Proposal Asas Kota dan Wilayah

Proposal Asas Kota dan Wilayah

Kawasan Permukiman Padat Kampung Code
Jetisharjo Yogyakarta

Disusun oleh :
Adellia Naura Fatina

15/384873/TK/43535

Asalia Raudhati Izzatillah

15/384878/TK/43540

Dyah Meutia Nastiti

15/378809/TK/42751

Syeh Abidin Khobar

15/384908/TK/43570


Program Studi Perencanaan Wilayah Dan Kota
Departemen Teknik Arsitektur Dan Perencanaan
Fakultas Teknik
Universitas Gadjah Mada
2015

KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena
atas berkat dan rahmat-Nya lah penulis dapat menyelesaikan penulisan proposal
Asas Kota dan wilayah yang berjudul “ Kawasan Permukiman Padat Kampung
Code Jetisharjo”.
Penelitian ini dilakukan untuk mengkaji lebih dalam mengenai Wisma
sebagai salah satu fungsi kota. Penelitian ini berfokus pada permukiman padat
yang terdapat di perkampungan yang terletak disepanjang bantaran sungai Code,
kota Jogja.
Pnulis sadar dalam penulisan proposal ini tidak terlepas dari bantuan banyak
pihak. Oleh karena itu, pengulis mengucapkan terima kasih kepada pihak-pihak
yang telah berjasa membantu dalam penyusunan proposal ini. Khususnya kepada
dosen mata kuliah Asas Kota dan wilayah, Bapak Gunung Radjiman dan ibu

Widya Her Nugrahandika yang telah membimbing penulis dalam penyusunan
proposal ini, kepada warga sekitar kampong Code yang telah membantu
berjalannya penelitian ini selama dilapangan, dan kakak tingkat serta teman-teman
angkatan yang telah membantu dalam proses penyusunan proposal in.
Besar harapan penulis agar proposal ini nantinya dapat bermanfaat bagi
pihak-pihak yang berkepentingan dan pembaca pada umumnya.

Yogyakarta, 5 November 2015

Penulis

i

DAFTAR ISI
Kata Pengantar............................................................................................ i
Daftar Isi ...................................................................................................... ii
BAB I. PENDAHULUAN
1.1.Latar Belakang ........................................................................................ 1
1.2.Rumusan Masalah ................................................................................... 1
1.3.Tujuan Penelitian .................................................................................... 2

1.4.Manfaat Penelitian .................................................................................. 2
1.5.Sasaran Pembahasan ............................................................................... 2
BAB II. KAJIAN REFERENSI
2.1.Pengertian Kota ....................................................................................... 3
2.2.Fungsi Kota ............................................................................................. 3
2.3.Permukiman dalam Kota ......................................................................... 4
2.4.Permukiman di Tepian Sungai ................................................................ 5
2.5.Permukiman Kumuh ............................................................................... 6
2.6.Peraturan Terkait ..................................................................................... 7
2.7.Kerangka Pemikiran ................................................................................ 7
BAB III. METODE PENELITIAN
3.1.Tinjauan Pustaka ..................................................................................... 8
3.2.Pengamatan ............................................................................................. 8
3.3.Tumpuan Teoritis .................................................................................... 8
3.4.Tumpuan Empiris .................................................................................... 8
3.5.Lokasi dan Waktu Penelitian .................................................................. 8
3.6.Teknik Pengumpulan Data ...................................................................... 9
3.7.Metode Pembahasan................................................................................ 9
3.8.Populasi dan Sampel ............................................................................... 9
3.9. Program Kegiatan................................................................................... 9

BAB IV. PEMBAHASAN
4.1.Profil Kawasan ........................................................................................ 10
4.2.Amatan Lapangan ................................................................................... 10
4.3.Diagram Pengaturan Ruang .................................................................... 11
4.4.Foto Kasus Topik .................................................................................... 12
4.5.Analisa Problema Ruang ......................................................................... 13
4.6.Solusi ....................................................................................................... 16
BAB V. PENUTUP
ii

5.1.Kesimpulan ............................................................................................. 17
5.2.Saran........................................................................................................ 17
Daftar Pustaka ............................................................................................. 19

iii

BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Wisma adalah salah satu fungsi kota. Wisma atau permukiman menjadi

salah satu hal yang paling penting dalam sebuah kota. Salah satu masalah
utama yang sering kita jumpai khususnya di kota-kota besar adalah masalah
adanya permukiman kumuh. Permukiman kumuh biasanya tumbuh dan
terbentuk di sepanjang pinggiran sungai. Sama halnya dengan kota-kota besar
lainnya, di Kota Jogja juga terdapat permukiman kumuh di sepanjang
bantaran sungai. Contoh permukiman tersebut adalah permukiman kumuh di
pinggiran Sungai Code. Permukiman kumuh Sungai Code sangat padat di
sepanjang aliran sungai, khususnya yang melewati Kota Jogja.
Permukiman kumuh Code terdapat di sepanjang Daerah Aliran Sungai
(DAS) Code, padahal kita tahu bahwa DAS seharusnya bebas dari lahan
hunian atau permukiman. Karena lokasinya yang dekat dengan pusat
perkantoran dan perdagangan, penduduk memilih untuk membangun
permukiman di bantaran Sungai Code. Lokasi strategis dan kemudahan akses
juga menjadi salah satu alasan mengapa mereka bermukim di bantaran sungai
tersebut. Sungai Code sendiri memiliki beberapa daya tarik sehingga
mendorong warga untuk bermukim di wilayah tersebut. Beberapa faktor
pemicu itulah yang akan kami bahas sekaligus menemukan masalah-masalah
yang timbul akibat adanya permukiman kumuh tersebut.
1.2. Rumusan Masalah




Bagaimana pengaruh lingkungan bantaran sungai terhadap kehidupan
masyarakatnya?
Bagaimana

cara

mengatasi

masalah-masalah

yang

dihadapi

di

permukiman tersebut?


1

1.3. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui kondisi permukiman dan
lingkungan sekitar perkampungan Sungai Code dan masalah yang timbul
serta pengaruhnya pada kehidupan warga sekitarnya. Pembuatan penelitian
ini ditujukan untuk menambah wawasan pembaca mengenai adanya
permukiman kumuh. Selain memberi wawasan dan gambaran secara nyata,
penelitian ini juga bertujuan agar nantinya akan ada inisiatif dan solusi untuk
menangani masalah permukiman kumuh di kota ini.
1.4. Manfaat Penelitian
Manfaat dari penelitian ini adalah untuk menambah wawasan dan
memberi gambaran mengenai kondisi permukiman di sekitar bantaran Sungai
Code, serta dapat dimanfaatkan sebagai salah satu referensi dalam
penyelesaian masalah yang terdapat di kawasan tersebut.
1.5. Sasaran Penelitian
Sasaran penelitian ini ditujukan kepada warga sekitar, pemerintah, dan
masyarakat pada umumnya agar mengetahui apakah mereka telah memiliki
kesadaran dan kepedulian terhadap lingkungan tempat tinggalnya serta pihak
berwenang terkait


penanganan

permukiman

bantaran Sungai

Code,

Yogyakarta.

2

BAB II
KAJIAN REFERENSI
2.1. Pengertian Kota
Sebuah area yang didominasi oleh guna lahan non pertanian dapat disebut
dengan kota. Menurut Pontoh & Kustiwan (2009), kota adalah tempat dengan
konsentrasi penduduk lebih padat dari wilayah sekitarnya karena terjadi
pemusatan kegiatan fungsional yang berkaitan dengan kegiatan atau aktivitas

penduduknya. Sesuai dengan guna lahannya, aktivitas di kota didominasi oleh
aktivitas non pertanian, seperti industri dan jasa.
Ditjen Cipta Karya (1997) menjelaskan kota sebagai permukiman yang
berpenduduk relatif besar, luas areal terbatas, pada umumnya bersifat non
agraris, kepadatan penduduk relatif tinggi, tempat sekelompok orang dalam
jumlah tertentu, dan bertempat dalam suatu wilayah geografis tertentu,
cenderung berpola hubungan rasional, ekonomis, dan individualistis. Dari
pengertian tersebut, dapat dimaknai bahwa kota dapat ditinjau dari berbagai
aspek seperti aspek sosial, geografis, demografis, maupun ekonomi.
2.2. Fungsi Kota
Secara umum, di Indonesia terdapat lima fungsi kota, yaitu:
a. Wisma

: permukiman, tempat tinggal

b. Karya

: tempat bekerja, kegiatan usaha

c. Marga


: jaringan pergerakan, jalan

d. Suka

: tempat rekreasi, hiburan

e. Penyempurna

: prasarana-sarana (Hadinoto, 1970)

Penelitian ini berfokus pada bahasan fungsi kota sebagai permukiman.
Sebuah kota sangat erat kaitannya dengan lahan permukiman. Permukiman
yang terdapat di kota cenderung memiliki karakteristik tersendiri dan jauh
berbeda dengan yang ada di desa. Guna lahan, kondisi ekonomi, sosial, dan
spasial yang berbeda merupakan beberapa faktor penyebab uniknya kawasan

3

permukiman di kota. Beberapa ahli mendefinisikan kota sebagai permukiman.

Salah satunya adalah pendapat dari Wirth yang menyatakan bahwa “Kota
adalah suatu permukiman yang relatif besar, padat, dan permanen, dihuni oleh
orang-orang yang heterogen kedudukan sosialnya,…” (P.J.M Nas, 1979:29).
Dalam buku yang sama, Harris dan Ullman juga menyatakan bahwa “Kotakota merupakan pusat untuk permukiman dan pemanfaatan bumi oleh
manusia…”. Oleh sebab itu, permukiman sebuah kota menjadi salah satu
kajian penting dalam pemanfaatan dan pengendalian ruang kota.
2.3. Permukiman dalam Kota
Permukiman menjadi komponen penting dalam sebuah kota. Permukiman
dalam kota dapat berbentuk perumahan dan perkampungan. Permukiman
dalam kota cenderung padat dan berkembang kearah yang modern. Namun
dalam perkembangannya, tidak jarang timbul daerah slum (kumuh) di
permukiman kota. Menurut Pontoh & Kustiwan (2009), slum area biasanya
berlokasi pada lahan yang berdekatan dengan CBD ( Central Bussiness
District) atau dekat dengan pusat kota. Lain halnya dengan squatter
settlements, slum area merupakan kawasan legal yang biasanya terdiri dari

rumah-rumah tua yang kondisinya kurang terawat. Squatter settlements lebih
merujuk pada penggunaan lahan secara tidak resmi oleh penghuni liar.
Akibatnya, rumah yang dibangun tidak sesuai dengan standar dan
menimbulkan berbagai permasalahan, mulai dari segi infrastruktur, prasarana,
sarana, dan sosial-ekonomi. Timbulnya slum area sering dikaitkan dengan
fenomena urbanisasi. Urbanisasi diyakini sebagai salah satu faktor terbesar
yang menjadi penyebab berkembangnya permukiman kumuh di kota-kota.
Urbanisasi merupakan proses pengkotaan suatu kawasan. Selama ini,
urbanisasi dikaitkan erat dengan terbentuknya permukiman kumuh.
Permukiman kumuh muncul sebagai wujud akan tuntutan dari urbanisasi itu
sendiri. Ketika urbanisasi berlangsung, maka akan banyak warga yang
berpindah menuju kota, khususnya pusat kota. Umumnya, guna lahan pusat
kota telah penuh oleh kegiatan industri dan jasa. Akibatnya, lahan

4

permukiman menjadi termajinalkan. Hal ini membuat munculnya kawasan
kumuh di daerah yang dekat pusat kota mengingat kondisi ekonomi mereka
yang rata-rata terbatas sementara mereka membutuhkan akses yang mudah
dan murah. Selain itu, jumlah penduduk kota yang bertambah akibat
urbanisasi akan menuntut pertambahan luasan permukiman. Warga dengan
tingkat ekonomi yang lebih rendah cenderung akan termajinalkan dan
menempati area seadanya.
2.4. Permukiman di Tepian Sungai
Pada kota-kota besar, sungai menjadi salah satu komponen penting dalam
kota. Lahan di kota yang sangat terbatas menjadikan tepian sungai sebagai
alternatif untuk bermukim. Hal ini mengakibatkan menurunnya fungsi
bantaran sungai itu sendiri. Menurut Deva Kurniawan Rahmadi (Staf
Perencanaan Teknis dan Pengaturan Direktorat Pengembangan Permukiman
Ditjen. Cipta Karya) dalam buletin penataan ruang Dinas Pekerjaan Umum,
secara umum kondisi sungai-sungai di kota-kota besar di Indonesia memiliki
beberapa permasalahan, diantaranya yaitu:


Rumah-rumah atau bangunan yang dibangun di sepanjang sungai
umumnya mengambil bagian bantaran sungai sehingga alur sungai
menyempit dan tidak dapat lagi menampung deras aliran air. Sehingga
setiap kali hujan deras di pegunungan air meluap menggenangi



permukiman.



sarana tidak tertata dan tidak memadai.

Kondisi permukiman pada umumnya padat dan kumuh, prasarana dan

Setiap kali hujan turun dan air meluncur dari perbukitan, tidak langsung
mengalir ke laut karena tertahan di kawasan reklamasi. Kondisi seperti



ini senantiasa membentuk genangan-genangan air.



di berbagai ruas sungai mencemari air dan menghambat aliran air sungai.

Pembuangan limbah padat maupun cair ke badan air dan bantaran sungai
Orientasi terhadap sungai masih menjadikan “ river back”.

5

Permukiman di tepian sungai seringkali menimbulkan masalah pada
sistem drainase. Permukiman tersebut menggeser fungsi bantaran sungai
sebagai retarding pond (tempat parkir air) dan sering kali menyebabkan
ketidaksesuaian dengan rencana tata ruang. Menurut peraturan yang berlaku,
pada

dasarnya

kawasan

tepian

sungai

merupakan

kawasan

yang

diprioritaskan pembangunannya untuk perkembangan perkotaan yang
berkelanjutan.
2.5. Permukiman Kumuh
Permukiman kumuh biasa ditemukan di daerah sepanjang bantaran
sungai, daerah pinggiran rel kereta api, dan kolong jembatan. Kumuh tidak
hanya terlihat dari kondisi bangunan, namun juga dari sarana, prasarana, dan
fasilitas yang tersedia. Menurut Sinulingga (2005), ciri kampung/pemukiman
kumuh terdiri dari:
a) Penduduk sangat padat antara 250-400 jiwa/ha. Pendapat para ahli
perkotaan (MMUDP,90) menyatakan bahwa apabila kepadatan suatu
kawasan telah mencapai 80 jiwa/ha maka akan timbul masalah akibat
kepadatan ini, antara lain perumahan yang dibangun tidak mungkin lagi
memiliki persyaratan fisiologis, psikologis, dan perlindungan terhadap
penyakit.
b) Jalan-jalan sempit tidak dapat dilalui oleh kendaraan roda empat, karena
sempitnya, kadang-kadang jalan ini sudah tersembunyi dibalik atap-atap
rumah yang sudah bersinggungan satu sama lain.
c) Fasilitas drainase sangat tidak memadai, dan malahan biasa terdapat
jalan-jalan tanpa drainase. Sehingga apabila hujan, kawasan ini dengan
mudah akan tergenang oleh air.
d) Fasilitas pembuangan air kotor/tinja sangat minim sekali. Ada
diantaranya yang langsung membuang tinjanya ke saluran yang dekat
dengan rumah, ataupun ada juga yang membuangnya ke sungai yang
terdekat.

6

e) Fasilitas penyediaan air bersih sangat minim, memanfaatkan air sumur
dangkal, air hujan, atau membeli air secara kalengan.
f)

Tata bangunan sangat tidak teratur dan bangunan-bangunan pada
umumnya tidak permanen dan malahan banyak yang darurat.

g) Kondisi a) sampai f) membuat kawasan ini sangat rawan terhadap
penularan penyakit.
h) Pemilikan hak atas lahan sering tidak legal, artinya status tanahnya masih
merupakan tanah negara dan para pemilik tidak memiliki status apa-apa.
2.6. Peraturan Terkait


UU Nomor 23 tahun 1997 tentang Ketentuan Pokok Pengelolaan



Lingkungan Hidup,



UU Nomor 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang,



UU Nomor 7 tahun 2004 tentang Pengelolaan Sumber Daya Air,

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2011 tentang
Perumahan dan Kawasan Permukiman.

2.7. Kerangka Pemikiran
Wisma sebagai salah satu fungsi kota

Perkembangan permukiman dalam kota

Keterbatasan lahan

Arus urbanisasi

Sungai sebagai komponen kota

Aksesibilitas

Keterbatasan ekonomi

Alternatif lahan permukiman

Bantaran sungai

Permukiman padat dan kumuh

7

BAB III
METODE PENELITIAN
3.1. Tinjauan Pustaka
Pada penelitian ini, penulis mengambil referensi dari buku, UndangUndang yang berlaku, dan browsing internet.
3.2. Pengamatan
Pada penelitian ini, penulis melakukan survey lapangan langsung di
kawasan permukiman di salah satu bantaran di sepanjang Sungai Code. Tidak
hanya mengamati secara fisik namun penulis juga berupaya menggali
informasi dari warga sekitar.
3.3. Tumpuan Teoritis
a. Buku Pengantar Perencanaan Perkotaan
b. Teori permukiman dan permukiman kumuh serta buletin Penataan Ruang
Dinas Pekerjaan Umum
c. UU terkait
3.4. Tumpuan Empiris
Tumpuan empiris pada penelitian ini adalah survey lapangan yang
dilakukan di lokasi terkait. Berdasarkan hasil survey lapangan dengan kajian
referensi, penulis menemukan bahwa kawasan ini kurang tepat apabila
dikatakan sebagai kawasan kumuh walaupun kebanyakan dari kawasan
permukiman tepian sungai identik dengan hal tersebut. Walaupun begitu,
penulis menemukan berbagai permasalahan yang timbul dari kawasan
tersebut.
3.5. Lokasi dan Waktu Penelitian
Lokasi

: Kawasan Kampung Code Jetisharjo, Yogyakarta

Waktu

: Bulan September - Desember 2015

8

3.6. Teknik Pengumpulan Data
Dalam penelitian ini, penulis melakukan teknik pengumpulan data
melalui cara analisa data dari hasil pengamatan. Selain itu, penulis juga
menggali informasi melalui wawancara dengan sampling warga sekitar.
3.7. Metode Pembahasan
Penulis menerapkan metode induktif (empiris-teori) yaitu dengan
melakukan amatan lapangan terlebih dahulu baru setelah itu melakukan
kajian referensi. Tipe penelitian terkait analisis yaitu kualitatif. Hal ini
dikarenakan data yang terkumpul lebih bersifat kualitatif. Selain itu, lingkup
pengamatan yang mikro membuat penulis lebih mudah mendapatkan persepsi
secara kualitatif tentang kawasan tersebut.
3.8. Populasi dan Sampel



Populasi dalam penelitian ini adalah warga Kampung Code Jetisharjo.
Sampel dari warga sekitar yaitu beberapa warga yang tinggal atau
bermukim di kawasan tersebut, terutama yang rumah tinggalnya sangat
dekat dengan Sungai Code.

3.9.Program Kegiatan
Diskusi pemilihan topik
Revisi

Jika disetujui

Pemberian tugas
disertai penjelasan
dari dosen

Menyusun latar belakang dan
hipotesis
Revisi

Jika disetujui
Survey lapangan

Kajian referensi

Diskusi analisis
Revisi

Jika disetujui

Penyusunan laporan antara

Solusi dan kesimpulan

Penyusunan proposal
akhir

9

BAB IV
PEMBAHASAN
4.1. Profil Kawasan
Pada penelitian ini penulis mengambil contoh
permukiman penduduk di bantaran Sungai Code
Jetisharjo, Yogyakarta. Kampung Jetisharjo terletak
di Kelurahan Cokrodiningratan, Kecamatan Jetis,
Kotamadya Yoyakarta. Kecamatan Jetis sendiri
memiliki luas wilayah 17,2 Ha atau 1,72 km2
dengan jumlah penduduk 23.992 (Badan Pusat
Statistik Kota Yogyakarta, 2013). Kampung ini
terletak dekat dengan pusat kota Yogyakarta dan
dilewati oleh aliran Sungai Code.
Gambar 4.1.1. Kampung Code Jetisharjo
Sumber: Google Earth 2015

4.2. Amatan Lapangan
Setelah melakukan survey lapangan, didapatkan hasil sebagai berikut:
1. Permukiman penduduk di bantaran Sungai Code, Yogyakarta ternyata
tidak sekotor dan sekumuh permukiman penduduk di kota-kota besar
lainnya, misalnya Jakarta.
2. Kesadaran penduduk terhadap kebersihan masih kurang.
3. Di Sungai Code masih terlihat limbah rumah tangga yang langsung
dibuang ke sungai. Ketika amatan lapangan, penulis melihat warga yang
langsung membuang sampah ke sungai. Selain itu, masih terlihat
gunungan sampah di beberapa titik.
4. Penduduk sekitar menggunakan air sungai untuk keperluan MCK.
5. Di pinggir sungai terdapat tempat MCK (gambar terlampir).
6. Saluran sanitasi kurang baik.
7. Drainase tersumbat sampah.

10

8. Indikator penunjuk air sudah usang dan tidak diperhatikan kondisinya.
9. Rumah-rumah penduduk di bantaran sungai sudah memiliki sertifikat
resmi.
10. Rumah penduduk di pinggiran Sungai Code sebagian besar merupakan
hunian permanen. Hal ini dikarenakan mereka sudah memiliki sertifikat
resmi, bukan tanah milik sultan (sultan ground).
11. Profesi beberapa warga masih bergantung pada Sungai Code.
12. Kepadatan yang terjadi di perkampungan Code Jetisharjo antara lain
disebabkan oleh terbatasnya lahan permukiman di kota sementara itu
mereka tetap membutuhkan kemudahan akses ke tempat kerja dan pusat
kota.
4.3. Diagram Pengaturan Ruang

Jalan Masuk Kampung
Code Jetisharjo
Posko Bencana Desa

Pembangunan Taman (Area)
Hijau

Pemukiman Padat
Sumber: Google Earth 2015

11

4.4. Foto Kasus Topik
Berikut merupakan foto-foto kasus topik dari hasil amatan lapangan:

Gambar 4.4.1. Kondisi sekitar Sungai Code
Sumber: Survey lapangan 2015

Gambar 4.4.2. Tempat MCK
Sumber: Survey lapangan 2015

Gambar 4.4.3. Lereng di sekitar permukiman
Sumber: Survey lapangan 2015

Gambar 4.4.4. Jaringan jalan
Sumber: Survey lapangan 2015

Gambar 4.4.5. Kondisi permukiman warga
Sumber: Survey lapangan 2015

Gambar 4.4.6. Aktivitas penduduk
Sumber: Survey lapangan 2015

12

Gambar 4.4.7. Penimbunan sampah
Sumber: Survey lapangan 2015

Gambar 4.4.9. Akses menuju bantaran sungai
Sumber: Survey lapangan 2015

Gambar 4.4.8. Saluran air
Sumber: Survey lapangan 2015

Gambar 4.4.10. Kondisi Sungai Code
Sumber: Survey lapangan 2015

4.5. Analisa Problema Ruang
Kawasan Kampung Code Jetisharjo di daerah amatan kami apabila
dibandingkan dengan kriteria kawasan kumuh seperti pada kajian referensi
ternyata kurang sesuai. Kawasan yang kami amati tidak sekumuh yang
selama ini sebagian besar orang bayangkan. Kampung Code yang lekat
13

dengan image kumuhnya di benak masyarakat, ternyata sudah mengalami
banyak perubahan. Walaupun masih terdapat beberapa permasalahan penting
khususnya di bidang kebersihan, Kampung Code saat ini tidak bisa begitu
saja di-judge sebagai slum area .
Warga yang sebagian besar tinggal di bantaran Sungai Code,
khususnya daerah amatan kami rata-rata memiliki sertifikat rumah hak milik.
Hal ini menunjukkan bahwa pemerintah sendiri telah memberi izin kepada
masyarakat untuk menggunakan kawasan tersebut sebagai area bermukim.
Hal ini juga mengindikasikan bahwa pemerintah telah mengantisipasi
kemungkinan bahaya yang terjadi.
Apabila dilihat dari kondisi lingkungan sekitar, maka dapat dianalisis
bahwa permasalahan yang masih terdapat di Kampung Code adalah masalah
kebersihan. Masalah tersebut antara lain tersumbatnya saluran air oleh
sampah. Kesadaran warga untuk membuang sampah masih dirasa sangat
kurang. Walaupun tersedia bak-bak sampah, namun sungai menjadi tempat
yang agaknya memiliki daya tarik bagi warga sekitar untuk membuang
sampah. Aliran Sungai Code juga terlihat masih kotor dengan banyaknya
sampah plastik, botol, dan sampah organik lainnya. Pengelolaan sampah
seperti adanya bak sampah ternyata belum menyelesaikan permasalahan.
Saluran sanitasi juga masih terlihat kurang baik kondisinya. Masih
terlihat pula limbah rumah tangga yang dibuang langsung ke sungai. Hal ini
tentu akan mencemari sungai. Apalagi, jika diamati, beberapa warga
membangun kolam ikan di tepian sungai dengan memanfaatkan aliran sungai.
Apabila air sungai tercemar maka akan berpengaruh pada kualitas air di
kolam tersebut. Pada akhirnya bisa timbul masalah baru seperti munculnya
penyakit. Saluran sanitasi dan drainase juga masih kurang baik. Hal ini
terlihat dari drainase yang tersumbat sampah. Hal ini mengindikasikan bahwa
kesadaran warga akan pentingnya menjaga lingkungan masih dinilai kurang.
Sebagian besar warga belum berorientasi pada kepentingan sungai dan masih
menjadikan sungai sebagai riverback.

14

Masalah kebersihan juga terdapat pada ketersediaan MCK. Apabila
diamati, sebagian besar rumah telah menggunakan bahan bangunan permanen
untuk tempat MCK. Namun, kami masih menemukan adanya MCK di tepi
sungai. Hal ini mengindikasikan bahwa masih ada warga yang belum
mendapat fasilitas MCK selayaknya.
Bangunan yang terdapat di sepanjang Sungai Code sebagian besar
merupakan bangunan permanen, bahkan ketika kami datang tampak beberapa
rumah sedang melakukan renovasi dan pembangunan baru. Bangunan yang
terdapat di Kampung Code kurang sesuai dengan kriteria dan deskripsi
bangunan seharusnya di slum area . Kondisi bangunan di Kampung Code
amatan kami lebih baik daripada slum area pada umumnya. Kampung Code
amatan kami juga telah menunjukkan adanya pengorganisasian bangunan
yang cukup rapi walaupun masih terdapat gang-gang kecil yang cukup sempit
dan kotor.
Tidak seperti sungai-sungai yang ada di daerah Jakarta, Sungai Code
tidak sering menimbulkan banjir. Menurut pengakuan warga, banjir yang
terjadi yaitu disebabkan oleh lahar dingin Gunung Merapi. Banjir tersebut
juga masih bisa ditangani. Walaupun demikian, dapat diamati bahwa garis
penanda tinggi air di Sungai Code ternyata kurang diperhatikan. Penanda
ketinggian air tersebut telah usang dan angka-angkanya sudah tidak jelas
terlihat. Walaupun banjir bukan menjadi masalah utama di sungai ini, namun
tetap saja penanda ketinggian air ini menjadi komponen penting dalam
antisipasi banjir.
Kegiatan masyarakat sekitar masih ada yang bergantung pada Sungai
Code. Contohnya adalah warga yang berprofesi sebagai pencari pasir.
Kondisi sungai yang kotor tidak menjadi pertimbangan mereka dalam
mencari nafkah. Selain itu, tampak beberapa warga yang membangun kolam
ikan di pinggir sungai. Warga memanfaatkan air sungai untuk ternak ikan.
Hal ini mengindikasikan bahwa arus urbanisasi memang ternyata sangat
berdampak pada kondisi permukiman kumuh tersebut termasuk ke dalam

15

bidang pekerjaan warganya. mereka yang tidak mendapat cukup akses untuk
bekerja akhirnya mencari nafkah dari sungai tersebut.
4.6. Solusi
Menyikapi berbagai permasalahan yang timbul di kawasan kampung
Sungai Code, penulis menganalisis bahwa permasalahan yang pokok yaitu
mengenai masalah kebersihan. Untuk itu, penulis menawarkan beberapa
solusi untuk menangani permasalahan tersebut.
 Pembangunan saluran air limbah rumah tangga yang tidak langsung ke
sungai. Adanya saluran ini akan meminimalisir terjadinya pencemaran air
Sungai Code.

 Meningkatkan kesadaran warga sekitar akan pentingnya kebersihan,
salah satunya adalah dengan mengadakan penyuluhan. Di dalam
penyuluhan tersebut ditampilkan efek jangka pendek dan jangka panjang
yang mugkin terjadi apabila mereka terus membuang sampah
sembarangan. Penyuluhan ini tentunya didahului dengan mengajak tokoh
masyarakat sekitar kampung tersebut untuk mendukung program itu.

 Memberi pagar atau pembatas yang cukup untuk menutupi areal kosong
agar tidak digunakan sebagai tempat pembuangan sampah dan
penambahan bak sampah di sekitar areal bantaran sungai.
Selain perbaikan dari segi drainase dan sanitasi, perbaikan juga dapat
dilakukan pada garis indikator ketinggian air di Sungai Code. Perbaikan
tersebut dapat berupa pengecetan ulang angka-angka penunjuk ketinggian air
agar lebih jelas. Hal ini dapat menjadi acuan bagi warga dalam menghadapi
banjir dan dikala musim hujan atau banjir lahar dingin.

16

BAB V
PENUTUP
5.1. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian penulis menyimpulkan beberapa hal sebagai
berikut:
 Kawasan perkampungan Sungai Code amatan penulis tidak sekumuh yang
kebanyakan orang bayangkan selama ini. Hasil amatan lapangan
menunjukkan bahwa terdapat perbedaan nyata antara kenyataan dengan
kajian referensi tentang kriteria permukiman kumuh yang seharusnya.

 Kondisi lingkungan sekitar Sungai Code berpengaruh pada kehidupan
warga sekitarnya mulai dari cara pengelolaan air limbah, sampah, hingga
mata pencahariannya.Walaupun tidak sepenuhnya dapat dikatakan kumuh,
masih terdapat berbagai permasalahan yang timbul di kawasan ini
khususnya di bidang kebersihan seperti MCK, sampah dan limbah rumah
tangga. Kesadaran warga sekitar akan lingkungan sekitarnya masih kurang
khususnya di bidang kebersihan.

 Untuk mengatasi permasalahan yang ada khususnya di bidang kebersihan
lingkungan, maka dapat dilakukan dengan memperbaiki saluran limbah
dan melakukan penyuluhan tentang pentingnya menjaga kebersihan.
5.2. Saran
Penulis menyarankan agar baik dari pemerintah maupun warga sekitar
dapat memberi perhatian lebih terkait kebersihan lingkungan sekitar
permukiman tepian sungai. Saran penulis yaitu berupa solusi-solusi yang
ditawarkan untuk penanganan kawasan tersebut khususnya dalam bidang
kebersihan. Selain itu, perlu ditingkatkan kepedulian masyarakat dan inisiatif
dari warga itu sendiri untuk membangun kawasannya dengan lebih teratur.
Pemerintah sebagai fasilitator sudah semestinya berkewajiban untuk

17

mengembangkan program-program terkait pembenahan kawasan bantaran
sungai agar fungsinya dapat berjalan semestinya.

18

DAFTAR PUSTAKA
Badan Pusat Statistika Kota Yogyakarta. Jumlah Penduduk Menurut Jenis
Kelamin Kota Yogyakarta . 2013. Tersedia dari:
http://jogjakota.bps.go.id/linkTableDinamis/view/id/3
Badan Pusat Statistika Kota Yogyakarta. Luas Wilayah menurut Kecamatan.
Tersedia dari: http://jogjakota.bps.go.id/linkTabelStatis/view/id/2
Kurniawan Rahmadi, Deva. Permukiman Bantaran Sungai : Pendekatan
Penataan Kawasan Tepi Air. 2009. Tersedia dari:
http://penataanruang.pu.go.id/bulletin/index.asp?mod=_fullart&idart=221.
Diakses tanggal 29 Oktober 2015 pukul 10.45 WIB
Mulia, EM. Tinjauan Pustaka : Permukiman Kumuh . 2011. Tersedia dari :
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/22314/3/Chapter%20II.pdf.
Diakses tanggal 31 Oktober 2015 pukul 20.00 WIB
Pontoh, Nia K. & Kustiwan, Iwan. 2009. Pengantar Perencanaan Perkotaan .
ITB, Bandung

19