spora atau konidia. Isolat fungi juga
ditumbuhkan pada kaca obyek (slide culture), yaitu dengan cara meletakkan
potongan agar sebesar 4 x 4 x 2 mm yang telah ditumbuhi fungi pada kaca obyek,
yang kemudian ditutup dengan kaca penutup. Isolat pada kaca obyek ini
ditempatkan dalam kotak plastik berukuran 30 x 20 x 6 cm, yang telah diberi
pelembab berupa kapas basah. Isolat fungi pada kaca obyek ini dibiarkan selama
beberapa hari pada kondisi ruang sampai isolat fungi tumbuh cukup berkembang.
Ketika isolat fungi telah berkembang dilakukan pengangkatan kaca
penutup yang telah ditumbuhi fungi dengan hati-hati untuk membuang potongan
agar. Selanjutnya pada bekas potongan ditetesi 1 tetes larutan Lactofenol untuk
membuat kultur permanen. Kaca penutup yang juga telah ditumbuhi fungi

Universitas Sumatera Utara

selanjutnya ditempatkan diatas larutan Lactofenoldi atas kaca obyek. Kultur kaca
ini diamati dengan menggunakan mikroskop cahaya untuk mengetahui ciri
mikroskopik fungi yaitu ciri-ciri hifa, ada tidaknya sekat pada hifa, tipe
percabangan hifa, konidiofor, konidiogenesis, serta ciri-ciri konidia atau spora
(bentuk dan rangkaian) dan ukuran spora. Ciri-ciri yang didapatkan ditabulasi,

kemudian dicocokkan dengan kunci identifikasi fungi (Rifai, 1969, Gams dan
Lacey, 1972, Gams 1975a dan 1975b, Samuels, 1976 ; 1990, Sutton, 1980, Bisset,
1983; White, 1987, Singh et al., 1991, Ellis, 1993 dan Lowen, 1995 dalam
Yunasfi, 2006).Proses pemindahan fungi pada kaca preparat dapat dilihat pada
Gambar 4.

A

B

Gambar 4.Proses pemindahan fungi pada kaca preparat (A) dan kaca preparat yang

akan diamati secara mikroskopis (B).

Setelah fungi diidentifikasi dicatat jumlah dan jenis-jenis fungi yang
terdapat pada MOL.

Universitas Sumatera Utara

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN


4.1Jenis-Jenis fungi yang terdapat pada MOL
Hasil penelitian menunjukan ada empat jenis fungi dari hasil isolasi fungi
pada MOL dengan bahan Tape, Tempe dan Yoghurt. Jenis–jenis fungi yang
berhasil diisolasi adalah Fusarium sp., Aspergillus sp., Penicilium sp., Rhizhopus
sp., dan Trichoderma sp.

4.1.1 Karakteristik jenis-jenis fungi dominan pada MOL berbahan
campuran tape, tempe dan yoghurt
Jenis-jenis fungi yang berhasil diidentifikasi adalah Fusarium sp., Aspergillus
sp., Penicilium sp., dan Rhizhopussp.
1.

Fusarium sp.
Pada media PDA dalam suhu ruang, pada umur 14 hari diameter koloni

mencapai 3-5 cm. Ukuran konidiofor antara 20-40 µm, diameter hifa 7,5 µm, dan
diameter konidia 2,3-2,5 µm. Bentuk kolonidan mikroskopis Fusarium sp. dapat
dilihat pada Gambar5.


a
b

A

B

Gambar 5.Fusarium sp., (A) koloni berumur 14 hari pada media PDA dan (B) bentuk
mikroskopis konidia (a) dan konidiofor (b) dengan perbesaran 100 kali.

Universitas Sumatera Utara

Putri (2006) mengemukakan bahwa mikroorganisme seperti Fusarium sp.,
telah digunakan dalam proses pengomposan. Mikroorganisme ini membantu
menyediakan hara Nitrogen (N), Fosfat (F) dan Kalium (K) di tanah secara cepat.
Keadaan ini mampu meningkatkan kualitas tanah sehingga kebutuhan nutrisi pada
tanaman dapat tersedia, sehingga mampu menjaga kestabilan kelembaban tanah,
yang pada akhirnya membantu akar dalam proses penyerapan unsur hara tanah
denganlebih cepat.
Menurut Agrios (1996), daur hidup Fusarium sp., mengalami fase

patogenesis dan saprogenesis. Pada fase patogenesis, jamur hidup sebagai parasit
pada tanaman inang. Apabila tidak ada tanaman inang, patogen hidup di dalam
tanah sebagai saprofit pada sisa tanaman dan masuk fase saprogenesis, yang dapat
menjadi sumber inokulum untuk menimbulkan penyakit pada tanaman lain.
Penyebaran propagul dapat terjadi melalui angin, air tanah, serta tanah terinfeksi
dan terbawa oleh alat pertanian dan manusia.
Jamur Fusarium sangat merugikan, karena jamur Fusarium sp. dapat
menyebabkan tumbuhan mengalami layu patologis yang berakhir dengan
kematian (Sunarmi, 2010).Namun, jamur Fusarium sp.dapat digunakan sebagai
agen pengendali gulma secara hayati karena dapat menimbulkan kerusakan pada
gulma seperti eceng gondok (Wayanti, 2003).

2. Aspergillus sp.
Pada media PDA dalam suhu ruang, pada umur 14 hari diameter koloni
mencapai 6-9 cm. Ciri–ciri Aspergillus adalah mempunyai hifa berseptat dan
miselium bercabang, sedangkan hifa yang muncul diatas permukaan merupakan
hifa fertil dengan diameter 7,5 µm , koloninya berkelompok, konidiofora berseptat

Universitas Sumatera Utara


atau nonseptat dengan ukuran 20-40 µm yang muncul dari sel kaki, pada ujung
hifa muncul sebuah gelembung, keluar dari gelembung ini muncul sterigma, pada
sterigma muncul konidium–konidium yang tersusun berurutan mirip bentuk
untaian mutiara, konidium–konidium ini berwarna (hitam, coklat, kuning tua,
hijau) yang memberi warna tertentu pada jamur dengan diameter konidia 2,3-2,5
µm. Bentuk koloni dan mikroskopisAspergillus sp. dapat dilihat pada Gambar 6.

a

b
A

B

Gambar 6.Aspergillus sp., (A) koloni berumur 14 hari pada media PDA dan (B) bentuk
mikroskopis konidia (a) dan konidiofor (b) dengan perbesaran 100 kali

Aspergilus sp. merupakan fungi dari filum Ascomycetes yang berfilamen,
mempunyai hifa berseptat, dan dapat ditemukan melimpah di alam. Menurut
Juli,et,al. (2013), Aspergillusniger dan Penicillium sp.termasuk ke dalam

golongan jamur pelarut fosfat. Jamur pelarut fosfat dapat digunakan sebagai
pupuk hayati atau biofertilizer yang merupakan hasil dari rekayasa bioteknologi di
bidang ilmu tanah. A.niger dan Penicillium sp. mempunyai kemampuan
melarutkan senyawa-senyawa fosfat yang sukar larut menjadi bentuk yang
tersedia bagitanaman dengan cara menghasilkan asam-asam organik sehingga
ketersediaan P menjadi lebih cepat. Dengan memanfaatkan A.niger dan

Universitas Sumatera Utara

Penicillium sp. maka dapat dilihat dari kelompok jamur mana yang menunjukkan
kemampuan melarutkan fosfat yang lebih baik.
3.

Penicilium sp.
Pada media PDA dalam suhu ruang, pada umur 14 hari diameter

koloni mencapai 4-5 cm. Konidiofor berukuran 400–500 µm, tegak, umumnya
bercabang, bersepta, mempunyai metula dan kadang–kadang mempunyai cabang
tersier dari sel konidia (fialid). Bentuk fialidnya agak silindris dengan ukuran 4,7–
8,5 µ m. Bentuk konidia memanjang dan bercabang, kadang–kadang halus dan
kasar berwarna hijau dengan ukuran 2,5 µ m. Bentuk koloni dan mikroskopis
Penicilium sp. dapat dilihat pada Gambar7.

a

A

b

B

Gambar7.Penicillium sp., (A) koloni berumur 14 hari pada media PDA dan (B) bentuk
mikroskopis konidia (a) dan konidiofor (b) dengan perbesaran 100 kali

Fungi

ini

berperan

dalam

proses

dekomposisi

terutama

dalam

mendekomposisikan serasah, memberikan unsur hara pada tanaman dan
membantu pertumbuhan tanaman. Hal ini sesuai dengan penelitian Herman dan
Goenadi (1999) yang menyatakan bahwa mikroorganisme seperti Penicillium sp.,

Universitas Sumatera Utara

dan Aspergillus sp., mampu menghasilkan polisakarida yang berguna sebagai
perekat partikel tanah sehingga fungi ini dapat digunakan untuk meningkatkan
agregat–agregat tanah agar aerasi tanah menjadi lebih baik, sehingga pertumbuhan
tanaman juga akan lebih baik karena terdapat bahan organik bagi tanaman dari
hasil pendekomposisian fungi Penicillium sp.
Putri

(2006)

mengemukakan

bahwa

mikroorganisme

seperti

Penicilliumsp., telah digunakan dalam proses pengomposan. Mikroorganisme ini
membantu menyediakan hara Nitrogen (N), Fosfat (F) dan Kalium (K) di tanah
secara cepat. Keadaan ini mampu meningkatkan kualitas tanah sehingga
kebutuhan nutrisi pada tanaman dapat tersedia, sehingga mampu menjaga
kestabilan kelembaban tanah, yang pada akhirnya membantu akar dalam proses
penyerapan unsur hara tanah denganlebih cepat.
Dari hasil penelitian yang pernah dilakukan terungkap bahwa fungi
Penicillium, Rhizhopus, dan Fusarium memiliki potensi sebagai penghasil glukosa
oksidase dengan aktivitas yang cukup tinggi.Semakin banyak karbohidrat yang
dihasilkan dan tersedia di dalam tanah akan meningkatkan laju pertumbuhan selsel dan dengan semakin banyak sel–sel baru yang terbentuk maka pertumbuhan
tanaman terutama pertambahan diameter batang akan meningkat (Firman dan
Arynantha, 2003).
Menurut Juli, et,al. (2013), Aspergillusniger dan Penicillium sp.termasuk
ke dalam golongan jamur pelarut fosfat. Jamur pelarut fosfat dapat digunakan
sebagai pupuk hayati atau biofertilizer yang merupakan hasil dari rekayasa
bioteknologi di bidang ilmu tanah. A.niger dan Penicillium sp. mempunyai
kemampuan melarutkan senyawa-senyawa fosfat yang sukar larut menjadi bentuk

Universitas Sumatera Utara

yang tersedia bagitanaman dengan cara menghasilkan asam-asam organik
sehingga ketersediaan P menjadi lebih cepat. Dengan memanfaatkan A.niger dan
Penicillium sp. maka dapat dilihat dari kelompok jamur mana yang menunjukkan
kemampuan melarutkan fosfat yang lebih baik.
4.

Rhizhopus sp
Pada media PDA dalam suhu ruang, pada umur 14 hari diameter koloni

mencapai 2-3 cm. Ciri-ciri mikroskopis yaitu rhizoid berwarna hijau kekuningan
dan bercabang banyak. Hifa berwarna hitam bening agak kekuningan dengan
diameter 8,25 µm, konidia berbentuk semi bulat hingga bulat, berwarna hitam
kecoklatan hingga hijau kecoklatan, dan berdiameter 2,5 µm-5 µm.Bentuk koloni
dan mikroskopisRhizopus sp. dapat dilihat pada Gambar8.

b
a

A

B

Gambar 8.Rhizopus sp., (A) koloni berumur 14 hari pada media PDA dan (B) bentuk
mikroskopis konidia (a) dan konidiofor (b) dengan perbesaran 100 kali

Menurut Hyakumachi & Kubota (2003), Jamur Rhizopus merupakan salah
satu kelompok mikroorganisme yang telah dilaporkan dapat menginduksi
ketahanan tanaman terhadap berbagai penyakit, baik penyakit terbawa tanah

Universitas Sumatera Utara

maupun penyakit terbawa udara. Jamur Rhizopus merupakan salah satu faktor
biotik yang dapat menginduksi ketahanan tanaman terhadap penyakit.Jamur
rhizosfer membantu pertumbuhan tanaman melalui berbagai mekanisme seperti
peningkatan penyerapan nutrisi, sebagai kontrol biologi terhadap serangan
patogen, dan juga menghasilkan hormon pertumbuhan bagi tanaman.(Chanway,
1997).
Putri (2006) mengemukakan bahwa mikroorganisme seperti Rhizopus sp.,
telah digunakan dalam proses pengomposan. Mikroorganisme ini membantu
menyediakan hara Nitrogen (N), Fosfat (F) dan Kalium (K) di tanah secara cepat.
Keadaan ini mampu meningkatkan kualitas tanah sehingga kebutuhan nutrisi pada
tanaman dapat tersedia, sehingga mampu menjaga kestabilan kelembaban tanah,
yang pada akhirnya membantu akar dalam proses penyerapan unsur hara tanah
denganlebih cepat.
Kapang adalah salah satu golongan Rhizopus sp. yang sangat berperan
penting dalam proses pembuatan fermentasi tempe, dan memiliki kemampuan
dalam menghasilkan enzim β-glukosidase. Selama proses fermentasi kedelai
berlangsung menjadi tempe, isoflavon glukosidase dikonversi menjadi isoflavon
aglikon oleh enzim β-glukosidaseyang disekresikan oleh mikroorganisme
(Ewan,et al., 1992). Menurut Handayani (2007), fermentasi bungkil kedelai
memakai Rhizopus sp. yang mampu meningkatkan kandungan protein kasar
bungkil kedelai dari 41% menjadi 55%. Asam amino sebesar 14,2% sehingga
diduga dapat dipakai untuk alternatif sebagai bahan pemicu pertumbuhan
tanaman.

Universitas Sumatera Utara

4.1.2Karakteristik jenisfungi pada MOL berbahan campuran buah dengan
sayur
Jenisfungi yang berhasil diidentifikasi adalah Trichodermasp.

1. Trichoderma sp.
Pada media PDA dalam suhu ruang, koloni memiliki diameter 3–4 cm
dalam 14 hari. Ukuran konidiofor antara 17-25 µm, diameter hifa 8,25 µm, dan
diameter konidia 2,4-3,1 µm. Bentuk koloni dan mikroskopis Trichoderma sp.
dapat dilihat pada Gambar9.

a

b
A

B

Gambar 9. (A) koloni berumur 14 hari pada media PDA dan (B) bentuk mikroskopis
konidiofor (a) dan konidia (b) dengan perbesaran 100 kali

Berdasarkan hasil isolasi fungi yang dilakukan, pada medium ditemukan
jenis Trichoderma sp, dengan penampilan warna disebabkan pewarnaan
fialospora, jumlah spora dan adanya perpanjangan hifa steril. Konidiofor dapat
bercabang menyerupai piramida, yaitu pada bagian bawah cabang lateral yang
berulang–ulang, sedangkan ke ujung percabangan bertambah pendek. Fialid
tampak langsing dan panjang terutama pada ujung cabang berukuran 18 x 2,5 µm.
Konidia berbentuk semibulat hingga oval pendek, berukuran (2,8-3,2) x (2,5-2,8)

Universitas Sumatera Utara

µ m, dan berdinding tipis. Sporanya dapat bertahan lama pada kondisi lingkungan
yang kurang menguntungkan.
Menurut Rifai (1969), Tricoderma sp. bermanfaat menghasilkan sejumlah
besar enzim ekstraseluler glukanase dan kitinase yang dapat melarutkan dinding
sel fungi patogen, menyerang dan menghancurkan propagul patogen yang ada di
sekitarnya. Trichoderma viridae menghasilkan 2 jenis antibiotik yaitu gliotoksin
dan viridian yang dapat melindungi tanaman bibit dari serangan penyakit rebah
kecambah dan aman bagi lingkungan, hewan maupun manusia karena tidak
menimbulkan residu bahan kimia.Secara ekonomi, penggunaan Trichoderma sp.
lebih murah dari pada penggunaan pupuk kimia karena mampu merangsang
pertumbuhan tanaman dan meningkatkan hasil produksi tanaman.
Trichoderma sp.merupakan salah satu fungi yang dapat dijadikan agen
biokontrol karena bersifat antagonis bagi fungi lainnya, terutama yang bersifat
patogen.Aktivitas

antagonis

yang

dimaksud

dapat

meliputi

persaingan,

parasitisme, predasi, atau pembentukan toksin seperti antibiotik.Untuk keperluan
bioteknologi, agen biokontrol ini dapat diisolasi dari Trichoderma dan digunakan
untuk menangani masalah kerusakan tanaman akibat patogen.Beberapa penyakit
tanaman

sudah

dapat

dikendalikan

Trichoderma.Trichoderma sp.

dengan

menghasilkan

menggunakan

enzim kitinase

yang

fungi
dapat

membunuh patogen sehingga fungi ini sangat cocok digunakan dalam mengelola
lahan bekas pertambangan untuk kembali melestarikannya (Tjandrawati, 2003).
Putri (2006) mengemukakan bahwa beberapa mikroorganisme seperti
Fusarium sp., Aspergillus sp.,

Rhizopus sp., Trichoderma sp., Mucor sp., dan

Bacillus sp. telah digunakan dalam proses pengomposan.Mikroorganisme ini

Universitas Sumatera Utara

membantu menyediakan hara Nitrogen (N), Fosfat (F) dan Kalium (K) di tanah
secara cepat. Keadaan ini mampu meningkatkan kualitas tanah sehingga
kebutuhan nutrisi pada tanaman dapat tersedia, sehingga mampu menjaga
kestabilan kelembaban tanah, yang pada akhirnya membantu akar dalam proses
penyerapan unsur hara tanah denganlebih cepat.

Universitas Sumatera Utara

V. KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan
1.

Jenis fungi dari hasil isolasi fungi pada MOL Mikroorganisme Lokal (MOL)
dengan bahan Tape, Tempe dan Yoghurt, terdapat empat jenis yaituFusarium
sp., Aspergillus sp., Penicilium sp., danRhizhopus sp.

2.

Jenis fungi dari hasil isolasi fungi pada Mikroorganisme Lokal (MOL)
dengan bahan buah sayur,terdapat satu jenis yaituTrichodermasp.

Saran
Dengan adanya penelitian ini penulis berharap masyarakat dapat
mengetahui kandungan fungi pada MOL yang dapat dimanfaatkansebagai
dekomposisi bahan organik dalam meningkatkan pertumbuhan tanaman reboisasi
bibit.

Universitas Sumatera Utara