Faktor-Faktor Yang Berhubungan dengan Keluhan Musculoskeletal Disorders (MSDs) pada Pengrajin Sepatu di Perkampungan Industri Kecil (PIK) Penggilingan Kecamatan Cakung Tahun 2013
FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN MUSCULOSKELETAL DISORDERS (MSDs) PADA PENGRAJIN
SEPATU DI PERKAMPUNGAN INDUSTRI KECIL (PIK) PENGGILINGAN KECAMATAN CAKUNG
TAHUN 2013 SKRIPSI
Diajukan Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat (SKM)
Disusun Oleh: AHMAD RIFQI FUADY
NIM: 109101000076
PEMINATAN KESEHATAN DAN KESELAMATAN KERJA PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS
KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
(2)
(3)
(4)
ii
LEMBAR PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa :
1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi salah
satu persyaratan memperoleh gelar Strata 1 di Fakultas Kedokteran dan Ilmu
Kesehatan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan
sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Fakultas Kedokteran dan Ilmu
Kesehatan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. Jika di kemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli saya atau
merupakan jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima sanksi
yang berlaku di Fakultas Kedokteran dan Ilmu kesehatan Universitas Islam
Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.
Tangerang Selatan , Agustus 2013
(5)
iii UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT
PEMINATAN KESEHATAN DAN KESELAMATAN KERJA
Skripsi, Agustus 2013
Ahmad Rifqi Fuady, NIM : 109101000076
Faktor-Faktor Yang Berhubungan dengan Keluhan Musculoskeletal Disorders (MSDs) pada Pengrajin Sepatu di Perkampungan Industri Kecil (PIK) Penggilingan Kecamatan Cakung Tahun 2013.
xvi + 105 halaman, 16 tabel, 2 bagan, 11 gambar, 5 lampiran
ABSTRAK
Musculoskeletal Disorders (MSDs) adalah sekelompok kondisi patologis yang mempengaruhi fungsi normal dari jaringan halus sistem musculoskeletal yang mencakup syaraf, tendon, otot, dan struktur penunjang seperti discus intervertebral. MSDs umumnya terjadi karena faktor pekerjaan, faktor individu (usia, masa kerja, status merokok, dan IMT), dan faktor lingkungan (Suhu dan Pencahayaan). Aktifitas pembuatan sepatu di Perkampungan Industri Kecil (PIK), memiliki potensi untuk kejadian MSDs pada pekerjanya. Berdasarkan hasil studi pendahuluan menggunakan kuesioner Nordic Body Map yang melibatkan 12 responden, ditemukan 83% responden mengalami Musculoskeletal Disorders (MSDs).
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan Musculoskeletal Disorders (MSDs) pada pengrajin sepatu di Perkampungan Industri Kecil (PIK) Penggilingan kecamatan Cakung. Penelitian dilakukan pada bulan Mei – Juli 2013, dengan Jenis penelitian kuantitatif dan menggunakan desain Cross Sectional Study. Pada penelitian ini, peneliti menggunakan total sempel yaitu berjumlah 63 pengrajin. Untuk pengumpulan data, peneliti menggunakan kuesioner (Data Individu), Nordic Body Map (Data Keluhan MSDs, bersifat subjektif), WBGT Quest Temp 36 (data Suhu), dan Luksmeter costom Luks -204 (Data Pencahayaan). Analisis uji statistik menggunakan uji Chi-Square, T-test independent dan Mann Whitney dengan CI 95% dan alpha 5%.
Pada penelitian ini, dari 63 responden pengrajin sepatu diperoleh 29 responden (46 %) mengalami MSDs berat dan sebanyak 34 responden (54 %) mengalami MSDs ringan. Secara statistik faktor pekerjaan berhubungan dengan MSDs pada pengrajin sepatu di Perkampungan Industri Kecil (PIK) Penggilingan Kecamatan Cakung (P=0,003). Faktor lainnya tidak memiliki hubungan secara statistik, yaitu faktor : Individu (usia, masa kerja, status merokok, dan IMT), dan Faktor Lingkungan (Suhu dan Pencahayaan). Peneliti selanjutnya disarankan dapat melakukan diagnosis secara klinis untuk mengetahui kejadian MSDs, serta meneliti variabel-variabel lain yang kemungkinan memiliki hubungan dengan kejadian MSDs,
(6)
iv
seperti variabel jenis kelamin, kesegaran jasmani, kekuatan fisik, getaran dan psikososial (kepuasaan kerja, stress dan organisai kerja).
Kata kunci : Musculoskeletal Disorders(MSDs), Faktor Pekerjaan. Daftar bacaan : (46)1979-2013
ISLAMIC STATE UNIVERSITY OF SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA FACULTY OF MEDICINE AND HEALTH SCIENCES
PUBLIC HEALTH STUDY PROGRAM
Undergraduate thesis, August 2013
Ahmad Rifqi Fuady, NIM : 109101000076
FACTORS ASSOCIATED WITH MUSCULOSKELETAL DISORDERS (MSDS) COMPLAINTS ON CRAFTSMAN SHOES IN PERKAMPUNGAN INDUSTRI KECIL (PIK) PENGGILINGAN, CAKUNG DISTRICT IN 2013.
xvi + 105 pages, 16 tables, 2 charts, 11 images, 5 attachments
ABSTRACT
Musculoskeletal Disorders (MSDs) is a group of pathological conditions that affect the normal function of soft tissue musculoskeletal system that includes the nerves, tendons, muscles, and supporting structures such as intervertebral discus. Generally, MSDs occurs because of occupational factors, individual factors (age, years of service, smoking status, and BMI), and environmental factors (temperature and lighting). Shoe manufacturing activity in Perkampungan Industri Kecil (PIK), has the potential of MSDs incidents for worker. Based on the results of preliminary studies using Nordic Body Map questionnaire involving 12 respondents, was found 83% of respondents suffered Musculoskeletal Disorders (MSDs).
The purpose of this study was to determine the factors are related Musculoskeletal Disorders (MSDs) in the shoe craftsmen in Perkampungan Industri Kecil (PIK) at penggilingan village, Cakung district. the research was conducted in May-July 2013. The type of research is a quantitative research using a cross sectional study design. In this study, the researchers used a total sample amounted to 63 craftsmen. Data collection using questionnaires, Nordic Body Map, WBGT Quest 36 Temp, and Luksmeter costom Luks -204. Statistical analysis using Chi-Square test, independent T-test and Mann Whitney with 95% confidence level and alpha 5%.
In this study, of the 63 respondents shoe craftsman obtained 29 respondents (46%) suffered severe MSDs and as many as 34 respondents (54%) suffered mild MSDs. Statistically the work factor is related with the MSDs with shoe craftsmen in perkampungan Industri Kecil (PIK) at Penggilingan Village, Cakung District. Other factors did not have a statistically relation, ie factors: Individuals (age, duration of
(7)
v
work, smoking status, and body mass index), and Environmental Factors (Temperature and Illumination).
For further research is expected to examine other variables that may have a significant relations with MSDs were not examined in this study, such as the labor variables (gender, physical fitness, and physical strength), environmental factors (vibration) and psychosocial factors (job satisfaction, stress and work organizations).
Keywords : Musculoskeletal Disorders (MSDs), Work Factors. Reading list : (46) 1979-2012
CURRICULUM VITAE
A. Data PribadiNama
: Ahmad Rifqi FuadyTTL
: Ponorogo, 30 September 1991Alamat
: Komplek SMP N 1 Puding Besar, Bangka Belitung Telp/HP : 0857-1815-8839Jenis kelamin : Laki-laki Kebangsaan : Indonesia
Agama : Islam
Status : Belum Menikah
Email : Rifqi_3009@yahoo.com B. Riwayat Pendidikan
2009-Sekarang : Peminatan Kesehatan dan Keselamatan Kerja Program Studi Kesehatan Masyarakat Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah
2006-2009 : MA Sabilul Hasanah Palembang.
2003-2006 : Mts Islamic Centre Bahrul Ulum Sungailiat, Bangka 1997-2003 : SDN 388, Puding Besar
C. Pengalaman Kerja
2011 dan 2012 : Ketua Praktek Belajar Lapangan (PBL) I dan II di Wilayah Kerja Puskesmas Pondok Jagung.
(8)
vi
2013 : Kerja Praktek Bidang HSE di PT. Pertamina EP Field Jatibarang.
D. Pengalaman Organisasi
2010- 2011 : Koordinator Media Komisariat Dakwah Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syaif Hidayatullah Jakarta
2009-2011 : Anggota Santri Jadi Dokter (SJD) Diknas Palembang. 2008-2009 :Koordinator Lembaga Pengembangan Bahasa MA Sabilul
Hasanah.
E. Pengalaman Kepanitiaan
2013 : Ketua pelaksana Workshop Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) “Contractor Safety Management System and Work Permit”.
2013 : Anggota Pelaksanaan Seminar Profesi K3 “Tanggap Darurat Gedung Bertingkat” FKIK 2013.
2012 : Ketua Pelaksana rangkaian Kegiatan Hidup Bebas Hipertensi Pondok Jagung Timur.
F. Seminar dan Pelatihan
2013 : Training Integrated Management System (ISO 9001: 2008, ISO 14001 : 2004 & OHSAS 18001 : 2007). 2013 : Anggota Pelaksanaan Seminar Profesi K3 “Tanggap
Darurat Gedung Bertingkat” FKIK 2013. 2011 : Seminar Profesi K3 „Aman Berkendara”
2012 : Seminar Profesi dengan Tema “Lalai Listrik Waspadalah Kebakaran”
(9)
vii G. Kemampuan Komputer
1. Epi data danSPSS
2. Desain Grafis (Corel Draw, Photoshop, and Ulead Video) 3. Microsoft Office (Word, Excell, Presentation and Project)
(10)
viii
KATA PENGANTAR Bismillahirrahmanirrahim.
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Illahi Rabbi Allah SWT karena atas sifat Rahmaan dan Rahiim-Nya, penulis diberi kesehatan dan kemudahan dalam menjalankan segala aktivitas sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Musculoskeletal Disorders (MSDs) Pada Pengrajin Sepatu Di Perkampungan Industri Kecil (PIK) Penggilingan Kecamatan Cakung Tahun 2013”. Shalawat serta salam senantiasa tercurahkan kepada Nabi besar kita, Nabi Muhammad SAW juga kepada para keluarganya, para shahabatnya, para tabi‟ut-tabi‟innya dan kepada para pengikutnya yang senantiasa dalam kebaikan hingga akhir zaman.
Untuk penyusunan skripsi ini tidak lupa saya ingin mengucapkan banyak
terima kasih kepada berbagai pihak, antara lain :
1. Ayahanda dan Ibunda tercinta, Aminuddin As. dan Mariatul Kibtiyah yang
telah berikhtiar, sabar, dan tawakal dalam mendidik anaknya dan memberi
dukungan serta selalu mendoakan penulis dalam penyelesaian skripsi ini.
2. Bapak Prof. DR (hc). Dr. M.K. Tadjudin, Sp.And, selaku dekan Fakultas
Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah
mengabdikan dirinya untuk dunia pendidikan kesehatan.
3. Ibu Ir. Febrianti, M.Si selaku Ketua Program Studi Kesehatan Masyarakat
sekaligus Staf Dosen yang telah dengan sabar mendidik dan mengajarkan
(11)
ix
4. Ibu Yuli Amran, MKM, dan Ibu Minsarnawati, SKM, M.Kes, selaku
pembimbing I dan pembimbing II yang telah bersabar dalam membimbing,
mendukung dan mengizinkan penulis untuk menyelesaikan penulisan skripsi
ini.
5. Ibu Meilani Anwar, Kak Nur Najmi, kak Ica, Kak Iqbal, Kak sekar, dan
Muhammad Fahad yang telah membantu dalam pelaksanaan studi
pendahuluan sehingga mendukung terhadap penyelesaian skripsi ini.
6. Mahasiswa Santri Jadi Dokter Sumatra Selatan 2009 yang telah bersama-sama
berjuang di ibu kota tercinta.
7. Rekan-rekan seperjuangan Kesehatan Masyarakat angkatan 2009, khususnya
rekan-rekan peminatan K3 2009 : Fadil, Defri, Fiqi, Dio, Novan, Reza, Ubay,
Vj, Denisa, Nia, Sandy, Selisca, Lina, Arifah, Diana, Henny, Amel, Desi, dan
Fil, yang telah bersama-sama menuntut ilmu, berdiskusi, menjadi teman yang
baik danmemberi dukungan terhadap penulisan skripsi ini.
Semoga ilmu dan pengetahuan yang telah diajarkan, bimbingan dan petunjuk
yang telah disampaikan serta dukungan yang telah diberikan dari berbagai pihak
terhadap penulis mendapatkan ganjaran pahala dari Allah SWT.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih banyak kekurangan, oleh karena
itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun skripsi ini.
Tangerang Selatan, Agustus 2013
(12)
x DAFTAR ISI
LEMBAR PERSETUJUAN ... i
LEMBAR PERNYATAAN ... ii
ABSTRAK ... iii
CURRICULUM VITEA ... v
KATA PENGANTAR ... vii
DAFTAR ISI ... ix
DAFTAR TABEL ... xiii
DAFTAR BAGAN ... xv
DAFTAR GAMBAR ... xvi
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1
B. Rumusan Masalah ... 6
C. Pertanyaan Penelitian ... 7
D. Tujuan Penelitian... 8
1. Tujuan Umum ... 8
2. Tujuan Khusus ... 8
E. Manfaat Penelitian... 10
1. Manfaat Bagi Pengelola Industri ... 10
2. Manfaat Bagi Peneliti ... 10
3. Manfaat Bagi Institusi Pendidikan ... 10
F. Ruang Lingkup Penelitian ... 10
BAB II TINJAUAN TEORI A. Ergonomi ... 12
1. Definisi Ergonomi ... 12
2. Manfaat Ergonomi ... 13
B. Metode Pengukuran Ergonomi ... 15
(13)
xi
C. Pengendalian Bahaya Ergonomi ... 22
D. Musculoskeletal Disorders (MSDs) ... 24
1. Definisi Musculoskeletal Disorders (MSDs) ... 24
2. Keluhan Musculoskeletal Disorders (MSDs) ... 25
3. Gejala Musculoskeletal Disorders (MSDs) ... 26
4. Dampak Musculoskeletal Disorders (MSDs) ... 27
5. Faktor Resiko Musculoskeletal Disorders (MSDs) ... 28
E. Kerangka Teori ... 41
BAB III KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL A. Kerangaka Konsep ... 43
B. Definisi Operasional ... 46
C. Hipotesis Penelitian ... 49
BAB IV METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian ... 50
B. Tempat dan Waktu Penelitian ... 50
C. Populasi dan Sampel Penelitian ... 50
D. Metode dan Tehnik Pengumpulan Data ... 51
E. Instrumen Penelitian ... 54
F. Managemen Data... 55
1. Pengolahan Data ... 55
2. Analisis Data ... 56
BAB V HASIL A. Hasil Analisis Univariat ... 59
1. Gambaran Keluhan MSDs pada Pengrajin Sepatu di Perkampungan Industri Kecil (PIK) Penggilingan Kecamatan Cakung. ... 59
2. Gambaran Risiko Pekerjaan pada Pengrajin Sepatu di Perkampungan Industri Kecil (PIK) Penggilingan Kecamatan Cakung ... 61
(14)
xii
3. Gambaran Status Merokok pada Pengrajin Sepatu di Perkampungan Industri Kecil (PIK) Penggilingan
Kecamatan Cakung. ... 62
4. Gambaran Usia pada Pengrajin Sepatu di Perkampungan Industri Kecil (PIK) Penggilingan Kecamatan Cakung. ... 63
5. Gambaran Indeks Masa Tubuh pada Pengrajin Sepatu di Perkampungan Industri Kecil (PIK) Penggilingan
Kecamatan Cakung. ... 64
6. Gambaran lama kerja pada Pengrajin Sepatu di Perkampungan Industri Kecil (PIK) Penggilingan Kecamatan Cakung ... 64
7. Gambaran Pencahayaan Area KerjaPengrajin Sepatu di Perkampungan Industri Kecil (PIK) Penggilingan
Kecamatan Cakung. ... 65
8. Gambaran Suhu Lingkungan pada Pengrajin Sepatu di Perkampungan Industri Kecil (PIK) Penggilingan
Kecamatan Cakung. ... 66
B. Hasil Analisi Bivariat ... 67 1. Hubungan Antara Faktor Resiko Pekerjaan dengan Keluhan
MSDs pada Pengrajin Sepatu di Perkampungan Industri Kecil (PIK) Penggilingan Kecamatan Cakung. ... 67
2. Hubungan Antara Faktor Jumlah Konsumsi Rokok dengan Keluhan MSDs pada Pengrajin Sepatu di Perkampungan
Industri Kecil (PIK) Penggilingan Kecamatan Cakung. ... 68
3. Hubungan Antara Faktor usia dengan Keluhan MSDs pada Pengrajin Sepatu di Perkampungan Industri Kecil (PIK)
Penggilingan Kecamatan Cakung... 69
4. Hubungan Antara Faktor Indeks Masa Tubuh (IMT) dengan
Keluhan MSDs pada Pengrajin Sepatu di Perkampungan Industri Kecil (PIK) Penggilingan Kecamatan Cakung. ... 70
5. Hubungan Antara Faktor Lama Kerja dengan Keluhan MSDs pada Pengrajin Sepatu di Perkampungan Industri Kecil (PIK)
(15)
xiii
Penggilingan Kecamatan Cakung... 71
6. Hubungan Antara Faktor Intensitas Cahaya dengan Keluhan MSDs pada Pengrajin Sepatu di Perkampungan Industri Kecil (PIK) Penggilingan Kecamatan Cakung. ... 72
7. Hubungan Antara Faktor Suhu Area Kerja dengan Keluhan MSDs pada Pengrajin Sepatu di Perkampungan Industri Kecil (PIK) Penggilingan Kecamatan Cakung. ... 73
BAB VI PEMBAHASAN
A. Keterbatasan Penelitian ... 75 B. Gambaran Keluhan MSDs pada Pengrajin Sepatu
di Perkampungan Industri Kecil (PIK) Penggilingan Kecamatan Cakung. ... 76
C. Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Keluhan MSDs pada Pengrajin Sepatu di Perkampungan Industri Kecil (PIK)
Penggilingan Kecamatan Cakung. ... 79
1. Hubungan Antara Resiko Pekerjaan dengan Keluhan MSDs .... 79 2. Hubungan Antara Jumlah Konsumsi Rokok dengan Keluhan
MSDs. ... 86
3. Hubungan Antara Faktor usia dengan Keluhan MSDs. ... 88 4. Hubungan Antara Faktor Indeks Masa Tubuh (IMT) dengan
Keluhan MSDs. ... 91
5. Hubungan Antara Lama Kerja dengan Keluhan MSDs . ... 93 6. Hubungan Antara Intensitas Cahaya dengan Keluhan MSDs. .... 95 7. Hubungan Antara Suhu Area Kerja dengan Keluhan MSDs. .... 99
BAB VII SIMPULAN DAN SARAN
A. Simpulan... 102 B. Saran ... 105 1. Bagi Perusahaan . ... 105
(16)
xiv
2. Bagi Pekerja ... 106 3. Bagi Peneliti Berikutnya ... 106
DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN
(17)
xv
DAFTAR TABEL
No. Tabel Judul Tabel Halaman
2.1 Nilai Ambang Batas Getaran untuk Pemajanan Lengan dan Tangan Menurut Keputusan Menteri Tenaga Kerja
No. 51/KEP/1999 38
5.1 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Tingkat Keluhan MSDs pada Pengrajin Sepatu di Perkampungan Industri Kecil (PIK) Penggilingan
Kecamatan Cakung 2013. 59
5.2 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Risiko Pekerjaan pada Pengrajin Sepatu di Perkampungan Industri Kecil (PIK) Penggilingan Kecamatan Cakung
2013 61
5.3 Distribusi Responden Berdasarka Status Merokok pada Pengrajin Sepatu di Perkampungan Industri Kecil (PIK)
Penggilingan Kecamatan Cakung 2013 62
5.4 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Usia Pengrajin Sepatu di Perkampungan Industri Kecil (PIK)
Penggilingan Kecamatan Cakung 2013 63
5.5 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Indeks Masa Tubuh (IMT) Pengrajin Sepatu di Perkampungan Industri
Kecil (PIK) Penggilingan Kecamatan Cakung 2013 64
5.6 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Lama Kerja Pengrajin Sepatu di Perkampungan Industri Kecil (PIK)
Penggilingan Kecamatan Cakung 2013. 64
5.7 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan
Pencahayaan Area Kerja Pengrajin Sepatu di Perkampungan Industri Kecil (PIK) Penggilingan
Kecamatan Cakung 2013. 65
5.8 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Suhu Area Kerja Pengrajin Sepatu di Perkampungan Industri Kecil
(18)
xvi
(PIK) Penggilingan Kecamatan Cakung 2013. 66
5.9 Analisis Hubungan antara Risiko Pekerjaan dengan Keluhan MSDs pada Pengrajin Sepatu di Perkampungan Industri Kecil (PIK) Penggilingan Kecamatan Cakung
2013. 67
5.10 Analisis Hubungan Antara Status Merokok dengan Keluhan MSDs pada Pengrajin Sepatu di Perkampungan Industri Kecil (PIK) Penggilingan Kecamatan Cakung
2013. 68
5.11 Analisis Hubungan antara Usia dengan Keluhan MSDs pada Pengrajin Sepatu di Perkampungan Industri Kecil
(PIK) Penggilingan Kecamatan Cakung 2013. 69
5.12 Analisis Hubungan antara IMT dengan Keluhan MSDs pada Pengrajin Sepatu di Perkampungan Industri Kecil
(PIK) Penggilingan Kecamatan Cakung 2013. 70
5.13 Analisis Hubungan Antara Lama Kerja dengan Keluhan MSDs pada Pengrajin Sepatu di Perkampungan Industri
Kecil (PIK) Penggilingan Kecamatan Cakung 2013. 71
5.14 Analisis Hubungan antara intensitas Pencahayaan Area Kerja dengan Keluhan MSDs pada Pengrajin Sepatu di Perkampungan Industri Kecil (PIK) Penggilingan
Kecamatan Cakung 2013. 72
5.15 Analisis Hubungan antara suhu area kerja dengan Keluhan MSDs pada Pengrajin Sepatu di Perkampungan Industri Kecil (PIK) Penggilingan Kecamatan Cakung
(19)
xvii
DAFTAR BAGAN
No. Bagan Judul Bagan Halaman
2.1 Kerangka Teori. 42
(20)
xviii
DAFTAR GAMBAR
No. Gambar Judul Gambar Halaman
2.1 Postur Janggal Pada Punggung 29
2.2 Postur Janggal Pada Leher 31
4.1 Area Heatstress Monitor WBGT Quest Temp 36 55
4.2 Luksmeter Costom luks 204 55
5.1 Postur Janggal Pengrajin Sepatu di Perkampungan Industri Kecil (PIK)Penggilingan Kecamatan Cakung
2013 62
6.1 (a) Posisi janggal pada bagian penjahitan bahan, (b) salah satu contoh desain kursi yang digunakan
pengrajin. 82
6.2 Ilustrasi contoh desain kerja dan sikaf kerja dinamis (duduk di suatu saat dan berdiri atau duduk-berdiri
pada saat lainnya) (Tarwaka, 2011) 84
6.3 Ilustrasi contoh desain kursi sadel untuk sikaf kerja duduk disuatu saat dan berdiri atau duduk-berdiri pada saat lainnya. Ketinggian sadel dapat distel sesuai
dengan ketinggian kaki penggunanya (Tarwaka, 2011) 85
6.4 Kondisi ruang kerja pengrajin Sepatu di
Perkampungan Industri Kecil (PIK) 88
6.5 (a). Ilustrasi Desain Penerangan Umum Di Tempat Kerja, (b) Ilustrasi Desain Penerangan Lokal Ditempat
Kerja (Tarwaka, 2011) 98
6.6 Ilustrasi penerangan kombinasi di tempat kerja
(21)
1 BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang
Istilah Ergonomi dapat diartikan sebagai suatu kajian ilmu, seni dan
penerapan teknologi untuk menyerasikan atau menyeimbangkan antara segala
fasilitas yang digunakan baik dalam beraktivitas maupun beristirahat dengan
segala kemampuan, kebolehan dan keterbatasan manusia baik secara fisik
maupun mental sehingga dicapai suatu kualitas hidup secara keseluruhan yang
lebih baik. Penerapan Ergonomi pada berbagai bidang pekerja merupakan suatu
keharusan, hal ini didasari oleh penelitian yang menunjukkan bahwa setiap
aktifitas atau pekerjaan yang dilakukan, apabila tidak dilakukan secara
Ergonomis akan mengakibatkan ketidaknyamanan, biaya tinggi, kecelakaan dan
penyakit akibat kerja meningkat, performa kerja menurun sehingga berakibat
kepada penurunan efisiensi dan daya kerja (Tarwaka, 2013).
Ergonomi juga dapat diartikan sebagai ilmu yang mengatur sikap atau postur
kerja, tata cara kerja, perencanaan yang tepat dan pencegahan penyakit akibat
kerja seperti nyeri pinggang dan gangguan Musculoskeletal Disorders (MSDs) karena pada dasarnya pekerjaan akan mempengaruhi kesehatan dengan berbagai
cara (Pheasant, 1991). Selain itu penerapan Ergonomi, dapat meningkatkan
(22)
The Occupational Safety and Health Administration (OSHA) mendefinisikan MSDs sebagai cidera dan gangguan pada otot, saraf, tendon, ligamen, sendi,
tulang rawan, pembuluh darah, dan cakram tulang belakang. Mereka tidak
termasuk cidera akibat slip, perjalanan, jatuh, atau kecelakaan serupa. Contoh
MSDs adalah termasuk Carpal Tunnel Syndrome, tendonitis, linu panggul. Penggunaan yang paling umum dari istilah MSDs adalah untuk gangguan tangan,
pergelangan tangan, siku, lengan, atau bahu. Namun, suatu MSDs dapat
mempengaruhi bagian lain dari tubuh seperti leher, punggung, atau bahkan lutut.
MSDs tentunya lebih banyak terjadi pada sektor industri. Risiko juga tinggi
terjadi pada perawat rumah sakit, pekerja sektor transportasi udara,
pertambangan, proses pembuatan makanan, penyamakan kulit dan sektor
pembuatan/manufaktur seperti alat berat, kendaraan, perabotan, alat rumah
tangga, elektronik, tekstil, pakaian, dan sepatu (Susan Stock et.al, 2005).
Menurut Self- Reported Work- Related Illness (SWI) di UK, Melaporkan bahwa pada tahun 2009-2010 diperkirakan prevalensi 572.000 orang di Inggris
menderita gangguan Musculoskeletal yang disebabkan atau diperburuk dengan pekerjaannya dimasa lalu.
Laporan perusahaan asuransi terkemuka di U.S menunjukkan peregangan
otot yang berlebihan (overexertion) merupakan penyebab tertinggi kecelakaan kerja (26%), dengan total kompensasi $13.4 milyar pada tahun 2003 (Tim
Ergoinstitute, 2008). Sementara itu berdasarkan Laporan Kesehatan Dunia
(23)
sedangkan berdasarkan WA State Fund (2003) penyakit cidera gangguan otot rangka berhubungan dengan pekerjaan disebabkan oleh kegiatan mengangkat dan
membawa sebesar 32% (Depkes 2007).
Sementara itu di indonesia, penelitian yang dilakukan oleh Nurliah (2012),
pada penelitiannya terkait Analisis Risiko Musculoskeletal Disorders (MSDs)
pada Operator Forklift di PT. LLI, didapatkan angka kejadian MSDs cukup
tinggi, dari semua operator forklift yang menjadi responden, 87% mengalami
MSDs, titik keluhan yang dirasakan antara lain pinggang (65%), leher atas
(60%), leher bawah (60%), punggung (48%) dan bahu kanan (45%). Selain itu
Penelitian lainnya yang dilakukan oleh Zulfiqor (2010) pada Welder di bagian Fabrikasi PT. Caterpillar Indonesia didapatkan pekerja dengan tingkat keluhan
MSDs ringan sebanyak 58 orang (77,3%) dan keluhan MSDs berat sejumlah 7
orang (9,3%).
Di wilayah Jakarta, pembinaan pengusaha industri kecil untuk meningkatkan
kualitas dan produktivitas telah dilakukan pemerintah melalui pembangunan
suatu tempat usaha industri kecil yang menyediakan sarana usaha, tempat tinggal
serta prasarana penunjang yang memadai dan ramah lingkungan. Salah satu pusat
pengembangan industri kecil yang ada di Jakarta adalah Perkampungan Industri
kecil (PIK) Pulogadung di Panggilingan – Cakung Jakarta Timur, dimana perkampungan industri kecil (PIK) ini merupakan pusat industri terbesar yang
(24)
lebih dari 465 UKM dari 5 sentra produksi dan memiliki lebih dari 6000 tenaga
kerja (Profil perusahaan, 2012).
Dibawah pengelolaan Badan Pengelola Lingkungan Industri dan Pemukiman
(BPLIP) Pulogadung, pengembangan PIK Pulogadung diarahkan menjadi suatu
lingkungan serba lengkap yang mendukung kegiatan industri, niaga dan
pemukiman bagi para pengusaha industri kecil. Sesuai dengan perkembangan
kompetisi bisnis global, BPLIP Pulogadung telah memiliki masterplan
pengembangan PIK Pulogadung dari sebuah kawasan industri dan pemukiman
menjadi sebuah kawasan terpadu yang didalamnya terdapat Areal Wisata Belanja
dan Industri. Pengembangan tersebut menjadikan PIK Pulogadung tidak hanya
sebagai satu-satunya kawasan industri dan pemukiman bagi UKM tetapi juga
sebagai kawasan industri, pemukiman, promosi kebudayaan dan wisata belanja
pertama, unik dan satu-satunya di Indonesia.
Berbagai produk industri kecil telah mampu memenuhi pasar lokal bahkan
beberapa produk telah berhasil menumbus pasar ekspor. Jenis produk yang
dihasilkan dapat dimasukkan kedalam beberapa katagori produk antara lain :
Komoditi Garmen (pakaian jadi), Komoditi Kulit (tas, sepatu, bola), komoditi
Logam (kompor, onderdil), Produk Furniture dan produk aneka komoditi
lainnya.
Home industri sepatu merupakan salah satu contoh komoditi industri rumah tangga yang cukup di minati oleh warga Perkampungan Industri Kecil (PIK), hal
(25)
signifikan. Dalam proses pembuatan sepatu yang dilakukan, ada beberapa
kegiatan yang harus dilakukan oleh pengrajin, mulai dari pengukuran,
menggambar pola, menggunting, menjahit, membuat alas, pengeleman dan
finishing. Kegiatan-kegiatan tersebut berpotensi mengakibatkan postur janggal
saat melakukan pekerjaannya.
Postur janggal atau sikap kerja yang tidak alamiah merupakan sikaf kerja
yang menyebabkan posisi-posisi bagian tubuh menjauhi posisi alamiahnya,
misalnya pergerakan lengan pekerja terlalu terangkat, posisi punggung yang
membungkuk, posisi leher mendongak keatas, dan posisi-posisi tidak Ergonomis
lainnya (Tarwaka, 2013). Ada beberapa hal yang harus diperhatikan berkaitan
dengan sikap kerja tubuh dalam melakukan pekerjaan. Dalam bekerja hendaknya
pekerjaan dilakukan dalam sikap duduk atau berdiri secara bergantian, posisi
punggung tegak lurus, selain itu semua sikap tubuh yang tidak alami harus
dihindari, seandainya hal ini tidak memungkinkan, hendaknya diusahakan agar
beban statik diperkecil (Anies, 2005).
Dari hasil pengamatan sebelumnya, ditemukan postur-postur janggal yang
secara tidak sadar dilakukan oleh para pengrajin, hal ini tentunya dapat berakibat
buruk pada kesehatan pekerja yang pada akhirnya dapat menurunkan
produktifitas mereka. Diantara postur janggal yang dilakukan oleh pengrajin
yang bekerja di Perkampungan Industri Kecil (PIK) adalah posisi leher >200
kedepan (66,67 %), posisi punggung > 200 kedepan (33,33%) dan posisi duduk
(26)
yang dilakukan pengrajin tersebut tentunya memiliki potensi untuk teradinya
MSDs. Selain itu tata ruang kerja yang sempit, panas, pencahayaan kurang dan
desain tempat kerja yang tidak Ergonomis lainnya tentunya juga mempengaruhi
postur kerja yang mereka lakukan, apabila hal ini terjadi secara terus menerus
maka akan berakibat terjadinya MSDs pada pengrajin sepatu di Perkampungan
Industri Kecil (PIK) Penggilingan Kecamatan Cakung.
Selain itu dari hasil studi pendahuluan menggunakan kuesioner Nordic Body Map yang melibatkan 12 responden, ditemukan 10 responden yang mengalami MSDs. Melalui identifikasi dan penilaian risiko diharapkan peneliti mampu
menilai pekerjaan yang dilakukan oleh penegerajin termasuk pekerjaan yang
berbahaya atau tidak, guna mengetahui secara dini risiko kejadian suatu penyakit,
sehingga dapat diambil suatu tindakan pencegahan dan perbaikan sedini
mungkin untuk mengurangi terjadinya MSDs. Dari hal tersebut, peneliti ingin
mengetahui lebih lanjut tentang faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian
MSDs pada pengrajin sepatu di Perkampungan Industri Kecil (PIK) penggilingan
kecamatan Cakung.
B. Rumusan Masalah
Industri kerajinan sepatu merupakan salah satu sumber ekonomi yang cukup
banyak digeluti oleh warga Perkampungan Industri Kecil (PIK) penggilingan
kecamatan Cakung. Berdasarkan observasi yang dilakukan terdapat kegiatan
atau postur kerja janggal yang secara tidak sadar dilakukan oleh para pengrajin
(27)
kedepan (66,67%), posisi punggung > 200 kedepan (33,33%) dan posisi duduk
statis ketika melakukan pengeleman, pemotongan, dan finishing. Postur kerja
yang dilakukan pengrajin tersebut tentunya memiliki potensi untuk terjadinya
Musculoskeletal Disorders (MSDs) hal ini juga didukung dengan hasil studi pendahuluan menggunakan kuesioner Nordic Body Map yang melibatkan 12 responden dan ditemukan 83% responden yang mengalami keluhan
Musculoskeletal Disorders (MSDs). C. Pertanyaan Penelitian
1. Bagaimana gambaran MSDs pada pengrajin sepatu daerah Perkampungan
Industri Kecil (PIK) Penggilingan Kecamatan Cakung ?
2. Bagaimana gambaran faktor pekerjaan pada pengrajin sepatu Perkampungan
Industri Kecil (PIK) Penggilingan Kecamatan Cakung ?
3. Bagaimana gambaran faktor pekerja (usia, masa kerja, status merokok, dan
IMT) pada pengrajin sepatu daerah Perkampungan Industri Kecil (PIK)
Penggilingan Kecamatan Cakung ?
4. Bagaimana gambaran faktor lingkungan (Suhu, Pencahayaan) pada industri
rumahan pengrajin sepatu daerah Perkampungan Industri Kecil (PIK)
Penggilingan Kecamatan Cakung ?
5. Apakah ada hubungan antara faktor pekerjaan dengan MSDs pada pengrajin
sepatu daerah Perkampungan Industri Kecil (PIK) Penggilingan Kecamatan
(28)
6. Apakah ada hubungan antara faktor individu atau pekerja (usia, masa kerja,
status merokok, dan IMT) dengan MSDs pada pengrajin sepatu daerah
Perkampungan Industri Kecil (PIK) Penggilingan Kecamatan Cakung ?
7. Apakah ada hubungan antara faktor lingkungan (Suhu, pencahayaan) dengan
MSDs pada pengrajin sepatu daerah Perkampungan Industri Kecil (PIK)
Penggilingan Kecamatan Cakung ?
D. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan
Musculoskeletal Disorder (MSDs) pada pengrajin sepatu daerah Perkampungan Industri Kecil (PIK) Penggilingan Kecamatan Cakung.
2. Tujuan Khusus
a. Diketahuinya gambaran MSDs pada pengrajin sepatu daerah
Perkampungan Industri Kecil (PIK) Penggilingan Kecamatan Cakung ?
b. Diketahuinya gambaran faktor pekerjaan pada pengrajin sepatu daerah
Perkampungan Industri Kecil (PIK) Penggilingan Kecamatan Cakung ?
c. Diketahuinya gambaran faktor individu atau pekerja (usia, masa kerja,
status merokok, dan IMT) pada pengrajin sepatu daerah Perkampungan
Industri Kecil (PIK) Penggilingan Kecamatan Cakung ?
d. Diketahuinya hubungan antara risiko pekerjaan dengan MSDs pada
pengrajin sepatu daerah Perkampungan Industri Kecil (PIK) Penggilingan
(29)
e. Diketahuinya hubungan antara faktor usia dengan MSDs pada pengrajin
sepatu daerah Perkampungan Industri Kecil (PIK) Penggilingan
Kecamatan Cakung ?
f. Diketahuinya hubungan antara faktor masa kerja dengan MSDs pada
pengrajin sepatu daerah Perkampungan Industri Kecil (PIK) Penggilingan
Kecamatan Cakung ?
g. Diketahuinya hubungan antara faktor banyaknya jumlah rokok yang
dikonsumsi dengan MSDs pada pengrajin sepatu daerah Perkampungan
Industri Kecil (PIK) Penggilingan Kecamatan Cakung ?
h. Diketahuinya hubungan antara Indeks Masa Tubuh (IMT) responden
dengan MSDs pada pengrajin sepatu daerah Perkampungan Industri Kecil
(PIK) Penggilingan Kecamatan Cakung dengan MSDs ?
i. Diketahuinya hubungan antara faktor IMT dengan MSDs pada pengrajin
sepatu daerah Perkampungan Industri Kecil (PIK) Penggilingan
Kecamatan Cakung ?
j. Diketahuinya hubungan antara faktor suhu lingkungan dengan MSDs
pada pengrajin sepatu daerah Perkampungan Industri Kecil (PIK)
Penggilingan Kecamatan Cakung ?
k. Diketahuinya hubungan antara faktor pencahayaan dengan MSDs pada
pengrajin sepatu daerah Perkampungan Industri Kecil (PIK)
(30)
E. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Bagi Pengelola Industri
Hasil penelitian diharapkan dapat menambah pengetahuan serta
pemahaman pekerja atau pengelola industri mengenai faktor-faktor yang
dapat mengakibatkan MSDs di tempat kerja di Industri Sepatu, sehingga
pengelola secara mandiri dapat melakukan upaya-upaya perlindungan
terhadap kesehatan pekerja dan meningkatkan produktivitas kerja.
2. Manfaat Bagi Peneliti
Meningkatkan pengetahuan dan memberikan pengalaman khususnya
dalam hal kajian faktor risiko MSDs, dan sebagai bentuk penerapan teori
identifikasi risiko penyakit akibat kerja serta sebagai pemantapan keilmuan
yang diperoleh selama ini.
3. Manfaat Bagi Institusi Pendidikan
Diharapkan hasil penelitian ini dapat dijadikan referensi mengenai
kejadian musculoskeletal disorders (MSDs) pada pekerja, khususnya pekerja pembuatan sepatu.
F. Ruang Lingkup
Penelitian ini merupakan penilaian untuk mengetahui faktor-faktor yang
dapat mengakibatkan MSDs yang dilakukan pada pengrajin sepatu di daerah
Perkampungan Industri Kecil (PIK) Penggilingan Kecamatan Cakung. Penelitian
dilakukan pada bulan Mei-Juli 2013 dengan menggunakan metode observasi,
(31)
dan handycam untuk merekam pergerakan yang dilakukan pekerja. Analisis
faktor risiko Ergonomi dengan metode REBA untuk mendapatkan tingkat risiko MSDs yang dipengaruhi oleh faktor pekerjaan (postur Kerja, Durasi, Beban
(32)
12 BAB II TINJAUAN TEORI A. Ergonomi
1. Definisi Ergonomi
Kata Ergonomi berasal dari bahasa yunani: ergon (kerja) dan nomos (peraturan, hukum). Pada berbagai negara digunakan istilah yang berbeda seperti
Arbeitswissenchaft di Jerman, Human Factors Engineering atau personal Research di Amerika Utara. Ergonomi adalah penerapan ilmu biologis tentang manusia bersama-sama dengan ilmu-ilmu teknik dan teknologi untuk mencapai
penyesuaian satu sama lain secara optimal dari manusia terhadap pekerjaannya,
yang manfaat dari padanya diukur dengan efisiensi dan kesejahteraan kerja (Suma‟mur, 2009).
Menurut OSHA (2000) Ergonomi didefinisikan sebagai suatu ilmu dalam
merancang peralatan dan rincian pekerjaan sesuai dengan postur dan kapabilitas
pekerja dengan tujuan untuk mencegah dan menimalisir cidera pada pekerja.
Selain itu, International Ergonomic Association (IEA) menyebutkan bahwa Ergonomi merupakan ilmu yang mempelajari anatomi dan aspek psikologi dari
manusia dalam lingkungan kerja, dimana hal tersebut bertujuan untuk
mendapatkan efisiensi, kesehatan, keselamatan dan kenyamanan untuk orang,
baik saat bekerja, di rumah, ataupun saat bermain. Intinya, ilmu ini mempelajari
(33)
yang mengaplikasikan prinsip-prinsip teori, data dan metode untuk mendesain
kerja yang mengoptimalkan kesejahteraan manusia dan kinerja sistem secara
keseluruhan. ilmu ini mempelajari tentang interaksi antara manusia, mesin dan
lingkungan serta efek yang diakibatkan oleh interaksi tersebut.
2. Manfaat Ergonomi
Tujuan atau manfaat dari ilmu Ergonomik adalah membuat pekerjaan
menjadi aman bagi pekerja/manusia dan meningkatkan efisiensi kerja untuk
mencapai kesejahteraan manusia. Keberhasilan aplikasi ilmu Ergonomik dilihat
dari adanya perbaikan produktivitas, efisiensi, keselamatan dan dapat
diterimanya sistem disain yang dihasilkan (mudah, nyaman, dan sebagainya)
(Pheasant, 2003). Keuntungan yang dapat diperoleh jika memanfaatkan ilmu
Ergonomi adalah (Pheasant, 2003):
a. Menurunnya probabilitas terjadinya kecelakaan, yang berarti:
1) Dapat mengurangi biaya pengobatan yang tinggi. Hal ini cukup berarti
karena biaya untuk pengobatan lebih besar daripada biaya untuk
pencegahan.
2) Dapat mengurangi penyediaan kapasitas untuk keadaan gawat darurat
b. Dengan menggunakan antropometri dapat direncanakan/ didesain:
1) Pakaian kerja
2) Workspace
3) Lingkungan kerja
(34)
5) Consumer product
c. Peningkatan hasil produksi, yang berarti menguntungkan secara ekonomi.
Hal ini antara lain disebabkan oleh:
1) Efisiensi waktu kerja yang meningkat
2) Meningkatnya kualitas kerja
3) Kecepatan pergantian pegawai (labour turnover) yang relatif rendah Di sisi lain, jika kita mengabaikan faktor Ergonomik, maka akan timbul
beberapa masalah dan kerugian, antara lain (Pulat 1997):
a. Tingginya biaya material
b. Peningkatan angka absensi
c. Kualitas kerja yang rendah
d. Meningkatnya probabilitas terjadinya kecelakaan yang mengakibatkan injury to personal
e. Penurunan hasil produksi
f. Meningkatnya kecepatan pergantian pegawai (labour turnover)
g. Dibutuhkan kapasitas (waktu, tempat, tenaga medis, dll) yang lebih banyak
untuk menanggulangi masalah emergency/ gawat darurat. h. Banyaknya waktu kerja yang terbuang
i. Tingginya biaya pengobatan/ medis
j. Meningkatnya kecepatan pergantian pegawai (labour turnover)
k. Dibutuhkan kapasitas (waktu, tempat, tenaga medis, dll) yang lebih banyak
(35)
B. Metode Pengukuran Ergonomi
Ada beberapa cara yang telah diperkenalkan dalam melakukan evaluasi
Ergonomi untuk mengetahui hubungan antara postur tubuh saat bekerja dengan resiko
keluhan otot skeletal. Metode tersebut diantaranya adalah : OWAS(Ovako Working Postural Analysis system), Ergonomic Assesment Survey Method (EASY), Metode Survey Baseline risk Identification of Ergonomic Factors (BRIEF), Metode Rapid Upper Limb Assesment (RULA )dan Metode Rapid Entire Body Assesment (REBA). Pada penelitian ini, dalam menganalisis postur kerja, peneliti menggunakan metode
REBA. Berikut ini akan dibahas tentang metode REBA.
1. Metode Rapid Entire Body Assesment (REBA)
Rapid Entire Body Assesment (REBA) dikembangkan untuk mengkaji postur bekerja yang dapat ditemukan pada industri pelayanan kesehatan dan
industri pelayanan lainnya (Highnett and McAtamney, 2000). Sistem penilaian
REBA digunakan untuk menghitung tingkat risiko yang dapat terjadi sehubungan
dengan pekerjaan yang dapat menyebabkan MSDs dengan menampilkan
serangkaian tabel-tabel untuk melakukan penilaian berdasarkan postur-postur
yang terjadi dari beberapa bagian tubuh dan melihat beban atau tenaga yang
dikeluarkan serta aktivitasnya.
Pada penelitian ini, peneliti akan menggunakan metode REBA untuk
menilai risiko pekerjaan yang dilakukan oleh pengrajin sepatu di Perkampungan
(36)
menggunakan metode REBA cukup mudah dan tidak membutuhkan alat lain
selain kamera dan busur (MB-Ruler) hal ini juga dikarenakan Metode REBA merupakan metode yang menerapkan pengukuran pada seluruh titik besar bagian
pergerakan tubuh saat pekerja melakukan aktifitas pekerjaannya. Pekerjaan
membuat sepatu merupakan pekerjaan yang membutuhkan pergerakan hampir
seluruh tubuh, hal inilah yang menjadikan metode REBA sesuai dengan
pekerjaan membuat sepatu.
a. Aplikasi REBA
Metode REBA dapat digunakan pada penilaian Ergonomi tempat kerja
yang memiliki postur kerja seperti :
1) Seluruh anggota tubuh digunakan/digerakkan
2) Postur dinamis, mobilitas tinggi atau postur yang tidak stabil, postur
janggal dan ekstrim terutama ketika menggunakan gaya yang
dikeluarkan sekuat-kuatnya.
3) Postur yang paling sering diulang-ulang (repetitif)
4) Postur yang dipertahankan paling lama/statis
5) Postur yang menimbulkan ketidaknyamanan dalam bekerja.
6) Mengangkat beban barang/benda mati maupun makhluk hidup
(manusia, hewan dan tumbuhan), baik sering dilakukan maupun
(37)
7) Untuk memonitor/membandingkan postur/perilaku pekerja yang
berisiko sebelum dan sesudah adanya modifikasi tempat kerja,
peralatan dan pelatihan Ergonomi.
b. Prosedur Penilaian REBA
Langkah-langkah penilaian postur tubuh, metode REBA membagi
penilaian postur tubuh menjadi 2 kelompok, kelompok A dan B. Kelompok
A terdiri dari anggota tubuh punggung, leher dan kaki. Sedangkan kelompok
B terdiri dari anggota tubuh bagian kiri dan kanan pada lengan atas, lengan
bawah dan pergelangan tangan. Berikut ini adalah langkah-langkah
penilaiannya, yaitu:
1. Kelompok A
a) Observasi dan tentukan postur punggung sesuai dengan katagori
metode REBA:
(1) Skor 1, posisi punggung yang baik adalah pada posisi tegak
(00) karena posisi ini memiliki skor terendah
(2) Skor 2, posisi punggung yang berisiko terkena MSDs adalah
pada saat fleksi/ekstensi 0-200
(3) Skor 3, posisi punggung fleksi 20-600 dan ekstensi lebih dari
200
(38)
(5) Skor ini bertambah nilai 1 bila punggung miring ke
samping/berputar. Semakin besar skor yang didapat maka
semakin besar postur tersebut berisiko menimbulkan MSDs.
b) Observasi dan tentukan postur leher sesuai dengan katagori metode
REBA:
(1) Skor 1, posisi leher yang baik adalah saat fleksi 0-200 karena
posisi ini memiliki skor terendah
(2) Skor 2 (skor tertinggi), posisi leher fleksi/ekstensi >200.
(3) Skor ini bertambah nilai 1 bila leher miring ke
samping/berputar. Semakin besar skor yang didapat maka
semakin besar postur tersebut berisiko menimbulkan MSDs.
c) Observasi dan tentukan postur kaki sesuai dengan katagori metode
REBA:
(1) Skor 1, posisi kaki yang baik adalah ketika kedua kaki
menopang tubuh karena posisi ini memiliki skor terendah
(2) Skor 2, posisi tubuh yang ditopang dengan salah satu kaki atau
tidak stabil
(3) Skor ini dapat bertambah nilai 1 bila lutut fleksi 30-60o atau
ditambah nilai 2 bila lutut fleksi >60o (hanya untuk postur
berdiri). Semakin besar skor yang didapat maka semakin besar
(39)
d) Masukkan setiap skor yang didapat (skor punggung, leher dan kaki)
ke dalam tabel A untuk mendapatkan Skor Kelompok A.
e) Observasi dan tentukan skor gaya/beban yang dikeluarkan untuk
mengangkat/mendorong objek kerja yang sesuai dengan katagori
tabel gaya/beban metode REBA:
(1) Skor 0, pada gaya/beban <5 kg
(2) Skor 1, pada gaya/beban 5-10 kg
(3) Skor 2, pada gaya/beban >10 kg.
(4) Skor ini dapat bertambah nilai 1 bila gaya/beban yang
digunakan secara cepat/terdesak.
f) Jumlahkan Skor tabel A dengan skor gaya/beban yang didapat
sehingga didapatkan Skor A.
2. Kelompok B
a) Observasi dan tentukan postur lengan atas bagian kanan dan kiri
sesuai dengan katagori metode REBA:
(1) Skor 1, posisi lengan atas yang baik adalah saat fleksi/ekstensi
0-200 karena posisi ini memiliki skor terendah
(2) Skor 2, posisi lengan atas saat fleksi 20-450 atau ekstensi >200.
(3) Skor 3, posisi lengan atas saat fleksi 45-900.
(4) Skor 4, posisi lengan atas saat fleksi >900
(5) Skor ini dapat bertambah nilai 1 bila lengan abduksi/rotasi dan
(40)
berkurang nilai 1 bila terdapat penopang lengan. Semakin besar
skor yang didapat maka semakin besar postur tersebut berisiko
menimbulkan MSDs.
b) Observasi dan tentukan postur lengan bawah bagian kanan dan kiri
sesuai dengan katagori metode REBA:
(1) Skor 1, posisi lengan bawah saat fleksi 60-1000
(2) Skor 2, posisi lengan bawah saat fleksi <600 atau >1000.
Semakin besar skor yang didapat maka semakin besar postur tersebut
berisiko menimbulkan MSDs.
c) Observasi dan tentukan postur pergelangan tangan bagian kanan
dan kiri sesuai dengan katagori metode REBA:
(1) Skor 1, posisi pergelangan tangan saat fleksi/ekstensi 0-150
(2) Skor 2, posisi pergelangan tangan saat fleksi/ekstensi >150
(3) Skor ini dapat bertambah nilai 1 bila pergelangan tangan
miring/berputar. Semakin besar skor yang didapat maka
semakin besar postur tersebut berisiko menimbulkan MSDs.
d) Masukkan setiap skor yang didapat (Skor lengan atas, lengan bawah
dan pergelangan tangan bagian kanan dan kiri) ke dalam tabel B
untuk mendapatkan Skor Kelompok B.
e) Observasi dan tentukan besar skor coupling (genggaman tangan
bagian kanan dan kiri) yang sesuai dengan katagori tabel coupling
(41)
(1) Skor 0, genggaman tangan yang terasa nyaman dan
memerlukan tenaga yang sedang
(2) Skor 1, genggaman tangan yang dapat diterima atau dilakukan
tapi tidak ideal, nyaman atau genggaman hanya dapat diterima
oleh bagian tubuh lainnya
(3) Skor 2, genggaman tangan yang kurang dapat dilakukan
meskipun masih mungkin dilakukan
(4) Skor 3, genggaman tangan yang janggal, tidak aman, tidak
berpegangan atau genggaman tidak dapat dilakukan oleh
bagian tubuh lainnya
(5) Semakin besar skor yang didapat maka semakin besar postur
tersebut berisiko menimbulkan MSDs.
(6) Jumlahkan Skor Kelompok B dengan skor coupling yang
didapat sehingga didapatkan Skor B bagian kanan dan kiri
anggota tubuh.
3. Masukkan Skor A dan B pada tabel C sehingga didapatkan Skor C
bagian kanan dan kiri anggota tubuh.
4. Observasi dan tentukan skor aktivitas kerja bagian kanan dan kiri
anggota tubuh dengan tabel aktivitas metode REBA:
a) Skor 1, bila satu atau lebih anggota tubuh mengalami postur statis
(42)
b) Skor ini dapat bertambah nilai 1 lagi bila terdapat postur repetitif
yang sedang sebanyak 4 x/menit (tidak termasuk berjalan)
c) Skor ini dapat bertambah nilai 1 lagi bila terdapat postur/gerakan
yang dilakukan secara cepat/tidak beraturan. Sehingga Skor
aktivitas kerja memiliki nilai maksimal 3.
d) Jumlahkan Skor C dengan Skor aktivitas sehingga didapatkan Skor
REBA.
e) Setelah mendapatkan nilai akhir Skor REBA, masukkkan nilai pada katagori risiko untuk mengetahui tingkat risikonya dan level
perubahan untuk menentukan pengendalian yang akan diterapkan.
C. Pengendalian Bahaya Ergonomi
Berdasarkan rekomendasi dari National Institute for Occupational Safety and Health (NIOSH), ada beberapa cara untuk mengendalikan bahaya Ergonomi yang terjadi selama pelaksanaan tugas secara manual. Dari sudut pandang Ergonomi,
penekanan pertama menghilangkan atau mengurangi risiko (elimination), design control, pengendalian administratif (rotasi kerja), dan penggunaan alat pelindung diri (Janet Torma et al. 2009).
1. Elimination, yaitu menentukan apakah salah satu pekerjaan dengan faktor risiko Ergonomi dapat dihilangkan. Jika ini mungkin, cara yang paling efektif
ialah dengan memeriksa/mengatur proses produksi dan mengurangi adanya
(43)
2. Substitution, yaitu mengganti alat atau bahan lama dengan alat atau bahan baru yang aman dan Ergonomis, menyempurnakan proses produksi dan prosedur
penggunaan peralatan (Tarwaka et al, 2004).
3. Design control atau engineering control, yaitu dengan memodifikasi desain kerja. Langkah ini paling efektif apabila dilakukan diskusi terlebih dahulu
dengan pekerja. Hal ini dengan dilakukan dengan mempertimbangkan area
kerja, beban atau tugas, dan peralatan yang digunakan pekerja.
4. Administrative control mengandalkan perilaku pekerja dan pengawasan. Administrative control meliputi perawatan peralatan secara rutin, pengaturan durasi kerja atau shift kerja, rotasi kerja dan variasi tugas, mengangkat beban
dengan tim atau berkelompok. Selain itu dengan mengadakan pendidikan dan
training berupa teknik manual handling, design tempat kerja, identifikasi faktor
risiko Ergonomi, bagaimana menggunakan perlengkapan dan peralatan masak
dengan aman dan sesuai kaidah Ergonomi, bagaimana menggunakan alat
pelindung diri.
5. Personal Protective Equipment, yaitu menggunakan alat pelindung diri (APD) untuk mengurangi paparan faktor risiko. Namun, APD hanya penghalang yang
digunakan ketika pengendalian sebelumnya tidak dapat digunakan secara
efektif untuk menghilangkan risiko Ergonomi. Contoh nya seperti safety shoes,
(44)
D. Musculoskeletal Disorders (MSDs)
1. Definisi Musculoskeletal Disorders (MSDs)
Studi tentang MSDs pada berbagai macam jenis industri telah banyak
dilakukan, beberapa studi tersebut menunjukkan bahwa otot yang sering kali
dikeluhkan adalah otot rangka (skeletal) yang meliputi otot-otot leher, bahu,
lengan , tangan, pinggang, jari, punggung dan otot-otot bagian bawah tubuh
lainnya (Tarwaka et al, 2004).
Menurut NIOSH (1997) yang dimaksud dengan Musculoskeletal Disorders (MSDs) adalah sekelompok kondisi patologis yang mempengaruhi fungsi normal dari jaringan halus sistem musculoskeletal yang mencakup
syaraf, tendon, otot, dan struktur penunjang seperti discus intervertebral. Istilah
Musculoskeletal Disorders (MSDs) pada beberapa negara mempunyai sebutan berbeda, misalnya di Amerika istilah ini dikenal dengan nama Cumulative Trauma Disorders (CTDs), di Inggris dan Australia disebut dengan nama Repetitif Strain Injury (RSI), sedangkan di Jepang dan Skandinavia dikenal dengan sebutan Occupational Cervicubrachial Disorders (OCD). Istilah lain yang beredar Overuse Syndrome (Pheasant, 1991).
Fokus penelitian dari MSDs adalah leher, bahu, punggung, lengan atas,
lengan bawah, pergelangan tangan dan kaki. MSDs pada awalnya menyebabkan
gangguan tidur; mati rasa/sensasi terbakar pada tangan, kekakuan atau
bengkak, nyeri pada pergelangan tangan, lengan, siku, leher atau punggung
(45)
kepala dan yang berhubungan dengan penyakit, kering, gatal atau nyeri di mata,
penglihatan yang buram/ganda, rasa nyeri atau kaku, kram, kesemutan,
gemetar, lemah dan pucatnya daerah yang terserang; menurunnya daya
genggam tangan dan gerakan pada bahu, leher/punggung, yang pada akhirnya
mengakibatkan ketidakmampuan seseorang untuk melakukan pergerakan dan
koordinasi gerakan anggota tubuh atau ekstrimitas sehingga dapat dilihat
bahwa MSDs akan mengakibatkan efisiensi kerja berkurang dan produktifitas
kerja menurun (Humantech, 1995) , hal ini akan berakibat pada
ketidakmampuan seseorang untuk melakukan gerakan dan koordinasi gerakan
anggota tubuh sehingga berakibat buruk pada efisiensi kerja dan produktivitas
kerjapun menurun.
2. Keluhan Musculoskeletal Disorders (MSDs)
Keluhan musculoskeletal adalah keluhan pada bagian-bagian otot skeletal
yang dirasakan oleh seseorang mulai dari keluhan sangat ringan sampai sangat
sakit. Apabila otot menerima beban statis secara berulang dan dalam waktu
yang lama, akan dapat menyebabkan keluhan berupa kerusakan pada sendi,
ligament, dan tendon. Keluhan hingga kerusakan inilah yang biasanya
diistilahkan dengan keluhan Musculoskeletal Disorders (MSDs) atau cidera pada sistem musculoskeletal (Tarwaka et al, 2004).
Secara garis besar keluhan muskuloskeletal dapat dikelompokkan
(46)
a. Keluhan sementara (reversible), yaitu keluhan otot yang terjadi pada saat otot menerima beban statis, namun demikian keluhan tersebut akan segera
hilang apabila pembebanan dihentikan, dan
b. Keluhan menetap (persistent), yaitu keluhan otot yang bersifat menetap. Walaupun pembebanan kerja telah dihentikan, namun rasa sakit pada otot
masih terus berlanjut (Tarwaka et al, 2004).
Keluhan otot skeletal pada umumnya terjadi karena konstraksi oto yang
berlebihan akibat pemberian beban kerja yang terlalu berat dengan durasi
pembebanan yang panjang. Sebaliknya, keluhan otot kemungkinan tidak terjadi
apabila konstraksi otot hanya berkisar antara 15-20% dari kekuatan oto
maksimum. Namon apabila kontraksi otot melebihi 20%, maka peredaran darah
ke otot berkurang menurut kontraksi yang dipengaruhi oleh besarnya tenaga
yang diperlukan. Suplai oksigen ke otot menurun, proses metabolisme
karbohidrat terhambat dan sebagai akibatnya terjadi penimbunan asam laktat yang menyebabkan timbulnya rasa nyeri otot (suma‟mur,2009; Garandjean, 1993).
3. Gejala Musculoskeletal Disorders (MSDs)
Gejala Musculoskeletal disorders (MSDs) dapat menyerang secara cepat maupun lambat (berangsur-angsur), menurut Kromer (1989), ada 3 tahap
(47)
a. Tahap 1 : Sakit atau pegal-pegal dan kelelahan selama jam kerja tapi gejala
ini biasanya menghilang setelah waktu kerja (dalam satu malam). Tidak
berpengaruh pada performance kerja. Efek ini dapat pulih setelah istirahat. b. Tahap 2 : Gejala ini tetap ada setelah melewati waktu satu malam setelah
bekerja. Tidak mungkin terganggu. Kadang-kadang menyebabkan
berkurangnya performance kerja;
c. Tahap 3 : Gejala ini tetap ada walaupun setelah istirahat, nyeri terjadi
ketika bergerak secara repetitive. Tidur terganggu dan sulit untuk melakukan pekerjaan, kadang-kadang tidak sesuai kapasitas kerja.
4. Dampak Musculoskeletal Disorders (MSDs)
Dampak yang diakibatkan oleh MSDs pada aspek ekonomi perusahaan
yaitu (Pheasant, 1991) :
a. Pada aspek produksi yaitu berkurangnya output, kerusakan material, produk
yang akhirnya menyebabkan tidak terpenuhinya deadline produksi,
pelayanan yang tidak memuaskan, dll
b. Biaya yang timbul akibat absensi pekerja yang akan menyebabkan
penurunan keuntungan, biaya untuk pelatihan karyawan baru yang
menggantikan karyawan yang sakit, biaya untuk menyewa jasa konsultan
atau agensi
c. Biaya pergantian karyawan (turn over) untuk recruitment dan pelatihan
d. Biaya asuransi
(48)
5. Faktor Risiko Musculoskeletal Disorders (MSDs)
Faktor- Faktor penyebab dari timbulnya MSDs memang sulit untuk
untuk dijelaskan secara pasti. Namun penelitian-penelitian sebelumnya
memaparka beberapa faktor risiko yang tertentu selalu ada dan berhubungan
atau turut berperan dalam menimbulkan MSDs. Diantara Faktor-faktor tersebut
diklasifikasikan dalam tiga katagori yaitu pekerjaan, manusia atau pekerja,
lingkungan (Pheasant, 1991; Oborne, 1995) dan ditambah lagi dengan faktor
psikososial (Susan Stock, et al, 2005).
a. Faktor Pekerjaan 1. Postur Kerja
Posisi tubuh yang menyimpang secara signifikan terhadap posisi
normal saat melakukan pekerjaan dapat menyebabkan stress mekanik
lokal pada otot, ligamen, dan persendian. Hal ini mengakibatkan cidera
pada leher, tulang belakang, bahu, pergelangan tangan, dan lain-lain.
Sikap kerja tidak alamiah menyebabkan bagian tubuh bergerak
menjauhi posisi alamiahnya. Semakin jauh posisi bagian tubuh dari
pusat gravitasi, semakin tinggi pula terjadi keluhan otot skeletal. Sikap
kerja tidak alamiah pada umumnya karena ketidaksesuaian pekerjaan
dengan kemampuan pekerja (Grandjen, 1993).
Namun di lain hal, meskipun postur terlihat nyaman dalam
bekerja, dapat berisiko juga jika mereka bekerja dalam jangka waktu
(49)
seperti pada pekerja kantoran dapat mengakibatkan masalah pada
punggung, leher dan bahu serta terjadi penumpukan darah di kaki jika
kehilangan kontrol yang tepat.
Postur janggal adalah posisi tubuh yang menyimpang secara
signifikan terhadap posisi normal saat melakukan pekerjaan
(Department of EH&S, Iowa State University, 2002). Bekerja dengan
posisi janggal meningkatkan jumlah energi yang dibutuhkan untuk
bekerja. Posis janggal menyebabkan kondisi dimana transfer tenaga
dari otot ke jaringan rangka tidak efisien sehingga mudah
menimbulkan lelah. Termasuk ke dalam postur janggal adalah
pengulangan atau waktu lama dalam posisi menggapai, berputar
(twisting), memiringkan badan, berlutut, jongkok, memegang dalam kondisi statis, dan menjepit dengan tangan. Postur ini melibatkan
beberapa area tubuh seperti bahu, punggung dan lutut, karena bagian
inilah yang paling sering mengalami cidera (Straker, 2000). Diantara
Postur Junggal tersebut dapat dilihat dari gambar-gambar berikut :
a) Postur janggal pada punggung
Membungkuk Memutar Miring Gambar 2.1 Postur Janggal Pada punggung
(50)
1) Membungkuk, postur punggung yang merupakan faktor risiko
adalah membungkukkan badan sehingga membentuk sudut
fleksi >200 terhadap vertikal dan berputar.
2) Rotasi badan atau berputar (twisting) adalah adanya rotasi atau torsi pada tulang punggung (gerakan, postur, posisi
badan yang berputar baik ke arah kiri maupun kanan) di
mana garis vertikal menjadi sumbu tanpa memperhitungkan
beberapa derajat besarnya sudut yang dibentuk, biasanya
dalam arah ke depan atau ke samping.
3) Miring : memiringkan badan (bending) dapat didefinisikan sebagai fleksi dari tulang punggung, deviasi bidang median
badan dari garis vertikal tanpa memperhitungkan besarnya
sudut yang dibentuk, biasanya dalam arah ke depan atau
samping (Cohen et al, 1997).
b) Postur janggal pada leher
1) Menunduk, menunduk ke arah depan sehingga sudut yang
dibentuk oleh garis vertikal dengan sumbu ruas tulang leher >
150 (Bridger, 1995).
2) Tengadah, setiap postur dari leher yang mendongak ke atas
(51)
3) Miring, setiap gerakan dari leher yang miring, baik ke kanan
maupun ke kiri, tanpa melihat besarnya sudut yang dibentuk
oleh garis vertikal dengan sumbu dari ruas tulang leher.
4) Rotasi leher, setiap postur leher yang memutar, baik ke kanan
dan atau ke kiri, tanpa melihat berapa derajat besarnya rotasi
yang dilakukan.
Menunduk Menoleh Menekukkan Kepala Menengadah Gambar 2.2 Postur Janggal Pada Leher ( Humantech 1989, 1995)
2. Beban Kerja
Beban merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi
terjadinya gangguan otot rangka. Berat beban yang direkomendasikan
adalah 23-25 kg, sedangkan menurut Departemen Kesehatan (2009)
mengangkat beban sebaiknya tidak melebihi dari aturan yaitu laki-laki
dewasa sebesar 15-20 kg dan wanita (16-18 tahun) sebesar 12-15 kg.
Berdasarkan studi oleh (European Campaign On Musculoskeletal Disordezs) terhadap 235 juta pekerja di beberapa negara Eropa pada tahun 2008, diperoleh 18% pekerja telah
(52)
mengalami MSDs diakibatkan pekerjaan memindahkan benda berat
dari container setiap harinya.
3. Durasi
Durasi adalah lamanya pajanan dari faktor risiko. Durasi selama
bekerja akan berpengaruh terhadap tingkat kelelahan. Kelelahan akan
menurunkan kinerja, kenyamanan dan konsentrasi sehingga dapat
menyebabkan kecelakaan kerja. Durasi didefinisikan sebagai durasi
singkat jika < 1 jam per hari, durasi sedang yaitu 1-2 jam per hari, dan
durasi lama yaitu > 2 jam per hari. Durasi terjadinya postur janggal
yang berisiko bila postur tersebut dipertahankan lebih dari 10 detik
(Brief Survey Methode dalam Humantech, 2003).
Suma‟mur (1989) mengungkapkan bahwa durasi berkaitan dengan keadaan fisik tubuhpekerja. Pekerjaan fisik yang berat akan
mempengaruhi kerja otot, kardiovaskular, system pernapasan dan
lainnya. Jika pekerjaan berlangsung dalam waktu yang lama tanpa
istirahat, kemampuan tubuh akan menurun dan dapat menyebabkan
kesakitan pada anggota tubuh. Durasi atau lamanya waktu bekerja
dibagi menjadi durasi singkat yaitu kurang dari 1 jam/hari, durasi
sedang yaitu antara 1-2 jam/hari dan durasi lama yaitu lebih dari 2
(53)
4. Gerakan Repetitif/berulang
Pengulangan gerakan kerja dengan pola yang sama, hal ini bisa
terlihat pada dimana frekuensi pekerjaan yang harus dikerjakan tinggi,
sehingga pekerja harus terus menerus bekerja agar dapat menyesuaikan
diri dengan sistem.
Kekuatan beban dapat menyebabkan peregangan otot dan
ligamen serta tekanan pada tulang dan sendi – sendi sehingga terjadi kerusakan mekanik badan vertebrata, diskus invertebrate, ligamen, dan
bagian belakang vertebrata. Kerusakan karena beban berat secara tiba – tiba atau kelelahan akibat mengangkat beban berat yang ilakakn secara berulang – ulang. Mikrotrauma yang berulang dapat menyebabkan degenerasi tulang punggung daerah lumbal. (Riihiimaki,
1988)
5. Genggaman
Terjadinya tekanan langsung pada jaringan otot yang lunak.
Sebagai contoh, pada saat tangan harus memegang alat, maka jaringan
otot tangan yang lunak akan menerima tekanan langsung dari
pegangan alat, dan apabila hal ini sering terjadi, dapat menyebabkan
rasa nyeri otot yang menetap (Tarwaka et al, 2004). Menurut Suma‟mur (1989) memegang diusahakan dengan tangan penuh dan memegang dengan hanya beberapa jari yang dapat menyebabkan
(54)
b. Faktor Pekerja 1. Usia
Gangguan muskuloskeletal adalah salah satu masalah kesehatan
yang paling umum dan dialami oleh usia menengah ke atas
(Buckwalter et al. 1993). Beberapa studi menemukan usia menjadi
faktor penting terkait dengan MSDS (Guo al. 1995, Biering-Sorensen
1983) Prevalensi MSDs meningkat ketika orang memasuki masa kerja
mereka. Pada usia 35, kebanyakan orang mulai merasakan peristiwa
atau pengalaman pertama mereka dari sakit punggung tersebut. (Guo
et al. 1995, Chaffin 1979) Meskipun demikian, kelompok usia dengan
tingkat tertinggi dari nyeri punggung adalah kelompok usia 20-24
untuk pria, dan 30-34 kelompok usia bagi perempuan.
Penelitian rowe 1969 dan snook 1978, memperlihatkan
kelompok yang rentan terhadap nyeri punggung bawah adalah
kolompok dengan usia 31-40 tahun (stover H, 2000).Berdasarkan
penelitian yang dilakukan (Winda 2012 ) pada pekerja angkat-angkut
industri pemecahan batu di kecamatan karangnongko kabupaten
klaten, menyatakan bahwa Ada hubungan antara kebiasaan merokok
dengan keluhan muskuloskeletal. Usia merupakan faktor risiko keluhan muskuloskeletal. Pekerja dengan usia = 30 memiliki risiko 4,4 kali mengalami keluhan muskuloskeletal tingkat tinggi dibanding pekerja dengan usia < 30 tahun.
(55)
2. Masa Kerja
Penentuan waktu dapat diartikan sebagai teknik pengukuran
kerja untuk mencatat jangka waktu dan perbandingan kerja mengenai
suatu unsur pekerjaan tertentu yang dilaksanakan dalam keadaan
tertentu pula serta untuk menganalisa keterangan itu hingga ditemukan
waktu yang diperlukan untuk pelaksanaan pekerjaan itu pada tingkat
prestasi tertentu. Berdasarkan penelitian Taufik (2010), dituliskan
bahwa ada hubungan antara masa kerja dengan MSDs yang dialami
oleh pekerja welder di bagian Fabrikasi.
3. Kebiasaan Merokok
Beberapa penelitian telah menyajikan bukti bahwa riwayat
merokok positif dikaitkan dengan MSDs seperti nyeri pinggang, linu
panggul, atau intervertebral disc hernia (Tarwaka, 2004).
Meningkatnya keluhan otot sangat erat hubungannya dengan lama dan
tingkat kebiasaan merokok. Semakin lama dan semakin tinggi
frekuensi merokok, semakin tinggi pula tingkat keluhan otot yang
dirasakan. Deyo dan Bass (1989) mengamati bahwa prevalensi nyeri
punggung meningkat seiring dengan meningkatnya jumlah Pack-rokok
per tahun dan dengan tingkat merokok terberat. Pekerja yang memiliki
kebiasaan merokok berisiko 2,84 kali mengalami keluhan
muskuloskeletal dibanding dengan pekerja yang tidak memiliki
(56)
Selain itu efek rokok akan menciptakan respon rasa sakit,
mengganggu penyerapan kalsium pada tubuh sehingga meningkatkan
risiko tekanan osteoporosis menghambat penyembuhan luka patah tulang serta menghambat degenerasi tulang. Adapun katagori merokok
dibagi menjadi 4 katagori yaitu : perokok berat(>20 batang per hari),
perokok sedang (10-20 batang per hari), perokok ringan (< 10 batang
per hari) dan tidak merokok (Bustan 2010).
4. Indeks Masa Tubuh
Walaupun pengaruhnya relatif keci, berat badan, tinggi badan,
dan masa tubuh merupakan faktor yang dapat menyebabkan terjadinya
keluhan sistem muskuloskeletal (Tarwaka, 2013). Menurut werner
(1994) dalam Terwaka (2004), menyatakan bahwa bagi pasien yang
gemuk (obesitas dengan masa tubuh >29 kg) mempunyai resiko 2,5
lebih tinggi dibandingkan dengan yang kurus (masa tubuh <20),
khususnya untuk otot kaki.
Indeks masa tubuh merupakan indikator yang digunakan untuk
melihat status gizi pekerja. Adapun rumus yang digunakan yaitu BB
(berat badan /tinggi badan (m)2), dari hasil hasil perhitungan rumus
tersebut menurut WHO (2005) dikatagorikan menjadi tiga yaitu kurus
(< 18,5) normal (18,5-25) dan gemuk (25-30) serta obesitas (> 30).
Semakin gemuk seseorang maka akan semakin berisiko untuk
(57)
Penelitian lain menyatakan bahwa pada tubuh yang tinggi
umumnya sering mengalami keluhan sakit punggung, tatapi tubuh
tinggi tidak mempunyai pengaruh terhadap keluhan pada leher, bahu
dan pergelangan tangan. Selain itu tubuh yang tinggi umumnya
mempunyai bentuk tulang yang langsing sehingga secara biomekanik
rentan terhadap beban tekan dan rentan terhadapan tekukan, oleh
karena itu mempunyai resiko yang lebih tinggi terhadap terjadinya
keluhan otot skeletal (Tarwak, 2004).
c. Faktor Lingkungan 1. Getaran
Getaran dengan frekuensi tinggi akan meyebabkan kontraksi otot
bertambah, kontraksi statis ini akan menyebabkan peredaran darah
tidak lancar, penimbunan asam laktat meningkat dan akibatnya menimbulkan rasa nyeri otot (Suma‟mur, 1982). Paparan dari getaran lokal terjadi ketika bagian tubuh tertentu kontak dengan objek yang
bergetar, seperti kekuatan alat-alat yang menggunakan tangan. Paparan
getaran seluruh tubuh terjadi ketika berdiri atau duduk dalam
lingkungan atau objek yang bergetar, seperti ketika mengoperasikan
kendaraan mesin yang besar (Cohen et al, 1997).
Respon organ atau jaringan tubuh terhadap getaran vertikal
diantaranya: 3-4 Hz (resonansi kuat pada membran vertebra
(58)
pada tangan), dan 4-5 Hz (resonansi sangat kuat pada sendi bahu)
(Pulat, 1997).
Tabel 2.1
Nilai Ambang Batas Getaran untuk Pemajanan Lengan dan Tangan Menurut Keputusan Menteri Tenaga Kerja No. 51/KEP/1999
2. Suhu
Beda suhu lingkungan dengan suhu tubuh mengakibatkan
sebagian energi di dalam tubuh dihabiskan untuk mengadaptasikan
suhu tubuh terhadap lingkungan. Apabila tidak disertai pasokan energi
yang cukup akan terjadi kekurangan suplai energi ke otot (Tarwaka,
2004).
Paparan suhu dingin yang berlebihan dapat menurunkan
kelincahan, kepekaan dan kekuatan pekerja, sehingga gerakannya
menjadi lamban, sulit bergerak yang disertai dengan menurunnya
kekuatan otot (NIOSH, 1997). Menurut Manuaba (1983) mengatakan
bahwa Keadaan temperatur yang nyaman bagi orang indonesia adalah
22°-28° C. Bila temperatur di ruang kerja jauh di bawah atau di atas Jumlah waktu per hari kerja Nilai percepatan pada frekuensi dominan Jumlah waktu per hari kerja m/det
2 Gram
(1) (2) (3)
4 jam dan kurang dari 8 jam 2 jam dan kurang dari 4 jam 1 jam dan kurang dari 2 jam
kurang dari 1 jam
4 6 8 12
0,4 0,61 0,81 1,22
(59)
dari suhu normal tersebut, maka akan mengganggu kinerja dari pekerja
yang berada di ruangan tersebut (Charlotte, 2010).
3. Pencahayaan
Pencahayaan akan mempengaruhi ketelitian dan performa
kerja. Bekerja dalam kondisi cahaya yang buruk, akan membuat tubuh
beradaptasi untuk mendekati cahaya. Jika hal tersebut terjadi dalam
waktu yang lama meningkatkan tekanan pada otot bagian atas tubuh
(Bridger, 1995). Intensitas cahaya untuk membaca sekitar 300-700
luks, pekerjaan di kantor 400-600 luks, pekerjaan yang memerlukan
ketelitian 800-1200 luks dan pekerjaan di gudang 80-170 luks
(NIOSH, 1997).
Standar penerangan di Indonesia telah ditetapkan seperti
tersebut dalam Peraturan Menteri Perburuhan (PMP) No. 7 Tahun
1964, Tentang syarat-syarat kesehatan, kebersihan dan penerangan di
tempat kerja. Standar penerangan yang ditetapkan untuk di Indonesia
tersebut secara garis besar hampir sama dengan standar internasional.
Sebagai contoh di Australia menggunakan standar AS 1680 untuk
Interior Lighting' yang mengatur intensitas penerangan sesuai dengan
jenis dan sifat pekerjaannya. Secara ringkas intensitas penerangan
(60)
a. Penerangan untuk halaman dan jalan-jalan di lingkungan
perusahaan harus mempunyai intensitas penerangan paling sedikit
20 luks.
b. Penerangan untuk pekerjaan-pekerjaan yang hanya membedakan
barang kasar dan besar paling sedikit mempunyai intensitas
penerangan 50 luks.
c. Penerangan yang cukup untuk pekerjaan yang membedakan
barang-barang kecil secara sepintas lalu paling sedikit mempunyai
intensitas penerangan 100 luks.
d. Penerangan untuk pekerjaan yang membeda-bedakan barang kecil
agak teliti Paling sedikit mempunyai intensitas penerangan 200
luks.
e. Penerangan untuk pekerjaan yang membedakan dengan teliti dari
barang barang yang kecil dan halus, paling sedikit mempunyai
intensitas penerangan 300 luks.
f. Penerangan yang cukup untuk pekerjaan membeda-bedakan barang
halus dengan kontras yang sedang dalam waktu yang lama, harus
mempunyai intensitas penerangan paling sedikit 500 - 1.000 luks.
d. Faktor Psikososial
Faktor psikososial yaitu kepuasan kerja, stress mental, organisasi
kerja (shift kerja, waktu istirahat) (Dinardi, 1997). Organisasi kerja
(61)
para pekerja, durasi dari tugas kerja dan durasi serta distribusi dari periode
istirahat. Durasi kerja dan periode istirahat memiliki pengaruh pada
kelelahan jaringan dan pemulihan. Studi khusus pada pengaruh organisasi
kerja pada gangguan leher telah dilakukan. Ditemukan bahwa kerja VDU
yang melebihi empat jam per hari berhubungan dengan gejala pada leher
(Riihimaki, 1998).
E. Kerangka Teori
Berdasarkan uraian teori di atas dapat disimpulkan bahwa ada berbagai faktor
risiko Ergonomi yang dapat menyebabkan terjadinya musculoskeletal disorders yaitu,
faktor pekerjaan seperti postur kerja, Beban Kerja, Durasi, Gerakan Repatitif,
Genggaman (Grandjen, 1993; Kuorinka et al, 1995, Cohen et. Al, 1997; NIOSH,
1997; Susan Stock et.al, 2005). Faktor Karakteristik individu atau pekerja seperti
usia, masa kerja, jenis kelamin, status merokok, aktifitas fisik (Tarwaka, 2013;
Pheasant, 1995; Oborne,1995). Faktor lingkungan kerja seperti Getaran, Suhu,
(62)
Bagan 2.1
Skema Kerangka teori : (Tarwaka, 2013; Grandjen, 1993; Kuorinka et al, 1995, Cohen et. Al, 1997; NIOSH, 1997; Pheasant, 1995; Oborne,1995; Susan Stock et.al,
2005). Faktor Pekerjaan
Postur kerja
Beban Kerja
Durasi
Gerakan Repatitif
genggaman
Musculoskeletal Disorders (MSDs)
Faktor Psikososial Karakteristik Pekerja
Usia
Masa kerja
Status merokok
Aktifitas fisik Lingkunga Kerja
Suhu
Getaran
(63)
43 BAB III
KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL
A. Kerangka Konsep
Tujuan Kerangka konsep ini dibuat untuk menjelaskan kaitan antara variabel
MSDs (Dependen) dengan faktor pekerjaan, faktor Pekerja (Usia, Masa kerja,status
merokok, Indeks Masa Tubuh (IMT) dan Faktor lingkungan kerja (suhu, dan
pencahayaan). Dalam penelitian ini tidak semua variabel diteliti, karena peneliti
hanya memasukkan faktor-faktor yang penting dan perlu diketahui terlebih dahulu
sebagai penyebab MSDs pada pengrajin sepatu di Perkampungan Industri Kecil (PIK)
Penggilingan Kecamatan Cakung. Adapun variabel-variabel yang diteliti dan variabel
yang tidak diteliti adalah sebagai berikut :
1. Faktor usia perlu diteliti karena beberapa penelitian menunjukkan bahwa
kekuatan otot maksimal terjadi pada saat usia antara 20-29 tahun. Selanjutnya
terus terjadi penurunan sejalan dengan bertambahnya usia. Pada saat mencapai 60
tahun kekuatan otot menurun sampai 20% dan risiko keluhan otot akan
meningkat.
2. Setatus merokok perlu diteliti karena orang yang merokok akan merasa cepat
lelah saat melakukan aktivitas yang disebabkan kandungan oksigen didalam darah
rendah, pembakaran karbohidrat terhambat, terjadi penumpukkan asam laktat dan
(1)
4.
UMUR
Descriptives
Statistic Std. Error
umur Mean 33.79 1.399
95% Confidence Interval for Mean
Lower Bound 31.00
Upper Bound 36.59
5% Trimmed Mean 33.36
Median 33.00
Variance 123.360
Std. Deviation 11.107
Minimum 17
Maximum 61
Range 44
Interquartile Range 18
Skewness .445 .302
Kurtosis -.600 .595
5.
IMT
Descriptives
Statistic Std. Error
IMT Mean 20.9738 .37884
95% Confidence Interval for Mean
Lower Bound 20.2165
Upper Bound 21.7311
5% Trimmed Mean 20.7955
Median 20.6439
Variance 9.042
Std. Deviation 3.00699
Minimum 15.28
Maximum 35.90
Range 20.62
Interquartile Range 3.45
Skewness 1.935 .302
(2)
6.
LAMA KERJA
Descriptives
Statistic Std. Error
Lama_kerja2 Mean 8.4537 1.08391
95% Confidence Interval for Mean
Lower Bound 6.2870
Upper Bound 10.6204
5% Trimmed Mean 7.5865
Median 5.8333
Variance 74.017
Std. Deviation 8.60330
Minimum .08
Maximum 35.00
Range 34.92
Interquartile Range 10.00
Skewness 1.504 .302
Kurtosis 1.741 .595
7.
PENCAHAYAAN.
Descriptives
Statistic Std. Error
Pencahayaan Mean 181.94 17.792
95% Confidence Interval for Mean
Lower Bound 146.37
Upper Bound 217.50
5% Trimmed Mean 162.31
Median 145.00
Variance 19942.641
Std. Deviation 141.218
Minimum 19
Maximum 830
Range 811
Interquartile Range 109
Skewness 3.223 .302
(3)
8.
SUHU.
Statistic Std. Error
suhu Mean 29.1517 .13580
95% Confidence Interval for Mean
Lower Bound 28.8803
Upper Bound 29.4232
5% Trimmed Mean 29.1769
Median 29.5900
Variance 1.162
Std. Deviation 1.07787
Minimum 27.30
Maximum 30.55
Range 3.25
Interquartile Range 1.47
Skewness -.412 .302
Kurtosis -.954 .595
Tests of Normality
Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk
Statistic df Sig. Statistic df Sig.
suhu .198 63 .000 .901 63 .000
a. Lilliefors Significance Correction
B.
Analisis Bivariat
1.
Hubungan antara faktor pekerjaan dengan keluhan MSDs
RanksMSDs N Mean Rank Sum of Ranks
Skor_REBA berat 29 39.29 1139.50
ringan 34 25.78 876.50
Total 63
Test Statisticsa
Skor_REBA
Mann-Whitney U 281.500
Wilcoxon W 876.500
Z -2.943
Asymp. Sig. (2-tailed) .003
(4)
8.
Hubungan antara faktor setatus merokok dengan keluhan MSDs
Ranks
MSDs N Mean Rank Sum of Ranks
Jumlah_rokok Berat 29 35.03 1016.00
Ringan 34 29.41 1000.00
Total 63
Test Statisticsa
Jumlah_rokok
Mann-Whitney U 405.000
Wilcoxon W 1000.000
Z -1.309
Asymp. Sig. (2-tailed) .191
a. Grouping Variable: MSDs
9.
Hubungan antara faktor umur dengan keluhan MSDs
Independent Samples Test
Levene's Test for Equality of
Variances t-test for Equality of Means
95% Confidence Interval of the
Difference
F Sig. t df Sig. (2-tailed)
Mean Difference
Std. Error
Difference Lower Upper
umur Equal variances
assumed
.256 .615 -.956 61 .343 -2.685 2.809 -8.302 2.933
Equal variances not assumed
(5)
10.
Hubungan antara faktor Indeks Masa Tubuh dengan keluhan MSDs
IMT_2 * MSDs Crosstabulation
MSDs
Total
berat ringan
IMT_2 kurus Count 4 6 10
% within IMT_2 40.0% 60.0% 100.0%
normal Count 24 26 50
% within IMT_2 48.0% 52.0% 100.0%
obesitas Count 1 2 3
% within IMT_2 33.3% 66.7% 100.0%
Total Count 29 34 63
% within IMT_2 46.0% 54.0% 100.0%
Chi-Square Tests
Value df
Asymp. Sig. (2-sided)
Pearson Chi-Square .419a 2 .811
Likelihood Ratio .425 2 .808
Linear-by-Linear Association .016 1 .899
N of Valid Cases 63
a. 3 cells (50,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 1,38.
11.
Hubungan antara faktor lama Kerja dengan keluhan MSDs
Ranks
MSDs N Mean Rank Sum of Ranks
Lama_kerja2 berat 29 30.60 887.50
ringan 34 33.19 1128.50
Total 63
Test Statisticsa
Lama_kerja2
Mann-Whitney U 452.500
Wilcoxon W 887.500
Z -.559
Asymp. Sig. (2-tailed) .576
(6)
12.
Hubungan antara faktor itensitas cahaya dengan keluhan MSDs
Ranks
MSDs N Mean Rank Sum of Ranks
Pencahayaan berat 29 32.34 938.00
ringan 34 31.71 1078.00
Total 63
Test Statisticsa
Pencahayaan
Mann-Whitney U 483.000
Wilcoxon W 1078.000
Z -.138
Asymp. Sig. (2-tailed) .890
a. Grouping Variable: MSDs
13.
Hubungan antara faktor suhu lingkungan dengan keluhan MSDs
Ranks
MSDs N Mean Rank Sum of Ranks
suhu Berat 29 28.74 833.50
ringan 34 34.78 1182.50
Total 63
Test Statisticsa
suhu
Mann-Whitney U 398.500
Wilcoxon W 833.500
Z -1.318
Asymp. Sig. (2-tailed) .187