Hubungan Dukungan Keluarga Dengan Kepercayaan Diri Mantan Pengguna Narkoba (Studi Kasus pada Mantan Pengguna Narkoba dari Rehabilitasi Alkamal Sibolangit Centre)

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Narkoba
2.1.1 Defenisi Narkoba
Narkoba adalah golongan obat-obatan yang bila pemakainnya tidak tepat
atau disalahgunakan dapat menimbulkan keadaan ketergantungan terhadap obatobatan tersebut. Kelompok obat-obatan tesebut pada umunya bekerja pada
susunan syaraf pusat di otak dan dapat mempengaruhi emosi seseorang.
Narkotika adalah zat-zat atau obat-obatan yang berasal dari tanaman atau
bukan tanaman, baik sintesis maupun semi sintesis yang dapat menyebabkan
penurunan atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi sampai
menghilangkan rasa nyeri, dan dapat menimbulkan ketergantungan, yang
dibedakan dalam golongan-golongan sebagaimana terlampir dalam UU No. 12
Tahun 1997 tentang Narkotika.
UU No. 12 tahun 1997 tentang Narkotika menegaskan pasal 78 ayat (a)
dan 1 (b) : barang siapa tanpa hak dan melawan hukum menanam, memelihara,
mempunyai dalam persedian, memiliki, menyimpan atau menguasai narkotika
golongan I dalam bentuk tanaman atau bukan tanaman, dipidana penjara paling
lama 10 (sepuluh) tahun dan denda paling banyak Rp. 500.000.000,- (Lima ratus
juta rupiah). Sedangkan Pasal 81 ayat 1 (a) : membawa, mengirim, mengangkut
atau mentransit narkotika golongan I dipidana dengan penjara paling lama 15

(lima belas) tahun dan denda paling banyak Rp. 750.000.000,- (Tujuh ratus lima
puluh juta rupiah).

9
Universitas Sumatera Utara

Psikotropika adalah zat atau obat, baik alamiah maupun sintetis bukan
narkotika yang berkhasiat psikoatif melalui pengaruh selektif pada susunan saraf
pusat yang menyebabkan perubahan khas pada aktivitas normal dan perilaku yang
digolongkan sebagaimana terlampir dalam UU. No. 5 Tahun 1997 tentang
Psikotropika.
UU No. 5 Tahun 1997 tentang Psikotropika menegaskan Pasal 60 ayat 1
(a) memproduksi atau mengedar Psikotropika dalam bentuk obat yang tidak
terdaftar pada departemen yang bertanggung jawab di bidang kesehatan, dipidana
dengan pidana paling lama 15 (lima belas) tahun dan pidana denda paling banyak
Rp. 200.000.000,-

(Dua ratus juta rupiah). Pasal 60 ayat 2 : menyalurkan

Psikotropika, dipidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan dipidana denda

paling banyak Rp. 100.000.000,- (Seratus juta rupiah).
Zat adiktif adalah zat atau obat yang dapat menyebabkan ketagihan
nikotin, kafein, lem, tiner, bensin, dsb (Badan Narkotika Nasional, 2009:13).
Narkoba dapat menyebabkan ketagihan, gangguan pada bagian saraf atau mampu
tidak sadarkan diri. Pengertian narkoba secara umum adalah obat-obatan yang
mampu membius. Dengan kata lain, narkotika adalah obat-obatan yang mampu
menggangu sistem kerja saraf tubuh untuk tidak merasakan sakit atau rangsangan.
Narkotika pada awalnya ada tiga yang terbuat dari bahan organic, yaitu candu
(Papaper Somniferum), kokain (Erythoxyion coca) dan ganja (Cannabis Sativa).
Sekarang narkoba jenis narkotika adalah opium atau Opioid atau Opiat atau
Candu, Cocein, Methadone (MTD), LSD, PC, mescalin, barbitural, demerol,
petidin dan lainnya (Partodiharjo, 2000:11).

10
Universitas Sumatera Utara

2.1.2 Jenis-jenis Narkoba
Secara umum narkoba dibagi dalam 3 (tiga) jenis, yaitu narkotika,
psikotropika, dan bahan adiktif lainnya. Tiap jenis dibagi-bagi lagi ke dalam
beberapa kelompok, yaitu:

1. Narkotika
Seperti yang telah disebutkan sebelumnya, narkotika memiliki daya adiksi
(ketagihan) yang sangat berat, juga daya toleran (penyesuaian) dan daya habitual
(kebiasaan) yang sangat tinggi, dimana ketiga sifat inilah yang menyebabkan
pemakai narkotika sulit untuk melepaskan ketergantungannya. Berdasarkan UU
No.22 tahun 1997 narkotika diklasifikasikan menjadi 3 (tiga) golongan, yaitu:
Narkotika Golongan I adalah narkotika yang paling berbahaya dengan
daya adiktif yang sangat tinggi. Karenanya tidak diperbolehkan penggunaannya
untuk terapi pengobatan, kecuali penelitian dan pengembangan pengetahuan.
Narkotika yang termasuk golongan ini adalah ganja, heroin, morfin, opium, dan
lain-lain.
Narkotika Golongan II adalah narkotika yang memiliki daya adiktif kuat,
tetapi bermanfaat untuk pengobatan dan penelitiaan. Meskipun demikian
penggunaan narkotika golongan II untuk terapi dan pengobatan sebagai pilihan
terakhir jika tidak ada pilihan lain. Contoh dari narkotika golongan II ini adalah
benzetidin, betamtadol, petidin dan turunnya, dan lain-lain.
Narkotika Golongan III adalah jenis narkotika yang memiliki daya
adiktif atau potensi ketergantungan ringan dan dapat dipergunakan secara luas
untuk terapi atau pengobatan dan penelitian. Adapun jenis narkoba termasuk
golongan III adalah kokein dan turunnya, metadon dan lain-lain.


11
Universitas Sumatera Utara

Berdasarkan cara pembuatannya, narkotika dibedakan ke dalam 3 (tiga)
jenis yaitu narkotika alami, narkotika semisintesis, dan narkotika sintesis.
Narkotika alami adalah narkotika yang zat adiktifnya diambil dari tumbuhtumbuhan (alam) seperti:
a. Ganja, adalah tanaman dengan daun yang menyerupai daun singkong yang
tepinya bergerigi (5,7 dan 9), bisa tumbuh di daerah tropis. Di Indonesia
tanaman ini banyak tumbuh di beberapa daerah, seperti Aceh, Sumatera
Utara,

Sumatera

Selatan,

Pulau

Jawa


dan

lain-lain.

Cara

penyalahgunaannya adalah dengan dikeringkan dan dijadikan rokok yang
dibakar dan dihisap. Nama jalanan yang sering digunakan ialah : grass,
cimeng, ganja dan gelek.
b. Hasis, adalah tanaman serupa ganja yang tumbuh di Amerika Latin dan
Eropa

yang

biasanya

digunakan

para


pemadat

kelas

tinggi.

Penyalahgunaannya adalah dengan menyuling daun hasis/ganja untuk
diambil sarinya dan digunakan dengan cara dibakar.
c. Koka, adalah tanaman perdu mirip dengan pohon kopi dengan buah yang
berwarna merah seperti biji kopi. Wilayah kultivitasi tumbuhan ini berada
di Amerika latin (Kolombia, peru dan Brazilia). Koka diolah dan dicampur
dengan zat kimia tertentu untuk menjadi kokain yang memilikidaya adiktif
yang lebih kuat.
d. Opium, adalah bunga dengan bentuk dan warna yang indah, dimana
getahnya dapat menghasilkan candu (opiat). Opium tumbuh di daerah
yang disebut dengan Segitiga Emas (Burma Laos, Thailand). Opium pada
masa lalu digunakan oleh masyarakat Mesir dan Cina untuk mengobati

12
Universitas Sumatera Utara


penyakit, memberikan kekuatan, dan menghilangkan rasa sakit pada
tentara yang terluka sewaktu berperang atau berburu.
Narkotika semi-sintesis adalah berbagai jenis narkotika alami yang diolah
dan diambil zat adiktifnya agar memiliki khasiat yang lebih kuat sehingga dapat
dimanfaatkan untuk kepentingan kedokteran. Beberapa jenis semi-sintesis yang
disalahgunakan adalah sebagai berikut:
a. Kodein, adalah alkaloida yang tergantung dalam opium dan banyak
dipergunakan untuk keperluan medis. Dengan khasiat analgesic yang
lemah, kodein dipakai untuk obat penghilang (peredam) batu.
b. Morfin, adalah getah opium yang diolah dan dicampur dengan zat kimia
tertentu yang memiliki daya analgesic yang berbentuk kristal, berwarna
putih dan berubah menjadi kecoklatan serta tidak berbau. Biasa dipakai di
dunia kedokteran sebagai penghilang rasa sakit atau pembiusan pada
operasi (pembedahan).
c. Kokein, adalah serbuk kristal berwarna putih yang diperoleh dari sari
tumbuhan koka yang memiliki dampak ketergantungan yang tinggi. Cara
pemakaiannya dengan membagi setumpuk kokain menjadi beberapa
bagian berbaris lurus diatas permukaan kaca atau benda-benda yang
mempunyai permukaan datar kemudian dihirup dengan menggunakan

penyedot seperti sedotan.
Narkotika sintesis adalah narkotika palsu yang dibuat dari bahan kimia dan
digunakan untuk pembiusan atau pengobatan bagi mereka yang mengalami
ketergantungan narkoba. Narkotika sintetis berfungsi sebagai pengganti sementara

13
Universitas Sumatera Utara

untuk

mencegah

relaps

sehingga

penyalahguna

dapat


menghentikan

ketergantungannya.
Adapun contoh dari narkotika sintetis adalah:
a. Petidin, obat yang digunakan untuk pengobatan rasa sakit tingkat
menengah hingga kuat. Petidin adalah obat yang aman untuk digunakan
karena memiliki resiko ketergantungan yang rendah.
b. Methadone, adalah opioida sintetis yang digunakan secara medis sebagai
analgesic. Methadone juga dapat digunakan untuk terapi rasa sakit yang
kronis dalam jangka panjang dengan biaya yang sangat rendah. Kegunaan
methadone dalam pengobatan ketergantungan memberikan hasil yang
dapat menstabilisasi para pasien dengan menghentikan gejala putus obat
(withdrawal

syndrome)

dan

juga


pada

akhirnya

menghentikan

ketergantungan mereka terhadap opioida.
2. Psikotropika
Psikotropika adalah obat yang digunakan oleh dokter untuk mengobati
gangguan jiwa (psyche) yang menurut UU No. 5 Tahun 1997 tentang Psikotropika
terbagi menjadi 4 golongan yaitu:
Golongan I adalah psikotropika dengan daya adiktif yang sangat kuat,
dilarang digunakan untuk trapi dan hanya untuk kepentingan pengembangan ilmu
pengetahuan.
Golongan II adalah psikotropika dengan daya adiktif kuat, akan tetapi
berguna untuk pengobatan dan penelitian, contohnya amfetamin, metilfenidat atau
ritalin.

14
Universitas Sumatera Utara


Golongan III adalah psikotropika dengan daya adiktif yang sedang dan
berguna untuk pengobatan dan penelitian ( lumibal, pentobarbital, buprenorsina,
dan sebagainya).
Golongan IV adalah psikotropika yang memiliki daya adiktif ringan serta
berguna untuk pengobatan, seperti nitrazepam (BK, mogadon, dumolid) diazepam
dan lain sebagainya.
3. Bahan Adiktif
Merupakan zat-zat yang tidak termasuk dalam narkotika dan psikotropika,
tetapi memiliki daya adiktif atau dapat menimbulkan ketergantungan. Biasanya
ketergantungan seseorang terhadap zat atau bahan adiktif ini merupakan pintu
gerbang kemungkinan adiksi mereka terhadap narkotika dan psikotropika.
Adapun zat suatu benda yang termasuk dalam kategori bahan adiktif adalah :
a. Rokok, pemakai tembakau yang mengandung nikotin sangat luas di
masyarakat. Pada upaya penanggulan NAPZA dimasyakarat, pemakaian
rokok dan alkohol terutama pada remaja, harus menjadi bagian dari upaya
pencegahan, karena rokok dan alkohol sering menjadi pintu masuk
penyalahgunaan NAPZA lain lebih berbahaya.
b. Kelompok Alkohol, dapat menimbulkan hilangnya kesadaran dan
ketagihan karena mengandung ethanol etil alkohol, yang berpengaruh
menekan susunan syaraf pusat dan sering menjadi bagian dari kehidupan
manusia sehari-hari dalam kebudayaan tertentu.
c. Tinner dan Zat-zat lain yang jika dihirup dapat memabukkan, seperti lem
kayu, penghapus cair, aseton, bensin dan lain sebagainya (Badan
Narkotika Nasional, 2009:12-26).

15
Universitas Sumatera Utara

2.1.3 Faktor Penyebab Penyalahgunaan Narkoba
Para ahli sepakat bahwa secara garis besar ada beberapa faktor yang
mempengaruhi terjadinya penyalahgunaan narkoba, yaitu:
1. Faktor Kepribadian, beberapa hal yang termasuk didalam faktor pribadi
adalah genetik, biologis, personal, kesehatan dan gaya hidup yang
memiliki pengaruh dalam menentukan seseorang terjerumus dalam
penyalahgunaan narkoba.
a. Kurangnya

pengendalain

diri.

Orang

yang

coba-coba

menyalahgunakan narkoba biasanya memiliki sedikit pengetahuan
tentang narkoba, bahaya yang ditimbulkan, serta peraturan hukum
yang ditimbulkan.
b. Konflik individu/emosi yang belum stabil. Orang yang mengalami
konflik akan mengalami frustasi. Bagi individu yang tidak biasa dalam
menghadapi penyelesaian masalah cenderung menggunakan narkoba,
karena berpikir keliru bahwa cemas yang ditimbulkan oleh konflik
individu tersebut dapat dikurangi dengan mengkonsumsi narkoba.
c. Terbiasa hidup senang atau mewah. Orang yang terbiasa hidup mewah
kerap berupaya menghindari permasalahan yang lebih rumit. Biasanya
mereka lebih menyukai penyelesaian masalah secara instan, praktis
atau membutuhkan waktu yang singkat sehingga akan memilih caracara yang sederhana dan mudah, yang dapat memberikan kesenangan
melalui penyalahgunaan narkoba yang dapat memberikan rasa
euphoria secara berlebihan.

16
Universitas Sumatera Utara

2. Faktor Keluarga
a. Kurangnya kontrol keluarga. Orang tua terlalu sibuk sehingga jarang
mempunyai waktu mengontrol anggota keluarga. Anak yang kurang
perhatian dari orangtuanya cenderung mencari perhatian diluar,
biasanya mereka juga mencari kesibukan bersama teman-temannya.
b. Kurangnya penerapan disiplin dan tanggung jawab, tidak semua
penyalahgunaan narkoba yang dilakukan dimulai dari keluarga yang
broken home, semua anak mempunyai potensi yang sama untuk
terlibat dalam penyalahgunaan narkoba. Penerapan disiplin dan
tanggung jawab kepada anak akan mengurangi resiko anak terjebak
kedalam penyalahgunaan narkoba. Anak yang mempunyai tanggung
jawab

terhadap

dirinya,

mempertimbangkan

orang

beberapa

tua,
hal

dan

masyaarakat

sebelum

akan

mencoba-coba

menggunakan narkoba.
3. Faktor Lingkungan
a. Masyarakat yang individualis, lingkungan yang individualistik dalam
kehidupan kota besar cenderung kurang peduli dengan orang lain,
sehingga setiap orang hanya memikirkan permasalahan dirinya tanpa
peduli dengan orang sekitarnya. Akibatnya banyak individu dalam
masyarakat kurang peduli dengan penyalahgunaan narkoba yang
semakin meluas.

17
Universitas Sumatera Utara

b. Pengaruh teman sebaya
Pengaruh teman atau kelompok juga berperan penting terhadap
penggunaan narkoba. Hal ini disebabkan antara lain karena menjadi
syarat kemudahan untuk dapat diterima oleh anggota kelompok.
Kelompok atau genk mempunyai kebiasaan perilaku yang sama antar
sesama anggota. Jadi tidak aneh bila kebiasaan berkumpul ini juga
mengarahkan perilaku yang sama untuk mengkonsumsi narkoba.
4. Faktor Pendidikan
Pendidikan akan bahaya penyalahgunaan narkoba di sekolah-sekolah juga
merupakan salah satu bentuk kampanye anti penyalahgunaan narkoba.
Kurangnya pengetahuan yang dimiliki oleh siswa-siswi akan bahaya
narkoba

juga

dapat

memberikan

andil

terhadap

meluasnya

penyalahgunaan narkoba dikalangan pelajar.
5. Faktor Masyarakat dan Komunitas Sosial
Faktor yang termasuk dan mempengaruhi kondisi sosial seseorang antara
lain hilangnya nilai-nilai dalam sebuah keluarga dan sebuah hubungan,
hilangnya perhatian dengan komunitas, dan susahnya beradaptasi (Afiatin,
2008: 16-24).
2.2 Mantan Pengguna Narkoba
2.2.1 Pengertian Mantan Pengguna Narkoba
Bermula dari mencoba-coba yang bersumber dari rasa ingin tahu akan
jenis-jenis narkoba, ditambah dengan lingkungan pergaulan yang tidak sehat,
merupakan pemicu utama seseorang sampai akhirnya menjadi seorang pecandu
bila hal ini dibiarkan berlarut-larut akan mengakibatkan kematian. Sebagian

18
Universitas Sumatera Utara

pecandu menyadari ketergantungannya akan narkoba dan berupaya untuk berhenti
dengan cara berobat ke pusat rehabilitasi ketergantungan narkoba. Dan yang
dikatakan mantan pengguna menurut Afiatin adalah para pengguna narkoba yang
sudah benar-benar bersih dari zat adiktif, maupun yang sedang dalam proses masa
pemulihan (dalam Afiatin, 2008: 13).
Pemulihan adalah suatu proses yang dinamis dan progresif sebagai
perjalanan panjang dan menyakitkan, dari ketergantungan narkoba ke gaya hidup
sehat tanpa narkoba. Perubahan-perubahan yang terjadi mempengaruhi keadaan
tubuh, jiwa dan rohaninya, mengubah gaya hidupnya dengan hidup yang sehat
dan memuaskan. Proses ini disebut “Pemulihan Seluruh Pribadinya”. Upaya
pemulihan dilakukan secara bertahap untuk mempelajari keterampilan baru dan
tugas-tugas yang mempersiapkannya menghadapi tantangan hidup bebas tanpa
narkoba. Jika gagal, ia beresiko untuk kambuh atau relaps.
Berdasarkan uraian dapat disimpulkan bahwa pemulihan adalah suatu
proses yang dinamis dan progresif sebagai perjalanan panjang dan menyakitkan,
dari ketergantungan narkoba kegaya hidup sehat tanpa narkoba.
2.3 Rehabilitasi
2.3.1 Definisi Rehabilitasi
Rehabilitasi adalah upaya pemulihan kesehatan jiwa dan raga yang
ditujukan pada pemakai narkoba yang sudah menjalani program kuratif. Seperti
yang tertulis pada pasal 54 UU Narkotika No.35 Tahun 2009 yang berisikan
bahwa pecandu narkoba dan korban penyalahgunaan narkotika wajib menjalani
rehabilitasi medis dan rehabilitasi sosial.

19
Universitas Sumatera Utara

Rehabilitasi terhadap pecandu narkotika adalah suatu proses pengobatan
untuk membebaskan pecandu dari ketergantungan, dan masa menjalani
rehabilitasi

tersebut

diperhitungkan

sebagai

masa

menjalani

hukuman.

Rehabilitasi terhadap pecandu narkotika juga merupakan suatu bentuk
perlindungan sosial yang mengintregrasikan pecandu narkotika kedalam tertib
sosial agar dia tidak lagi melakukan penyalahgunaan narkotika. Berdasarkan UU
No.35 Tahun 2009, yang merupakan pengganti dari UU No.22 Tahun 1997
tentang Narkotika terdapat setidaknya dua jenis rehabilitasi, yaitu rehabilitasi
medis dan rehabilitasi sosial.
Pasal 1 ayat 16 UU No.35 Tahun 2009 menyatakan bahwa : rehabilitasi
medis adalah suatu proses kegiatan pengobatan secara terpadu untuk
membebaskan pecandu dari ketergantungan narkotika. Pasal 1 ayat 17 UU No.35
Tahun 2009 menyatakan bahwa : rehabilitasi sosial adalah suatu proses kegiatan
pemulihan secara terpadu, baik fisik, mental, maupun sosial, agar bekas pecandu
narkotika dapat kembali melaksanakan fungsi sosial dalam kehidupan masyarakat.
Itulah sebabnya mengapa pengobatan narkoba tanpa upaya pemulihan
(rehabilitasi) tidak bermanfaat. Setelah sembuh, masih banyak masalah lain yang
akan timbul. Semua dampak negatif tersebut sangat sulit diatasi. Karenanya,
banyak pemakai narkotika ketika sudah sadar malah mengalami putus asa,
kemudian bunuh diri. Cara bunuh diri pemakai narkoba yang terbanyak adalah
dengan menyuntik dirinya sendiri dengan narkoba dosis berlebihan sehingga
mengalami overdossis (Partodiharjo, 2000: 105-106).

20
Universitas Sumatera Utara

2.3.2 Tujuan Rehabilitasi Sosial
Dalam UU No.4 Tahun 1997 dijelaskan bahwa rehabilitasi diarahkan
untuk memfungsikan kembali dan mengembangkan kemampuan fisik, mental dan
sosial penyandang cacat agar dapat melaksanakan fungsi sosialnya secara wajar
sesuai dengan bakat, kemampuan, pendidikan dan pengalaman. Tujuan utama
rehabilitasi adalah membantu mencapai kemandirian optimal secara fisik, mental,
sosial, vokasional dan ekonomi sesuai dengan kemampuannya.
Aspek berguna dapat mencakup self realization, human realitionship,
economic efficiency, dan civic responbility. Artinya kegiatan-kegiatan rehabilitasi
peserta didik cacat diharapkan :
a. Dapat menyadari kelainan dan dapat menguasai diri sedemikian rupa,
sehingga tidak menggantungkan diri kepada orang lain (self realization).
b. Dapat bergaul dan bekerjasama dengan orang lain dalam kelompok, tahu
akan

perannya

dan

dapat

menyesuaikan

diri

dengan

perannya

dilingkungannya (human relationship).
c. Mempunyai kemampuan dan keterampilan ekonomis produktif tertentu
yang dapat menjamin kehidupannya kelak dibidang ekonomi (economic
efficincy).
d. Memiliki tanggung jawab dan mampu berpartisipasi terhadap lingkungan
masayarakat (civic responbility).
2.3.3 Sasaran Rehabilitasi Sosial
Sasaran rehabilitasi sosial adalah individu sebagai salah satu totalitas yang
terdiri dari aspek jasmani, kejiwaan dan sebagai anggota masyarakat. Sasaran
rehabilitasi cukup luas, karena tidak hanya berfokus pada penderita cacat saja,

21
Universitas Sumatera Utara

tetapi juga pada petugas-petugas panti rehabilitasi, orang tua dan keluarga,
masayarakat, lembaga-lembaga pemerintah dan swasta serta organisasi sosial
yang terkait.
2.3.4 Fungsi Rehabilitasi Sosial
Pada umumnya, rehabilitasi yang diberikan terhadap peserta didik
berkelainan berfungsi untuk pencegahan, penyembuhan atau pemulihan dan
pemeliharaan (Surya, 2011).
a. Fungsi pencegahan, melalui program dan pelaksanaan kegiatan rehabilitasi
peserta didik dapat menghindari hal-hal yang dapat menambah kecacatan
yang lebih berat/lebih parah. Misalnya melalui terapi, penyebaran
kecatatan dapat dicegah dan dibatasi.
b. Fungsi penyembuhan/pemulihan, melalui kegiatan rehabilitasi didik dapat
sembuh dari sakit, organ tubuh yang semula tidak kuat menjadi kuat, yang
tadinya tidak berfungsi menjadi berfungsi, dan sebagainya. Dengan
demikian fungsi penyembuh dapat berarti pemulihan atau pengembalian
atau penyegaran kembali.
c. Fungsi

pemeliharaan/penjagaan,

bagi

peserta

didik

yang

pernah

memperoleh layanan rehabilitasi tertentu diharapkan kondisi medis, sosial,
dan keterampilan organ gerak/keterampilan vokasional tertentu yang
sudah dimiliki dapat tetap terpelihara/tetap terjadi melalui kegiatankegiatan rehabilitasi yang dilakukan.

22
Universitas Sumatera Utara

Ditinjau dari bidang pelayanan rehabilitasi memiliki fungsi sosial dan
keterampilan :
a. Fungsi Sosial, peserta didik yang cacat pada umumnya memiliki
masalah sosial, baik yang bersifat primer (misalnya : rendah diri,
isolasi diri, dan sebagainya). Melalui upaya rehabilitasi dapat berfungsi
memupuk kemampuan dalam bersosialisasi dengan lingkungannya.
b. Fungsi keterampilan, melalui kegiatan rehabilitasi peserta didik akan
memiliki dasar-dasar keterampilan kerja yang akan menjadi fondasi
dalam memilih dan menekuni keterampilan profesional tertentu dimasa
depan.
2.3.5 Rehabilitasi Narkoba
Pengertian rehabilitasi narkoba adalah sebuah tindakan represif yang
dilakukan bagi pecandu narkoba. Tindakan rehabilitasi ditujukan kepada korban
dari

penyalahgunaan

narkoba

untuk

memulihkan

atau

mengembangkan

kemampuan fisik, mental, dan sosial penderita yang bersangkutan. Selain untuk
memulihkan, rehabilitasi juga sebagai pengobatan atau perawatan bagi para
pecandu narkotika, agar para pecandu dapat sembuh dari kecanduannya terhadap
narkotika.
Bagi pecandu narkoba yang memperoleh keputusan dari hakim untuk
menjalani hukuman penjara atau kurungan akan mendapatkan pembinaan maupun
pengobatan dalam lembaga pemasyarakatan. Dengan semakin meningkatnya
bahaya narkotika yang meluas ke seluruh pelosok dunia, maka timbul bermacammacam cara pembinaan untuk penyembuhan terhadap korban penyalahgunaan
narkotika.

23
Universitas Sumatera Utara

Dalam ketentuan umum UU No.35 Tahun 2009 tentang Narkotika,
rehabilitasi dibedakan dua macam, yaitu :
a. Rehabilitasi medis
Rehabilitasi medis adalah suatu proses kegiatan pengobatan terpadu untuk
membebaskan pecandu dari ketergantungan narkotika. Rehabilitasi medis
pecandu narkotika dapat dilakukan dirumah sakit yang ditunjuk oleh
menteri kesehatan, yaitu rumah sakit yang diselenggarakan baik oleh
pemerintah, maupun oleh masyarakat. Selain pengobatan atau perawatan
melalui rehabilitasi medis, proses penyembuhan pecandu narkotika dapat
diselenggarakan oleh masyarakat melalui pendekatan keagamaan dan
tradisional.
b. Rehabilitasi sosial
Rehabilitasi sosial adalah suatu proses kegiatan pemulihan secara terpadu
baik secara fisik, mental maupun sosial agar bekas pecandu narkotika
dapat kembali melakukan fungsi sosial dalam kehidupan masyarakat.
Dalam konteks ini yang dimaksud dengan mantan pecandu narkoba adalah
orang yang telah sembuh dari ketergantungan terhadap narkotika secara
fisik dan psikis.
Rehabilitasi sosial mantan pecandu narkotika dapat dilakukan di
lembaga rehabilitasi sosial yang ditunjuk oleh menteri sosial, yaitu
lembaga rehabilitasi sosial yang diselenggarakan baik oleh pemerintah,
maupun

oleh

masyarakat.

Tindakan

rehabilitasi

ini

merupakan

penanggulangan yang bersifat represif yaitu penanggulangan yang
dilakukan setelah terjadinya tindak pidana, dalam hal ini tindak pidana

24
Universitas Sumatera Utara

pengguna narkotika yang berupa pembinaan atau pengobatan terhadap
para pengguna narkotika. Dengan upaya-upaya pembinaan dan pengobatan
tersebut diharapkan nantinya korban penyalahgunaan narkotika dapat
kembali normal dan berprilaku baik dalam kehidupan masyarakat.
2.4 Kepercayaan Diri
2.4.1 Pengertian Kepercayaan Diri
Sebenarnya kepercayaan diri dapat kita artikan sebagai suatu sikap atau
keyakinan akan kemampuan diri sendiri dan tidak mudah dipengaruhi oleh orang
lain. Hal ini di dukung oleh Lauster kepercayaan diri merupakan suatu sikap atau
keyakinan atas kemampuan diri sendiri sehingga dalam tindakan-tindakannya
tidak terlalu cemas, merasa bebas untuk melakukan hal-hal yang sesuai keinginan
dan tanggung jawab atas perbuatannya, sopan dalam berintraksi dengan orang
lain, memiliki dorongan prestasi serta dapat mengenal kelebihan dan kekurangan
diri sendiri. Lauster menggambarkan bahwa orang yang mempunyai kepercayaan
diri (toleransi), tidak membutuhkan dorongan orang lain, optimis dan gembira
(dalam Angelis, 2003: 13).
Sedangkan menurut Maslow kepercayaan diri itu diawali oleh konsep diri.
Hal ini dipertegas oleh Rahmat kepercayaan diri merupakan suatu kepercayaan
terhadap diri sendiri yang dimiliki oleh setiap orang dalam kehidupannya serta
bagaimana orang tersebut memandang dirinya secara utuh dengan mengacu pada
konsep diri (dalam Hakim, 2002: 7).
Kepercayaan diri menurut Angelis yaitu berawal dari tekad pada diri
sendiri, untuk melakukan segalanya yang kita inginkan dan butuhkan dalam

25
Universitas Sumatera Utara

hidup. Percaya diri terbina dari keyakinan diri sendiri, sehingga kita mampu
menghadapi tantangan hidup apapun dengan berbuat sesuatu (Angelis, 2003:15).
Sementara itu Hakim menyatakan bahwa kepercayaan diri adalah suatu
keyakinan seseorang terhadap segala aspek kelebihan yang dimilikinya dan
keyakinan tersebut membuatnya merasa mampu untuk bisa mencapai berbagai
tujuan di dalam hidupnya (Hakim, 2002:9).
2.4.2 Proses Pembentukan Kepercayaan Diri
Percaya diri adalah modal dasar seseorang manusia dalam memenuhi
berbagai kebutuhan sendiri. Seseorang mempunyai kebutuhan untuk kebebasan
berfikir dan berperasaan akan tumbuh menjadi manusia dengan rasa percaya diri.
Salah satu langkah pertama dan utama dalam membangun rasa kepercayaan diri
adalah dengan memahami dan meyakini bahwa setiap manusia memiliki
kelebihan dan kelemahan masing-masing. Kelebihan yang ada di dalam diri
seseorang harus dikembangkan dan dimanfaatkan agar menjadi produktif dan
berguna bagi orang lain (Hakim, 2002: 13).
Dipertegas kembali oleh hakim, bahwa rasa percaya diri tidak muncul
begitu saja pada diri seseorang. Ada proses tertentu di dalam pribadinya sehingga
terjadilah pembentukan rasa percaya diri. Selain itu, hakim menerangkan proses
terbentuknya percaya diri melalui beberapa tahapan, yaitu :
a. Tebentuknya kepribadian yang baik sesuai dengan proses perkembangan
yang melahirkan kelebihan-kelebihan tertentu.
b. Pemahaman seseorang terhadap kelebihan-kelebihan yang dimiliknya dan
melahirkan keyakinan yang kuat untuk bisa berbuat segala sesuatu dengan
memanfaatkan kelebihan-kelebihannya.

26
Universitas Sumatera Utara

c. Pemahaman dan reaksi positif seseorang terhadap kelemahan-kelemahan
yang dimilikinya agar tidak menimbulkan rasa rendah diri atau rasa sulit
menyesuaikan diri.
d. Pengamalaman di dalam menjalani berbagai aspek kehidupan dengan
menggunakan segala kelebihan yang ada pada dirinya.
Berdasarkan uraian maka dapat disimpulkan bahwa rasa percaya diri tidak
muncul begitu saja pada diri seseorang. Ada proses tertentu di dalam pribadinya
sehingga terjadilah pembentukan rasa percaya diri. Salah satu langkah pertama
dan utama dalam membangun rasa percaya diri adalah dengan memahami dan
meyakini bahwa setiap manusia memiliki kelebihan dan kelemahan masingmasing.
2.4.3 Ciri-ciri Individu yang Memiliki Kepercayaan Diri
Menurut Lauster individu yang memiliki kepercayaan diri adalah sebegai
berikut:
a. Individu tersebut tampak selalu gembira
b. Selalu optimis dalam setiap kesempatan
c. Berani bertanggung jawab atas perbuatan yang dilakukannya
d. Bersifar toleransi terhadap orang lain
e. Tidak mementingkan diri sendiri
f. Selalu berfikir positif terhadap orang lain (dalam Angelis, 2002: 18).
Selain itu Angelis, juga menerangkan bahwa ciri-ciri individu yang
memiliki kepercayaan diri adalah:
a. Selalu bersikap tenang dalam mengerjakan sesuatu
b. Memiliki potensi dan kemampuan yang memadai

27
Universitas Sumatera Utara

c. Mampu menetralisir ketegangan yang muncul di dalam berbagai situasi
d. Mampu menyesuaikan diri dan berkomunikasi di berbagai situasi
e. Memiliki kondisi mental dan fisik yang cukup menunjang penampilan
f. Memiliki kemampuan bersosialisasi
g. Memiliki kecerdasan yang cukup
h. Memiliki tingkat formal yang cukup
i. Memiliki latar belakang pendidikan keluarga yang baik
j. Memiliki keahlian atau keterampilan lain yang menunjang kehidupannya,
misalnya keterampilan berbahasa asing
k. Memiliki pengalaman hidup yang menempa mentalnya menjadi kuat dan
tahan di dalam menghadapi berbagai cobaan hidup
l. Selalu bereaksi positif di dalam mengahadapi berbagai masalah, misalnya
tetap tegar, sabar dan tabah dalam mengahadapi persoalan hidup (Angelis,
2002: 20).
Sedangkan Fatimah menyatakan kepercayaan bahwa ciri-ciri orang yang
memiliki kepercayaan diri, yaitu sebagai berikut:
a. Percaya akan kemampuan diri sendiri sehingga tidak mematahkan
pujian, pengakuan, penerimaan ataupun rasa hormat dari orang lain.
b. Tidak tedorong untuk menunjukkan sikap konformis demi diterima
oleh orang lain atau kelompok
c. Mempunyai kendali diri yang baik (tidak moody atau emosi stabil)
d. Berani menerima dan mengahadapi penolakan orang lain
e. Memiliki internal locus of control (memandang keberhasilan atau
kegagalan tergantung dari usaha pada bantuan orang lain)

28
Universitas Sumatera Utara

f. Mempunyai cara pandang positif terhadap orang lain, diri sendiri dan
situasi diluar dirinya
g. Memiliki harapan-harapan yang realistik, sehingga ketika harapanharapan itu tidak terwujud dapat melihat sisi positif dirinya dan situasi
yang terjadi (dalam Hakim, 2002:19).
Berdasarkan beberapa pendapat diatas, dapat disimpulkan bahwa ciri-ciri
orang yang memiliki kepercayaan diri terdiri dari beberapa aspek besar, antara
lainselalu berfikir positif terhadap orang lain, tidak mementingkan diri sendiri,
memiliki kemampuan dalam bersosialisasi, bersikap tenang dalam mengerjakan
sesuatu, serta mempunyai kendali diri yang baik.
2.4.4 Faktor-faktor Kepercayaan Diri
Menurut hakim kepercayaan diri seseorang biasanya dipengruhi oleh
beberapa hal berikut :
a. Faktor Keturunan
Kepercayaan diri pada individu bisa tumbuh dengan adanya pola asuh
yang benar dan lingkungan yang kondusif, misalnya, sejak kecil individu
dibiasakan oleh orang tua untuk hidup mandiri, selalu didengarkan pendapatnya,
serta dilindungi oleh orang tua. Semua pengalaman itu dapat menumbuhkan
hubungan sosial yang baik pada diri anak, sehingga anak tumbuh menjadi
individu yang senang bergaul dan mau menonjolkan diri.
b. Faktor Lingkungan
Bila sejak kecil individu sering mendengarkan komentar yang baik serta
sering mendapatkan pujian dari orang sekitarnya, bisa menumbuhkan rasa percaya
diri pada individu tersebut. Selain itu, pandangan yang baru dari orang lain

29
Universitas Sumatera Utara

terhadap aktivitas yang dilakukannya juga turut mempengaruhi kepercayaan diri
seseorang, sebaliknya sikap kurang bergaul, gagal teknologi dan tidak tahu apaapa akan menyebabkan individu merasa tidak sepadan bergaul dengan orang lain.
Ditambah lagi dengan adanya keluarga yang kurang bermasyarakat akan semakin
menurunkan rasa percaya diri individu serta menyebabkan sulit untuk bersikap
secara normal dilingkungan luar rumah (Hakim, 2002: 23).
c. Faktor Diri Sendiri
Faktor ini biasanya paling banyak mempengaruhi rasa percaya diri
seseorang. Kepercayaan diri biasanya dipengaruhi oleh :
1. Tampilan Fisik
Ukuran tubuh yang dianggap tidak normal atau tidak sempurna sering kali
membunuh rasa percaya diri individu, misalnya saja ukuran tubuh yang gemuk,
pendek, cacat bahkan berjerawat. Hal ini biasanya timbul karena disebabkan oleh
adanya rasa tidak puas pada diri sendiri saat melihat orang lain dengan
penampilan fisik yang dianggap lebih baik.
2. Sikap Mental
Sikap mental yang buruk dalam menilai diri sendiri dan dalam menilai
kemampuan diri akan sangat menjatuhkan kepercayaan diri.
3. Ekonomi
Individu yang merasa dirinya miskin dan tidak punya apa-apa cenderung
merasa tidak percaya diri, ia merasa orang kaya pasti jauh lebih terhormat.
Sedangkan individu yang merasa ekonomi yang baik biasanya cenderung
memiliki kepercayaan diri dalam melakukan sesuatu.

30
Universitas Sumatera Utara

Ditambahkan pula oleh Hambali faktor-faktor yang mempengaruhi
kepercayaan diri seseorang adalah:
a. Latar Belakang Keluarga
Lingkungan keluarga biasanya terdiri dari ayah, ibu, dan anak-anaknya.
Ayah dan ibu akan selalu menumpuk cinta kasih akan berhasil menciptakan
suasana rumah yang aman dan memberikan perasaan terlindungi bagi para
anggota keluarga. Perasaan terlindungi dan aman inilah yang memungkinkan
terbentuknya rasa kepercayaan diri.
b. Penampilan
Seseorang yang memiliki daya tarik dan penampilan yang menarik merasa
sikap sosial yang menguntungkan dan harmoni akan mempengaruhi rasa
kepercayaan diri individu tersebut.
c. Kelengkapan Kedua Orang tua
Seorang individu yang memiliki kedua orang tua akan merasa lebih
tentram dan lengkap kehidupannya jika dibandingkan dengan individu yang orang
tuanya tidak lengkap, misalnya: bercerai (dalam Angelis, 2002:21).
Sarasvati

juga

menambahkan

faktor-faktor

yang

mempengaruhi

kepercayaan diri individu, antara lain:
a. Dukungan Keluarga Besar
Dengan semakin kuatnya dukungan keluarga besar, seorang akan terhindar
dari kesendirian, sehingga menjadi lebih percaya diri dalam menghadapi kesulitan
karena dapat bersandar pada keluarga tersebut.

31
Universitas Sumatera Utara

b. Kemampuan Keuangan Keluarga
Keuangan keluarga yang memadai, memberikan kesempatan yang lebih
baik dalam pemenuhan kebutuhan hidup, sehingga individu tersebut percaya diri
dalam memenihi sesuatu dalam hidupnya.
c. Tingkat Pendidikan
Semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang, memberikan kepercayaan
diri yang lebih baik dalam menyelesaikan setiap masalah yang dihadapinya.
d. Latar Belakang Agama
Dengan latar belakang agama yang kuat, relatif membuat seseorang lebih
mampu menghadapi masalah yang ada, karena percaya bahwa cobaan yang datang
untuk kebaikan spritualnya.
e. Jenis Kelamin
Seseorang yang memiliki jenis kelamin yang baik, menjadikan seseorang
lebih percaya diri dalam menjalani hidupnya, karena individu tersebut mengetahui
peran dan kodratnya sebagai manusia yang wajar (dalam Hakim, 2008: 27).
Dari uraian dapat disimpulkan bahwa faktor-faktor kepercayaan diri terdiri
dari beberapa hal, anatara lain: faktor keturunan, faktor lingkungan, faktor diri
sendiri, tingkat pendidikan, latar belakang keluarga serta dukungan keluarga
besar.

32
Universitas Sumatera Utara

2.4.5 Aspek-Aspek Kepercayaan Diri
Angelis mengemukakan bahwa kepercayaan diri mencakup atas 3 aspek
yaitu:
a. Aspek Tingkah Laku
Aspek tingkah laku adalah kepercayaan diri untuk mampu bertindak dan
menyelesaikan tugas-tugas mulai dari yang paling sederhana hingga tugas-tugas
yang rumit untuk meraih sesuatu. Dalam aspek tingkah laku ini terdapat 4 ciri
penting, yaitu:
1. Keyakinan atas kemampuan diri sendiriuntuk melakukan sesuatu
2. Keyakinan atas kemampuan untuk menindak lanjuti segala prakasa
pribadi secara konsekwen
3. Keyakinan atas kemampuan sendiri untuk menanggulangi segala
kendala
4. Keyakinan atas kemampuan untuk memperoleh dukungan
b. Aspek Emosi
Aspek emosi merupakan aspek kepercayaan diri yang berkenaan dengan
keyakinan dan kemampuan untuk menguasai segenap isi emosi. Aspek ini
memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
1. Keyakinan terhadap kemampuan untuk mengetahui perasaan sendiri
2. Keyakinan terhadap kemampuan untuk mengungkapkan perasaan
3. Keyakinan terhadap kemampuan untuk memperoleh rasa sayang,
pengertian dan perhatian dalam segala situasi, khususnya dalam
menghadapi kesulitan

33
Universitas Sumatera Utara

4. Keyakinan terhadap kemampuan untuk menyatukan diri dengan orang
lain dalam pergaulan positif dan penuh pengertian
5. Keyakinan terhadap kemampuan untuk mengetahui manfaat apa yang
dapat diberikan kepada orang lain.
c. Aspek Spritual
Aspek spritual adalah aspek kepercayaan diri yang berupa keyakinan
kepada takdir Tuhan semesta alam serta keyakinan bahwa hidup memiliki tujuan
yang positif. Termasuk juga keyakinan bahwa kehidupan yang dialami saat ini
adalah fanah, masih ada kehidupan yang kekal setelah mati. Aspek spritual ini
memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
1. Keyakinan bahwa alam semesta adalah suatu misteri yang terus
berubah dari setiap perubahan yang terjadi merupakan bagian dari
suatu perubahan yang lebih besar
2. Kepercayaan atas adanya kodrat alami, sehingga segala yang terjadi
merupakan hal yang wajar
3. Keyakinan pada diri sendiri dan adanya Tuhan yang maha tinggi, maha
tahu atas apapun ungkapan rohani masusia kepada-NYA (Angelis,
2002:29-30).
2.5 Dukungan Keluarga
2.5.1 Definisi Keluarga
Keluarga merupakan bagian dari manusia yang setiap hari selalu
berhubungan dengan kita. Keadaan ini perlu kita sadari sepenuhnya bahwa setiap
individu merupakan bagiannya dan dalam keluarga juga semua dapat di
ekspresikan tanpa hambatan yang berarti. Tahun 1960, keluarga di Indonesia

34
Universitas Sumatera Utara

sekitar 30 juta, tahun 1990an, menjadi 35-40 juta, dan pada awal abad ke 21
diperkirakan berlipat jumlahnya menjadi 60-65 juta. Pengertian keluarga akan
berbeda, hal ini bergantung pada orientasi yang digunakan dan orang yang
mendefenisikannya.
Menurut UU No.10 tahun 1992, tentang Perkembangan Kependudukan
dan Pembangunan Sejahtera, keluarga adalah unit terkecil dari masyarakat yang
terdiri dari suami-istri, atau suami-istri dan anaknya, atau ayah dan anaknya, atau
ibu dan anaknya. Ketiga pengertian tersebut mempunyai persamaan bahwa dalam
keluarga terdapat ikatan perkawinan dan hubungan darah yang tinggal bersama
dalam satu atap (serumah) dengan peran masing-masing serta ketertarikan
emosional. Indonesia merupakan salah satu negara yang menjunjung tinggi adat
ketimuran, yang menekankan bahwa keluarga harus dibentuk atas dasar
perkawinan, seperti yang tertulis dalam Peraturan Pemerintah (PP) No.21 Tahun
1994, bahwa keluarga dibentuk berdasarkan atas perkawinan yang sah.
Pakar konseling keluarga dari Yogyakarta, Sayekti (Dalam Suprajitno,
2004:1) mengemukakan bahwa keluarga adalah suatu ikatan atau persekutuan
hidup atas dasar perkawinan antara orang dewasa yang berlainan jenis yang hidup
bersama atau seorang laki-laki atau seorang perempuan yang sudah sendirian
dengan atau tanpa anak, baik anaknya sendiri atau adopsi, dan tinggal dalam
sebuah rumah tangga. Menurut UU No.10 Tahun 1992 Tentang Perkembangan
Kependudukan dan Pembangunan Keluarga Sejahtera, keluarga adalah unit
terkecil dari masyarakat yang terdiri dari suami-istri atau suami-istri dan anakanaknya, atau ayah dan anaknya, atau ibu dan anaknya.

35
Universitas Sumatera Utara

Keluarga merupakan lingkungan sosial yang sangat dekat hubungannya
dengan seseorang. Keluarga lebih dekat hubungannya dengan anak dibandingkan
dengan masyarakat luas. Keluarga juga didefinisikan sebagai suatu ikatan atau
persekutuan hidup atas dasar perkawinan antara orang dewasa yang berlainan
jenis yang hidup bersama atau seorang laki-laki atau seorang perempuan yang
sudah sendirian dengan atau tanpa anak, baik anaknya sendiri atau adopsi, dan
tinggal dalam sebuah rumah tangga (dalam Suprajitno, 2004:2-4).
2.5.2 Struktur Keluarga
Struktur

keluarga

dapat

menggambarkan

bagaimana

keluarga

melaksanakan fungsi keluarga dimasyarakat sekitarnya. Parad dan Caplan yang di
adopsi oleh Friedmann mengatakan ada empat elemen struktur keluarga, yaitu :
1. Struktur Peran Keluarga
Menggambarkan peran masing-masing anggota keluarga dalam keluarga
sendiri dan peranannya dilingkungan masyarakat atau peran formal dan
informal.
2. Nilai atau Norma Keluarga
Menggambarkan nilai dan norma yang dipelajari dan diyakini oleh
keluarga, khususnya yang berhubungan dengan kesehatan.
3. Pola Komunikasi Keluarga
Menggambarkan bagaimana cara dan pola komunikasi ayah-ibu
(orangtua), orangtua dengan anak, anak dengan anak, dan anggota
keluarga lain (pada keluarga besar) dengan keluarga inti.

36
Universitas Sumatera Utara

4. Struktur Kekuatan Keluarga
Menggambarkan kemampuan anggota keluarga untuk mempengaruhi dan
mengendalikan orang lain untuk mengubah perilaku keluarga yang
mendukung kesehatan (dalam Suprajitno, 2004:6-7).
2.5.3 Dimensi Dukungan Keluarga
Cara untuk meningkatkan efektivitas keberadaan atau sumber potensial
terdapatnya dukungan dari keluarga yang menjadi prioritas penelitian.
Komponen-komponen dukungan keluarga menurut Friedmann terdiri dari :
1. Dukungan Penilaian
Dukungan penilaian meliputi pertolongan pada individu untuk memahami
kejadian depresi dengan baik dan juga sumber depresi dan strategi koping
yang dapat digunakan dalam menghadapi stress. Dukungan ini juga
merupkan dukungan yang terjadi bila ada ekspresi penilaian yang positif
terhadap individu. Individu mempunyai seseorang yang dapat diajak
bicara tentang masalah mereka, terjadi melalui ekspresi pengharapan
positif individu kepada individu lain, penyemangat, persetujuan terhadap
ide-ide atau perasaan seseorang dan perbandingan positif seseorang
dengan orang lain, misalnya orang kurang mampu. Dukungan keluarga
dapat membantu meningkatkan strategi koping individu dengan strategistrategi alternatif berdasarkan pengalaman yang berfokus pada aspekaspek yang positif.
2. Dukungan Instrumen
Dukungan ini meliputi penyediaan dukungan jasmania seperti pelayanan,
bantuan finansial dan material berupa bantuan nyata (instrumental support

37
Universitas Sumatera Utara

material support), suatu kondisi dimana benda atau jasa akan membantu
memecahkan masalah praktis, termasuk didalamnya bantuan langsung,
seperti saat seseorang memberi atau meminjamkan uang, membantu
pekerjaan sehari-hari, menyampaikan pesan, menyediakan transportasi,
menjaga dan merawat saat sakit ataupun mengalami depresi yang dapat
membantu memecahkan masalah. Dukungan nyata paling efektif bila
dihargai oleh individu dan mengurangi depresi individu. Pada dukungan
nyata keluarga sebagai sumber untuk mencapai tujuan praktis dan tujuan
nyata.
3. Dukungan Informasi
Jenis dukungan ini meliputi jaringan komunikasi dan tanggung jawab
bersama, termasuk didalamnya memberikan solusi dari masalah,
memberikan nasehat, pengarahan, saran, atau umpan balik tentang apa
yang dilakukan oleh seseorang. Keluarga dapat menyediakan informasi
dengan menyarankan tentang dokter, terapi yang baik bagi dirinya, dan
tindakan spesifik bagi individu untuk melawan stress. Individu yang
mengalami depresi dapat keluar dari masalahnya dan memecahkan
masalahnya dengan dukungan dari keluarga dengan menyediakan
feedback. Pada dukungan informasi ini keluarga sebagai penghimpun
informasi dan pemberi informasi.
4. Dukungan Emosional
Selama depresi berlangsung, individu sering menderita secara emosional,
sedih, cemas, dan kehilangan harga diri. Jika depresi mengurangi perasaan
seseorang akan hal yang dimiliki dan dicintai. Dukungan emosional

38
Universitas Sumatera Utara

memberikan individu perasaan nyaman, merasa dicintai saat depresi,
bantuan dalam membentuk semangat, empati, rasa percaya, perhatian
sehingga individu yang menerimanya merasa berharga. Pada dukungan
emosional ini keluarga menyediakan tempat istirahat dan memberikan
semangat (dalam Suprajitno, 2004:18-20).
2.5.4 Fungsi Keluarga
Fungsi Keluarga merupakan hasil atau konsekuensi dari struktur keluarga
atau sesuatu tentang apa yang dilakukan keluarga. Terdapat beberapa fungsi
keluarga menurut Friedman yaitu:
1. Fungsi afektif
Fungsi afektif merupakan fungsi keluarga dalam memenuhi kebutuhan
pemeliharaan kepribadian dari anggota keluarga. Merupakan respon dari
keluarga terhadap kondisi dan situasi yang dialami tiap anggota keluarga
baik senang maupun sedih, dengan melihat bagaimana cara keluarga
mengekspresikan kasih sayang.
2. Fungsi Sosialisasi
Fungsi sosialisi tercermin dalam melakukan pembinaan sosialisasi pada
anak, membentuk nilai dan norma yang diyakini anak, memberikan
batasan perilaku yang boleh dan tidak boleh pada anak, meneruskan nilainilai budaya keluarga. Bagaimana keluarga produktif terhadap sosial dan
bagaimana keluarga memperkenalkan anak dengan dunia luar dengan
belajar berdisiplin, mengenal budaya dan norma melalui hubungan
interaksi dalam keluarga sehingga mampu berperan dalam masyarakat.

39
Universitas Sumatera Utara

3. Fungsi Perawatan Kesehatan
Fungsi perawatan kesehatan keluarga merupakan fungsi keluarga dalam
melindungi keamanan dan kesehatan seluruh anggota keluarga serta
menjamin pemenuhan kebutuhan pengembangan fisik, mental dan
spiritual, dengan cara memelihara dan merawat anggota keluarga serta
mengenali kondisi sakit tiap anggota keluarga.
4. Fungsi Ekonomi
Fungsi ekonomi, untuk memenuhi kebutuhan keluarga seperti sandang,
pangan, papan dan kebutuhan lainnya melalui keefektifan sumber dana
keluarga. Mencari sumber penghasilan guna memenuhi kebutuhan
keluarga pengaturan penghasilan keluarga, menabung untuk memenuhi
kebutuhan keluarga.
5. Fungsi Biologis
Fungsi biologis, bukan hanya ditujukan untuk meneruskan keturunan,
tetapi untuk memelihara dan membesarkan anak untuk kelanjutan generasi
selanjutnya.
6. Fungsi Psikologis
Fungsi psikologis, terlihat bagaimana keluarga memberikan kasih sayang
dan rasa aman, memberikan perhatian diantara anggota keluarga, membina
pendewasaan kepribadian anggota keluarga dan memberikan identitas
keluarga.

40
Universitas Sumatera Utara

7. Fungsi Pendidikan
Fungsi pendidikan diberikan keluarga dalam rangka memberikan
pengetahuan, keterampilan, membentuk perilaku anak, mempersiapkan
anak untuk kehidupan dewasa, mendidik anak sesuai dengan tingkatan
perkembangannya (dalam Achjar, 2010: 5-6).
2.6 Hubungan Dukungan Keluarga dengan Kepercayaan Diri
Banyak orang berfikir, bahwa orang lain jauh lebih baik dan lebih berhasil
dari dirinya sendiri. Hal tersebut akan membuat seorang individu terperangkap
dengan asumsi-asumsi yang salah, yang mengakibatkan diri menjadi tidak percaya
diri dan tidak berharga. Jika hal tersebut terus berlanjut, maka akan menimbulkan
masalah-masalah yang sangat pelik. Masalah tersebut diantaranya rasa takut akan
penilaian masayarakat terhadap dirinya, takut akan kegagalan dalam hal apapun
yang ia kerjakan, dikucilkan, merasa tidak berguna dan selalu membutuhkan
dorongan orang lain dalam melakukan pekerjaan yang akan ia lakukan.
Pengertian kepercayaan diri dapat kita artikan sebagai suatu sikap atau
keyakinan akan kemampuan diri sendiri dan tidak mudah dipengaruhi oleh orang
lain. Hal ini didukung oleh Lauster (dalam Angelis, 2002:13) kepercayaan diri
merupakan suatu sikap atau keyakinan atas kemampuan diri sendiri sehingga
dalam tindakan-tindakannya tidak terlalu cemas, merasa bebas untuk melakukan
hal-hal yang sesuai keinginan dan tanggung jawab atas perbuatannya, sopan
dalam berinteraksi dengan orang lain, memiliki dorongan prestasi serta dapat
mengenal kelebihan dan kekurangan diri sendiri.

41
Universitas Sumatera Utara

Para mantan pecandu narkoba sangat membutuhkan dukungan sosial dari
orang-orang yang ada disekitarnya. Bahkan dukungan sosial sangat diperlukan
oleh siapa saja dalam berhubungan dengan orang lain, demi melangsungkan
hidupnya ditengah-tengah masyarakat. Dukungan sosial memiliki peran yang
lebih efektif bila diperoleh dari orang-orang yang dirasa dekat dan bisa dipercaya
bahwa ia mampu mengerti terhadap keadaan mereka yang sedang terjadi.
Menurut Gottlieb (dalam Khairuddin: 2007), dukungan keluarga
didefinisikan sebagai informasi verbal atau non verbal, saran, bantuan yang nyata
atau tingkah laku yang diberikan oleh orang-orang yang akrab dengan subjek di
dalam lingkungannya atau yang berupa kehadiran dan hal-hal yang dapat
memberikan keuntungan emosional dan berpengaruh pada tingkah laku
penerimanya. Dalam hal ini orang yang merasa memperoleh dukungan secara
emosional merasa lega karena diperhatikan, mendapat saran atau kesan yang
menyenangkan pada dirinya. Pecandu narkoba dapat dipulihkan melalui
rehabilitasi yang panjang dan dukungan keluarga.
Keluarga harus mampu membuat gerakan anti penyalahgunaan narkoba,
dengan demikian diharapkan dapat menurunkan tingkat resiko mereka terhadap
penyalahgunaan narkoba. Upaya paling efektif untuk mencegah penyalahgunaan
narkoba adalah melalui komunikasi dan dukungan keluarga. Berkat dukungan dari
keluarga para penyalahguna akan memiliki tekat besar untuk sembuh dari kambuh
(replase). Dukungan keluarga tidak bisa berhenti setelah pecandu berhasil
melewati proses rehabilitasi.

42
Universitas Sumatera Utara

Berdasarkan uraian diatas, maka dapat disimpulkan bahwa ada hubungan
antara dukungan keluarga terhadap kepercayaan diri, dimana jika seorang individu
yang tidak memiliki kepercayaan diri sangat membutuhkan dukungan keluarga.
2.7 Kerangka Pemikiran
Narkoba adalah golongan obat-obatan yang bila pemakainnya tidak tepat
atau disalahgunakan dapat menimbulkan keadaan ketergantungan terhadap obatobatan tersebut. Kelompok obat-obatan tesebut pada umunya bekerja pada
susunan syaraf pusat di otak dan dapat mempengaruhi emosi seseorang.
Faktor penyebab penyalahgunaan narkoba antara lain:
(1) faktor kepribadian,
(2) faktor keluarga,
(3) faktor lingkungan,
(4) faktor pendidikan,
(5) faktor masyarakat dan komunitas sosial.
Mantan pengguna narkoba adalah para pengguna narkoba yang sudah
benar-benar bersih dari zat adiktif, maupun yang sedang dalam proses masa
pemulihan.Kepercayaan diri adalah adalah suatu keyakinan seseorang terhadap
segala aspek kelebihan yang dimilikinya dan keyakinan tersebut membuatnya
merasa mampu untuk bisa mencapai berbagai tujuan di dalam hidupnya.
Dukungan keluarga adalah informasi verbal atau non verbal, saran,
bantuan yang nyata atau tingkah laku yang diberikan oleh orang-orang yang akrab
dengan subjek di dalam lingkungannya atau yang berupa kehadiran dan hal-hal
yang dapat memberikan keuntungan emosional dan berpengaruh pada tingkah
laku penerimanya.

43
Universitas Sumatera Utara

Skematisasi kerangka pemikiran adalah proses transformasi narasi yang
menerangkan hubungan atau konsep-konsep atau variabel-variabel penelitian
menjadi sesuatu skema, artinya yang ada hanyalah perubahan cara penyajian dari
narasi menjadi skema (Siagian, 2011:132). Untuk itu skematisasi kerangka
pemikiran dalam penelitian ini dapat digambarkan sebagai berikut:
Gamba