Kehadiran Cittaslow Internasional sebaga DOC

Regionalisme Uni Eropa

Kehadiran Cittaslow International sebagai Respon Globalisasi di Uni Eropa
Oleh:
Meilinda Sari Yayusman
11/312161/SP/24501

Latar Belakang
Fenomena globalisasi menjadikan masyarakat dituntut untuk menyesuaikan diri agar
tidak tertinggal dalam segala bentuk kemajuan teknologi dan kecepatan akses informasi yang
semakin meningkat. Globalisasi sendiri merupakan proses panjang dari segala aktivitas
kehidupan manusia yang semakin berkembang dan dituntut untuk mengerjakan segala bentuk
kegiatan dengan lebih efisien dan efektif. Semakin banyaknya tuntutan yang memicu pada
persaingan, khususnya negara-negara di dunia, mendorong terbentuknya sebuah regionalisme
guna menjawab berbagai tantangan di era globalisasi. Begitu pula dengan proses regionalisasi
yang terjadi di Uni Eropa.
Regionalisme Uni Eropa terbentuk seiring dengan urgensi untuk menyesuaikan
fenomena globalisasi agar tidak tertinggal. Regionalisme ini kemudian bergerak untuk
membangun tingkat kompetisi dalam menghadapi tantangan dari luar dan meningkatkan
bargaining position di mata Internasional.1 Di sisi lain, regionalisme Uni Eropa menjadi
sebuah strategi untuk menghadapi globalisasi dimana integrasi negara-negara di Eropa akan

mendorong Eropa menjadi kawasan yang semakin kuat dan dapat menjadi pengemudi dari
globalisasi itu sendiri. 2 Proses terbentuknya Uni Eropa dengan melalui berbagai tahap
bermula dari kerja sama ekonomi antarnegara anggota dalam European Coal and Steel
Community (ECSC) yang didirikan pada 9 Mei 1950 melalui Deklarasi Schuman3 sampai
dengan ditandatanganinya Perjanjian Maastricht pada 7 Februari 1992 membawa Uni Eropa
semakin terintegrasi tidak hanya dibidang ekonomi tetapi juga sosial dan politik. Integrasi Uni

                                                        
1

J. H. Mittelman, The Globalization Syndrome, Transformation and Resistance, Princeton University Press,
New Jersey, 2000, p. 111-112.
2
M. A. Molchanov, ‘Regionalism and Globalization: The Case of the European Union,’ Perspectives on Global
Development and Technology, vol. 4, no. 3, 2005, p. 431-445.
3
P. Fontaine, Europe in 12 Lessons, European Commission Directorate-General for Communication
Publications, Brussels, 2010, p. 5.

 




Eropa ini semakin mendorong kemudahan perpindahan barang dan jasa dan transparansi
informasi yang jelas mendukung globalisasi.
Namun, Uni Eropa yang semakin terintegrasi dengan keberhasilan mencapai full
economic integration, terealisasikannya kebijakan Schengen, dan lain sebagainya kemudian
mulai mendapatkan respon dari masyarakatnya sendiri. Hal ini disebabkan oleh upaya Uni
Eropa untuk menyesuaikan diri dengan ritme globalisasi ternyata memberikan dampak dalam
penurunan kualitas hidup masyarakat dimana masyarakat tidak lagi dapat menikmati hidup
mereka akibat tuntutan untuk bergerak dengan cepat, homogenitas yang semakin terbentuk
seiring dengan adanya identitas sebagai warga Uni Eropa, aktivitas industri yang semakin
meningkat, dan penurunan perhatian terhadap lingkungan. Contoh tersebut merupakan
sebagian kecil yang dapat merepresentasikan alasan mengapa kemudian mulai muncul respon
terhadap globalisasi di Uni Eropa. Kehadiran sebuah gerakan bernama Cittaslow
International menjadi salah satu respon terhadap globalisasi.4 Kehadirannya pertama kali di
Italia menjadi awal mula terbentuk gerakan anti-globalisasi guna merespon arus globalisasi
yang begitu cepat. Gerakan ini kemudian tersebar ke berbagai belahan dunia dengan kini
memiliki 28 negara anggota dan 15 diantaranya adalah negara anggota Uni Eropa.5
Untuk itu, tulisan ini akan menjelaskan lebih dalam terkait kehadiran Cittaslow sebagai

respon terhadap Uni Eropa dan globalisasi. Konsep globalisasi dan anti-globalisasi akan
membantu dalam menganalisis respon yang terjadi di Uni Eropa ketika globalisasi begitu
melekat dalam regionalisme ini.

Uni Eropa dan Globalisasi
Menurut Wallace and Wallace (2000), “EU has acted as both a shelter from, and
accelerator of, global processes.” Kutipan ini menjelaskan bahwa Uni Eropa telah menjadi
bagian dari proses global sebagai salah satu aktor pemercerpat dari proses globalisasi yang
terjadi. 6 Segala bentuk percepatan yang dilakukan oleh Uni Eropa tercermin dari upaya
integrasi bertahap dari bidang perekonomian sampai dengan perpolitikan juga sosial dan
budaya. Awal mula kerja sama ekonomi yang dilakukan oleh Uni Eropa menjadi titik penting
bagi integrasi yang dilakukan oleh Uni Eropa. Sebagaimana yang telah dijelaskan
sebelumnya, Uni Eropa dibentuk untuk menjawab segala tantangan dalam dunia Internasional
                                                        
4

D. Chon, ‘Cittaslow: By Product or Reparation of Globalization?,’ Catalyst (daring),
, diakses pada 18 Juni
2014.
5

Cittaslow Netherlands, ‘European Manifest Cittaslow,’ Cittaslow NL (daring), , diakses pada 18 Juni 2014.
6
S. Sweeney, Europe, the State, and Globalization, Pearson Education Limited, London, 2005, p. 300.

 



dengan semakin majunya teknologi dan akses informasi yang kemudian disebut dengan
globalisasi. Terdapat dua pandangan untuk melihat Uni Eropa dan globalisasi, yakni dengan
melihat secara internal, yakni integrasi Uni Eropa dan dampaknya serta secara eksternal,
yakni Uni Eropa sebagai aktor dominan dalam proses globalisasi. Pertama, bermula dari kerja
sama besi dan baja dalam ECSC, hubungan ekonomi antarnegara anggota semakin intensif
dan terinterdependensi satu sama lain. Perlahan, hambatan-hambatan perdagangan mulai
dihapuskan untuk mempermudah perpindahan barang dan jasa. Melihat hubungan yang
semakin terinterdependensi satu sama lain akibat kerja sama ekonomi yang dilakukan, Uni
Eropa mulai mempererat kerja sama antarnegara anggota dengan ditetapkannya European
Monetary System (EMS) pada 6 dan 7 Juli 1978 yang kemudian berlaku pada 13 Maret 1979.7
EMS ini merupakan cikal bakal dari mata uang bersama yang dicita-citakan oleh Uni Eropa,
yakni Euro. EMS memberlakukan tiga pilar di dalamnya, yakni sebagai wadah alat tukar para

anggotanya, penetapan fluktuasi alat tukar dua negara dibatasi hingg 2,25%, dan peraturan
bagi setiap negara untuk menyerahkan 20% dari currency dan cadangan emas. EMS ini
bertujuan untuk menjaga kestabilan moneter di wilayah Eropa sebelum tercipatanya single
currency. Efektivitas EMS memotivasi Uni Eropa untuk semakin mengintegrasikan
perekonomian dengan ditetapkannya European Monetary Unit (EMU) pada saat Perjanjian
Maastricht ditandatangani. 8 EMU dibentuk untuk mempersiapkan kestabilan moneter
antarnegara Uni Eropa yang lebih kuat dan pembentukan Bank Sentral Eropa. Terbentuknya
EMU ini akhirnya membawa pada peresmian mata uang bersama, yakni Euro pada tahun
1995 dan mulai diimplementasikan secara bertahap dalam transaksi non-tunai pada tahun
1999 kemudian transaksi keseluruhan pada 1 Januari 2002.9 Terintegrasinya mata uang ini
berdampak pada efektivitas perdagangan di dalam Uni Eropa, mengurangi biaya transaksi,
transparansi harga, meningkatkan stabilitas keuangan, menurunkan inflansi, mempercepat
integrasi politik, dan mampu menghadapi pengaruh global. 10 Untuk itu, dapat dikatakan
bahwa keberhasilan Uni Eropa dalam mengintegrasikan ekonomi dalam wadah Euro
merupakan salah satu bentuk realisasi regionalisme ini guna menghadapi globalisasi. Bahkan
seperti pendapat Wallace and Wallace, Uni Eropa dapat dikatakan sebagai aktor pemercepat
dan pendukung proses globalisasi. Hal ini dikarenakan oleh integrasi yang dilakukan oleh Uni
                                                        
7


Europedia Moussis European Union, ‘European Monetary System,’ Europedia (daring),
, diakses pada 18 Juni 2014.
8
EUROPA, ‘Treaty of Maastricht on European Union,’ EUROPA (daring),
, diakses pada
18 Juni 2014.
9
P. Fontaine, p. 45.
10
S. Sweeney, p. 300.

 



Eropa membuka peluang kemudahan segala perpindahan barang dan jasa yang semakin cepat
serta mudah dan membuat batas-batas negara semakin lebur.
Kedua, secara eksternal, Uni Eropa merupakan pendukung dari segala aktivitas
globalisasi bahkan menjadi aktor pengemudi dari globalisasi itu sendiri. Uni Eropa turut
bergabung dalam beberapa organisasi-organisasi internasional sebagai satu kesatuan, seperti

World Trade Organization (WTO). Uni Eropa menjadi pemain kunci di dalam WTO.11
Sebagai salah satu kekuatan perdagangan global dan pasar terbesar di dunia, kebijakankebijakan yang dibentuk oleh Uni Eropa menjadi penting dalam membangun perekonomian
dunia.12 Bahkan banyak sekali kebijakan-kebijakan Uni Eropa dalam sektor perekonomian
dan perdagangan yang harus disesuaikan oleh negara-negara lain yang ingin melakukan
aktivitas perdagangan dengan Uni Eropa. Selain bergabung bersama organisasi internasional,
pembentukan kebijakan yang ditetapkan oleh Uni Eropa, seperti FLEGT-VPA pada tahun
2003 juga turut mempengaruhi kebijakan negara-negara lain di luar Uni Eropa untuk
melakukan aktivitas impor kayu ke dalam kawasan ini.13 Setiap kayu yang diimpor ke Uni
Eropa harus memiliki sertifikasi legalitas dari negaranya masing-masing. Berdasarkan kedua
contoh diatas, yakni bergabungnya dalam organisasi internasional dan penerapan kebijakan
yang mempengaruhi kebijakan negara lain menjadi bukti bahwa Uni Eropa telah menjadi
pengemudi dalam fenomena globalisasi ini.
Uni Eropa kemudian dilihat sebagai sebuah regionalisme yang begitu berkontribusi
dalam proses globalisasi yang terjadi baik di dalam kawasan maupun dalam ruang lingkup
Internasional.

Kehadiran Cittaslow International dan Signifikansinya di Uni Eropa
Globalisasi yang begitu melekat dengan Uni Eropa menjadikan masyarakat di kawasan
ini dituntut untuk bergerak serba cepat dalam menjalankan segala aktivitas kehidupan mereka.
Tidak dapat dipungkiri, percepatan ritme kehidupan ini dikarenakan oleh dukungan dari

fasilitas-fasilitas akibat kemajuan teknologi dan arus informasi di Uni Eropa. Terlebih,
kebijakan-kebijakan Uni Eropa juga mendukung dalam mempermudah akses perpindahan
barang dan jasa yang ada. Integrasi mata uang bersama Euro dan kebijakan Schengen adalah
beberapa contoh dukungan Uni Eropa terhadap globalisasi. Seiring berjalannya waktu, mulai
                                                        
11

European Commission, ‘Trade: EU and WTO,’ EUROPA (daring), , diakses pada 18 Juni 2014.
12
European Commission, ‘Trade: EU and WTO,’ EUROPA (daring), , diakses pada 18 Juni 2014.
13
P. Lujala & S. A. Rustad (ed.), High-Value Natural Resources and Post-Conflict Peacebuilding, Routledge,
London, 2011, p. 211.

 



disadari bahwa globalisasi dapat menurunkan kualitas hidup masyarakat itu sendiri. Hal ini
dikarenakan oleh segala bentuk kemajuan yang membuat masyarakat dapat hidup lebih

efisien tetapi mengurangi makna-makna dari setiap kehidupan yang dilalui. Selain itu,
integrasi di Uni Eropa menuntut masyarakat Eropa memiliki identitas sebagai warga Uni
Eropa yang menjadikan masyarakat semakin homogen. Ditambah lagi, penurunan akan
kepedulian lingkungan juga terjadi akibat aktivitas industri yang semakin maju dan
berkembang dengan dukungan kemudahan akses perpindahan barang dan jasa di Uni Eropa.
Kemudian, fenomena globalisasi di Uni Eropa mendorong terbentuknya sebuah gerakan
yang hadir di dalam kawasan ini, yakni Cittaslow. Gerakan ini muncul sebagai respon
globalisasi yang dirasa telah mempengaruhi nilai-nilai kehidupan masyarakat Uni Eropa.
Cittaslow pertama kali muncul pada tahun Oktober 1999, terinspirasi dari Slowfood
Movement di Italia.14 Pelopor gerakan yang kini sudah mendunia adalah salah satu negara
yang justru merupakan bagian dari pelaku globalisasi, Italia. Gerakan ini dicetuskan oleh
Paolo Saturnini, Stefano Cimicchi, Francesca Guida, Domenico Marrone, dan pelopor
gerakan slow food, Carlo Petrini.15 Sebenarnya, tujuan awal dari Cittaslow ini merujuk pada
pemerintahan kota untuk membudayakan ecogastronomy pada praktek kehidupan sehari-hari.
Bagaimana memberikan keterampilan untuk berjalan lambat, makan dengan baik, serta
kembali dengan irama kehidupan yang harmonis dan modern. Tidak sampai disitu, Cittaslow
berusaha untuk membuat kota-kota mempertahankan keaslian produk dan budaya yang ada di
wilayah mereka sebagai respon homogenisasi yang terjadi di Uni Eropa. Di samping itu,
Cittaslow juga berusaha untuk menciptakan kota-kota yang bersih, bebas dari polusi dan
kemacetan, melestarikan lingkungan, meningkatakan ruang hijau di kota, dan terpenting

meningkatkan kualitas hidup masyarakat. Upaya yang dicetuskan oleh gerakan ini adalah
untuk berusaha menyeimbangkan dan mengembalikan nilai-nilai kehidupan agar masyarakat
dapat memaknai hidup, menyeimbangkan kecepatan perpindahan barang dan jasa sehingga
manusia terlihat selalu tergesa-gesa, dan meningkatkan kepedulian lingkungan akibat
perkembangan industrialisasi yang begitu pesat di era globalisasi.16
Italia, sebagai negara anggota Uni Eropa, mulai menyadari bahwa negara mulai
kehilangan identitas nasional mereka. Seperti dalam artikel John Tagliabue yang berjudul
                                                        
14

Cittaslow Perth, ‘The History of Cittaslow,’ Cittaslow (daring), , diakses pada 18 Juni 2014.
15
Cittaslow, ‘About Cittaslow Organization,’ Cittaslow (daring),
, diakses pada 18 Juni 2014.
16 D. Chon, ‘Cittaslow: By Product or Reparation of Globalization?,’ Catalyst (daring),
, diakses pada 18 Juni
2014. 

 




“Italian City Promotes It’s Slow Life, But It’s too Busy to Enjoy it,” yang dikutip oleh Susan
Radstorm, Saturnini mengatakan, “Cities are becoming all uniform; they are losing their
identity, their soul.”17 Paolo Saturnini, mulai menyadari bahwa kota-kota diberbagai negara
kini mulai seragam, baik itu aktivitas masyarakat, budaya, dan masalah yang dihadapi. Hal ini
disebabkan oleh proses globalisasi yang begitu cepat terjadi di Uni Eropa. Sebagai pengemudi
globalisasi, tentu negara-negara seperti ini merasakan dampak lebih besar. Cittaslow kini
berkembang keseluruh penjuru dunia dan menjadi salah satu gerakan yang diminati oleh
negara-negara Uni Eropa sendiri. Keanggotaan dari Cittaslow sendiri sudah mencapai 28
negara anggota dengan beberapa kota di dalamnya dan 15 diantaranya adalah negara anggota
Uni Eropa.18 Terdapat tiga kategori keanggotaan Cittaslow, yakni Cittaslow Town dengan
populasi di bawah 50.000, Cittaslow Supporter dengan populasi lebih dari 50.000, dan
Cittaslow Friend untuk orang per orangan yang ingin bergabung dalam gerakan ini.19 Dengan
kata lain, keanggotaan penuh gerakan ini hanya terbuka untuk kota di sebuah negara yang
memiliki populasi di bawah 50.000.
Perkembangan gerakan ini tergolong signifikan di dalam Uni Eropa. Belgia, Prancis,
Jerman, Inggris, Hungaria, Irlandia, Belanda, Polandia, Portugal, Spanyol, Swedia, Finlandia,
dan Siprus merupakan beberapa negara Uni Eropa yang tergabung dalam Cittaslow.20 Setelah
Italia sebagai pelopor dari gerakan ini, Jerman dan Inggris merupkan dua negara yang
kemudian merasakan urgensi dari gerakan slow movement sebagai respon dari globalisasi.
Jerman yang memiliki aktivitas perindustrian terbesar di Uni Eropa menuntut warga
negaranya untuk bergerak cepat guna memenuhi segala kebutuhan barang dan jasa untuk
industri negara mereka. Di tahun 2006, cittaslow mulai berkembang di Jerman dan Inggris.
Perkembangan gerakan cittaslow di Jerman dilakukan guna menyeimbangkan aktivitas
industrialisasi yang hampir terjadi diseluruh kota negara ini. Aktivitas manusia yang homogen
mendorong pentingnya mempertahankan budaya kota dan memaknai kehidupan dengan tidak
serba terburu-buru. Di samping itu, aktivitas industrialisasi di Jerman mendorong

                                                        
17

J. Tagliabue, ‘Italian City Promotes Its Slow Life, but is Too Busy to Enjoy It,’ Pot Pourri Italy (daring),
, diakses pada 18
Juni 2014.
18 Cittaslow Netherlands, ‘European Manifest Cittaslow,’ Cittaslow NL (daring), , diakses pada 18 Juni 2014. 
19
Cittaslow United Kingdom, ‘Supporters,’ Cittaslow UK (daring), ,
diakses pada 18 Juni 2014.
20
Cittaslow International, ‘Cittaslow List,’ Cittaslow (daring), April 2014,
, diakses
pada 18 Juni 2014.

 



masyarakatnya perlu memperhatikan kelestarian lingkungan. 12 kota di Jerman telah
bergabung dalam cittaslow.21
Berbeda halnya dengan Jerman yang perananya begitu penting di Uni Eropa karena
tergabung dalam mata uang bersama Euro, kebijakan Schengen, dan lain sebagainya,
meskipun Inggris cenderung membatasi diri dengan kebijakan-kebijakan Uni Eropa yang
dianggap kurang dapat menguntungkan negaranya, tetapi negara ini pun tergolong sangat
maju. Inggris memiliki nilai mata uang yang cukup tinggi dibanding negara-negara Uni Eropa
atau Euro itu sendiri, Inggris pun mampu membangun perindustrian negaranya, lalu tanpa
harus terikat dalam kebijakan Schengen sepenuhnya, Inggris dapat menjadi negara yang
masih didatangi banyak pengunjung. Dengan kata lain, aktivitas perpindahan barang dan jasa
di Inggris sebagai negara anggota Uni Eropa tidak terhambat. Terdapat 6 kota di negara ini
yang tergabung dalam cittaslow. Gerakan cittaslow di Inggris memiliki tujuan utama, yakni
pelestarian lingkungan dan perlindungan produk lokal. 22 Hal ini tidak dapat dipungkiri
sebagai bentuk respon menghadapi globalisasi. Bergabungnya kedua negara besar tersebut ke
dalam gerakan cittaslow mendorong negara-negara lain di Uni Eropa merasakan urgensi
untuk meningkatkan kualitas hidup di tengah arus globalisasi yang begitu cepat. Negaranegara anggota di Uni Eropa, dalam hal ini beberapa kota di negara mereka, menyusul
menjadi anggota guna perbaikan kualitas hidup akibat dampak dari globalisasi.

Analisis
Untuk menganalisis kasus ini, terdapat dua konsep yang perlu dipahami, yakni
globalisasi dan anti-globalisasi. Menurut Baylis & Smith, globalisasi adalah
“The process of increasing interconnectedness between societies such
that events in one part of the world more and more have effects on peoples
and societies far away.”23
Melengkapi pendapat di atas, definisi globalisasi menurut David Held dapat menjelaskan
lebih dalam mengenai bagaimana hubungan saling ketergantungan dan meleburnya batasbatas negara dapat terjadi, yakni:
“Globalization as the stretching and deepening of social relations and
institutions across space and time such that, on the other hand, day-to-day
activities are increasingly influenced by events happening on the other
                                                        
21

Cittaslow Deutschland, ‘Deutschland,’ Cittaslow Info (daring), , diakses pada 18 Juni 2014.
22
Cittaslow United Kingdom, ‘Goals,’ Cittaslow UK (daring), ,
diakses pada 18 Juni 2014.
23
J. Baylis, S. Smith, & P. Owens, The Globalization of World Politics: An Introduction to International
Relations, 5th edn, Oxford University Press, New York, 2011, p. 16.

 



side of the globe and, on the other, the practices and decisions of local
groups or communities can have significant global reverberations.”24
Kemudian konsep anti-globalisasi sebagai sebuah persepsi yang menentang globalisasi dapat
dijelaskan sebagai tindakan yang tidak mengharamkan globalisasi, masih menyetujui
perkembangan teknologi dan informasi, namun menolak beberapa aspek lainnya. Dengan kata
lain, gerakan anti-globalis masih mengikuti beberapa aspek globalisasi, sementara terdapat
beberapa aspek dalam globalisasi yang mereka tentang dan memunculkan ide-ide untuk
memperbaiki dampak-dampak globalisasi tersebut. Dalam buku The Sociology of
Globalization, menjelaskan bahwa,
“Anti-globalization is a prefigurative form, aiming to set up alternative
forms of organization and live them out as a way of providing an example
that can be followed. In this sense the movement itself is again, the end as
much as something trying to achieve an end.”25
Umumnya, anti-globalisasi ini berupa sebuah gerakan yang terorganisir atau tidak dengan
memiliki isu-isu tertentu yang ingin mereka perjuangkan sebagai bentuk pertentangan atas
aspek globalisasi yang dianggap tidak sesuai.
Berdasarkan pengertian di atas dapat dipahami bahwa Uni Eropa merupakan sebuah
regionalisme yang merepresentasikan proses globalisasi. Upaya integrasi Uni Eropa dibidang
perekonomian dengan diberlakukannya Euro sebagai mata uang bersama dan kebijakan
Schengen menjadi pendukung dalam globalisasi yang terjadi. Hal ini sesuai dengan
pandangan Baylis & Smith, negara-negara anggota semakin bergantung satu sama lain dan
transparansi antarnegara semakin tercipta. Meleburnya batas antarnegara di Uni Eropa jelas
tercermin, segala perpindahan barang dan jasa kemudian menjadi mudah dilakukan antar
sesama negara anggota Di sisi lain, Uni Eropa mulai mengembangkan integrasinya ke bidang
perpolikan, sosial, dan budaya. Hal ini menunjukan bahwa hubungan yang dijalin oleh Uni
Eropa semakin meluas keberbagai bidang dan semakin meningkatkan ketergantungan satu
sama lain. Tidak heran jika apa yang terjadi disatu negara kemudian dapat dengan mudah
terjadi di negara lain. Lalu, tidak heran pula jika homegenitas terjadi di negara-negara anggota
Uni Eropa akibat identitas sebagai warga Uni Eropa yang terbentuk.
Masyakarat Uni Eropa tidak menentang adanya globalisasi dengan didukung oleh
berbagai upaya integrasi ekonomi dan politik yang dilakukan oleh regionalisme ini. Akan
tetapi, sebagian masyarakat Uni Eropa berpikir bahwa terdapat beberapa aspek yang perlu
                                                        
24
25

 

S. Sweeney, p. 285.
L. Martell, The Sociology of Globalization, Polity Press, Cambridge, 2010, p. 245.



diperbaiki akibat proses globalisasi yang terjadi. Kehadiran Cittaslow International kemudian
hadir sebagai sebuah respon dari globalisasi yang terjadi di dunia Internasional, khususnya
Uni Eropa. Cittaslow menjadi sebuah gerakan anti-globalisasi yang berusaha untuk
memperjuangkan aspek-aspek yang mulai hilang akibat globalisasi. Perbaikan kualitas hidup
dengan membudayakan gaya hidup yang berusaha untuk memaknai setiap langkahnya,
pelestarian lingkungan akibat aktivitas industri, dan mempertahankan produk lokal serta
identitas masyarakat masing-masing. Gerakan ini tidak serta-merta menolak seluruh proses
globalisasi yang terjadi di Uni Eropa, akan tetapi gerakan ini menjadi sebuah respon
pentingnya menyeimbangkan segala aktivitas serba cepat dan memperhatikan kelestarian
lingkungan akibat globalisasi. Hal ini terbukti pada Cittaslow di Inggris, salah satu perhatian
gerakan ini adalah memperhatikan kelestarian lingkungan di kota tersebut dengan berusaha
mengurangi polusi udara, memelihara kualitas air, dan mencari energi alternatif yang lebih
ramah lingkungan. 26 Namun, kehadiran Cittaslow yang semula berada di Italia dapat
berkembang pesat ke negara-negara Uni Eropa lainnya tidak dapat dipungkiri karena adanya
dampak dari globalisasi itu sendiri. Seperti pandangan David Held, tindakan yang dilakukan
oleh grup lokal atau komunitas dapat dengan mudah tersebar secara global. Sehingga dapat
dikatakan bahwa kehadiran Cittaslow ini benar adanya merupakan realisasi sebagai gerakan
anti-globalisasi dengan adanya aspek-aspek yang ditentang dalam proses globalisasi, akan
tetapi Cittaslow tidak dapat terlepas dari proses globalisasi. Eksistensi Cittaslow yang
semakin tersebar di kawasan Uni Eropa tidak lain merupakan pengaruh dari globalisasi yang
terjadi di Uni Eropa sendiri.
Kesimpulan
Regionalisme Uni Eropa terbentuk seiring dengan kebutuhan penyesuian negara-negara
anggota Uni Eropa untuk menghadapi berbagai tantangan akibat proses perpindahan barang
dan jasa di dunia Internasional yang semakin cepat dan mudah. Kemajuan teknologi dan
informasi menuntut Uni Eropa semakin mengintegrasikan diri agar dapat saling bergantung
satu sama lain dan memberikan kemudahan akses pemenuhan kebutuhan. Integrasi mata
uang, kebijakan Schengen, dan segala bentuk kemudahan lainnya menjadikan Uni Eropa
semakin maju dan menjadi salah satu aktor pengemudi dalam globalisasi. Namun, hal ini
ditentang oleh sebagian masyarakat di Uni Eropa dan hadir sebuah gerakan bernama
Cittaslow International. Gerakan ini merupakan perwujudan anti-globalisasi dengan
                                                        
26 Cittaslow United Kingdom, ‘Goals,’ Cittaslow UK (daring), ,
diakses pada 18 Juni 2014. 
 



menentang sebagian aspek yang menjadikan kualitas hidup masyarakat dan perhatian
terhadap lingkungan menurun. Meskipun Cittaslow bergerak sebagai gerakan anti-globalisasi,
Cittaslow tidak dapat terlepas dari proses globalisasi yang sudah ada. Kehadiran globalisasi
justru membuat gerakan ini semakin berkembang di Uni Eropa sebagai respon dari beberapa
aspek globalisasi yang ditentang oleh masyarakat Uni Eropa. Oleh karena itu, dapat
disimpulkan bahwa gerakan Cittaslow hadir sebagai respon dari berbagai aktivitas kehidupan
yang terjadi di Uni Eropa akibat integrasi perekonomian, kemudahan perpindahan barang dan
jasa, dan aktivitas industri, sehingga perlu ide-ide guna melestarikan aspek kehidupan yang
penting untuk masyarakat Eropa kedepannya.

 

10 

Daftar Pustaka
Buku
Baylis, J., S. Smith, & P. Owens, The Globalization of World Politics: An Introduction to
International Relations, 5th edn, Oxford University Press, New York, 2011.
Fontaine, P., Europe in 12 Lessons, European Commission Directorate-General for Communication
Publications, Brussels, 2010.
Lujala, P. & S. A. Rustad (ed.), High-Value Natural Resources and Post-Conflict Peacebuilding,
Routledge, London, 2011.
Martell, L., The Sociology of Globalization, Polity Press, Cambridge, 2010.
Mittelman, J. H., The Globalization Syndrome, Transformation and Resistance, Princeton University
Press, New Jersey, 2000.
Sweeney, S., Europe, the State, and Globalization, Pearson Education Limited, London, 2005.
Sumber Jurnal
Molchanov, M. A., ‘Regionalism and Globalization: The Case of the European Union,’ Perspectives
on Global Development and Technology, vol. 4, no. 3, 2005, p. 431-445.
Sumber Online
Chon, D., ‘Cittaslow: By Product or Reparation of Globalization?,’ Catalyst (daring),
,
diakses pada 18 Juni 2014.
Cittaslow, ‘About Cittaslow Organization,’ Cittaslow (daring),
, diakses pada 18 Juni 2014.
Cittaslow Deutschland, ‘Deutschland,’ Cittaslow Info (daring), , diakses pada 18 Juni 2014.
Cittaslow International, ‘Cittaslow List,’ Cittaslow (daring), April 2014,
, diakses pada 18 Juni 2014.
Cittaslow Netherlands, ‘European Manifest Cittaslow,’ Cittaslow NL (daring), , diakses pada 18 Juni 2014.
Cittaslow Perth, ‘The History of Cittaslow,’ Cittaslow (daring), , diakses pada 18 Juni 2014.
Cittaslow United Kingdom, ‘Supporters,’ Cittaslow UK (daring),
, diakses pada 18 Juni 2014.
EUROPA, ‘Treaty of Maastricht on European Union,’ EUROPA (daring),
, diakses pada 18 Juni 2014.
European Commission, ‘Trade: EU and WTO,’ EUROPA (daring),
, diakses pada 18 Juni 2014.
Europedia Moussis European Union, ‘European Monetary System,’ Europedia (daring),
, diakses
pada 18 Juni 2014.
Tagliabue, J., ‘Italian City Promotes Its Slow Life, but is Too Busy to Enjoy It,’ Pot Pourri Italy
(daring), , diakses
pada 18 Juni 2014.

 

11