ERGONOMI PARTISIPATIF UNTUK MENGURANGI POTENSI TERJADINYA WORK-RELATED MUSCULOSKELETAL DISORDERS | Ashary Aznam | TEKNIK INDUSTRI 2213 5062 1 SM

Jurnal Teknik Industri

Volume 7 No 2 Juli 2017

ERGONOMI PARTISIPATIF UNTUK MENGURANGI POTENSI
TERJADINYA WORK-RELATED MUSCULOSKELETAL DISORDERS
Sarah Ashary Aznam1), Dian Mardi Safitri2), Ranny Dwi Anggraini3)
Laboratorium Desain Sistem Kerja dan Ergonomi
Jurusan Teknik Industri, Fakultas Teknologi Industri
Universitas Trisakti
[email protected]), [email protected]), [email protected])
Abstrak
Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi dan mengurangi resiko Work-Related Musculoskeletal
Disorders yang dialami oleh para operator loading barang jadi. Penelitian awal terhadap gejala
WMSDs dilakukan dengan metode analitik yaitu dengan menggunakan kuesioner Nordic body map dan
standardized Nordic questionnaire. Penelitian dilakukan pada 10 orang operator loading barang jadi.
Setelah itu penelitian dilanjutkan dengan analisis resiko cidera kerja dengan metode strain index.
Selanjutnya dilakukan pengukuran postur kerja dengan metode RULA. Dari hasil analisis resiko cidera
kerja dengan strain index, didapatkan hasil sebanyak 4 orang operator mendapat skor tetringgi 13,5
dan 2 orang operator mendapat skor terendah yaitu 9. Skor tertinggi dan terendah para operator ini
sama-sama menunjukan angka di atas 7 dimana memberikan indikasi bahwa pekerjaan yang dilakukan

memiliki potensi bahaya / dapat menimbulkan cidera. Pengukuran postur tubuh RULA menunjukan 8
dari 10 operator mendapat skor akhir 7 dengan Action Level 4 yang memiliki arti postur kerja yang
dilakukan membutuhkan perubahan saat itu juga (sangat urgent). Berdasarkan kondisi diatas maka
dilakukan intervensi ergonomic dengan pendekatan ergonomi partisipatif untuk memperbaiki kondisi
yang ada. Program intervensi ini dilakukan dengan cara Focus Group Discussion dan selalu
melibatkan tim ergonomic yang terdiri dari perwakilan manajemen dan operator. Pengambilan
keputusan diambil secara consensus. Usulan perbaikan terpilih yaitu re-aktifisasi SOP, re-aktifisasi
peraturan K3, perbaikan postur kerja operator, peningkatan job control, dan pembuatan jadwal kerja.
Usulan perbaikan ini diimplementasikan dalam sebuah masa percobaan selama 30 hari. Evaluasi
dilakukan setelah selesai masa percobaan dengan menggunakan kuesioner SNQ dan mengukur ulang
postur dengan RULA. Hasil SNQ setelah perbaikan menunjukan adanya penurunan keluhan MSDs
yang dirasakan oleh operator. Hasil analisis skor SI menunjukan adanya penurunan dimana semua
skor baru operator berada dibawah angka 7. Hasil pengukuran RULA menunjukan penurunan level 7
menjadi level 6 dan level 6 menjadi level 5 dengan Action Level 3 yang menunjukan level sedang dan
tingkat urgensi perubahan postur pun menurun.
Kata kunci: Work-related Musculoskeletal Disorders, Manual Material handling,Ergonomi
Partisipatif.
1. PENDAHULUAN
Manusia merupakan faktor terpenting
di dalam sistem kerja, manusia akan mampu

melaksanakan kegiatannya dengan maksimal
karena kondisi fisik yang baik (Rachman,
2008). Dalam kenyataannya, banyak perusahan
ataupun majikan yang masih kurang
memperhatikan kondisi fisik yang baik pada
saat merancang sistem kerjanya, serta masih
kurang memperhatikan prinsip – prinsip
ergonomi di dalamnya yang menyebabkan para
pekerja tidak dapat bekerja secara optimal
(Lianatika, 2013). Di Indonesia berdasarkan
hasil survey Departemen Kesehatan RI dalam
profil masalah kesehatan tahun 2005

Ergonomi partisipatif (Sarah Aznam, dkk)

menunjukkan bahwa sekitar 40,5% penyakit
yang diderita pekerja berhubungan dengan
pekerjaannya (Yassierli, 2008). Berdasarkan
data diatas maka dapat diketahui adanya kaitan
antara kondisi fisik seorang pekerja dengan

pekerjaannya. Salah satu jenis pekerjaan yang
memiliki resiko cidera kerja adalah Manual
Material
Handling.
Aktivitas
MMH
merupakan penyebab paling sering dan
beresiko terhadap terjadinya Musculoskeletal
Disorders.
Aktivitas operator loading terbagi dua.
Pertama operator akan membawa karungkarung barang jadi dari packaging ke area
storage, setelah itu produk akan diserahkan ke

ISSN: 1411-6340

94

Jurnal Teknik Industri
pekerja bagian pergudangan. Kedua, operator
akan melakukan proses loading. Pengangkatan

karung-karung dilakukan dengan forklift lalu
operator akan mengangkat dan menyusun
karung-karung secara manual diatas bak truk
pengangkut. Perlu diketahui bahwa tidak ada
penjadwalan ataupun syarat yang jelas perihal
kapan dan bagaimana operator harus
melakukan proses loading sehingga proses
tersebut dilakukan sesuai dengan kenyamanan
dan keinginan operator saja.
Berdasarkan hasil observasi awal pada
pekerja loading barang jadi menggunakan
kuesioner Nordic Body Map, diketahui terdapat
keluhan gangguan tulang belakang yang di
rasakan para pekerja akibat pekerjaan manual
yang mereka lakukan. Dari hasil observasi awal
diketahui gangguan muskuloskeletal atau
musculoskeletal disorder sering dirasakan
pekerja terutama pada bagian bahu kanan dan
punggung. Hal itu dapat dilihat dari persentase
100% untuk keluhan pada kedua bagian tubuh

tersebut. Berdasarkan hal tersebut penelitian
lebih
lanjut
perlu
dilakukan
untuk
meminimalisasi cedera otot untuk mengurangi
potensi musculoskeletal disorder pada pekerja
loading barang jadi. Metode Rapid Upper Limb
Assessment dan Strain Index digunakan sebagai
tools evaluasi aktivitas MMH pada bagian
loading barang jadi.
Penelitian ini dilakukan dengan tujuan
untuk mengidentifikasi pengaruh melakukan
pekerjaan dengan metode Manual Material
Handling terhadap munculnya gejala WorkRelated Musculoskeletal Disorders pada
pekerja. Selain itu pengukuran faktor ergonomi
dilakukan dengan mengukur nilai strain index
dan postur kerja menggunakan metode RULA
yang

nantinya
digunakan
untuk
mengidentifikasi faktor resiko cedera tulang
belakang (Musculoskeletal disorders). Kedua
metode ini dipilih berdasarkan input dan output
dari masing-masing metode yang dianggap
cukup efektif dalam mengukur resiko WMSDs
pada kegiatan MMH. Metode strain index
mengukur faktor seperti intensitas pengeluaran
tenaga, faktor pengulangan, serta durasi kerja
operator. Metode RULA mengukur postur kerja
dengan fokus pada tubuh bagian atas, bagian
dimana beban terberat dirasakan oleh operator.

Ergonomi partisipatif (Sarah Aznam, dkk)

Volume 7 No 2 Juli 2017
Hasil penelitian diharapkan dapat menjadi
sumber informasi untuk mengetahui kondisi

operator dan faktor apa saja yang dapat
dikurangi atau dieleminasi untuk memperbaiki
keadaan. Program intervensi ergonomi
partisipatif dilakukan untuk mengatasi masalah
keluhan Musculoskeletal Disorders dengan
mengikut sertakan manajemen dan karyawan
perusahaan. Tujuannya agar secara bersamasama membentuk tim untuk memecahkan
masalah dan memberikan usulan perbaikan.
2

LANDASAN TEORI
Ergonomi adalah ilmu, seni dan
penerapan teknologi untuk menyerasikan atau
menyeimbangkan antara segala fasilitas yang
digunakan baik dalam beraktivitas maupun
istirahat dengan kemampuan dan keterbatasan
manusia baik fisik maupun mental sehingga
kualitas hidup secara keseluruhan menjadi lebih
baik (Tarwaka, Bakri, & Sudiajeng, 2004).
Secara umum tujuan dari penerapan ergonomi

adalah untuk meningkatkan kesejahteraan fisik
dan mental, meningkatkan kesejahteraan sosial
melalui peningkatan kualitas kontak sosial,
menciptakan keseimbangan rasional antara
berbagai aspek.
Pengertian pemindahan beban secara
manual, menurut American Material Handling
Society bahwa material handling dinyatakan
sebagai seni dan ilmu yang meliputi
penanganan (handling), pemindahan (moving),
Pengepakan
(packaging),
penyimpanan
(storing) dan pengawasan (controlling) dari
material
dengan
segala bentuknya.
(Wignjosoebroto, 2009). Metode pendekatan
ini dengan mempertimbangkan rata-rata beban
metabolisme dari aktifitas angkat yang

berulang (repetitive lifting), sebagaimana dapat
juga ditentukan dari jumlah konsumsi oksigen.
Ada beberapa bukti bahwa semakin banyak
jumlah material yang diangkat dan dipindahkan
dalam sehari oleh seseorang, maka akan lebih
cepat mengurangi ketebalan dari intervertebral
disc atau elemen yang berada diantara segmen
tulang
belakang.
Fenomena
ini
menggambarkan bahwa pengukuran yang
akurat terhadap tinggi tenaga kerja dapat
digunakan sebagai alat untuk mengevaluasi
beban kerja. (Corlett, 1987).
Musculoskeletal Disorders (MSDs)
adalah kelainan yang disebabkan pemumpukan
cidera atau kerusakan-kerusakan kecil pada

ISSN: 1411-6340


95

Jurnal Teknik Industri

Volume 7 No 2 Juli 2017

sistem musculoskeletal akibat trauma berulang
yang setiap kalinya tidak bisa sembuh secara
sempurna, sehingga membentuk kerusakan
cukup besar untuk menimbulkan rasa sakit
(Tarwaka, 2013). Keluhan muskuloskeletal
adalah keluhan sakit, nyeri, pegal-pegal dan
lainnya pada sistem otot (musculoskeletal)
seperti tendon, pembuluh darah, sendi, tulang,
syaraf dan lainnya yang disebabkan oleh
aktivitas kerja. Keluhan musculoskeletal sering
juga dinamakan MSD (Musculoskeletal
disorder), RSI (Repetitive Strain Injuries), CTD
(Cumulative Trauma Disorders) dan RMI

(Repetitive Motion Injury). Jenis-jenis keluhan
Musculoskeletal Disorders antara lain sakit
leher, nyeri punggung, carpal tunnel syndrome,
De Quervains Tenosynovitis, Thoracic Outlet
Syndrome, Tennis Elbow, Low Back Pain. Peter
Vi (2000) menjelaskan bahwa, terdapat
beberapa faktor risiko terjadinya keluhan
sistem musculoskeletal adalah peregangan otot
berlebihan, aktivitas dilakukan berulang, postur
tidak alamiah. Faktor sekunder yaitu tekanan,
getaran dan miklomat. Selain itu juga ada factor
individu seperti usia, jenis kelamin, kebiasaan
merokok, dan masa kerja. Work-Related
Musculoskeletal Disorders (WMSDs) adalah
kelompok gangguan yang menyerang bagian
otot, tendon, dan saraf yang disebabkan oleh
pekerjaan seseorang. WMSDs timbul dari
gerakan lengan dan tangan seperti menekuk,
meluruskan, mencengkeram, memegang,
memutar, mengepal dan mencapai yang
dilakukan saat bekerja.
Nordic body map adalah metode
analitik
berbentuk
kuesioner
untuk
mengidentifikasi
keluhan
kesehatan
berdasarkan bagian tubuh. Standarisasi
diperlukan dalam analisis dan pencatatan gejala
muskuloskeletal. Jika tidak sulit untuk
membandingkan hasil dari studi yang berbeda.
Ini menjadi bahan pertimbangan sebagai motif
utama untuk kelompok Nordic untuk nantinya
akan mulai dingembangkan kuesioner standar
untuk analisis gejala muskuloskeletal.
Job Strain index (JSI) merupakan
metode untuk mengevaluasi tingkatan risiko
dari sebuah pekerjaan yang dapat menyebabkan
cedera pada bagian atas yaitu tangan,
pergelangan tangan, lengan atas, atau siku
(distal upper extremity) (Garg, 1995). Strain
Index menggunakan 6 variabel pengukur yang
nantinya akan dikalikan sesuai dengan rumus:

SI = IE X DE X EM X HWP X SW X
DD
Setelah itu akan didapat skor strain
index yang nantinya akan di evaluasi sesuai
dengan tingkatan resiko pekerjaan.
Rapid Upper Limb Assessment (RULA)
adalah sebuah metode untuk menilai postur,
gaya, dan gerakan suatu aktivitas kerja yang
berkaitan dengan penggunaan anggota tubuh
bagian atas (upper limb). Metode ini
dikembangkan untuk menyelidiki resiko
kelainan yang akan dialami oleh seorang
pekerja dalam melakukan aktivitas kerja yang
memanfaatkan anggota tubuh bagian atas
(upper limb) (Andrian, 2013).
Ergonomi
partisipatif
(participatory
ergonomic) merupakan salah satu pendekatan
proses yang dilakukan untuk melaksanakan
program intervensi ergonomi (Nurmianto,
2008).
Ergonomi
Partisipatori
adalah
partisipasi aktif dari karyawan pada semua
level untuk menerapkan ergonomi program di
tempat kerjanya untuk meningkatkan kondisi
lingkungan kerjanya. Ergonomi partisipatif
memiliki 4 elemen pokok yang saling
berinteraksi yang terdiri dari karyawan,
pengelola perusahaan, pengetahuan dan metode
ergonomi dan konsep disain pekerjaan
(Sukapto, 2008). Program intervensi ergonomi
dimaksudkan untuk mencegah terjadinya resiko
kesehatan
dan
keselamatan
kerja,
meningkatkan kondisi lingkungan kerja untuk
mendorong
kesejahteraan
karyawan,
meningkatkan produktivitas dan kualitas serta
mengurangi ketidaknyamanan dan kesalahan
manusia (Ercan dan Erdinc, 2006).
3 METODOLOGI PENELITIAN

Ergonomi partisipatif (Sarah Aznam, dkk)

ISSN: 1411-6340

Pada awal penelitian dilakukan pendekatan
kualitatif seperti catatan lapangan, data
antropometri pekerja, dan wawancara. Setelah
itu dilakukan studi pustaka untuk memperoleh
informasi
terhadap subjek-subjek terkait
seperti
Work-Related
Musculoskeletal
Disorders,
metode
pengukuran
faktor
ergonomi, dan ergonomi partisipatif. Hal
pertama yang dilakukan adalah pengamatan
langsung terhadap objek penelitian dan
lingkungan perusahaan untuk mengidentifikasi
kondisi aktual yang terjadi di perusahaan.
Proses mengidentifikasi kondisi karyawan dan
lingkungan
juga
dilakukan
dengan
menggunakan kuesioner.

96

Jurnal Teknik Industri

Volume 7 No 2 Juli 2017

Gambar 1 Kerangka Model Konseptual Penelitian.
Gambar 1 menunjukan kerangka model
konseptual penelitian. Dalam penelitian
dilakukan
identifikasi
gejala
dengan
menggunakan kuesioner yang dilanjutkan
dengan evaluasi faktor WMSDs dengan
mengukur resiko kerja serta postur kerja. Hasil
dari kedua pengukuran akan dianalisa dan
dilihat kaitannya dengan tingkat resiko
WMSDs pada operator. Pada penelitian ini
menggunakan 2 buah kuesioner yaitu Nordic
Body Map dan Standardized Nordic
Questionnaire. Berdasarkan hasil pengamatan
tersebut dapat diketahui keluhan kesehatan
pada bagian tubuh mana saja yang dirasakan
oleh pekerja. Setelah itu akan dilakukan analisis
dan pengukuran dengan menggunakan metode
Strain Index dan RULA. Metode strain index
digunakan untuk mengukur resiko cidera kerja
sedangkan metode RULA digunakan untuk
mengukur postur kerja apakah ergonomis atau
tidak. Hasil pengukuran tersebut akan
digunakan untuk menentukan tingkat resiko
muskuloskeletal , sehingga usulan perbaikan
dapat digunakan untuk memperbaiki kondisi
kerja operator loading.
Terhadap kondisi yang ada, akan dilakukan
intervensi ergonomi dengan pendekatan
ergonomi partisipatif. Metode ini dipilih untuk
memastikan seluruh perwakilan perusahaan
ikut serta dan bersama-sama merancang,
menguji, dan
mengaplikasikan
usulan
perbaikan kepada kondisi kerja loading barang
jadi. Metode diskusi yang digunakan untuk
setiap isu yang ada adalah Focus Group
Discussion dimana hasil dari FGD dari tahap
awal sampai akhir yang akan menjadi usulan
perbaikan terpilih.
4 HASIL DAN PEMBAHASAN
Pengumpulan data awal dilakukan dengan
beberapa tahapan, yaitu dengan dilakukan

Ergonomi partisipatif (Sarah Aznam, dkk)

pengamatan kondisi dan aktivitas kerja secara
langsung. Tahapan selanjutnya adalah
dokumentasi gambar, wawancara, dan
penyebaran kuesioner dengan tujuan untuk
mengidektifikasi apakah ada keluhan atau rasa
tidak nyaman yang dirasakan oleh operator
loading barang jadi.
Pada awal penelitian dilakukan identifikasi
kemungkinan adanya gejala WMSDs dengan
menggunakan Nordic Body Map. Hasil dari
kuesioner yang telah diisi oleh 10 responden
menunjukan bahwa memang ada keluhan
MSDs yang dirasakan oleh para pekerja
loading barang jadi. Anggota tubuh yang
memiliki persentase keluhan terbesar adalah
bahu kanan dan punggung dengan persentase
sebesar 100%. Hal ini menunjukan 10 dari 10
operator merasakan sakit atau tidak nyaman
pada bahu kanan dan punggung mereka. Dari
hasil kuesioner ini, maka dilakukan identifikasi
lanjutan dengan menggunakan Standardized
Nordic Body Questionnaire untuk mengetahui
secara lebih detail tentang intensitas keluhan
WMSDs serta pengaruhnya dengan pekerjaan
yang dilakukan.
Standardized Nordic Body Questionnaire
memiliki 2 bagian yaitu general questionnaire
dan
special
questionnaire.
General
questionnaire mengumpulkan data pribadi
operator. Hasil yang didapat dalam general
questionnaire menunjukan rata-rata usia
operator yaitu 27,4 tahun, rata-rata tinggi
170.55 cm, rata-rata berrat 71.7 Kg. Sebanyak
30% operator memiliki alergi, 60% telah
menikah, 90% adalah perokok aktif, 30%
mengonsumsi alkohol dan sebanyak 30%
memiliki riwayat penyakit kronis. Rata-rata
riwayat lama kerja para operator adalah 38,4
bulan dengan rata-rata jam kerja dalam 1
minggu selama 40 jam. Data ini akan dijadikan

ISSN: 1411-6340

97

Jurnal Teknik Industri

Volume 7 No 2 Juli 2017

data pelengkap laporan resiko ergonomi untuk
disajikan kepada manajemen.
Special questionnaire digunakan untuk
menganalisis gangguan pada organ-organ
tertentu. Analisis gangguan pada organ
lokomotor menunjukan bahwa bagian tubuh
dengan persentase keluhan tertinggi adalah
punggung bawah (low back) dengan persentase
100%. Bagian tubuh lainnya yang memiliki
persentase tinggi adalah leher, pundak (kanan
dan kiri), punggung atas dan kaki dengan
persentase 90%. Bagian tubuh dengan
persentase keluhan terkecil pada organ
lokomotor adalah pergelangan tangan kiri
dengan persentase 10%. Dalam periode waktu
12 bulan dirasa pekerjaan terhalangi oleh
keluhan yang dirasakan berada pada bagian
tubuh punggung bawah dengan persentase
90%. Hal ini berarti sebanyak 9 pekerja merasa
sulit melakukan pekerjaannya bahkan sampai
menghentikan kerjanya akibat keluhan
muskuloskeletal yang mereka raskan. Dalam
periode 7 hari pekerjaan dirasa terhalangi
akibat keluhan pada punggung atas dan bawah
dengan persentase 50%. Hal ini menunjukan
bahwa sebanyak 5 operator merasa gangguang
punggungnya menggangu pekerjaannya dan hal
ini terjadi dalam minggu yang sama dengan
momen pengisian kuesioner.
Analisis berikutnya dilakukan pada bagian
punggung bawah. Kesimpulan yang dapat
diambil dari hsil kuesioner adalah bahwa
sebesar 100% operator pernah merasakan
gangguan pada bagian low back. Dalam 12
bulan terakhir sebanyak 60% operator
merasakan adanya gangguan selama 8-30 hari.
Seluruh operator merasa akitivitas bekerja
mereka terganggu akibat keluhan low back
sementara sebanyak 60% merasa kegiatan
bersenang-senang mereka juga terganggu.
Dalam 12 bulan terakhir sebanyak 50%
operator merasa pekerjaan mereka terganggu
selama 8-30 hari. Sebanyak 70% pernah ke
dokter/orang ahli akibat keluhan yang ada.
Dalam 7 hari terakhir sebanyak 80% atau 8
orang operator merasakan gangguan pada low
back.
Setelah itu dilakukan analisis gangguan
pada leher. Sebanyak 90% mengaku pernah
merasakan gangguan pada leher. Dalam 12
bulan terakhir sebesar 40% operator merasakan
adanya gangguan selama 8-30 hari. Sebanyak
70% operator merasa pekerjaannya terganggu

akibat gangguan leher yang dirasakan dan
sebanyak 40% merasa pekerjaanya terganggu
selama 8-30 hari. Dalam 7 hari terakhir
sebanyak 50% operator merasakan adanya
gangguan leher. Setelah analisis pada leher
maka dilakukan analisis pada pundak operator.
Sebesar 90% mengaku pernah merasakan
gangguan pada pundak dan sebesar 50%
operator pernah melukai punda kanannya
dalam sebuah kecelakaan kerja. Sebesar 50%
operator merasakan adanya gangguan pundak
selama 8-30 hari dalam kurun waktu 12 bulan
terakhir. Sebesar 90% operator merasa aktivitas
kerja mereka terganggu akibat keluhan pundak
yang dirasakan. Sebesar 40% operator merasa
pekerjaan nya terganggu selama 1-7 hari dan
40% lainnya merasa pekerjannya terganggu
selama 8-30 hari. Hal ini menunjukan variasi
periode lamanya keluhan dirasakan, namun
tetap pada intinya mengganggu pekerjaan para
operator.
Pengukuran resiko ergonomi dengan
metode strain index dilakukan untuk
mengetahui tingkat resiko cidera kerja operator
loading barang jadi. Pengukuran dilakukan saat
operator mengangkut dan menyusun barang
jadi di atas bak truk pengangkut. Pengukuran
strain index dilakukan dengan menggunakan
software MIRTH Strain Index. Software ini
memudahkan proses pengukuran karena
pengguna hanya perlu memilih panel pilihan
sesuai dengan keadaan yang diamati. Software
akan mengkalkulasi masing-masing variabel
faktor kedalam skor multiplier hingga
menghasilkan nilai strain index.
Hasil Perhitungan Strain Index pada
operator loading barang jadi menunjukkan
bahwa seluruh operator memiliki skor SI >7
dengan skor tertinggi adalah 13.5. Skor ini
didapat oleh 4 dari 10 orang operator. Hal ini
menunjukkan bahwa pekerjaan yang dilakukan
oleh para operator loading barang jadi
tergolong beresiko dan berbahaya.
Setelah dilakukan pengukuran resiko kerja
dengan metode Strain Index, maka penelitian
dilanjutkan dengan analisis serta pengukuran
postur kerja dengan metode RULA.
Pengukuran ini dilakukan menggunakan
software RULA, sebuah software dengan
aplikasi yang sama dengan software MIRTH
Strain Index yang telah digunakan sebelumnya.

Ergonomi partisipatif (Sarah Aznam, dkk)

ISSN: 1411-6340

98

Jurnal Teknik Industri

Volume 7 No 2 Juli 2017

Gambar 2 Postur dan Sudut yang diukur pada salah satu operator.
Analisis dan pengukuran postur kerja
pada 10 operator telah dilakukan dengan
metode RULA. Hasil menunjukan bahwa 2 dari
10 pekerja memiliki skor RULA 6 atau dengan
level resiko sedang dan memerlukan perbaikan
postur kerja dalam waktu dekat. Sebanyak 8
orang operator atau sebesar 80% dari seluruh
subyek yang dinalisis dan diukur, memiliki skor
akhir RULA sebesar 7 dengan level resiko kerja
tinggi dan membutuhkan tindakan perbaikan
postur sekarang juga. Berdasarkan hasil
pengukuran postur dengan RULA dapat
disimpulkan bahwa mayoritas operator bekerja
dengan postur yang tidak ergonomis sehingga
dapat menimbulkan resiko muskuloskeletal.
5. Usulan Perbaikan
Intervensi
ergonomi
partisipatif
dilakukan dengan tujuan mengubah serta
memperbaiki kondisi kerja yang ada agar
tingkat kesehatan dan kenyamanan kerja para
operator dapat meningkat. Proses intervensi
yang dilakukan adalah intervensi reaktif
dimana segala proses perbaikan ataupun
perubahan dilakukan pada kondisi yang telah
ada, bukan membuat atau merancang sebuah
sistem atau kondisi yang sama sekali baru.
Sebelum program intervensi dilakukan, ada
proses start-up dimana pihak manajemen
tertinggi akan membentuk steering committee
sebagai perwakilan dari jajaran komite tertinggi
atau top management. Steering committee
bertugas mengawasi serta menilai setiap input,
proses, dan output yang dilakukan dalam
program intervensi ergonomi.

Ergonomi partisipatif (Sarah Aznam, dkk)

Setelah steering committee terpilih,
maka akan dibentuk Tim Ergonomi. Tim
ergonomi adalah kelompok yang dibentuk
untuk
merancang,
menguji,
dan
mengaplikasikan usulan perbaikan bagi
perusahaan. Tim Ergonomi terdiri dari
supervisor, operator, dan peneliti. Pemilihan ini
didasari pertimbangan seluruh anggota Tim
Ergonomi haruslah terdiri dari pihak-pihak
yang terkena resiko ergonomi yang ada, selain
itu perlu juga ada pihak-pihak yang memiliki
wewenang untuk memberi perubahan dalam
metode kerja. Terdapat 2 orang supervisor
lapangan yang keduanya ikut tergabung dalam
tim ini. Berdasarkan kesepakatan Steering
Committee, 5 orang operator terpilih akan
bergabung dengan tim. Pemilihan operator
berdasarkan lama kerja dan rekapitulasi data
resiko kerja dimana operator dengan masa kerja
terlama dan dengan resiko kerja yang
mengkhawatirkan yang akan dipilih.
Setelah tim terbentuk lalu dilakukan
pelatihan dasar terlebih dahulu untuk anggota
tim. Hal ini dilakukan untuk mempelajari
konsep dasar ergonomi, permasalahan yang
dianalisis, serta tools yang digunakan dalam
proses pengukuran resiko WMSDs. Pengenalan
kuesioner dan informasi apa saja yang coba
dikumpulkan dijelaskan kepada tim. Demo
proses pengukuran resiko kerja dan postur
dengan masing-masing software dilakukan
dihadapan anggota tim agar anggota tim
mengenal dan familiar dengan faktor-faktor
yang diukur serta program yang digunakan.
Setelah tim dibekali dengan pengetahuan
fundamental, maka program intervensi
ergonomi partisipatif dapat dimulai.

ISSN: 1411-6340

99

Jurnal Teknik Industri

Volume 7 No 2 Juli 2017

Tahap pertama yang dilakukan adalah
workplace analysis. Tahap ini adalah tahap
menganalisis lingkungan kerja beserta operator
nya untuk mengetahui secara detail bagaimana
kondisi kerja operator loading barang jadi.
Setiap tahapan program akan dilakukan diskusi
dengan fokus 1 isu spesifik dalam setiap
agendanya, metode diskusi ini disebut dengan
Focus Group Discussion. Metode diskusi ini
dipilih untuk mendapat data kualitatif yang
bermutu dalam waktu singkat. Tahap pertama
yang dilakukan adalah identifikasi gejala
WMSDs dengan kuesioner SNQ sebagai
perangkat
identifikasi
lanjut
setelah
menggunakan NBM. Data hasil kuesioner yang
telah dirangkum lalu didiskusikan oleh Tim
Ergonomi dalam FGD dan bersama-sama
menganalisis keluhan muskoluskeletal apa saja
yang dirasakan, periode keluhan yang
dirasakan, serta pengaruhnya pada aktivitas
operator. Tim akan bersama-sama membahas
faktor-faktor kerja yang mungkin berpengaruh.
Para operator yang menjadi anggota tim
mengutarakan keluhan yang dirasakan dan rasa

lelah yang dirasakan akibat pekerjaan yang
berat. Operator mengatakan bahwa postur yang
mereka lakukan, walau terkadang tidak
nyaman, adalah gerakan yang reflek mereka
lakukan karena mereka tidak mengetahui cara
manual handling yang baik dan benar.
Sementara supervisor menyampaikan bahwa
terkadang
mereka
hanya
mengawasi
produktivitas saja tapi tidak metode kerja yang
dilakukan.
Para
operator
dan
supervisor
membenarkan bahwa tidak ada pembagian
porsi dan waktu yang jelas dalam aktivitas
operator loading. Operator loading juga
memiliki tugas mengantar barang dari
packaging ke area storage sebelum melakukan
proses loading barang jadi diatas truk
pengangkut. Para operator sering bolak-balik
antara melakukan kegiatan antar barang dan
loading barang sesuka mereka karena tidak ada
peraturan yang jelas, sehingga menyebabkan
mereka menghabiskan banyak energi untuk
aktivitas yang tidak penting.

Gambar 3 Outline tahapan workplace analysis.
Solution building adalah proses diskusi
serta penyusunan solusi yang diyakini paling
feasible dalam perusahaan dan sesuai dengan
kebutuhan. Proses ini juga dilakukan dengan
FGD. Dalam proses FGD input yang akan
dibahas adalah output dari proses sebelumnya
(work analysis). Output yang dihasilkan
diharapkan dapat mengatasi semua masalah
yang menjadi input dalam tahapan ini. Dalam
proses diskusi perlu diketahui adanya tambahan
pertimbangan yaitu “condition”.Condition
adalah
faktor
penting
yang
harus
dipertimbangkan dalam menentukan solusi.

Kesepakatan
bersama
antar
manajemen menyatakan bahwa perubahan
ataupun perbaikan tidak bisa dilakukan dalam
skala besar. Selain melihat conditions,
keterbatasan waktu dan keterbatasan experts
yang terlibat juga menjadi alas an utama
pimpinan
dan
manajemen
membatasi
perubahan yang akan dilakukan. Steering
committee menyampaikan bahwa semua usulan
yang membutuhkan waktu aplikasi lebih dari
30 hari dan biaya diatas Rp 1.500.000 akan
dimasukan dalam kategori “received but
postponed”
dimana
usulan
akan

Ergonomi partisipatif (Sarah Aznam, dkk)

ISSN: 1411-6340

100

Jurnal Teknik Industri

Volume 7 No 2 Juli 2017

dipertimbangkan namun tidak ada jaminan
aplikasi sampai batasan waktu yang tidak
ditentukan.

Conditions:
a.
b.
c.

d.

Keuntungan
secara relatif.
Biaya
Kompabilitas
dan
kompleksitas
Fisibilitas.

Gambar 4 Outline tahapan Solution Building.
Gambar 4 menunjukan tahapan proses
solution building. Rancangan solusi bagi
permasalahan WMSDs yang ada yang di dapat
dapat dilihat pada kolom output dalam gambar.
Rancangan solusi tersebut adalah rancangan
yang akan dilaksanakan dan diuji langsung di
lapangan dan dilihat pengaruhnya. Beberapa
solusi yang dicetuskan namun masuk ke dalam
kategori “received but postponed” adalah
workshop resmi dan penambahan mesin. Dalam
revisi SOP dan K3 telah ditambahkan poin-poin
yang sebelumnya belum disertakan. Pada SOP
telah dilengkapi dengan aturan beban
maksimal, larangan melakukan postur ekstrem
dan anjuran melakukan aktivitas dengan lebih
dari 1 orang. Dalam k3 telah ditambahkan poin
larangan merokok untuk meningkatkan
keamanan di lokasi kerja serta menurunkan
resiko kesehatan akibat nikotin. Dalam
peraturan k3 telah disertakan juga kewajiban

untuk mengikuti sosialisasi ataupun training
yang diadakan perusahaan untuk mengurangi
resiko kerja akibat kurangnya pengetahuan
seputar topic K3 atau metode kerja yang salah.
Setelah itu implementasi solusi
dilakukan dan diamati selama 30 hari masa
percobaan. Implementasi dilakukan dibawah
pengawasan penuh kedua supervisor dan diikuti
oleh seluruh operator, bukan hanya operator
yang menjadi bagian tim saja. Sebelum metode
kerja diubah dilakukan sosialisasi resiko cidera
kepada seluruh operator terutama yang tida
menjadi bagian tim ergonomi. Setelah itu
rancangan k3 dan SOP yang telah direvisi di
sosialisasikan dan dimasukan dalam masa
percobaan. Pada hari ke 4 dan 5 masa
percobaan seluruh operator pada kedua shift
diberikan sosialisasi singkat terkait safe lifting.
Sosialisasi dilakukan dengan pembagian
selebaran contoh postur manual lifting yang

Ergonomi partisipatif (Sarah Aznam, dkk)

ISSN: 1411-6340

101

Jurnal Teknik Industri

Volume 7 No 2 Juli 2017
cidera yang mereka alami dan kaitannya
dengan pekerjaan yang mereka tekuni.

baik. Para operator dianjurkan untuk tidak
membungkuk atau mengangkat beban di atas
kepala
untuk
menghindari
resiko
muskuloskeletal. Dalam kegiatan sosialisasi ini
juga ditampilkan dan dijelaskan hasil penelitian
seperti hasil SNQ, skor SI, dan skor RULA
kepada seluruh operator. Hal ini dilakukan agar
para operator, terutama yang tidak tergabung
dalam Tim Ergonomi, mengetahui dan
menyadari seberapa besar dan nyata resiko

Setelah itu manajemen telah membuat
penjadwalan kerja baru dimana proses
pemindahan barang jadi ke gudang dan proses
pemindahan dan penyusunan barang ke truk
pengangkut memiliki jam kegiatannya masingmasing.

Gambar 5 Jadwal Pembagian Aktivitas Operator Loading Barang Jadi
sampai 2 kali dalam seminggu mengawasi di
pabrik, sekarang secara rutin mengawas dalam
2 hari sekali. Pihak manajemen juga telah
menambah dispenser yang bisa diakses oleh
operator untuk menghindari rasa lelah akibat
dehidrasi. Pada minggu ke-4 Tim Ergonomi
akan membagikan kuesioner SNQ untuk
melihat apakah ada perubahan yang dirasakan
oleh para pekerja.

Terhitung dari hari ke 6 dan
selanjutnya para operator sudah bekerja
dibawah standar K3 dan SOP yang baru.
Penjadwalan aktivitas operator juga sudah
teratur dan supervisor lebih aktif dalam
mengawasi para operator. Supervisor selalu
mengawasi dan menegur operator yang masih
terbiasa membungkuk atau mengangkak beban
berlebihan. Supervisor yang semua hanya 1

Di Setujui Oleh:

Di Awasi Oleh:

Di Siapkan Oleh:

-------------------------Dharian Sandhi E.

-------------------------Hasan M.

-------------------------Desy Rinan .

Standart Operating Procedure
(Revisi 1)

Nama Pekerjaan : Loading Barang Jadi
No
Ilustrasi

Langkah

Uraian Pekerjaan
No

1

Mengumpulkan barang jadi setelah selesai dikemas.
(Barang jadi dalam bentuk karung dengan berat 20
Kg).

1

Setiap barang jadi yang telah selesai dikemas dikumpulkan di atas trolley
untuk nanti dibawa ke area storage. Barang jadi akan dipindahkan ke area
storage setelah sebanyak 12 karung terkumpul. Proses ini dilakukan oleh min.
2 operator.

2

Membawa barang jadi ke area storage.

2

Barang jadi yang telah di kumpulkan di atas trolley lalu di bawa ke area
storage. Proses ini dapat dilakukan oleh 1 operator.

3

Menyusun barang jadi di atas palete.

3

Barang jadi dipindahkan dari atas trolley ke atas palete kayu dan disusun
secara rapih. Satu palete dapat diisi sampai 6 karung. Satu tumpukan maksimal
berisi 5 karung. Proses ini dilakukan oleh min. 2 operator.

4

Mengangkat dan menyusun barang di atas truk
pengangkut.

4

Saat proses distribusi siap dilakukan, barang jadi akan dipindahkan ke atas truk
menggunakan forklift. Operator lalu menyusun karung-karung barang jadi
yang telah dipindahkan ke atas truk. Proses ini dilakukan oleh min.3 operator.
Operator dilarang membungkuk berlebihan (perhatikan gambar ilustrasi).

CATATAN: Beban maksimal 1 orang : 20 Kg (1
karung barang jadi). Operator tidak diperbolehkan
mengangkat produk di atas kepala.

Jakarta, 29 Mei 2017

Ergonomi partisipatif (Sarah Aznam, dkk)

ISSN: 1411-6340

102

Jurnal Teknik Industri

Volume 7 No 2 Juli 2017

Gambar 6 Standard Operating Procedure Hasil Rancangan Tim Ergonomi
Setelah masa percobaan selama 30 hari,
kuesioner SNQ dibagikan untuk mengetahui
rasa sakit atau tidak nyaman apa yang masih
dirasakan dan bagaimana intensitas serta
pengaruhnya pada pekerjaan. Bedasarkan
kuesioner SNQ evaluasi, keluhan pada organ
lokomotor punggung bawah persentase turun
dari 100% menjadi 40%. Bagian tubuh lainnya
yang mengalami penururan adalah leher dari
90% menjadi 30%, pundak (kanan dan kiri) dari
90% menjadi 30%, punggung atas dan kaki
dengan persentase awal 90% menjadi 20%.
Dala periode 7 hari pekerjaan dirasa terhalangi
akibat keluhan pada punggung atas dan bawah
dengan persentase 20%.
Analisis berikutnya dilakukan pada bagian
punggung bawah. Dari persentase awal 100%
operator pernah merasakan gangguan turun
menjadi 50%. Dalam 7 hari terakhir hanya 20%
operator merasakan gangguan pada low back.
Setelah itu dilakukan analisis gangguan pada
leher. Dari 90% mengaku pernah merasakan
gangguan pada leher turun menjadi 0%. Dalam
7 hari terakhir hanya 10% operator merasakan
adanya gangguan leher. Setelah analisis pada
leher maka dilakukan analisis pada pundak
operatorhanya 20% operator merasa aktivitas
kerja mereka terganggu akibat keluhan pundak
semenjak implementasi perbaikan dilakukan.
Dari data ini maka dapat disimpulkan bahwa
ada penurunan keluhan muskuloskeletal akibat
kerja yang dirasakan operator loading barang
jadi. Setelah evaluasi dengan kuesioner, maka
dilakukan pengukuran ulang dengan metode SI
dan RULA.
Berdasarkan evaluasi ulang resiko cidera
kerja dengan metode strain index maka diketaui
bahwa skor SI setelah intervensi mengalami
penurunan menjadi dibawah 7 dari skor SI
sebelum intervensi yang semua berada di atas
7. Penurunan skor SI terbesar dialami oleh
seorang operator bernama Nur Chayo dengan
skor SI awal 9 turun menjadi 3. Hal ini
mengindikasikan telah berkurangnya resiko
cidera yang dialami operator loading barang
jadi. Penurunan skor RULA sebanyak 1 level
dari level 7 menjadi 6 dan level 6 menjadi level
5 menunjukan bahwa postur kerja telah berubah
menjadi lebih baik dari sebelumnya.

Hasil evaluasi lalu dilaporkan kepada
Steering Committee. Steering Committee lalu
akan meneruskan laporan ke bagian direksi.
Berdasarkan
surat
keputusan
nomor
0912/A.A7/EKP/2017
yang
dikeluarkan
organisasi pada tanggal 25 Mei 2017 perihal
pengesahan peraturan K3 dan SOP yang baru
maka peraturan K3 dan SOP hasil rancangan
Tim Ergonomi resmi dijadikan peraturan
perusahaan secara permanen.

Ergonomi partisipatif (Sarah Aznam, dkk)

ISSN: 1411-6340

6. Kesimpulan
Berdasarkan hasil dari penelitian mengenai
resiko WMSDs pada operator loading barang
jadi, resiko MSDs yang terjadi pada para
operator adalah gangguan kesehatan yang
mempengaruhi dan menganggu aktivitas para
operator, dalam pekerjaannya di perusahaan
maupun kegiatan diluar pekerjaannya. Jenis
kelamin dan usia para operator yang di bawah
35 tahun, menurut studi pustaka, tidak
mempengaruhi kemungkinan MSDs namun
kebiasaan merokok memiliki kemungkinan
berpengaruh pada gejala MSDs.
Faktor-faktor
penyebab
WMSDs
dianalisis. Berdasarkan perhitungan strain
index, para pekerja menjalani sebuah pekerjaan
yang beresiko. Dari faktor intensitas
pengeluaran tenaga, durasi pengeluaran tenaga,
durasi usaha, postur tangan, kecepatan kerja
dan durasi kerja dalam 1 hari setelah di
kalkulasi akan menghasilkan skor yang telah
didapat. Hal ini menunjukan bahwa jika satu
atau lebih dari variabel faktor diatas merupakan
penyebab dari resiko cidera yang dimiliki oleh
operator.
Setelah resiko cidera dianalisis, maka
postur kerja operator diukur. Pengukuran
dilakukan dengan pengamatan langsung,
dokumentasi dengan foto atau video. Para
pekerja tidak memiliki standar postur kerja
ataupun SOP yang mereka ikuti, sehingga
metode kerja, postur kerja, dan pembagian watu
kerja semua dilakukan sesuka hati saja. Banyak
pekerja yang bekerja dengan postur terlalu
bungkuk, atau membawa beban jauh diatas
kepala mereka. Kegiatan ini dilakukan secara

103

Jurnal Teknik Industri
berulang dan dapat menyebabkan gejala
muskuloskeletal. Berdasarkan pengukuran
postur yang telah dilakukan, diketahui bahwa
ke 10 operator melakukan pekerjaan dengan
postur janggal dan tidak ergonomis.
Berdasarkan Action Level yang didapat oleh 8
dari 10 operator, yaitu Action Level 4,
menunjukan bahwa perubahan postur kerja
sangat perlu dilakukan pada saat itu juga.
Setelah dilihat kebutuhan perbaikan dan
perubahan pada metode kerja operator, maka
dilakukanlah intervensi ergonomi partisipatif.
Program intervensi ini dilakukan dengan
terstruktur dan dengan melibatkan partisipan
dari seluruh lapisan perusahaan yang secara
langsung maupun tidak langsung terkena
dampak dari permasalahan resiko WMSDs.
Dalam setiap pengambilan keputusan selalu
dilakukan dengan cara Focus Group Discussion
dimana dalam setiap agenda materi yang akan
dibahas adalah materi yang spesifik. Dalam
FGD keputusan akhir akan diambil secara
konsensus.
Hasil akhir dari program intervensi
ergonomi partisipatif adalah sosialisasi resiko
ergonomi dan anjuran safety lifting,
pemberlakuan SOP dan kebijakan k3 yang baru
(versi revisi tahun 2017), perbaikan postur kerja
saat melakukan MMH, peningkatan job control
oleh supervisor, dan penjadwalan kerja yang
baru.
7 Daftar Pustaka
Andrian, Deni. (2013). Pengukuran Tingkat
Resiko Ergonomi Secara Biomekanika Pada
Pekerja Pengangkutan Semen (Studi Kasus:
PT. Semen Baturaja). Laporan Kerja
Praktek Fakultas Teknik Universitas
Binadarma: Palembang.
Astuti, R.D., & Suhardi, B. 2007, Analisis
Postur kerja manual material handling
menggunakan metode OWAS (ovako work
postur analysis system), Gema Teknik, No 1.

Ergonomi partisipatif (Sarah Aznam, dkk)

Volume 7 No 2 Juli 2017
Corlett, E.N., Eklund, J.A.E., Reilly T. and
Troup, J.D.G. (1987). Assesment of
workload from measurement of stature,
Applied Ergonomics. v18,pp. 65-71.
Djamaluddin, D. R. (2011). Analisis
Hubungan Faktor Ergonomis dan Faktor
Lain di Lingkungan Kerja dengan Low
Back Pain. Universitas Hasanuddin.
Ercan, S., & Erdinc, O. (2006). Challenges of
Leardership in Industrial
Ergonomis
Projects.
Journal
Istanbul
Ticaret
Universitesi Fen Bilimleri Dergisi. 5(9), 119
– 127.
Hendra, & Rahardjo, S. (2009). Risiko
Ergonomi
Dan
Keluhan
Musculoskeletal Disorders (MSDs)
Pada Pekerja Panen Kelapa Sawit.
Prosiding Seminar Nasional Ergonomi IX,
(November), 978–979.
Khushrushahi, N. (2012). Investor Guidance on
Occupational Health and
Safety
in
Canada: An Overview of Corporate Best
Practices. Share.Ca, 17.
Lianatika.(2013). Analisis dan Evaluasi Kerja
Manual dengan Metode NIOSH 1991 dan
REBA. Teknik Industri UNPAS
Pryme.
(2015). Safe Lifting Guide.
www.pryme.net.au. Australia.
Sukapto,
P.(2008).
Penerapan
Model
Participatory Ergonomics dan Model Amel
Dalam Menurunkan Kecelakaan Kerja di
Pabrik Pembuatan Outsole di Banjaran.
Bandung.
Tarwaka. (2013). Dasar-Dasar Pengetahuan
Ergonomi Dan Aplikasi Di
Tempat Kerja,Surakarta.
Vi, Peter.(2000). Musculoskeletal Disorders.
http://www.csao.org/
Yassierli. (2008) Ergonomics Solutions for
More Effective Safety and Health
Management. www.filebox.vt.edu.
Wells, et al. (2003). Ergonomic Participative
Blueprints. University of Waterloo. Institute
for Work and Health. Toronto.
Wignjosoebroto, Sritomo.(2009).Tata Letak
Pabrik dan Pemindahan Bahan. Surabaya.

ISSN: 1411-6340

104

Dokumen yang terkait

Keluhan Musculoskeletal Disorders (MSDs) pada Sales Promotion Girl (SPG) Pengguna Sepatu Hak Tinggi di Suzuya Medan Plaza pada Tahun 2015

33 205 129

Hubungan Sikap Kerja Dengan Musculoskeletal Disorders Pada Penjahit Di Pusat Industri Kecil Menteng Medan 2015

10 61 112

Hubungan Postur Kerja Duduk Dengan Work related Musculoskeletal Disorders Pada Pekerja Bordir Di Kelurahan Kalirejo Kecamatan Bangil Kabupaten Pasuruan

0 11 26

Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Keluhan Musculoskeletal Disorders Pada Ibu Menyusui 0 sampai 6 Bulan di Kelurahan Pisangan Ciputat Timur Tahun 2013

1 15 193

Faktor-Faktor Yang Berhubungan dengan Keluhan Musculoskeletal Disorders (MSDs) pada Pengrajin Sepatu di Perkampungan Industri Kecil (PIK) Penggilingan Kecamatan Cakung Tahun 2013

2 28 147

ASSOCIATION BETWEEN ERGONOMIC RISK FACTORS AND WORK-RELATED MUSCULOSKELETAL DISORDERS IN BEVERAGE FACTORY WORKERS, INDONESIA.

0 5 5

Work Related Musculoskeletal Disorder Assessment Of Jointing Cable Operation.

0 3 24

LAPORAN TUGAS AKHIR ANALISIS MUSCULOSKELETAL DISORDERS (MSDs) UNTUK Laporan tugas akhir analisis musculoskeletal disorders (msds) untuk mengurangi keluhan fisik pada operator tenun ikat torso (studi kasus: tenun ikat troso sri rejeki).

0 2 19

NASKAH PUBLIKASI TUGAS AKHIR ANALISIS MUSCULOSKELETAL DISORDERS (MSDs) UNTUK Laporan tugas akhir analisis musculoskeletal disorders (msds) untuk mengurangi keluhan fisik pada operator tenun ikat torso (studi kasus: tenun ikat troso sri rejeki).

0 3 11

Analysis of Work Posture Using Rapid Entire Body Assessment (REBA) as the Risk Factor of Work Related Musculoskeletal Disorders in Inter-provincial Bus Drivers

0 0 8