Perlindungan Konsumen Atas Pernyataan yang Menyesatkan oleh Produsen

BAB II
TINJAUAN HUKUM PERLINDUNGAN KONSUMEN BERDASARKAN
UNDANG-UNDANG TAHUN 1999

A.

Sejarah Perlindungan Konsumen
Melihat realitas begitu lemahnya kedudukan konsumen berkenaan dengan

penyampain iklan yang menyesatkan, timbul pemikiran untuk melibatkan peran
serta negara guna memberikan perlindungan terhadap konsumen periklanan. Di
samping itu, merupakan kewajiban negara terhadap setiap warga negaranya, untuk
melindungi setiap warganya dari perbuatan, ancaman, maupun gangguan yang
dapat menimbulkan kerugian, termasuk dalam hal memberikan perlindungan dari
pemberian informasi yang menyesatkan konsumen.23
Campur tangan negara dimaksudkan untuk melindungi konsumen dari
dampak negatif kekuatan pasar yang cendrung dapat merugikan konsumen. Di
samping itu, campur tangan pemerintah juga penting untuk melindungi hak-hak
konsumen.24
Faktor utama yang menjadi kelemahan konsumen adalah tingkat kesadaran
konsumen akan haknya masih rendah.25 Oleh karena itu, UUPK dimaksudkan

menjadi landasan hukum yang kuat bagi pemerintah dan lembaga perlindungan

23

Dedi Harianto, op.cit., hal. 10.
Ibid., hal. 18.
25
M. Sadar, MOH. Taufik Makarao, dan Habloel Mawadi , Hukum Perlindungan Konsumen Di
Indonesia, (Jakarta Barat : Akademia, 2012), hal. 2.
24

Universitas Sumatera Utara

konsumen swadaya masyarakat untuk melakukan upaya pemberdayaan konsumen
melalui pembinaan dan pendidikan konsumen.26
Konsumen perlu diberikan suatu pemberdayaan konsumen melalui
pembinaan dan pendidikan konsumen.27 Perlunya peraturan yang mengatur
perlindungan konsumen karena lemahnya posisi konsumen dibandingkan posisi
pelaku usaha, karena mengenai proses sampai hasil produksi barang atau jasa
yang telah dihasilkan tanpa campur tangan konsumen sedikitpun sehingga

kenyataan konsumen selalu berada dalam posisi yang dirugikan.
Untuk tercapainya kesejahteraan dan kemakmuran merupakan tujuan dari
pembangunan nasional yang menjadi tanggung jawab bersama (seluruh komponen
bangsa) untuk mewujudkannya.28 Pelaku usaha merupakan salah satu komponen
yang turut bertanggungjawab dalam mengusahakan tercapainya kesejahteraan
rakyat itu.29 Maka di dalam berbagai peraturan perundang-undangan dibebankan
sejumlah hak dan kewajiban serta hal-hal yang menjadi tanggung jawab pelaku
usaha.30 Produsen sebagai pelaku usaha mempunyai tugas dan kewajiban untuk
ikut serta menciptakan dan menjaga iklim usaha yang sehat yang menunjang bagi
pembanguan perekonomian nasional secara keseluruhan.31 Karena itu, kepada
pelaku usaha dibebankan tanggung jawab atas pelaksanaan tugas dan kewajiban

26

Ibid, hal. 3.
Ibid,
28
Ibid, hal. 83.
29
Ibid

30
Ibid,
31
Ibid,

27

Universitas Sumatera Utara

dari

segi

aspek

pertanggungjawaban,

produsen

dibebani


dua

aspek

pertanggungjawaban dan dua jenis pertanggungjawaban.32
Oleh karena itu, baik produsen maupun penjual (penyalur) berkewajiban
menjamin kualitas produk yang mereka pasarkan sesuai dengan jaminan atau
garansi bahwa barang yang dibeli sesuai dengan standart kualitas produk
tertentu.33
Hukum perlindungan konsumen merupakan masalah yang menarik dan
menjadi perhatian Pemerintah Indonesia. Perlindungan konsumen merupakan hal
yang perlu untuk terus dilakukan karena berkaitan dengan upaya mensejahterakan
masyarakat berkaitan dengan semakin berkembangnya transaksi perdagangan
pada zaman modern ini.34 Alasan utama yang melatarbelakangi lahirnya hukum
perlindungan konsumen ini adalah karena berkembangnya industri secara cepat
dan menunjukkan kompleksitas yang tinggi.
Akibat negatif industrialisasi yang menimbulkan banyak korban karena memakai
atau mengkonsumsi produk-produk industri perlu di atasi.35
Alasan mengenai perlunya perlindungan konsumen di Indonesia dapat

dirumuskan sebagai berikut :36
1. Perlindungan kepada

konsumen berarti juga perlindungan

terhadap seluruh warga negara Indonesia sebagaimana yang
diamanatkan dalam tujuan pembangunan nasional yang tercantum
dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945.
32

Ibid, hal. 82.
Adrian Sutedi, op.cit., hal. 75
34
M. Sadar, MOH. Taufik Makarao, dan Habloel Mawadi , op.cit., hal. 1.
35
Janus Sidabalok, op.cit., hal. 28.
36
Ibid., hal. 30.
33


Universitas Sumatera Utara

2. Pelaksanaan pembangunan nasional membutuhkan manusiamanusia sehat dan berkualitas, yang diperoleh melalui penyediaan
kebutuhan secara baik dan cukup. Oleh karena itu, konsumen
perlu dilindungi untuk mendapatkan kebutuhan yang baik dan
cukup itu.
3. Modal dalam pelaksanaan pembangunan nasional berasal dari
masyarakat. Karena itu, masyarakat konsumen perlu didorong
untuk

berkonsumsi

secara

rasional

serta

dilindungi


dari

kemungkinan timbulnya kerugian harta benda sebagai akibat dari
perilaku curang pelaku usaha.
4. Perkembangan teknologi, khususnya

teknologi

manufaktur,

mempunyai dampak negatif berupa kemungkinan hadirnya
produk-produk yang tidak aman bagi konsumen. Dampak negatif
ini

kemudian

usaha/produsen

dapat
dalam


meluas

manakala

penggunaan

perilaku

teknologi

pelaku

itu

tidak

bertanggung jawab. Karena itu, masyarakat konsumen perlu
dilindungi dari kemungkinan dampak negatif itu.
5. Kecenderungan untuk mencapai untung yang tinggi secara

ekonomis ditambah dengan persaingan yang ketat di dalam
berusaha dapat mendorong sebagian pelaku usaha untuk bertindak
curang dan tidak jujur, yang akhirnya merugikan kepentingan
konsumen.

Karena

itu,

konsumen

perlu

dilindungi

dari

Universitas Sumatera Utara

kemungkinan timbulnya kerugian sebagai akibat dari perilaku

curang tersebut.
6. Masyarakat konsumen perlu diberdayakan melalui pendidikan
konsumen, khususnya penanaman kesadaran akan hak-hak dan
kewajibannya sebagai konsumen. Hal yang sama juga berlaku
kepada

pelaku

usaha,

supaya

pelaku

usaha

senantiasa

memperhatikan kepentingan konsumen dengan sungguh-sungguh
dengan melaksanakan kewajibannya dengan baik.

Kemajuan teknologi telekomunikasi dan informatika telah memperluas
gerak arus transaksi barang dan/atau jasa melintasi batas-batas suatu wilayah
suatu negara, sehingga barang dan/atau jasa yang ditawarkan bervariasi, baik
produksi luar negeri maupun dalam negeri.37 Kondisi dan fenomena tersebut dapat
mengakibatkan kedudukan pelaku usaha dan konsumen menjadi tidak seimbang
karena konsumen menjadi objek aktivitas bisnis untuk meraup keuntungan yang
sebesar-besarnya oleh pelaku usaha melalui kiat promosi, cara penjualan, serta
penerapan perjanjian standart merugikan konsumen. 38 Faktor utama yang menjadi
kelemahan konsumen adalah tingkat kesadaran konsumen akan haknya masih
rendah.39 Hal ini terutama disebabkan oleh rendahnya pendidikan konsumen,
posisi tawar yang dimiliki konsumen tergolong rendah, serta rendahnya
pengetahuan konsumen mengenai hak-haknya yang sudah diatur dalam
perundang-undangan, yaitu UUPK. 40

37

Abdul Halim Barkatulah, op.cit., hal. 11.
Ibid., 12.
39
Adrian Sutedi, op.cit., hal. 1.
40
Ibid., hal. 9.

38

Universitas Sumatera Utara

Dalam sejarah perlindungan konsumen Amerika Serikat sebagai negara
yang paling banyak memberikan sumbangan terhadap perlindungan konsumen
melalui gerakan-gerakan perlindungan konsumen berhasil membentuk Liga
Konsumen pada tahun 1891 dan Liga Konsumen Nasional (The National
Consumer’s League) pada tahun 1983.41 Organisasi ini kemudian tumbuh dan
berkembang dengan pesat sehingga pada tahun 1903 Liga Konsumen Nasional
Amerika Serikat telah berkembang menjadi 64 cabang yang meliputi 20 negara
bagian.42 Bahkan pada tingkat suprastruktur politik, John F. Kennedy, pada
tanggal 5 Maret 1962 mengucapkan pidato kenegaraan di hadapan Kongres
Amerika Serikat terkait perlindungan konsumen berjudul “A Special Message of
Protction the Consumer Interest”.43 Keberadaan konsumen juga semakin
mendapat perhatian ketika IOCU (International Organization of Consumer
Union) yang merupakan organisasi internasional untuk konsumen, menetapkan
bahwa pada tahun 1995 setiap tanggal 15 Maret diperingati sebagai hari Hak
Konsumen Sedunia.44
Di Indonesia wacana perlindungan konsumen baru memperoleh perhatian
pada tahun 1970 dengan lahirnya Yayasan Lembaga Konsumen (YLK) bulan Mei
1973.45 Secara historis, awalnya yayasan ini berdiri atas dasar desakan
masyarakat,dimana kegiatan promosi harus diimbangi dengan langkah-langkah

41

Endang Sri Wahyuni, Aspek Hukum Sertifikasi & keterkaitannya dengan Perlindungan
Konsumen, (Bandung : PT. Citra Aditya Bakti, 2003), hal. 80.
42
Ibid.
43
Shidarta, Hukum Perlindungan Konsumen Indonesia, (Jakarta : Grasindo, 2006), hal. 45.
44
Imedla Martinelli, “Tiga Isu Penting Dalam Transaksi Konsumen dalam Era Hukum” Jurnal
Hukum Ekonomi, Edisi X , Nomor 11/Th3/1997, hal. 56.
45
Endang Sri Wahyuni, op.cit., hal. 84.

Universitas Sumatera Utara

pengawasan agar masyarakat tidak dirugikan serta kualitas dapat terjamin. 46
Lembaga ini dipandang sebagai perintis advokasi konsumen di Indonesia karena
keberadaan YLKI membantu dalam upaya peningkatan kesadaran atas hak hak
konsumen dan juga sekaligus mengadakan upaya advokasi langsung melalui jalur
pengadilan.47
Semangat dan kerja keras YLKI inilah akhirnya yang menjadi pemicu
lahirnya UUPK. Meskipun tidak dapat dipungkiri bahwa pengaruh lainnya datang
dari keterkaitan Indonesia terhadap PBB, dorongan World Trade Organization
(WTO), program International Monetary Fund (IMF), dan program Bank Dunia
juga melatarbelakangi lahirnya UUPK.48 Puncak dari kegiatan ini adalah lahirnya
YLKI dengan motto “melindungi konsumen”, “menjaga martabat konsumen”, dan
“membantu pemerintah”.

49

Selanjutnya, suara-suara untuk memberdayakan

konsumen semakin gencar, baik melalui ceramah-ceramah, seminar-seminar,
maupun melalui tulisan-tulisan di media massa. Puncaknya adalah lahirnya
UUPK.50

B.

Asas-Asas Hukum Perlindugan Konsumen
Sudikno Mertokusumo memberikan ulasan asas hukum sebagai berikut :
“bahwa asas hukum bukan merupakan hukum kongkrit, melainkan
merupakan pikiran dasar yang umum dan abstrak, atau merupakan latar
belakang peraturan yang kongkrit yang terdapat dalam dan dibelakang
setiap sistem hukum yang terjelma dalam peraturan perundang-undangan

46

Ibid.
Zulham, Hukum Perlindungan Konsumen, (Jakarta : Kencana Prenada Media Group, 2013),
hal. 37.
48
Ibid.
49
Endang Sri Wahyuni, op.cit., hal. 85.
50
Ibid.
47

Universitas Sumatera Utara

dan putusan hakim yang merupakan hukum positif dan dapat diketemukan
dengan mencari sifat-sifat atau ciri-ciri yang umum dalam peraturan yang
kongkrit tersebut”.51

Radbruch, menyebutkan bahwa kemanfaatan, keadilan, dan kepastian
sebagai “tiga ide dasar hukum” atau “tiga nilai dasar hukum” yang berarti dapat
dipersamakan dengan asas hukum.52
Perlindungan Konsumen diselenggarakan sebagai usaha bersama seluruh
pihak yang terkait, yaitu : masyarakat, pelaku usaha, dan pemerintah berdasarkan
5 (lima) asas, Pasal 2 UUP : 53
1. Asas Manfaat
Untuk mengamanatkan bahwa segala upaya dalam penyelenggaraan
perlindungan konsumen harus memberikan manfaat sebesar-besarnya bagi
kepentingan konsumen dan pelaku usaha secara keseluruhan. Asas ini
mengkehendaki bahwa pengaturan dan penegakan hukum perlindungan
konsumen tidak dimaksudkan untuk menempatkan salah satu pihak diatas
pihak lain atau sebaliknya, tetapi adalah untuk memberikan kepada
masing-masing pihak, produsen dan konsumen apa yang menjadi haknya.
Dengan demikian, diharapkan bahwa pengaturan dan penegakan hukum
perlindungan konsumen bermanfaat bagi seluruh lapisan masyaarakat dan
pada gilirannya bermanfaat bagi kehidupan berbangsa;
2. Asas Keadilan

51

Sudikno Mertokusumo, Penemuan Hukum : Suatu Pengantar , (Jakarta : Liberty, 1996), hal.5.
Peter Mahmud Marzuki, “The Need for the Indonesian Economic Legal Framework”, Jurnal
Hukum Ekonomi, Edisi IX, Agustus, 1997, hal. 28.
53
Janus Sidabalok, op.cit., hal.33.
52

Universitas Sumatera Utara

Dimaksudkan agar partisipasi seluruh rakyat dapat diwujudkan secara
maksimal dan memberikan kesempatan kepada konsumen dan pelaku
usaha untuk memperoleh haknya dan melaksanakan kewajibannya secara
adil. Asas ini menghendaki bahwa melalui pengaturan dan penegakan
hukum perlindungan konsumen ini, konsumen dan produsen dapat berlaku
adil melalui perolehan hak dan penunaian kewajiban secara seimbang.
Karena itu, undang-undang ini mengatur sejumlah hak dan kewajiban
konsumen dan pelaku usaha (produsen);
3. Asas Keseimbangan
Untuk memberikan keseimbangan antara kepentingan konsumen, pelaku
usaha, dan pemerintah dalam arti materi dan spiritual. Asas ini
menghendaki agar konsumen, pelaku usaha (produsen), dan pemerintah
memperoleh manfaat yang seimbang dari pengaturan dan penegakan
hukum perlindungan konsumen. Kepentingan antara konsumen, produsen,
dan pemerintah diatur dan harus dan diwujudkan secara seimbang sesuai
dengan hak dan kewajibannya masing-masing dalam kehidupan berbangsa
dan bernegara. Tidak ada salah satu pihak yang mendapat perlindungan
atas kepentingannya yang lebih besar dari pihak lain sebagai komponen
bangsa dan negara;
4. Asas Keamanan dan Keselamatan Konsumen
Memberikan jaminan atas keamanan dan keselamatan kepada konsumen
dalam penggunaan, pemakaian, dan pemanfaatan barang dan/atau jasa
yang dikonsumsi atau dingunakan. Asas ini menghendaki adanya jaminan

Universitas Sumatera Utara

hukum bahwa konsumen akan memperoleh manfaat dari produk yang
dikonsumsi/dipakainya, dan sebaliknya bahwa produk itu tidak akan
mengancam ketenteraman dan keselamatan jiwa dan harta bendanya.
Karena itu, undang-undang ini membebankan sejumlah kewajiban yang
harus dipenuhi dan menetapkan sejumlah larangan yang harus dipatuhi
oleh produsen dalam memproduksi dan mengedarkan produknya;
5. Asas Kepastian Hukum
Baik pelaku usaha maupun konsumen menaati hukum dan memperoleh
keadilan dalam penyelenggaraan perlindungan konsumen, serta negara
menjamin kepastian hukum. Artinya, undang-undang ini mengharapkan
bahwa aturan-aturan tentang hak dan kewajiban yang terkandung di dalam
undang-undang ini harus diwujudkan dalam kehidupan sehari-hari
sehingga masing-masing pihak memperoleh keadilan. Oleh karena itu,
negara bertugas dan menjamin terlaksananya undang-undang ini sesuai
dengan bunyinya.
Dengan memperhatikan substansi Pasal 2 UUPK berikut penjelasannya,
tampak bahwa perumusannya mengacu pada filosofi pembangnan nasional yaitu
pembangunan manusia Indonesia seutuhnya yang berlandaskan pada Falsafah
negara Republik Indonesia.54 Kelima asas yang disebutkan dalam pasal tersebut,
bila diperhatikan substansinya, dapat dibagi menjadi 3 (tiga) asas yaitu ;

55

(1)

Asas kemanfaatan yang didalamnya meliputi asas keamanan dan keselamatan

54

Ahmadi Miru dan Sutarman Yodo, Hukum Perlindungan Konsumen, (Jakarta : Rajawali Pers,
2014), op.cit., hal. 26.
55
Janus Sidabalok, op.cit., hal. 26

Universitas Sumatera Utara

konsumen, (2) Asas keadilan yang didalamnya meliputi asas keseimbangan, dan
(3)Asas kepastian hukum.

C.

Perkembangan Hukum Perlindungan Konsumen
Perlindungan Konsumen telah diatur dalam Resolusi PBB Nomor 39/248

tahun 1985. Dalam resolusi ini kepentingan konsumen yang harus dilindungi
meliputi : 56
a. Perlindungan Konsumen dari bahaya-bahaya terhadap kesehatan
dan keamanan;
b. Promosi

dan

perlindungan

kepentingan

sosial

ekonomi

konsumen;
c. Tersedianya informasi yang memadai bagi konsumen untuk
memberikan kemampuan mereka dalam melakukan pilihan yang
tepat sesuai dengan kehendak dan kebutuhan pribadi;
d. Pendidikan Konsumen;
e. Tersedianya upaya ganti rugi yang efektif;
f. Kebebasan untuk membentuk organisasi konsumen.

Sebelum lahirnya UUPK, upaya perlindungan terhadap konsumen kurang
dirasakan oleh masyarakat karena disamping tersebarnya ketentuan perlindungan
56

Yusuf Sofie, Percakapan Tentang Pendidikan Konsumen Dalam Kurikulum Fakultas Hukum,
(Jakarta : YLKI, 1998), hal. 2.

Universitas Sumatera Utara

konsumen dalam berbagai peraturan perundang-undangan, pelaksanaan dari
peraturan perundang-undangan memang belum dirasakan oleh masyarakat sebagai
perlindungan terhadap konsumen.57 Oleh karena itu secara mendasar konsumen
juga membutuhkan perlindungan hukum yang bersifat universal. Mengingat
lemahnya kedudukan konsumen dibandingkan dengan kedudukan produsen relatif
lebih kuat.58
Perkembangan

peraturan

perundang-undangan

dalam

perlindungan

konsumen dilihat dari hasil inventarisasi peraturan perundang-undangan yang
dilakukan dalam rangka penyusunan rancangan akademik UUPK. 59 Untuk
menjamin dan melindungi kepentingan konsumen atas produk barang yang dibeli,
sebelum UUPK lahir, maka peraturan perundangan-undangan yang mengaturnya
adalah sebagai berikut:60
1. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPerdata)61 dan Kitab
Undang-Undangan Hukum Dagang (KUHD) 62 yang merupakan
produk peninggalan penjajahan bangsa Belanda, tetapi telah menjadi
pedoman dalam menyelesaikan kasus-kasus untuk melindungi
konsumen yang mengalami kerugian atas cacatnya barang yang
dbelinya. Meskipun KUHPerdata dan KUHD itu mengenal istilah
konsumen, tetapi di dalamnya dijumpai istilah “pembeli”, “penyewa”,

57

Ahmad Miru, op.cit., hal. 68
Abdul Hakim Barkatulah, op.cit., hal. 19.
59
Ahmad Miru, op.cit., hal. 69.
60
Adrian Sutedi, op.cit., hal. 4.
61
Indonesia (KUH Perdata), Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, LN Nomor 23 Tahun 1847.
62
Indonesia (KUH Dagang), Kitab Undang-Undang Hukum Dagang, LN Nomor 23 Tahun 1847.
58

Universitas Sumatera Utara

“tertanggung”, atau “penumpang”, yang tidak membedakan apakah
mereka sebagai konsumen akhir atau konsumen antara;
2. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1961 tentang Penetapan Peraturan
Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1961 tentang
Barang. Penerbitan undang-undang ini dimaksudkan untuk menguasai
dan mengatur barang-barang apapun yang diperdagangkan di
Indonesia;
3. Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1964 tentang Standar Industri.
Peraturan pemerintah ini merupakan pelaksanaan dari Undang-Undang
Nomor 10 Tahun 1961. Salah satu tujuan dari standar industry itu
adalah meningkatkan mutu dan hasil industry;
4. Keputusan Menteri Perindustrian Nomor 81/M/K/SK/2/1974 tentang
Pengesahan Standar Cara-Cara Analisis dan Syarat-Syarat Mutu Bahan
Baku dan Hasil Industri.
Sebagai perkembangan terakhir dan sangat berarti adalah dengan lahirnya
UUPK, merupakan pengikat dari berbagai ketentuan perundang-undangan di
bidang perlindungan konsumen. Dengan demikian, UUPK dapat dijadikan sebagai
payung hukum bagi perundang-undangan lain yang bertujuan untuk melindungi
konsumen.63
Dengan demikian, disetujuinya Undang-Undang tentang Perlindungan
Konsumen oleh DPR RI dan disahkan oleh Presiden RI pada tanggal 20 April

63

Janus Sidabalok,op.cit., hal. 51.

Universitas Sumatera Utara

1999 dan Undang-Undang tersebut berlaku efektif setahun kemudian, yakni 20
April 1999.64

D. Pihak-Pihak Dalam Pelaksanaan Perlindungan Konsumen
1.

Hubungan Hukum Antara Pelaku Usaha dengan Konsumen
Berkaitan dengan perlindungan konsumen, khususnya dengan

tanggung jawab produk, perlu dijelaskan beberapa istilah, yaitu:65
1.

Produsen Atau Pelaku Usaha
Produsen sering diartikan sebagai pengusaha yang menghasilkan barang
dan jasa. Dalam pengertian ini termasuk di dalamnya pembuat, grosir,
leveransir, dan pengecer profesional, yaitu setiap orang/badan yang ikut
serta dalam penyediaan barang dan jasa hingga sampai ke tangan
konsumen.

menuntut

Sifat profesional merupakan syarat mutlak dalam hal

pertanggungjawaban dari produsen.

2. Konsumen
Konsumen umumnya diartikan sebagai pemakai terakhir dari produk yang
diserahkan kepada mereka oleh pengusaha, yaitu setiap orang yang
mendapatkan barang untuk dipakai dan tidak untuk diperdagangkan atau
diperjualbelikan lagi. Menurut pasal 1 atau 2 UUPK bahwa:
Konsumen adalah setiap orang pemakai barang dan/atau jasa yang tersedia
dalam masyarakat, baik bagi kepentingan diri sendiri, keluarga, orang lain,
maupun mahluk hidup lain dan tidak untuk diperdagangkan.
3. Peranan Pemerintah
64
65

Ibid., hal. 8.
Ibid., hal. 16.

Universitas Sumatera Utara

Berkaitan dengan pemakaian teknologi yang makin maju sebagaimana
disebutkan di atas dan supaya tujuan standarisasi dan sertifikasi tercapai
semaksimal mungkin, maka pemerintah perlu aktif dalam membuat,
menyesuaikan, dan mengawasi pelaksanaan peraturan yang berlaku.
Sesuai dengan prinsip pembangunan yang antara lain menyatakan bahwa
pembangunan dilaksanakan bersama oleh masyarakat dengan pemerintah
dan karena itu menjadi tanggung jawab bersama pula, maka melalui
pengaturan dan pengendalian oleh pemerintah, tujuan pembangunan
nasional dapat dicapai dengan baik.
Upaya pemerintah untuk melindungi konsumen dari produk yang
merugikan dapat dilaksanakan dengan cara mengatur, mengawasi serta
mengendalikan produksi, distribusi, dan peredaran produk sehingga
konsumen tidak dirugikan, baik kesehatannya maupun keuangannya.
Berdasarkan tujuan yang ingin dicapai dan kebijaksanaan yang akan
dilaksanakan, maka langkah-langkah yang dapat ditempuh pemerintah
adalah: (1) Registrasi dan penilaian, (2) Pengawasan produksi, (3)
Pengawasan distribusi, (4) Pembinaan dan pengembangan usaha, (5)
Peningkatan dan pengembangan prasarana dan tenaga.

Dalam sejarah, perlindungan konsumen pernah secara prinsipil menganut
asas the privity of contract. Artinya, pelaku usaha hanya dapat dimintakan
pertanggungjawaban hukumnya sepanjang ada hubungan kontraktual antara

Universitas Sumatera Utara

pelaku usaha dan konsumen.66 Hubungan konsumen adalah untuk memberikan
sesuatu, berbuat sesuatu, dan tidak berbuat sesuatu (pasal 1234 KUH Perdata) dan
hubungan konsumen ini juga dapat dilihat pada ketentuan pasal 1313 sampai pasal
1351 KUH Perdata.67 Pasal 1313 mengatur hubungan hukum diantara konsumen
dan produsen, dengan mengadakan suatu perjanjian tertentu dan menimbulkan
akibat hukum bagi para pihak, yaitu menimbulkan hak dan kewajiban bagi kedua
belah pihak yang harus dilaksanakan.68
Dalam hal terjadi pengalihan barang dari satu pihak ke pihak lain,
maka secara garis besar pihak pihak yang terlibat dapat dikelompokkan dalam dua
kelompok :69 Kelompok pertama : (1) Penyedia dana untuk keperluan para
penyedia barang atau jasa (investor), (2) Penghasil atau pembuat barang/jasa
(produsen), (3) Penyalur barang atau jasa dan Kelompok kedua : (1) Pemakai atau
pengguna (konsumen) barang atau jasa dengan tujuan memproduksi barang atau
jasa lain; atau mendapatkan barang dan jasa itu untuk dijual kembali, (2) Pemakai
atau pengguna (konsumen) barang atau jasa untuk memenuhi kebutuhan diri
sendiri, keluarga atau rumah tangga.
Dalam hal hubungan antara pelaku usaha dan konsumen dapat
dikelompokkan menjadi dua kelompok :70

66

Abdul Hakim Barkatulah, op.cit., hal 25.
Adrian Sutedi, op.cit., hal. 43.
68
Ibid.
69
Ahmad Miru, op,cit., hal. 33.
70
Ibid., hal. 34.

67

Universitas Sumatera Utara

1.

Hubungan Langsung
Hubungan antara produsen dengan konsumen yang terikat secara langsung

dengan perjanjian. Tanpa mengabaikan jenis perjanjian-perjanjian lainnya,
pengalihan barang dari produsen kepada konsumen, pada umumnya dilakukan
dengan perjanjian jual-beli, baik yang dilakukan secara lisan maupun tertulis.
Salah satu bentuk perjanjian tertulis yang banyak dikenal adalah perjanjian baku,
yaitu bentuk perjanjian yang banyak dipergunakan jika salah satu pihak sering
berhadapan dengan pihak lain dalam jumlah yang banyak dan memiliki
kepentingan yang sama.
Berdasarkan asas kebebasan berkontrak diatur dalam pasal 1338 ayat (1)
KUH Perdata, yaitu bahwa semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku
sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya, sedangkan pengertian sah
telah memenuhi syarat sahnya suatu perjanjian berdasarkan pasal 1320 KUH
Perdata, sebagai berikut :71 (1) Kata sepakat mereka yang mengikat diri, (2)
Adanya kecakapan untuk mengadakan perikatan, (3) Mengenai suatu objek
tertentu, (4) Mengenai causa yang dibolehkan.
Ketentuan yang dimaksud yaitu kesempurnaan kata sepakat, karena
apabila kata sepakat diberikan dengan adanya paksaan, kehilafan atau peninjauan,
maka perjanjian tersebut tidak sempurna sehingga ada kemungkinan dibatalkan.72
2.

Hubungan Tidak Langsung
Hubungan antara produsen dengan konsumen yang tidak secara langsung

terikat dengan perjanjian, karena adanya pihak di antara pihak konsumen dengan
71

Ibid.
R. Setojo Prawirohamidjojo dan Marthalena Pohan, Hukum Perikatan, (Surabaya: Bina
Ilmu,1984), hal. 35.
72

Universitas Sumatera Utara

produsen. Ketiadaan hubungan langsung dalam bentuk perjanjian antara pihak
produsen dengan konsumen ini tidak berarti bahwa pihak konsumen yang
dirugikan tidak berhak menuntut ganti rugi kerugian kepada produsen dengan
siapa dia tidak memiliki hubungan perjanjian, karena dalam hukum perikatan
tidak hanya perjanjian yang melahirkan perikatan, akan tetapi dikenal ada dua
sumber perikatan, yaitu perjanjian dan undang-undang.
Berdasarkan pembagian sumber perikatan diatas, maka sumber perikatan
yang terakhir, yaitu undang-undang karena perbuatan manusia yang melanggar
hukum merupakan hal yang penting dalam kaitan dengan perlindungan konsumen.
Dengan demikian, perikatan yang dimaksud dalam hal ini adalah
terjadinya hubungan hukum antara konsumen dan pelaku usaha dalam bentuk
jual-beli yang melahirkan hak dan tanggungjawab bagi masing-masing pihak dan
apabila salah satu pihak tidak memenuhi kewajibannya akan menimbulkan
permasalahan hukum dalam hubungan hukumnya.73

D. Hak dan Kewajiban Konsumen

1. Hak-Hak Konsumen
Dalam sejarahnya, pada tahun 1962 hak-hak konsumen telah dicetuskan
oleh John F. Kennedy, yang disampaikan dalam Kongres Gabungan NegaraNegara Bagian di Amerika Serikat, dimana hak-hak konsumen meliputi :74
1. Hak untuk memperoleh keamanan;
73
74

Adrian Sutedi, op.cit., hal. 44
Abdul Halim Barkatulah, op.cit., hal. 21.

Universitas Sumatera Utara

2. Hak memilih;
3. Hak mendapat informasi;
4. Hak untuk didengar.
Kemudian, pada tahun 1975, hak-hak konsumen yang dicetuskan oleh
John F. Kennedy, dimasukan dalam program konsumen Europan Economic
Community (EEC) yang meliputi :75
1. Hak perlindungan kepentingan dan keamanan;
2. Hak perlindungan kepentingan ekonomi;
3. Hak untuk memperoleh ganti rugi;
4. Hak atas penerangan;
5. Hak untuk didengar.
Seiring dengan keinginan untuk memberikan perlindungan terhadap
kepentingan konsumen, maka mulailah dipikirkan kepentingan-kepentingan apa
dari konsumen yang perlu mendapat perlindungan. Kepentingan-kepentingan itu
dapat dirumuskan dalam bentuk hak. Dalam pengertian hukum, umumnya yang
dimaksud dengan hak adalah kepentingan hukum yang dilindungi oleh hukum,
sedangkan kepentingan adalah tuntutan yang diharapkan untuk dipenuhi.
Kepentingan pada hakikatnya mengandung kekuasaan yang dijamin dan
dilindungi oleh hukum dalam melaksanakannya.76
Di Indonesia, UUPK menetapkan 9 (sembilan) hak konsumen, yaitu :77

75

Adrian Sutedi, op.cit., hal. 49.
Sudikno Mertokusumo, Mengenal Hukum : Suatu Pengantar, (Yogyakarta : Liberty, 1986), hal.
40.
77
Janus Sidabalok, op.cit., hal 40.
76

Universitas Sumatera Utara

1. Hak atas kenyamanan, keamanan, dan keselamatan dalam
mengkonsumsi barang dan/atau jasa.
2. Hak untuk memilih barang dan/atau jasa serta mendapatkan barang
dan /atau jasa tersebut sesuai dengan nilai tukar dan kondisi serta
jaminan yang dijanjikan;
3. Hak atas informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai kondisi
dan jaminan barang dan/atau jasa;
4. Hak untuk didengar pendapat dan keluhannya atas barang dan/atau
jasa yang dingunakan;
5. Hak untuk mendapatkan advokasi perlindungan konsumen secara
patut;
6. Hak untuk mendapatkan pembinaan dan pendidikan konsumen;
7. Hak untuk diperlakukan atau dilayani secara benar dan jujur serta
tidak diskriminatif;
8. Hak

untuk

mendapatkan

konpensasi

ganti

rugi

dan/atau

penggantian, apabila barang dan/atau jasa yang diterima tidak
sesuai dengan perjanjian atau tidak sebagaimana mestinya;
9. Hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundangundangan lainnya.
Dari sembilan butir hak konsumen diatas, hak memperoleh keamanan ,
hak memilih, hak mendapat informasi, dan hak untuk di dengar merupakan hal
yang paling pokok dan utama dalam perlindungan konsumen.78 hak memperoleh

78

Abdul Halim Barkatulah, op.cit., hal 24.

Universitas Sumatera Utara

keamanan , hak memilih, hak mendapat informasi, dan hak untuk di dengar
mengandung pengertian bahwa konsumen berhak mendapatkan produk yang
nyaman, aman, dan yang memberi keselamatan. Oleh karena itu, konsumen harus
dilindungi dari segala bahaya yang mengancam kesehatan, jiwa dan harta
bendanya karena memakai atau mengkonsumsi produk.79
Dengan demikian untuk menjamin bahwa suatu barang dan/atau jasa
dalam pengunaannya akan nyaman, aman maupun tidak membahayakan
konsumen penggunanya, maka konsumen memperhatikan baik dari segi
komposisi bahannya, dari segi desain dan konstruksi, maupun dari segi
kualitasnya harus diarahkan untuk mempertinggi rasa kenyaman, keamanan dan
keselamatan konsumen.80 Karena itu, produsen wajib mencantumkan label
produknya sehingga konsumen dapat mengetahui adanya unsur-unsur yang dapat
membahayakan keamanan dan keselamatan dirinya atau menerangkan secara
lengkap perihal produknya sehingga konsumen dapat memutuskan apakah produk
tersebut cocok baginya. 81

2. Kewajiban-Kewajiban Konsumen
Konsumen juga mempunyai kewajiban yang tidak bisa diabaikan, yaitu :82
1. Membaca atau mengikuti petunjuk informasi dan prosedur pemakaian
atau pemanfaatan barang dan/atau jasa, demi keamanan dan
keselamatan;

79

Janus Sidabalok, op.cit., hal 40.
Abdul Halim Barkatulah, op.cit., hal. 24.
81
Janus Sidabalok, op.cit., hal 41.
82
M. Sadar, MOH. Taufik Makarao, Habloel Mawadi, op.cit., hal. 31.
80

Universitas Sumatera Utara

2. Beritikad baik dalam melakukan transaksi pembelian barang dan/atau
jasa;
3. Membayar sesuai nilai tukar yang disepakati;
4. Mengikuti upaya penyelesaian hukum dalam sengketa perlindungan
konsumen secara patuh.
UUPK membebaskan pelaku usaha dari segala tanggung jawab,
setidaknya ada 5 (lima) hal kemungkinan terjadi maka konsumen harus
menanggunya sendiri, yaitu :83
1. Apabila barang tersebut terbukti seharusnya tidak di edarkan atau
tidak dimaksudkan untuk diedarkan. Yang dimaksudkan, barangbarang yang masih belum resmi beredar. Misalnya seseorang
mendapatkan barang contoh yang mungkin dingunakan untuk riset
pasar dan lain sebagainya, seseorang tidak bisa menuntut produsen
jika dirugikan;
2. Cacat barang timbul dikemudian hari. Maksundya, cacat yang
timbul adalah sesudah tanggal mendapat jamian dari pelaku usaha
sebagaimana diperjanjikan, baik tertulis maupun lisan;
3. Cacat timbul akibat tidak ditaatinya ketentuan mengenai kualifikasi
barang. Contohnya, bahan pakaian yang menyusut;
4. Kelalaian yang diakibatkan konsumen;
5. Melebihi empat tahun sejak barang dibeli atau telah melewati masa
garansi.

83

Adrian Sutedi, op.cit., hal. 53.

Universitas Sumatera Utara

Seandainya dirugikan dan kesalahan berada di pihak pelaku usaha, bisa
menghubungi lembaga perlindungan konsumen swadaya masyarakat atau bisa
menempuh melalui jalur hukum dengan menggugat pelaku usaha melalui
pengadilan. Selain itu, juga dapat menyelesaikan masalah melalui badan
penyelesaian sengketa konsumen diluar pengadilan, dengan cara mediasi, arbitase,
dan konsolidasi.84
Sejalan dengan pasal 5 UUPK, YLKI juga menggaris bawahi bahwa
konsumen berkewajiban untuk :85
1. Bersikap Kritis
Bertanggung jawab untuk bertindak lebih waspada terhadap harga dan
mutu suatu barang atau jasa yang dingunakan, serta akibat lain yang
mungkin di timbulkannya. Sikap kritis konsumen sangat diperlukan dalam
rangka menentukan barang/jasa yang akan di konsumsinya;
a. Kritis terhadap penawaran barang/jasa oleh produsen secara
langsung maupun tidak langsung melalui media iklan di media
cetak maupun elektronik;
b. Kritis terhadap penampilan fisik barang, takaran, ukuran dan
timbangan elektronika.
2. Berani bertindak atas kesadaran
Berani bertindak guna melindungi dirinya sendiri maupun secara
berkelompok dalam upaya menjamin perolehan perlakuan yang adil.
3. Memiliki kepedulian sosial;
84
85

Ibid.
Indonesia (Perlindungan Konsumen), BAB III, Pasal 5, op.cit.

Universitas Sumatera Utara

4. Turut bertanggung jawab serta waspada terhadap segala akibat yang
ditimbulakan oleh sikap dan pola konsumsi kita bagi orang lain, terutama
golongan masyarakat bawah;
5. Tanggungjawab terhadap lingkungan hidup
Mempunyai rasa tanggung jawab dalam melestarikan lingkungan hidup.
Konsumen wajib memiliki kesadaran terhadap kebersihan, keamanan,
kesehatan sebagai akibat pola konsumsinya terhadap lingkungan, seperti
tidak membuang sampah/limbah di parit atau sungai;
6. Memiliki rasa kesetiakawanan
Mempunyai rasa tanggungjawab sosial untuk menggalang kekuatan guna
mempengaruhi dan memperjuangkan kepentingan-kepentingan konsumen.

Menurut UUPK memuat aturan-aturan hukum tentang perlindungan
kepada konsumen berupa payung bagi perundang-undangan lainnya menyangkut
kosnumen,

sekaligus

mengintegrasikan

perundang-undangan

sehingga

memperkuat penegakan hukum di bidang perlindungan konsumen. UUPK dengan
jelas mempunyai tujuan : (1) Meningkatkan kesadaran, kemampuan dan
kemandirian untuk melindungi diri, (2) Mengangkat harkat dan martabat
konsumen, (3) Meningkatkan pemberdayaan konsumen dalam memilih, (4)
Menciptakan sistem perlindungan konsumen yang mengandung unsur kepastian
hukum dan keterbukaan informasi, (5) Menumbuhkan kesadaran pelaku usaha
mengenai pentingnya perlindungan konsumen sehingga tumbuh sikap jujur dan
bertanggung jawab, (6) Meningkatkan kualitas barang dan/atau jasa.

Universitas Sumatera Utara

Dapat disimpulkan, pengaturan hukum perlindungan konsumen di
Indonesia sangat penting untuk melindungi konsumen dari berbagai hal yang
dapat mendatangkan kerugian bagi konsumen. Perlindungan konsumen dijamin
undang-undang terhadap segala perolehan kebutuhan konsumen. Kepastian
hukum itu meliputi atas segala hak-hak dan kewajiban konsumen serta segala
upaya berdasarkan hukum untuk memberdayakan konsumen menentukan pilihan
atas barang dan/atau jasa serta mempertahankan hak-haknya apabila dirugikan
oleh perilaku pelaku usaha.

Universitas Sumatera Utara